Anda di halaman 1dari 32

Makalah Keperawatan Psikososial

Pertumbuhan dan Perkembangan Dewasa dan Gangguan Psikososial

Tingkat 2A (Semester III)

Disusun Oleh :

1. Anzelita (21003)
2. Fatma Ega Maulani (21015)
3. Indah Cahya Utami (21019)
4. Septiani Rahima Nur (21035)
5. Sri Mulyani (21038)

Mata Kuliah : Keperawatan Psikososial

Dosen Pengampu : Ns. Sri Atun Wahyuningsih,S.Kep.,M.Kep.,Sp.Kep.J.

Akademi Keperawatan Pelni Jakarta

Jl. K.S. Tubun No.8, RT.13/RW.1, Slipi, Kec. Palmerah, Kota Jakarta Barat,Daerah
Khusus Ibukota Jakarta 11410
Kata Pengantar
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Keperawatan Psikososial dengan judul
“Pertumbuhan dan Perkembangan Dewasa dan Gangguan Psikososial “

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari banyak pihak yang
tulus memeberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.

Jakarta, September 2022

Kelompok 7

ii
Daftar isi

Kata Pengantar...........................................................................................................................ii
Daftar isi...................................................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan....................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
1.3. Tujuan penulisan.............................................................................................................2
1.4. Manfaat Penulisan...........................................................................................................2
BAB II Pembahasan...................................................................................................................3
2.1. Psikologi perkembangan masa dewasa...........................................................................3
2.2. Pengertian Masa Dewasa.................................................................................................3
2.3. Faktor yang mempengaruhi Perkembangan Manusia Dewasa........................................4
2.4. Fase-Fase perkembangan pada Usia Dewasa..................................................................5
2.5. Ciri-Ciri Manusia Dewasa...............................................................................................6
2.6. Teori-Teori dalam Psikologi Perkembangan..................................................................8
2.7. Metode penelitian yang terdapat dalam psikologi perkembangan................................19
2.8. Gangguan Psikososial yang terdapat pada Masa Dewasa.............................................20
2.9. Faktor lingkungan yang mempengaruhi gangguan psikososial....................................25
2.10. Gangguan Obsesisif Komplusif...................................................................................27
BAB III Penutup......................................................................................................................28
3.1. Kesimpulan....................................................................................................................28
3.2. Saran..............................................................................................................................28
Daftar Pustaka

iii
BAB I

Pendahuluan
1. Latar Belakang
Psikologi secara umum dapat didefinisikan sebagai disiplin ilmu yang berfokus pada
perilaku dan berbagai proses mental serta bagaimana perilaku dan berbagai proses mental
ini dipengaruhi oleh kondisi mental organisme dan lingkungan eksternal. Dalam
perkembangan masa dewasa seseorang individu dalam perkembangannya mulai dari masa
dewasa awal sampai masa dewasa lanjut mengalami perubahan-perubahan dalam dirinya
baik yang ditujukan kepada diri sendiri maupun yang diarahkan pada penyesuaian dalam
lingkungannya.
Masa dewasa ialah masa awal dan masa sulit sesorang individu dalam menyesuiakan
dirinya terhadap kehidupan baru dan harapan sosial barunya . pada masa ini, seorang
individu dituntut untuk melepaskan ketergantungan kepada orang tua dan berusaha
mandiri sebagai seorang manusia dewasa.
Masa dewasa tengah biasa disebut dengan masa paruh baya . masa dewasa tengah
tampak lebih awal di usia 30 tahun, tetapi pada beberapa titik di usia 40 tahun. Menurut
Hurlock (1996), usia 52 tahun berada dalam rentang perkembangan dwasa madya, yaitu
antara 40-60 tahun.
Masa dewasa madya mencakup waktu yang lama dalam rentang hidup. Pada masa
dewasa madya, individu melakukan oenyesuain diri secara mandiri terhadap kehidupan
dan harapan sosial. Kehidupan kebanyakan orang telah mampu menentukan masalah-
masalah mereka dengan cukup baik sehingga menjadi cukup stabil dan matang secara
emosinya.

2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud psikologi perkembangan masa dewasa
2. Apa yang dimaksud masa dewasa
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan manusia dewasa
4. Fase apa saja yang mempengaruhi perkembangan pada usia dewasa
5. Apa saja ciri-ciri manusia dewasa
6. Teori apa saja yang meliputi dalam psikologi perkembangan
7. Metode penelitian apa yang terdapat dalam psikologi perkembangan
8. Apa saja gangguan psikososial yang terdapat pada masa dewasa

1
9. Faktor lingkungan apa saja yang mempengaruhi gangguan psikososial
10. Apa yang dimaksud pada gangguan obsesisif komplusif

3. Tujuan penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui berbagai macam pertumbuhan
dan perkembangan masa dewasa awal, tengah, dan akhir. Selain untuk mengetahui
berbagai perkembangan masa dewasa kita juga mengetahui masalah gangguan-gangguan
psikososial yang ada di masyarakat sekarang ini.

4. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisannya terhadap mahasiswa yaitu supaya dapat memhami berbagai masa
perkembangan dewasa, gangguan psikososial yang ada di masyarakat sekarang ini. Selain
bermanfaat bagi mahasiswa, penulisan makalah ini juga bermanfaat terhadap masyarakat
sekitar supaya dapat di terapkan di kehidupan sehari- hari .

2
BAB II

Pembahasan

2.1. Psikologi perkembangan masa dewasa


Psikologi secara umum dapat didefinisikan sebagai disiplin ilmu yang berfokus pada
perilaku dan berbagai proses mental serta bagaimana perilaku dan berbagai proses mental ini
dipengaruhi oleh kondisi mental organisme dan lingkungan eksternal. Psikologi dibutuhkan
oleh manusia dalam setiap kehidupannya agar selalu dapat berhubungan dan bersama dengan
yang lain. Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan
tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan
lingkungan. Dalam pekembangan masa dewasa seorang individu dalam perkembangannya
mulai dari masa dewasa awal sampai masa dewasa lanjut mengalami perubahan-perubahan
dalam dirinya baik yang ditujukan kepada diri sendiri maupun yang diarahkan pada
penyesuaian dalam lingkungannya. Masa dewasa ialah masa awal dan masa sulit seseorang
individu dalam menyesuaikan dirinya terhadap kehidupan baru dan harapan soaial barunya.
Pada masa ini, seorang individu dituntut untuk melepaskan ketergantungan kepada orang tua
dan berusaha untuk mandiri sebagai seorang manusia dewasa.

2.2. Pengertian Masa Dewasa


Istilah dewasa merupakan organism yang telah matang. Tetapi lazimnya merujuk pada
manusia. Dewasa ialah orang yang bukan lagi anak-anak dan telah menjadi pria atau wanita
seutuhnya. Setelah mengalami masa kanak-kanak dan remaja yang panjang seorang individu
akan mengalami masa dimana ia telah menyelesaikan pertumbuhannya dan mengharuskan
dirinya untuk berkecimpung dengan masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya.
Dibandingkan dengan masa sebelumnya, masa dewasa ialah waktu yang paling lama dalam
rentang kehidupan.

Masa dewasa biasanya dimulai dari usia 18 tahun hingga kira-kira usia 40 tahun dan biasanya
ditandai dengan selesainya pertumbuhan pubertas dan organ kelamin anak yang telah
berkembang dan mampu berproduksi. Pada masa ini, individu akan mengalami suatu
perubahan fisik dan psikologis tertentu bersamaan dengan masalah-masalah penyesuaian diri

3
dan harapan-harapan terhadap perubahan tersebut. Dalam masa kedewasaaan dengan
berakhirnya masa adolesensi orang muda pada masa kedewasaan. Bahwa ciri utama dari
adolesensi ialah :

1. Mampu mengaitkan realitas dunia luar yang obyektif dengan AKU-nya (kehidupan
jiwanya) sendiri.

2. Mampu mengendalikan dorongan-dorongan dari dalam, untuk diarahkan pada tujuan yang
berarti. Batas dari adolesensi ini pun tidak jelas, dan relatifseekali. Lagi pula, pada suatu
masing-masing individu ekspresi adolesensi tersebut mengambil bentuk yang berbeda.
Namun dapat dinyatakan di sini, bahwa cirri-ciri adolesensi itu masih banyak melekat dalam
fase kedewasaan itu dapat diartikan sebagai :

a. satu pertanggung jawaban penuh terhadap diri sendiri, bertanggung jawab atas nasib
sendiri dan pembentukan diri sendiri.

b. Bertanggung jawab dapat diartikan sebagai memahami arti norma-norma susila dan nilai-
nilai etis, dan berusaha hidup sesuai dengan norma-norma tadi. Dalam dinamik kedewasaan
itu termuat :

a. Tugas membuat rencana hidup.

b. Membuat penggarisan tujuan final yang dikaitkan dengan prinsip-prinsip dan norma-norma
etis tertentu.

c. Sebab itu salah satu cirri kedewasaan ialah : dengan konsekuen dan bertanggung jawab
mencapai tujuan yang sudah digariskan sendiri. Dan ini dapat dicapai dengan usaha
KERJA/KARYA, membuat proyek-proyek hidup, dan berprestasi. Kedewasaan dicirikan
juga dengan, secara konsekuen melakukan identifikasi terhadap normanorma susila yang
dipilih sendiri.

