Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

“PERUBAHAN YANG TERJADI PADA LANSIA SISTEM KARDIOVASKULAR,


SISTEM PENGATURAN TEMPERATUR TUBUH, SISTEM
MUSKULOSKELETAL”

Disusun oleh:
M. Thufeil Addausy : 19100047
Nanda Indira : 19100044
Nuthiya Yuningsih : 19100024
Realdy Chandra : 19100028
Silvi Kurnia Sari : 19100036
Kelas : 7B

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CITRA DELIMA BANGKA BELITUNG
TAHUN 2022

i
Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “PERUBAHAN YANG TERJADI PADA
LANSIA SISTEM KARDIOVASKULAR, SISTEM PENGATURAN TEMPERATUR
TUBUH, SISTEM MUSKULOSKELETAL” dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Keperawatan Gerontik. Selain
itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang Keperawatan Gerontik dan Perubahan
Yang Terjadi Pada Lansia Sistem Kardiovaskular, Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh,
Sistem Muskuloskeletal bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam
penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Pangkalpinang, 30 September 2022

Penulis

ii
Daftar Isi

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ........................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Lanjut Usia ............................................................................................ 3
2.2 Klasifikasi Lanjut Usia ....................................................................................... 3
2.3 Proses Menua ...................................................................................................... 4
2.4 Perubahan Sistem Kardiovaskuler ...................................................................... 5
2.4.1 Pengertian dan Perubahannya .......................................................................... 5
2.4.2 Faktor Resiko yang Mempengaruhi Sistem Kardiovaskuler ........................... 7
2.4.3 Penyakit yang Sering Terjadi pada Sistem Kardiovaskuler ............................. 7
2.5 Perubahan Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh .............................................. 8
2.5.1 Pengertian Termogulasi ................................................................................... 8
2.5.2 Anatomi dan Fisiologis .................................................................................... 9
2.5.3 Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Termogulasi ............................................11
2.5.4 Gangguan/Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul ..............................12
2.6 Perubahan Sistem Kardiovaskuler ......................................................................12
2.6.1 Pengertian dan Perubahannya ..........................................................................12
2.6.2 Faktor yang mempengaruhi perubahan Sistem Muskuloskeletal ....................15
2.6.3 Patologis pada Sistem Muskuloskeletal ...........................................................17
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .........................................................................................................19
3.2 Saran ...................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................20

iii
BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Proses menua adalah sebuah proses yang mengubah orang dewasa sehat menjadi
rapuh disertai dengan menurunnya cadangan hampir semua sistem fisisologis dan disertai
pula dengan meningkatnya kerentanan terhadap penyakit dan kematian. Pendapat lain
mengatakan bahwa menua merupakan suatu proses menghilangnya secara berlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri serta mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas termasuk infeksi dan
kemampuan untuk memperbaiki kerusakan yang diderita (Suryadi, 2003).
Pada lansia terdapat banyak perubahan yang terjadi mencakup perubahan-perubahan
fisik, mental, psikososial, dan perkembangan spiritual. Perubahan fisik mencakup
perubahan pada persarafan, penglihatan, kardiovaskuler, dan lain-lain. Menurut Kuntjoro
(2002) perubahan mental dipengaruhi oleh penurunan kondisi fisik, penurunan fungsi dan
potensi seksual, perubahan aspek psikososial, perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan
dan perubahan dalam peran sosial di masyarakat. Perubahan psikososial dialami lansia
yang dulunya bekerja mengalami pensiun kemudian merasakan kehilangan finansial,
perubahan pada status, teman dan kegiatan. Sedangkan perubahan spiritual dijelaskan
Murray dan Zenter (1987) lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini
terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Perubahan-perubahan
yang terjadi pada lansia memiliki dampak yang mencakup semakin tingginya tingkat
ketergantungan, masalah kesehatan, masalah psikologi mental spiritual dan lain-lain.
(Kuntjoro, 2002).
Secara demografis, berdasarkan sensus penduduk tahun 1971, jumlah penduduk
berusia 60 tahun ke atas sebesar 5,3 juta (4,5%) dari jumlah penduduk di Indonesia.
Selanjutnya pada tahun 1980, jumlah ini meningkat menjadi 11,3 juta (6,4%). Pada tahun
2000 diperkirakan meningkat sekitar 15,3 juta (7,4%) dari jumlah penduduk, dan pada
tahun 2005 jumlah ini diperkirakan meningkat menjadi 18,3 juta (8,5%). Dan pada tahun
2005-2010, jumlah lanjut usia akan sama dengan jumlah balita, yang sekitar 19,3 juta
(9,0%) dari jumlah penduduk. Bahkan pada tahun 2020-2025, Indonesia akan menduduki
peringkat negara dan struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC (Republik
Rakyat China), India, Amerika Serikat dengan umur harapan hidup diatas 70 tahun. Dan
menurut Biro Pusat Statistik, pada tahun 2005 di Indonesia terdapat 18.238.107

1
penduduk lansia. Jumlah ini akan meningkat hingga 33 juta orang lansia 12% dari total
penduduk (Wahjudi, 2008).

1.2 Rumusan Masalah


Secara garis besar, masalah yang di rumuskan adalah sebagai berikut.
1. Mampu mengetahui pengertian usia lanjut dan proses menua.
2. Mampu memahami perubahan-perubahan yang terjadi pada proses menua, seperti
perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskular, sistem pengaturan temperatur
tubuh, dan sistem muskuloskeletal.

1.3 Tujuan
Makalah ini dimasukkan sebagai pedoman, agar mahasiswa, dan masyarakat mengetahui
tentang perubahan-perubahan yang lazim terjadi pada proses menua baik dari segi
biologis (fisik), psikologis (mental), psikososial, spiritual, dan kultural.

