KEPERAWATAN KELUARGA
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 8 :
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
penulis masih diberikan kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat
pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
KEPERAWATAN KELUARGA STIKES YARSI Mataram.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini dimasa mendatang. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dan
semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan
para mahasiswa, pembaca, dan masyarakat.
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................4
A. Latar Belakang.....................................................................................................4
B. Rumusan Masalah................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan............................................................................................................
.............................................................................................................................18
B. Saran....................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................33
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia merupakan mahluk yang tidak pernah berhenti berubah. Mulai dari masa prenatal
hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam kemampuan fisik maupun
psikologis. Perkembangan kehidupan manusia terjadi secara bertahap, dan setiap tahap
perkembangan memiliki karakteristik, tugas-tugas perkembangan serta risiko - risiko yang
harus dihadapi. Setiap rentang kehidupan seseorang akan selalu berhadapan dengan tugas-
tugas perkembangannya masing - masing dan setiap periode perkembangan dalam kehidupan
manusia memiliki peranan yang sangat penting. Menurut Havighurst, tugas perkembangan
adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan
tertentu; dan apabila berhasil mencapainya mereka akan berbahagia, tetapi sebaliknya apabila
mereka gagal akan kecewa dan dicela orang tua atau masyarakat dan perkembangan
selanjutnya juga akan mengalami kesulitan. (Sobur, 2003)
Dalam siklus kehidupan setiap keluarga terhadap tahap – tahap yang dapat diprediksi. Seperti
individu – individu yang mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan yang berturut-
turut. Formulasi tahap – tahap perkembangan yang berturut – turut. Formulasi tahap – tahap
perkembangan kehidupan keluarga yang paling banyak digunakan untuk keluarga inti dengan
dua orang tua adalah delapan tahap siklus kehidupan keluarga dari Duvall (1997), yaitu:
( Cristensen & Kenny, 2009)
B. RUMUSAN MASALAH
1. Konsep Lansia
2. Masalah yang muncul pada tahap perkembangan lansia
3. Tantangan yang muncul pada tahap perkembangan keluarga dengan lansia
4. Peran perawat dalam tahap perkembangan keluarga dengan lansia
C. TUJUAN
1. Mahasiwa/I mengetahui tahap perkembangan pada lansia
2. Mahasiwa/I mengetahui tantangan pada lansia
3. Mahasiswa/I mengetahui masalah yang muncul pada lansia
4. Mahasiswa/I mengetahui peran perawat dalam keluarga dengan lansia
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi keluarga
3) Isolasi sosial
4) Kesepian
(kelley et al, 1977 dalam friedman).
3. Tugas Perkembangan Lansia dan Peran Perawat serta Keluarga
Pada faktor sosial terkait tugas perkembangan pada lansia terdapat perubahan-perubahan
psikososial yang dialami lansia dalam proses mencapai tugas perkembangan itu, anatara lain:
a. Pensiun, nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas dikaitkan dengan
peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang pensiun, individu tersebut akan mengalami
kehilangan-kehilangan, antara lain:
Peran lansia terkait faktor sosial disini yaitu kesediaanya dalam mengikuti kegiatan
masyarakat. Pada masa inilah saatnya individu memiliki hak untuk mengisi waktu yang
dimiliki untuk melakukan kegiatan yang diinginkan dan tidak melakukan kegiatan yang tidak
membuatnya nyaman. Pada tugas perkembangan sosial ekonomi terjadi perubahan peran
pada lansia terkait dengan penurunan penghasilan yang membutuhkan penyesuaian gaya
hidup pada lansia. Hidup sederhana masih menjadi pilihan terbaik untuk lansia agar tetap
mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Tidak semua lansia pada masa sebelumnya bekerja
di sektor formal serta tidak semua lansia memperoleh uang pensiun sebagai sumber
pendapatan yang dikelola. Banyak juga lansia yang secara ekonomi tergantung pada anak-
anaknya yang sudah dewasa. Kematangan emosi dan kebijaksanaan yang dimiliki lansia
membantu proses ini.
3. Tugas Perkembangan Individu Lansia yang Berhubungan dengan Faktor Psikologis
Teori penuaan berkaitan erat dengan konsep tugas perkembangan yang dibutuhkan pada
setiap tahap kehidupan. Menurut Potter&Perry (2009), tugas perkembangan individu lansia
yang berhubungan dengan psikologis meliputi; menerima diri sebagai individu yang menua,
adaptasi terhadap kematian, mempertahankan kehidupan yang memuaskan, menetapkan
kembali hubungan dengan anak yang telah dewasa, dan menemukan cara menentukan
kualitas hidup. Seperti yang dijelaskan pada gambar berikut.
Seiring dengan bertambahnya usia, kesehatan dan kekuatan fisik akan menurun,
diharapkan lansia memiliki pemahaman dan keyakinan pada manfaat kesehatan yaitu
menerima penurunan yang terjadi pada kondisi fisiknya. Hal ini lebih dikenal sebagai
kesadaran bahwa individu lansia mulai menua (Annete, 1996). Penerimaan bagi lansia berarti
menyadari bahwa ada yang berubah pada tubuhnya, muncul rasa ingin tahu apa yang terjadi
pada dirinya, mencari informasi pada orang yang dipercaya baik keluarga maupun pihak yang
berkompeten, bersedia melakukan pengobatan apabila ternyata menderita suatu penyakit atau
melakukan upaya pencegahan, dan semua itu bermuara pada penyesuaian diri terhadap
penurunan yang dialami dengan melakukan perubahan dalam kehidupannya.
Keberhasilan memahami dan menerima kondisi fisik ini akan berdampak pada
perasaan bahagia pada lansia. Mereka dapat mengurus diri sendiri, berperan serta dalam
kehidupan keluarga, dan masih dapat mengikuti kegiatan dalam masyarakat. Usaha menjaga
kesehatan ini bahkan ada yang kemudian dijadikan sebagai hobi, seperti olahraga. Sehingga
hal ini akan membuat lansia mempertahankan kehidupan yang memuaskan (Annete, 1996),
baik dengan mengikuti kegiatan masyarakat maupun dengan melaksanakan hobi yang
digemarinya.
Lansia yang tinggal bersama anak-anaknya yang telah dewasa tentu saja memiliki
waktu yang lebih banyak berinteraksi dengan anak maupun cucu dibandingkan dengan lansia
yang tinggal terpisah dengan anak-anak mereka. Oleh karena itu pada masa ini kasih sayang
dari lingkup keluarga terdekat, kerabat, bahkan lingkungan terdekat merupakan sumber
kebahagiaan tersendiri. Hal inilah perlunya menetapkan kembali hubungan dengan anak yang
telah dewasa. Misalnya dalam pengambilan keputusan sebuah masalah, anak tetap
mempertimbangkan pendapat orang tua, bukan menyepelekan atau menganggap bahwa orang
lansia tidak mampu, tetapi mereka berhak ikut campur dalam keluarga tersebut.
Penyesuaian terhadap hal ini biasanya sulit dilakukan, disinilah peran perawat
membantu mereka untuk melewati proses dukacita, dan membantu memecahkan masalah
yang ditimbulkan akibat peristiwa tersebut.
Proses psikologis yang lain biasanya menemukan cara menentukan kualitas hidup.
Kehidupan bermasyarakat lansia merupakan gambaran mengenai perilaku lansia dalam
lingkungan yang sudah berproses selama hidupnya (Yuki Widiasari, 2010). Inilah wujud
aktualisasi lansia dalam kegiatan yang disukainya. Lansia memiliki kebebasan menentukan
kesediaannya dalam kegiatan masyarakat. Pada masa inilah saatnya individu memiliki hak
untuk mengisi waktu yang dimiliki untuk melakukan kegiatan yang diinginkan dan tidak
melakukan kegiatan yang membuatnya tidak nyaman. Ada lansia yang melakukan minat dan
hobinya di hari tua, ada yang menikmati dengan berbisnis baru, bahkan ada yang menjadi
relawan untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Contoh lain terkait peran individu lansia berhubungan dengan faktor psikologis adalah pada
masa pensiun. Salah satu tahap perkembangan individu yang umum terjadi yaitu beradaptasi
terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan. Pensiun dapat diartikan dengan adanya
transisi dan perubahan peran dari aktivitas sebelumnya. Pensiun dipandang serius karena
dapat menyebabkan stress psikososial bagi lansia. Stres ini meliputi perubahan peran pada
pasangan atau keluarga dan masalah isolasi sosial. Isolasi sosial yang umum terjadi pada
dikategorikan kedalam empat tipe, yaitu; isolasi sikap, isolasi penampilan, isolasi perilaku,
dan isolasi geografis. Isolasi sikap dipengaruhi oleh keadaan disekita lingkungan yang kurang
memperhatikan dan mengikutsertakan lansia di setiap kegiatan. Adanya sikap lansiaisme
yaitu sikap yang menstigma lansia sehingga menimbulkan suatu sikap pada lansia yang
enggan untuk berinteraksi dengan lingkungan. Isolasi penampilan berhubungan dengan
perubahan fisik yang memang terjadi pada tahap perkembangan lansia. Isolasi perilaku
diakibatkan oleh perilaku yang tidak dapat diterima pada semua kelompok usia dan terutama
pada lansia. Penolakan perilaku ini menyebabkan seseorang menarik diri. Perilaku yang
biasanya dikaitkan dengan pengisolasian pada lansia meliputi konfusi, demensia, eksentritas,
dan inkontinensia. Isolasi geografis terjadi akibat adanya jarak yang jauh dari keluarga.
Kehidupan saat ini pada umumnya anak yang sudah menikah akan meninggalkan orang tua
dan pergi merantau jauh. Sehingga kesempatan untuk mengunjungi anak-anak berkurang. Hal
ini menyebabkan isolasi lebih lanjut jika orang tua yang mempunyai keterbatasan fisik atau
yang pasangannya telah meninggal.
4. Tugas Perkembangan Individu Lansia yang Berhubungan dengan Faktor Fisik
Usia lanjut dapat dikatakan usia emas, karena tidak semua individu dapat mencapai usia
tersebut. Individu yang mencapai usia lanjut memerlukan tindakan keperawatan, baik yang
bersifat promotif maupun preventif agar individu dengan usia lanjut dapat menikmati usia
emasnya dengan bahagia. Seiring dengan tahap perkembangannya, lansia harus
menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan yang terjadi. Perubahan yang terjadi pada
lansia tidak dihubungkan dengan penyakit tetapi merupakan perubahan normal yang akan
dialami oleh semua individu yang telah mencapai usia lanjut. Pada bagian ini akan dibahas
tahap perkembangan lansia yang dikaji dari perubahan fisik dan psikologi.
Tugas perkembangan pada lansia menurut Havighurst diantaranya adalah beradaptasi
terhadap penurunan kesehatan dan kekuatan fisik dan beradaptasi terhadap masa pensiun dan
penurunan pendapatan, (Roach, 2006). Menurut Erisickson, tugas perkembangan utama
lansia adalah “integritas ego vs putus asa.” Kemampuan lansia untuk beradaptasi akan
menentukan kualitas hidup lansia tersebut. Lansia harus beradaptasi terhadap perubahan fisik
dan psikologis.
Sesuai dengan tugas perkembangan pada lansia menurut Havighurst, diantaranya adalah
beradaptasi terhadap penurunan kesehatan dan kekuatan fisik dan beradaptasi terhadap masa
pensiun dan penurunan pendapatan, (Roach, 2006), maka peran utama lansia disini adalah
beradaptasi terhadap perubahan fisik dan psikologis yang dialaminya. Proses penerimaan diri
bahwa perubahan fisik pada individu bukan merupakan proses patologis tetapi merupakan
proses normal menjadi salah satu indikator berjalannya peran individu lansia yang
berhubungan dengan faktor fisik.
Seorang perawat gerontik dapat menjadii perawat generalis ataupun perawat spesialis
P
)
&
h
p
(
r
y
d
g
b
v
o
-
in
u
t
c
a
lf
Sebagai seorang individu maupun peran sosialnya di masyarakat, lansia memiliki kebutuhan
dasar yang digambarkan Maslow dalam sebuah hierarki sebagai berikut:
(Ebersole, 2005). Fungsi dari perawat generalis dalam seting perawatan bervariasi, rumah
sakit, rumah, nursing home, komunitas, menyediakan asuhan keperawatan bagi individu
lansia dan keluarganya. Perawat generalis menitikberatkan pada perencanaan dan evaluasi
e
s
dari asuhan keperawatan yang diberikan. Perawat spesialis gerontik memiliki persiapan yang
lebih matang dan lebih terdepan di tingkat master dan menampilkan seluruh fungsi dari
perawat generalis namun telah melewati kecakapan klinis, seperti juga kemampuan dalam
pemahaman akan kebijakan-kebijakan sosial dan kesehatan, serta keahlian dalam hal
perencanaan, pengimplementasian, dan pengevaluasian program-program kesehatan.
Selama beberapa dekade terkahir, salah satu peran perawat gerontik terpenting yaitu sebagai
perawat gerontik pelaksana (gerontological nurse practitioner, GNP) (Ebersole, 2005). Di
Amerika Serikat, dengan semakin meningkatnya legislasi secara federal dalam mendukung
perkembangan praktik keperawatan, GNP dan perawat gerontik spesalis banyak terlibat
dalam nursing home, fasilitas perawatan akut dan subakut, asistensi permasalahan terkait
kehidupan dan peristirahatan, Health Maintenance Organization (HMO), day care,
community clinics, physicians’ offices, praktik mandiri, dan situasi-situasi lain yang
membutuhkan perawat ahli yang dikombinasikan dengan tenaga medis tingkat menengah
Dalam memenuhi kebutuhan secara fisiologis, perawat gerontik memiliki peran untuk
membantu klien lansia dalam memenuhi kebutuhan fisiologisnya, sesuai dengan hierari
kebutuhan Maslow, yaitu kebutuhan oksigenasi, cairan, nutrisi, temperatur tubuh, eliminasi,
rasa aman atau perlindungan, dan seksualitas. Kebutuhan-kebutuhan dasar fisiologis ini pada
dasarnya masih dapat dipenuhi oleh klien lansia secara mandiri jika klien lansia tidak
memiliki barier biologis seperti penyakit kronis atau imobilitas dalam menjalani
kesehariannya. Bagi klien lansia yang memiliki barier-barier tersebut, di sinilah peran
perawat untuk membantu klien lansia melewati barier tersebut, namun dengan tetap
memperhatikan kemampuan klien untuk memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri.
Dengan begitu, klien lansia tidak akan merasa rendah diri atau merasakan efek negatif dari
penuaan berupa penurunan kemampuan diri. Dengan memandirikan klien, perawat justru
berperan dalam pengembangan diri klien lansia ke arah yang lebih baik.
2. Peran Perawat Gerontik dalam Pemenuhan Aspek Psikologi pada Lansia
Aspek psikologi mempunyai peran penting dalam fase lanjut usia. Menurut teori psikologi,
lanjut usia adalah masa dimana seseorang telah mencapai semua aspek perkembangan
psikologi ini. Teori ini berfokus pada dimensi-dimensi psikologi termasuk teori kebutuhan
manusia Maslow dan teori perkembangan kepribadian. Teori ini menjelaskan setiap individu
akan melewati tingkatan dalam hidup sesuai dengan kebutuhan yang telah terpenuhi dalam
segitiga kebutuhan manusia Maslow. Teori ini juga menjelaskan seorang individu akan
mencoba mencapai ke tingkat kebutuhan yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri. Pada tahap
aktualisasi diri, seseorang sudah sampai tahap memahami dan menerima diri mereka sendiri.
Tahap ini juga ditandai dengan sifat otonomi, kreatif, independen, dan hubungan
interpersonal yang positif. Menurut pandangan teori ini, apabila seorang klien lanjut usia
telah mencapai tingkatan ini berarti mereka telah mencapai akhir dari fase kehidupan mereka.
Selanjutnya adalah teori perkembangan kepribadian, teori ini mengemukakan perkembangan
kepribadian seseorang akan mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan dalam beradaptasi
dalam tahap menua. Di dalam teori ini, lansia dipandang sebagai suatu tahapan dalam
kerangka kehidupan manusia. Selama di tahap ini, klien lansia akan mengalami banyak
perubahan pada kesehatannya, kehilangan orang yang mereka cintai, dan menjadi akhir dari
peran menjadi orang tua, pegawai, atau teman.
Peran perawat dalam aspek psikologi pada lansia lebih kepada pemberi asuhan keperawatan
kepada klien lansia dengan masalah atau penyakit yang merubah kepribadian dan psikologi
klien. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pada tahap ini lansia sudah mengalami
banya perubahan pada kesehatannya kehilangan orang yang mereka cintai hingga kehilangan
peran mereka sebelumnya. Hal-hal itu dapat memperburuk kondisi kesehatan mereka. Maka
dari itu, penting bagi perawat untuk memperhatikan hal-hal ini, seperti meningkatkan harga
diri mereka, meningkatkan kemampuan diri mereka, dan lain-lain. Selain itu, pemberian
edukasi dan informasi dalam aspek ini sangat dibutuhkan. Seperti mengembangkan
kemampuan klien dalam hal-hal yang berkaitan dengan dirinya ataupun penyakitnya. Hal ini
akan membuat klien lebih percaya diri. Sebagai advokat, perawat lebih berperan untuk
memfasilitasi apa yang dirasakan klien tentang dirinya dan lingkungan sekitarnya dan
menjadi penghubung klien dengan keluarga maupun pemberi pelayanan kesehatan lain.
3. Peran Perawat Gerontik dalam Pemenuhan Aspek Psikososial pada Lansia
Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik,
psikologis maupun sosial yang saling ber interaksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung
berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara
khusus pada lansia. Adapun mengenai teori psikososial, berturut-turut dikemukakan beberapa
di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Disengagement theory, yang menyatakan bahwa lansia menarik diri dari masyarakat,
memungkinkan mereka untuk menyimpan lebih banyak aktivitas yang berfokus pada
dirinya dalam memenuhi kestabilan diri.
2. Teori aktivitas, menekankan pada pentingnya peran serta dalam kegiatan masyarakat
bagi seorang lansia.
3. Teori kontinuitas, ditekankan pada pentingnya hubungan antara kepribadian dengan
kesuksesan hidup lansia.
4. Teori subkultur, dikatakan bahwa lansia sebagai kelompok yang memiliki norma,
harapan, rasa percaya, dan adat kebiasaan tersendiri, sehingga dapat digolongkan
menjadi suatu subkultur. Akan tetapi, mereka ini kurang terintegrasi dengan
masyarakat luas dan lebih banyak berinteraksi antarsesama mereka sendiri.
5. Teori stratifikasi usia, mengemukakan adanya saling ketergantungan antara usia
dengan struktur social; lansia dan mayoritas masyarakat senantiasa saling
mempengaruhi.
6. Teori penyesuaian individu dengan lingkungan, ada hubungan antara kompetensi
individu dengan lingkungannya berupa segenap proses yang merupakan ciri
fungsional individu, antara lain kekuatan ego, keterampilan motoric, kesehatan
biologis, kapasitas kognitif, dan fungsi sensorik. Orang yang berfungsi pada
kompetensi rendah hanya mampu bertahan pada level lingkungan yang rendah pula,
dan sebaliknya. Semakin terganggu (cacat) seseorang, maka tekanan lingkungan yang
dirasakan akan semakin besar.
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif
dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian,
perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin
lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia
menjadi kurang cekatan. Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga
mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.
Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian, yaitu
1. Tipe Kepribadian Konstruktif, tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap
sampai sangat tua.
2. Tipe Kepribadian Mandiri, ada kecenderungan mengalami post power syndrome.
3. Tipe Kepribadian Tergantung, sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan
keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup
meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera
bangkit dari kedukaannya.
4. Tipe Kepribadian Bermusuhan, pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak
puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan
secara seksama.
5. Tipe Kepribadian Kritik Diri, pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena
perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.
Masalah lain yang dapat terjadi berhubungan dengan akibat berkurangnya fungsi indera
pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau
bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat
berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan.
Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang
bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika
keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan
kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri,
mengumpulkan barang-barang tak berguna serta berperilaku seperti anak kecil.
Masalah keperawatan psikososial yang sering muncul pada lansia antara lain berduka
disfungsional, ketidakberdayaan, gangguan pola tidur, resiko terhadap cidera, perubahan
nutrisi, defisit perawatan diri, dan ansietas. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita
merupakan upaya perawatan dalam pendekatan sosial. Memberi kesempatan berkumpul
bersama dengan sesama klien lanjut usia untuk menciptakan sosialisasi mereka. Perawat
harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan tuhan
atau agama yang dianutnya, terutama jika klien dalam keadaan sakit atau mendekati
kematian. Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang
memiliki keluarga masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit,
sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara dengan penuh kesabaran
dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena
hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya
sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar, di
sinilah peran perawat dibutuhkan dan bersifat sangat penting.
Tujuan dari tindakan keperawatan adalah mengajarkan klien untuk bersepons emosional yang
adaptif. Tindakan yang dilakukan perawat antara lain menciptakan lingkungan yang aman,
mencegah terjadinya kecelakaan, membina hubungan saling percaya antara perawat dan
klien, mendorong lansia untuk mengekspresikan pengalamannya, mengubah pikiran negative
dan identifikasi aspek positif, bantu mengubah persepsi yang salah atau persepsi yang
negative menjadi suatu yang positif, memberi pujian, dan jangan lupa libatkan klien dalam
kegiatan interaksi social, serta tingkatkan status kesehatan seperti perawatan diri, istirahan,
makan, dan minum.
b. RS menyediakan berbagai layanan bagi para lanjut usia dari yang sederhana (poliklinik
lansia) sampai pada yang maju ( bangsal akut, klinik siang terpadu “nursing hospital”,
bangsal kronis dan atau panti werdha “nursing home”
3. Rehabilitation
Tujuan dari rehabilitasi sendiri adalah untuk memaksimalkan fungsi, mencegah komplikasi,
meningkatkan fungsi maksimal, mencegah komplikasi, dan meningkatkan kualitas hidup
pada lansia pada proses penyembuhan atau beradaptasi, seperti pada stroke, trauma kepala,
penyakit neurologis, amputasi, operasi ortopedi, dan gangguan sistem saraf
4. Community, diantaranya yaitu home health care (dilakukan dengan cara mengunjungi
rumah-rumah lansia dengan luka kronik, terapi IV, dan lain sebagainya); Foster Care or
Group Homes (untuk lansia yang dapat melakukan hampir semua aktivitas sehari-harinya,
akan tetapi memiliki isu keamanan dan memerlukan pengawasan terhadap beberapa aktivitas
seperti meminum obat); independent living (dalam bentuk senior housing yang telah disetting
untuk lansia seperti ekstra handsrails, lantai yang tidak licin, dll dimana perawat berperan
sebagai edukator untuk pencengahan primer); adult day care (program yang terdiri dari
pelayanan kesehatan, sosial, dan kegiatan lain yang dilaksanakan.
Selain itu, terdapat dua bentuk pelayanan dalam keperawatan gerontik, yaitu:
1. Pelayanan Kesehatan Promotif
Lansia kerap kali dianggap sebagai kelompok usia yang kurang produktif. Notabenenya klien
lansia merupakan klien dengan kelompok umur yang dapat menjadi produktif dengan
memaksimalkan kemampuan yang ada dalam diri klien lansia. Untuk mendukung kehidupan
yang lebih produktif pada lansia perlu didukung dengan upaya kesehatan promotif yang dapat
memaksimalkan kesehatan klien lansia. Dengan begitu, klien lansia dapat menjadi kelompok
usia yang produktif. Berikut ini akan diuraikan mengenai bentuk pelayanan kesehatan
promotif pada lansia.
Upaya kesehatan promotif merupakan upaya yang penting bagi klien lansia untuk
mendukung proses penuaan. Proses penuaan yang berhasil merupakan tugas akhir masa
dewasa. Sebagaimana ahli gerontologi mengatakan “ pencapaian umur yang sukses adalah
dengan hidup dengan kualitas yang tinggi, umur yang maksimal, dan minimnya penyakit dan
ketidakmampuan” (Hazzard: 2001 dalam Miller: 2003). Lansia dengan kualitas hidup yang
tinggi dan umur yang maksimal dapat dicapai dengan mengikuti upaya kesehatan promotif.
Upaya promotif sendiri merupakan tindakan secara langsung dan tidak langsung untuk
meningkatkan derajat kesehatan dan mencegah penyakit (Maryam dkk.: 2008). Upaya
promotif dilakukan untuk membantu orang-orang mengubah gaya hidup mereka dan bergerak
ke arah keadaan kesehatan yang optimal serta mendukung pemberdayaan seseorang untuk
membuat pilihan yang sehat tentang perilaku hidup mereka.
Bentuk pelayanan kesehatan promotif terhadap lansia dapat berupa (Maryam dkk.: 2008):
1. Pelayanan tingkat masyarakat
a. Terhadap lansia
Keluarga dengan lansia
Kelompok lansia seperti klub/perkumpulan; paguyuban, padepokan, dan pengajian; serta bina
keluarga lansia
Posyandu lansia
b. Masyarakat mencakup LKMD, karang wreda, day care, dan dana sehat/ JKPM
2. Pelayanan tingkat dasar
Diselenggarakan oleh berbagai instansi pemerintahan dan swasta serta organisasi masyarakat,
organisasi profesi, dan yayasan seperti:
1. Praktik dokter dan dokter gigi
2. Balai pengobatan klinik
3. Puskesmas/balkesmas
4. Panti tresna wreda
5. Pusat pelayanan dan perawatan lansia
6. Praktik keperawatan mandiri
Bentuk pelayanan kesehatan promotif pada lansia di masyarakat maupun rumah sakit sudah
banyak diimplementasikan. Berikut ini beberapa bentuk pelayanan kesehatan promotif yang
terdapat di masyarakat dan rumah sakit.
BAB III
PENUTUPAN
3.1 KESIMPULAN
Lansia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik,
kejiwaan dan sosial, perubahan ini akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek
kehidupan, termasuk kesehatanya, oleh karena itu kesehatan lansia perlu mendapat perhatian
khusus dengan tetap dipelihara dan ditingkatkan agar selama mungkin dapat hidup secara
produktif sesuai dengan kemampuanya sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam
pembangunan (Mubarak, 2006).
3.2 SARAN
Sangat diharapkan agar setiap anggota keluarga dalam tahap perkembangan keluarga
dengan lansia lebih memberikan perhatian dan dukungan terhadap proses penuaan yang
dialami dan perawat gerontik dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal terhadap
lansia dan meningkatkan tingkat spiritualitasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tanto Susanto ( 2012). Buku Ajar Keperawatan Keluarga : Aplikasi pada praktik Asuhan
Keperawatan keluarga. Jakarta : TIM
Friedman, Marliyn M ( 2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga : riset, teori & Praktik.
Jakarta : EGC
Cristensen, Paula J & Kenny. Paul J. (2009). Nursing Process: Application of Conceptual Models
ed 4th . Mosby.
Maryam, R. Siti, dkk.(2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika.
Sobur, Alex, Drs., M.si. 2003. Psikologi umum. Bandung : Pustaka Setia.
Annete, G. L. (1996). Gerontological Nursing. St. Louis: Mosby.
Maryam, Siti et all (2008) . Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Penerbit Salemba Medika:
Jakarta