Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KEPERAWATAN MATERNITAS 1

DOSEN PEMBIMBING: MISROH MULIANINGSIH, Ners, M.Kep

DI SUSUN OLEH:

ANGGI HAPSARI PUTRI 001STYC18


ARFAH 005STYC18
DITA ARDIANA 010STYC18
ELENA SEPTINI MAHARANI 015STYC18
GUNAWAN FEBRIANTO 021STYC18
HIKMAH NURUL ASLAMIAH 025STYC18
IKA CANDRA ULA 031STYC18

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada
waktunya.
Salawat serta salam tak lupa pula kita haturkan kepada junjungan alam
nabi besar muhammad SAW, seorang nabi yang telah membawa kita dari jaman
kegelapan menuju jaman yang terang benerang seperti yang kita rasakan seperti
saat sekarang ini.
Ucapan terimakasih juga kami haturkan kepada Ibu dosen yang telah ikut
serta dalam memberikan tugas makalah “REMAJA”. Makalah ini kami susun
berdasarkan beberapa sumber buku yang telah kami peroleh. Kami berusaha
menyajikan makalah ini dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan yang telah
memberikan sumbang dan sarannya untuk menyelesaikan makalah ini. Kami
menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan, hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan pengetahuan dan
pengalaman yang kami miliki. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi kita semua. Aamiin.

Mataram, 11 September 2019

Kelompok 1
Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................2

1.3 Tujuan Masalah ............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................3

2.1 Pengertian Remaja .......................................................................................3

2.2 Seksualitas pada Remaja ..............................................................................3

2.1.1 Pengertian nutrisi .............................................................................3

2.1.1 Pengertian nutrisi .............................................................................3

2.1.1 Pengertian nutrisi .............................................................................3

2.3 Kehamilan pada Remaja ..............................................................................3

2.4 ......................................................................................................................3

BAB III PENUTUP ..............................................................................................35

3.1 Kesimpulan ................................................................................................35

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia adalah makhluk yang dikatakan sangat unik. Berbagai hal yang
bisa dilakukan oleh manusia dimana makhluk lain tidak bisa
melakukannya. Oleh karena itu manusia dikatakan makhluk yang sangat
unik.
Ada berbagai masa yang dialami oleh manusia yang diantaranya adalah
masa disaat menjadi remaja. Dimana dalam usia ini, pikirannya masih
belum bisa terkontrol dengan sempurna atau baik. Oleh karena itu, peran
orang tua disini sangatlah penting untuk memberikan pendidikan terutama
dalam pendidikan seksualitasnya. Karena dalam masa ini, ia masuk dalam
masa pubertas atau sudah bisa menyukai lawan jenisnya.
Masa remaja adalah fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan
seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak-
anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan
fisik, mental, emosional, dan sosial yang berlangsung pada dekade kedua
masa kehidupan (Pardede, 2008). Pada masa tersebut remaja inginn
mencari identitas dirinya dan lepas dari ketergantungan dengan
orangtuanya, menuju pribadi yang mandiri (Gunarsa,, 2006).
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Masalah
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan
Maternitas 1.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 Pengertian Remaja
Remaja adalah fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang
individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak-anak ke
masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik,
mental, emosional, dan sosial yang berlangsung pada dekade kedua masa
kehidupan (Pardede, 2008). Pada masa tersebut remaja inginn mencari
identitas dirinya dan lepas dari ketergantungan dengan orangtuanya,
menuju pribadi yang mandiri (Gunarsa, 2006).
Masa remaja awal berada pada masa puber yaitu suatu tahap dalam
perkembangan dimana terjadi kematangan alat-alat seksual dan tercapai
kemampuan reproduksi. Gejala pubertas ini dapat ditandai dengan
“menarche” atau haid pertama pada anak perempuan. Variasi pada usia
saat terjadinya pubertas menimbulkan banyak masalah pribadi maupun
sosial bagi anak. Hal ini sebagai akibat dari ketidakmatangan sosial dan
kognitf (daya pikir) mereka, dihubungkan dengan perkembangan fisik
yang lebih awal (Hurlock, 2005).