2
BAB II

Pembahasan

2.1 Definisi Lanjut Usia


Lanjut usia menurut Stanley, Blair, & Beare (2005) terjadi pada setiap individu dapat
diprediksi terjadinya perubahan secara fisik dan perilaku, proses menua secara biologis
yang umum terjadi dan akan di alami oleh semua orang. Lansia adalah kenyataan
kejadian biologi yang terjadi seiring dengan berjalannya waktu (Hayflick 1994 dalam
Stanhope & Lancaster 2004). Menurut Fatmawati (2010) lanjut usia adalah proses
alamiah dan berkesinambungan yang mengalami perubahan anatomis, fisiologis dan
biokimia pada tubuh yang akan berpengaruh pada fungsi dan kemampuan tubuh secara
keseluruhan. Lanjut usia menurut Efendi dan Mahfudin (2009) merupakan tahap lanjut
dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stress lingkungan, seseorang dikatakan lanjut usia berumur 65 tahun
ke atas. Lanjut usia di mulai setelah pensiun, biasanya antara usia 65 dan 75 tahun (Potter
& Perry 2005). Lanjut Usia menurut Santrock (2002) bahwa lansia dimulai ketika
individu memasuki usia 60 tahun keatas.
Lanjut usia merupakan periode penutup dalam rentang hidup seseorang atau suatu
periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih
menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat (Hurlock, 2004).
Masa usia lanjut merupakan merupakan masa dimana terjadi berbagai perubahan dan
penyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya, antara lain terjadinya sindrom lepas
jabatan dan kesedihan yang berkepanjangan (Hernawati, 2006). Menurut Kaplan dan
Saddock pada tahun (2007) lanjut usia yang memiliki penyesuaian diri yang baik seperti
dapat berinteraksi dengan tetangga dan masyarakat sekitar dan mengikuti kegiatan-
kegiatan yang ada di daerah lanjut usia berada, maka timbal balik dari dukungan sosial itu
sendiri juga akan baik dan sebaliknya sehingga akan mempengaruhi kualitas hidup lansia.

2.2 Klasifikasi Lanjut Usia


Klasifikasi lanjut usia menurut Hurlock (2004) dalam tahapan perkembangan dalam
rentang kehidupan mengatakan bahwa batasan masa tua atau masa usia lanjut adalah 60
tahun sampai meninggal. Sedangkan menurut Fatmawati (2010) lanjut usia di bagi 4
kelompok ; Middle age (45 - 59 tahun) ; Elderly (60 -74 tahun) ; Old (70 – 90 tahun) ;

3
Very old (< 90 tahun). Klasifikasi lanjut usia menurut Maryam dkk (2008) 1) Pralansia
(presinilas) (45 – 60 tahun), 2) Lansia (60 tahun), 3) Lansia resiko tinggi (70 tahun).

2.3 Proses Menua


Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua
merupakan proses sepanjang hidup yang hanya di mulai dari satu waktu tertentu, tetapi
dimulai sejak permulaan kehidupan. Menua merupakan proses alamiah, yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap
ini berbeda, baik secara biologis, maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti
mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit
mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan
semakin memburuk, gerakan-gerakan lambat, dan postur tubuh yang tidak proforsional
(Nugroho, 2008).
Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alami. Menua bukanlah
suatu proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam
maupun luar tubuh. Memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering
menghinggapi kaum lanjut usia. Lanjut usia akan selalu bergandengan dengan perubahan
fisiologi maupun psikologi (Nugroho, 2000).
Dalam buku keperawatan gerontik dan geriatric, Wahyudi Nugroho (2008)
mengatakan bahwa menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan dari jejas (termasuk infeksi)
dan memperbaiki kerusakan yang di derita. Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa
manusia secara perlahan mengalami kemunduran struktur dan fungsi organ. Kondisi ini
jelas menunjukkan bahwa proses menua itu merupakan kombinasi dari bermacam-macam
faktor yang saling berkaitan yang dapat mempengaruhi kemandirian dan kesehatan lanjut
usia, termasuk kehidupan seksualnya.
Proses menua merupakan proses yang terus menerus/berkelanjutan secara alamiah
dan umumnya di alami oleh semua makhluk hidup, misalnya, dengan terjadinya
kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain, hingga tubuh mati sedikit
demi sedikit. Kecepatan proses menua setiap individu pada organ tubuh tidak akan sama.
Adakalanya seseorang belum tergolong lanjut usia/masih muda, tetapi telah menunjukkan
kekurangan yang mencolok. Adapula orang yang sudah lanjut usia, penampilannya masih
sehat, segar bugar, dan badan tegap. Walaupun demikian, harus diakui bahwa ada

4
berbagai penyakit yang sering dialami lanjut usia. Manusia secara lambat dan progresif
akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menempuh semakin banyak
penyakit degeneratif (mis: hipertensi, arteriosklerosis, diabetes militus dan kanker) yang
akan menyebabkan berakhirnya hidup dengan episode terminal yang dramatis, misalnya
stroke, infark miokard, koma asidotik, kanker metastatis dan sebagainya.
Proses menua merupakan kombinasi bermacam-macam faktor yang saling berkaitan.
Sampai saat ini, banyak definisi dan teori yang menjelaskan tentang proses menua yang
tidak seragam. Secara umum, proses menua didefinisikan sebagai perubahan yang terkait
waktu, bersifat universal, intrinsik, progresif, dan detrimental. Keadaan tersebut dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan untuk dapat
bertahan hidup.

