Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Balita adalah anak yang berusia 0-59 bulan, menurut Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) tahun 2011. Balita dalam tumbuh

kembangnya mengalami masalah perkembangan psikologi. Salah satu masalah

perkembangan psikologi anak adalah sibling rivalry.

Sibling rivalry adalah adanya rasa persaingan akibat kelahiran adiknya

sehingga menimbulkan kompetisi untuk mendapatkan perhatian dari kedua orang

tuanya (Chomaria, 2013). Sibling rivalry dapat membawa pengaruh pada anak.

Pengaruh sibling rivalry pada anak terbagi menjadi tiga bagian, yaitu : dampak

pada diri sendiri, pada saudara kandung, dan pada orang lain. Pola hubungan

antara anak dan saudara kandungnya tidak baik maka sering terjadi pola hubungan

yang tidak baik tersebut akan dibawa anak kepada pola hubungan sosial diluar

rumah (Ayu, 2013).

Sibling rivalry dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya : 1)

perbedaan jenis kelamin, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Rahmawati (2012), menyatakan bahwa sibling rivalry lebih besar dijumpai pada

anak yang memiliki jenis kelamin yang sama (69,1%) dibandingkan dengan anak

yang tidak memiliki persamaan jenis kelamin (30,9%). 2) perbedaan usia anak

menjadi faktor terjadinya sibling rivalry. Anak yang mengalami sibling rivalry

1
lebih besar dijumpai pada anak yang berusia < 3 tahun (80,0%) di bandingkan

dengan anak yang berusia > 3

2
3

tahun (20,0%). 3) urutan kelahiran, 4) jumlah saudara kandung, 5) pola asuh

orang tua, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tahun (2011)

diperoleh persentase (71,9%) orang tua yang menerapkan pola asuh autoritatif dan

sebanyak (28,1%) orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter untuk menangani

masalah sibling rivalry.

Faktor yang selanjutnya yaitu urutan kelahiran, 100% kejadian sibling

rivalry terjadi pada anak pertama. Urutan kelahiran bagi anak memainkan peranan

yang penting didalam keluarganya, sehingga menentukan pola interaksi dengan

saudara kandung, orang tua, dan orang sekitarnya. Faktor terakhir yang

mempengaruhi sibling rivalry yaitu pola asuh orang tua. Pola asuh demokratis

mempengaruhi 22,2% kejadian sibling rivalry dan pola asuh otoriter

mempengaruhi 77,8% kejadian sibling rivalry (Hanum & Hidayat, 2015).

Kejadian sibling rivalry dapat ditangani salah satunya dengan pola asuh orang tua

untuk mendidik anaknya.

Data di Indonesia menunjukan 36% kelahiran memiliki jarak yang kurang

dari 3 tahun dan 15% yang memiliki jarak kelahiran kurang dari 24 bulan, karena

setiap tahun di Indonesia 600 wanita mengalami kegagalan KB (Keluarga

Berencana). Di Indonesia menurut data dari KPAI (Komisi Perlindungan Anak

Indonesia) tahun 2010 (dalam RG Haibah, 2019) menyatakan bahwa 60% ibu

mengetahui bahwa terdapat fenomena sibling rivalry, dari 100% menyatakan

56% paham dan 42% ibu yang dapat menangani sibling rivalry.

Sibling rivalry timbul karena adanya faktor sikap dan pola asuh orang tua

terhadap anak, jarak kelahiran utamanya yang terlalu dekat, urutan kelahiran

STIKes Indramayu
4

dalam keluarga, jenis kelamin yang sama dengan saudara kandung, jumlah

saudara kandung, dan pengaruh orang lain. Bentuk sibling rivalry meliputi reaksi

langsung dan reaksi tidak langsung. Reaksi langsung seperti memukul, mencubit

ataupun menendang. Perilaku tidak langsung, seperti : membuat kenakalan, rewel,

berpura-pura sakit, menangis tanpa sebab, serta melakukan kebiasaan atau sesuatu

yang sudah lama tidak dilakukan (Yusuf, 2012). Apabila kondisi tersebut tidak

diantisipasi sejak dini maka yang akan terjadi adalah timbulnya tingkah laku

regresi yaitu tingkah laku yang kembali keperkembangan terdahulu, self efficacy

rendah, terjadi agresi terhadap saudara yang dimaksudkan untuk membuat

objeknya mengalami bahaya, muncul perasaan dendam dan pendengki bahkan

bisa menimbulkan perilaku ekstrim (Chomaria, 2013).

Pola asuh merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh orang tua baik

dari segi mendidik anak, mengajarkan anak tentang norma maupun nilai,

mengajarkan anak untuk dapat mentaati peraturan yang sudah ditentukan, kasih

sayang, perhatian, dan waktu luang untuk bersama (Syukri, 2020 dalam Fitria,

2020). Beberapa jenis pola asuh orang tua diantaranya terdiri dari pola asuh

demokratis, otoriter, permisif, dan penelantaran (Novianti, 2017 dalam Fitria,

2020). Pola asuh orang tua yang kurang baik akan mempengaruhi sifat dan

karakter anak salah satunya kejadian sibling rivalry.