Sehingga demikkian dapat dicapai satu bentuk stabilitas normative dan pertanggungan jawab
susila (zedelijke verantwoordelijkheid). Dengan status ini, maka tercapailah satu tingkat
kemandirian yang susila atau “zedelijke selfstaandigheid”. Dengan mana orang muda mampu
melaksanakan dengan baik tugas-tugas hidup sebagai individu otonom. proses mandiri secara
susila ini disebut sebagai proses individual: yang mana orang berani menentukan ISI dan
BENTUK dari kehidupannya dengan rasa tanggung jawab, menurut norma-norma susila

4
tertentu (yang ditentukan sendiri), sampai tuntas. Jadi, ada proses penentuan-diri secara susila
secara konsekuen dan bertanggung jawab.

2.3. Faktor yang mempengaruhi Perkembangan Manusia Dewasa


Elizabeth B. Hurlock membagi masa dewasa menjadi tiga bagian :

1. Masa Dewasa Awal (Masa Dewasa Dini/Young Adult) Masa dewasa awal ialah masa
pencarian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah
dan ketegangan emosional, periode isolasi sosial, periode komitmen dan masa
ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada suatu hidup yang
baru. Berkisar antara umur 21 sampai 40 tahun.

2. Masa Dewasa Madya (Middle Adulthood) Masa dewasa madya ini berlansung dari umur
40 sampai 60 tahun. Ciri-ciri yang menyangkut pribadi dan sosialnya antara lain; masa
dewasa madya ialah masa transisi, di mana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani
dan perilaku masa dewasanya dan memasuki suatu periode dalam kehidupan dengan cirri-ciri
jasmani dan perilaku yang baru. Perhatiannya kepada agama lebih besar dibandingkan
dengan masa sebelumnya, dan terkadang minat dan perhatiannya kepada agama ini dilandasi
kebutuhan pribadi dan sosial.

3. Masa Dewasa Lanjut (Masa Tua/Older Adult) Usia lanjut ialah periode penutup dalam
rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dari umur 60 tahun sampai akhir hayat, yang
ditandai oleh adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun.
Adapun cirri-ciri yang berkaitan dengan penyesuaian pribadi dan sosialnya sebagai berikut :
perubahan yang menyangkut kemampuan motorik, kekuatan fisik, perubahan dalam fungsi
psikologis, perubahan dalam sistem saraf, dan penampilan.

2.4. Fase-Fase perkembangan pada Usia Dewasa


1. Struktur dalam rentang kehidupan Teori pertahapan biasanya banyak dikenal. Mulai zaman
dulu kehidupan orang dibagi menjadi fase-fase tertentu. Pembagian dalam fase-fase
kehidupan kebanyakan mempunyai suatu sifat normatif. Juga bila hal tersebut tidak
dimaksudkan demikian, namun masih sering dipakai sebagai standar tingkah laku.5 Dalam
masyarakat yang maju maka usia tidak merupakan standar tingkah laku terutama pada masa
sesudah remaja. Namun fenomena “social clock” belum seluruhnya hilang. Masyarakat masih
manaruh pengharapan tertentu mengenai tingkah laku yang sesuai untuk usia tertentu.
Menjadi nenek atau kakek pada usia 50 tahun dianggap tepat waktu; mempunyai cucu
pertama pada usia 75 tahun dianggap “terlambat”. Diduga bahwa pengharapan masyarakat

5
yang terlihat pada “social clock”tadi akan banyak berubah, misalnya kakek atau nenek pada
usia di atas 50 tahun akan dianggap normal. Dengan menggunakan metode pertahapan
dimungkinkan untuk membandingkan jalan hidup seseorang secara thematic. Dengan
demikian maka terciptalah pengertian yang formal dan universal.

2. Dua jenis teori pentahapan yaitu:

a) Erikson Mengenai teori tentang hidup Erikson (1963). Setelah masa remaja yaitu masa
penemuan identitas seseorang sekaligus memasuki masa dewasa awal yang ditandai dengan
penemuan intimitas atau isolasi, maka seseorang tinggal mengalami dua fase lagi yang
meliputi sebagian besar masa hidup seseorang. Dalam fase ketujuh atau masa dewasa
pertengahan seseorang dapat berkembang kea rah generativitas atau stagnasi, sedangkan
dalam fase kedelapan atau fase terakhir seseorang dapat berkembang ke rah integritasego atau
putus asa.

b) Levinson Levinson dkk (1978) mempelajari fase-fase hidup manusia. Perhatiannya lebih
tertuju kepada siklus hidup dari pada jalan hidup seseorang. Ia mencari pola universalnya dari
pada periode hidup yang berurutan. Jalan hidup seseorang berbeda-beda dari orang yang satu
dengan orang yang lain. maka yang berubah selama orang hidup adalah stuktur
kehidupannya. Struktur kehidupan seseorang mengatur transaksi antara struktur kepribadian
dengan struktur sosial.

2.5. Ciri-Ciri Manusia Dewasa


Masa dewasa adalah masa awal seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap pola-pola
kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Pada masa ini, seseorang dituntut untuk
memulai kehidupannya dalam memerankan peran ganda seperti peran sebagai suami/istri dan
peran dalam dunia kerja (berkarier). Masa dewasa juga dikatakan sebagai masa sulit bagi
seorang individu karena pada masa ini seseorang dituntut untuk melepaskan
ketergantungannya terhadap orang tua dan berusaha untuk dapat mandiri. Ciri-ciri masa
dewasa dini yaitu :

1. Masa Pengaturan (Settle Down) Pada masa ini, seseorang akan “mencoba-coba” sebelum
ia menentukan mana yang sesuai, cocok, dan memberi kepuasan permanen. Ketika ia sudah
menemukan pola hidup yang diyakininya dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, maka ia akan
mengembangkan pola-pola perilaku, sikap, dan nilai-nilai yang cenderung akan menjadi
kekhasannya selama sisa hidupnya.

6
2. Masa Usia Produktif Dinamakan sebagai masa produktif karena pada rentang usia ini
merupakan masa-masa yang cocok dalam menentukan pasangan hidup, menikah, dan
berproduksi/menghasilkan anak. Pada masa ini, organ reproduksi sangat produktif dalam
menghasilkan keturunan (anak).

3. Masa dewasa dikatakan sebagai masa yang sulit dan bermasalah. Hal ini dikarenakan
seseorang harus mengadakan penyesuaian dengan peran barunya (perkawinan vs. pekerjaan).
Jika ia tidak dapat mengatasinya, maka akan menimbulkan masalah. Ada tiga faktor yang
membuat masa ini begitu rumit yaitu; pertama, individu ini kurang siap dalam menghadapi
babak baru bagdirinya dan tidak dapat menyesuaikan dengan babak/peran baru ini. Kedua,
karena kurang persiapan, maka ia kaget dengan dua peran/lebih yang harus diembannya
secara serempak. Ketiga, ia tidak memperoleh bantuan dari orang tua atau siapa pun dalam
menyelesaikan masalah.

4. Ketika seseorang berumur 20-an (sebelum 30-an), kondisi emosionalnya tidak terkendali.
Ia cenderung labil, resah, dan mudah memberontak. Pada masa ini juga emosi seseorang
sangat bergelora dan mudah tegang. Ia juga khawatir dengan status dalam pekerjaan yang
belum tinggi dan posisinya yang baru sebagai orang tua. Namun, ketika ia telah berumur 30-
an, maka seseorang akan cenderung stabil dan tenang dalam emosi.

5. Masa Keterasingan Sosial Masa dewasa dini adalah masa di mana seseorang mengalami
“krisis isolasi”, ia terisolasi atau terasingkan dari kelompok sosial. Kegiatan sosial dibatasi
karena berbagai tekanan pekerjaan dan keluarga. Hubungan dengan teman-teman sebaya dan
juga menjadi renggang. Keterasingan diintensifkan dengan adanya semangat bersaing dan
hasrat untuk maju dalam berkarir.

6. Masa Komitmen Pada masa ini juga setiap individu mulai sadar akan pentingnya sebuah
komitmen. Ia mulai membentuk pola hidup, tanggung jawab, dan komitmen baru.

7. Masa Ketergantungan Pada awal masa dewasa dini sampai akhir usia 20-an,seseorang
masih punya ketergantungan pada orang tua atau organisasi/instansi yang mengikatnya.

8. Masa Perubahan Nilai Nilai yang dimiliki seseorang ketika ia berada dalam masa dewasa
dini berubah karena pengalaman dan hubungan sosialnya semakin meluas. Nilai sudah mulai
dipandang dengan kacamata orang dewasa. Nilai-nilai yang berubah ini dapat meningkatkan
kesadaran positif alasan kenapa seseorang berubah nilai=nilainya dalam kehidupan karena
agar dapat diterima oleh kelompoknya yaitu dengan cara mengikuti aturan-aturan yang telah

7
disepakati. Pada masa ini seseorang akan lebih menerima/berpedoman pada nilai
konvensional dalam hal keyakinan. Egosentrisme akan berubah menjadi sosial ketika ia
sudah menikah.

9. Masa Penyesuaian Diri dengan Hidup Baru Ketika seseornng telah mencapai masa dewasa
berarti ia harus lebih bertanggung jawab karena pada masa ini ia sudah mempunyai peran
ganda (peran sebagai orang tua dan pekerja).

10. Masa Kreatif Dinamakan sebagai masa kreatif karena pada masa ini seseorang bebas
dalam berbuat apa yang diinginkan. Namun kreativitas tergantung pada minat, potensi, dan
kesempatan. Menurut Dr. Harold Shyrock dari Amerika Serikat, ada lima faktor yang dapat
menunjukkan kedewasaan yaitu : cirri fisik, kemampuan mental, pertumbuhan sosial, emosi,
dan pertumbuhan spiritual, dan moral.

2.6. Teori-Teori dalam Psikologi Perkembangan


1. TEORI PERKEMBANGAN MATURITAS ARNOLD L GESSEL
A. Sudut Pandang Teoritis Gessel Perkembangan manusia bergerak maju melalui
suatu urutan teratur. Sejarah biologis dan evolusi spesies menentukan urutan tersebut.
Tingkat kemajuan anak dalam melangkah melalui urutan genotip anak menentukan
individu, yaitu nenek moyangnya mempengaruhi latar belakang keturunan anak.
Seorang anak yang berkembang dengan kecepatan lambat bila dibandingkan dengan
anak lain tidak dapat diubah dari arah yang sedang ditempuhnya, begitu juga dengan
anak yang berkembang lebih cepat tidak bisa diubah arahnya (Salkind, 2009: 79).
Lingkungan juga dapat mempengaruhi kecepatan perkembangan seorang anak.
Menurut Salkind, bahwa tingkat kecepatan perkembangan bisa dipengaruhi oleh
kekurangan gizi atau sakit, akan tetapi faktor-faktor biologi sepenuhnya berada dalam
kendali (Salkind, 2009: 79).
B. Konsep Pematangan Pertumbuhan dan perkembangan menurut Gesell
dipengaruhi oleh dua faktor utama. Pertama, anak adalah produk dari lingkungannya.
Kedua adalah perkembangan anak berasal dari dalam, yaitu dari aksi gen-gen
tubuhnya. Kedua proses di atas disebut “kematangan” (Crain, 2007:30).
Perkembangan kematangan menurut Gesell selalu terjadi dalam urutan tertentu.
Misalnya embrio, jantung 7 menjadi organ yang pertama berkembang dan berfungsi.
Selanjutnya sel-sel yang berbeda-beda mulai membentuk sistem saraf utama dengan
cepat yaitu otak dan saraf tulang belakang. Berikutnya adalah perkembangan otak dan

8
kepala secara utuh baru dimulai setelah bagian-bagian lain terbentuk seperti tangan
dan kaki. Urutan ini yang diarahkan oleh cetak biru genetik, tidak pernah berjalan
terbalik (Crain, 2007: 30).
C. Pola Pada pematangan terdapat pola yang terlihat pada visi dan koordinasi tangan-
mata yaitu:
1) Gerakan tanpa tujuan pada saat lahir
2) Bertahap kemampuan untuk berhenti dan menatap
3) 1 bulan – fokus pada objek dekat wajah
4) 4 bulan – koordinasi visual fokus dan tangan bergerak dengan objek yang besar
(misalnya kerincingan)
5) 6 bulan – koordinasi visual fokus dan tangan bergerak dengan sebuah benda kecil;
dan
6) 10 bulan – kemampuan untuk melihat dan mengambil sebuah benda kecil dengan
menjepit atau pegangan. Prinsip-prinsip dasar perkembangan Gesell menguraikan
mengenai perkembangan dalam bukunya “Vision its Development in Infant and
Child” pada bab XII “The Ontogenesis of Infan Behavior”. Pada bab tersebut, Gesell
menggambarkan secara lengkap mengenai perkembangan dengan menyatukan
prinsip-prinsip dasar pertumbuhan morfologis dengan prinsip-prinsip dasar
pertumbuhan behavioral untuk menunjukkan bagaimana  ‘pertumbuhan psikologis,
sebagaimana pertumbuhan somatis. Proses ini bersifat morfologis. Menurut Gesell
ada lima prinsip dasar perkembangan yang memiliki dampak ‘psikomorfologis’ –
artinya proses-proses perkembangan 8 yang terjadi baik di tingkatan psikologis
maupun tingkat struktural. Lengkapnya prinsip-prinsip dasar perkembangan Gesell
yang dimaksud adalah sebagai berikut (Salkind, 2009:81-84):
1) Prinsip arah perkembangan (principle of developmental direction) –
Perkembangan tidak berlangsung acak, melainkan dalam pola yang teratur.
Perkembangan bergerak maju secara sistematis dari kepala hingga ke ujung kaki yang
dikenal dengan cephalocaudal trend. Perkembangan juga bergerak dari pusat tubuh ke
arah luar, ke arah pinggir. Gerakan-gerakan bahu terlihat jauh lebih teratur pada awal
kehidupan anak dibandingkan dengan gerakan-gerakan pergelangan tangan dan jari-
jemari yang lebih dikenal dengan istilah proximodistal trend.
2) Prinsip jalinan timbal balik (principle of reciprocal interweaving) – Prinsip ini
didasarkan pada prinsip fisiologis Sherrington yaitu pengencangan dan peregangan
otot-otot yang berbeda-beda sama-sama saling melengkapi untuk menghasilkan

9
gerakan tubuh yang efisien. Fenomena ini menurut Gesell terjadi pada proses
perkembangan yaitu berlangsungnya pola perilaku membutuhkan pertumbuhan
struktural yang saling melengkapi. Contohnya urutan perkembangan yang
menghasilkan aktivitas berjalan kaki sebagai rangkaian pergantian antara dominasi
otot pengencang dan dominasi otot pelonggar pada lengan dan kaki. Menurut Gesell
prinsip kedua ini adalah susunan hubungan timbal balik antara dua fungsi atau sistem
saraf motorik yang saling berlawanan, yang secara ontogenik terwujud melalui
peralihan periodik yang semakin meningkat antara berbagai komponen fungsi atau
sistem, dengan modulasi dan integrasi progresif 9 pada pola-pola perilaku yang
dihasilkan (Gesell, 1954: 349).
3) Prinsip asimetri fungsional (principle of functional asymmetry) – Perilaku
berlangsung melalui periodeperiode perkembangan yang bersifat asimetris (tidak
seimbang) agar organisme bisa mencapai kadar kematangan pada tahap selanjutnya.
Misal refleks pengencangan otot leher (tonic neck refleks). Hal ini terlihat pada bulan
pertama kelahiran atau posisi telentang dengan kepala ke satu sisi, lengan terulur
dengan lengan berlawanan tertekuk.
4) Prinsip maturasi individu (principle of individual maturation) – Pematangan
(maturasi) merupakan proses yang dikendalikan oleh faktor-faktor endrogen atau
internal. Menurut Gesell bahwa faktor lingkungan ikut mendukung, membelokkan,
dan mengkhususkan, tetapi faktor lingkungan tidak menjadi penyebab munculnya
bentuk-bentuk pokok tata urutan ontogenesis (Gesell, 1954:354). Inti dari prinsip ini
adalah pembelajaran hanya bisa terjadi ketika strukturstruktur telah berkembang
sehingga memungkinkan terjadi adaptasi perilaku, dan sebelum struktur-struktur itu
berkembang maka pendidikan semacam apa pun tidak akan bisa efektif.
5) Prinsip fluktuasi teratur (principle of self-regulatory) – mengandung arti bahwa
perkembangan bergerak naik turun seperti papan jungkit, antara periode stabil dan
periode tidak stabil, dan antara periode pertumbuhan aktif dan periode konsolidasi.
Fluktuasi progresif ini berpuncak pada serangkaian tanggapan yang bersifat stabil.
Menurut Gesell, setiap urutan tahapan yang khas akan berlangsung berulang-ulang
seiring dengan semakin 10 dewasanya si anak, dan tahapan-tahapan yang tidak
seimbang atau goyah akan selalu diikuti oleh tahapantahapan yang seimbang.
D. Kedudukan perbedaan individu Sumbangan Gesell untuk psikologi perkembangan
adalah penggunaan gambar bergerak untuk merekam perkembangan anak yang
diteliti.