2.4 Perubahan Sistem Kardiovaskular


2.4.1 Pengertian dan Perubahannya
Sistem kardiovaskular sangat erat kaitannya dengan jantung dan pembuluh
darah dimana jantung dan pembuluh darah merupakan satu kesatuan integrasi
yang mampu memberikan oksigen dan nutrient bagi setiap sel hidup untuk
bertahan hidup. Sistem ini bertanggung jawab atas pengangkutan darah kaya
oksigen dan nutrisi ke organ serta pengangkutan produk limbah metabolik yang
selanjutnya akan dibuang dari tubuh (Touhy & Jett, 2014).
1. Perubahan Miokardium
Perubahan meliputi amyloid deposits, akumulasi lipofuscin, degenerasi
basofilik, atrofi miokard atau hipertropi, katup kaku dan menebal, serta
jumlah jaringan ikat meningkat (Miller, 2012). Penuaan tidak mengakibatkan
perubahan ukuran jantung, tetapi dinding ventrikel kiri cenderung
ketebalannya sedikit meningkat. Hal ini diakibatkan oleh peningkatan
densitas kolagen dan hilangnya fungsi serat elastis, sehingga jantung menjadi
mampu untuk distensi dengan kekuatan kontraktil yang kurang efektif.
Penebalan miokardium dan miokardium yang kurang dapat diregangkan serta
katup yang kaku, menyebabkan terjadi peningkatan waktu pengisian
diastolik. Peningkatan tekanan pengisian diastolik digunakan untuk
mempertahankan preload yang adekuat (Stanley & Bare, 2006). Menurut
Miller (2012) perubahan lain yang terjadi terkait usia yaitu penebalan

5
endokardium atrium, penebalan katup atrioventrikular, dan kalsifikasi
sebagian dari anulus mitral katup aorta.
2. Perubahan Mekanisme Neuro-conduction
Di mana miokardium menjadi semakin mudah irritable dan kurang
responsif terhadap impuls dari sistem saraf simpatik (Miller, 2012).
Perubahan yang berkaitan dengan usia menyebabkan konsekuensi fungsional,
terutama melibatkan elektrofisiologi jantung (sistem neuroconduction).
Perubahan yang terjadi dalam sistem neuroconduction yaitu penurunan
jumlah sel alat pacu jantung (pacemaker cells) dan ketidakteraturan dalam
bentuk sel-sel alat pacu jantung meningkat. Perubahan struktural
memengaruhi konduksi sistem jantung melalui peningkatan jumlah jaringan
fibrosa dan jaringan ikat. Jumlah total sel pacemaker mengalami penurunan
seiring bertambahnya usia. Berkas his kehilangan serat konduksi yang
membawa impuls ke ventrikel (Stanley & Beare, 2006).
3. Perubahan Pembuluh Darah
Terlihat sama seperti pada kulit dan otot yang mempengaruhi lapisan
(intima) dari pembuluh darah, terutama arteri. Perubahan yang paling
signifikan pada kulit adalah penurunan elastisitas, sama dengan pembuluh
darah juga mengalami penurunan elastisitas yang memungkinkan darah
bersirkulasi (Touhy & Jett, 2014). Kehilangan elastisitas mengganggu aliran
koroner dan dapat menyebabkan penyakit kardiovaskular.
Dinding arteri terdiri dari tiga lapisan yaitu tunika adventitia, tunika
media, dan tunika intima (Bolton & Rajkumar, 2011). Adapun perubahan
yang berkaitan dengan usia mempengaruhi dua dari tiga lapisan pembuluh
darah dan akibat yang ditimbulkan bervariasi, tergantung pada lapisan yang
terkena. Misalnya, perubahan dalam tunika intima (lapisan terdalam)
memiliki dampak yang paling serius dalam perkembangan aterosklerosis,
sedangkan perubahan dalam tunika media (lapisan tengah), berhubungan
dengan hipertensi. Tunika eksterna (lapisan terluar) tidak akan terpengaruh
dari penuaan. Lapisan ini, terdiri dari jaringan adiposa dan jaringan ikat yang
mendukung serabut saraf dan vasorum vasa, serta suplai darah untuk tunika
media (Miller, 2012).
4. Adanya Mekanisme Baroreflex

6
Terjadi dimana sudah menjadi proses fisiologis, ketika mengatur
tekanan darah tubuh akan meningkatkan atau menurunkan denyut jantung
dan resistensi pembuluh darah perifer. Resistensi pembuluh darah perifer
berfungsi untuk mengkompensasi penurunan sementara atau peningkatan
tekanan arteri. Baroreseptor di arkus aorta dan sinus karotis sebenarnya
reseptor regang. Penurunan distensi pada reseptor ini, menyebabkan
penambahan aktivitas pada sistem parasimpatik dan ihibisi sistem aliran
saraf.
Proses menua mengakibatkan perubahan mekanisme baroreflex
termasuk pengerasan arteri dan pengurangan respon kardiovaskuar terhadap
stimulasi adrenergik. Selain itu terjadi perubahan miokardium, perubahan
afterload, dan perubahan mekanisme neuro-conduction. Untuk itu perawat
perlu mengerti perubahan tersebut untuk melihat keabnormalan apa yang
mungkin terjadi pada lansia untuk memberikan intervensi terbaik bagi lansia.

2.4.2 Faktor Resiko yang Mempengaruhi Sistem Kardiovaskular


Faktor yang dapat memengaruhi kerja dari sistem kardiovaskular pada
lansia seperti aterosklerosis, ketidakefektifan fisik (physical inactivity),
merokok, kebiasaan makan (dietary habits), obesitas, hipertensi, gangguan
lipid (lipid disorders), sindrom metabolik, faktor psikososial, serta faktor
keturunan dan sosial-ekonominya (Miller, 2012). Faktor yang pertama adalah
aterosklerosis, yaitu kelainan pada arteri dimana terdapat plak dalam
pembuluh darah yang dapat mengurangi atau menghalangi aliran darah
(Miller, 2012).

2.4.3 Penyakit yang sering Terjadi pada Sistem Kardiovaskular


1. Hipertensi
Definisi hipertensi atau tekanan darah tinggi yaitu peningkatan
darah sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah
diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih tinggi pada dua kali
pengukuran yang berbeda, yang memerlukan pengobatan dengan obat
antihipertensi (Miller, 2012; Touhy & Jett, 2014). Pada lansia, nilai
normal tekanan darah yaitu apabila tekanan darah sistolik 130 mmHg
dan tekanan darah diastolik 85 mmHg (Miller, 2012). Pada orang

7
berusia 65 tahun ke atas, hipertensi lebih banyak diderita oleh wanita
daripada pria (Tabloski, 2014). Menurut American Heart Association
(2017), tekanan darah pada dewasa diklasifikasikan sebagai berikut;
normal apabila sistolik kurang dari 120 mmHg dan diastolik kurang
dari 80 mmHg; meningkat apabila sistolik 120-129 mmHg dan
diastolik kurang dari 80 mmHg; hipertensi stage 1 apabila sistolik 130-
139 mmHg dan diastolik 80-89 mmHg; hipertensi stage 2 apabila
sistolik lebih atau sama dengan 140 mmHg dan diastolik lebih atau
sama dengan 90 mmHg.
2. Gagal Jantung
Congestive heart failure (CHF) atau gagal jantung kongestif
adalah salah satu penyakit pada sistem kardiovaskular yang menjadi
salah satu penyakit yang mematikan. CHF merupakan kondisi lanjutan
atau lebih parah dari gagal jantung atau heart failure (HF). Prevalensi
penderita HF sendiri terbilang meningkat seiring bertambahnya usia.
Berdasarkan data dari National Health and Nutrition Examination
Survey tahun 2011-2014 dalam American Heart Associations (2017),
presentasi penderita gagal jantung pada usia 60-79 tahun mencapai
6.2% pada laki-laki dan 5.7% pada perempuan. Jumlah tersebut
meningkat pada usia lebih dari 80, presentasi penderita HF mencapai
14.1% pada laki-laki dan 13.4% pada perempuan. Kejadian dan
prevalensi gagal jantung kronis (CHF) meningkat seiring
bertambahnya usia, karena kombinasi perubahan fisiologis dan
anatomis yang terkait dengan penuaan, dan meningkatnya frekuensi
kondisi komorbid yang merupakan predisposisi CHF (Cardiol, 2016).

2.5 Perubahan Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh


2.5.1. Pengertian Termogulasi
Termoregulasi berasal dati kata “termo” yang artinya suhu dan “regulasi”
artinya pengaturan sehingga termoregulasi ialah pengaturan suhu tubuh.
Termoregulasi adalah suatu pengaturan fisiologi tubuh manusia mengenai
keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat di
perhatikan secara konstan.(Aziz,2012).

8
Termoregulasi merupakan suhu tubuh dimana suhu tubu dapat mengalami
panas dan dingin “hootness and coldness” yang berpengaruh pada lingkungan
sekitar / ruang pada saat kita berada. Suhu tubuh merupakan perbedaan antara
produksi panas dari tubuh dan antara pengeluaran suhu panas ke luar lingkungan
luar tubuh. Sedangkan termoregulasi pada lansia merupakan Suatu pengaturan
fisiologis tubuh manusia yang sudah mengalami penurunan usia untuk
keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat
dipertahankan secara konstan.
2.5.2. Anatomi dan Fisiologis
Sistem termoregulasi dikendalikan oleh hipotalamus di otak, yang berfungsi
sebagai termostat tubuh. Hipotalamus terletak antara hemisfer serebral sebagai
pengontrol suhu tubuh. Hipotalamus anterior mengontrol pengeluaran panas dan
hipotalamus posterior mengontrol produksi panas. .hipoalamus mampu berespon
terhadap perubahan suhu sekecil 0,01° C.
Hipotalamus sebagai pusat integrasi termoregulasi tubuh, menerima informasi
aferen mengenai suhu di berbagai bagian tubuh dan memulai penyesuaian
terkoordinasi dalam mekanisme penambahan atau pengurangan panas Pusat
pengaturan suhu inti berada di preoptik area hipotalamus di rangsang, efektor
sistem mengirim sinyal untuk mengeluarkan keringat.
Adapun sensor lain yang mengatur sistem termoregulasi adalah:
1. Kulit
Kulit teridiri dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis dan
subkutis. Epidermis mengalami perubahan ketebalan sangat sedikit
seiring penuaan sesorang. perlambatan dalam proses perbaikan sel,
jumlah sel basal yang lebih sedikit, Dalam proses penuaan (lansia),
volume dermal mengalami penurunan, sehingga dermis menjadi tipis,
dan jumlah sel biasanya menurun. Pada saat elastisitas menurun,
dermis meningkatkan kekuatan peregangannya; hasilnya adalah lebih
sedikit ‘’melentur’’ ketika kulit mengalami tekanan. Lapisan jaringan
subkutan mengalami penipisan seiring dengan peningkatan usia. Hal
ini turut berperan lebih lanjut terhadap kelemahan kulit dan
penampilan kulit yang kendur/menggantung diatas tulang rangka.
Penurunan lapisan lemak terutama dapat dilihat secara jelas pada

9
wajah, tangan, kaki, dan betis, penurunan lemak tubuh lebih lanjut
menimbulkan gangguan fungsi perlindungandari kulit tersebut.
Mekanisme pengeluaran panas ada 4 yaitu: konveksi, konduksi,
radiasi dan penguapan. Perpindahan panas dari kulit ke udara dan
terbawa oleh arus udara disebut koveksi. Jika suhu kulit lebih besar
dari suhu sekitarnya tubuh dapat kehilangan panas karena radiasi dan
konduksi, tapi jika suhu lingkungan lebih tinggi daripada kulit,tubuh
mendapatkan panas melalui radiasi dan konduksi maka satu-satunya
cara tubuh melepaskan diri dari panas adalah dengan penguapan.
Kulit mempunyai banyak reseptor sensori untuk dingin dan
hangat dibanding reseptor yang terdapat pada organ tubuh lain seperti
lidah, saluran pernapasan, maupun organ visera lain. Jika kulit dingin
melebihi suhu tubuh maka ada tiga proses untuk meningkatkan suhu
tubuh. Ketiga proses yaitu menggigil untuk memproduksi panas,
berkeringat untuk menghalangi panas, dan vasokonstriksi untuk
menurunkan kehilangan panas. (Asmadi 2008)
2. Inti Tubuh.
Selain reseptor oleh kulit, inti tubuh yang merespon terhadap suhu
tubuh pada organ tubuh bagian dalam, seperti hati, jantung, visera
abnormal, spinal cord, dan lain- lain.Termoreseptor di hipotalamus
lebih sensitif terhadap suhu inti. (Aziz,2012)
Perubahan respon tubuh usia lanjut terhadap system termoregulasi ( Miller,2012),:
1. Respon Terhadap suhu dingin
Perubahan respon tubuh usia lanjut terhadap suhu dingin meliputi
vosokontriksi yang tidak efisien, penurunan cardiac output, penurunan
massa otot,kurangnya sirkulasi periper, penurunan jaringan subkutan
serta terlambatnya dan berkurangnya menggigil.
2. Respon terhadap suhu panas
Peningkatan suhu atau demam adalah respon protektif tubuh terhadap
kondisi patologis, seperti kanker, infeksi, dehidrasi, suhu tubuh usia
lanjut tidak selalu meningkat (demam) saat kondissi patologis, suhu
tubuh dapat terlihat normal atau biasa rendah karena terjadi perubahan
terhadap pusat termoregulasi di hypothalamus yang berkorelasi dengan
bertambahnya usia.
10
2.5.3. Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Termogulasi
1. Usia
Perubahan fungsi ginjal untuk menympan air yang terjadi pada usia
lanjut mengakibatkan respon menurunkan haus yang berkontribusi
terhadap tidak adekatnya cairan dan kehilangan termoregulasi.
2. Lingkungan
Suhu lingkungan bias meningkatkan kerentanan lansia untuk usia lebih
dari 75 tahun untuk mengalami hipotermi atau hipertermi. Factor lain
yang meningkatkan resikon perubahan termoregulasi adalah
lingkungan.Contoh: panas yang berhubungan dengan penyakit bisa
terjadi presibilitasi dengan adanya aktivitas moderat di cuaca yang
panas dan lembab, khususnya jika intake cairan tidak adekuat. Jika
hanya mengandalkan sensasi haus merka untuk signal terhadap
kebuuhan intake cairan, mereka bisa dimungkinkan untuk dehidrasi
karena usia yang berhubungan dengan sensasi haus.
3. Psikososial
Lansia yang mengalami isolasi social dan dimensia dapat
meningkatkan resiko gangguan termoregulasi karena mereka
kehilangan kemampuan kognitif sehingga tidak memungkinka
nmereka untuk mengatur suhu tubuhnya dan menggunakan pakaian
yang sesuai.
4. Perubahan persepsi
Lansia mengalami penurunan persepsi yang merubah persepsi dingin
atau panas lansia dan mengurangi stimulus untuk melakukan aksi
protektif, misal menambah pakaian atau menaikkan suhu lingkungan.
5. Hipertermi
Yang ditandai dengan suhu diatas 39,4° C yang dihasilkan dari paparan
lingkungan dan latihan. Resiko hipertermi meningkat dengan adanya
perubhan psikologi yang meningkatkan produksi panas internal, misal
hipertiroid, ketoasidosis diabetic) atau mengganggu kemampuan dalam
berespon untuk tekanan panas (misal kardiovaskuler dan
ketidakseinbangan cairan).
6. Hipotermi

11
Hipotermi ditandai dengan suhu inti tubuh 35 0C atau dibawahnya
akibat darimetabolisme yang menurun (Efendi, 2009). Resik
meningkat jika ada kondisi dimana produksipanas menurun (misal saat
inaktifitas, malnutrisi, gangguan endokrin dan kondisi neuromuscular)
serta meningkatkan kehilangan panas( terbakar atau vasodilatasi ) atau
dampak dari proses termoregulasinoemal tubuh ( kondisi patologi pada
pusat system saraf). Selain itu resiko hiptermi juga meningkat jika
mengalami gangguan seterti kardiovaskular, infeksi, trauma , gangguan
endikrin dan gagal ginjal kronik

2.5.4. Gangguan / Masalah Keperawatan yang Mungki Muncul


1. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh
2. Hipertermi
3. Hupotermi
4. Ketidakefektifan system termoregulasi
5. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh

2.6 Perubahan Sistem Muskuloskeletal


2.6.1. Pengertian dan Perubahannya
Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang terdiri dari tulang, sendi, dan otot.
Sistem tersebut paling erat kaitannya dengan mobilitas fisik individu. Seiring
bertambahnya usia, terdapat berbagai perubahan yang terjadi pada sistem musculoskeletal
yang terdiri dari tulang, otot, sendi, dan saraf.
1. Perubahan fisiologis tulang
Sistem skeletal pada manusia tersusun dari 206 tulang termasuk
dengan sendi yang menghubungkan antar keduanya. Kerangka yang dibentuk
dari susunan tulang tersebut sangat kuat namun relatif ringan. Fungsi utama
sistem skeletal ini adalah memberikan bentuk dan dukungan pada tubuh
manusia. Selain itu, sistem ini juga berperan untuk melindungi tubuh,
misalnya tulang tengkorak yang melindungi otak dan mata, tulang rusuk yang
melindungi jantung, serta tulang belakang yang melindungi sumsum tulang
belakang. Struktur pada kerangka ini juga terdapat tendon otot yang
mendukung adanya pergerakan (Mauk, 2006).
Tulang mencapai kematangan pada saat waktu dewasa awal tetapi
terus melakukan remodeling sepanjang kehidupan. Menurut Colón, et al.

12
(2018) secara umum, perubahan fisiologis pada tulang lansia adalah
kehilangan kandungan mineral tulang. keadaan tersebut bedampak pada
meningkatnya risiko fraktur dan kejadian terjatuh. Selain itu, terjadi juga
penurunan massa tulang atau disebut dengan osteopenia. Jika tidak ditangani
segara osteopenia bisa berlanjut menjadi osteoporosis yang ditandai dengan
karakteristik berkuranganya kepadatan tulang dan meningkatkan laju
kehilangan tulang.
Perubahan-perubahan lain yang terjadi menurut Miller (2012) antara lain:
1) Meningkatnya resorbsi tulang (misalnya, pemecahan tulang diperlukan
untuk remodeling)
2) Arbsorbsi kalsium berkurang
3) Meningkatnya hormon serum paratiroid;
4) Gangguan regulasi dari aktivitas osteoblast;
5) Gangguan formasi tulang sekunder untuk mengurangi produksi
osteoblastik dari matriks tulang; dan
6) Menurunnya estrogen pada wanita dan testosterone pada laki-laki.
2. Perubahan fisiologis otot
Selain tulang, otot yang dikontrol oleh neuron motorik secara langsung
berdampak pada kehidupan sehari-hari. Perubahan fisilogis pada otot yang
terjadi pada lansia disajikan dalam tabel berikut ( Colón, et al., 2018).

Perubahan Efek Fungsional


Peningkatan variabilitas dalam Peningkatan heterogenitas jarak
ukuran serat otot kapiler, karena kapiler dapat hanya
terletak di tepi serat berdampak
negatif terhadap oksigenasi jaringan

Kehilangan massa otot Penurunan kekuatan dan tenaga


Serabut otot (fiber) tipe II menurun Terjatuh
Infiltrasi lemak Kerapuhan atau otot melemah
Secara keseluruhan akibat dari perubahan kondisi otot yang
berhubungan dengan bertambahnya usia disebut sarkopenia. Sarkopenia
adalah kehilangan masa, kekuatan dan ketahanan otot (Miller, 2012). Berikut
penampang mikroskoping tulang dan otot dalam keadaan normal dan dalam
kondisi patologis

13
3. Perubahan pada sendi dan jaringan ikat
Proses degeneratif memengaruhi tendon, ligamen, cairan synovial.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada sendi meliputi :

Organ/ Perubahan Fisiologis Efek


Jaringan
Sendi Menurunnya viskositas Menurunnya perlindungan
cairan synovial ketika bergerak (Miller, 2012).
 Erosi tulang (Miller, Menghambat pertumbuhan
2012). tulang (Miller, 2012).
 Mengecilnya
kartilago
 Degenerasi gen dan Penurunan elastisitas,
sel elastin. fleksibilitas, stabilitas, dan
 Ligamen memendek imobilitas (Kurnianto, 2015).
 Fragmentasi struktur
fibrosa di jaringan
ikat.
 Pembentukan
jaringan parut di
kapsul sendi dan
jaringan ikat (Miller,
2012).
Penurunan kapasitas Gangguan fleksi dan ekstensi
gerakan, seperti: sehingga kegiatan sehari-hari
penurunan rentang gerak menjadi terhambat.
pada lengan atas, fleksi
punggung bawah, rotasi
eksternal pinggul, fleksi
lutut, dan dorsofleksi
kaki (Miller, 2012).

14
Komponen-komponen kapsul sendi pecah dan kolagen pada jaringan
penyambung meningkat secara progresif (Stanley, et. al., 2007). Efek
perubahan pada sendi ini adalah gangguan fleksi dan ekstensi, penurunan
fleksibilitas struktur berserat, berkurang perlindungan dari kekuatan gerakan,
erosi tulang, berkurangnya kemampuan jaringan ikat (Miller, 2012), inflamasi,
nyeri, penurunan mobilitas sendi, dan deformitas (Stanley, et. al., 2007).

4. Perubahan pada saraf


Proses degeneratif memengaruhi gerak refleks, sensasi, dan posisi
sendi. Perubahan-perubahan yang terjadi pada saraf meliputi:

Organ/ Perubahan Fisiologis Efek


Jaringan
Saraf  Penurunan gerakan  Berjalan lebih lambat.
refleks.  Berkurangnya respon
 Gangguan terhadap rangsangan
proprioception lingkungan (Miller, 2012).
terutama pada
wanita.
 Berkurangnya rasa
sensasi getaran dan
posisi sendi pada
ektremitas bagian
bawah (Miller,
2012).
Perubahan kemampuan Perubahan pemeliharaan
visual dalam posisi tegak
Perubahan kontrol Peningkatan goyangan tubuh
postural yang merupakan tolak ukur
dari gerakan tubuh saat berdiri
(Miller, 2012).

2.6.2. Faktor yang mempengaruhi peruubahan sistem musculoskeletal

15
Berdasarkan rilis Joint Essential pada tahun 2013 berjudul ‘What Are The
Effects Of Aging On The Musculoskeletal System?’
 Gangguan hormon. Riwayat gangguan hormon yang tidak teratasi
dengan baik dapat menyebabkan metabolisme ke tulang maupun otot tidak
optimal. Sebagai contoh, hipertiroidisme berhubungan erat dengan
kelemahan otot dan meningkatkan risiko fraktur akibat demineralisasi
tulang.
 Penyakit sistemik. Penyakit sistemik dapat berupa gangguan vaskuler
atau metabolik. Sebagai contoh, lansia dengan diabetes akan mengalami
gangguan laju atau volume pengiriman nutrisi yang dibutuhkan untuk
remodeling jaringan. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengontrol
proses patologis untuk mengoptimalkan penyembuhan dan potensi
perbaikan sistem muskuloskeletal.
 Faktor diet. Kekurangan nutrisi vitamin esensial (seperti vitamin D dan
vitamin C yang memainkan peran penting dalam pertumbuhan fungsional
otot dan tulang), kurangnya mineral tertentu (seperti kalsium, fosfor dan
kromium dll) dapat menjadi hasil dari masalah pencernaan yang berkaitan
dengan usia. Dengan demikian, terjadi penurunan penyerapan dari usus
atau ketidakseimbangan dalam produksi hormon tertentu yang mengatur
konsentrasi serum vitamin dan mineral seperti kalsitonin, vitamin D,
hormon paratiroid (karena tumor yang sangat lazim di usia lanjut). Diet
yang sangat baik ialah diet yang kaya akan mikro-nutrisi dalam kualitas
tinggi sehingga mampu menurunkan risiko pengembangan cacat tulang
dan kelemahan otot sebagai bagian dari proses penuaan.
 Minimnya aktivitas fisik. Perubahan sistem muskuloskeletal dapat
diperlambat dengan melakukan olahraga karena dapat meningkatkan
kemampuan untuk mempertahankan kekuatan dan fleksibilitas sistem
muskuloskeletal. Normalnya dalam satu hari, setidaknya 30 menit aktivitas
lansia diisi dengan olahraga ringan (Miller, 2012). Beberapa olahraga yang
terkenal dikalangan lansia yaitu Tai chi, yoga, dan pilates (Arenson, 2009).
Selain itu, berjalan juga merupakan olahraga yang mudah dan tidak
membutuhkan banyak peralatan sehingga dapat dilakukan oleh lansia.

16
Jika faktor-faktor tersebut di atas tidak tertangani dengan baik, dapat
berubah menjadi penurunan fungsi muskuloskeletal pada lansia.
Penurunan fungsi muskuloskeletal dipicu oleh tiga faktor (Fillit,
Rockwood & Young, 2017) yaitu :
1. Efek penuaan pada komponen sistem muskuloskeletal,
misalnya tulang rawan artikular, kerangka, jaringan lunak,
memberikan kontribusi untuk pengembangan osteoporosis dan
osteoarthritis serta penurunan gerakan sendi, kekakuan, dan
kesulitan dalam memulai gerakan.
2. Gangguan muskuloskeletal berhubungan dengan penuaan yang
mulai terjadi pada masa dewasa muda menyebabkan peningkatan
rasa sakit dan cacat tanpa memperpendek rentang hidupnya,
misalnya seronegatif spondyloarthritis, trauma muskuloskeletal.
3. Tingginya angka kejadian gangguan muskuloskeletal tertentu
pada lansia, misalnya polymyalgia rheumatica, penyakit Paget
tulang, arthropathies terkait kristal.
2.6.3. Patologis pada Sistem Muskuloskeletal
1. Osteoporosis
Osteoporosis merupakan penyakit skeletal istemik yang ditandai
dengan berkurangnya kepadatan tulang dan kerusakan jaringan tulang
yang berakibat pada menurunnya kekuatan tulang (Tabloski, 2014).
Kekuatan tulang mencerminkan kepadatan dan kualitas tulang. Kepadatan
dan kualitas tulang merupakan kedua hal yang berbeda. Kepadatan tulang
dipengaruhi oleh gram mineral yang terdapat di dalam tulang. Sementara,
kualitas tulang dipengaruhi oleh mikroarsitektur tulang, bone turnover, dan
akumulasi kerusakan pada tulang (Tabloski, 2014). Sehingga, apabila
individu menderita osteoporosis dimana hal tersebut dapat menurunkan
kekuatan tulangnya, maka individu tersebut akan memiliki risiko tinggi
terjadinya fraktur atau patah tulang (Amelio & Isaia, 2015). Individu yang
mengalami osteoporosis umumnya tidak menimbulkan tanda dan gejala
apapun selain adanya patah tulang (Tabloski, 2014).
2. Arthritis
Arthritis secara harfiah berarti peradangan sendi. Arthritis merupakan
sekelompok kondisi yang mempengaruhi sendi. Kondisi ini menyebabkan
17
kerusakan sendi, biasanya mengakibatkan rasa sakit dan kekakuan.
Arthritis dapat mempengaruhi banyak bagian yang berbeda dari sendi dan
hampir setiap sendi di dalam tubuh (Arthritis Care, 2016). Secara umum,
arthritis dikenal dengan rematik.
1) Osteoarthritis
Osteoarthritis merupakan penyakit radang degenerative
yang menyerang sendi dan otot, tendon dan ligament yang
melekat, hal ini ditandai dengan rasa sakit, bengkak dan
gerakan terbatas di persendian (Touhy & Jett, 2014). Faktor
resiko yang dapat menyebabkan terjadinya osteoarthritis yaitu
penambahan usia, obesitas, riwayat keluarga, dan memiliki
trauma sendi.
2) Rheumatoid Arthritis
Rheumatoid arthritis yaitu penyakit autoimun yang
disebabkan karena inflamasi sendi pada sendi (Arthritis
Research UK, 2014). Ganguan ini merupakan gangguan
sistemik dan kronis. Diperkirakan gangguan ini terjadi ketika
tubuh menciptakan peradangan pada persendiannya sendiri
yang tidak di perlukan dan bersifat merusak dirinya sendiri. Hal
ini terjadi pada selaput synovial tipis yang melapisi kapsul
sendi, selubung tendon dan bursae menjadi meradang. Sendi
yang meradang kemudian menjadi kaku, nyeri dan bengkak.
Pasien biasanya akan merasa lelah atau mengalami kekakuan di
pagi hari melebihi osteoarthritis. Menurut Arthritis Research
UK (2014) rasa sakit yang diderita oleh pasien rheumatoid
arthritis karena dua hal yaitu ujung saraf yang teriritasi oleh
bahan kimia yang dihasilkan oleh peradangan dan kapsul sendi
meregang karena pembengkakan. Ketika inflamasi berkurang,
kapsul sendi tetap meregang dan tidak bisa kembali ke posisi
awal, hal ini disebabkan karena sendi menjadi tidak stabil dan
dapat menyebabkan posisi yang salah.
3) Gout
Gout merupakan bagian dari penyakit radang sendi
yang ditandai dengan adanya inflamasi pada sendi akibat
18
akumulasi kristal asam urat (Touhy & Jett, 2014). Kadar asam
urat dalam tubuh ditentukan dari keseimbangan antara
produksinya baik melalui asupan purin dalam diet atau
produksi endogen dan ekskresi ginjal. Menurut Ragab et al
(2017), gout merupakan penyakit sistemik yang dihasilkan dari
pengendapan kristal Monosodium Urat (MSU) dalam jaringan.
MSU dapat disimpan disemua jaringan terutama di dalam sendi
yang nantinya akan membentuk tophi.

19
BAB III

Penutup

3.1 Kesimpulan
Aging process atau proses menua merupakan suatu proses biologis yang tidak dapat
dihindarkan, yang akan dialami oleh setiap orang. Menua adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan (graduil) kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri atau menggantikan dan mempertahankan struktur fungsi secara normal, ketahanan
terhadap injury termasuk adanya infeksi (Paris Constantinides, 1994). Proses menua
sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya dengan terjadinya
kehilangan jaringan pada otot, susunan syaraf dan jaringan lain sehingga tubuh mati
sedikit demi sedikit. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda,
baik dalam hal pencapaian puncak maupun saat menurunnya. Namun umumnya fungsi
fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada umur 20-30 tahun. Usia lanjut adalah mereka
yang telah berusia 60 tahun atau lebih. Belum ada kesepakatan tentang batasan umur
lanjut usia disebabkan terlalu banyak pendapat tentang batasan umur lanjut usia.

3.2 Saran
Makalah ini memang belum sempurna, maka dari itu penulis sangat terbuka dengan
masukan yang diberikan oleh pembaca dan juga penulis berharap supaya makalah ini
dapat bermanfaat dengan baik.

20
Daftar Pustaka

American Hearth Associations (2017). 2017 ACC/AHA/HFSA focused update of the 2013
ACCF/AHA guidelines for the management of heart failure. (C. W. Yancy,
Performer)
American Heart Association. (2017). Guideline for the prevention, detection, evaluation, and
management of high blood pressure in adults. Diakses dari
http://hyper.ahajournals.org
Bolton, E., & Rajkumar, C. (2011). The ageing cardiovascular system. Reviews in Clinical
Gerontology, 21(2), 99–109. http://doi.org/10.1017/S0959259810000389
Cardiol, J. G. (2016, Februari). Hearth failure in the elderly. Journal of Geriatric Cardiology,
13(2), 115-117. doi:10.11909/j.issn.1671-5411.2016.02.009
Deborah, F., & Patricia, K. (2015). Cardiac Assessment. Journal of Home Healthcare Now.
Vol. 33 (9) p 466-472
James P.A., Oparil S., Carter B.L., Cushman W.C., Dennison-Himmelfarb C., Handler J., et
al. (2014). Evidence-based guideline for the management of high blood pressure in
adults: Report from the panel members appointed to the eighth Joint National
Committee (JNC 8). JAMA. 2014; 311 (5): 507-20. doi:10.1001/jama.2013.284427.
Kementerian Kesehatan RI. (2014). InfoDATIN: Pusat data dan informasi kementerian
kesehatan RI, Hipertensi. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
RI.
Lewis, M. C. (2015). Physiologic Changes in the Elderly. Retrieved from
https://www.pogoe.org/sites/default/.../2_Physiologic_Changes_In_The_Elderly.pdf
Lionakis, N., Mendrinos, D., Sanidas E., Favatas, G., & Georgopouluo, M. (2012).
Hypertension in The Elderly. World Journal of Cardiology. Vol 4 (5) p 135-147
Mauk, K. (2006). Gerontological Nursing. Sudbury, Mass.: Jones and Bartlett Publishers.
Miller, C. A. (2012). Nursing for wellness in order adults, 6 th edition. Philadelphia: Wolters
Kluwer Health, Lippincott Williams & Wilkins.
Potter, P, A., Perry, A, G., Stockert, P, A., & Hall, A, M. (2013). Fundamental of nursing 8th
edition. Canada: Elsevier
Stanley, M. & Beare, P.G diterjemahkan oleh Nety Juniarti. (2006). Buku Ajar Keperawatan
Gerontik. Ed. 2. Jakarta: EGC

21
Strait, J. & Lakatta, E. (2012). Aging-Associated Cardiovascular Changes and Their
Relationship to Heart Failure. Heart Failure Clinics, 8 (1), 143-164.
http://dx.doi.org/10. 1016/j.hfc.2011.08.011
Tabloski, P. A. (2014). Gerontological Nursing (3rd Ed). New Jersey: Pearson.
Touhy, T. A & Jett, K. F. (2014). Ebersole and Hess Gerontological Nursing & Healthy
Aging (4th Ed). Missouri: Elsevier Mosby.
Villanueva, P, D., & Alfonso, F. (2016). Heart Failure in The Elderly. Journal of Geriatric
Cardiology. Vol 13 (2) p 115-117

22

Anda mungkin juga menyukai