Pola asuh orang tua dengan kejadian sibling rivalry menurut WHO (World

Health Organization) tahun 2010, data diketahui hasil penelitian terhadap 52

responden: pola asuh demokratis (32,7%), otoriter (3,8%), permisif (46,2%),

STIKes Indramayu
5

penelantar (17,3%), terjadi sibling rivalry (65,7%) dan tidak terjadi sibling rivalry

(34,6%).

Orang tua harus dapat berperan dalam memberikan otoritas kepada anak-

anak dalam mengatasi sibling sivalry sehingga menyelesaikan masalah dengan

anak-anak, bukan untuk anak-anak. Anak perlu diberikan penghargaan atas buah

pikiran dan dihargai pendapatnya. Orang tua tidak perlu langsung campur tangan

dalam mengatasi persaingan antar anak, kecuali saat terdapat tanda-tanda akan

terjadi kekerasan fisik (Wulandari, 2011).

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mirani (2019), dalam

penelitiannya dengan judul Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Munculnya

Sibling Rivalry pada Balita di Desa Blang Pauh Sa Kecamatan Julok Kabupaten

Aceh Timur. Hasil penelitian diperoleh mayoritas balita mengalami sibling

rivalry 18 (54,4%) responden, sedangkan untuk pola asuh orang tua didapatkan

menerapkan pola asuh permisif 16 (48,5%) responden. Hal ini dapat disimpulkan

bahwa terdapat hubungan bermakna antara pola asuh orang tua dengan munculnya

reaksi sibling rivalry pada balita.

Adapun hasil penelitian yang dilakukan Rofi’ah (2013), dalam

penelitiannya dengan judul Pola Asuh Orang Tua dengan Kejadian Sibling

Rivalry Pada Anak Usia 1-5 tahun, menunjukkan bahwa dari 32 responden

diperoleh 9 (28,1%) responden menerapkan pola asuh autoritatif, 6 (18,8%)

responden menerapkan pola asuh otoriter, dan 17 (53,1%) responden menerapkan

pola asuh permisif. Terdapat 18 anak (56,2%) mengalami sibling rivalry dan 14

anak (43,8%) tidak mengalami sibling rivalry. Hal ini dapat disimpulkan bahwa

STIKes Indramayu
6

terdapat hubungan bermakna antara pola asuh orang tua dengan kejadian sibling

rivalry pada anak usia 1-5 tahun.

Berdasarkan uraian diatas mengenai bahaya sibling rivalry peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan

Sibling Rivalry Pada Anak Usia Balita”.

B. Rumusan Masalah

Sibling rivalry yang terjadi pada anak akan menimbulkan berbagai respon

seperti marah-marah, cengeng, ngambek, menggigit, menendang, memukul, dan

lain-lain. Lahirnya saudara kandung, anak merasa tersaingi dalam mendapatkan

perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya. Anak pertama akan merasa waktu

dan perhatian ibu berkurang. Oleh karena itu Pola asuh yang diterapkan orang tua

sangat erat hubungannya dengan kepribadian anak. Orang tua yang salah

menerapkan pola asuh akan membawa akibat buruk bagi perkembangan jiwa

anak. Orang tua hendaknya dapat memilih pola asuh yang tepat dan menerima

segala kekurang anak agar anak-anak yang diasuhnya dapat tumbuh dan

berkembang menjadi pribadi yang baik.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka

dirumuskan permasalahan penelitian “Bagaimana Hubungan Pola Asuh Orang

Tua Dengan Sibling Rivlary Pada Anak Usia Balita?”

C. Tujuan Penelitian

STIKes Indramayu
7

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola asuh

orang tua dengan sibling rivalry pada anak balita.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Orang Tua

Hasil penelitian ini memberikan informasi bagi orang tua supaya lebih

bersikap adil dalam mendidik anaknya dan orang tua tidak salah memilih pola

pengasuhan untuk menghindari adanya sibling rivalry pada diri anak dengan tidak

selalu membandingkan, memihak, memberikan harapan yang berlebih antara anak

pertama dengan anak yang kedua.

2. Bagi Keperawatan

Hasil penelitian ini sebagai bahan penelitian lebih lanjut dan untuk

melengkapi intervensi keperawatan. Dalam bidang pendidikan keperawatan dapat

memberikan asuhan keperawatan dan tindak lanjut dalam menangani kejadian

sibling rivalry pada anak usia balita.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan referensi bagi

mahasiswa, serta dapat dijadikan sebagai referensi perpustakaan yang dapat

digunakan untuk penelitian lebih lanjut di bidang ilmu kesehatan khususnya

mengenai sibling rivalry pada anak balita.

E. Ruang Lingkup Penelitian

STIKes Indramayu
8

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan

antara pola asuh orang tua dengan sibling rivalry pada anak balita. Metode

penelitian yang akan digunakan adalah metode Literature Review. Adapun sumber

dalam penelitian ini adalah semua artikel yang diterbitkan dalam jurnal nasional

dan internasional yang memiliki topik hubungan pola asuh orang tua dengan

sibling rivalry pada anak usia balita.

STIKes Indramayu

Anda mungkin juga menyukai