Disusun oleh:
M. Thufeil Addausy : 19100047
Nanda Indira : 19100044
Nuthiya Yuningsih : 19100024
Realdy Chandra : 19100028
Silvi Kurnia Sari : 19100036
Kelas : 7B
i
Kata Pengantar
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “PERUBAHAN YANG TERJADI PADA
LANSIA SISTEM KARDIOVASKULAR, SISTEM PENGATURAN TEMPERATUR
TUBUH, SISTEM MUSKULOSKELETAL” dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Keperawatan Gerontik. Selain
itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang Keperawatan Gerontik dan Perubahan
Yang Terjadi Pada Lansia Sistem Kardiovaskular, Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh,
Sistem Muskuloskeletal bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam
penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
Daftar Isi
iii
BAB I
Pendahuluan
1
penduduk lansia. Jumlah ini akan meningkat hingga 33 juta orang lansia 12% dari total
penduduk (Wahjudi, 2008).
1.3 Tujuan
Makalah ini dimasukkan sebagai pedoman, agar mahasiswa, dan masyarakat mengetahui
tentang perubahan-perubahan yang lazim terjadi pada proses menua baik dari segi
biologis (fisik), psikologis (mental), psikososial, spiritual, dan kultural.
2
BAB II
Pembahasan
3
Very old (< 90 tahun). Klasifikasi lanjut usia menurut Maryam dkk (2008) 1) Pralansia
(presinilas) (45 – 60 tahun), 2) Lansia (60 tahun), 3) Lansia resiko tinggi (70 tahun).
4
berbagai penyakit yang sering dialami lanjut usia. Manusia secara lambat dan progresif
akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menempuh semakin banyak
penyakit degeneratif (mis: hipertensi, arteriosklerosis, diabetes militus dan kanker) yang
akan menyebabkan berakhirnya hidup dengan episode terminal yang dramatis, misalnya
stroke, infark miokard, koma asidotik, kanker metastatis dan sebagainya.
Proses menua merupakan kombinasi bermacam-macam faktor yang saling berkaitan.
Sampai saat ini, banyak definisi dan teori yang menjelaskan tentang proses menua yang
tidak seragam. Secara umum, proses menua didefinisikan sebagai perubahan yang terkait
waktu, bersifat universal, intrinsik, progresif, dan detrimental. Keadaan tersebut dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan untuk dapat
bertahan hidup.
5
endokardium atrium, penebalan katup atrioventrikular, dan kalsifikasi
sebagian dari anulus mitral katup aorta.
2. Perubahan Mekanisme Neuro-conduction
Di mana miokardium menjadi semakin mudah irritable dan kurang
responsif terhadap impuls dari sistem saraf simpatik (Miller, 2012).
Perubahan yang berkaitan dengan usia menyebabkan konsekuensi fungsional,
terutama melibatkan elektrofisiologi jantung (sistem neuroconduction).
Perubahan yang terjadi dalam sistem neuroconduction yaitu penurunan
jumlah sel alat pacu jantung (pacemaker cells) dan ketidakteraturan dalam
bentuk sel-sel alat pacu jantung meningkat. Perubahan struktural
memengaruhi konduksi sistem jantung melalui peningkatan jumlah jaringan
fibrosa dan jaringan ikat. Jumlah total sel pacemaker mengalami penurunan
seiring bertambahnya usia. Berkas his kehilangan serat konduksi yang
membawa impuls ke ventrikel (Stanley & Beare, 2006).
3. Perubahan Pembuluh Darah
Terlihat sama seperti pada kulit dan otot yang mempengaruhi lapisan
(intima) dari pembuluh darah, terutama arteri. Perubahan yang paling
signifikan pada kulit adalah penurunan elastisitas, sama dengan pembuluh
darah juga mengalami penurunan elastisitas yang memungkinkan darah
bersirkulasi (Touhy & Jett, 2014). Kehilangan elastisitas mengganggu aliran
koroner dan dapat menyebabkan penyakit kardiovaskular.
Dinding arteri terdiri dari tiga lapisan yaitu tunika adventitia, tunika
media, dan tunika intima (Bolton & Rajkumar, 2011). Adapun perubahan
yang berkaitan dengan usia mempengaruhi dua dari tiga lapisan pembuluh
darah dan akibat yang ditimbulkan bervariasi, tergantung pada lapisan yang
terkena. Misalnya, perubahan dalam tunika intima (lapisan terdalam)
memiliki dampak yang paling serius dalam perkembangan aterosklerosis,
sedangkan perubahan dalam tunika media (lapisan tengah), berhubungan
dengan hipertensi. Tunika eksterna (lapisan terluar) tidak akan terpengaruh
dari penuaan. Lapisan ini, terdiri dari jaringan adiposa dan jaringan ikat yang
mendukung serabut saraf dan vasorum vasa, serta suplai darah untuk tunika
media (Miller, 2012).
4. Adanya Mekanisme Baroreflex
6
Terjadi dimana sudah menjadi proses fisiologis, ketika mengatur
tekanan darah tubuh akan meningkatkan atau menurunkan denyut jantung
dan resistensi pembuluh darah perifer. Resistensi pembuluh darah perifer
berfungsi untuk mengkompensasi penurunan sementara atau peningkatan
tekanan arteri. Baroreseptor di arkus aorta dan sinus karotis sebenarnya
reseptor regang. Penurunan distensi pada reseptor ini, menyebabkan
penambahan aktivitas pada sistem parasimpatik dan ihibisi sistem aliran
saraf.
Proses menua mengakibatkan perubahan mekanisme baroreflex
termasuk pengerasan arteri dan pengurangan respon kardiovaskuar terhadap
stimulasi adrenergik. Selain itu terjadi perubahan miokardium, perubahan
afterload, dan perubahan mekanisme neuro-conduction. Untuk itu perawat
perlu mengerti perubahan tersebut untuk melihat keabnormalan apa yang
mungkin terjadi pada lansia untuk memberikan intervensi terbaik bagi lansia.
7
berusia 65 tahun ke atas, hipertensi lebih banyak diderita oleh wanita
daripada pria (Tabloski, 2014). Menurut American Heart Association
(2017), tekanan darah pada dewasa diklasifikasikan sebagai berikut;
normal apabila sistolik kurang dari 120 mmHg dan diastolik kurang
dari 80 mmHg; meningkat apabila sistolik 120-129 mmHg dan
diastolik kurang dari 80 mmHg; hipertensi stage 1 apabila sistolik 130-
139 mmHg dan diastolik 80-89 mmHg; hipertensi stage 2 apabila
sistolik lebih atau sama dengan 140 mmHg dan diastolik lebih atau
sama dengan 90 mmHg.
2. Gagal Jantung
Congestive heart failure (CHF) atau gagal jantung kongestif
adalah salah satu penyakit pada sistem kardiovaskular yang menjadi
salah satu penyakit yang mematikan. CHF merupakan kondisi lanjutan
atau lebih parah dari gagal jantung atau heart failure (HF). Prevalensi
penderita HF sendiri terbilang meningkat seiring bertambahnya usia.
Berdasarkan data dari National Health and Nutrition Examination
Survey tahun 2011-2014 dalam American Heart Associations (2017),
presentasi penderita gagal jantung pada usia 60-79 tahun mencapai
6.2% pada laki-laki dan 5.7% pada perempuan. Jumlah tersebut
meningkat pada usia lebih dari 80, presentasi penderita HF mencapai
14.1% pada laki-laki dan 13.4% pada perempuan. Kejadian dan
prevalensi gagal jantung kronis (CHF) meningkat seiring
bertambahnya usia, karena kombinasi perubahan fisiologis dan
anatomis yang terkait dengan penuaan, dan meningkatnya frekuensi
kondisi komorbid yang merupakan predisposisi CHF (Cardiol, 2016).
8
Termoregulasi merupakan suhu tubuh dimana suhu tubu dapat mengalami
panas dan dingin “hootness and coldness” yang berpengaruh pada lingkungan
sekitar / ruang pada saat kita berada. Suhu tubuh merupakan perbedaan antara
produksi panas dari tubuh dan antara pengeluaran suhu panas ke luar lingkungan
luar tubuh. Sedangkan termoregulasi pada lansia merupakan Suatu pengaturan
fisiologis tubuh manusia yang sudah mengalami penurunan usia untuk
keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat
dipertahankan secara konstan.
2.5.2. Anatomi dan Fisiologis
Sistem termoregulasi dikendalikan oleh hipotalamus di otak, yang berfungsi
sebagai termostat tubuh. Hipotalamus terletak antara hemisfer serebral sebagai
pengontrol suhu tubuh. Hipotalamus anterior mengontrol pengeluaran panas dan
hipotalamus posterior mengontrol produksi panas. .hipoalamus mampu berespon
terhadap perubahan suhu sekecil 0,01° C.
Hipotalamus sebagai pusat integrasi termoregulasi tubuh, menerima informasi
aferen mengenai suhu di berbagai bagian tubuh dan memulai penyesuaian
terkoordinasi dalam mekanisme penambahan atau pengurangan panas Pusat
pengaturan suhu inti berada di preoptik area hipotalamus di rangsang, efektor
sistem mengirim sinyal untuk mengeluarkan keringat.
Adapun sensor lain yang mengatur sistem termoregulasi adalah:
1. Kulit
Kulit teridiri dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis dan
subkutis. Epidermis mengalami perubahan ketebalan sangat sedikit
seiring penuaan sesorang. perlambatan dalam proses perbaikan sel,
jumlah sel basal yang lebih sedikit, Dalam proses penuaan (lansia),
volume dermal mengalami penurunan, sehingga dermis menjadi tipis,
dan jumlah sel biasanya menurun. Pada saat elastisitas menurun,
dermis meningkatkan kekuatan peregangannya; hasilnya adalah lebih
sedikit ‘’melentur’’ ketika kulit mengalami tekanan. Lapisan jaringan
subkutan mengalami penipisan seiring dengan peningkatan usia. Hal
ini turut berperan lebih lanjut terhadap kelemahan kulit dan
penampilan kulit yang kendur/menggantung diatas tulang rangka.
Penurunan lapisan lemak terutama dapat dilihat secara jelas pada
9
wajah, tangan, kaki, dan betis, penurunan lemak tubuh lebih lanjut
menimbulkan gangguan fungsi perlindungandari kulit tersebut.
Mekanisme pengeluaran panas ada 4 yaitu: konveksi, konduksi,
radiasi dan penguapan. Perpindahan panas dari kulit ke udara dan
terbawa oleh arus udara disebut koveksi. Jika suhu kulit lebih besar
dari suhu sekitarnya tubuh dapat kehilangan panas karena radiasi dan
konduksi, tapi jika suhu lingkungan lebih tinggi daripada kulit,tubuh
mendapatkan panas melalui radiasi dan konduksi maka satu-satunya
cara tubuh melepaskan diri dari panas adalah dengan penguapan.
Kulit mempunyai banyak reseptor sensori untuk dingin dan
hangat dibanding reseptor yang terdapat pada organ tubuh lain seperti
lidah, saluran pernapasan, maupun organ visera lain. Jika kulit dingin
melebihi suhu tubuh maka ada tiga proses untuk meningkatkan suhu
tubuh. Ketiga proses yaitu menggigil untuk memproduksi panas,
berkeringat untuk menghalangi panas, dan vasokonstriksi untuk
menurunkan kehilangan panas. (Asmadi 2008)
2. Inti Tubuh.
Selain reseptor oleh kulit, inti tubuh yang merespon terhadap suhu
tubuh pada organ tubuh bagian dalam, seperti hati, jantung, visera
abnormal, spinal cord, dan lain- lain.Termoreseptor di hipotalamus
lebih sensitif terhadap suhu inti. (Aziz,2012)
Perubahan respon tubuh usia lanjut terhadap system termoregulasi ( Miller,2012),:
1. Respon Terhadap suhu dingin
Perubahan respon tubuh usia lanjut terhadap suhu dingin meliputi
vosokontriksi yang tidak efisien, penurunan cardiac output, penurunan
massa otot,kurangnya sirkulasi periper, penurunan jaringan subkutan
serta terlambatnya dan berkurangnya menggigil.
2. Respon terhadap suhu panas
Peningkatan suhu atau demam adalah respon protektif tubuh terhadap
kondisi patologis, seperti kanker, infeksi, dehidrasi, suhu tubuh usia
lanjut tidak selalu meningkat (demam) saat kondissi patologis, suhu
tubuh dapat terlihat normal atau biasa rendah karena terjadi perubahan
terhadap pusat termoregulasi di hypothalamus yang berkorelasi dengan
bertambahnya usia.