2. 2 Seksualitas pada Remaja


2.2.1 Pengertian Seksualitas
Seks berarti jenis kelamin. Segala sesuatu yang berhubungan
dengan jenis kelamin disebut dengan seksualitas. Menurut Master,
Johnson, dan Kolodny (1992), seksualitas menyangkut berbagai
dimensi yang sangat luas, di antaranya adalah dimensi biologis,
psikologis, sosial, dan kultural. (Eny.Kusmiran.2011;27).
1. Dimensi Biologis
Berdasarkan perspektif biologis (fisik), seksualitas
berkaitan dengan anatomi dan fungsional alat reproduksi atau
alat kelamin manusia. Termasuk di dalamnya menjaga
kesehatannya dari gangguan seperti penyakit menular seksual,
infeksi saluran reproduksi (ISR), bagaimana memfungsikan
seksualitas sebagai alat reproduksi sekaligus alat rekreasi
secara optimal, serta dinamika munculnya dorongan seksual
secara biologis.
2. Dimensi Psikologis
Berdasarkan diemensi ini. Seksualitas berhubungan erat
dengan bagaimana manusia menjalani fungsi seksual sesuai
dengan identitas jenis kelaminnya, dan bagaimana dinamika
aspek-aspek psikologis (kognisi, emosi, motivasi, prilaku)
terhadap seksulitas itu sendiri, serta bagaimana dampak
psikologis dari keberfungsian seksualitas dalam kehidupan
manusia. Misalnya bagaimana seseorang berprilaku sebagai
seorang laki-laki atau perempuan, bagaimana seseorang
mendapatkan kepuasan psikologis dari prilaku yang di
hubungkan dengan identitas peran jenis kelamin, serta
bagaimana perilaku seksualnya dan motif yang melatar
belakanginya.
3. Dimensi Sosial
Dimensi sosial melihat bagaimana seksualitas muncul
dalam relasi antar manusia, bagaimana seseorang beradaptasi
atau menyesuaikan diri dengan tuntutan peran dari lingkungan
sosial, serta bagaimana sosialisasi peran dan fungsi seksualitas
dalam kehidupan manusia.
4. Dimensi Kultural dan Moral
Dimensi ini menunjukan bagaimana nilai-nilai budaya dan
moral mempunyai penilaian terhadap seksualitas yang berbeda
dengan negara barat. Seksualitas di negara-negara barat pada
umumnya menjadi salah satu aspek kehidupan yang terbuka
dan menjadi hak asasi manusia. Berbeda halnya dengan
moralitas agama, misalnya menganggap bahwa seksualitas
sepenuhnya adalah hak Tuhan sehingga penggunaan dan
pemanfaatannya harus dilandasi dengan norma-norma agama
yang sudah mengatur kehidupan seksualitas manusia secara
lengkap.
Menurut Blanch dan Collier (1993), seksualitas meliputi lima
area.
a. Sensualitas
Adalah kenikmatan yang merupakan bentuk interaksi antara
pikiran dan tubuh. Umumnya sensualitas melibatkan
pancaindra (aroma, rasa, penglihatan, pendengaran,
sentuhan) dan otak (organ yang paling kuat terkait dalam
seks dalam fungsi fantasi, antisipasi, memori, atau
pengalaman).
b. Intimacy
Ikatan emosional atau kedekatan dalam relasi interpersonal.
Biasanya mengandung unsure-unsur kepercayaan,
keterbukaan diri, kelekatan dengan orang lain, kehangatan,
kedekatan fisik, dan saling menghargai.
c. Identitas
Peran jenis kelamin yang mengandung pesan-pesan gender
perempuan dan laki-laki dan mitos-mitos (feminimitas dan
maskulinitas), serta orientasi seksual. Hal ini juga
menyangkut bagaimana seseorang menghayati peran jenis
kelamin sesuai dengan peran jenis kelaminnya.
d. Lingkaran Kehidupan (lifecycle)
Aspek biologis dari seksualitas yang terkait dengan anatomi
dan fisiologis organ seksual.
e. Eksploitasi (exploitation)
Unsur control dan manipulasi terhadap seksualitas, seperti:
kekerasan seksual, pornografi, pemerkosaan, dan pelecehan
seksual.
Sementara itu, menurut hidayat (1997), ruang lingkup
seksualitas terbagi atas hal-hal berikut.
a. Seksual Biologis
Komponen yang mengandung beberapa cirri dasar seks
yang terlihat pada individu yang bersangkutan (kromosom,
hormone, serta cirri seks primer dan sekunder). Ciri seks
primer timbul sejak lahir, yaitu alat kelamin luar (genitalia
eksterna) dan alat kelamin dalam (genitalia interna). Ciri
seks sekunder timbul saat seorang meningkat dewasa,
misalnya timbul bulu-bulu badan ditempat tertentu (ketiak,
dada); berkembangnya payudara perempuan, dan
perubahan suara laki-laki.
b. Identitas Seksual
Identitas seksual adalah konsep diri pada individu yang
menyatakan dirinya laki-laki atau perempuan. Identitas
seksual dalam bentuknya banyak dipengaruhi oleh
lingkungan dan tokoh yang sangat penting (orangtua).
c. Identitas Gender
Identitas gender adalah penghayatan perasaan kelaki-lakian
atau keperempuanan yang dinyatakan dalam bentuk prilaku
sebagai laki-laki atau perempuan dalam lingkungan
budayanya. Identitas budaya merupakan interaksi antara
faktor fisik dan psikoseksual. Iteraksi yang harmonis di
antara kedua faktor ini akan menunjang perkembangan
norma seorang perempuan atau laki-laki.
d. Prilaku Seksual
Prilaku seksual yang orientasi seksual dari seorang
individu, yang merupakan interaksi antara kedua unsur
yang sulit dipisahkan, yaitu tingkah laku seksual dan
tingkah laku gender. Tingkah laku seksual, yaitu orgasmus.
Tingkah laku gender adalah tingkah laku dengan konotasi
maskulin atau feminim di luar tingkah laku seksual.
Perilaku seksual itu mulai tampak setelah anak menjadi
remaja.
2.2.2 Tujuan Seksualitas
1. Tujuan umum: meningkatkan kesejahteraan kehidupan
manusia. (Eny.Kusmiran.2011;29).
2. Tujuan khusus:
a. Prokreasi (menciptakan atau meneruskan keturunan);
b. Rekreasi (memperoleh kenikmatan biologis/seksual).
2.2.3 Dimensi Pribadi yang Terkait Dengan Seksualitas
Berikut ini adalah tiga elemen dimensi pribadi yang terkait dengan
seksualitas. (Eny.Kusmiran.2011;30).
1. Harga diri.
Adalah konsep individu tentang dirinya yang menggambarkan
pemaknaan tentang diri serta seberapa jauh kepuasan yang
didapatkannya dari gambaran tentang diri tersebut, sangat
memengaruhi tingkah laku seorang.
2. Kemampuan berkomunikasi
Yaitu cara remaja mengekspresikan perasaan, keinginan, dan
pendapatnya tentang masalah-masalah yang berhubungan
dengan seksualitasnya. Bila remaja mampu
mengomunikasikannya dengan baik, maka akan
memepermudah dirinya dalam menanggulangi permaslahan
seksualitas yang dialami.
3. Kemampuan mengambil keputusan
Sepanjang kehidupan, banyak keputusan mengenai seksualitas
yang harus diambil, misalnya; perilaku seksual yang dipilih,
memilih pasangan hidup, dan perencanaan kehamilan.
2.2.4 Sikap Positif Terhadap Seksualitas
Tingkah laku yang menunjukan sikap positif terhadap seksualitas
adalah sebagai berikut. (Eny.Kusmiran.2011;30).
1. Menempatkan seks sesuai dengan fungsi dan tujuan.
2. Tidak menganggap seks itu jijik, tabu, dan jorok.
3. Tidak menjadikan candaan dan bahan obrolan murahan.
4. Mengikuti norma atau aturan dalam menggunakannya.
5. Membicarakan seks dalam konteks ilmiah atau belajar untuk
memahami diri dan orang lain, serta pemanfaatan secara baik
dan benar sesuai dengan fungsi dan tujuan sakralnya.
2.2.5 Perkembangan Seksualitas Remaja
Sejak masa remaja, pada diri seorang anak terlihat adanya
perubahan-perubahan pada bentuk tubuh yang disertai dengan
perubahan struktur dan fungsi. Pematangan kelenjar pituitari
berpengaruh pada proses pertumbuhan tubuh sehingga remaja
mendapatkan ciri-cirinya sebagai perempuan dewasa atau laki-laki
dewasa.
Masa dewasa diawali oleh masa pubertas, yaitu masa terjadinya
perubahan-perubahan fisik (meliputi penampilan fisik seperti
bentuk tubuh dan proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis
(kematangan organ-organ seksual). Perubahan tubuh ini disertai
dengan perkembangan bertahap dari karekteristik seksual primer
dan karakteristik seksual sekunder.
Karakteristik seksual perimer mencakup perkembangan organ-
organ reproduksi, sedangkan karakterisktik seksual sekunder
mencakup perubahan dalam bentuk tubuh sesuai dengan jenis
kelamin, misalnya: pada remaja putrid ditandai dengan pembesaran
buah dada dan pinggul; sedangkan pada remaja putra mengalami
pembesaran suara, tumbuh bulu dada, kaki, serta kumis.
Karakteristik seksual sekunder ini tidak berhubungan langsung
dengan fungsi reproduksi, tetapi perannya dalam kehidupan
seksual tidak kalah pentingnya karena berhubungan dengan sex
appeal (daya tarik seksual).
Kematangan seksual pada remaja ini menyebabkan munculnya
minat seksual dan keingintahuan remaja tentang seksual.
(Eny.Kusmiran.2011;30).
Menurut Tanner (1990), minat seksual remaja anatara lain
sebagai berikut.
1. Minat dalam Permasalahan yang Menyangkut kehidupan
seksual
Remaja mulai ingin tentang kehidupan seksual manusia. Untuk
itu, mereka mencari informasi mengenai seks, baik melalui
buku, film, atau gambar-gambar lain yang dilakukan secara
sembunyi-sembunyi. Hal ini dilakukan remaja karena kurang
terjalinnya komunikasi yang bersifat dialogis antara remaja
dengan orang dewasa, baik orangtua maupun guru, mengenai
masalah seksual, dimana kebanyakan masyarakat masih
menganggap tabu untuk membicarakan maslah seksual dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Keterlibatan Apek Emosi dan Sosial pad Saat Berkencan
Perubhan fisik dan fungsi fisiologis pada remaja, menyebakan
daya tarik terhadap lawan jenis yang merupakan akibat
timbulnya dorongan-dorongan seksual. Misalnya, pada anak
laki-laki dorongan yang ada dalam dirinya terealisasi dengan
aktivitas mendekati teman perempuannya, hingga terjalin
hubungan. Dalam berkencan, biasanya para remaja melibatkan
aspek emosi yang diekspresikan dengan berbagai cara, seperti
bergandengan tangan, berciuman, memberikan tanda mata,
bunga, kepercayaan, dan sebgainya.
3. Minat dalam Keintiman Secara Fisik
Dengan adanya dorongan-dorongan seksual dan rasa
ketertarikan terhadap lawan jenis kelaminnya, perilaku remaja
mulai diarahkan untuk menarik perhatian lawan jenis
kelaminnya. Dalam rangka mencari pengetahuan mengenai
seks, ada remaja yang melakukannya secara terbuka bahkan
mulai mencoba mengadakan eksperimen dalam kehidupan
seksual. Misalnya dalam berpacaran, mereka mengekspresikan
perasaannya dalam bentuk-bentuk prilaku yang menuntut
keintiman secara fisik dengan pasangannya, seperti berciuman,
bercumbu, dan lain-lain.
Perkembangan minat seksual ini menyebabkan masa remaja
disebut juga dengan “masa keaktifan seksual tinggi” yang
merupakan masa ketika masalah seksual dan lawan jenis
menjadi bahan pembicaraan yang menarik dan dipenuhi dengan
rasa ingin tahu tentang masalah seksual.
2.2.6 Tugas Perkembangan Seksualitas Remaja
Secara psikologis, pada fase remaja ini ada dua aspek yang
penting yang harus dipersiapkan yaitu sebagai berikut.
(Eny.Kusmiran.2011;33).
1. Orientasi Seksual
Heterokseksualitas rasa tertarik terhadap lawan jinis timbul dan
sejalan dengan berkembangnya minat terhadap aktivitas yang
berhubungan dengan seks. Keadaan ini ditandai oleh rasa ingin
tahu yang kuat dan kehausan akan informasi yang selanjutnya
dapat berkembang ke arah tingkah laku seksual yang
sesungguhnya.
Relasi heteroseksual manusia umumnya mengikuti pola
tertentu, yaitu pengidolaan (terhadap figur tertentu), cinta
monyet (perasaan ketertarikan seksual terhadap lawan jenis
yang masih berpindah-pindah), pacaran (menjalin komitmen),
bertunangan (going steady), dan menikah.
2. Peran Seks
Peran seks adalah menerima dan mengembangkan peran serta
kemampuan tertentu selaras dengan jenis kelaminnya. Bagi
remaja laki-laki, hal itu mungkin tidak terlalu menjadi masalah.
Namun, bagi remaja perempuan, bermacam revolusi dan
perubahan pandangan atau nilai terhadap peran perempuan
yang berlangsung terus-menerus sampai saat ini dapat
menimbulkan masalah tertentu. Perubahan-perubahan nilai dan
norma tentang seks yang terjadi saat ini dapat menimbulkan
berbagai persoalan bagi remaja (pelacuran, penyakit kelamin
menular, penyimpangan seksual, kehamilan diluar nikah dan
sebagainya).
2.2.7 Perilaku Seksual Remaja
2.2.8 Kontrasepsi 830
2.2.9 Aborsi 831
2.2.10 Pendidikan seks 831
2.2.11 Penyakit Hubungan Seksual dan Human Immunodeficieny
Virus
2. 3 Kehamilan Pada Remaja
Kehamilan bisa menjadi dambaan, tetapi juga dapat menjadi suatu
malapetaka apabila kehamilan ini dialami oleh remaja yang belum
menikah. Di Amerika Serikat, diperlukan terjadi 130.000 kelahiran bayi
dari hasil hubungn pranikah. Angka tersebut dapat jaub lebih kecil
dibandingkan hal yang terjadi sebenarnya. Masalah tersebut ternyata lebih
menonjol di berbagai negara Eropa dan asia. (Eny.Kusmiran.2011;35).
Beberapa alasan mengapa kehamilan remaja dapat menimbulkan risiko
adalah sebagai berikut.
1. Rahim belum siap mendukung kehamilan
2. Sistem hormonal belum terkoordinasi lancar.
3. Kematangan psikologis untuk menghadapi proses persalinan yang
traumatik dan untuk mengasu anak/memelihara belum mencukupi.
Kehamilan pada masa remaja mempunyai risiko medis yang cukup
tinggi, karena pada masa remaja ini, alat reproduksi belum cukup matang
untuk melakukan fungsinya. Rahim uterus baru siap melakukan fungsinya
setelah umur 20 tahun, karena pada usia ini fungsi hormonal melewati
masa kerjanya yang maksimal. Rahim pada seorang wanita mulai
mengalami kematangan sejak umur 14 tahun yang ditandai dengan
dimulainnya menstruasi. Pematangan rahim dapat pula dilihat dari
perubahan ukuran rahim secara anatomis. Pada seorang wanita, ukuran
rahim berubah sejalan dengan umur dan perkembangan hormonal.
Pada seorang anak yang berumur kurang 8 tahun, ukuran rahimnya
kurang lebih hanya setengah dari panjang vaginanya. Setelah umur 8
tahun, ukuran rahim kurang lebih sama dengan vaginanya. Hal ini
berlanjut sampai usianya kurang lebih 14 tahun masa menstruasi hingga
besar rahimnya lebih besar sedikit dari ukuran vaginanya. Ukuran ini
menetap sampai terjadinya kehamilan. Pada usia 14-18 tahun,
perkembangan otot-otot rahim belum cukup baik kekuatan dan
kontraksinya sehingga jika terjadi kehamilan rahim dapat ruptur (robek).
Di samping otot rahim, penyangga rahim juga belum cukup kuat untuk
menyangga kehamilan sehingga risiko yang lain dapat juga terjadi yaitu
prolapsus uteri (turunya rahim ke liang vagina pada saat persalinan).
Pada usia 14-19 tahun, sistem hormonal belum stabil. Hal ini dapat
dilihat dari siklus menstruasi yang belum teratur. Ketidakteraturan tersebut
dapat berdampak jika terjadi kehamilan. Kehamilan menjadi tidak stabil,
mudah terjadi perdarahan, dan terjadilah abortus atau kematian janin. Usia
kehamilan terlalu dini dari persalinan memperpanjang rentang usia
reproduksi aktif. Hal ini dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim di
kemudian hari.
2.3.1 Kehamilan Tidak Diinginkan pada Remaja
Kehamilan tidak diinginkan (unwanted pregnancy). merupakan
terminologi yang biasa dipakai untuk memberi istilah adanya
kehamilan yang tidak dikehendaki oleh wanita bersangkutan
maupun lingkungannya. Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD)
adalah suatu kehamilan yang terjadi dikarenakan suatu sebab
sehingga keberadaannya tidak diinginkan oleh salah satu atau
kedua calon orangtua bayi tersebut. KTD pada remaja disebabkan
oleh faktor-faktor berikut. (Eny.Kusmiran.2011;36).
1. Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi.
2. Faktor dari dalam diri remaja sendiri yang kurang memahami
swadarmanya sebagai pelajar.
3. Faktor dari luar, yaitu pergaulan bebas tanpa kendali orangtua
yang menyebabkan remaja merasa bebas untuk melakukan apa
saja yang diinginkan.
4. Perkembangan teknologi media komunikasi yang semakin
canggih yang memperbesar kemungkinan remaja mengakses
apa saja termaksuk hal-hal yang negatif.
Sebagian besar kehamilan remaja merupakan yang tidak
diiginkan. Banyak faktor yang dapat menyebabkan kehamilan
remaja yang tidak diinginkan, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Usia menstruasi yang semakin dini disertai usia kawin yang
semakin tinggi menyeabakan masa-masa rawan yaitu
kecenderungan perilaku seksual aktif semakin memanjang. Hal
ini terbukti dengan banyaknya kasus kehamilan remaja di luar
nikah.
2. Ketidaktahuan atau minimnya pengetahuan tentang perilaku
seksual yang dapat menyebabkan kehamilan.
3. Tidak menggunakan alat kontrasepsi.
4. Kegagalan alat kontrasepsi akibat remaja menggunakan alat
kontrasepsi tanpa disertai pengetahuan yang cukup tentang
metode kontrasepsi yang benar.
5. Kehamilan akibat pemerkosaan, di antaranya pemerkosaan oleh
teman kencannya data rape.
Kinsey dkk. Mengungkapkan bahwa kekhawatiran dan rasa
takut terhadap kehamilan dalam remaja sebesar 44 persen dan
respondenperempuan yang pernah melakukan hubungan seksual
pranikah. Sekitar 89 persen justru takut karena alasan moral dan
sosial bukan karna alasan kesehatan.
Hal tersebut telah menjadi faktor yang membatasi perilaku
seksual pranikah di masyarakat. Kenyataan bahwa hubungan
seksual pranikah sering kali tidak menyenangkan, merupakan hal
umum yang dipercaya oleh banyak orang dan tidak mempunyai
tempat pada nilai-nilai moral. Beberapa pakar menyatakan bahwa
aktivitas seksual pranikah selalu membawa gangguan psikologis
dan penyesalan berkepanjangan, terlebih lagi jika kehamilan telah
menjadi buah hubunagan tersebut sehingga hubungan seksual
pranikah diketahui oleh orang lain.
Pada kehamilan pranikah, rasa malu dan perasaan bersalah
yang berlebihan dapat dialami remaja. Apalagi jika kehamilan
tersebut diketahui pihak lain seperti orangtua. Hal yang
memperberat masalah adalah terkadang orangtua atau orang yang
mengetahui tidak mampu menghadapi persoalan tersebut secara
proporsional, bahkan cenderung mengakibatkan suatu tindak
kekerasan yang traumatik terhadap anak. Hal ini menambah
tekanan psikologis yang berat yang pada akhirnya mengarah pada
depresi (rasa tertekan yang mendalam).
2.3.2 Risiko yang Timbul Akibat Kehamilan yang tidak Diinginkan
Beberapa risiko yang timbul akibat kehamilan yang tidak
diinginkan adalah sebagai berikut. (Eny.Kusmiran.2011;37).
1. Risiko medis.
a. Aborsi tidak aman berkontribusi pada kematian dan
kesakitan ibu .
b. Gangguan kesehatan.
2. Psikologis.
a. Rasa bersalah.
b. Depresi.
c. Marah dan agresi.
d. Remaja atau calon ibu merasa tidak ingin dan tidak siap
untuk hamil.
3. Psikososial.
a. Ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial
yang tiba-tiba berubah.
b. Tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak
keadaan tersebut.
c. Dikucilkan dar masyarakat dan hilang kepercayaan diri.
4. Masa depan remaja dan janin.
a. Terganggunya kesehatan.
b. Risiko krlainan janin dan tingkat kematian bayi yang tinggi.
c. Pernikahan remaja dan pengguguran kandungan.
d. Putus sekolah.
e. Bila bayi dilahirkan, masa depan anak mungkin saja
terlantar.
f. Perkembangan bayi yang tertahan.
g. Bayi terlahir dengan berat rendah.
Kehamilan remaja dapat menyebabkan terganggunya
perencanaan masa depan remaja. Misalnya kehamilan pada remaja
sekolah, remaja akan terpaksa meninggalkan sekola, hal ini berarti
terhambat atau bahkan mungkin tidak tercapai cita-citaya.
Sementara itu, kehamilan remaja juga mengakibatkan lahirnay
anak yang tidak diinginkan, sehingga akan berdampak pada kasih
sayang ibu terhadap anak tersebut. Masa depan anak ini dapat
mengalami hambatan yang menyedihkan karena kurangnya
kualitas asuh dari ibunya yang masih remaja dan belum siap
menjadi ibu. Perkembangan psikogis anak akan terganggu. Besar
kemungkinan anak tersebut tumbuh tanpa kasih sayang dan
mengalami perlakuan penolakan dari orang tuanya.
Selain hal-hal di atas, terdapat pula perlakuan yang kurang adil
dari masyarakat atau institusi formal terhadap remaja perempuan.
Sering kali dalam suatu kasus kehamilan di luar nikah, yang
menjadi korban, misalnya tidak boleh melanjutkan sekolah, adalah
remaja perempuan. Sedangkan remaja laki-laki masih
diperbolehkan melanjutkan sekolah. Pandangan negatif dari
masyarakat pun cenderung lebih memberatkan perempuan
dibandingkan laki-laki.
2.3.3 aaaaaaa
2.3.4 aaaaaaaa
2.3.5 aaaaaa
2. 4 Menjadi Orangtua pada Masa Remaja
Transisi menjadi orangtua mungkin sulit bagi orang tua yang masih
remaja.Koping dengan tugas-tugas perkembangan orangtua seringkali
diperburuk oleh kebutuhan dan tugas perkembangan remaja yang belum
dipenuhi.Remaja dapat mengalami kesulitan dalam menerima perubahan
citra diri dan menyesuaikan peran-peran baru yang berhubungan dengan
tanggung jawab merawat bayi.Mereka mungkin merasa “berbeda” dari
teman sebayanya, diasingkan dari kegiatan-kegiatan yang menyenangkan,
dan terpaksa masuk ke peran sosial orang dewasa lebih dini.Konflik antara
keinginan mereka sendiri dan kebutuhan bayi, selain toleransi yang rendah
terhadap frustasi, yang merupakan ciri khas remaja, lebih jauh turut
membentuk stress psikologis normal yang dialami saat melahirkan anak.
Berbeda perbedaan antara ibu remaja dan ibu dewasa telah diamati,
misalnya, ibu remaja memberi perawatan fisik yang hangat dan penuh
perhatian.Akan tetapi, mereka menggunakan lebih sedikit interaksi verbal
daripada orang tua dewasa dan remaja cenderung kurang responsif
terhadap bayi mereka daripada ibu berusia lebih tua.Meskipun dari
beberapa hasil pengamatan ditemukan bahwa beberapa remaja
memperlihatkan perilaku yang lebih agresif, tidak ditemukan insiden
penganiayaan anak yang lebih tinggi.Sebagai perbandingan dengan ibu
dewasa, ibu remaja memiliki pengetahuan yang terbatas tentang
perkembangan anak.Mereka cenderung berharap terlalu banyak dan terlalu
cepat dari anak-anak mereka dan seringkali mengatakan bahwa bayi
mereka rewel.Pengetahuan yang terbatas ini dapat membuat remaja tidak
memberi respons yang tepat terhadap bayi mereka. (Bobak, Lowdermilk,
Jensen.2012;835).
2.4.1 Tugas Perkembangan Orangtua
Tugas perkembangan orangtua terdiri dari: (Bobak,
Lowdermilk, Jensen.2012;835).
1. Menyatukan gambaran anak yang dibayangkan dengan anak
sesungguhnya
2. Menjadi terampil dalam aktivitas merawat
3. Menyadari kebutuhan bayi
4. Menyatukan bayi kedalam keluarga
Meskipun secara biologis adalah mungkin bagi seoorang
remaja puteri untuk menjadi orang tua, tetapi egosentrisme dan
pikiran konkret remaja menghambat kemampuan mereka dalam
berperan sebagai orangtua yang efektif.Remaja tahap awal tidak
berpengalaman dan tidak siap untuk mengenali tanda-tanda awal
penyakit, bahaya potensial, atau bahaya dalam rumah tangga.Bayi
dapat tanpa sengaja terabaikan. Bayi yang lahir dari remaja
berisiko sembilan kali lebih besar meninggal akibat kecelakaan dan
penganiayaan daripada bayi yang lahir dari ibu berusia lebih tua
(McAnarney, Greydanus, 1989).Angka kematian bayi yang lebih
tinggi ini antara lain disebabkan ibu remaja tidak berpengalaman,
memiliki pengetahuan yang kurang, dan tidak dewasa. Hal ini
menyebabkan ia tidak mampu mengenali masalah dan memperoleh
sumber-sumber yang penting. Sekalipun demikian, pada banyak
kasus, dengan dukungan yang adekuat dan penyuluhan tentang
tahap perkembangan yang sesuai, remaja dapat mempelajari
keterampilan menjadi orangtua yang efektif.
Upaya mempertahankan hubungan dengan ayah bayi akan
bermanfaat bagi ibu dan anaknya. Keterlibatan ayah secara
langsung berhubungan dengan perilaku ibu yang tepat (Ruff,1990),
peningkatan rasa percaya diri dan rasa aman ibu, dan rasa percaya
yang sehat dari bayi, harga diri, dan keterampilan sosial (Sander,
Rosen, 1989)
2.4.2 Keluarga Besar
Masa usia subur pada keluarga berpenghasilan rendah
seringkali dilalui tanpa dukungan dan kehadiran ayah bayi yang
baru lahir. Bagi remaja tahap awal, anggota keluarga lain dapat
berperan penting dalam perawatan bayi. Seringkali nenek bayi
tersebut mendukung, melatih, atau mengawasi ibu remaja ini saat
ia mempelajari peran ibu. Seringkali nenek si bayi melakukan
peran petugas kesehatan primer karena ia berpikir puterinya terlalu
muda atau tidak dapat mengambil keputusan yang penting sebagai
pengasuh. (Bobak, Lowdermilk, Jensen.2012;835).
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Remaja adalah fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang
individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak-anak ke
masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik,
mental, emosional, dan sosial yang berlangsung pada dekade kedua masa
kehidupan (Pardede, 2008). Pada masa tersebut remaja ingin mencari
identitas dirinya dan lepas dari ketergantungan dengan orangtuanya,
menuju pribadi yang mandiri (Gunarsa, 2006).
Sejak masa remaja, pada diri seorang anak terlihat adanya perubahan-
perubahan pada bentuk tubuh yang disertai dengan perubahan struktur dan
fungsi.
Keluarga memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian
anak. Karena keluarga adalah tempat pendidikan yang paling pertama
untuknya.
DAFTAR PUSTAKA
Kusmiran, Eny. 2011. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta:
Salemba Medika
Bobak. Dkk. 2012. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai