Anda di halaman 1dari 11

A.

Perkembangan Peserta Didik dan Hukum-Hukum Perkembangan


 Perkembangan merupakan perubahan yang terus-menerus dialami, tetapi ia tetap menjadi
kesatuan. Perkembangan berlangsung dengan perlahan-tahan. melalui masa demi masa.
 Pengertian "hukum", dalam ilmu jiwa perkembangan, tidaklah sama dengan yang biasa
dikenal dalam dunia perundang-undangan peradilan.
 Dalam ilmu jiwa perkembangan, istilah hukum tidak dapat diasosiasikan misalnya, dengan
hukum perdata atau hukum pidana. Melainkan, yang dimaksud "hukum perkembangan"
adalah kaidah fundamental tentang realitas kehidupan anak-anak (manusia), yang telah
disepakati kebenarannya berdasarkan hasil pemikiran dan penelitian yang seksama.
Misalnya seorang anak baru bisa berkembang, apabila ia dalam keadaan hidup. Ini
merupakan hukum yang sudah pasti, sehingga tak mungkin dibantah kebenarannya oleh
siapapun juga.
 Jadi, hidup adalah syarat mutlak bagi terjadinya proses perkembangan. Karena sudah pasti
dan mutlak kebenarannya, maka dalam ilmu jiwa perkembangan, susunan kalimat
pernyataan seperti itu disebut hukum.

1. Konsep dasar perkembangan rentang hidup


Perkembangan Peserta Didik difokuskan pada perkembangan individu sebagai peserta didik
pada institusi pendidikan. Materi Perkembangan Peserta Didik mencoba memahami
perkembangan dari perspektif sepanjang rentang kehidupan manusia (Life- Span
Development) berdasarkan pada pendapat Paul Baltes (dalam Pappalia, 2004 dan Santrock,
1995). Life- span human development berusaha menggambarkan, menjelaskan, meramalkan,
dan mempengaruhi perubahan-perubahan yang terjadi dari pembuahan hingga masa dewasa.
Tujuan akhir dari perspektif ini adalah untuk membantu hidup individu menjadi kehidupan
yang berarti dan produktif.
          Perspektif sepanjang rentang kehidupan manusia menjelaskan adanya tujuh
karakteristik dasar yang harus dipahami untuk melihat perkembangan manusia, yaitu :
1. Perkembangan adalah seumur hidup. Perkembangan yang menyangkut berbagai macam
perubahan dari hasil interaksi faktor-faktor seperti yang telah disebutkan akan
berlangsung secara berkesinambungan sepanjang siklus kehidupan.
2. Perkembangan bersifat multidimensioal. Perkembangan menyangkut berbagai macam
ranah perkembangan seperti faktor fisik, intelektual yang menyangkut perkembangan
kognitif dan bahasa, emosi, sosial dan moral.
3. Perkembangan adalah multidireksional. Ranah-ranah perkembangan mengalami
perubahan dengan arah tertentu. Sebagai contoh, pada masa bayi, perkembangan yang
tumbuh pesat adalah ranah fisik, yang kecepatan arah pertumbuhannya tidak sama
dengan ranah yang lain. Sementara pada mana kanak-kanak awal, perkembangan emosi
dan sosial berkembang lebih pesat dibandingkan dengan perkembangan yang lain.
4. Perkembangan bersifat lentur (plastis). Hal ini berarti perkembangan berbagai macam
ranah dapat disimulasi untuk berkembang secara maksimal. Sebahai contoh, kelenturan
berpikir anak-anak dapat diasah sejak dini dengan memberikan latihan-latihan pada anak
untuk terbiasa memecahkan masalah dengan baik dengan berbagai macam cara dari hasil
eksplorasinya.
5. Perkembangan selalu melekat dengan sejarah. Bagaimanapun perkembangan individu
tidak dapat lepas dengan keadaan di sekitarnya. Sebagai contoh, perkembangan emosi
pada era 66-an akan menyebabkan individu yang hidup saat itu memiliki kekhasan
sendiri dalam merespon sesuatu. Hal ini dpat dilihar dari benang merah perkembangan
individu yang hidup pada era 1990-an.
6. Perkembangan bersifat multidisipliner. Berbagai macam ahli dan peneliti dari disiplin
ilmu seperti psikolog, sosiologi, antropologi, neurosains, kesehatan mental, kedokteran
mempelajari perkembangan manusia dengan berbagai macam persoalannya.
7. Perkembangan bersifat kontekstual. Hal ini berarti bahwa perkembangan individu
mengikuti kondisi saat itu. Perkembangan bersifat kontekstual secara lebih dalam dapat
dipahami dengan menghubungkan tiga komponen, yaitu:
a. Pengaruh tingkat usia secara normatif, yaitu adanya pengaruh biologis dari
lingkungan yang sama pada kelompok tertentu. Sebagai contoh, di Indonesia usia
mulai masuk sekolah adalah rata-rata 7 tahun. Untuk usia pensiun, rata-rata orang
Indonesia dimulai usia 60 tahun.
b. Pengaruh keadaan sejarah normatif, yaitu adaya pengaruh biologis dari lingkungan
yang dihubungkan dengan sejarah. Sebagai contoh pengaruh ekonomi, perubahan
politik, misal setelah perubahan politik di Indonesia dari orde lama ke orde baru,
dan sejak tahun 1998 menjadi era reformasi yang diantaranya bercirikan adanya
kebebasan berpendapat dan adanya sifat keterbukaan dalam panggung politik.
c. Pengaruh peristiwa kehidupan yang non-normatif, yaitu peristiwa kehidupan yang
tidak biasa, yang tidak terjadi pada semua orang dan seringkali tidak bisa
diramalkan. Sebagai contoh, peristiwa bencana alam yang dialami oleh masyarakat
Yogyakarta dan Jawa Tengah pada tanggal 27 Mei 2006. Peristiwa ini
mengakibatkan dampak-dampak secara fisik maupun pikis bagi para korban.
Contoh lain, misalnya ketika individu memenangkan undian yang sama sekali tidak
disangka. Satu hal yang harus dilakukan individu adalah bagaimana dapat
meyesuaikan dengan peristiwa-peristiwa tersebut, sehingga berkelanjutan, tidak
menimbulkan dampak negatif.