10
Gesell membagi perbedaan individu dari segi perkembangan perilakunya dalam
empat bidang: perilaku motorik (gerakan tubuh, koordinasi, keahlian motorik khusus),
perilaku adaptif (kesiagaan, kecerdasan, berbagai bentuk eksplorasi), perilaku bahasa
(semua bentuk komunikasi), dan perilaku personal-sosial (reaksi-reaksi terhadap
orang dan lingkungannya) (Salkind, 2009: 85-87). Untuk membantu orang tua dalam
memperhatikan keempat bidang perilaku tersebut, temuan Gesell dan rekan-rekannya
menjadi dasar ‘ujian penyaringan’ yang banyak digunakan orang tua untuk
mengetahui status perkembangan anak dari usia 1 hingga 6 bulan. Ujian penyaringan
dikenal dengan Denver Developmental Screen Test (DDST-II) yang dikembangkan
oleh William K. Frankenburg dan pertama kali diperkenalkan olehnya bersama JB
Dobbs pada tahun 1967 (wikipedia). Menurut Gesell (Salkind, 2009: 87) bahwa
“Perkembangan anak dikendalikan sepenuhnya oleh prinsip-prinsip perkembangan
yang ditentukan secara biologis dan menghasilkan urutan proses pematangan yang
bersifat pasti.” Proses pematangan ini memungkinkan terjadinya perwujudan perilaku.
Meskipun anak-anak secara individual bergerak maju sesuai laju kecepatan mereka
sendiri, urutan proses 11 perkembangan berlaku sama pada semua anak (Salkind,
2009: 87). Keutamaan Gesell di bidang penelitian adalah penekanannya terhadap
metodologi terutama pada kehandalan pengukuran dan pentingnya observasi. Melalui
ketepatan penggunaan metode, Gesell mampu menyusun semua informasi menjadi
sebuah deskripsi mengenai pertumbuhan dan perkembangan yang memungkinkan
dirinya untuk menangani serangkaian tugas mengevaluasi perkembangan individu
seorang anak dalam kaitannya dengan kelompok umur anak. Metode Gesell ini yang
dikenal dengan Gesell Development Schedule. Melalui jadwal ini dapat diperoleh
“DQ” atau Developmental Quotient (Skor-test perkembangan) seorang anak.
Keunggulan Gesell dalam melakukan penelitian adalah pada pengujian secara
berulang-ulang terhadap anak yang sama dalam jangka waktu lama (strategi
longitudinal) untuk mendapatkan penjelasan usia yang khas dan untuk menguji
kestabilan atau kesinambungan berbagai perbedaan individu. Gesell bersama
Thompson dalam meneliti anak kembar memperkenalkan metode penelitian kontrol
kembar (co-twin control research method). Melalui metode ini Gesell dan Thompson
menemukan bahwa anak kembar yang menerima pelatihan (Kembar 1)
memperlihatkan adanya pencapaian yang bertahap dan lambat dalam perilaku
dimaksud, sementara anak kembar kontrol (Kembar 2) tidak menunjukkan pencapaian
sama sekali. Kemudian ketika Kembar 2 mencapai usia menurut ukuran kematangan

11
diharapkan mulai mempelajari perilaku, hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui
pelatihan jangka pendek, Kembar 2 akan meraih tingkat 12 penguasaan yang sama
dengan Kembar 1 pada akhir eksperimen tidak ada perbedaan kemampuan di antara
kedua anak itu. Intinya, pelatihan pada usia dini hanya akan membuahkan sedikit
konsekuensi pada hasil akhirnya. Kematangan merupakan faktor yang berpengaruh
dalam perkembangan sehingga pembelajaran hanya akan mungkin terjadi apabila
sarana pematangan atau struktur yang diperlukan untuk belajar juga berfungsi
(Salkind, 2009: 90).
E. Penerapan teori gesell dalam perkembangan manusia
Pada praktiknya kontribusi Gesell pada perkembangan manusia adalah para orang tua
agar tidak berputus asa, bila mereka memberikan waktu yang cukup agar anak mereka
mengalami pematangan dalam perkembangan, supaya anak akan mengembangkan
perilaku yang tepat. Artinya ketika anak siap belajar, mereka pun akan belajar. Jadi
kata kuncinya adalah kesiapan. Jika anak siap belajar, maka anak akan berkembang.
Namun orang tua juga memperhatikan lingkungan normal yang menjadi faktor aktif
yang merangsang dan mencakup banyak kejadian yang berbeda-beda (Salkind, 2009:
97). Pada beberapa kasus perkembangan seorang anak tidak berlangsung seperti yang
diharapkan, orang tua akan mengambil strategi intervensi. Misalnya seorang anak
perempuan usia 2 tahun yang belum bisa berbicara, ia berkomunikasi dengan cara
menunjuknunjuk tangannya. Orang tuanya berkonsultasi dengan dokter. Menurut
dokter anak tersebut tidak mengalami persoalan. Dokter menyatakan orang tua jangan
khawatir, si anak akan berbicara bila ia sudah siap. Hanya 13 berselang 6 bulan, orang
tua anak membawa anaknya ke dokter dengan kemajuan yang luar bisa, ia mampu
berbicara. Sesungguhnya orang tuanya telah melakukan sesuatu tindakan dengan
memperlambat bicara, mengulang-ulang kata dan kalimat atau membuat ucapan yang
lebih jelas. Artinya, orang tua mengubah beberapa dimensi yang terdapat dalam
lingkungan normal si anak.
2. TEORI PERKEMBANGAN EKOLOGI URIE BROFENBRENNER
A. Prinsip Teori Ekologi Teori ekologi dikembangkan oleh Urie Bronfenbrenner
(1917) yang fokus utamanya adalah pada konteks sosial di mana anak tinggal dan
orang-orang yang memengaruhi perkembangan anak. lima sistem lingkungan teori
ekologi Bronfenbrenner terdiri dari lima sistem lingkungan yang merentang dari
interaksi interpersonal sampai ke pengaruh kultur yang lebih luas. Bronferbrenner
(1995, 2000); Bronfenbrenner & Morris, makrosistem, dan kronosistem. Mikrosistem

12
adalah setting dimana individu menghabiskan banyak waktu. Beberapa konteks dalam
sistem ini antara lain adalah keluarga, teman sebaya, sekolah, dan tetangga. Dalam
mikrosistem ini, individu berinteraksi langsung dengan orang tua, guru, teman seusia,
dan orang lain. Manurut Bronfenbrenner, murid bukan penerima pengalaman secara
pasif di dalam setting ini, tetapi murid adalah orang yang berinteraksi secara timbal
balik dengan orang lain dan membantu mengkonstruksi setting tersebut. Mesosistem
adalah kaitan antar-mikrosistem. Contoh adalah hubungan antara pengalaman dalam
keluarga dengan pengalaman di sekolah, dan antara keluarga dan teman sebaya.
Misalnya, salah satu mesosistem penting adalah hubungan antara sekolah dan
keluarga. Dalam sebuah studi terhadap seribu anak kelas delapan (atau setingkat kelas
3 SMP ke awal SMA (Epstein, 1983). murid yang diberi kesempatan lebih 15 banyak
untuk berkomunikasi dan mengambil keputusan, entah itu di rumah atau di kelas,
menunjukkan inisiatif dan nilai akademik yang lebih baik. Dalam studi mesosistem
lainnya, murid SMP dan SMA berpartisipasi dalam sebuah program yang didesain
untuk menghubungkan keluarga, teman, sekolah, dan orang tua (Cooper, 1995).
sasaran program ini (yang dilakukan oleh sebuah unversitas) adalah murid dari
kalangan Latino dan AfrikaAmerika di keluarga kelas menengah kebawah. Para
murid mengatakan bahwa program tersebut membantu mereka menjembatani
kesenjangan antardunia sosial yang berbeda. Banyak murid dalam program ini
memandang sekolah dan lingkungan mereka sebagai konteks di mana mereka
diperkirakan akan gagal dalam studi, menjadi hamil dan keluar dari sekolah, atau
berperilaku nakal. Program ini memberi murid harapan dan tujuan moral untuk
melakukan “sesuatu yang baik bagi masyarakat anda”, seperti bekerja di komunitas
dan mengajak saudara untuk bersekolah. Kita akan membahasa lebih banyak tentang
hubungan keluarga sekolah nanti. Eksosistem (exosystem) terjadi ketika pengalaman
di setting lain (dimana murid tidak berperan aktif) memengaruhi pengalaman murid
dan guru dalam konteks mereka sendiri. Misalnya, ambil contoh dewan sekolah dan
dewan pengawas taman di dalam suatu komunitas. Mereka memegangi peran kuat
dalam menentukan kualitas sekolah, taman, fasilitas rekreasi, dan perpustakaan.
Keputusan mereka bisa membantu atau menghambat perkembangan anak.
Makrosistem adalah kultur yang lebih luas. Kultur adalah istilah luas yang mencakup
peran etnis dan faktor sosioekonomi dalam perkembangan anak. Kultur adalah
konteks terluas di man amurid dan guru tinggal, termasuk nilai dan adat istiadat
masyarakat. Misalnya, beberapa kultur (seperti si negara Islam semacam Mesir atau

13
Iran), menekankan pada peran gender 16 tradisonal. Kultur lain (seperti di AS)
menerima peran gender yang lebih bervariasi. Di kebanyakan negar Islam, sistem
pendidikannya mempromosikan dominasi pria. Di Amerika, sekolah-sekolah semakin
mendukung nilai kesetaraan antara pria dan wanita. Salah satu aspek dari status
sosiekonomi murid adalah faktor perkembangan dalam kemiskinan. Kemiskinan
dapat memengaruhi perkembangan anak dan merusak kemampuan mereka untuk
belajar, meskipun beberapa anak di lingkungan yang miskin sangat ulet. Kronosistem
adalah kondisi sosiihistoris dari perkembangan anak. Misalnya, murid-murid sekarang
ini tumbuh sebagai generasi yang tergolong pertama (Louv, 1990). anak-anak
sekarang adalah generasi pertama yang mendapatkan perhatian setiap hari, generasi
pertama yang tumbuh di lingkungan elektronik yang dipenuhi oleh komputer dan
bentuk media baru, generasi pertama yang tumbuh dalam revolusi seksual, dan
generasi pertama yang tumbuh di dalam kota yang semrawut dan tak terpusat, yang
tidak lagi jelas batas antara kota, pedesaan atau subkota. 17 Bronferbrenner makin
banyak memberi perhatian kepada kronosistem sebagai sistem lingkungan yang
penting. Dia memerhatikan dua problem penting:
(1) banyaknya anak di Amerika yang hidup dalam kemiskinan, terutama dalam
keluarga single-parent; dan
(2) penurunan nilai-nilai
3. TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF JEAN PIAGET
A. Perkembangan Kognitif Menurut Jean Peaget Teori perkembangan kognitif piaget
adalah salah satu teori yang menjelaskan bagaimana anak beradaptasi dengan dan
menginterpretasikan objek dan kejadian-kejadian disekitarnya. Bagaimana anak
mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-objek, seperti mainan, perabot, dan
makanan, serta objek-objek social seperti diri, orang tua dan teman. Pada pandangan
piaget (1952), kemampuan atau perkembangan kognitif adalah hasil dari hubungan
perkembangan otak dan system nervous dan pengalamanpengalaman yang membantu
individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Piaget (1964) berpendapat, karena
manusia secara genetik sama dan mempunyai pengalaman yang hampir sama, mereka
dapat diharapkan untuk sungguh-sungguh memperlihatkan keseragaman dalam
perkembangan kognitif mereka. Oleh karena itu, dia mengembangkan empat tahap
tingkatan perkembangan kognitif yang akan terjadi selama masa kanak-kanak sampai
remaja, yaitu sensori motor (0-2 tahun) dan praoperasional (2-7 tahun). Yang akan
kita bicarakan untuk masa kanak-kanak adalah dua tahap ini lebih dahulu, sedangkan

14
dua tahap yang lain, yaitu operasional konkret (7-11 tahun) dan operasional formal
(11-dewasa), akan kita bicarakan pada masa awal pubertas dan masa remaja. 19
Dalam teori perkembangan kognitif Piaget, masa remaja adalah tahap transisi dari
penggunaan berpikir konkret secara operasional ke berpikir formal secara operasional.
Remaja mulai menyadari batasan-batasan pikiran mereka. Mereka berusaha dengan
konsep-konsep yang jauh dari pengalaman mereka sendiri. Inhelder dan Piaget (1978)
mengakui bahwa perubahan otak pada pubertas mungkin diperlukan untuk kemajuan
kognitif remaja.
B. Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Piaget Menurut Jean Piaget, perkembangan
manusia melalui empat tahap perkembangan kognitif dari lahir sampai dewasa. Setiap
tahap ditandai dengan munculnya kemampuan intelektual baru di mana manusia
mulai mengerti dunia yang bertambah kompleks. Tahap-Tahap Umur Kemampuan
Sensorimotorik 0-2 tahun Menunjuk pada konsep permanensi objek, yaitu kecakapan
psikis untuk mengerti bahwa suatu objek masih tetap ada. Meskipun pada waktu itu
tidak tampak oleh kita dan tidak bersangkutan dengan aktivitas pada waktu itu.
Tetapi, pada stadium ini permanen objek belum sempurna. Praoperasional 2-7 tahun
Perkembangan kemampuan menggunakan simbol-simbol yang menggambarkan objek
yang ada di sekitarnya. Berpikir masih egosentris dan berpusat. Operasional 7-11
tahun Mampu berpikir logis. Mampu konkret memperhatikan lebih dari satu dimensi
sekaligus dan juga dapat menghubungkan dimensi ini 20 satu sama lain. Kurang
egosentris. Belum bisa berpikir abstrak. Operasional formal 11tahundewasa Mampu
berpikir abstrak dan dapat menganalisis masalah secara ilmiah dan kemudian
menyelesaikan masalah.
a. Periode sensorimotor Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan
selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk
melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode
pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai
perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan
berhubungan terutama dengan refleks.
2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan
dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.

15
3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai
sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan
pemaknaan.
4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai
duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu
yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda
(permanensi objek). 5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua
belas sampai delapan belas bulan dan 21 berhubungan terutama dengan penemuan
cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan
awal kreativitas.
a. Tahapan praoperasional Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan.
Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir
usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul.
Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan
secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang
jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar
menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan katakata.
b. Pemikirannya masih bersifat egosentris anak kesulitan untuk melihat dari sudut
pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri,
seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau
mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda. Menurut Piaget,
tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua
sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan
berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan
gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis.
Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat
memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal 22 tersebut berhubungan satu sama
lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya.
Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain
semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan
menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan. c. Tahapan
operasional konkrit Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul
antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan

16
logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah: Pengurutan—
kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya.
Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari
benda yang paling besar ke yang paling kecil. Klasifikasi—kemampuan untuk
memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya,
ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda
dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi
memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup
dan berperasaan). Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari
suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi
menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil
yang tinggi. 23 Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-
benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat
dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4,
jumlah sebelumnya. Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah
benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek
atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran
dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang
ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut
pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah).
Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di
dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu
ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi
konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam
kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh
Ujang.
d. Tahapan operasional formal Tahap operasional formal adalah periode terakhir
perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia
sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap
ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara
logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini,
seseorang 24 dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak
melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-

17
abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat
terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa
secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan
perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan
sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang
dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
C. Informasi umum mengenai tahapan-tahapan Keempat tahapan ini memiliki ciri-
ciri sebagai berikut:
1) Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi
urutannya selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak
ada urutan yang mundur.
2) Universal (tidak terkait budaya)
3) Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada
dalam diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi
pengetahuan Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang
terorganisasi secara logis. Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap
tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan sebelumnya, tapi lebih
terdiferensiasi dan terintegrasi). Tahapan merepresentasikan perbedaan
secara kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya perbedaan
kuantitatif. Menurut Piaget, perkembangan masing-masing tahap
tersebut merupakan hasil perbaikan dari perkembangan tahap
sebelumnya. Setiap individu akan 25 melewati serangkaian perubahan
kualitatif yang bersifat invarian, selalu tetap, tidak melompat atau
mundur. Perubahan ini terjadi karena tekanan biologis untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan serta adanya pengorganisasian
struktur berpikir.
D. Struktur yang Mendasari Pola-pola Tingkah Laku yang Terorganisir.
1. Skema (struktur kognitif) Adalah proses atau cara mengorganisir dan merespons
berbagai pengalaman. Atau suatu pola sistematis dari tindakan, perilaku, pikiran, dan
strategi pemecahan masalah yang memberikan suatu kerangka pemikiran dalam
menghadapi berbagai tantangan dan jenis situasi. Contoh : Gerakan refleks menghisap
pada bayi, ada gerakan otot pada pipi dan bibir yang menimbulkan gerakan
menghisap.

18
2. Adaptasi (struktur fungsional) Piaget menggunakan istilah ini untuk menunjukkan
pentingnya pola hubungan individu dengan lingkungannya dalam proses
perkembangan kognitif. Piaget yakin bahwa bayi manusia ketika dilahirkan telah
dilengkapi dengan kebutuhan-kebutuhan dan juga kemampuan untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungannya. Menurut Piaget, ada dua proses adaptasi yaitu :
a) Asimilasi Integrasi antara elemen-elemen eksternal (dari luar) terhadap struktur
yang sudah lengkap pada organism. Asimilasi terjadi ketika individu menggunakan
informasi baru ke dalam pengetahuan mendalam yang sudah ada. 26 Contoh :
Seorang bayi yang menghisap puting susu ibunya atau dot botol susu, akan
melakukan tindakan yang sama (menghisap) terhadap semua objek baru.
b) Akomodasi Menciptakan langkah baru atau memperbarui atau menggabung-
gabungkan istilah lama untuk menghadapi tantangan baru. Akomodasi kognitif berarti
mengubah struktur kognitif yang telah dimiliki sebelumnya untuk disesuaikan dengan
objek stimulus eksternal. Contoh : bayi melakukan tindakan yang sama terhadap ibu
jarinya, yaitu menghisap. Ini berarti bahwa bayi telah mengubah puting susu ibu
menjadi ibu jari.

2.7. Metode penelitian yang terdapat dalam psikologi perkembangan


Adapun metode yang sering digunakan dalam penelitianpenelitian perkembangan
diantafanya sebagai berikut:
1. Metode Spesifik
a. Metode Observasi (Natural and Controlled) Naturalistic Observation
• Observasi perilaku dan prose mental dlm konteks alamiah
• Observasi mencerminkan kehidupan anak-anak sehari-hari
• Kondisi-kondisi yang mendasari perilaku anak tidak bisa dikontrol
• Kehadiran observer Controlled Observation
• Observasi perilaku dan proses mental di sebuah laboratorium
• Kondisi-kondisi observasi sama untuk semua anak
• perilaku yang muncul mungkin tidak sama dengan perilaku mereka sehari-hari
Adapun dalam observasi tersebut harus memenuhi hal sebagai berikut:
2. Prosedur
1. Specimen Record: mencatat apa saja yang dilakukan dan dikatakan subjek dalam
periode waktu tertentu

19
2. Event Sampling: hanya mencatat perilaku atau peristiwa tertentu yang menjadi
fokus kajian pada periode waktu tertentu
3. Time Sampling: hanya mencatat perilaku atau peristiwa yang terjadi pada interval
waktu tertentu.
3. Limitasi
1. Observer influence: kecenderungan subjek untuk bereaksi terhadap kehadiran
observer dan berperilaku dlm cara-cara yg tidak alamiah
2. Observer bias: kecenderungan observer untuk melihat dan mencatat perilaku yang
diharapkan drpd perilaku aktual subjek
3. Metode Eksperimen Sebuah metode dimana peneliti mencoba untuk memahami
keunikan nilai-nilai dan proses-proses sosial sebuah budaya atau sebuah kelompok
sosial yang berbeda dgn cara tinggal dengan anggota kelompok tersebut dan
mencatatnya dalam periode waktu yang lama
4. Metode Klinis Sebuah metode di mana peneliti mencoba untuk memahami
keunikan individual anak dengan mengkombinasikan data-data interview, observasi,
dan test mendapatkan gambaran lengkap tentang fungsi-fungsi psikologis anak dan
pengalaman-pengalaman yang mempengaruhi hal fungsi-fungsi psikologis anak
tersebut.
5. Metode Tes Galvanic Skin Response Heart Rate, Blood Pressure, Respiration Rate
Electroencephalograph (EEG) Event Related Potentials (ERP’s) Functional Magnetic
Resonance Imaging (fMRI) Limitations
6. Metode Etnografi Sebuah metode di mana peneliti mencoba untuk memahami
keunikan etnis, suku, atau budaya tertentu pada sekolompok orang, umumnya dengan
mengkombinasikan data-data interview, observasi, dan test mendapatkan gambaran
lengkap tentang fungsi-fungsi psikologis.
7. Metode Klinis Sebuah metode di mana peneliti mencoba untuk memahami
keunikan individual anak dengan mengambil data record klinis yang panjang,
mengkombinasikan datadata tersebut untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang
fungsi-fungsi psikologis anak melalui riwayat klinis.

2.8. Gangguan Psikososial yang terdapat pada Masa Dewasa


1) Gangguan Obsesif Kompulsif
a. Pengertian Gangguan Obsesif Kompulsif Gangguan obsesif kompulsif
(Obsessive compulsive disorder/ OCD) berasal dari dua kata yaitu

20
obsession dan compulsion. Obsesi (obsession) adalah pikiran, ide, atau
dorongan yang kuat dan berulang yang sepertinya berada di luar
kemampuan seseorang untuk 22 mengendalikannya. Sedangkan Kompulsi
(compulsion) adalah tingkah laku yang repetitif (seperti mencuci tangan
atau memeriksa kunci pintu atau gembok) atau tindakan mental repetitif
(seperti mengulang kata-kata tertentu atau menghitung) yang dirasakan
oleh seseorang sebagai suatu keharusan atau dorongan yang harus
dilakukan (APA, 2000; dalam Nevid, dkk, 2003). Obsesi bisa menjadi
sangat kuat dan menetap sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari dan
menimbulkan distress serta kecemasan yang signifikan.Tercakup di
dalamnya adalah keragu-raguan, impuls-impuls, dan citra (gambaran)
mental (Nevid, J. S., Rathus, S. A., &Greene, B., 2003). Misalnya orang
yang bertanya-tanya tanpa berkesudahan apakah pintu-pintu sudah dikunci
dan jendela-jendela sudah ditutup. Atau seseorang mungkin terobsesi
dengan impuls untuk menyakiti pasangannya. Seseorang dapat
mempunyai berbagai macam gambaran mental, seperti fantasi berulang
dari seorang ibu muda bahwa anak-anaknya dilindas mobil dalam
perjalanan pulang ke rumah. Kompulsi sering kali muncul sebagai
jawaban terhadap pikiran obsesif dan muncul dengan cukup sering serta
kuat sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari atau menyebabkan
distress yang signifikan. Kompulsi sering menyertai obsesi dan sepertinya
memberi sedikit kelegaan untuk kecemasan yang ditimbulkan oleh
pikiran-pikiran obsesif. Epidemiologi telah mendokumentasikan bahwa
tingkat prevalensi seumur hidup gangguan obsesif kompulsif adalah
sebesar 2-3%. Pria 23 biasanya mengembangkan OCD antara usia 6 dan
15 tahun, wanita biasanya mengembangkan OCD antara usia 20 dan 29
tahun (American Psychiatric Association, 2000, dalam Richard:217).
Beberapa peneliti telah memperkirakan bahwa gangguan obsesif
kompulsif ditemukan pada sebanyak 10% pasien rawat jalan di klinik
psikiatrik. Angka tersebut menyebabkan gangguan obsesif kompulsif
sebagai diagnosis psikiatrik tersering yang keempat setelah fobia,
gangguan berhubungan zat, dan gangguan depresif berat (Kaplan, Sadok,
2010: 57). Suatu studi di Swedia menemukan bahwa meskipun
kebanyakan pasien OCD menunjukkan perbaikan, banyak juga yang terus