10
2.5.3. Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Termogulasi
1. Usia
Perubahan fungsi ginjal untuk menympan air yang terjadi pada usia
lanjut mengakibatkan respon menurunkan haus yang berkontribusi
terhadap tidak adekatnya cairan dan kehilangan termoregulasi.
2. Lingkungan
Suhu lingkungan bias meningkatkan kerentanan lansia untuk usia lebih
dari 75 tahun untuk mengalami hipotermi atau hipertermi. Factor lain
yang meningkatkan resikon perubahan termoregulasi adalah
lingkungan.Contoh: panas yang berhubungan dengan penyakit bisa
terjadi presibilitasi dengan adanya aktivitas moderat di cuaca yang
panas dan lembab, khususnya jika intake cairan tidak adekuat. Jika
hanya mengandalkan sensasi haus merka untuk signal terhadap
kebuuhan intake cairan, mereka bisa dimungkinkan untuk dehidrasi
karena usia yang berhubungan dengan sensasi haus.
3. Psikososial
Lansia yang mengalami isolasi social dan dimensia dapat
meningkatkan resiko gangguan termoregulasi karena mereka
kehilangan kemampuan kognitif sehingga tidak memungkinka
nmereka untuk mengatur suhu tubuhnya dan menggunakan pakaian
yang sesuai.
4. Perubahan persepsi
Lansia mengalami penurunan persepsi yang merubah persepsi dingin
atau panas lansia dan mengurangi stimulus untuk melakukan aksi
protektif, misal menambah pakaian atau menaikkan suhu lingkungan.
5. Hipertermi
Yang ditandai dengan suhu diatas 39,4° C yang dihasilkan dari paparan
lingkungan dan latihan. Resiko hipertermi meningkat dengan adanya
perubhan psikologi yang meningkatkan produksi panas internal, misal
hipertiroid, ketoasidosis diabetic) atau mengganggu kemampuan dalam
berespon untuk tekanan panas (misal kardiovaskuler dan
ketidakseinbangan cairan).
6. Hipotermi
11
Hipotermi ditandai dengan suhu inti tubuh 35 0C atau dibawahnya
akibat darimetabolisme yang menurun (Efendi, 2009). Resik
meningkat jika ada kondisi dimana produksipanas menurun (misal saat
inaktifitas, malnutrisi, gangguan endokrin dan kondisi neuromuscular)
serta meningkatkan kehilangan panas( terbakar atau vasodilatasi ) atau
dampak dari proses termoregulasinoemal tubuh ( kondisi patologi pada
pusat system saraf). Selain itu resiko hiptermi juga meningkat jika
mengalami gangguan seterti kardiovaskular, infeksi, trauma , gangguan
endikrin dan gagal ginjal kronik
12
(2018) secara umum, perubahan fisiologis pada tulang lansia adalah
kehilangan kandungan mineral tulang. keadaan tersebut bedampak pada
meningkatnya risiko fraktur dan kejadian terjatuh. Selain itu, terjadi juga
penurunan massa tulang atau disebut dengan osteopenia. Jika tidak ditangani
segara osteopenia bisa berlanjut menjadi osteoporosis yang ditandai dengan
karakteristik berkuranganya kepadatan tulang dan meningkatkan laju
kehilangan tulang.
Perubahan-perubahan lain yang terjadi menurut Miller (2012) antara lain:
1) Meningkatnya resorbsi tulang (misalnya, pemecahan tulang diperlukan
untuk remodeling)
2) Arbsorbsi kalsium berkurang
3) Meningkatnya hormon serum paratiroid;
4) Gangguan regulasi dari aktivitas osteoblast;
5) Gangguan formasi tulang sekunder untuk mengurangi produksi
osteoblastik dari matriks tulang; dan
6) Menurunnya estrogen pada wanita dan testosterone pada laki-laki.
2. Perubahan fisiologis otot
Selain tulang, otot yang dikontrol oleh neuron motorik secara langsung
berdampak pada kehidupan sehari-hari. Perubahan fisilogis pada otot yang
terjadi pada lansia disajikan dalam tabel berikut ( Colón, et al., 2018).
13
3. Perubahan pada sendi dan jaringan ikat
Proses degeneratif memengaruhi tendon, ligamen, cairan synovial.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada sendi meliputi :
14
Komponen-komponen kapsul sendi pecah dan kolagen pada jaringan
penyambung meningkat secara progresif (Stanley, et. al., 2007). Efek
perubahan pada sendi ini adalah gangguan fleksi dan ekstensi, penurunan
fleksibilitas struktur berserat, berkurang perlindungan dari kekuatan gerakan,
erosi tulang, berkurangnya kemampuan jaringan ikat (Miller, 2012), inflamasi,
nyeri, penurunan mobilitas sendi, dan deformitas (Stanley, et. al., 2007).
15
Berdasarkan rilis Joint Essential pada tahun 2013 berjudul ‘What Are The
Effects Of Aging On The Musculoskeletal System?’
Gangguan hormon. Riwayat gangguan hormon yang tidak teratasi
dengan baik dapat menyebabkan metabolisme ke tulang maupun otot tidak
optimal. Sebagai contoh, hipertiroidisme berhubungan erat dengan
kelemahan otot dan meningkatkan risiko fraktur akibat demineralisasi
tulang.
Penyakit sistemik. Penyakit sistemik dapat berupa gangguan vaskuler
atau metabolik. Sebagai contoh, lansia dengan diabetes akan mengalami
gangguan laju atau volume pengiriman nutrisi yang dibutuhkan untuk
remodeling jaringan. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengontrol
proses patologis untuk mengoptimalkan penyembuhan dan potensi
perbaikan sistem muskuloskeletal.
Faktor diet. Kekurangan nutrisi vitamin esensial (seperti vitamin D dan
vitamin C yang memainkan peran penting dalam pertumbuhan fungsional
otot dan tulang), kurangnya mineral tertentu (seperti kalsium, fosfor dan
kromium dll) dapat menjadi hasil dari masalah pencernaan yang berkaitan
dengan usia. Dengan demikian, terjadi penurunan penyerapan dari usus
atau ketidakseimbangan dalam produksi hormon tertentu yang mengatur
konsentrasi serum vitamin dan mineral seperti kalsitonin, vitamin D,
hormon paratiroid (karena tumor yang sangat lazim di usia lanjut). Diet
yang sangat baik ialah diet yang kaya akan mikro-nutrisi dalam kualitas
tinggi sehingga mampu menurunkan risiko pengembangan cacat tulang
dan kelemahan otot sebagai bagian dari proses penuaan.
Minimnya aktivitas fisik. Perubahan sistem muskuloskeletal dapat
diperlambat dengan melakukan olahraga karena dapat meningkatkan
kemampuan untuk mempertahankan kekuatan dan fleksibilitas sistem
muskuloskeletal. Normalnya dalam satu hari, setidaknya 30 menit aktivitas
lansia diisi dengan olahraga ringan (Miller, 2012). Beberapa olahraga yang
terkenal dikalangan lansia yaitu Tai chi, yoga, dan pilates (Arenson, 2009).
Selain itu, berjalan juga merupakan olahraga yang mudah dan tidak
membutuhkan banyak peralatan sehingga dapat dilakukan oleh lansia.
16
Jika faktor-faktor tersebut di atas tidak tertangani dengan baik, dapat
berubah menjadi penurunan fungsi muskuloskeletal pada lansia.
Penurunan fungsi muskuloskeletal dipicu oleh tiga faktor (Fillit,
Rockwood & Young, 2017) yaitu :
1. Efek penuaan pada komponen sistem muskuloskeletal,
misalnya tulang rawan artikular, kerangka, jaringan lunak,
memberikan kontribusi untuk pengembangan osteoporosis dan
osteoarthritis serta penurunan gerakan sendi, kekakuan, dan
kesulitan dalam memulai gerakan.
2. Gangguan muskuloskeletal berhubungan dengan penuaan yang
mulai terjadi pada masa dewasa muda menyebabkan peningkatan
rasa sakit dan cacat tanpa memperpendek rentang hidupnya,
misalnya seronegatif spondyloarthritis, trauma muskuloskeletal.
3. Tingginya angka kejadian gangguan muskuloskeletal tertentu
pada lansia, misalnya polymyalgia rheumatica, penyakit Paget
tulang, arthropathies terkait kristal.
2.6.3. Patologis pada Sistem Muskuloskeletal
1. Osteoporosis
Osteoporosis merupakan penyakit skeletal istemik yang ditandai
dengan berkurangnya kepadatan tulang dan kerusakan jaringan tulang
yang berakibat pada menurunnya kekuatan tulang (Tabloski, 2014).
Kekuatan tulang mencerminkan kepadatan dan kualitas tulang. Kepadatan
dan kualitas tulang merupakan kedua hal yang berbeda. Kepadatan tulang
dipengaruhi oleh gram mineral yang terdapat di dalam tulang. Sementara,
kualitas tulang dipengaruhi oleh mikroarsitektur tulang, bone turnover, dan
akumulasi kerusakan pada tulang (Tabloski, 2014). Sehingga, apabila
individu menderita osteoporosis dimana hal tersebut dapat menurunkan
kekuatan tulangnya, maka individu tersebut akan memiliki risiko tinggi
terjadinya fraktur atau patah tulang (Amelio & Isaia, 2015). Individu yang
mengalami osteoporosis umumnya tidak menimbulkan tanda dan gejala
apapun selain adanya patah tulang (Tabloski, 2014).
2. Arthritis
Arthritis secara harfiah berarti peradangan sendi. Arthritis merupakan
sekelompok kondisi yang mempengaruhi sendi. Kondisi ini menyebabkan
17
kerusakan sendi, biasanya mengakibatkan rasa sakit dan kekakuan.
Arthritis dapat mempengaruhi banyak bagian yang berbeda dari sendi dan
hampir setiap sendi di dalam tubuh (Arthritis Care, 2016). Secara umum,
arthritis dikenal dengan rematik.
1) Osteoarthritis
Osteoarthritis merupakan penyakit radang degenerative
yang menyerang sendi dan otot, tendon dan ligament yang
melekat, hal ini ditandai dengan rasa sakit, bengkak dan
gerakan terbatas di persendian (Touhy & Jett, 2014). Faktor
resiko yang dapat menyebabkan terjadinya osteoarthritis yaitu
penambahan usia, obesitas, riwayat keluarga, dan memiliki
trauma sendi.
2) Rheumatoid Arthritis
Rheumatoid arthritis yaitu penyakit autoimun yang
disebabkan karena inflamasi sendi pada sendi (Arthritis
Research UK, 2014). Ganguan ini merupakan gangguan
sistemik dan kronis. Diperkirakan gangguan ini terjadi ketika
tubuh menciptakan peradangan pada persendiannya sendiri
yang tidak di perlukan dan bersifat merusak dirinya sendiri. Hal
ini terjadi pada selaput synovial tipis yang melapisi kapsul
sendi, selubung tendon dan bursae menjadi meradang. Sendi
yang meradang kemudian menjadi kaku, nyeri dan bengkak.
Pasien biasanya akan merasa lelah atau mengalami kekakuan di
pagi hari melebihi osteoarthritis. Menurut Arthritis Research
UK (2014) rasa sakit yang diderita oleh pasien rheumatoid
arthritis karena dua hal yaitu ujung saraf yang teriritasi oleh
bahan kimia yang dihasilkan oleh peradangan dan kapsul sendi
meregang karena pembengkakan. Ketika inflamasi berkurang,
kapsul sendi tetap meregang dan tidak bisa kembali ke posisi
awal, hal ini disebabkan karena sendi menjadi tidak stabil dan
dapat menyebabkan posisi yang salah.
3) Gout
Gout merupakan bagian dari penyakit radang sendi
yang ditandai dengan adanya inflamasi pada sendi akibat
18
akumulasi kristal asam urat (Touhy & Jett, 2014). Kadar asam
urat dalam tubuh ditentukan dari keseimbangan antara
produksinya baik melalui asupan purin dalam diet atau
produksi endogen dan ekskresi ginjal. Menurut Ragab et al
(2017), gout merupakan penyakit sistemik yang dihasilkan dari
pengendapan kristal Monosodium Urat (MSU) dalam jaringan.
MSU dapat disimpan disemua jaringan terutama di dalam sendi
yang nantinya akan membentuk tophi.
19
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Aging process atau proses menua merupakan suatu proses biologis yang tidak dapat
dihindarkan, yang akan dialami oleh setiap orang. Menua adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan (graduil) kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri atau menggantikan dan mempertahankan struktur fungsi secara normal, ketahanan
terhadap injury termasuk adanya infeksi (Paris Constantinides, 1994). Proses menua
sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya dengan terjadinya
kehilangan jaringan pada otot, susunan syaraf dan jaringan lain sehingga tubuh mati
sedikit demi sedikit. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda,
baik dalam hal pencapaian puncak maupun saat menurunnya. Namun umumnya fungsi
fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada umur 20-30 tahun. Usia lanjut adalah mereka
yang telah berusia 60 tahun atau lebih. Belum ada kesepakatan tentang batasan umur
lanjut usia disebabkan terlalu banyak pendapat tentang batasan umur lanjut usia.
3.2 Saran
Makalah ini memang belum sempurna, maka dari itu penulis sangat terbuka dengan
masukan yang diberikan oleh pembaca dan juga penulis berharap supaya makalah ini
dapat bermanfaat dengan baik.
20
Daftar Pustaka
American Hearth Associations (2017). 2017 ACC/AHA/HFSA focused update of the 2013
ACCF/AHA guidelines for the management of heart failure. (C. W. Yancy,
Performer)
American Heart Association. (2017). Guideline for the prevention, detection, evaluation, and
management of high blood pressure in adults. Diakses dari
http://hyper.ahajournals.org
Bolton, E., & Rajkumar, C. (2011). The ageing cardiovascular system. Reviews in Clinical
Gerontology, 21(2), 99–109. http://doi.org/10.1017/S0959259810000389
Cardiol, J. G. (2016, Februari). Hearth failure in the elderly. Journal of Geriatric Cardiology,
13(2), 115-117. doi:10.11909/j.issn.1671-5411.2016.02.009
Deborah, F., & Patricia, K. (2015). Cardiac Assessment. Journal of Home Healthcare Now.
Vol. 33 (9) p 466-472
James P.A., Oparil S., Carter B.L., Cushman W.C., Dennison-Himmelfarb C., Handler J., et
al. (2014). Evidence-based guideline for the management of high blood pressure in
adults: Report from the panel members appointed to the eighth Joint National
Committee (JNC 8). JAMA. 2014; 311 (5): 507-20. doi:10.1001/jama.2013.284427.
Kementerian Kesehatan RI. (2014). InfoDATIN: Pusat data dan informasi kementerian
kesehatan RI, Hipertensi. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
RI.
Lewis, M. C. (2015). Physiologic Changes in the Elderly. Retrieved from
https://www.pogoe.org/sites/default/.../2_Physiologic_Changes_In_The_Elderly.pdf
Lionakis, N., Mendrinos, D., Sanidas E., Favatas, G., & Georgopouluo, M. (2012).
Hypertension in The Elderly. World Journal of Cardiology. Vol 4 (5) p 135-147
Mauk, K. (2006). Gerontological Nursing. Sudbury, Mass.: Jones and Bartlett Publishers.
Miller, C. A. (2012). Nursing for wellness in order adults, 6 th edition. Philadelphia: Wolters
Kluwer Health, Lippincott Williams & Wilkins.
Potter, P, A., Perry, A, G., Stockert, P, A., & Hall, A, M. (2013). Fundamental of nursing 8th
edition. Canada: Elsevier
Stanley, M. & Beare, P.G diterjemahkan oleh Nety Juniarti. (2006). Buku Ajar Keperawatan
Gerontik. Ed. 2. Jakarta: EGC
21
Strait, J. & Lakatta, E. (2012). Aging-Associated Cardiovascular Changes and Their
Relationship to Heart Failure. Heart Failure Clinics, 8 (1), 143-164.
http://dx.doi.org/10. 1016/j.hfc.2011.08.011
Tabloski, P. A. (2014). Gerontological Nursing (3rd Ed). New Jersey: Pearson.
Touhy, T. A & Jett, K. F. (2014). Ebersole and Hess Gerontological Nursing & Healthy
Aging (4th Ed). Missouri: Elsevier Mosby.
Villanueva, P, D., & Alfonso, F. (2016). Heart Failure in The Elderly. Journal of Geriatric
Cardiology. Vol 13 (2) p 115-117
22