2. Hukum-hukum perkembangan manusia


Perkembangan fisik dan mental di samping dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut di atas,
juga perkembangan itu berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Hukum-hukum
perkembangan tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
1. Hukum Konvergensi
Pandangan pendidikan tradisional di masa lalu berpendapat bahwa hasil pendidikan yang
dicapai anak selalu dihubung-hubungkan dengan status pendidikan orang tuanya.
Menurut kenyataan yang ada sekarang ternyata pendapat lama itu tidak sesuai dengan
keadaan. Pandangan lama itu dikuasai oleh aliran nativisme yang dipelopori oleh Skopen
Hauer yang berpendapat bahwa manusia adalah haisl bentukan dari pembawaannya.
Sejak anak lahir ia membawa bakat kesanggupan (potensi) untuk dikembangkan, dan
sifat bawaan terbentuk. Pembawaan itu akan dikembangkan sendiri, dalam hal ini
pendidikan yang menganut paham nativisme ini disebut aliran yang pesimis.
Hukum konvergensi ini menekankan kepada pengaruh gabungan antara pembawaan dan
lingkungan. Tokoh yang berpendapat demikian adalah William Stern yang menyatakan
bahwa pertumbuhan dan perkembangan itu adalah hasil pengaruh bersama kedua unsur
pembawaan dan lingkungan.
2. Hukum Mempertahankan dan Mengembangkan Diri
Dalam kehidupan timbul dorongan dan hasrat untuk mempertahankan diri. Dorongan
yang pertama adalah dorongan mempertahankan diri, kemudian disusul dengan dorongan
mengembangkan diri. Dorongan memepertahankan diri terwujud pada dorongan makan,
dan menjaga keselamatan diri sendiri. Anak menyatakan perasaan lapar, haus, dan sakit
dalam bentuk menangis. Ia mempertahankan dirinya dengan cara menangis. Jika ibu-ibu
mendengar anaknya menangis, tangisannya itu dianggap sebagai dorongan untuk
mempertahankan diri.
Dalam perkembangan jasmani dan rohani terlihat hasrat dasar untuk mengembangkan
pembawaan. Untuk anak-anak dorongan mengembangkan diri ini berbentuk hasrat
mengenai lingkungan, usaha belajar berjalan, kegiatan bermain, dan lain-lain. Di
kalangan remaja timbul rasa persaingan dan perasaan belum puas terhadap apa yang telah
tercapai. Hal ini dapat dianggap sebagai dorongan untuk mengembangkan diri. Tidak
seorang pun manusia normal yang menghendaki kemundura perkembangan dirinya,
ataupun menghendaki kebodohan. Tapi sebaliknya setiap anak pasti mengehendaki
perkembangan diri ke arah suatu kemajuan dalam suatu tingkat yang lebih tinggi dari
tingkat sebelumnya.
3. Hukum Masa Peka
Masa peka adalah suatu masa yang paling tepat untuk berkembang suatu fungsi kejiwaan
atau fisik seorang anak. Istilah masa peka ini pertama kali diperkenalkan oleh ahli biologi
Belanda yaitu Prof. Hugo de Vries dengan meneliti seekor lebah betina (lebah ratu) yang
sedang mengalami masa peka. Masa peka ialah suatu masa ketika fungsi-fungsi jiwa
menonjolkan diri keluar, dan peka akan pengaruh rangsangan yang datang. Ketika sang
lebah ratu peka, kemudian ia mendapatkan zat-zat makanan tertentu ia akan berkembang
biak dengan cepat.
Masa peka diperkenalkan dalam dunia pendidikan oleh Dr. Maria Montessori. Menurut
M. Montessori masa peka merupakan masa pertumbuhan ketika suatu fungsi jiwa mudah
sekali dipengaruhi dan dikembangkan. Usia 3 sampai 5 tahun adalah masa yang baik
sekali utnuk mempelajari bahasa ibu dan bahasa di daerahnya.
4. Hukum Kesatuan Organis
Yang dimaksud dengan hukum kesatuan organis adalah bahwa berkembangnya fungsi
fisik maupun mental psikologis pada dri manusia itu tidak berkembang lepas satu sama
lainnya tetapi merupakan suatu kesatuan. Tiap-tiap anak itu terdiri dari organ-organ atau
anggota tubuh, yang merupakan satu kesatuan, diantara organ-organ tersebut fungsi dan
bentuknya tidak dapat dipisahkan berdiri integral. Contoh perkembangan kaki yang
semakin besar dan panjang pasti diiringi perkembangan otak, kepala, tangan, dan lain-
lain.
5. Hukum Rekapitulasi
Pengertian rekapitulasi merupakan pengulangan ringkasan dari kehidupan suatu bangsa
yang berlangsung secara lambat selama berabad-abad. Jika dihubungkan dengan
psikologi dapat diartikan bahwa rekapitulasi ini berarti perkembangan anak mengalami
ulangan ringkas dari sejarah kehidupan umat manusia. Hukum rekpaitulasi dapat dibagi
dalam beberapa masa :
a. Masa memburu dan menyamun
Masa ini dialami ketika anak berusia sekitar 8 tahun. Tanda-tandanya anak senang
bermain kejar-kejaran, perang-peragan, memanah, dan menangkap binatang.
b. Masa menggembala
Masa ini dialami ketika anak berusia sekitar 10 tahun. Tanda-tandanya anak senang
memelihara binatang seperti ayam, kambing, kelinci, burung, dan sebagainya.
c. Masa becocok tanam
Masa ini diawali ketika anak berusia sekitar 12 tahun. Tanda-tandanya anak senang
berkebun, menyirami bunga, dan lain-lain.
d. Masa berdagang
Dialami ketika anak berusia sekitar 14 tahun. Tanda-tandanya anak senang bertukar
menukar perangko dengan temannya, berkirim foto dengan sahabat pena, beramin
jual-jualan, dan sebagainya.
6. Hukum Tempo dan Ritme Perkembangan
Tahapan perkembangan berlangsung secara berurutan, terus-menerus, dan dalam tempo
perkembangan yang relatif tetap serta berlaku umum. Perbedaan waktu, mengenai cepat
lambatnya suatu penahapan perkembangan atau suatu masa perkembangan dijalani,
menampilkan adanya perbedaan individual. Semakin lambat masa-masa perkembangan
disbanding dengan norma-norma umum yang berlaku semakin menunjukkan adanya
tanda-tanda gangguan atau hambatan-hambatan dalam proses perkembangan. Hubungan
antara satu aspek dengan aspek lainnya saling mempengaruhi. Jika tidak, ada faktor
khusus yang mempengaruhi perkembangan itu. Oleh karena itu, setiap gejala yang baru
dapat dijelaskan berdasarkan perkembangan sebelumnya.
Secara umum, ada dua hal sebagai petunjuk keterlambatan pada keseluruhan
perkembangan mental, yaitu :
a. Apabila perkembangan kemampuan fisik untuk berjalan sangat tertinggal dari
patokan umum, tanpa ada sebab khusus, fungsionalitas fisiknya terganggu.
b. Apabila perkembangan kemampuan berbicara sangat terlambat dibandingkan
dengan anak lain pada masa perkembangan yang sama. Seorang anak yang pada
umur empat tahun, misalnya masih mengalami kesulitan berbicara, mengemukakan
sesuatu dan terbatas perbendaharaan katanya, ia akan mengalami kelambatan pada
seluruh aspek perkembangan mentalnya.

Cepat atau lambatnya suatu masa perkembangan dilalui dan seluruh


perkembangan yang dicapai, selain berbeda antara perkembangan filogenetik dengan
onto-genetik, juga menunjukkan perbedaan secara perseorangan, meskipun tingkat
perbedaannya tersebut tidak terlalu besar. Cepat atau lambatnya suatu masa
perkembangan dilalui akan menjadi ciri yang menetap sepanjang hidupnya jika tidak ada
hal-hal yang bisa mempengaruhi proses perkembangan secara hebat, misalnya
pengalaman traumatic akibat kecelakaan atau trauma fisik, sehingga proses
perkembangan menjadi lambat atau terhambat.
Ritme atau irama perkembangan akan semakin jelas tampak pada saat
kematangan fungsi-fungsi fisiknya. Pada saat ini terlihat adanya selingan diantara cepat
dan lambatnya perkembangan, yang kurang lebih konstan sifatnya. Inilah yang
dinamakan irama perkembangan.
Setiap tahap perkembangan tidak berlangsung secara melompat-lompat, tetapi
menurunkan suatu pola tertentu dengan tempo dan irama tertentu pula, yang ditentukan
oleh kekuatan-kekuatan dari dalam diri anak. Tidak banyak yang dapat dilakukan oleh
seorang guru atau orang tua untuk mengubah, mempercepat atau memperlambat tempo
dan irama perkembangan tersebut.
7. Hukum Predistinasi
Predestinasi, dalam teologi, adalah doktrin yang menyatakan bahwa semua peristiwa di
alam semesta ini telah dikehendaki (atau ditentukan) oleh Allah, biasanya dikaitkan
dengan nasib akhir (takdir) dari jiwa seseorang. Predestinasi merupakan sebuah konsep
religius, yang melibatkan hubungan antara Tuhan dan ciptaan-Nya. Karakter religius
predestinasi membedakannya dari gagasan lain seperti determinisme dan kehendak bebas.
Tak dapat diingkari, bahwa perkembangan itu berpangkal pada kehidupan. Sementara
kehidupan itu penuh dengan ketentuan atau kodrat dari Allah, Dzat yang maha pencipta
dan pengatur .
Hukum kodrat illahi yang Pertama mengenai hidup itu sendiri. Manusia, dalam kaitan
ini, terikat oleh kodrat Allah “ untuk hidup”. Maka, hiduplah ia. Tetapi, ia juga terikat
oleh banyak ketentuan yang lain. Ia terikat oleh ketentuan tentang: orang tua yang
melahirkan, hari kelahiran, tempat dilahirkan, wujud dirinya ketika lahir, dsb. Yang
dimaksud dengan hukum kodrat illahi adalah hukum yang sudah di gariskan dan selalu
menyertai anak manusia berupa potensi yang dibawa sejak lahir. Hal ini dapat
dicontohkan, ketika anak dilahirkan telah bersama dengan kodratnya, maka bakat,
pembawaan dan potensi yang akan berkembang. Dengan demikian, arah perkembangan
manusia telah di tentukan oleh illahi melalui kodratnya, namun lingkungan juga memiliki
peran dalam perkembangan yang maksimal.
Kedua, terlihat pula adanya ketentuan ini, berkaitan dengan waktu-waktu tertentu dimana
seorang anak ” matang” untuk melakukan sesuatu. Misalnya: umur 7 bulan, seorang anak
bisa duduk dan merangkak. Ketiga, sebagaimana sering terjadi, seorang anak sejak lahir
telah memiliki bakat atau keistimewaan tertentu, lebih dari kebanyakan anak yang lain.
Tetapi juga tidak mustahil, sementara ada pula yang ditakdirkan lahir dalam keadaan
cacat, lemah ingatan, kurang normal,dsb. Baik yang istimewa maupun yang menyandang
kekurangan, jelas sama-sama berpengaruh bagi jalan perkembangannya.
Hukum Kodrat menurut Thomas Aquinas, Gagasan dasarnya berbunyi: Hiduplah sesuai
dengan kodratmu! . Manusia hidup dengan baik apabila ia hidup sesuai dengan
kodratnya, buruk apabila tidak sesuai. Karena manusia hanya dapat mengembangkan diri,
hanya dapat mencapai tujuannya apabila ia hidup seusai dengan kodratnya. Orang yang
hidup berlawanan dengan kodratnya tidak akan mencapai tujuannya, tidak akan
mengembangkan dan mengaktualisasikan seluruh potensinya. Karena itu, moralitas
terdiri dalam tindakan yang mengembangkan dan menyempurnakan kodratnya. Maka
jelaslah, hidup ini penuh dengan ketentuan illahi. Terutama tampak nyata, pada awal
kelahiran seseorang. Sebagian beruntung, karena memiliki kecerdasan yang istimewa.
Sementara yang lain, hidup dalam keadaan serba kurang. Keduanya sama saja, punya
akibat bagi jalan perkembangannya. Tetapi apa hendak dikata, semua itu telah menjadi
kodrat illahi. Walhasil, perkembangan itu pada asalnya berpangkal pada kodrat illahi atas
setiap manusia. Karenanya, diatas kodrat itulah sesungguhnya perkembangan
berlangsung.
3. Konsep dasar perkembangan peserta didik menurut perspektif rentang hidup
4. Hukum-hukum perkembangan peserta didik

B. Teori Perkembangan Kognitif (Jean Piaget) dan Perkembangan Bahasa (Vygotsky), serta
Penerapannya dalam Pembelajaran
1. Ide Pokok dan Teori Perkembangan Kognitif Piaget dan Vygotsky (konsep & tahap
perkembangannya)
Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu 1) kematangan,
sebagai hasil perkembangan susunan syaraf; 2) pengalaman, yaitu hubungan timbal balik
antara orgnisme dengan dunianya; 3) interaksi sosial, yaitu pengaruh-pengaruh yang
diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan sosial, dan 4) ekuilibrasi, yaitu adanya
kemampuan atau sistem mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mempau
mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
a.      Kematangan
Kematangan sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan anak memperoleh
manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka kemungkinan
untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi
secara kognitif. Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berlainan tergantung
pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri.
b.      Pengalaman
Interaksi antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi
kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali
jika intelegensi individu dapat memanfaatkan pengalaman tersebut.
c.       Interaksi Sosial
Lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik dapat
memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif
d.      Ekuilibrasi
Proses pengaturan diri dan pengoreksi diri (ekuilibrasi), mengatur interaksi spesifik dari
individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial dan
perkembangan jasmani yang menyebabkan perkembangan kognitif berjalan secara
terpadu dan tersusun baik.
Dalam pandangan Piaget, anak-anak secara aktif membangun dunia kognitif mereka
dengan menggunakan skema untuk menjelaskan hal-hal yang mereka alami. Skema
adalah struktur kognitif yang digunakan oleh manusia untuk mengadaptasi diri terhadap
lingkungan dan menata lingkungan ini secara intelektual. Piaget (1952) mengatakan
bahwa ada dua proses yang bertanggung jawab atas seseorang menggunakan dan
mengadaptasi skema mereka:
1.      Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah
ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi
pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang
sudah ada sebelumnya.
2.      Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau
penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang
sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali.
Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang berkorelasi
dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
1.         Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan
anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra). Pada mulanya pengalaman itu bersatu
dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada penglihatannya.
Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat
kemudian menghiang dari pandangannya, asal perpindahanya terlihat. Akhir dari tahap
ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya.
Objek mulai terpisah dari dirinya dan bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur
kognitifnya pun mulai dikatakan matang. Ia mulai mampu untuk melambungkan objek
fisik ke dalam symbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan,
suara binatang, dll.
2.         Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Pada tahap ini
pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran
logis, sehingga jika ia melihat objek-ojek yang kelihatannya berbeda, maka ia
mengatakanya berbeda pula. Pada tahap ini anak masih berada pada tahap pra operasional
belum memahami konsep kekekalan (conservation), yaitu kekekalan panjang, kekekalan
materi, luas, dll. Selain dari itu, cirri-ciri anak pada tahap ini belum memahami dan
belum dapat memikirkan dua aspek atau lebih secara bersamaan.
3.         Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan
benda benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan,
kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari
sudut pandang yang berbeda secara objektif. Anak pada tahap ini sudah cukup matang
untuk menggunakan pemikiran logika, tetapi hanya objek fisik yang ada saat ini (karena
itu disebut tahap operasional konkrit). Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka,
anak-anak pada tahap ini masih mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-
tugas logika.
4.         Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal
yang abstrak dan menggunakan logika. Penggunaan benda-benda konkret tidak
diperlukan lagi. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan dengan objek atau
peristiwa berlangsung. Penalaran terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya
dengan menggunakan simbol-simbol, ide-ide, astraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki
kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan
di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi.

C.      Teori Perkembangan Kognitif Vygotsky


Seperti Piaget, Vygotsky menekankan bahwa anak-anak secara aktif menyusun
pengetahuan mereka. Akan tetapi menurut Vygotsky, fungsi-fungsi mental memiliki
koneksi-koneksi sosial. Vygotsky berpendapat bahwa anak-anak mengembangkan
konsep-konsep lebih sistematis, logis, dan rasional sebagai akibat dari percakapan dengan
seorang penolong yang ahli.
1.      Konsep Zona Perkembangan Proksimal (ZPD)
Zona Perkembangan Proksimal adalah istilah Vygotsky untuk rangkaian tugas yang
terlalu sulit dikuasai anak seorang diri tetapi dapat diipelajari dengan bantuan dan
bimbingan orang dewasa atau anak-anak yang terlatih. Menurut teori Vygotsky, Zona
Perkembangan Proksimal merupakan celah antara actual development dan potensial
development, dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan
orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang
dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya. Batas bawah dari ZPD adalah tingkat
keahlian yang dimiliki anak yang bekerja secara mandiri. Batas atas adalah tingkat
tanggung jawab tambahan yang dapat diterima oleh anak dengan bantuan seorang
instruktur. Maksud dari ZPD adalah menitikberatkan ZPD pada interaksi sosial akan
dapat memudahkan perkembangan anak.
2.      Konsep Scaffolding
Scaffolding ialah perubahan tingkat dukungan. Scaffolding adalah istilah terkait
perkembangan kognitif yang digunakan Vygotsky untuk mendeskripsikan perubahan
dukungan selama sesi pembelajaran, dimana orang yang lebih terampil mengubah
bimbingan sesuai tingkat kemampuan anak.Dialog adalah alat yang penting dalam ZPD.
Vygotsky memandang anak-anak kaya konsep tetapi tidak sistematis, acak, dan spontan.
Dalam dialog, konsep-konsep tersebut dapat dipertemukan dengan bimbingan yang
sistematis, logis dan rasional.
3.      Bahasa dan Pemikiran
Menurut Vygotsky, anak menggunakan pembicaraan bukan saja untuk komunikasi sosial,
tetapi juga untuk membantu mereka menyelesaikan tugas. Lebih jauh Vygotsky yakin
bahwa anak pada usia dini menggunakan bahasa unuk merencanakan, membimbing, dan
memonitor perilaku mereka. Vygotsky mengatakan bahwa bahasa dan pikiran pada
awalnya berkembang terpisah dan kemudian menyatu. Anak harus menggunakan bahasa
untuk berkomunikasi dengan orang lain sebelum mereka dapat memfokuskan ke dalam
pikiran-pikiran mereka sendiri. Anak juga harus berkomunikasi secara eksternal dan
menggunakan bahasa untuk jangka waktu yang lama sebelum mereka membuat transisi
dari kemampuan bicara ekternal menjadi internal.

2. Contoh Penerapan Tahap Perkembangan Kognitif Piaget dan Perkembangan Bahasa


Vygotsky dalam Pembelajaran
3. Penerapan Tahap Perkembangan Kognitif Piaget dan Perkembangan Bahasa Vygotsky
dalam Pembelajaran

C. Teori Perkembangan Sosial Emosi Erikson dan Tahap Perkembangan Moral Kohlberg dan
Penerapannya
1. Ide pokok dan Teori perkembangan sosial emosi Erikson dan perkembangan moral Kohlberg
2. Contoh penerapan perkembangan sosial emosi Erikson dan perkembangan moral Kohlberg
dalam pembelajaran
3. Penerapan teori perkembangan sosial emosi Erikson dan perkembangan moral Kohlberg
dalam pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai