Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

KEPERAWATAN KELUARGA

TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN LANSIA

Dosen Pengampu : Raden Ahmad Dedy, M. MNS

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 8 :

1. SARI HARTINI (026SYE17)


2. ZAHRATUS SOLIHAH (029SYE17)
3. YOGI EKA AZHARI (027SYE17)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSATENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
penulis masih diberikan kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat
pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
KEPERAWATAN KELUARGA STIKES YARSI Mataram.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini dimasa mendatang. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dan
semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan
para mahasiswa, pembaca, dan masyarakat.

Mataram, 27 September 2019


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................4

A. Latar Belakang.....................................................................................................4
B. Rumusan Masalah................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

A. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Imun.....................................................................8


B. Pengkajian.............................................................................................................8

BAB III PENUTUP.......................................................................................................18

A. Kesimpulan............................................................................................................
.............................................................................................................................18
B. Saran....................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................33
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Manusia merupakan mahluk yang tidak pernah berhenti berubah. Mulai dari masa prenatal
hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam kemampuan fisik maupun
psikologis. Perkembangan kehidupan manusia terjadi secara bertahap, dan setiap tahap
perkembangan memiliki karakteristik, tugas-tugas perkembangan serta risiko - risiko yang
harus dihadapi. Setiap rentang kehidupan seseorang akan selalu berhadapan dengan tugas-
tugas perkembangannya masing - masing dan setiap periode perkembangan dalam kehidupan
manusia memiliki peranan yang sangat penting. Menurut Havighurst, tugas perkembangan
adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan
tertentu; dan apabila berhasil mencapainya mereka akan berbahagia, tetapi sebaliknya apabila
mereka gagal akan kecewa dan dicela orang tua atau masyarakat dan perkembangan
selanjutnya juga akan mengalami kesulitan. (Sobur, 2003)
Dalam siklus kehidupan setiap keluarga terhadap tahap – tahap yang dapat diprediksi. Seperti
individu – individu yang mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan yang berturut-
turut. Formulasi tahap – tahap perkembangan yang berturut – turut. Formulasi tahap – tahap
perkembangan kehidupan keluarga yang paling banyak digunakan untuk keluarga inti dengan
dua orang tua adalah delapan tahap siklus kehidupan keluarga dari Duvall (1997), yaitu:
( Cristensen & Kenny, 2009)

B. RUMUSAN MASALAH
1. Konsep Lansia
2. Masalah yang muncul pada tahap perkembangan lansia
3. Tantangan yang muncul pada tahap perkembangan keluarga dengan lansia
4. Peran perawat dalam tahap perkembangan keluarga dengan lansia
C. TUJUAN
1. Mahasiwa/I mengetahui tahap perkembangan pada lansia
2. Mahasiwa/I mengetahui tantangan pada lansia
3. Mahasiswa/I mengetahui masalah yang muncul pada lansia
4. Mahasiswa/I mengetahui peran perawat dalam keluarga dengan lansia
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar

1. Definisi keluarga

Keluarga didefinisikan dalam berbagai cara. Definisi keluarga berbeda-beda,


tergantung kepada orientasi teoritis “pendefinisi” yaitu dengan menggunakan
menjelaskan yang penulis cari untuk menghubungkan keluarga. Misal para penulis
mengikuti orientasi teoritis interaksionalis keluarga, memandang keluarga sebagai
suatu arena berlangsungnya suatu interaksi kepribadian, dengan demikian
menekankan karakteristik transaksi dinamika. Para penulis yang mendukung suatu
perspektif sistem-sistem sosial terbuka ukuran kecil yang terdiri dari seperangkat
bagian yang sangat tergantung sama lain dan dipengaruhi oleh struktur internal dan
sistem-sistem yang ekstrem (Friedman, 1998).
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan
keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang
merupakan bagian dari keluarga (Friedman, 1998).
2. Definisi Lansia
Lansia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis,
fisik, kejiwaan dan sosial, perubahan ini akan memberikan pengaruh pada seluruh
aspek kehidupan, termasuk kesehatanya, oleh karena itu kesehatan lansia perlu
mendapat perhatian khusus dengan tetap dipelihara dan ditingkatkan agar selama
mungkin dapat hidup secara produktif sesuai dengan kemampuanya sehingga dapat
ikut serta berperan aktif dalam pembangunan (Mubarak, 2006).
Aging process atau proses menua merupakan suatu proses biologis yang tidak
dapat dihindarkan, yang akan dialami oleh setiap orang. Menua adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan (graduil) kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti sedikit. Sebenarnya tidak ada batas yang tegas, pada
usia berapa penampilan seorang mulai menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis
alat tubuhnya sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian puncak maupun saat
menurunya. Namun umumnya fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada umur
20-30 tahun. Setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi
tetap utuh beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai bertambahnya
umur.
a. Batasan-batasan lansia
Departemen Kesehatan RI membagi lansia sebagiai berikut:
1) Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 th) sebagai masa vibrilitas
2) Kelompok usia lanjut (55-64 th) sebagai presenium
3) Kelompok usia lanjut (65 th >) sebagai senium

Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga dari Duvall


Tahap Perkembangan Tugas dasar Keluarga

I. Memulai keluarga Pemeliharaan fisik


II. Keluarga yang baru memiliki Alokasi sumber-sumber
anak
III. Keluarga yang memiliki anak Pembagian kerja

IV. Keluarga yang memiliki anak Sosialisasi anggota


sekolah

V. Keluarga yang memiliki remaja Reproduksi, rekrutmen, dan


pelepasan anggota
VI. Menetapakan keluarga inti Pemeliharaan tatanan

VII. Keluarga paruh baya Penempatan anggota dalam


masyarakat yang lebih luas

VIII. Keluarga lansia Pemeliharaan motivasi dan moral


Pada tahap VIII (keluarga lansia) dimulai dengan pensiunnya salah satu atas kedua pasangan
dan berlanjut sampai kematian kedua pasangan perkawinan. Tugas penting berfokus pada
menemukan energi dan motivasi yang cukup untuk mencari dan terlibat dalam aktivitas
waktu luang yang menyenangkan di dalam keterbatasan finansial dan kesehatan. Tugas
penting lainnya adalah menyesuaikan diri terhadap pensiun dengan mengubah gaya hidup
dan menerima kematian teman – teman dan pasangan. Pada periode ini keluarga mungkin
juga pindah pintu rumah dan pindah ke komunitas sebaya, sehingga harus membina ikatan
teman – teman baru dalam komunitas yang baru dan menemukan aktivitas waktu luang yang
baru.
Tugas perkembangan keluarga merupakan tanggung jawab yang harus dicapai oleh keluarga
dalam setiap tahap perkembangannya. Keluarga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
biologis, imperative (saling menguatkan), budaya dan aspiratif, serta nilai-nilai keluarga.
Menurut Carter dan McGoldrick (1988), tugas perkembangan keluarga dengan lansia adalah
sebagai berikut: ( Maryam, 2008)
1. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
Pengaturan hidup bagi lansia merupakan suatu faktor yang sangat penting dan mendukung
kesejahteraan lansia. Perpindahan tempat tinggal bagi lansia merupakan suatu pengalaman
traumatis, karena pindah tempat tinggal berarti akan mengubah kebiasaan-kebiasaan yang
selama ini dilakukan oleh lansia di lingkungan tempat tinggalnya. Selain itu, dengan pindah
tempat tinggal berarti lansia akan kehilangan teman dan tetangga yang selama ini berinteraksi
serta memberikan rasa aman pada lansia.
Kondisi ini tidak dialami oleh semua lansia, karena pindah tempat tinggal yang telah
dilakukan dengan persiapan yang memadai dan perencanaan yang amatang terhadap
lingkungan baru bagi lansia, tentu akan berdampak positif bagi kehidupan lansia.
2. Penyesuaian terhadap pendapatan yang menurun
Ketika lansia memasuki pensiun, maka terjadi penurunan pendapatan secara tajam dan
semakin tidak memadai, karena biaya hidup terus meningkat, sementara tabungan /
pendapatan berkurang. Dengan sering munculnya masalah kesehatan, pengeluaran untuk
biaya kesehatan merupakan masalah fungsional yang utama. Adanya harapan hidup yang
meningkat memungkinkan lansia untuk dapat hidup lebih lama dengan masalah kesehatan
yang ada.
3. Mempertahankan hubungan perkawinan
Hal ini menjadi lebih penting dalam mewujudkan kebahagiaan keluarga. Perkawinan
mempunyai kontribusi yang besar bagi moral dan aktivitas yang berlangsung dari pasangan
lansia.
Salah satu mitos tentang lansia adalah dorongan seks dan aktivitas sosialnya yang tidak ada
lagi. Mitos ini tidak benar, karena menurut hasil penelitian memperlihatkan keadaan yang
sebaliknya. Studi – studi semacam ini menentukan bahwa meskipun terjadi penurunan
kapasitas seksual secara perlahan – lahan pada lansia, namun keinginan dalam kegiatan
seksual terus ada, bahkan meningkat (Lobsenz, 1975). Salah satu penyebab yang dapat
menurunkan aktivitas seksual adalah masalah psikologis.
4. Penyesuaian diri terhadap kehilangan pasangan
Tugas perkembangan ini secara umum merupakan tugas perkembangan yang paling
traumatis. Lansia biasanya telah menyadari bahwa kematian adalah bagian dari kehidupan
normal, tetapi kesadaran akan kematian tidak berarti bahwa pasangan yang ditinggalkan akan
menemukan penyesuain kematian dengan mudah. Hilangnya pasangan menurut reorganisasi
fungsi keluarga secara total, karena kehilangan pasangan akan mengurangi sumber-sumber
emosional dan ekonomi serta diperlukan penyesuaian untuk menghadapi perubahan tersebut.
5. Pemeliharaan ikatan keluarga antargenerasi
Ada kecenderungan bagi lansia menjauhkan diri dari hubungan sosial, tetapi keluarga tetap
menjadi focus interaksi lansia dan sumber utama dukungan sosial. Oleh karena lansia
menarik diri dari aktivitas dunia sekitarnya, maka hubungan dengan pasangan, anak – anak,
cucu, serta saudaranya menjadi lebih penting.
6. Meneruskan untuk memahami eksistensi usia lanjut
Hal ini dipandang penting, bahwa penelaahan kehidupan memudahkan penyesuaian terhadap
situasi – situasi sulit yang memberikan pandangan terhadap kejadian – kejadian di masa lalu.
Lansia sangat peduli terhadap kualitas hidup mereka dan berharap agar hidup terhormat
dengan kemegahan dan penu arti. ( Duvall, 1977). Selain itu, lansia sendiri harus dapat
melakukan perawatan dirinya sediri, keluarga, dan orang – orang di sekitarnya pun perlu
memahami bagaimana melakukan perawatan yang tepat bagi lansia tersebut. Oleh karena
selama individu tersebut memiliki semanagt untuk hidup serta melakukan kegiatan – kegiatan
maka ia akan tetap produktif dan berbahagia meskipun usianya telah lanjut. Dapat
disimpulkan bahwa, tugas – tugas dalam perkembanagn ini meningkatakan penyesuain
keluarga dan adaptasi anggota – anggotanya. Jika keluarga gagal menyelesaikan tugas ini,
keluarga secara keseluruhan atau anggotanya secara individual dapat mengalami
ketidakbahagian, tidak diakui oleh masyarakat, dan kesulitan dalam mencapai keselarasan
dan aktualisasi diri. Tugas – tugas keluarga ini mencakup tanggung jawab untuk memuaskan
kebutuhan – kebutuhan biologis, cultural, dan personal dan aspirasi dari anggota –
anggotanya pada setiap tahap perkembangan keluarga.

Permasalahan yang terjadi pada usia lanjut


1) Menurunya fungsi dan kekuatan fisik

2) Sumber-sumber finansial yang tidak memadai

3) Isolasi sosial

4) Kesepian
(kelley et al, 1977 dalam friedman).
3. Tugas Perkembangan Lansia dan Peran Perawat serta Keluarga

Tugas Perkembangan Lansia


Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memeperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Nugroho, 2000). Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia)
apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukanlah suatu penyakit, namun merupakan tahap
lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stres lingkungan.
Setiap individu memiliki tugas-tugas yang harus diselesaikan pada masa
perkembangan- nya, begitupula dengan lansia. Lansia diharapkan untuk dapat menyesuaikan
diri dengan menurunnya kekuatan dan menurunnya kesehatan secara bertahap. Kesiapan
lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas perkembangan usia lanjut
dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya (Erickson). Apabila
seseorang pada tahap tumbuh kembang sebelumnya melakukan kegiatan sehari-hari dengan
teratur dan baik serta membina hubungan yang serasi dengan orang-orang di sekitarnya,
maka pada usia lanjut lansia akan tetap melakukan kegiatan yang biasa lansia lakukan pada
tahap perkembangan sebelumnya seperti olahraga, mengembangkan hobi, dan lain-lain

1. Tugas Perkembangan Individu Lansia yang Berhubungan dengan Faktor Ekonomi


Hal yang cukup mempengaruhi kehidupan lansia adalah faktor ekonomi dari lansia itu
sendiri. Karena pada usia lansia, individu mulai pensiun dari pekerjaannya masing-masing.
Pensiun setelah bertahun-tahun bekerja dapat membahagiakan dan memenuhi harapan, atau
hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan fisik dan mental. Setelah pensiun beberapa
orang tidak pernah dapat menyesuaikan diri dengan waktu luangnya dan selalu merasa
mengalami hari yang panjang. Beberapa lansia tidak termotivasi mempertahankan
penampilan mereka ketika mereka. tidak atau hanya sedikit melakukan kontak dengan orang
lain di luar rumahya.
Orang yang sering mabuk-mabukan secara sosial sebelum pensiun mungkin akan
mulai minum setiap hari. Pensiun akan sangat sulit bagi beberapa orang, terutama mereka
yang telah menghabiskan energi dan waktu untuk kariernya selama beberapa dekade. Karena
sebagian besar penghargaan pribadi mereka, seperti uang, penghormatan, perasaan berharga
yang tinggi, dan kekuatan, telah timbul dari pekerjaan mereka selama 40 tahun atau lebih,
orang-orang ini merasa kehilangan seluruh aset dan penghargaan selama pensiun. Mereka
mengukur kualitas dan kepuasan hidup berdasarkan apa yang telah mereka peroleh setiap
hari. Jika mereka tidak percaya bahwa mereka dapat mencapai apapun, mereka akan merasa
tidak berharga dan tertekan. Juga, karena mereka tidak menggunakan waktu selama karirnya
untuk mengembangkan hobi dan menikmati aktivitas di waktu luang, mereka merasa mulai
kurang berharga dan kemudian merasa tertekan.
Walaupun beberapa orang telah memilih untuk pensiun lebih awal (pada usia 50
tahunan), hal ini mungkin bukan merupakan pilihan yang bijaksana untuk mereka yang telah
terlibat oleh karir yag akif dan memberikan penghargaan. Dengan keadaan ekonomi yang
tidak pasti dan kemungkinan peningkatan inflasi, uang pensiun yang diterima mungkin tidak
adekuat untuk 30 sampai 40 tahun yang akan datang.
Salah satu pilihan adalah pekerjaan paruh waktu baik pada karir yang sama maupun pada
karir lain yang dapat memberikan pengalaman yang diperlukan pada kecepatan yang lebih
lambat, dan juga adanya penambahan pendapatan. Pekerjaan paruh waktu setelah pensiun
merupakan jalan terbaik untuk memperlambat secara bertahap dan mempertahankan kontak
dengan rekan kerja dan teman sebaya selama periode transisi. Dan lansia pun tidak perlu
harus merasa penghargaan pribadi mereka hilang selama pensiun. Peran individu lansia disini
sesuai dengan tugas perkembangannya. Tugas perkembangan lansia terkait dengan faktor
ekonomi yaitu penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan penghasilan. Dalam tugas
perkembangan ini, lansia dapat membangun suatu perkumpulan dengan sekelompok seusia,
mengambil prakarsa dan beradaptasi terhadap peran sosial dengan cara yang fleksibel serta
membuat pengaturan hidup atau kegiatan fisik yang menyenangkan .

2. Tugas Perkembangan Individu Lansia yang Berhubungan dengan Faktor Sosial


Kepribadian yang terintegrasi merupakan hal yang ingin dicapai oleh setiap lansia. Lansia
pada fase ini justru sudah mengalami banyak kemunduran fisik dan merasa bahwa hidupnya
sudah dekat dengan akhir hayat. Oleh karena itu pada masa ini kasih sayang dari lingkungan
keluarga terdekat, kerabat, bahkan lingkungan terdekat merupakan sumber kebahagiaan
tersendiri. Perasaan diterima dan dihargai oleh sekelilingnya merupakan anugerah yang tidak
ternilai oleh materi. Pencapaian masa ini (lansia) dipengaruhi oleh proses panjang di masa-
masa sebelumnya. Ketidakberhasilan di masa lalu dapat menyebabkan individu menjadi
putus asa dan takut menghadapi kehidupan lansia dan juga kematian. Apabila seseorang
berhasil melewati masa sebelumnya dengan baik, maka akan terbentuk kepribadian yang
terintegrasi dalam dirinya
Tugas perkembangan lansia terkait faktor sosial mencakup beberapa aspek diantaranya:
1) Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun
2) Mempersiapkan diri untuk pension
3) Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya
4) Mempersiapkan kehidupan baru
5) Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial atau masyarakat secara santai
6) Mempersiapkan diri untuk kematian dirinya dan kematian pasangan.

Pada faktor sosial terkait tugas perkembangan pada lansia terdapat perubahan-perubahan
psikososial yang dialami lansia dalam proses mencapai tugas perkembangan itu, anatara lain:
a. Pensiun, nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas dikaitkan dengan
peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang pensiun, individu tersebut akan mengalami
kehilangan-kehilangan, antara lain:

1) Kehilangan finansial (income berkurang).


2) Kehilangan status
3) Kehilangan teman atau relasi.
4) Kehilangan pekerjaan atau kegiatan.
b. Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality)
c. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih sempit.
d. Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic deprivation).
e. Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit, bertambahnya biaya pengobatan.
f. Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
g. Gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan ketulian.
h. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
i. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman dan family.
j. Hilangnya kekuatan dan ketegapan.

Peran lansia terkait faktor sosial disini yaitu kesediaanya dalam mengikuti kegiatan
masyarakat. Pada masa inilah saatnya individu memiliki hak untuk mengisi waktu yang
dimiliki untuk melakukan kegiatan yang diinginkan dan tidak melakukan kegiatan yang tidak
membuatnya nyaman. Pada tugas perkembangan sosial ekonomi terjadi perubahan peran
pada lansia terkait dengan penurunan penghasilan yang membutuhkan penyesuaian gaya
hidup pada lansia. Hidup sederhana masih menjadi pilihan terbaik untuk lansia agar tetap
mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Tidak semua lansia pada masa sebelumnya bekerja
di sektor formal serta tidak semua lansia memperoleh uang pensiun sebagai sumber
pendapatan yang dikelola. Banyak juga lansia yang secara ekonomi tergantung pada anak-
anaknya yang sudah dewasa. Kematangan emosi dan kebijaksanaan yang dimiliki lansia
membantu proses ini.
3. Tugas Perkembangan Individu Lansia yang Berhubungan dengan Faktor Psikologis

Teori penuaan berkaitan erat dengan konsep tugas perkembangan yang dibutuhkan pada
setiap tahap kehidupan. Menurut Potter&Perry (2009), tugas perkembangan individu lansia
yang berhubungan dengan psikologis meliputi; menerima diri sebagai individu yang menua,
adaptasi terhadap kematian, mempertahankan kehidupan yang memuaskan, menetapkan
kembali hubungan dengan anak yang telah dewasa, dan menemukan cara menentukan
kualitas hidup. Seperti yang dijelaskan pada gambar berikut.

Seiring dengan bertambahnya usia, kesehatan dan kekuatan fisik akan menurun,
diharapkan lansia memiliki pemahaman dan keyakinan pada manfaat kesehatan yaitu
menerima penurunan yang terjadi pada kondisi fisiknya. Hal ini lebih dikenal sebagai
kesadaran bahwa individu lansia mulai menua (Annete, 1996). Penerimaan bagi lansia berarti
menyadari bahwa ada yang berubah pada tubuhnya, muncul rasa ingin tahu apa yang terjadi
pada dirinya, mencari informasi pada orang yang dipercaya baik keluarga maupun pihak yang
berkompeten, bersedia melakukan pengobatan apabila ternyata menderita suatu penyakit atau
melakukan upaya pencegahan, dan semua itu bermuara pada penyesuaian diri terhadap
penurunan yang dialami dengan melakukan perubahan dalam kehidupannya.
Keberhasilan memahami dan menerima kondisi fisik ini akan berdampak pada
perasaan bahagia pada lansia. Mereka dapat mengurus diri sendiri, berperan serta dalam
kehidupan keluarga, dan masih dapat mengikuti kegiatan dalam masyarakat. Usaha menjaga
kesehatan ini bahkan ada yang kemudian dijadikan sebagai hobi, seperti olahraga. Sehingga
hal ini akan membuat lansia mempertahankan kehidupan yang memuaskan (Annete, 1996),
baik dengan mengikuti kegiatan masyarakat maupun dengan melaksanakan hobi yang
digemarinya.
Lansia yang tinggal bersama anak-anaknya yang telah dewasa tentu saja memiliki
waktu yang lebih banyak berinteraksi dengan anak maupun cucu dibandingkan dengan lansia
yang tinggal terpisah dengan anak-anak mereka. Oleh karena itu pada masa ini kasih sayang
dari lingkup keluarga terdekat, kerabat, bahkan lingkungan terdekat merupakan sumber
kebahagiaan tersendiri. Hal inilah perlunya menetapkan kembali hubungan dengan anak yang
telah dewasa. Misalnya dalam pengambilan keputusan sebuah masalah, anak tetap
mempertimbangkan pendapat orang tua, bukan menyepelekan atau menganggap bahwa orang
lansia tidak mampu, tetapi mereka berhak ikut campur dalam keluarga tersebut.
Penyesuaian terhadap hal ini biasanya sulit dilakukan, disinilah peran perawat
membantu mereka untuk melewati proses dukacita, dan membantu memecahkan masalah
yang ditimbulkan akibat peristiwa tersebut.
Proses psikologis yang lain biasanya menemukan cara menentukan kualitas hidup.
Kehidupan bermasyarakat lansia merupakan gambaran mengenai perilaku lansia dalam
lingkungan yang sudah berproses selama hidupnya (Yuki Widiasari, 2010). Inilah wujud
aktualisasi lansia dalam kegiatan yang disukainya. Lansia memiliki kebebasan menentukan
kesediaannya dalam kegiatan masyarakat. Pada masa inilah saatnya individu memiliki hak
untuk mengisi waktu yang dimiliki untuk melakukan kegiatan yang diinginkan dan tidak
melakukan kegiatan yang membuatnya tidak nyaman. Ada lansia yang melakukan minat dan
hobinya di hari tua, ada yang menikmati dengan berbisnis baru, bahkan ada yang menjadi
relawan untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Contoh lain terkait peran individu lansia berhubungan dengan faktor psikologis adalah pada
masa pensiun. Salah satu tahap perkembangan individu yang umum terjadi yaitu beradaptasi
terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan. Pensiun dapat diartikan dengan adanya
transisi dan perubahan peran dari aktivitas sebelumnya. Pensiun dipandang serius karena
dapat menyebabkan stress psikososial bagi lansia. Stres ini meliputi perubahan peran pada
pasangan atau keluarga dan masalah isolasi sosial. Isolasi sosial yang umum terjadi pada
dikategorikan kedalam empat tipe, yaitu; isolasi sikap, isolasi penampilan, isolasi perilaku,
dan isolasi geografis. Isolasi sikap dipengaruhi oleh keadaan disekita lingkungan yang kurang
memperhatikan dan mengikutsertakan lansia di setiap kegiatan. Adanya sikap lansiaisme
yaitu sikap yang menstigma lansia sehingga menimbulkan suatu sikap pada lansia yang
enggan untuk berinteraksi dengan lingkungan. Isolasi penampilan berhubungan dengan
perubahan fisik yang memang terjadi pada tahap perkembangan lansia. Isolasi perilaku
diakibatkan oleh perilaku yang tidak dapat diterima pada semua kelompok usia dan terutama
pada lansia. Penolakan perilaku ini menyebabkan seseorang menarik diri. Perilaku yang
biasanya dikaitkan dengan pengisolasian pada lansia meliputi konfusi, demensia, eksentritas,
dan inkontinensia. Isolasi geografis terjadi akibat adanya jarak yang jauh dari keluarga.
Kehidupan saat ini pada umumnya anak yang sudah menikah akan meninggalkan orang tua
dan pergi merantau jauh. Sehingga kesempatan untuk mengunjungi anak-anak berkurang. Hal
ini menyebabkan isolasi lebih lanjut jika orang tua yang mempunyai keterbatasan fisik atau
yang pasangannya telah meninggal.
4. Tugas Perkembangan Individu Lansia yang Berhubungan dengan Faktor Fisik

Usia lanjut dapat dikatakan usia emas, karena tidak semua individu dapat mencapai usia
tersebut. Individu yang mencapai usia lanjut memerlukan tindakan keperawatan, baik yang
bersifat promotif maupun preventif agar individu dengan usia lanjut dapat menikmati usia
emasnya dengan bahagia. Seiring dengan tahap perkembangannya, lansia harus
menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan yang terjadi. Perubahan yang terjadi pada
lansia tidak dihubungkan dengan penyakit tetapi merupakan perubahan normal yang akan
dialami oleh semua individu yang telah mencapai usia lanjut. Pada bagian ini akan dibahas
tahap perkembangan lansia yang dikaji dari perubahan fisik dan psikologi.
Tugas perkembangan pada lansia menurut Havighurst diantaranya adalah beradaptasi
terhadap penurunan kesehatan dan kekuatan fisik dan beradaptasi terhadap masa pensiun dan
penurunan pendapatan, (Roach, 2006). Menurut Erisickson, tugas perkembangan utama
lansia adalah “integritas ego vs putus asa.” Kemampuan lansia untuk beradaptasi akan
menentukan kualitas hidup lansia tersebut. Lansia harus beradaptasi terhadap perubahan fisik
dan psikologis.

Sistem Temuan Normal


Integumen: Pigmen berbintik diarea yang terpajan
Warna kulit/tekstur sinar matahari, pucat meski tidak
anemia/ penurunan elstisitas (kerutan
dan kondisi berlipat)
Kelembapan/Suhu Kering, kulit bersisik/ ekstremitas
lebih dingin
Rambut/kuku Penipisan dan beruban pada kulit
kepala/penurunan laju pertumbuhan
kuku
Kepala dan leher: Tulang nasal dan wajah menajam dan
Kepala angular
Mata/telinga Penurunan ketajaman penglihatan
/penurunan membedakan nada
Hidung/mulut Peningkatan rambut hidung,
penurunan indra pembau/ penggunaan
gigi palsu, penurunan indra pengecap
Leher Kelenjar tiroid nodular
Sistem pernapasan dan Peningkatan frekuensi pernapasan
Kardiovaskular dengan penurunan ekspansi paru,
peningkatan resistensi jalan napas/
terjadi peningkatan tekanan darah
Payudara Berkurangnya jaringan payudara
(kondisi menggantung dan kendur)
Sistem Gastrointestinal Penurunan sekresi saliva sehingga
lebih sulit menelan, penurunan
peristaltic dan penurunan motilitas
Sistem reproduksi: Pria & wanita Pria: penurunan kadar progesterone,
penurunan jumlah sperma dan ukuran
testis
Wanita: penuruan kadar estrogen dan
penurunan ukuran uterus
Sistem perkemihan: Pria & wanita Pria: sering berkemih dan retensi urine
akibat pembesaran prostat
Wanita: inkontinensia urgen dan stress
akibat penurunan tonus otot perineal

Sistem muskuloskeletal Penurunan massa dan kekuatan otot,


demineralisasi tulang, penurunan
rentang gerak sendi
Sistem neurologis Penurunan kemampuan kognitif,
insomnia, penurunan respon stimulus

Sesuai dengan tugas perkembangan pada lansia menurut Havighurst, diantaranya adalah
beradaptasi terhadap penurunan kesehatan dan kekuatan fisik dan beradaptasi terhadap masa
pensiun dan penurunan pendapatan, (Roach, 2006), maka peran utama lansia disini adalah
beradaptasi terhadap perubahan fisik dan psikologis yang dialaminya. Proses penerimaan diri
bahwa perubahan fisik pada individu bukan merupakan proses patologis tetapi merupakan
proses normal menjadi salah satu indikator berjalannya peran individu lansia yang
berhubungan dengan faktor fisik.

4. Peran Perawat Gerontik


Perawat sebagai salah satu profesional pemberi pelayanan kesehatan yang mempunyai peran
dalam sepanjang waktu kehidupan manusia dan juga berperan di setiap aspek kehidupan
manusia. Keperawatan gerontik merupakan salah satu pembuktian bahwa perawat hadir di
setiap fase kehidupan manusia. Tujuan dari keperawatan gerontik itu sendiri adalah
memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan yang berkualitas dan sensitif budaya kepada
lansia, keluarga, dan masyarakat.
Peran perawat gerontik ada lima, yaitu sebagai pemberi pelayanan kesehatan, guru atau
edukator, manajer, advokat klien, dan peneliti. Kelima peran ini mempunyai tugas dan
fungsinya masing-masing. Sebagai pemberi pelayanan kesehatan kepada lansia, seorang
perawat harus mengetahui penyakit atau masalah apa saja yang biasa dialami oleh usia lanjut.
Pengetahuan ini harus meliputi tentang latar belakang dan statistik kejadian dari penyakit atau
masalah tersebut, tanda dan gejalanya, faktor-faktor resiko, perawatan medis yang biasa
digunakan untuk penyakit atau masalah tersebut, asuhan keperawatan berdasarkan masing-
masing masalah keperawatan yang dialami klien karena penyakit tersebut, dan rehabilitasi
jika dibutuhkan. Peran perawat yang kedua adalah sebagai edukator klien. Perawat tidak
hanya menjalankan tugasnya sebagai pemberi asuhan keperawatan saja kepada klien, tetapi
perlu memberikan informasi dan pengetahuan kepada klien lansia tentang penyakit atau
masalah yang dihadapinya. Seperti memberitahu faktor-faktor resiko penyakit yang dialami
klien lansia sehingga pola hidup lansia tersebut dapat berubah dan status kesehatannya dapat
bertambah. Mengajarkan dan membimbing klien lansia juga dapat membuat mereka mandiri
dan merasa mempunyai andil dalam kesehatan tubuhnya. Selanjutnya peran perawat adalah
sebagai manajer, perawat gerontik berperan sebagai manajer selama proses pemberian asuhan
keperawatan kepada klien lansia. Disini perawat manajer harus dapat menyeimbangkan peran
antara klien, keluarga, perawat-perawat lain, dan tim-tim pelayanan kesehatan lain dalam
proses asuhan keperawatan klien. Perawat manajer harus mampu mengembangkan
kemampuan dalam kordinasi staf, manajemen waktu, asertif, komunikasi, dan organisasi.
Peran yang keempat dari perawat gerontik adalah sebagai advokat bagi klien lansia. Perawat
gerontik disini berada di pihak klien lansia untuk mempromosikan atau memberi tahu kepada
pihak lain (keluarga dan pemberi layanan kesehatan lain) tentang hal-hal yang disukai klien,
juga memperkuat otonomi klien dalam mengambil keputusan untuk dirinya sendiri. Peran
perawat gerontik yang terakhir adalah sebagai peneliti. Perawat disini berperan sebagai
pengembang keperawatan gerontik berdasarkan masalah-masalah yang ada pada saat ini. Hal
ini diharapkan agar keperawatan gerontik akan selalu berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman. Dalam bagian ini, penulis akan menjelaskan peran perawat sesuai
kebutuhan bio-psiko-sosio dan spiritual, yaitu sebagai berikut:
1. Peran Perawat Gerontik dalam Pemenuhan Aspek Biologis pada Lansia

Seorang perawat gerontik dapat menjadii perawat generalis ataupun perawat spesialis
P
)
&
h
p
(
r
y
d
g
b
v
o
-
in
u
t
c
a
lf
Sebagai seorang individu maupun peran sosialnya di masyarakat, lansia memiliki kebutuhan
dasar yang digambarkan Maslow dalam sebuah hierarki sebagai berikut:

(Ebersole, 2005). Fungsi dari perawat generalis dalam seting perawatan bervariasi, rumah
sakit, rumah, nursing home, komunitas, menyediakan asuhan keperawatan bagi individu
lansia dan keluarganya. Perawat generalis menitikberatkan pada perencanaan dan evaluasi
e
s
dari asuhan keperawatan yang diberikan. Perawat spesialis gerontik memiliki persiapan yang
lebih matang dan lebih terdepan di tingkat master dan menampilkan seluruh fungsi dari
perawat generalis namun telah melewati kecakapan klinis, seperti juga kemampuan dalam
pemahaman akan kebijakan-kebijakan sosial dan kesehatan, serta keahlian dalam hal
perencanaan, pengimplementasian, dan pengevaluasian program-program kesehatan.
Selama beberapa dekade terkahir, salah satu peran perawat gerontik terpenting yaitu sebagai
perawat gerontik pelaksana (gerontological nurse practitioner, GNP) (Ebersole, 2005). Di
Amerika Serikat, dengan semakin meningkatnya legislasi secara federal dalam mendukung
perkembangan praktik keperawatan, GNP dan perawat gerontik spesalis banyak terlibat
dalam nursing home, fasilitas perawatan akut dan subakut, asistensi permasalahan terkait
kehidupan dan peristirahatan, Health Maintenance Organization (HMO), day care,
community clinics, physicians’ offices, praktik mandiri, dan situasi-situasi lain yang
membutuhkan perawat ahli yang dikombinasikan dengan tenaga medis tingkat menengah
Dalam memenuhi kebutuhan secara fisiologis, perawat gerontik memiliki peran untuk
membantu klien lansia dalam memenuhi kebutuhan fisiologisnya, sesuai dengan hierari
kebutuhan Maslow, yaitu kebutuhan oksigenasi, cairan, nutrisi, temperatur tubuh, eliminasi,
rasa aman atau perlindungan, dan seksualitas. Kebutuhan-kebutuhan dasar fisiologis ini pada
dasarnya masih dapat dipenuhi oleh klien lansia secara mandiri jika klien lansia tidak
memiliki barier biologis seperti penyakit kronis atau imobilitas dalam menjalani
kesehariannya. Bagi klien lansia yang memiliki barier-barier tersebut, di sinilah peran
perawat untuk membantu klien lansia melewati barier tersebut, namun dengan tetap
memperhatikan kemampuan klien untuk memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri.
Dengan begitu, klien lansia tidak akan merasa rendah diri atau merasakan efek negatif dari
penuaan berupa penurunan kemampuan diri. Dengan memandirikan klien, perawat justru
berperan dalam pengembangan diri klien lansia ke arah yang lebih baik.
2. Peran Perawat Gerontik dalam Pemenuhan Aspek Psikologi pada Lansia

Aspek psikologi mempunyai peran penting dalam fase lanjut usia. Menurut teori psikologi,
lanjut usia adalah masa dimana seseorang telah mencapai semua aspek perkembangan
psikologi ini. Teori ini berfokus pada dimensi-dimensi psikologi termasuk teori kebutuhan
manusia Maslow dan teori perkembangan kepribadian. Teori ini menjelaskan setiap individu
akan melewati tingkatan dalam hidup sesuai dengan kebutuhan yang telah terpenuhi dalam
segitiga kebutuhan manusia Maslow. Teori ini juga menjelaskan seorang individu akan
mencoba mencapai ke tingkat kebutuhan yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri. Pada tahap
aktualisasi diri, seseorang sudah sampai tahap memahami dan menerima diri mereka sendiri.
Tahap ini juga ditandai dengan sifat otonomi, kreatif, independen, dan hubungan
interpersonal yang positif. Menurut pandangan teori ini, apabila seorang klien lanjut usia
telah mencapai tingkatan ini berarti mereka telah mencapai akhir dari fase kehidupan mereka.
Selanjutnya adalah teori perkembangan kepribadian, teori ini mengemukakan perkembangan
kepribadian seseorang akan mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan dalam beradaptasi
dalam tahap menua. Di dalam teori ini, lansia dipandang sebagai suatu tahapan dalam
kerangka kehidupan manusia. Selama di tahap ini, klien lansia akan mengalami banyak
perubahan pada kesehatannya, kehilangan orang yang mereka cintai, dan menjadi akhir dari
peran menjadi orang tua, pegawai, atau teman.
Peran perawat dalam aspek psikologi pada lansia lebih kepada pemberi asuhan keperawatan
kepada klien lansia dengan masalah atau penyakit yang merubah kepribadian dan psikologi
klien. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pada tahap ini lansia sudah mengalami
banya perubahan pada kesehatannya kehilangan orang yang mereka cintai hingga kehilangan
peran mereka sebelumnya. Hal-hal itu dapat memperburuk kondisi kesehatan mereka. Maka
dari itu, penting bagi perawat untuk memperhatikan hal-hal ini, seperti meningkatkan harga
diri mereka, meningkatkan kemampuan diri mereka, dan lain-lain. Selain itu, pemberian
edukasi dan informasi dalam aspek ini sangat dibutuhkan. Seperti mengembangkan
kemampuan klien dalam hal-hal yang berkaitan dengan dirinya ataupun penyakitnya. Hal ini
akan membuat klien lebih percaya diri. Sebagai advokat, perawat lebih berperan untuk
memfasilitasi apa yang dirasakan klien tentang dirinya dan lingkungan sekitarnya dan
menjadi penghubung klien dengan keluarga maupun pemberi pelayanan kesehatan lain.
3. Peran Perawat Gerontik dalam Pemenuhan Aspek Psikososial pada Lansia

Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik,
psikologis maupun sosial yang saling ber interaksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung
berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara
khusus pada lansia. Adapun mengenai teori psikososial, berturut-turut dikemukakan beberapa
di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Disengagement theory, yang menyatakan bahwa lansia menarik diri dari masyarakat,
memungkinkan mereka untuk menyimpan lebih banyak aktivitas yang berfokus pada
dirinya dalam memenuhi kestabilan diri.
2. Teori aktivitas, menekankan pada pentingnya peran serta dalam kegiatan masyarakat
bagi seorang lansia.
3. Teori kontinuitas, ditekankan pada pentingnya hubungan antara kepribadian dengan
kesuksesan hidup lansia.
4. Teori subkultur, dikatakan bahwa lansia sebagai kelompok yang memiliki norma,
harapan, rasa percaya, dan adat kebiasaan tersendiri, sehingga dapat digolongkan
menjadi suatu subkultur. Akan tetapi, mereka ini kurang terintegrasi dengan
masyarakat luas dan lebih banyak berinteraksi antarsesama mereka sendiri.
5. Teori stratifikasi usia, mengemukakan adanya saling ketergantungan antara usia
dengan struktur social; lansia dan mayoritas masyarakat senantiasa saling
mempengaruhi.
6. Teori penyesuaian individu dengan lingkungan, ada hubungan antara kompetensi
individu dengan lingkungannya berupa segenap proses yang merupakan ciri
fungsional individu, antara lain kekuatan ego, keterampilan motoric, kesehatan
biologis, kapasitas kognitif, dan fungsi sensorik. Orang yang berfungsi pada
kompetensi rendah hanya mampu bertahan pada level lingkungan yang rendah pula,
dan sebaliknya. Semakin terganggu (cacat) seseorang, maka tekanan lingkungan yang
dirasakan akan semakin besar.

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif
dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian,
perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin
lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia
menjadi kurang cekatan. Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga
mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.
Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian, yaitu
1. Tipe Kepribadian Konstruktif, tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap
sampai sangat tua.
2. Tipe Kepribadian Mandiri, ada kecenderungan mengalami post power syndrome.
3. Tipe Kepribadian Tergantung, sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan
keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup
meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera
bangkit dari kedukaannya.
4. Tipe Kepribadian Bermusuhan, pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak
puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan
secara seksama.
5. Tipe Kepribadian Kritik Diri, pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena
perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.
Masalah lain yang dapat terjadi berhubungan dengan akibat berkurangnya fungsi indera
pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau
bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat
berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan.
Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang
bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika
keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan
kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri,
mengumpulkan barang-barang tak berguna serta berperilaku seperti anak kecil.
Masalah keperawatan psikososial yang sering muncul pada lansia antara lain berduka
disfungsional, ketidakberdayaan, gangguan pola tidur, resiko terhadap cidera, perubahan
nutrisi, defisit perawatan diri, dan ansietas. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita
merupakan upaya perawatan dalam pendekatan sosial. Memberi kesempatan berkumpul
bersama dengan sesama klien lanjut usia untuk menciptakan sosialisasi mereka. Perawat
harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan tuhan
atau agama yang dianutnya, terutama jika klien dalam keadaan sakit atau mendekati
kematian. Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang
memiliki keluarga masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit,
sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara dengan penuh kesabaran
dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena
hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya
sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar, di
sinilah peran perawat dibutuhkan dan bersifat sangat penting.
Tujuan dari tindakan keperawatan adalah mengajarkan klien untuk bersepons emosional yang
adaptif. Tindakan yang dilakukan perawat antara lain menciptakan lingkungan yang aman,
mencegah terjadinya kecelakaan, membina hubungan saling percaya antara perawat dan
klien, mendorong lansia untuk mengekspresikan pengalamannya, mengubah pikiran negative
dan identifikasi aspek positif, bantu mengubah persepsi yang salah atau persepsi yang
negative menjadi suatu yang positif, memberi pujian, dan jangan lupa libatkan klien dalam
kegiatan interaksi social, serta tingkatkan status kesehatan seperti perawatan diri, istirahan,
makan, dan minum.

4. Peran Perawat Gerontik dalam Pemenuhan Aspek Psikososial pada Lansia

Keperawatan gerontik selalu memperhatikan promosi kesehatan dan stabilitas serta


memaksimalkan fungsi perawatan diri dari lansia. Peran perawat gerontik pun harus dapat
memenuhi kebutuhan dasar manusia secara keseluruhan. Salah satunya adalah aspek spiritual.
Tulisan ini akan membahas mengenai peran perawat gerontik serta peran focus perawat
gerontik dalam pemenuhan kebutuhan spiritual klien.
Sebelum pembahasan lebih jauh mengenai peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan
spiritual, akan dipaparkan terlebih dahulu mengenai peran perawat gerontik secara umum.
Menurut Tyson (1999) peran perawat gerontik terdiri dari healers, visionary, clinician,
pendidik, advokat, ahli anggaran dan spesialis hal yang berkenaan dengan peraturan. Perawat
gerontik sebagai healers (penyembuh) menggunakan “hands-on” care, sentuhan terapeutik
dan holistic untuk memperbaiki keseimbangan fisik, emosi, sosial, kultural dan spiritual.
a. Perawat gerontik sebagai visionaries membutuhkan kemampuan untuk membuat
pendekatan-pendekatan dan trend dalam bidang kesehatan.
b. Perawat gerontik sebagai clinician harus mampu menjadi ahli dalam pengetahuan klinis
yang berkaitan dengan keterampilan yang dibutuhkan oleh lansia. Pendidik adalah peran
perawat gerontik untuk mengambil peran pendidikan informal dalam penajaran kesehatan
pasien dan keluarga.
c. Perawat gerontik sebagai advokat mempunyai peran untuk membantu dan mendampingi
lansia dalam proses pengambilan keputusan berkaitan dengan perawatan kesehatan mereka.
Lansia yang kesulitan dalam penentuan pendanaan keperawatan harus dibantu oleh peran
perawat gerontik.
Semua peran perawat gerontik di atas dapat dihubungkan dengan peran perawat dalam
pemenuhan kebutuhan spiritual klien lansia. Perawat gerontik yang memberikan pelayanan
komprehensif dan holistic tentunya harus juga memfasilitasi lansia untuk memenuhi
kebutuhan spiritualnya berhubungan dengan proses penuaan. Perawat dituntut untuk dapat
memberikan ketenangan dan fasilitas yang dapat menghubungkan klien lansia terkaitan
kebutuhannya berhubungan dengan keagamaan, keyakinan dan ketuhanan.
Perubahan fisik yang semakin menurun dan tuntutan psikologis lansia sering mengarahkan
lansia untuk lebih fokus dalam memenuhi kebutuhan spiritualnya. Pemenuhan kebutuhan
lansia tidak hanya untuk masalah biologis tapi ada suatu aspek yang harus mereka penuhi
untuk meningkatkan kualitas hidupnya yaitu dengan pemenuhan kebutuhan spiritual. Salah
satu contoh peran perawat dalam memfasilitasi pemenuha kebutuhan spiritual adalah dengan
menjadi atau mencarikan pendampingan spiritual untuk pasen geriatrik. Peran pendampingan
spiritual oleh perawat dapat dilakukan mandiri tanpa harus bergantung pada profesi lain.
Akan tetapi hal penting yang harus diperhatikan oleh perawat adalah kepekaan terhadap
perbedaan latar belakang keyakinan yang dimiliki perawat dengan pasien lansia. Spiritualitas
mencakup kepercayaan dan system nilai seseorang (Potter & Perry, 2005). Hal ini lah yang
harus menjadi perhatian pertama seorang perawat dalam mengkaji nilai spiritual pasien
lansia.
Banyak isu psikososial yang menjadi perhatian untuk pasien lansia berkaitan dengan
spiritualitas. Permasalahan tersebut mencakup disabilitas fisik berkaitan dengan proses
penuaan, kemungkinan kematian, kesibukan anggota keluarga lain, pensiun serta perasaan
sendiri karena ditinggalkan orang yang dicintai dan tidak diperhatikan. Hal tersebut dapat
menjadi ancaman bagi perasaan lansia terhadap nilai di mayarakat dan identitasnya.
Sehingga, isu-isu ini menyebabkan lansia tergantung pada keyakinan spiritual dan tindakan-
tindakan untuk koping yang efektif. Konflik antara kepercayaan lansia (kenapa saya?) dan
realita keadaannya menyebabkan distress spiritual. Ketika lansia merasakan distress spiritual,
lansia mungkin mempertanyakan mengenai tujuan dan makna hidup mereka.
Peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan spiritual dapat dituangkan dalam asuhan
keperawatan klien lansia tersebut. Pada pengkajian, perawat dapat mengkaji mengenai
keteraturan ibadah, keterlibatan aktif, penyelesaian masalah dengan doa, dll. Gangguan
spiritual pada lansia akan menyebabkan lansia tidak bisa menjalani masa lansia dengan
bahagia dan sejahtera serta tidak tercapainya healthy aging. Dengan terpenuhinya kebutuhan
spiritual yang tinggi yaitu spiritual, maka lansia akan merasa hidupnya berkualitas.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sangatlah penting bagi perawat untuk
membantu klien lansia dalam pemenuhan kebutuhan spiritual. Perawat harus mengkaji isu
psikososial dan budaya dari klien tersebut dalam hal spiritual agar dapat memaksimalkan
pemenuhan fungsi spiritual untuk klien tersebut.
Setiap anggota keluarga memiliki tugas dan peran dalam memberikan dukungan untuk orang
tua. Beberapa hal yang dapat dilakukan anggota keluarga dalam melaksanakan perannya
terhadap lansia yaitu (Maryam, 2008):
1. Melakukan pembicaraan terarah sehingga dapat mempertahankan kehangatan keluarga
2. Membantu dalam memenuhi kebutuhan lansia seperti makan dan kebutuhan transportasi
serta keuangan
3. Memberikan kasih sayang, menghormati, dan menghargai lansia serta bersikap sabar dan
bijaksana terhadap perilaku lansia
4. Mempertahankan kesehatan lansia dengan memeriksakan kesehatan secara teratur,
memberikan dorongan untuk hidup sehat, dan mengawasi lansia agar tidak terjadi kecelakaan
pada diri lansia. Karena keluarga merupakan sistem dukungan utama bagi lansia, maka
keluarga memiliki peranan yang sangat besar. Keluarga juga perlu memberikan dukungan
sosial dan spiritual untuk orang tua mereka.

2. Peran Keluarga dengan Lansia


Keluarga merupakan bagian terkecil dalam struktur social dalam masyarakat. Menurut
Friedman (2003), keluarga sederhana adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh
kebersamaan dan kedekatan emosional serta yang mengidentifikasi dirinya sebagai bagian
dari keluarga. Sedangkan menurut Potter dan Perry (2009), keluarga dapat didefinisikan
secara biologis, hukum, mau pun sebagai jaringan social dengan ikatan dan ideology yang
dibangun secara pribadi.
Ada beberapa tahap perkembangan keluarga, salah satu diantaranya adalah keluarga dengan
lansia. Dalam melakukan perawatan terhadap lansia, setiap anggota keluarga memiliki
peranan yang sangat penting. Berikut ini merupakan hal yang dapat dilakukan anggota
keluarga dalam melaksanakan perannya:
1. Melakukan pembicaraan terarah;
2. Mempertahankan kehangatan keluarga;
3. Membantu melakukan persiapan makanan bagi lansia;
4. Membantu dalam hal transportasi;
5. Membantu memenuhi sumber-sumber keuangan;
6. Memberikan kasih sayang;
7. Menghormati dan menghargai;
8. Bersikap sabar dan bijaksana terhadap perilaku lansia;
9. Memberikan kasih sayang, menyediakan waktu, serta perhatian;
10. Jangan menganggapnya sebagai beban;
11. Memberikan kesempatan untuk tinggal bersama;
12. Mintalah nasihatnya dalam peristiwa-peristiwa penting;
13. Mengajaknya dalam acara-acara keluarga;
14. Membentu mencukupi kebutuhannya;
15. Memberi dorongan utuk tetap mengikuti kegiatan-kegiatan di luar rumah termasuk
pengembangan hobi;
16. Membantu mengatur keuangan;

17. Mengupayakan sarana transportasi untuk kegiatan mereka termasuk rekreasi;


18. Memeriksakan kesehatan secara teratur;
19. Memberi dorongan untuk tetap hidup bersih dan sehat;
20. Mencegah terjadinya kecelakaan, baik di dalam maupun di luar rumah;
21. Memelihara kesehatan usia lanjut adalah tanggung jawab bersama;
22. Memberi perhatian yang baik terhadap orang tua yang sudah lanjut, maka anak-anak kita
kelak akan bersikap yang sama.
23. Mempersiapkan anggota untuk beradaptasi terhadap kehilangan pasangan;
24. Mempersiapkan anggota terhadap kematian;
25. Mempersiapkan anggota untuk beradaptasi terhadap proses penuaan dan dampaknya;
26. Saling memberikan dukungan psikospiritual. (Maryam, 2008)

3. Bentuk Pelayanan Keperawatan dan Kesehatan bagi Lansia


Menurut Stieglietz, 1964, lansia memerlukan perhatian khusus mengenai kesehatannya
dikarenakan:
1. Penyakit yang bersifat multipatologik atau mengenai multi organ/degeneratif
2. Penyakit biasanya bersifat kronis, cenderung menyebabkan kecacatan lama sebelum terjadi
kematian
3. Biasanya mengandung komponen psikologi dan sosial
Sedangkan, menurut Brocklehurst dan Allen , (1987), lansia diberikan perhatian khusus
dikarenakan usia lanjut lebih sensitif terhadap penyakit akut.
Prinsip Pelayanan kesehatan Lansia
1. Holistik
a. Seorang penderita lansia harus dipandang sebagai manusia seutuhnya, meliputi lingkungan
kejiwaan (psikologik), sosial, dan ekonomi
b. Vertikal : pemberi pelayanan harus dimulai di masyarakt sampai ke pelayanan rujukan
tertinggi yaitu rumah sakit yang mempunyai sub-spesialis geriatrik.
c. Horizontal : Pelayanan kesehatan harus merupakan bagian dari pelayanan kesejahteraan
lansia secara menyeluruh, lintas sektoral dengan dinas/lembaga terkait dibidang
kesejahteraan, misal, agama, pendidikan, kebudayaan dan dinas sosial
d. Harus mencakup aspek preventif, promotif,kuratif dan rehabilitatif

2. Tata kerja dan tata laksana secara tim


Multi disipliner dalam mencapai pelayanan geriatri yang di laksanakan Komponen utama
(dokter, pekerja sosio medik, perawat ) ditambah dengan tenaga rehabilitasi medik
(Fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara, psikolog/psikiater, farmasi, ahli gizi)
Jenis pelayanan kesehatan lanjut usia terbagi menjadi:
1. Pelayanan kesehatan lanjut usia di masyarakat (Community based geriatric service)
a. Mendayagunakan dan mengikutsertakan masyarakat termasuk para lansianya
b. Puskesmas, dokter praktek swasta merupakan tulang punggung layanan tingkat ini
c. Puskesmas berperan dalam membentuk klub/kelompok lanjut usia
2. Pelayanan kesehatan lansia berbasis rumah sakit (Hospital based geriatric service)
a. Pada layanan tingkat ini, RS bertugas membina lansia baik langsung atau tidak langsung
melalui pembinaan pada puskesmas di wilayah kerjanya “Transfer of Knowledge”berupa
lokakarya, simposium, ceramah.

b. RS menyediakan berbagai layanan bagi para lanjut usia dari yang sederhana (poliklinik
lansia) sampai pada yang maju ( bangsal akut, klinik siang terpadu “nursing hospital”,
bangsal kronis dan atau panti werdha “nursing home”
3. Rehabilitation
Tujuan dari rehabilitasi sendiri adalah untuk memaksimalkan fungsi, mencegah komplikasi,
meningkatkan fungsi maksimal, mencegah komplikasi, dan meningkatkan kualitas hidup
pada lansia pada proses penyembuhan atau beradaptasi, seperti pada stroke, trauma kepala,
penyakit neurologis, amputasi, operasi ortopedi, dan gangguan sistem saraf
4. Community, diantaranya yaitu home health care (dilakukan dengan cara mengunjungi
rumah-rumah lansia dengan luka kronik, terapi IV, dan lain sebagainya); Foster Care or
Group Homes (untuk lansia yang dapat melakukan hampir semua aktivitas sehari-harinya,
akan tetapi memiliki isu keamanan dan memerlukan pengawasan terhadap beberapa aktivitas
seperti meminum obat); independent living (dalam bentuk senior housing yang telah disetting
untuk lansia seperti ekstra handsrails, lantai yang tidak licin, dll dimana perawat berperan
sebagai edukator untuk pencengahan primer); adult day care (program yang terdiri dari
pelayanan kesehatan, sosial, dan kegiatan lain yang dilaksanakan.

Selain itu, terdapat dua bentuk pelayanan dalam keperawatan gerontik, yaitu:
1. Pelayanan Kesehatan Promotif
Lansia kerap kali dianggap sebagai kelompok usia yang kurang produktif. Notabenenya klien
lansia merupakan klien dengan kelompok umur yang dapat menjadi produktif dengan
memaksimalkan kemampuan yang ada dalam diri klien lansia. Untuk mendukung kehidupan
yang lebih produktif pada lansia perlu didukung dengan upaya kesehatan promotif yang dapat
memaksimalkan kesehatan klien lansia. Dengan begitu, klien lansia dapat menjadi kelompok
usia yang produktif. Berikut ini akan diuraikan mengenai bentuk pelayanan kesehatan
promotif pada lansia.
Upaya kesehatan promotif merupakan upaya yang penting bagi klien lansia untuk
mendukung proses penuaan. Proses penuaan yang berhasil merupakan tugas akhir masa
dewasa. Sebagaimana ahli gerontologi mengatakan “ pencapaian umur yang sukses adalah
dengan hidup dengan kualitas yang tinggi, umur yang maksimal, dan minimnya penyakit dan
ketidakmampuan” (Hazzard: 2001 dalam Miller: 2003). Lansia dengan kualitas hidup yang
tinggi dan umur yang maksimal dapat dicapai dengan mengikuti upaya kesehatan promotif.
Upaya promotif sendiri merupakan tindakan secara langsung dan tidak langsung untuk
meningkatkan derajat kesehatan dan mencegah penyakit (Maryam dkk.: 2008). Upaya
promotif dilakukan untuk membantu orang-orang mengubah gaya hidup mereka dan bergerak
ke arah keadaan kesehatan yang optimal serta mendukung pemberdayaan seseorang untuk
membuat pilihan yang sehat tentang perilaku hidup mereka.
Bentuk pelayanan kesehatan promotif terhadap lansia dapat berupa (Maryam dkk.: 2008):
1. Pelayanan tingkat masyarakat
a. Terhadap lansia
Keluarga dengan lansia
Kelompok lansia seperti klub/perkumpulan; paguyuban, padepokan, dan pengajian; serta bina
keluarga lansia
Posyandu lansia
b. Masyarakat mencakup LKMD, karang wreda, day care, dan dana sehat/ JKPM
2. Pelayanan tingkat dasar

Diselenggarakan oleh berbagai instansi pemerintahan dan swasta serta organisasi masyarakat,
organisasi profesi, dan yayasan seperti:
1. Praktik dokter dan dokter gigi
2. Balai pengobatan klinik
3. Puskesmas/balkesmas
4. Panti tresna wreda
5. Pusat pelayanan dan perawatan lansia
6. Praktik keperawatan mandiri

Bentuk pelayanan kesehatan promotif pada lansia di masyarakat maupun rumah sakit sudah
banyak diimplementasikan. Berikut ini beberapa bentuk pelayanan kesehatan promotif yang
terdapat di masyarakat dan rumah sakit.
BAB III
PENUTUPAN
3.1 KESIMPULAN
Lansia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik,
kejiwaan dan sosial, perubahan ini akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek
kehidupan, termasuk kesehatanya, oleh karena itu kesehatan lansia perlu mendapat perhatian
khusus dengan tetap dipelihara dan ditingkatkan agar selama mungkin dapat hidup secara
produktif sesuai dengan kemampuanya sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam
pembangunan (Mubarak, 2006).
3.2 SARAN
Sangat diharapkan agar setiap anggota keluarga dalam tahap perkembangan keluarga
dengan lansia lebih memberikan perhatian dan dukungan terhadap proses penuaan yang
dialami dan perawat gerontik dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal terhadap
lansia dan meningkatkan tingkat spiritualitasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tanto Susanto ( 2012). Buku Ajar Keperawatan Keluarga : Aplikasi pada praktik Asuhan
Keperawatan keluarga. Jakarta : TIM
Friedman, Marliyn M ( 2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga : riset, teori & Praktik.
Jakarta : EGC
Cristensen, Paula J & Kenny. Paul J. (2009). Nursing Process: Application of Conceptual Models
ed 4th . Mosby.
Maryam, R. Siti, dkk.(2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika.
Sobur, Alex, Drs., M.si. 2003. Psikologi umum. Bandung : Pustaka Setia.
Annete, G. L. (1996). Gerontological Nursing. St. Louis: Mosby.
Maryam, Siti et all (2008) . Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Penerbit Salemba Medika:
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai