Anda di halaman 1dari 51

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN PERUBAHAN

FISIOLOGIS PADA SISTEM INTEGUMEN & ROLE PLAY

Disusun unntuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik

Dosen Pengampu : Herlina Lidyawati, S.Kep,Ners., M.Kep

Disusun Oleh :

Dina Agustina C1AA20022


Muammaden Alwatuni C1AA20060

Mohamad Hasbi C1AA20058


Nadilla Choerunnisa C1AA20062
Nisha Sabina C1AA20068

Nuraeni C1AA20072
Syifa Vidi C1AA20112

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam juga
disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul ”Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan
Perubahan Fisiologis Sistem Integumen” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulis
dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu Herlina Lidyawati,S.Kep,Ners.,M.Kep Pada
mata kuliah Keperawatan Gerontik.

Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang “Asuhan
Keperawatan Pada Lansia Dengan Perubahan Fisiologis Sistem Integumen” bagi penulis. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada selaku dosen mata kuliah Keperawatan Gerontik Ibu Herlina
Lidyawati,S.Kep,Ners.,M.Kep yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari cara
penulisan, maupun isinya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritikan dan saransaran
yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Sukabumi, November 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii

BAB 1.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN......................................................................................................................1

A. Latar Belakang .................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................................1

C. Tujuan ..............................................................................................................................2

BAB II........................................................................................................................................3

PEMBAHASAN ........................................................................................................................3

A. Konsep Sistem Integumen Pada Lansia .............................................................................3

1. Perubahan Sistem Integumen pada Masa Penuaan .....................................................3

2. Masalah Kulit yang Sering Terjadi pada Lansia ........................................................5

B. Konsep Dasar Dekubitus ..................................................................................................8

1. Definisi Dekubitus ....................................................................................................8

2. Derajat Ulkus Dekubitus ...........................................................................................9

3. Lokasi Dekubitus .................................................................................................... 11

4. Patofisiologi............................................................................................................ 11

5. Pathway Resiko Dekubitus ...................................................................................... 12

6. Faktor Resiko .......................................................................................................... 13

7. Komplikasi Ulkus Dekubitus .................................................................................. 15

8. Pemeriksaan Penunjang .......................................................................................... 15

9. Penatalaksaan.......................................................................................................... 15

ii
C. Asuhan Keperawatan Dekubitus ..................................................................................... 16

1. Pengkajian .............................................................................................................. 17

2. Diagnosa Keperawatan............................................................................................ 34

3. Intervensi Keperawatan ........................................................................................... 35

4. Implementasi dan Evaluasi ...................................................................................... 41

BAB III .................................................................................................................................... 46

PENUTUP ............................................................................................................................... 46

A. Kesimpulan .................................................................................................................... 46

B. Saran .............................................................................................................................. 46

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. iii

iii
BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Lansia yaitu tahap lanjut dari proses kehidupan dimana terjadi penurunan
kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia juga merupakan
keadaan dengan kegagalan mempertahankan kondisi stress fisiologis agar tetap seimbang
(Muhith & Siyoto, 2016). Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), lansia terbagi atas
empat kelompok, yaitu usia pertengahan (middle age) yaitu 45-59 tahun, lanjut usia (elderly)
yang berusia 60-74 tahun, lanjut usia tua (Old) yang berusia 74-90 tahun dan usia sangat tua
(Very 0ld) jika usia lebiih dari 90 tahun (Ekasari, dkk, 2018).

Semakin panjang umur lansia maka semakin tinggi pula risiko terkena penyakit.
Mudahnya lansia terkena penyakit disebabkan oleh berkurangnya daya tahan tubuh dan
efisiensi mekanisme homeostatis yang menurun (Fahlevi, 2019). Pertambahan usia
menyebabkan fungsi fisiologis lansia mengalami proses degeneratif (penuaan) sehingga
banyak lansia menderita penyakit tidak menular dan penyakit menular seperti paru-paru
(gangguan pernafasan), kardiovaskuler (penyakit jantung), hipertensi, pencernaan (gastritis),
rematik dan penyakit lain (Ekasari et al., 2018)

Menurut Kemenkes RI (2017), populasi penduduk dunia merupakan era ageing


population karena jumlah penduduk yang berusia lebih dari 60 tahun melebihi 7 persen dari
total penduduk. Jumlah lansia tahun 1950 sebanyak 205 juta dan pada tahun 2012 meningkat
menjadi 810 juta orang. Dan diproyeksikan akan meningkat mencapai 2 milyar pada tahun
2050 (UNFPA, 2012). Menurut data BPS (2020),

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses perubahan sistem integumen pada masa penuaan?


2. Bagaimana asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah integumen?

1
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui proses perubahan sistem integumen pada masa penuaan


2. Untuk mengetahui bagaimana proses asuhan keparawatan pada lansia dengan masalah
integumen

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Sistem Integumen Pada Lansia

1. Perubahan Sistem Integumen pada Masa Penuaan

Berbagai degenerasi muncul di kulit seiring dengan pertambahan usia. Ketebalan


dan elastisitas kulit juga semakin berkurang pada orang yang sudah lanjut usia. Kerutan
dan lipatan-lipatan semakin bermunculan di area wajah, leher, dan lengan atas. Kondisi
tersebut dapat menyebabkan gangguan pada kepercayaan dan persepsi diri seseorang.
Perubahan ini tidak hanya berdampak pada penampilan, tetapi juga pada fungsi kulit.

Penuaan pada kulit dibedakan menjadi dua macam, penuaan intrinsik dan
penuaan ekstrinsik. Penuaan intrinsik disebabkan oleh faktor intrinsik, antara lain faktor
genetik dan proses penuaan normal. Penuaan ekstrinsik disebabkan oleh faktor ekstrinsik,
antara lain paparan terhadap sinar ultraviolet, merokok, dan polusi. Paparan dan
kerusakan akibat sinar matahari (kerusakan aktin) akan mempengaruhi penampakan
kulit, sedangkan kerutan pada kulit akan dipercepat oleh merokok.

a. Epidermis

Selama proses menua terjadi, lapisan epidermis menjadi semakin tipis,


sehingga kulit lansia kehilangan kelembaban dan cenderung kering dan kasar. Setelah
usia 50 tahun, mitosis sel epidermis melambat 30% sehingga waktu penyembuhan
luka semakin lama dan terjadi peningkatan resiko infeksi. Lapisan kulit menjadi
semakin tipis sehingga dengan gesekan yang minimal sekalipun, luka dapat terjadi
pada kulit. Tidak hanya kulit, melanosit jumlahnya juga berkurang, sehingga kulit
tampak semakin pucat dan tidak cerah. Hal ini meningkatkan resiko kerusakan kulit
akibat terpapar ultraviolet. Sel yang lain mungkin tidak dapat berfungsi dengan baik
sehingga terjadi pigmentasi yang tidak merata pada permukaan kulit.

Seiring dengan proses penuaan, pembentukan vitamin D secara alamiah


dengan bantuan sinar matahari semakin berkurang. Kesimpulan yang dapat diambil
adalah lansia tidak boleh terlalu lama terpapar pada sinar matahari karena resiko

3
kerusakan kulit yang dialami, hipersensitivitas tehadap sinar matahari karena
medikasi, dan resiko hipertermia. Sinar matahari masih diperlukan oleh lansia untuk
mempertahankan perolehan vitamin D dari sinar matahari, pencegahan kanker, dan
menurunkan resiko jatuh.

b. Lapisan Subkutan

Seiring dengan pertambahan usia, lapisan lemak subkutan semakin menipis


secara bertahap. Penipisan ini tampak jelas pada wajah, leher, tangan, dan kaki bagian
bawah sehingga vena tampak sangat jelas dan lebih rentan mengalami cedera. Selain
menipis, lemak juga akan berkumpul di beberapa area tubuh, antara lain area perut
(pada laki-laki) dan paha (pada perempuan).

c. Rambut

Rambut lansia berwarna putih atau keabu-abuan. Hal ini disebabkan oleh
penurunan melanosit. Tekstur rambut menjadi kasar dan semakin tipis. Penurunan
produksi hormon menyebabkan kerontokan rambut di area pubis dan aksila.
Kebotakan rambut lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan perempuan.

d. Kuku

Pada dasarnya, kuku terdiri dari 18% air. Pemeriksaan dan pemeliharaan kuku
sering terlewat pada lansia. Setelah mengalami proses penuaan, terjadi perubahan
histopatologi pada kuku. Kuku lansia cenderung menebal, berwarna kekuningan atau
keabu-abuan (Baran, 2011). Penyebab perubahan kuku ini masih belum diketahui
penyababnya, namun kemungkinan disebabkan oleh perubahan struktur pembuluh
darah di kuku serta paparan sinar ultraviolet dalam waktu yang lama (El‐Domyati,
Abdel‐Wahab, & Abdel‐Azim, 2014). Pemanjangan kuku semakin lama, akibatnya
lapisan kuku semakin menumpuk dan lebih rentan patah dan kasar. Pertumbuhan
kuku arahnya relatif normal kecuali jika pernah mengalami trauma atau menderita
penyakit tertentu sehingga terinfeksi jamur.

e. Kelenjar

Ukuran, jumlah, dan fungsi kelenjar apokrin serta ekrin semakin menurun
sehingga lansia mengalami kesulitan untuk pengaturan suhu tubuh, terutama dengan

4
proses berkeringat dan evaporasi. Karena tubuh mengalami kesulitan melepas panas
akibat berubahnya fungsi berkeringat, pada lansia beresiko mengalami kelelahan
akibat panas. Pria mengalami penurunan produksi kelenjar sebum yang lebih minimal
jika dibandingkan perempuan yang sudah menopause. Tetapi penurunan akan terjadi
sama seperti perempuan pada usia 80 tahun.

2. Masalah Kulit yang Sering Terjadi pada Lansia

Penelitian yang terkait dengan masalah dermatologi lansia sangat jarang


dilakukan. Penyakit kulit yang muncul pada lansia selain karena proses penuaan juga
dapat disebabkan oleh penyakit sistemik (Reszke, Pełka, Walasek, Machaj, & Reich,
2015). Epidemiologi dan prevalensi penyakit kulit yang diderita lansia di seluruh dunia
berbeda-beda. Hal ini juga dipengaruhi oleh kondisi eksternal dan internal. Kondisi
eksternal misalnya suhu lingkungan, kelembapan udara, dan iklim. Kondisi internal dapat
dipengaruhi oleh status nutrisi, penyakit sistemik yang diderita, kelainan bawaan yang
diderita, kemampuan beraktivitas, dan masih banyak faktor lainnya (Makrantonaki,
Steinhagen-Thiessen, Nieczaj, Zouboulis, & Eckardt, 2017). Berikut ini adalah beberapa
masalah kulit yang sering terjadi pada lansia:

a. Xerosis

Xerosis disebut juga dengan kulit kering. Xerosis umumnya ditemukan di


ekstremitas, terutama ekstremitas bawah. Karena lapisan kulit pada lansia semakin
tipis, peluang untuk mengalami dehidrasi dan penurunan kelembaban kulit juga
semakin besar. Kurangnya intake cairan akan memperparah xerosis kulit.

b. Pruritus

Gatal adalah salah satu keluhan tersering yang disampaikan oleh lansia. Gatal
merupakan suatu gejala, bukan penyakit tertentu. Xerosis dapat menyebabkan
keluhan gatal. Gatal akan direspon dengan menggaruk. Garukan dapat menyebabkan
luka dan berakhir dengan infeksi (White-Chu & Reddy, 2011).

c. Ekzema

5
Ekzema sering juga disebut dengan dermatitis, adalah reaksi inflamasi pada
kulit yang ditandai dengan eritema (kemerahan), edema, papula, dan munculnya
krusta. Krusta akan berubah menjadi semakin tebal dan akhirnya mengelupas.
Keluhan yang paling sering disampaikan untuk kondisi ini adalah gatal dan sensasi
terbakar pada kulit yang terkena. Berikut ini adalah beberapa jenis ekzema atau
dermatitis:

1) Dermatitis atopic
2) Dermatitis kontagiosum
3) Dermatitis alergi
4) Dermatitis seboroik
5) Dermatitis nummular
6) Neurodermatitis
7) Stasis dermatitis
8) Dishidrotik eczema
d. Sarkoma Kaposi

Sarkoma kaposi adalah kanker yang ditandai dengan munculnya pola jaringan
abnormal di bawah kulit, batas mulut, hidung, tenggorokan, kelenjar limfe, atau organ
lainnya. Lesi ini biasanya berwarna kemerahan atau keunguan. Sarkoma kaposi
disebabkan oleh virus herpes (herpesvirus 8). Lesi kulit ini biasanya tidak
menimbulkan gejala, tetapi dapat menyebar kebagian tubuh lainnya, terutama pada
penderita HIV/AIDS.

e. Psoriasis

Psoriasis adalah salah satu kondisi dimana terjadi penumpukan sel kulit akibat
siklus regenerasi yang terlalu cepat. Kondisi ini menyebabkan bercak yang gatal dan
muncul kerak berwarna keperakan, bahkan terkadang terasa nyeri. Psoriasis bersifat
kronis dan dapat kambuh sewaktu-waktu. Ada beberapa macam psoriasis, antara lain:

1) Plaque psoriasis
2) Nail psoriasis
3) Guttate psoriasis
4) Inverse psoriasis

6
5) Pustular psoriasis
6) Erythrodermic psoriasis
7) Psoriatic arthritis
f. Lichen simplex

Penyebab umum kandidiasis adalah Candida albicans. Jamur ini dapat


itemukan pada lapisan kulit siapapun, termasuk kulit orang sehat. Dalam kondisi
khusus dan lingkungan yang menunjang, jamur dapat menyebabkan infeksi pada
kulit. Penderita yang beresiko adalah mereka yang mengalami obesitas, menjalani
pengobatan steroid atau antibiotik, serta kekurangan nutrisi.

g. Skabies

Skabies akan memicu gatal yang luar biasa di malam hari. Skabies disebabkan
oleh parasit Sarcoptes scabiei. Parasit ini sangat menular, sehingga jika satu orang
terkena skabies kemungkinan besar anggota keluarga yang lain juga tertular.

h. Tinea korporis

Tinea korporis juga disebut dengan istilah kurap, merupakan penyakit yang
disebabkan oleh infeksi jamur, berbatas tegas dengan bentuk lingkaran, kulit
berwarna keperakan. Infeksi baru dapat terjadi pada bekas lokasi infeksi yang lama.

i. Herpes zoster

Herpes zoster merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus. Kondisi ini
umum dialami oleh penderita yang mengalami penurunan daya tahan tubuh baik
karena penyakit ataupun obat-obatan imunosupresan.

j. Ulkus

Ulkus merupakan luka terbuka yang terjadi pada kulit. Luka ini dapat terjadi
karena buruknya aliran darah. Ulkus dapat terinfeksi oleh bakteri dan memburuk
dengan cepat.

k. Tinea pedis

7
Tinea pedis dikenal pula dengan istilah Athlete’s foot atau kutu air. Kutu air
adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur. Infeksi ini sering ditemukan
pada iklim tropis dimana suhu lingkungan cukup tinggi dan lembab.

l. Keratoris seboroik

Area yang berwarna kecoklatan yang muncul pada bagian tubuh manapun.
Area ini mulai bermunculan setelah memasuki usia pra lansia. Kertosis seboroik
mungkin muncul lebih dari satu. Kondisi ini tidak berbahaya tetapi menyerupai tanda
kanker kulit atau pra-kanker sehingga memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.

m. Kandidiasis

Penyebab umum kandidiasis adalah Candida albicans. Jamur ini dapat


itemukan pada lapisan kulit siapapun, termasuk kulit orang sehat. Dalam kondisi
khusus dan lingkungan yang menunjang, jamur dapat menyebabkan infeksi pada
kulit.

n. Kerusakan akibat sinar matahari

Meskipun sinar matahari dapat membantu pembentukan vitamin D, paparan


yang terlalu lama dapat menyebabkan kerusakan pada kulit. Hal ini terutama dipicu
oleh sinar ultraviolet yang menembus lapisan kulit. Sinar ultraviolet tidak hanya
merusak lapisan kulit, tetapi juga menjadi faktor resiko untuk terjadinya kanker kulit.

o. Ulkus decubitus

Ukus dekubitus adalah ulkus yang terjadi karena adanya penekanan pada area
penonjolan tulang. Ulkus dekubitus banyak ditemukan pada orang yang sedang
berada dalam kondisi bedrest total.

B. Konsep Dasar Dekubitus

1. Definisi Dekubitus

NPUAP mendefinisikan resiko dekubitus adalah individu yang rentan terhadap


cedera kulit atau jaringan dibawahnya, terjadi akibat penonjolan tulang sebagai akibat
dari tekanan yang disertai dengan gesekan (NANDA,2018-2020). Dekubitus berasal dari

8
kata “decumbere” yang mempunyai makna ‘berbaring’. Yang dapat diartikan juga
sebagai luka yang didapatkan ketika seseorang berbaring terlalu lama tanpa berpindah
posisi. Namun dekubitus sendiri tidak hanya didapatkan pada pasien yang berbaring,
namun bisa juga terjadi pada seseorang yang mengunakan kursi roda atau prostesi.

Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan di bawah kulit,
bahkan menembus otot sampai mengenai tulang. akibat adanya penekanan pada suatu
area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat (
rendi, 2012 ). Luka dekubitus adalah nekrosis seluler yang cendrung terjadi akibat
komprensi berkepanjangan pada jaringan lunak antara tonjolan tulang dan permukaan
yang padat, yang di sebabkan karena imobilitas ( aini dan purwaningsih, 2013 )

2. Derajat Ulkus Dekubitus

Berikut ini adalah derajat ulkus dekubitus menurut National Pressure Ulcer
Advisory Panel (2016):

a. Derajat 1: eritema yang tidak berubah warna saat ditekan dan kulit masih utuh.

Kulit masih utuh, tetapi kulit yang kemerahan saat ditekan tidak berubah warna.
Biasanya disertai dengan perubahan suhu kulit dan sensasi pada bagian yang
kemerahan. Jika berwarna keunguan, atau merah tua, mengindikasikan kerusakan
pada jaringan yang lebih dalam, bukan ulkus dekubitus derajat 1.
b. Derajat 2: kerusakan kulit parsial, biasanya dermis terlihat dari luar.

Warna dasar luka tampak merah muda atau kemerahan, luka tampak basah atau
lembab, seringkali tampak bekas blister yang pecah dan mengeluarkan serum.
Jaringan lemak serta jaringan yang lebih dalam tidak terlihat dari luar. Tidak tampak
pula jaringan granulasi, pus, dan kerak kulit.
9
c. Derajat 3: kerusakan jaringan kulit penuh.

Kerusakan sudah mencapai seluruh lapisan kulit, dari luar jaringan adiposa dapat
dilihat, termasuk jaringan granulasi, nanah, serta jaringan luka yang mengering.
Kedalaman luka bervariasi, tergantung pada lokasinya. Selain itu, luka juga dapat
membentuk lorong dalam kejaringan dibawahnya meskipun jarang terjadi pada
derajat ini. Meskipun demikian, fascia, otot, tulang, tendon, dan ligamen masih tidak
tampak dari luar.
d. Derajat 4: kedalaman penuh dan hilangnya jaringan

Hilangnya seluruh lapisan kulit serta jaringan pendukung dibawahnya akan


menampakkan fascia, otot, tendon, kartilago, dan tulang. Pada derajat ini dapat
ditemukan nanah, bahkan sangat mungkin luka berkembang membentuk lorong-
lorong kecil. Munculnya nanah dan jaringan mati yang mengering seringkali
mengaburkan luka derajat empat dengan luka yang tidak dapat ditentukan derajatnya.
e. Tidak dapat ditentukan derajatnya: terhalang oleh nanah dan jaringan mati

Luka dengan kedalaman penuh tidak dapat ditentukan tingkat keparahannya


karena tertutup oleh jaringan mati dan nanah. Setelah jaringan mati ini dihilangkan,
barulah dapat dinilai derajat luka yang dialami. Kemungkinan jaringan yang

10
mengalami kematian ternyata lebih dalam dan mencapai tulang. Jaringan yang
melunak atau mati akibat hipoksia harus dilunakkan dan dihilangkan.
f. Injuri jaringan dalam

Warnanya tampak merah marun atau keunguan dan jika ditekan tidak memudar
sama sekali. Jika lapisan epidermis dipisahkan akan tampak dasar luka yang berwarna
gelap, tidak jarang berupa blister yang terisi darah. Luka dapat sembuh dengan baik
atau bahkan jaringan tersebut mengalami hipoksia dan menjadi jaringan mati.

3. Lokasi Dekubitus

Semua bagian tubuh beresiko terjadi luka tekan/dekubitus karena pergesekan,


tekanan yang berlebih, serta pergeseran. Namun menurut Clark ada beberapa titik lokasi
yang beresiko tinggi terjadinya dekubitus yaitu :

a. Siku : 8,8%
b. Sakrum : 32,6%
c. Tronchanter : 8,3%
d. Pantat : 11,4%
e. Pergelangan kaki : 9,1%
f. Tumit : 29,7% (Mayunani, 2013)

4. Patofisiologi

Dekubitus Pada individu yang mengalami ulkus dekubitus terjadi pada pasien
yang berbaring di tempat tidurnya secara pasif lebih dari 2 jam. Pada posisi tersebut
tekanan daerah sakrum akan mencapai angka 60-70 mmHg dan daerah tumit akan
mencapai 30-40 mmHg , Sedangkan normalnya tekanan darah kapiler hanya berkisar
antara 16 mmHg-23 mmHg. Pada kondisi tersebut dapat mengalami nekrosis dan
iskemik pada jaringan kulit. Selain faktor diatas ada beberapa faktor tambahan yang
menyebabkan terjadinya ulkus dekubitus antara lain:

11
a. Faktor teregangnya kulit akibat adanya daya luncur antara tubuh dengan alas tempat
berbaring, biasanya terjadi pada penderita posisi setengah berbaring
b. Faktor terlipatnya kulit akibat adanya gesekan pada badan yang kurus dengan alas
tempat tidur sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya
c. Kondisi microclimate
d. Suhu dan kelembaban jaringan kulit (Setiati, 2017)

5. Pathway Resiko Dekubitus

12
6. Faktor Resiko

Menurut Saputra (2019) faktor resiko dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Faktor intrinsik
1) Usia

Usia lanjut sangat rentan terkena terhadap resiko dekubitus. Hal ini
disebabkan karena berkurangnya jaringan subkutan sehingga menurunkan
resistensi kulit terhadap tekanan eksternal sehingga dapat meningkatkan tekanan
interface. Disamping itu, pada lanjut usia regenerasi menjadi lemah.penurunan
elastisitas kulit dan kurangnya sirkulasi pada dermis

2) Kondisi kulit

Fungsi kulit terbagi menjadi tiga yaitu sebagai pelindung, sensori/sensasi


dan termoregulasi. Kurangnya kemampuan kulit dalam melakukan termoregulasi
dapat meningkatkan kelembaban kulit sehingga bereiko tinggi terhadap dekubitus

3) Perfusi jaringan tubuh

Viabilitas jaringan ditentukan oleh adanya kekuatan pada pembuluh


darah, suplai darah, dan oksigenasi. Pembuluh darah dapat mengalami
vasokonstriksi fisiologis(respon hormonal) maupun patologis (atherosklerosis)

4) Temperatur tubuh

Temperatur yang tinggi pada tubuh dapat meningkatkan resiko pada


iskemik jaringan. Adanya iskemik jaringan menyebabkan kulit mengalami gaya
gesekan dan pergeseran sehingga mudah mengalami kerusakan kulit.

5) Nutrisi

Keberlangsungan hidup sel terjadi karena adanya keseimbangan nutrisi


baik makronutrisi maupun mikronutrisi. Pada kasus malnutrisi dapat mengurangi
lapisan pelindung jaringan adiposa dan otot antara tulang yang menonjol dan
permukaan yang kontak dengan kulit.

6) Mobilitas

13
Imobilisasi merupakan penyebab utama terjadinya luka tekan yang dapat
mengakibatkan disfungsi/kerusakan neurologis, fisik, atau kognitif. Imobilitas
menyebabkan tekanan menetap sekitar 32 mmHg sehingga dapat mengakibatkan :

a) Kurangnya pergerakan yang dapat mengganggu aliran darah yang tertekan


b) Penurunan pengembalian darah (vena return)
c) Vena edema yang dapat menggganggu oksigenasi kulit
7) Obesitas

Pada kasus obesitas dapat mengganggu mobilitas dan buruknya


vaskularisasi jaringan adiposa.

b. Faktor ekstrinsik
1) Tekanan

Tekanan jangka panjang dalam satu area dapat mengalami iskemik. Hal
ini juga dipengaruhi oleh intensitas tekanan, lamanya, dan toleransi tekanan.

2) Friksi (pergesekan)

Terjadi pergesekan pada saat mobilisasi dan melakukan hygine

3) Shear (pergeseran)

Pergeseran dapat menimbulkan trauma terutama pada posisi semi fowler

4) Kelembaban

Pada keadaan kulit yang mengalami kelembaban dapat


mengkontribusikan kulit mengalami maserasi sehingga memudahkan kulit
mengalami kerusakan. Kelembaban dapat terjadi karena inkontinensia urine dan
feses, drain luka, banyak keringat, dan saliva yang keluar.

5) Faktor-faktor lain

Kebersihan tempat tidur, alatdan tenun yang kusut dan kotor serta posisi
yang kurang nyaman dapat menjadi faktor resiko terjadinya dekubitus.

14
7. Komplikasi Ulkus Dekubitus

Komplikasi dapat terjadi pada stadium 3 dan 4. Namun dapat juga terjadi pada
ulkus superfisial. antara lain :

a. Infeksi, sering bersifat multibakterial baik aerobik maupun anerobik


b. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteisis, osteomyelitis,
artritis septik
c. Septikemia
d. Anemia
e. Hipoalbuminemia
f. Kematian dengan angka mortalitas mencapai angka 48% (Maryunani, 2013)

8. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Dilakukan untuk melihat tanda-tanda terjadinya infeksi dan status nutrisi dari
pasien. Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan darah lengkap, albumin, dan serum
protein. Tanda-tanda infeksi terjadi apabila terdapat peningkatan leukosit diatas
15.000/uL dan erythrocite sedimentation rate (ESR) diatas 120 mm/jam dapat
menandakan infeksi seperti osteomyelithis

b. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat kerusakan jaringan yang


ditimbulkan dari tekanan eksternal.

c. Kultur jaringan

Pemeriksaan ini dilakukan hanya apabila terjadi tanda-tanda infeksi yang


persisten. Kultur bakteri dikatakan positif apabila terdapat bakteri lebih dari 105
CFU/gram pada jaringan. (Febriana, 2017)

9. Penatalaksaan

Menurut Siti Setiati, dkk. (2017) tindakan pencegahan dibagi atas :

a. Perawatan kulit
1) Bersihkan kulit dengan air hangat

15
2) Oleskan lotion agar kulit lembab
3) Jaga pakaian dan sprei tetap kering. Hindari kulit dari keringat dan urin.
4) Periksa kulit setiap hari, terutama kulit yang pada bagian yang menonjol.
Perhatikan adanya warna kemerahan atau perubahan temperature.
5) Pijat kulit untuk membantu sirkulasi dan kenyamanan.
b. Hindari pijat pada bagian tulang yang menonjol.
1) Usahakan pasien secara rutin dapat berpindah dari tempat tidur ke kursi, berdiri
dan berjalan. Bila pasien tidak dapat bangun dari tempat tidur atau hanya bisa
duduk di kursi roda, pasien dibantu melakukan latihan ROM (range of motion)
2) Miring ke kanan,ke kiri dan telentang minimal 2 jam sekali. Gunakan bantalan
dibawah kaki untuk menjaga agar tumit tidak bersentuhan langsung dengan kasur
atau matras.
3) Jangan mengangkat kepala terlalu tinggi dari tempat tidur, karena badan akan
“meluncur” ke bawah sehingga kulit pada punggung dan bokong akan lecet.
4) Pada pasien yang menggunakan kursi roda, lakukan pergeseran dari tumpuan
berat tubuh setiap 15 menit.
5) Gunakan bantal yang lunak untuk mengurangi tekanan pada daerah yang
menonjol.
6) Jangan memindahkan pasien dengan cara menarik dari tempat tidur.
c. Alas tempat tidur
1) Sprei, selimut dalam keadaan kering dengan permukaan rata atau halus
2) Gunakan kasur antidekubitus
d. Nutrisi dan hidrasi, asupan makanan dan cairan cukup (Setiati, 2017)

C. Asuhan Keperawatan Dekubitus

Tn. S berjenis kelamin laki laki umur 66 tahun tinggal di daerah manggar. pendidikan
terakhir SMP, pasien tidak bekerja beragama islam. Status menikah. Masuk rumah sakit pada
tanggal 02 Maret 2020. Dilakukan pengkajian pada tanggal 03 Maret 2020, dengan diagnose
medis DM Type II + Ulkus Pedis + CKD Stage III

16
1. Pengkajian
1) Identitas Klien
Nama : Tn. S
Usia : 66 Tahun
Alamat : Manggar
Pendidikan Terakhir : SMP
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Sunda
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin

2) Status Kesehatan Saat ini


Saat dilakukan pengkajian Tn. S dalam keadaan lemas dan Nampak luka di
kaki yang membusuk dan berbau menyengat. Hasil tanda-tanda vital TD : 142/68
mmHg, N : 92x/menit, S : 36,40C, RR : 20x/menit. Kesadaran compos mentis dengan
nilai GCS 14 E4 M6 V4. Mengeluh nyeri dibagian kaki (luka pasien).
P : Akibat luka/ ulkus yang berada di kaki sebelah kiri
Q: Nyeri dirasakan seperti nyut”an/ berdenyut
R: di bagian kaki/ daerah luka saja
S: Skala nyeri 6
T : Nyeri dirasakan terus menerus. Pasien Nampak meringgis menahan nyeri
dan terlihat gelisah. Pasien enggan melakukan pergerakan
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan sebelumnya tidak pernah dirawat di rumah sakit dan baru
pertama kali dirawat di rumah sakit karena penyakit ini.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tn. S mengatakan di keluarganya tidak ada anggota keluarga yang memiliki
penyakit keturunan seperti hipertensi, DM dan penyakit yang sama yang di derita
klien saat ini.

17
5) Pemeriksaan Fisik
a. Penampilan Umum
Tn. S berpakaian rapih, tampak berbaring lama di atas tempat tidur dan
tidak mau menggerakkan anggota tubuh nya.
b. Status Gizi (BBI dan IMT)
BB : 68 Kg
Tinggi Badan : 162 cm
IMT : Berat Badan (Kg)
(Tinggi Badan x Tinggi Badan)(m)
= 25,9

Standar IMT (Index Massa Tubuh)


Klasifikasi IMT menurut WHO tahun 2004
No Kategori IMT Resiko Penyakit
1. Kurus (Underweight) < 18,5 Rendah
2. Berat Badan Normal 18,5 - 24,9 Rata – Rata
3. Overweight 25 - 29,9 Meningkat
4. Obesitas – Kelas 1 30 -34,9 Sedang
5. Obesitas – Kelas 2 35 - 39,9 Berbahaya
6. Obesitas – Kelas 3 (Obesitas Morbid) ≥ 40 Sangat Berbahaya

Interpretasi : Berdasarkan hasil pengkajian IMT (Index Massa Tubuh)


terhadap Tn. S didapatkan nilai IMT 25,9 maka klien termasuk kedalam kategori
Overweight.

c. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 142/68 mmHg
Nadi : 92 x / Menit
Respirasi : 20x / Menit
Suhu : 36,40C
Kesadaran : komposmentis 15 ( E4 M6 V5)

18
d. Keadaan Umum
Kesadaran : Kesadaran Tn. S Compos mentis
Pemeriksaaan fisik per-sistem:
1) Integumen
Kulit pasien bersih, warna kulit sawo matang, CRT < 3 detik, kulit
tipis, akral dingin, suhu tubuh 36,4º C, pertumbuhan rambut sedikit dan
berwarna putih, kuku rapi, turgor kulit kurang.
2) Sistem Hemopoietik (Darah)
Klien tidak mengetahui golongan darahnya.
3) Kepala
Bentuk kepala pasien oval, tidak ditemukan adanya penonjolan pada
tulang kepala pasien, kulit kepala pasien bersih, penyebaran rambut merata,
warna rambut telah beruban, struktur wajah lengkap dan simetris, warna
kulit sawo matang.
4) Mata
Mata lengkap dan simetris kanan dan kiri, tidak ada pembengkakan
pada kelopak mata, kornea mata keruh, konjungtiva tidak anemis, sclera
tidak ikterik, pupil isokor, klien dapat melihat dan membaca tanpa
menggunakan kacamata, tekanan bola mata sama kanan dan kiri, tidak ada
nyeri tekan pada mata
5) Telinga
Telinga simetris kanan dan kiri, ukuran sedang, ketegangannya tidak
dilakukan pemeriksaan, tidak ada benda asing dan lubang dalam telinga
bersih, pasien dapat mendengar suara gesekan jari
6) Sistem pernapasan
Tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada secret atau sumbatan
pada lubang hidung, tidak ada masalah pada tulang hidung dan septum nasi
7) Sistem kardiovaskuler
Tekanan darah klien 142/68 mmHg, nadi 92x/menit, suara jantung lup
dup tidak terdapat luka area dada, CRT < 3 detik, akral dingin, tidak ada
pembesaran jpv

19
8) Sistem gastrointestinal
Tidak ada sianosis, tidak ada luka, tidak ada labioschisis (bibir
sumbing) pada bibir, gigi lengkap, tidak terdapat gigi palsu, tidak terdapat
pembengkakan gusi, tidak ada tanda peradangan pada orofaring
9) Sistem perkemihan
Klien mengalami permasalahan dalam berkemih dan terpasang selang
kateter urine.
10) Sistem genitoreproduksi (pria/wanita)
Area genitalia utuh dan normal tidak ada luka
11) Sistem musculoskeletal
Otot simetris kanan dan kiri, tidak terdapat oedema pada ekstremitas
kanan dan kiri atas dan bawah.. Pada pemeriksaan kaki kiri ditemukan ulkus
atau luka terbuka di bagian pedis, luas luka kurang lebih 6 cm dengan
diameter 4-5 cm. luka pasien berwarna kekuning”an, terdapat pes dan
memiliki bau khas. Warna kulit disekitar luka/tepi luka menghitam. Derajat
luka merupakan derajat III luka sampai menembus tendon/tulang. Pada
pemeriksaan kekuatan otot didapatkan hasil
Kekuatan otot : 5 5
5 3
Pergerakan sendi pasien di bagian ekstremitas bawah sinistra
mengalami keterbatasan akibat ulkus. Menurut perhitungan barthel indeks
didapatkan hasil 11(ketergantungan sedang).
12) Sistem Neurologis
Tingkat kesadaran Glasgow Coma Scale (GCS) klien E4M6V4. Pada
pemeriksaan tanda rangsangan otak (maningeal sign), tidak ditemukan kaku
kuduk dan laseque pada pasien.
a) Nervus I
Klien mampu membedakan bau-bauan
b) Nervus II
Klien mampu melihat dan membaca tanpa menggunakan kacamata
c) Nervus III

20
Klien dapat menggerakan bola mata ke bawah ke atas dan ke samping
d) Nervus IV
Pupil klien mengecil saat dirangsang cahaya
e) Nervus V
Klien dapat merasakan sensasi halus dan tajam
f) Nervus VI
Klien mampu melihat benda tanpa menoleh
g) Nervus VII
Klien mampu tersenyum dan menutup kelopak mata dengan tahanan
h) Nervus VIII
Klien dapat mendengar gesekan jari
i) Nervus IX
Ovula pasien berada di Tengah dan simetris
j) Nervus X
Klien dapat menelan dengan baik
k) Nervus XI
Klien dapat melawab tahanan pada pipi dan bahu
l) Nervus XII
Klien dapat menggerakan lidah dan membedakan rasa dengan baik
Pada fungsi motorik pasien, gerakan klien terkoordinasi dan pasien
dapat menggerakkan kaki secara aktif tetapi harus pelan-pelan karena
terkadang nyeri timbul.
Pada fungsi sensorik, pasien dapat merasakan sensasi halus dan
tajam, didapatkan pada saat pemeriksaan nervus ke lima.
Pada pemeriksan reflek fisiologis, ditemukan adanya gerakan fleksi
pada tangan kiri pasien saat dilakukan pemeriksaan reflek bisep dan
ditemukan adanya gerakan ekstensi saat dilakukan pemeriksaan reflek
trisep, pada tangan kanan juga sama.
Pada pemeriksaan reflek patella ditemukan adanya gerakan tuangkai
ke depan pada kaki kiri,begitu pula dengan kaki kanan.

21
13) Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid.

6) Pengkajian Psikososial dan Spiritual


a. Psikososial
1. Kemampuan sosialisasi klien :
Selama interaksi klien menunjukan sikap koperatif dan berperilaku
baik dengan siapa saja
2. Sikap klien pada orang lain :
Klien dapat bergaul dengan siapa saja di lingkungannya.
3. Harapan-harapan klien dalam melakukan sosialisasi :
Klien selalu berharap masih bisa untuk selalu sehat dan bisa
berkumpul dengan keluarga.
4. Kepuasan klien dalam sosialisasi :
Klien merasa senang jika sudah bertemu dengan orang lain ataupun
berkomunikasi secara langsung, karena klien mengatakan jika di kamar saja
merasa jenuh.

b. Identifikasi Masalah Emosional :


No Pertanyaan Masalah Emosional Ya Tidak
1 Apakah klien mengalami sukar tidur?  
2 Apakah klien sering merasa gelisah? 
3 Apakah klien sering murung/menangis sendiri? 

4 Apakah klien sering was-was/khawatir?
Jumlah 1 3

Lanjutkan ke pertanyaan tahap 2 jika lebih dari atau sama dengan 1 jawaban “Ya”
No Pertanyaan tahap 2 Ya Tidak
1 Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1x 
dalam 1 bulan ?
2 Ada masalah atau banyak pikiran? 

22
3 Ada masalah / ganggguan dengan keluarga lain? 
4 Menggunakan obat/ penenang anjuran dokter? 
5 Cenderung mengurung diri? 

Jumlah 1 4

Setelah dilakukan pengkajian psikososial dengan mengidentifikasi


masalah emosional klien positif.

c. Spiritual :
1. Kaji agama
Klien mengatakan tidak ada permasalahan dalam keagamaan.
2. Kegiatan keagamaan
Klien selalu melalukan ibadah di tempat tidur dan selalu berdoa untuk
kesembuhan nya
3. Konsep/keyakinan klien tentang kematian
Menurut klien kematian adalah takdir yang sudah di tentukan oleh tuhan.
4. Harapan-harapan klien
Klien mengatakan ingin sekali bisa sehat supaya dapat melakukan
aktivitas dan menikmati masa tuanya.

7) Pengkajian fungsional klien


KATS Indeks
SKOR KRITERIA
A Mandiri dalam makan, kontinensia (BAK & BAB), menggunakan
pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi.
B Mandiri semuanya kecuali salah satu saja dari fungsi tersebut.
C Mandiri, kecuali mandi dan satu fungsi lagi yang lain.
D Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, dan satu fungsi yang lain.
E Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi yang lain.
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi
F yang lain.

23
Ketergantungan untuk semua fungsi di atas
G Lain-lain (minimal ada 2 ketergantungan yang tidak sesuai dengan
H kategori diatas).

Interpretasi : Berdasarkan kartz index diatas klien termasuk dalam kategori kartz
index F yaitu Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu
fungsi yang lain.

8) Modifikasi dari Barthel Indeks


Dengan Nilai
No Kriteria Mandiri Keterangan
Bantuan Klien
Frekuensi : 3x/hari
1 Makan 5 10 5 Jumlah : 1 porsi
Jenis : nasi, lauk pauk, sayur
Frekuensi : ± 1500 ml
2 Minum 5 10 5 Jumlah : ≤4 Gelas
Jenis : air putih
Berpindah dari
kursi roda ke
3 5-10 15 10
tempat tidur
sebaliknya
Personal toilet
(cuci muka,
4 menyisir 0 5 0 2x/hari
rambut, gosok
gigi)
Keluar masuk
toilet
5 (membuka 5 10 5
pakaian,
menyeka

24
tubuh,
menyiram)
6 Mandi 5 15 5 Frek: 2x/hari
Jalan di
7 permukaan 0 5 0
datar
Naik turun
8 5 10 5
tangga
Mengenakan
9 5 10 5
pakaian
Frekuensi 1x/sehari
10 Kontrol BAK 5 10 5
Konsistensi lembek
11 Kontrol BAB 5 10 10 Frekunsi 4-5 x/sehari
Frekuensi : -
Olahraga/Latih
12 5 10 5 Jenis : -
an

Rekreasi dan Jenis : mengobrol dengan


13 pemanfaatan 5 10 5 lansia lain, latihan jalan
waktu luang Frekuensi : 2x/hari
Total Skor 65

Keterangan:
1. Skor 130 : Mandiri
2. Skor 60–125: Ketergantungan Sebagian
3. Skor 60 : Ketergantungan Total
Interpretasi :
Berdasarkan test barthel index di atas klien mendapat skor 65 yaitu termasuk
dalam kategori ketergantungan sebagian

9) Pengkajian Status Mental Gerontik

25
No Pertanyaan Benar Salah
1. Tanggal berapa hari ini? 
2. Hari apa sekarang ? 
3. Apa nama tempat ini? 
4. Dimana alamat anda? 
5. Berapa umur anda? 
6. Kapan anda lahir? (minimal tahun lahir) 
7. Siapa presiden indonesia sekarang? 
8. Siapa presiden sebelumnya ? 
9. Siapa nama ibu anda? 
10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 
. dari setiap angka baru, semua secara menurun
Jumlah 9

Keterangan :
1. Salah 0–3 Fungsi Intelektual Utuh
2. Salah 4–5 Kerusakan Intelektual Ringan
3. Salah 6–8 Kerusakan Intelektual Sedang
4. Salah 9–10 Kerusakan Intelektual Berat
Interpretasi : Dari test status mental diatas klien memiliki skor salah 1
pertanyaan, sehingga klien termasuk dalam kategori Fungsi Intelektual Utuh.
Pengkajian aspek kognitif dari fungsi mental dengan menggunakan MMSE (Mini
Mental Status Exam)

ASPEK NILAI NILAI


NO KRITERIA
KOGNITIF MAKSIMAL KLIEN
1 Orientasi 5 4 Menyebutkan dengan benar :
Tahun
Musim
Tanggal

26
Bulan
Hari

Orientasi 5 4 Dimana kita sekarang berada ?


 Negara Indonesia
Provinsi jawa barat
 Kota Sukabumi
PSTW
 Wisma
2 Registrasi 3 3 Sebutkan nama 3 obyek (oleh
pemeriksa) 1 detik untuk
mengatakan masing-masing
obyek.
 Obyek balpen
 Obyek kertas
 Obyek Jam Tangan
3 Perhatian dan 5 3 Minta klien untuk memulai dari
kalkulasi angka 100 kemudian dikurangi
3 sampai 5 kali/tingkat
97
94
91
88
85

4 Mengingat 3 3 Minta klien untuk mengulangi


ketiga obyek pada no.2 tadi.
Bila benar 1 poin untuk
masing–masing obyek
 Obyek balpen

27
 Obyek kertas
 Obyek jam tangan
5 Bahasa 9 8 Tunjukan pada klien suatu
benda dan tanyakan pada klien
masing-masing namanya
 jaket
 sendal
Minta klien untung mengulang
kata berikut : ”tak ada jika, dan
atau tetapi”. Bila benar nilai
satu poin
Pertanyaan benar 2 buah
“tak ada jika dan atau
tetapi”
Minta klien untuk mengikuti
perintah berikut yang terdiri
dari 3 langkah:
”ambil kertas di tangan anda,
lipat dua dan taruh dilantai”
Ambil kertas
Lipat dua
Taruh dilantai
Perintahkan pada klien untuk
suatu hal :
Tutup mata anda
Perintahkan pada klien untuk
menulis satu kalimat dan
menyalin gambar
 Tulis satu kalimat ” kamu
sedang apa?
 Menyalin gambar

28
JUMLAH
25

Keterangan :
> 23 : Aspek Kognitif Dan Fungsi Mental utuh
18–22 : Kerusakan Aspek Fungsi Mental Ringan
<17 : Terdapat Kerusakan Aspek Fungsi Mental Berat
Interpretasi: Berdasarkan test diatas didapatkan skor 25 sehingga Tn. T termasuk
dalam kategori Aspek Kognitif Dan Fungsi Mental utuh

10) Pengkajian Keseimbangan (Tineti,1998)


SKOR
Perubahan Posisi dan Gerakan Keseimbangan
Bisa Tidak
1. Bangun dari tempat duduk 
2. Duduk ke kursi dengan mata terbuka 
3. Bangun dari tempat duduk dengan mata tertutup 
4. Duduk di kursi dengan mata tertutup 
5. Menahan dorongan sternum dengan mata terbuka 
6. Menahan dorongan sternum dengan mata tertutup 
7. Perputaran leher 
8. Gerakkan menggapai sesuatu 
9. Membungkuk 

Komponen Gaya Berjalan dan Gerakan Bisa Tidak


1. Minta klien berjalan ke tempat yang ditentukan 
2. Ketinggian langkah kaki 
3. Kontinuitas langkah kaki saat berjalan 
4. Kesimetrisan Langkah 

29
5. Penyimpangan jalur pada saat berjalan 
6. Berbalik 
JUMLAH 9 6

Nilai klien :
Kriteria : Skor 0–5 = Resiko Jatuh Rendah
6 – 10 = Resiko Jatuh Sedang
11 – 13 = Resiko Jatuh Tinggi
Interpretasi :Dari hasil pengkajian keseimbangan dan gaya berjalan klien mendapat
skor 6 sehingga termasuk dalam kategori resiko jatuh sedang.

SKALA RESIKO JATUH ONTARIO MODIFIED STRATIFY – SYDNEY


SCORING
Keterangan
No Parameter Skrining jawaban Skor
Nilai
1 Riwayat Apakah pasien datang Tidak Salah satu 0
Jatuh kerumah sakit karena jatuh jawaban ya =
Jika tidak, apakah pasien Tidak 6
mengalami jatuh dalam
dua tahun ini
2 Status Apakah pasien delirium? Tidak Salah satu 14
Mental Tidak dapat membuat jawaban ya =
keputusan, pola pikir tidak 14
terorganisir, gangguan
daya ingat
Apakah pasien Tidak
disorientasi? Salah
menyebutkan waktu,
tempat atau orang
Apakah pasien mengalami Ya
agitasi? Ketakuan, gelisah,

30
dan cemas?
3 Penglihatan Apakah pasien memakai Tidak Salah satu 0
kacamata? jawaban ya =
Apakah pasien mengeluh Tidak 1
adanya penglihatan
buram?
Apakah pasien Tidak
mempunyai Glaukoma?
Katarak/degenerasi
makula
4 Kebiasan Apakah terdapat Ya Ya = 2 2
Berkemih perubahan perilaku
berkemih? ( frekuensi,
urgensi, inkontinensa,
nokturia )
5 Tranfer ( Mandiri (boleh memakai 0 Jumlah kan 0
dari tempat alat bantu jalan) nilai tranfer
tidur dan Memerlukan sedikit 1 dan mobilitas.
kembali bantuan 1 orang / dalam Jika nilai total
lagi ke pengawasan 0 -3 = 0
tempat Memerlukan bantuan yang 2 4-6 = 7
tidur nyata ( 2 orang )
Tidak dapat duduk dengan 3
seimbang, perlu bantuan
total
6 Mobilitas Mandiri ( Boleh 0
menggunakan alat bantu
jalan )
Berjalan dengan bantuan 1 1
orang ( verbal/fisik )

31
Menggukan kursi roda 2
Imobilisasi 3

Keterangan Skor :
0-5 = resiko rendah
6-16 = resiko sedang
17-30 = resiko tinggi
Interpretasi : Dari hasil pengkajian keseimbangan ontario klien mendapat skor 16
sehingga termasuk dalam kategori resiko jatuh sedang.

GERIATRIC DEPRESSION SCALE ( SKALA DEPRESI )

No Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah Anda Sebenarnya Puas Dengan Kehidupan Anda? √

2. Apakah Anda Telah Banyak Meninggalkan Banyak Kegiatan Dan √


Minta/Kesenangan Anda?

3. Apakah Anda Merasa Kehidupan Anda Kosong? √

4. Apakah Anda Sering Merasa Bosan? √

5. Apakah Anda Mempunyai Semangat Yang Baik Setiap Saat? √

6. Apakah Anda Merasa Takut Sesuatu Yang Buruk Akan Terjadi √


Pada Anda?

7. Apakah Anda Merasa Bahagia Untuk Sebagian Besar Hidup √


Anda?

8. Apakah Anda Merasa Sering Tidak Berdaya? √

9. Apakah Anda Sering Dirumah Daripada Pergi Keluar Dan √


Mengerjakan Sesuatu Hal Yang Baru?

32
10. Apakah Anda Merasa Mempunyai Banyak Masalah Dengan Daya √
Ingat Anda Dibandingkan Kebanyakan Orang?

11. Apakah Anda Pikir Bahwa Kehidupan Anda Sekarang √


Menyenangkan?

12. Apakah Anda Merasa Berharga Seperti Perasaan Anda Saat Ini? √

13. Apakah Anda Merasa Penuh Semangat? √

14. Apakah Anda Pikir Anda Merasa Bahwa Keadaan Anda Tidak √
Ada Harapan?

15. Apakah Anda Pikir Bahwa Orang Lain, Lebih Baik Keadannya √
Daripada Anda?

Setiap Jawaban Yang Sesuai Mempunyai Skor 1 ( Satu )


Skor 5-9 : Kemungkinan Depresi
Skor 10 Atau Lebih : Depresi
Interpretasi : dari hasil pengkajian klien memiliki nilai 1

11) Analisa Data


No Data Etiologi Masalah

1. DS :

 Pasien mengatakan merasa nyeri di


bagian kaki (luka pasien)
Neuropati Kerusakan
DO :
perifer integritas
 Terdapat luka/ulkus di bagian kaki jaringan
sebelah kiri
 Luas luka kurang lebih 6 cm
 Diameter luka kurang lebih 4-5 cm
 Luka berwarna kuning, terdapat pes

33
berwarna kekuning”an dan bau khas.
 Warna kulit di sekitar/tepi luka berwarna
hitam
 Derajat luka merupakan derajat III
sampai ke tendon/tulang
2. DS :

DO :

 Kadar leukosit pasien mengalami


peningkatan 14,56
 Terdapat luka/ulkus di bagian kaki
Factor resiko:
sebelah kiri
Penyakit
 Luas luka kurang lebih 6 cm Resiko
Kronis,
 Diameter luka kurang lebih 4-5 cm Luka Infeksi
Ketidakadekuan
berwarna kuning, terdapat pes berwarna
pertahanan
kekuning”an dan bau khas.
tubuh primer :
 Warna kulit di sekitar/tepi luka berwarna
kerusakan
hitam
integritas kulit
 Derajat luka merupakan derajat III
sampai ke tendon/tulang

2. Diagnosa Keperawatan
1) Kerusakan integritas jaringan
2) Resiko infeksi

34
3. Intervensi Keperawatan
Data Diagnosis Keperawatan NOC NIC
No
Kode Diagnosis Kode Kriteria Hasil Kode Intervensi

1. DS : Domain 11 : Level 1 : Domain 1 : Level 1 : Domain 2 :

 Pasien Keamanan / Kesehatan Fisiologis Fisiologis : Kompleks


mengatakan Perlindungan
merasa nyeri di
bagian kaki (luka Level 2 : Kelas L : Level 2 : Kelas L

pasien) Kelas 2 :
Integritas Jaringan Manajemen Kulit / Luka
DO : Cedera Fisik

 Terdapat
Level 3 : Outcome Level 3 : Intervensi
luka/ulkus di
Diagnosis :
bagian kaki 1101 Integritas Jaringan : Kulit 3660 Perawatan Luka
sebelah kiri Kerusakan Integritas & Membran Mukosa
00044 1. Angkat balutan dan plester
 Luas luka kurang Jaringan
perekat
lebih 6 cm 2. Bersihkan dengan normal
Skala Outcome Integritas
 Diameter luka saline atau pembersih yang
Jaringan : Kulit &
kurang lebih 4-5 tidak beracun, dengan tepat
Membran Mukosa
cm 3. Berikat perawatan ulkus pada
 Luka berwarna meningkat dari skala 2 kulit, yang diperlukan

35
kuning, terdapat (banyak terganggu) 4. Oleskan salep yang sesuai
pes berwarna menjadi skala 4 (sedikit dengan kulit / lesi
kekuning”an dan terganggu), tentang : 5. Berikan balutan yang sesuai
bau khas. dengan jenis luka
 Warna kulit di 6. Pertahankan teknik balutan
sekitar/tepi luka 1. Suhu kulit steril ketika melakukan
berwarna hitam 2. Hidrasi perawatan luka, dengan tepat
3. Keringat
 Derajat luka 110101 7. Tempatkan alat-alat untuk
4. Integritas kulit mengurangi tekanan (yaitu,
merupakan 110104
derajat III sampai tempat tidur isi udara, busa,
110106
ke tendon/tulang Skala Outcome Integritas atau kasur gel : bantalan tumit
110113 Jaringan : Kulit & atau siku : bantal kursi),

Membran Mukosa dengan tepat


8. Anjurkan pasien atau anggota
meningkat dari skala 2
keluarga pada prosedur
(Cukup berat) menjadi
perawatan luka
skala 4 (Ringan), tentang :
9. Anjurkan pasien dan keluarga
1. Pigmentasi abnormal untuk mengenal tanda dan
2. Lesi pada kulit gejala infeksi
3. Jaringan parut
4. Pengelupasan kulit
Level 1 : Domain 2 :
5. Nekrosis

36
6. Pengerasan (Kulit) Keamanan

110105

110115 Level 2 : Kelas L

110117 Manajemen Kulit/Luka

110119

110123 Level 3 : Intervensi

110124 Perawatan Luka Tekan

1. Catat karakteristik luka tekan


setiap hari, meliputi ukuran
(panjang x lebar x dalam),
tingkatan luka (I-IV), lokasi,
eksudat, granulasi atau
jaringan nekrotik, dan
epitelisasi
2. Monitor warna, suhu, udem,
kelembaban, dan kondisi area
sekitar luka
3. Bersihkan luka dengan cairan
yang tidak berbahaya, lakukan

37
pembersihan dengan gerakan
sirkuler dari dalam keluar
3520
4. Berikan salep jika dibutuhkan
5. Lakukan pembalutan dengan
tepat
6. Monitor tanda dan gejala
infeksi di area luka
7. Ubah posisi setiap 1-2 jam
sekali untuk mencegah
penekanan
8. Gunakan tempat tidur khusus
anti dekubitus
9. Ajarkan pasien dan keluarga
mengenai perawatan luka

2. DS : Domain 11 : Level 1: Domain IV Level 1 : Domain 4 :

DO : Keamanan / Pengetahuan tentang Keamanan


Perlindungan Kesehatan & Perilaku
 Kadar leukosit
pasien
Level 2 : Kelas V
mengalami
Kelas 1 : Level 2: Kelas T
peningkatan Manajemen Risiko

38
14,56 Infeksi Kontrol Resiko dan
 Terdapat Keamanan
Level 3 : Intervensi
luka/ulkus di
bagian kaki Diagnosis : 3540 Perlindungan Infeksi

sebelah kiri Level 3: Outcome


00004 Risiko Infeksi 1. Monitor adanya tanda dan
 Luas luka kurang Kontrol Risiko: Proses gejala infeksi sistemik dan
1924
lebih 6 cm Infeksi lokal
 Diameter luka 2. Monitor kerentanan terhadap
kurang lebih 4-5 infeksi
cm Luka Skala Outcome Kontrol 3. Periksa kulit dan selaput lendir
berwarna kuning, Risiko: Proses Infeksi untuk adanya kemerahan,
terdapat pes meningkat dari skala 2 kehangatan ekstrem, atau
berwarna (jarang menunjukkan) drainase
kekuning”an dan menjadi skala 4 (sering 4. Ajarkan peningkatan mobilitas
bau khas. menunjukkan), tentang : dan latihan, dengan tepat
 Warna kulit di 5. Ajarkan pasien dan anggota
sekitar/tepi luka keluarga bagaimana cara
berwarna hitam 1. Mengetahui perilaku menghindari infeksi
 Derajat luka yang berhubungan
merupakan dengan risiko infeksi
192403
derajat III sampai 2. Mengidentifikasi tanda
ke tendon/tulang dan gejala infeksi Level 1 : Domain 2 :

39
3. Mengklarifikasi risiko Fisiologis: Kompleks
infeksi yang didapat
192405
memonitor faktor di
lingkungan yang Level 2 : Kelas L

berhubungan dengan Manajemen Kulit/Luka


risiko infeksi
192406
4. Mempraktikkan strategi
untuk mengontrol Level 3 : Intervensi
infeksi
Pencegahan Luka Tekan

1. Monitor ketat area yang


mengalami kemerahan
2. Hindarkan kulit dari
kelembaban berlebihan yang

192416 berasal dari keringat, cairan


luka, dan inkontinensia fekal
atau BAK
3. Ubah posisi pasien 1-2 jam
sekali
4. Ubah posisi klien dengan
Teknik yang benar (Misalnya ,
menghindari untuk menggeser

40
pasien dan untuk mencegah
trauma pada kulit
5. Gunakan bantal untuk
meninggikan area yang
tertekan
6. Jaga linen pasien tetap bersih,
kering, dan bebas kerutan
7. Gunakan Kasur khusus anti
decubitus
8. Monitor kemampuan bergerak
dan aktivitas-aktivitas pasien

4. Implementasi dan Evaluasi


No Diagnosa Tanggal/waktu Implementasi Evaluasi
Keperawatan

1. Domain 11 : 05 Nov 2023 Perawatan Luka S:

Keamanan / 1. Mengangkat balutan dan plester perekat  Klien mengatakan sedikit lebih
Perlindungan 2. Membersihkan dengan normal saline nyaman
atau pembersih yang tidak beracun, O:
Kelas 2 :
dengan tepat
 Luka tampak lebih bersih
Cedera Fisik 3. Memberikat perawatan ulkus pada kulit,
 Pus berkurang

41
Diagnosis : yang diperlukan  Bau khas berkurang
4. Mengoleskan salep yang sesuai dengan A:
Kerusakan Integritas
kulit / lesi
Jaringan  Masalah teratasi sebagian
5. Memberikan balutan yang sesuai dengan
P:
jenis luka
6. Mempertahankan teknik balutan steril  Intervensi dilanjutkan
ketika melakukan perawatan luka,
dengan tepat
7. Menempatkan alat-alat untuk
mengurangi tekanan (yaitu, tempat tidur
isi udara, busa, atau kasur gel : bantalan
tumit atau siku : bantal kursi), dengan
tepat
8. Menganjurkan pasien atau anggota
keluarga pada prosedur perawatan luka
9. Menganjurkan pasien dan keluarga untuk
mengenal tanda dan gejala infeksi

Perawatan Luka Tekan

1. Mencatat karakteristik luka tekan setiap


hari, meliputi ukuran (panjang x lebar x

42
dalam), tingkatan luka (I-IV), lokasi,
eksudat, granulasi atau jaringan nekrotik,
dan epitelisasi
2. Memonitor warna, suhu, udem,
kelembaban, dan kondisi area sekitar
luka
3. Membersihkan luka dengan cairan yang
tidak berbahaya, lakukan pembersihan
dengan gerakan sirkuler dari dalam
keluar
4. Memberikan salep jika dibutuhkan
5. Melakukan pembalutan dengan tepat
6. Memonitor tanda dan gejala infeksi di
area luka
7. Mengubah posisi setiap 1-2 jam sekali
untuk mencegah penekanan
8. Menggunakan tempat tidur khusus anti
dekubitus
9. Mengajarkan pasien dan keluarga
mengenai perawatan luka

43
2. Domain 11 : 05 Nov 2023 Perlindungan Infeksi S:

Keamanan / 1. Memonitor adanya tanda dan gejala  Klien mengatakan sedikit lebih
Perlindungan infeksi sistemik dan lokal nyaman
2. Memonitor kerentanan terhadap infeksi O:
Kelas 1 :
3. Memeriksa kulit dan selaput lendir untuk
 Luka tampak lebih bersih
Infeksi adanya kemerahan, kehangatan ekstrem,
 Pus berkurang
Diagnosis : atau drainase
 Bau khas berkurang
4. Mengajarkan peningkatan mobilitas dan
Risiko Infeksi A:
latihan, dengan tepat
5. Mengajarkan pasien dan anggota  Masalah teratasi sebagian
keluarga bagaimana cara menghindari P:
infeksi
 Intervensi dilanjutkan

Pencegahan Luka Tekan

1. Memonitor ketat area yang mengalami


kemerahan
2. Menghindarkan kulit dari kelembaban
berlebihan yang berasal dari keringat,
cairan luka, dan inkontinensia fekal atau
BAK
3. Mengubah posisi pasien 1-2 jam sekali

44
4. Mengubah posisi klien dengan Teknik
yang benar (Misalnya , menghindari
untuk menggeser pasien dan untuk
mencegah trauma pada kulit
5. Menggunakan bantal untuk meninggikan
area yang tertekan
6. Menjaga linen pasien tetap bersih,
kering, dan bebas kerutan
7. Menggunakan Kasur khusus anti
decubitus
8. Memonitor kemampuan bergerak dan
aktivitas-aktivitas pasien

45
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Berbagai degenerasi muncul di kulit seiring dengan pertambahan usia. Ketebalan dan
elastisitas kulit juga semakin berkurang pada orang yang sudah lanjut usia,dan salah satu
masalah kulit yang sering dialami lansia adalah dekubitus, dekubitus adalah kerusakan atau
kematian kulit sampai jaringan di bawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai
tulang. akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga
mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat.

B. Saran

Semoga makalah ini dapat menambah wawasan para pembaca dan bisa untuk dijadikan
bahan pembelajaran di mata kuliah keperawatan gerontik sertaisi dari makalah ini dapat
dengan mudah dipahami oleh para pembaca sehingga pembaca dapat mengetahui informasi
yang disampaikan dari penulisan makalah ini.

46
DAFTAR PUSTAKA

Debora. (2020). Modul Perawatan Kulit Lansia. Jawa Tengah : Literasi Nusantara

Nur Azizah, T. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN MASALAH


KEPERAWATAN RESIKO DEKUBITUS Di UPT. PSTW Kabupaten Magetan
(Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Ponorogo).

iii

Anda mungkin juga menyukai