Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA PADA NY E DENGAN

DIABETES MEILITUS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Komunitas II

Dosen Pengampu : Kamsari, S.Kep. Ns., M.kep.

Disusun Oleh :

Nama : Ayu Nurmandini

Nim : R.17.01.009

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

YAYASAN INDRA HUSADA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) INDRAMAYU

Jl. Wirapati Sindang Indramayu Telp.(0234) 272020 Fax. (0234) 272558

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur mari kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Lansia pada Ny E
dengan Diabetes Meilitus” dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini memiliki kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, diperlukan kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat diharapkan dalam rangka perbaikan dan kesempurnaan.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini, tidak lepas dari
dorongan dan bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Drs. H. Turmin, B.Sc, selaku Ketua Pengurus Yayasan Indra Husada
Indramayu.
2. Heri Sugiarto, S.KM.,M.Kes selaku Ketua STIKes Indramayu.
3. M. Saefulloh, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua Prodi
SarjanaKeperawatan STIKes Indramayu.
4. Kamsari S.Kep. Ns. M.Kep. selaku dosen Komunitas II
STIKesIndramayu.
5. Rekan – rekan seperjuangan.
Makalah ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Komunitas II semester V dengan harapan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan para pembaca sehingga Insya Allah dapat bermanfaat bagi kita semua.

Indramayu, Desember 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................

DAFTAR ISI....................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................
B. Tujuan...................................................................................................
C. Manfaat.................................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Konsep Lanjut Usia..............................................................................


1. Pengertian Lansia......................................................................
2. Batasan Lansia..........................................................................
3. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia.........................
4. Masalah Keperawatan Pada Lansia..........................................
5. Terapi Keperawatan Pada Lansia.............................................
6. Tipe lansia.................................................................................
B. Konsep Hipertensi
1. Pengertian Diabetes Meilitus....................................................
2. Klasifikasi Diabetes Meilitus....................................................
3. Manifestasi Klinis Diabetes Meilitus........................................
4. Patofisiologi Diabetes Meilitus.................................................
5. Pathway Diabetes Meilitus.......................................................
6. Komplikasi Diabetes Meilitus..................................................
7. Cara Pencegahan Diabetes Meilitus.........................................
8. Pemeriksaan Penunjang............................................................
9. Penatalaksanaan Diabetes Meilitus...........................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA

A. Pengkajian.............................................................................................
B. Analisa Data..........................................................................................
C. Diagnosa Prioritas.................................................................................
D. Intervensi Keperawatan........................................................................
E. Implementasi dan Evaluasi...................................................................

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan...........................................................................................
B. Saran.....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada lansia dengan
penyakit Diabetes Meilitus
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia yang
mengalami kenaikan kadar gula darah

C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Dapat menjelaskan cara mengatasi penyebab kenaikan kadar gula darah
seperti pola makan sehingga dapat digunakan sebagai kerangka dalam
mengembangkan terapi Diabetes non farmakologi agar tidak meningkatkan
kadar gula darah
2. Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan laporan asuhan keperawatan ini dapat menjadi tambahan
informasi bagi petugas kesehatan khususnya mengenali kenaikan kadar gula
darah pada lansia terhadap kenaikan kadar gula darahnya
3. Bagi lansia
Mampu mempersiapkan diri untuk meningkatkan manajemen kesehatannya
dengan bantuan keluarga.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Lanjut Usia


1. Pengertian lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13
Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang
yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008). Usia
lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses
perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade
( Notoatmojo,2011). Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang
dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan
suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan
yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi
dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh
kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi
stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan
untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 2009).
2. Batasan lansia
Departemen Kesehatan RI (dalam Mubarak et all, 2006) membagi
lansia sebagai berikut:
a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas
b. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium
c. Kelompok usia lanjut (65 tahun >) sebagai senium
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan
umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:
a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1
ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia
60 (enam puluh) tahun ke atas”.
b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi
empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun,
lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90
tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.
c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu :
pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah
40-55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase
senium) ialah 65 hingga tutup usia. d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato
Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age): > 65 tahun atau 70 tahun.
Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan
umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old ( >
80 tahun) (Efendi, 2009).
3. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
Menurut Mubarak et all (2006), perubahan yang terjadi pada lansia
meliputi perubahan kondisi fisik, perubahan kondisi mental, perubahan
psikososial, perubahan kognitif dan perubahan spiritual.
a. Perubahan kondisi fisik meliputi perubahan tingkat sel sampai ke semua
organ tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan,
kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal,
gastrointestinal, genitourinaria, endokrin dan integumen.
1) Keseluruhan
Berkurangnya tinggi badan dan berat badan, bertambahnya fat-to-
lean body mass ratio dan berkuranya cairan tubuh.
b. Sistem integumen
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan kurang
elastis karena menurunnya cairan dan hilangnya jaringan adiposa, kulit
pucat dan terdapat bintik-bintik hitam akibat menurunnya aliran darah
ke kulit dan menurunnya sel-sel yang memproduksi pigmen, kuku pada
jari tangan dan kaki menjadi tebal dan rapuh, pada wanita usia > 60
tahun rambut wajah meningkat, rambut menipis atau botak dan warna
rambut kelabu, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.
Fungsi kulit sebagai proteksi sudah menurun
1) Temperatur tubuh
Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang
menurun, keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat
memproduksi panas yang banyak diakibatkan oleh rendahnya
aktifitas otot.
2) Sistem muskular
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang,
pengecilan otot akibat menurunnya serabut otot, pada otot polos
tidak begitu terpengaruh.
3) Sistem kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung
memompa darah menurun 1% per tahun. Berkurangnya cardiac
output, berkurangnya heart rate terhadap respon stres, kehilangan
elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meningkat akibat
meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer, bertaTn. Sanjang
dan lekukan, arteria termasuk aorta, intima bertambah tebal,
fibrosis.
4) Sistem perkemihan
Ginjal mengecil, nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal
menurun sampai 50 %, filtrasi glomerulus menurun sampai 50%,
fungsi tubulus berkurang akibatnya kurang mampu mempekatkan
urin, BJ urin menurun, proteinuria, BUN meningkat, ambang ginjal
terhadap glukosa meningkat, kapasitas kandung kemih menurun
200 ml karena otot-otot yang melemah, frekuensi berkemih
meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan pada pria akibatnya
retensi urin meningkat, pembesaran prostat (75% usia di atas 65
tahun), bertambahnya glomeruli yang abnormal, berkurangnya renal
blood flow, berat ginjal menurun 39-50% dan jumlah nephron
menurun, kemampuan memekatkan atau mengencerkan oleh ginjal
menurun.
5) Sistem pernafasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunnya aktifitas cilia, berkurangnya elastisitas paru, alveoli
ukurannya melebar dari biasa dan jumlah berkurang, oksigen arteri
menurun menjadi 75 mmHg, berkurangnya maximal oxygen
uptake, berkurangnya reflek batuk.
6) Sistem gastrointestinal
Kehilangan gigi, indera pengecap menurun, esofagus melebar, rasa
lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan
lambung menurun, peristaltik melemah sehingga dapat
mengakibatkan konstipasi, kemampuan absorbsi menurun, produksi
saliva menurun, produksi HCL dan pepsin menurun pada lambung.
7) Rangka tubuh
Osteoartritis, hilangnya bone substance.
8) Sistem penglihatan
Korne lebih berbentuk sferis, sfingter pupil timbul sklerosis dan
hilangnya respon terhadap sinar, lensa menjadi keruh,
meningkatnya ambang pengamatan sinar (daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat, susah melihat cahaya gelap), berkurangnya
atau hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang
(berkurangnya luas pandangan, berkurangnya sensitivitas terhadap
warna yaitu menurunnya daya membedakan warna hijau atau biru
pada skala dan depth perception).
9) Sistem pendengaran
Presbiakusis atau penurunan pendengaran pada lansia, membran
timpani menjadi atropi menyebabkan otoklerosis, penumpukan
serumen sehingga mengeras karena meningkatnya keratin,
perubahan degeneratif osikel, bertambahnya obstruksi tuba
eustachii, berkurangnya persepsi nada tinggi.
10) Sistem syaraf
Berkurangnya berat otak sekitar 10-20%, berkurangnya sel kortikol,
reaksi menjadi lambat, kurang sensitiv terhadap sentuhan,
berkurangnya aktifitas sel T, hantaran neuron motorik melemah,
kemunduran fungsi saraf otonom.
11) Sistem endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun, berkurangnya ATCH,
TSH, FSH dan LH, menurunnya aktivitas tiroid akibatnya basal
metabolisme menurun, menurunnya produksi aldosteron,
menurunnya sekresi hormon gonads yaitu progesteron, estrogen dan
aldosteron. Bertambahnya insulin, norefinefrin, parathormon.
12) Sistem reproduksi
Selaput lendir vagina menurun atau kering, menciutnya ovarie dan
uterus, atropi payudara, testis masih dapat memproduksi, meskipun
adanya penurunan berangsur-angsur dan dorongan seks menetap
sampai di atas usia 70 tahun, asal kondisi kesehatan baik,
penghentian produksi ovum pada saat menopause.
13) Daya pengecap dan pembauan
Menurunnya kemampuan untuk melakukan pengecapan dan
pembauan, sensitivitas terhadap empat rasa menurun yaitu gula,
garam, mentega, asam, setelah usia 50 tahun.
c. Perubahan kondisi mental
Pada umumnya usia lanjut mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Dari segi mental emosional sering muncul perasaan
pesimis, timbulnya perasaan tidak aman dan cemas, adanya kekacauan
mental akut, merasa terancam akan timbulnya suatu penyakit atau takut
diterlantarkan karena tidak berguna lagi. Faktor yang mempengaruhi
perubahan kondisi mental yaitu:
1) Perubahan fisik, terutama organ perasa
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan (hereditas)
5) Lingkungan
6) Gangguan syaraf panca indera
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
8) Kehilangan hubungan dengan teman dan famili
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.
d. Perubahan psikososial
Pada saat ini orang yang telah menjalani kehidupannya dengan bekerja
mendadak diharapkan untuk menyesuaikan dirinya dengan masa
pensiun. Bila ia cukup beruntung dan bijaksana, mempersiapkan diri
untuk pensiun dengan menciptakan minat untuk memanfaatkan waktu,
sehingga masa pensiun memberikan kesempatan untuk menikmati sisa
hidupnya. Tetapi banyak pekerja pensiun berarti terputus dari
lingkungan dan teman-teman yang akrab dan disingkirkan untuk duduk-
duduk di rumah. Perubahan psikososial yang lain adalah merasakan atau
sadar akan kematian, kesepian akibat pengasingan diri lingkungan
sosial, kehilangan hubungan dengan teman dan keluarga, hilangnya
kekuatan dan ketegangan fisik, perubahan konsep diri dan kematian
pasangan hidup.
e. Perubahan kognitif
Perubahan fungsi kognitif di antaranya adalah:
1) Kemunduran umumnya terjadi pada tugas-tugas yang
membutuhkan kecepatan dan tugas tugas yang memerlukan memori
jangka pendek.
2) Kemampuan intelektual tidak mengalami kemunduran.
3) Kemampuan verbal dalam bidang vokabular (kosakata) akan
menetap bila tidak ada penyakit.
f. Perubahan spiritual
1) Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya.
2) Lanjut usia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini
terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari.
Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Fowler:
universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah
berfikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai
dan keadilan.
4. Masalah Keperawatan Pada Lansia
a. Fisik/Biologis
1) Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh s.d intake yang tidak
adekuat
2) Gangguan pesepsi s.d gangguan pendengaran/penglihatan
3) Kurangnya perawatan diri s.d menurunnya minat dalam merawat diri
4) Resiko cidera fisik (jatuh) s.d penyesuaiaan terhadap penurunan fungsi
tubuh tidak adekuat
5) Perubahan pola eliminasi s.d pola makan yang tidak efektif
6) Gangguan pola tidur s.d kecemasan atau nyeri
7) Gangguan pola nafas s.d penyempitan jalan napas/sumbatan jalan
napas
8) Gangguan mobilisasi s.d kekakuan sendi
b. Psikologis-Sosial
1) Menarik diri dari lingkungan s.d perasaan tidak mampu
2) Isolasi sosial s.d perasaancuriga
3) Depresi s.d isolasi perasaan ditolak
4) Koping yang tidak adekuat s.d ketidak mampuan mengungkapkan
perasaan secara tepat
5) Cemas s.d sumber keuangan yang tidak terbatas
c. Spiritual
1) Reaksi berkabung/berduka s.d ditinggal pasangan
2) Penolakan terhadap proses penuaaan s.d kektidaksiapan menhadapi
kematian
3) Marah terhadap Tuhan s.d kegagalan yang dialami
4) Perasaan tidak tenang s.d ketidakmampuan melakukan imadah secara
tepat
5. Terapi Keperawatan Pada Lansia
a. Program Fisioterapi
Dalam penanganan terapi latihan untuk lansia dimulai dari aktivitas
fisik yang paling ringan kemudian bertahap hingga maksimal yang bisa
dicapai oleh individu tersebut, misalnya : Aktivitas di tepat
tidur,Positioning, alih baring, latihan pasif&aktif lingkup gerak
sendi,Latihan bangun sendiri, duduk, transfer dari tempat tidur ke kursi,
berdiri, jalan
b. Program Okupasiterapi
Latihan ditujukan untuk mendukung aktivitas kehidupan sehari-hari,
dengan memberikan latihan dalam bentuk aktivitas, permainan, atau
langsung pada aktiviats yang diinginkan. Misalnya latihan jongkok-berdiri
di WC yang dipunyai adalah harus jongkok, namun bila tidak
memungkinkan maka dibuat modifikasi.
c. Program Ortotik-prostetik
Bila diperlukan alat bantu dalam mendukung aktivitas pada lansia
maka seorang ortotis-prostetis akan membuat alat penopang, atau alat
pengganti bagian tubuh yang memerlukan sesuai dengan kondisi penderita.
Dan untuk lansia hal ini perlu pertimbangan lebih khusus, misalnya
pembuatan alat diusahakan dari bahan yang ringan, model alat yang lebih
sederhana sehingga mudah dipakai, dll.
d. Program Terapi Wicara
Program ini kadang-kadang tidak selalu ditujukan untuk latihan wicara
saja, tetapi perlu diperlukan untuk memberi latihan pada penderita dengan
gangguan fungsi menelan apabila ditemukan adanya kelemahan pada otot-
otot sekitar tenggorokan. Hal ini sering terjadi pada penderita stroke,
dimana terjadi kelumpuhan saraf vagus, saraf lidah, dll.
e. Program Sosial-Medik
Petugas sosial-medik memerlukan data pribadi maupun keluarga yang
tinggal bersama lansia, melihat bagaimana struktur/kondisi di rumahnya
yang berkaitan dengan aktivitas yang dibutuhkan penderita, tingkat sosial-
ekonomi. Hal ini sangat penting sebagai masukan untuk mendukung
program lain yang ahrus dilaksanakan, misalnya seorang lansia yang
tinggal dirumahnya banyak trap/anak tangga, bagaimana bisa dibuat landai
atau pindah kamar yang datar dan biasa dekat dengan kamar mandi, dll.
f. Program Psikologi
Dalam menghadapi lansia sering kali harus memperhatikan keadaan
emosionalnya, yang mempunyai ciri-ciri yang khas pada lansia, misalnya
apakah seorang yang tipe agresif, atau konstruktif, dll. Juga untuk
memberikan motivasi agar lansia mau melakukan latihan, mau
berkomunikasi, sosialisasi dan sebgainya. Hal ini diperlukan pula dalam
pelaksanaan program lain sehingga hasilnya bisa lebih baik.
g. Terapi Individual
Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan
pendekatan hubungan individual antara seorang terapi dengan seorang
klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan
klien untuk mengubah perilaku klien. Hubungan yang dijalin adalah
hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan
sistematis (terstruktur) sehingga melalui hubungan ini terjadi perubahan
tingkah laku klien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan.
h. Terapi Lingkungan
Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar
terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive menjadi
perilaku adaptif. Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit
dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan klien untuk
tumbuh dan berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik
dalam aktivitas dan interaksi.
i. Terapi Biologis
Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model
medical di mana gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini berbeda
dengan model konsep yang lain yang memandang bahwa gangguan jiwa
murni adalah gangguan pada jiwa semata, tidak mempertimbangkan
adanya kelaianan patofisiologis. Tekanan model medical adalah pengkajian
spesifik dan pengelompokkasn gejala dalam sindroma spesifik. Perilaku
abnormal dipercaya akibat adanya perubahan biokimiawi tertentu.
j. Terapi Kognitif
Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan sikap yang
mempengaruhi perasaan dan perilaku klien. Proses yang diterapkan adalah
membantu mempertimbangkan stressor dan kemudian dilanjutkan dengan
mengidentifikasi pola berfikir dan keyakinan yang tidak akurat tentang
stressor tersebut. Gangguan perilaku terjadi akibat klien mengalami pola
keyakinan dan berfikir yang tidak akurat. Untuk itu salah satu
memodifikasi perilaku adalah dengan mengubah pola berfikir dan
keyakinan tersebut. Fokus auhan adalah membantu klien untuk reevaluasi
ide, nilai yang diyakini, harapan-harapan, dan kemudian dilanjutkan
dengan menyusun perubahan kognitif.
k. TerapiKeluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota
keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga
adalah agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran
utama terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa
melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya.
l. Terapi Kelompok
Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk
dalam kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku melalui media
kelompok. Dalam terapi kelompok perawat berinteraksi dengan
sekelompok klien secara teratur. Tujuannya adalah meningkatkan
kesadaran diri klien, meningkatkan hubungan interpersonal, dan mengubah
perilaku maladaptive. Tahapannya meliputi: tahap permulaan, fase kerja,
diakhiri tahap terminasi.
m. TerapiPerilaku
Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa perilaku
timbul akibat proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat
dipelajari dan disubstitusi dari perilaku yang tidak sehat
n. Terapi Bermain
Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa anak-
anak akan dapat berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari pada
dengan ekspresi verbal. Dengan bermain perawat dapat mengkaji tingkat
perkembangan, status emosional anak, hipotesa diagnostiknya, serta
melakukan intervensi untuk mengatasi masalah anak tersebut.
6. Tipe lansia
Ada beberapa tipe lanjut usia, yang menonjol antara lain :
a. Tipe arif bijaksana
b. Tipe mandiri
c. Tipe tidak puas
d. Tipe pasrah
e. Tipe bingung
B. Konsep Diabetes Meilitus
1. Pengertian Diabetes Meilitus
Menurut American Diabtes Asociation (ADA, 2011), DM adalah
kelompok penyakit metabolic yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa
dalam darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat gangguan sekresi insulin,
penurunan kerja insulin, atau akibat dari keduanya.
DM adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan
sekresi insulin yang progresif dilator belakangi oleh resistensi insulin.
(Soegondo dkk, 2011).
Diabetes Meilitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan
kehilangan toleransi terhadap glukosa. (Rab, 2008)

2. Klasifikasi Diabetes Meilitus


Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes
Associations’s Expert Commite on the Diagnosis and Classification of
Diabetes Meilitus, menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu : (Corwin,
2009)
a. Tipe 1: Insulin Dependent Diabetes Meilitus (IDDM)/ Diabetes Meilitus
tergantung insulin (DMTI). Sel-sel beta dan pancreas yang normalnya
menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan
suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah.
b. Tipe 2: Non Insulin Dependent Diabetes Meilitus (NIDDM)/ Diabetes
Meilitus tak tergantung insulin (DMTTI). Kondisi ini diakibatkan oleh
penurunan sensivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat
penurunan jumlah pembentukan insulin. pengobatan pertamanya adalah
dengan diet dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap,
suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan,
jika preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia).
c. DM tipe lain : karena kelainan genetik, penyakit pancreas (trauma
pankreatik), obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit
dengan karakteristik gangguan endokrin.
d. Diabetes Kehamilan : Gestasional Diabetes Meilitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak
mengidap diabetes.
3. Gejala Diabetes Meilitus
1) Diabetes Tipe I
a. Hiperglikemia berpuasa
b. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. Keletihan dan kelemahan
d. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi,
nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2) Diabetes Tipe II
a. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia,
c. luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan
kabur
d. komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular
perifer
4. Patofisiologi Diabetes Meilitus
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan
untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan
oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa
yang tidak terukur oleh hati.Di samping itu glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal
insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan)
dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino
dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti
nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila
tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan
kematian.Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan
akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi
gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan
kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II.Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama
yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya
glukosa dalamdarah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-
sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun
terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.Karena itu
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II.Meskipun demikian,
diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut
lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik
(HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas.Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.Jika gejalanya dialami pasien,
gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh- sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat
tinggi).
5. Pathway

6. Komplikasi Diabetes Meilitus


Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999)
adalah :
a. Akut
1) Hipoglikemia dan hiperglikemia
2) Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar,
penyakit jantung coroner (cerebrovaskuler, penyakit
pembuluh darah kapiler).
3) Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil,
retinopati, nefropati.
4) Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas),
saraf otonom berpengaruh pada gastro intestinal,
kardiovaskuler (Suddarth and Brunner, 1990).
b. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
1) Neuropati diabetik
2) Retinopati diabetik
3) Nefropati diabetic
4) Proteinuria
5) Kelainan coroner
6) Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377)
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
a) Grade 0 : Tidak ada luka
b) Grade I : Kerusakan hanya sampai pada permukaan
kulit
c) Grade II : Kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
d) Grade III : Terjadi abses
e) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
f) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai
bawah distal
7. Cara Pencegahan Diabetes Meilitus
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa >
200 mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
b. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
c. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
e. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau
peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
f. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
g. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
h. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal.
i. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai
tinggi (Tipe II).
j. Urine: gula dan aseton positif
k. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan
dan infeksi luka.

9. Penatalaksanaan Diabetes Meilitus


1. Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi
terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik
pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal
tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas
pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
1) Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
a) Memperbaiki kesehatan umum penderita
b) Mengarahkan pada berat badan normal
c) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati
diabetic
d) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan
penderita
e) Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
1. Jumlah sesuai kebutuhan
2. Jadwal diet ketat
3. Jenis : boleh dimakan / tidak
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita
DM, adalah:
a) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada
penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor
insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.
b) Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
c) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
d) Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
e) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru.
f) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
3. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan
kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau
media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok,
dan sebagainya.
4. Obat : Suntikan insulin subkutan
Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 – 4 jam,
sesudahsuntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan
tergantung pada beberapa faktor antara lain :
Cangkok pancreas.Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah
segmental dari donor hidup saudara kembar identik.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Lansia merupakan suatu yang dialami oleh setiap individu, yang dimana
individu tersebut mengalami penurunan dalam setiap proses Bio-Psiko-Sosial
Spiritual. Dalam hal ini lansia diberikan asuhan keperawatan sesuai dengan tahap
perkembangan lansia. Lansia kelolaan dengan hipertensi yang dalam hal ini saya
lakukan asuhan keperawatan didapatkan hasil diagnosa bahwa lansia ini
mengalami nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular
cerebral, intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, kesiapan
peningkatan manajemen kesehatan, kesiapan peningkatan koping keluarga, risiko
sindrom lansia lemah berhubungan dengan proses menua.
B. Saran
a. Untuk Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat
pada lansia sesuai dengan tahap perilaku dan perkembangannya sehingga
mampu meningkatkan kesejahteraan lansia.
b. Untuk Institusi
Diharapkan mampu menyediakan wadah bagi mahasiswa untuk melakukan
penelitian lebih lanjut untuk memberikan asuhan yang tepat pada lansia
c. Untuk Lansia/Masyarakat
Diharapkan mampu menjalani aktivitasnya sesuai kemampuan dengan
asuhan keperawatan yang sudah diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

Ode S. La. 2012. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta; Nuha Medika

Mubarak W. Iqbal. Dkk. 2012. Ilmu Keperawatan Komunitas. Jakarta Selatan;


Salemba Medika

PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan; Dewan


Pengurus Pusat

NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan. Jakarta; EGC

Ibrahim. Jurnal Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Hipertensi. Vol.11. Bagian
Keilmuan dan Keperawatan Jiwa dan Komunitas, PSIK-FK Universitas Syiah
Kuala
https://www.academia.edu/11549986/Laporan_Pendahuluan_Diabetes_Melitus
LAMPIRAN

1. Foto-foto saat melakukan pemeriksaan


2. Scanning buku dalam daftar pustaka
3. Scanning Kartu Keluarga (KK)
4. Jurnal mengenai Lansia dengan Hipertensi

Anda mungkin juga menyukai