21
berlanjut mempunyai gejala gangguan ini sepanjang hidup mereka (APA,
2000; dalam Nevid, dkk, 2003). Penderita OCD adalah seorang
perfeksionis, terfokus berlebihan pada detail, aturan, jadwal dan
sejenisnya (Davison, G. C., Neale, J. M., & Kring, A. M., 2006). Orang-
orang tersebut sering kali terlalu memerhatikan detail sehingga mereka
tidak pernah menyelesaikan proyek. Mereka berorientasi pada pekerjaan
dan bukan pada kesenangan serta sangat sulit mengambil keputusan
karena takut salah. Hubungan interpersonal mereka sering kali buruk
karena mereka keras kepala dan menuntut agar segala sesuatu dilakukan
dengan cara mereka. Secara umum mereka serius, rigid, formal, dan tidak
fleksibel, terutama mengenai isu-isu moral. Orang dengan gangguan
obsesif kompulsif mungkin percaya bahwa tindakan kompulsif tersebut
akan mencegah terjadinya suatu peristiwa yang menakutkan, meskipun
tidak ada dasar realistik untuk 24 keyakinan ini dan juga tingkah lakunya
jauh dari masuk akal untuk situasi seperti tersebut.
2) Bentu-bentuk OCD Kompulsi
yang paling umum terjadi melibatkan pengulangan perilaku yang spesifik,
seperti mencuci dan membersihkan, menghitung, meletakkan benda sesuai
dengan urutan, memeriksa, atau memastikan sesuatu. Kompulsi lainnya
yang telah mencuri perhatian para ahli di bidang ini melibatkan
penimbunan barang (Steketee & Frost, 2003 dalam Halgin, 2010: 216)
yang membuat individu menyimpan benda-benda yang tidak berguna.
Secara umum, tampaknya terdapat empat dimensi utama dari simtom
OCD, yaitu obsesi yang diasosiasikan dengan kompulsi memeriksa
sesuatu, kebutuhan akan simetri dan meletakkan sesuatu sesuai dengan
urutan, obsesi akan kebersihan yang diasosiakan dengan kompulsi untuk
membersihkan, dan perilaku menumpuk barang (Mataix-Cols, do Rosario-
Campos, & Leckman, 2005, dalam Halgin, 2010:217). Kebanyakan
kompulsi jatuh ke dalam dua kategori: ritual pengecekan (checking) dan
ritual bersih-bersih (cleaning) (Nevid, dkk, 2003). Dengan mencuci tangan
sedikitnya 40 atau 50 kali berturut-turut setiap kali menyentuh gagang
pintu di tempat umum, pencuci tangan yang secara kompulsif mungkin
merasakan sedikit kelegaan dari kecemasan 25 yang dimunculkan oleh
pikiran obsesif bahwa kuman-kuman atau kotoran masih bermukim di

22
lipatan-lipatan kulit. Berdasarkan berbagai pendapat di atas, terdapat
berbagai bentuk OCD, yaitu:
a. Washer or cleaner Orang yang memiliki ketakutan irasional
terkontaminasi kuman, sehingga secara kompulsif akan berusaha
menghindarkan diri dari kontaminasi tersebut, misalnya selalu
membersihkan diri. Walaupun sudah berkali-kali mencuci, ia tidak
kunjung merasa aman.
b. Checkers Orang yang terobsesi untuk selalu memeriksa. Penyebabnya
adalah kecemasan yang irasional. Misalnya, bila ia tidak mengecek
berulang kali (oven dimatikan, pintu terkunci, dll) dia merasa bahaya
mengintai setiap saat dan bisa mencelakasi diri dan sekelilingnya. Jika hal
buruk tersebut terjadi, maka ia menganggap dialah orang pertama yang
harus disalahkan.
c. Doubters and sinners Merupakan orang yang memiliki perasaan obsesif
dan intruktif, bahkan terkadang menakutkan jika dirinya tidak
melakukannya maka akan mengakibatkan kemalangan atau kecelakaan.
d. Orderers Merupakan orang yang fokusnya mengatur segala sesuatu agar
tepat pada tempatnya. Mereka akan menjadi sangat tertekan apabila benda-
26 benda tersebut dipindahkan, dipegang, atau ditata dengan orang lain.
Mereka mungkin memiliki takhayul tentang angka tertentu, warna,atau
pengaturan.
e. Hoarders Merupakan orang yang senang mengumpulkan barang-barang
yang tidak berharga.
3) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi OCD
Coleman (1984, dalam Slamet, 2003) menyatakan bahwa penyebab tingkah laku
abnormal dan gangguan jiwa tidaklah tunggal. Tapi terkait dengan kompleksnya
perkembangan kepribadian. Gangguan psikologis umunya memiliki banyak
penyebab (multicausal) dan berkaitan dengan apa yang telah ada sebelum
gangguan itu muncul, yaitu faktor-faktor bawaan, predisposisi, kepekaan
(sensitivity) dan kerapuhan (vulnerability). Predisposisi, kepekaan, dan kerapuhan
merupakan hasil interaksi antara faktor-faktor bawaan dengan pengaruh-pengaruh
luar yang terjadi pada seseorang. Berdasarkan tahap berfungsinya, Coleman
(1984, dalam Slamet, 2003) membahas beberapa perspektif penyebab tingkah laku

23
abnormal dengan membedakan antara penyebab primer, penyebab predisposisi,
penyebab yang mencetuskan dan penyebab yang menguatkan (reinforcing).
a. Penyebab primer (Primary Cause) Penyebab primer adalah kondisi yang harus
dipenuhi agar suatu gangguan dapat muncul, meskipun dalam kenyataan
gangguan tersebut tidak atau belum muncul. Misalnya kecemasan yang terjadi
ketika anak masih kecil. Hal ini merupakan penyebab primer yang harus ada
untuk terjadinya gangguan obsesif kompulsif. Meskipun gangguan obsesif
kompulsif itu belum tentu ada dalam kenyataannya.
b. Penyebab predisposisi (Predisposing Cause) Yaitu keadaan sebelum munculnya
suatu gangguan yang merintis kemungkinan terjadinya suatu gangguan di masa
yang akan datang. Misalnya sifat tertutup dapat merupakan predisposisi gangguan
menghindar di kemudian hari.
c. Penyebab yang mencetuskan (Precipitating Cause) Penyebab yang mencetuskan
ialah tegangan-tegangan atau kejadian-kejadian traumatik yang langsung atau
segera menyebabkan gangguan jiwa atau mencetuskan gejala gangguan
jiwa..Misalnya sesorang yang sejak lama memendam frustasi, setelah terjadinya
suatu peristiwa sepele (peristiwa pencetus) mengalami gangguan jiwa, mengalami
kecelakaan, atau menderita penyakit berat.
d. Penyebab yang menguatkan (Reinforcing Cause) Reinforcing adalah kondisi
yang cenderung mempertahankan atau memperkuat tingkah laku maladaptive
yang sudah terjadi. Misalnya 28 sekelompok suku tertentu yang diberi informasi
yang mendukung rasa dendam itu. Adapun berdasarkan sumber asalnya, faktor-
faktor yang mempengaruhi penderita OCD adalah sebagai berikut:
1) Faktor biologis
a) Neurotransmiter Banyak uji coba klinis yang telah dilakukan terhadap berbagai
obat mendukung hipotesis suatu disregulasi serotonin adalah terlibat di dalam
pembentukan gejala gangguan obsesif kompulsif. Penelitian klinis telah mengukur
konsentrasi metabolit serotonin. Sebagai contoh 5-hydroxyindoleacetic acid (5-
HIAA) di dalam cairan serebrospinalis, afinitas, dan sejumlah tempat ikatan
trombosit pada pemberian imipramine (yang berkaitan dengan tempat ambilan
kembali serotonin) telah ditemukan pada pasien OCD. Berbagai penelitian
pencitraan otak fungsional (PET; positron emission tomography) telah
menemukan peningkatan aktivitas di lobus frontalis, ganglia basalis, dan singulum
pada pasien OCD. Terapi farmakologis dan perilaku telah dilaporkan

24
membalikkan kelainan tersebut. Data dari penelitian pencitraan otak fungsional
adalah konsisten dengan data dari penelitian pencitraan otak structural.
b) Genetika Data genetik yang ada tentang gangguan obsesif kompulsif adalah
konsisten dengan hipotesis bahwa penurunan gangguan obsesif kompulsif
memiliki suatu komponen genetika yang signifikan. Penelitian kesesuaian pada
anak kembar yang menderita OCD telah secara konsisten menemukan adanya
angka kesesuaian yang lebih tinggi pada kembar monozigot dibandingkan kembar
dizigot. Penelitian keluarga pada pasien gangguan obsesif kompulsif telah
menemukan bahwa 35% sanak saudara juga menderita gangguan OCD.
c) Data biologis lainnya Penelitian elektrofisiologis, penelitian
elektroensefalogram (EEG) tidur, dan penelitian neuroendokrin telah
menyumbang data yang menyatakan adanya kesamaan antara gangguan depresif
dan gangguan obsesif kompulsif. Penelitian EEG tidur telah menemukan kelainan
yang mirip dengan yang terlihat pada gangguan depresif, seperti penurunan latensi
REM (rapid eye movement). Individu yang memiliki gangguan obsesif mengalami
penurunan latensi REM dalam tidurnya.Akibatnya dia tidak bisa tidur dengan
tenang atau sulit untuk tidur. Tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar yang
penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-
ulang dan masing-masing menyatakan fase kegiatan otak 30 dan badaniah yang
berbeda (Tarwoto, 2006 dalam Bertha, 2013). Tidur adalah salah satu irama
biologis tubuh yang sangat kompleks. Aktivitas tidur diatur dan dikontrol oleh dua
system pada batang otak, yaitu Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar
Synchronizing Region (BSR). RAS di bagian atas batang otak diyakini memiliki
sel-sel khusus yang dapat mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran; memberi
stimulus visual, pendengaran, nyeri, dan sensori raba; serta emosi dan proses
berfikir. Padasaat sadar, RAS melepaskan katekolamin, sedangkan pada saat tidur
terjadi pelepasan serum serotonin dari BSR . Saat bangun RAS mengeluarkan
katekolamin seperti norepineprin. Ketika seseorang mencoba tidur, mereka akan
menutupkan mata dan berada dalam posisi relaks. Stimulus ke RAS menurun. Jika
ruangan gelap dan tenang, maka aktifitas SAR menurun. Pada beberapa bagian ,
SBR mengambil alih. Ada beberapa fungsi tidur, di antaranya yaitu:
a. Regenerasi sel-sel tubuh yang rusak menjadi baru
b. Menambah konsentrasi dan kemampuan tubuh
c. Menimbulkan semangat baru

25
d. Memperlancar produksi hormon pertumbuhan tubuh
e. Memelihara fungsi jantung
f. Mengistirahatan tubuh yang letih akibat aktivitas seharian
g. Menyimpan energi

2.9. Faktor lingkungan yang mempengaruhi gangguan psikososial


Di antara faktor- faktor lingkungan adalah sebagai berikut:
1) Faktor belajar Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah stimuli yang dibiasakan.
Stimulus yang relatif netral disertai dengan kecemasan dan ketakutan melalui proses
pembiasaan responden dengan memasangkan dengan peristiwa alami adalah
berbahaya atau menimbulkan kecemasan. Jadi objek dan pikiran yang sebelumnya 33
netral menjadi stimuli yang terbiasakan yang mampu menimbulkan kecemasan atau
gangguan. Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda. Tindakan tertentu menurunkan
kecemasan yang berkaitan dengan pikiran obsesional. Jadi perilaku kompulsi atau
ritualitas dilakukan sebagai strategi mengendalikan kecemasan.
2) Faktor psikososial
1. Memiliki tendensi berpikir moralitas yang kaku terhadap norma masyarakat,
berpandangan bahwa pikiran-pikiran negatif adalah sesuatu yang tidak bisa diterima
dan membuat mereka akan merasa cemas dan bersalah bila memiliki pemikiran
negatif seperti itu
2. Perselisihan antara ayah dan ibu Hal ini mempengaruhi perkembangan kepribadian
anak. Sifat dan sikap yang mungkin timbul pada anak adalah anak akan bergelisah
hati terus menerus, berkurangnya rasa dirinya terjamin dan rasa disayangi (yang
diperlukan oleh setiap anak). Cenderung menafsirkan orang lain sebagai berbahaya,
sehingga bersikap berbahaya (Maramis, 1994 dalam Baihaqi, 2007:31).
3. Pentingnya pengalaman masa dini dan asuhan keibuan (mothering) Para pakar
psikologi perkembangan menyatakan bahwa tiap tahap perkembangan memiliki
sasaran tertentu. Bila 34 sasaran tidak tercapai, dapat terjadi gangguan penyesuaian
diri pada tahap tersebut yang terlihat sebagai munculnya tingkah laku abnormal.
Deprivasi atau keterlantaran dalam hal kasih sayang ibu di masa dini atau trauma
psikis yang terjadi di masa dini dapat mempengaruhi kepribadian seseorang (emosi,
sikap, predisposisi) yang berakibat jauh ke masa depannya. Mothering atau
pengasuhan anak oleh ibu di masa kecil serta pengaruhnya dalam perkembangan
emosi anak, telah diselidiki oleh Yarrow dan Ribble. Yarrow pada tahun 1961 telah

26
menyelidiki 4 macam deviasa dari normal mothering. Mothering oleh Ribble
dimaksudnya sebagai penerimaan 3 jenis stimulus, yaitu taktil, kinestetik dan
pendengaran (auditory) oleh bayi. Pengasuhan anak atau mothering yang telah disebut
tadi dapat berlangsung dengan cukup baik (adequate), atau kurang baik (inadequate).
Adequate mothering akan dapat mengurangi ketegangan pada anak, sedangkan
inadequate mothering dapat menimbulkan negativism, kurang nafsu makan,
bertambahnya ketegangan otot, dan lain-lain. Menurut Yarrow ada empat macam
deviasi mothering yaitu institutional mothering, mother separation, multiple
mothering dan gangguan dalam kualitas mothering (dalam Stern, 1964).
A. Institutional mothering Yaitu pola pengasuhan di dalam asrama atau tempat-
tempat penampungan lainnya. Misalnya untuk anak yatim atau anak-anak korban
peperangan yang dilakukan oleh pengasuh yang yang jumlah dan kualitasnya terbatas.
Ditemukan bahwa pada anak-anak itu dapat terjadi hambatan dalam perkembangan
intelektual dan bahasa. Anak-anak dalam keadaan ini sering menunjukkan apati
sosial, sikap acuh tak acuh atau haus kasih sayang atau efek. Hal ini dapat menjadi
penyebab dari gangguan karakter dan keterlambatan/retardasi.
B. Mother separation Terpisah dari ibu jika berlangsung terutama sebelum berumur 3
tahun akan menimbulkan protes langsung dan keinginan mencari pengganti ibu pade
tahap permulaan. Pada tahap selanjutnya dapat menimbulkan apati dan penurunan
aktifitas, kemurungan, tidak mau makan (analytic depression), bahan penolakan
terhadap tiap ibu. Anak ini akan ramah terhadap orang lain, tapi tanpa keterlibatan
emosi (without emotional attachment).
C. Multiple mothering Yaitu mendapat kasisayang ibu dengan kasih sayang terjadwal
(scheduled affection). Menurut Yarrow (dalam 36 Slamet, 2003), anak-anak ini akan
lambat dalam mengembangkan kemampuan sosial dan personal, tetapi pada usia 9-11
tahun, anak-anak ini mampu menunjukkan bahwa keadaan deprivasi dan kurangnya
stimuli pada anakanak ini dapat dipulihkan.
D. Gangguan dalam kualitas mothering Gangguan dalam kualitas mothering
disebabkan oleh gangguan kepribadian pada ibu. Bila tidak diimbangi dengan
lingkungan sosial yang positif, dapat menimbulkan keadaan neurosis pada anak dan
perkembangan ego si anak.

27
2.10. Gangguan Obsesisif Komplusif
Gangguan obsesif kompulsif adalah berbeda dari gangguan kepribadian obsesif kompulsif.
Sifat kepribadian obsesif kompulsif tidak cukup untuk perkembangan gangguan obsesif
kompulsif. Hanya kira-kira 15-35% pasien gangguan obsesif kompulsif memiliki sifat
obsesional pramorbid (Kaplan, 2010:59). Penderita OCD Mengalami depresi atau selalu
cemas dalam kesehariannya sehingga mudah memunculkkan pikiran-pikiran negatif meski
hanya berupa kejadian kecil.

BAB III

Penutup
Kesimpulan
psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan
tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya
dengan lingkungan. Dalam pekembangan masa dewasa seorang individu dalam
perkembangannya mulai dari masa dewasa awal sampai masa dewasa lanjut
mengalami perubahan-perubahan dalam dirinya baik yang ditujukan kepada diri
sendiri maupun yang diarahkan pada penyesuaian dalam lingkungannya. Masa
dewasa ialah masa awal dan masa sulit seseorang individu dalam menyesuaikan
dirinya terhadap kehidupan baru dan harapan soaial barunya. Pada masa ini, seorang
individu dituntut untuk melepaskan ketergantungan kepada orang tua dan berusaha
untuk mandiri sebagai seorang manusia dewasa.

Saran
1. Untuk Keluarga

28
Diharapkan agar individu dan keluarga bias mengerti tentang Pertumbuhan dan
Perkembangan Dewasa dan Gangguan Psikososial, dan mengingkatkan perlilaku
sehat dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup.

2. Untuk Masyarakat / Pembaca

Diharapkan kasus dan materi ini dapat dijadikan sebagai bahan ajar dan data untuk
menangani dan menghadapi kasus ketidakberdayaan pada masalah psikososial.

Daftar Pustaka
Fahyuni, Eni Fariyatul dan Istikomah. 2016. Psikologi Belajar dan Mengajar.
Sidoarjo: Nizama Learning Center. Yudrik, Jahja. 2011. Psikologi Perkembangan.
Jakarta:PT. Kharisma Putra Utama. Kartini, Kartono. 1995. Psikologi Anak (Psikologi
Perkembangan). Bandung: Mandar Maju. Tono, Hado Rahayu Sri. 2006. Psikologi
Perkembangan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Hartinah Siti. 2008.
Perkembangan Peserta Didik. Bandung : PT. Refika Aditama

29

Anda mungkin juga menyukai