Anda di halaman 1dari 46

TUGAS INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE PADA LANSIA

Disusun Untuk Memenuhi Penugasan Individu Program Profesi Ners


Departemen Gerontik

Oleh:

Rizki Taufikur Rahman


1900700300011028
Kelompok 2

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWJAYA
MALANG
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ...................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

A . Konsep Lanjut Usia (LANSIA)


1. Pengertian Lansia ............................................................................ 1
2. Batasan Usia Lansia ........................................................................ 1
3. Tugas Perkembangan Lansia ......................................................... 1
4. Proses Menua .................................................................................. 2
5. Perubahan yang Terjadi Akibat Proses Menua ............................... 3

B. Konsep Stroke
1. Pengertian Stroke ............................................................................ 10
2. Klasifikasi Stroke .............................................................................. 11
3. Penyebab Stroke .............................................................................. 14
4. Faktor Risiko Stroke.......................................................................... 16
5. patofisiologis + Pathway Stroke ....................................................... 19
6. Tanda dan Gejala Stroke ................................................................. 22
7. Pemeriksaan .................................................................................... 22
8. Penatalaksanaan ............................................................................. 32
9. Komplikasi ........................................................................................ 33
10. Stroke pada Lansia .......................................................................... 34

C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian ........................................................................................ 35
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul ............................... 39
3. Rencana Keperawatan .................................................................... 40

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 43

ii
A. KONSEP LANJUT USIA
1. PENGERTIAN LANSIA
Seseorang dapat dikatakan lanjut usia apabila telah berusia 60 tahun atau lebih,
yang disebabkan oleh faktor tertentu sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial (Nugroho, 2014).
Secara umum, seseorang juga dapat dikatakan lanjut usia (lansia) apabila
usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan merupakan suatu penyakit, namun
merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
menurunnya kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan.
Lansia merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang
untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis.
Kegagalan ini berkaitan erat dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup
serta meningkatkan kepekaan secara individual (Effendi & Makhfudli, 2009).

2. BATASAN USIA LANJUT


WHO menggolongkan lansia berdasarkan usia kronologis atau biologismenjadi 4
kelompok yaitu middle age (usia 45-59 tahun), elderly (usia 60-74 tahun), old
(usia 75-90 tahun), very old (diatas 90 tahun) (Azizah, 2014). Sedangkan
menurut Depkes RI (2013) dalam Eka (2015) menggolongkan lansia dalam
kategori yaitu pralansia (usia 45-59 tahun), lansia (usia >60 tahun), lansia
dengan resiko tinggi (usia 70 tahun atau lebih) dengan masalah kesehatan,
lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan yang menghasilkan barang
atau jasa, lansia tidak potensial lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

3. TUGAS PERKEMBANGAN LANSIA


Menurut Patricia Gonce Morton dkk (2011) tugas perkembangan keluarga yaitu:
 Memutuskan dimana dan bagaimana akan menjalani hidup selama sisa
umurnya.
 Memelihara hubungan yang suportif, intim dan memuaskan dengan
pasangan hidupnya, keluarga, dan teman.

1
 Memelihara lingkungan rumah yang adekuat dan memuaskan terkait
dengan status kesehatan dan ekonomi
 Menyiapkan pendapatan yang memadai
 Memelihara tingkat kesehatan yang maksimal
 Mendapatkan perawatan kesehatan dan gigi yang komprehensif
 Memelihara kebersihan diri
 Menjaga komunikasi dan kontak yang adekuat dengan keluarga dan teman
 Memelihara keterlibatan social, sipil dan politisi
 Memulai hobi baru (selain kegiatan sebelumnya) yang meningkatkan status
 Mengakui dan merasakan bahwa ia dibutuhkan
 Menemukan arti hidup setelah pension dan saat menghadapi penyakit diri
dan pasangan hidup dan kematian pasangan hidup dan orang yang
disayangi; menyesuaikan diri dengan orang yang disayangi
 Membangun filosofi hidup yang bermakna dan menemukan kenyamanan
dalam filosofi atau agama.

4. PROSES MENUA
Proses menua merupakan proses fisiologis tubuh pada setiap manusia. Proses
menua ini ditandai dengan proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tubuh tidak mampu mempertahankan dirinya terhadap infeksi serta
tubuh tidak mampu memperbaiki kerusakan yang diderita (Azizah, 2011).
Proses penuaan adalah normal, berlangsung secara terus menerus secara
alamiah. Dimulai sejak manusia lahir bahkan sebelumnya dan umunya dialami
seluruh makhluk hidup. Menua merupakan proses penurunan fungsi struktural
tubuh yang diikuti penurunan daya tahan tubuh. Setiap orang akan mengalami
masa tua, akan tetapi penuaan pada tiap seseorang berbeda-beda tergantung
pada berbagai faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut dapat
berupa faktor herediter, nutrisi, stress, status kesehatan dan lain-lain (Stanley,
2006).
Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis.
Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih,
penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan

2
berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat, kurang gairah,
penurunan fungsi organ dan sebagainya. Perubahan yang terjadi pada usia
lanjut mengharuskan individu untuk menyesuakan diri secara terus-menerus.
Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka
timbullah berbagai masalah (Azizah, 2011).
Penurunan fungsi organ juga terjadi pada organ jantung dan pembuluh darah.
sistem kerja pada jantung dan pembuluh darah pun akan mengalami perubahan
dari segi struktur dan fungsinya. Perubahan pada lansia khususnya sistem kerja
pada jantung meliputi perubahan pada ventrikel kiri dan katup jantung yang
mengalami penebalan dan membentuk tonjolan, jumlah sel pacemaker
mengalami penurunan yang mana implikasi klinisnya akan menimbulkan
disritmia pada lansia,kemudian terdapat arteri dan vena yang menjadi kaku
ketika dalam
kondisi dilatasi sehigga katup jantung tidak kompeten yang akibatnya akan
menimbulkan implikasi klinis berupa edema pada ekstremitas (Stanley & Beare,
2006). Perubahan struktural dapat mempengaruhi konduksi sistem jantung
melalui peningkatan jumlah jaringan fibrosa dan jaringan ikat. Dengan
bertambahnya usia, sistem aorta dan arteri perifer menjadi kaku. Kekakuan ini
terjadi akibat meningkatnya serat kolagen dan hilangnya serat elastis dalam
lapisan medial arteri. Proses perubahan akibat penuaan ini akan menyebabkan
terjadinya ateriosklerosis yaitu terjadinya peningkatan kekakuan dan ketebalan
pada katup jantung (Stanley & Beare, 2006).

5. PERUBAHAN YANG TERJADI AKIBAT PROSES MENUA


Perubahan-perubahan yang dapat terjadi pada lansia menurut Nugroho (2008);
Noorkasiani (2009); Aspiani (2014) dan Eliopoulos (2010) adalah sebagai berikut
:
a. Perubahan Fisiologis
1) Sel
Menurut Nugroho (2014) dan Aspiani (2014) perubahan yang terjadi
pada lanjut usia di tingkat sel yaitu berubahnya ukuran sel dimana
ukuran sel menjadi lebih besar, namun jumlah sel menjadi lebih sedikit,
jumlah cairan tubuh dan cairan intraselular berkurang, mekanisme
perbaikan sel terganggu, proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan

3
hati mengalami penurunan, jumlah sel pada otak menurun sehingga
otak menjadi atrofi dan lekukan otak menjadi lebih dangkal dan melebar
akibatnya berat otak berkurang menjadi 5 sampai 20%.
2) Pembuluh darah
Ketika manusia mengalami penuaan, akan terjadi perubahan pada arteri
dimana arteri mengalami penurunan elastisitas yang bertanggung jawab
atas perubahan vaskular ke jantung, ginjal dan kelenjar pituitari
(Sherwood, 2014).
Perubahan yang terjadi ketika seseorang mulai menua yaitu terjadinya
perubahan pada arteri, dimana arteri akan kehilangan elastisitasnya
sehingga dapat berpengaruh terhadap meningkatnya nadi dan tekanan
darah pada sistem kardiovaskuler. Pembuluh darah arteri pun akan
mengalami kekakuan sehingga resistensi vaskuler pun meningkat dan
akan berdampak pada meningkatnya tekanan darah (Sherwood, 2014).
Pada pembuluh darah arteri terdapat tiga lapisan dimanamasing-masing
dari lapisan tersebut dipengaruhi oleh proses penuaan. Tunika intima
yang merupakan lapisan terdalam akan mengalami perubahan yang
paling signifikan termasuk akumulasi fibrosis, kalsium dan lipid serta
proliferasi seluler. Perubahan ini dapat berkontribusi terhadap reaksi dan
perkembangan aterosklerosis. Media tunika yang merupakan lapisan
tengah akan mengalami penipisan dan pengapuran serat elastin dan
peningkatan kolagen yang akan berdampak pada terjadinya pengerasan
pada pembuluh darah. Baroreseptor dan peningkatan restriksi perifer
pun akan mengalami gangguan fungsi yang berdampak pada naiknya
tekanan darah sistolik. Lapisan paling luar atau tunika adventitia ini tidak
berpengaruh terhadap proses penuaan (Eliopoulos, 2010).
3) Tekanan darah
Darah mengalir dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah dengan
tekanan lebih rendah. Kontraksi pada jantung pun menjadi faktor
pencetus terjadinya tekanan pada darah. Salah satu faktor yang
mempengaruhi laju aliran darah melalui suatu pembuluh adalah
diameter pembuluh darah dan resistensi. Resistensi merupakan
tahanan atau hambatan terhadap aliran darah melalui suatu pembuluh
akibat dari gesekan anatara cairan darah yang mengalir dan dinding
4
vaskuler yang diam. Darah akan semakin sulit melewati pembuluh jika
terjadi peningkatan resistensi sehingga laju aliran darah pun akan
berkurang. Jika resistensi meningkat, jantung harus bekerja lebih keras
untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat. Resistensi aliran darah
dipengaruhi oleh viskositas darah dan juga pembuluh darah. Semakin
besar viskositas, semakin besar resistensi dan semakin kental cairan
semakin besar pula viskositasnya. Viskositas darah ditentukan oleh
jumlah sel darah merah (Sherwood, 2014).
4) Sistem persyarafan
 Cepatnya menurun hubungan persyarafan.
 Berat otak menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel saraf
otaknya dalam setiap harinya).
 Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya
dengan stres.
 Mengecilnya saraf panca indera: berkurangnya penglihatan,
hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan
perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan
rendahnya ketahanan terhadap dingin.
 Kurang sensitif terhadap sentuhan
5) Sistem Pendengaran
Menurut (Azizah, 2011) perubahan pada sistem panca indera lainnya
adalah perubahan pada sistem pendengaran. Dimana perubahan ini
meliputi presbiakusis yaitu gangguan yang terjadi pada pendengaran
akibat hilangnya kemampuan daya dengar pada telinga dalam,
khususnya terhadap suara dan nada yang tinggi, terhadap suara yang
tidak jelas, terhadap kata-kata yang sulit dimengerti.
6) Sistem Penglihatan
Pada lansia terjadi perubahan pada sistem indera salah satu
gangguannya adalah perubahan pada sistem penglihatan, dimana daya
akomodasi dari jarak dekat maupun jauh berkurang serta ketajaman
penglihatan pun ikut mengalami penurunan. Perubahan yang lain adalah
presbiopi. Lensa pada mata pun mengalami kehilangan elastisitas

5
sehingga menjadi kaku dan otot penyangga lensa pun lemah (Azizah,
2011).
7) Sistem Kardiovaskuler
Perubahan sistem kardiovaskuler pun dijalaskan oleh (Azizah, 2011)
yang meliputi bertambahnya massa jantung, pada ventrikel kiri
mengalami hipertrofi, dan kemampuan peregangan jantung berkurang
akibat terjadinya perubahan pada jaringan ikat dan penumpukan
lipofusin dan klasifikasi SA node serta akibat dari berubahnya jaringan
konduksi menjadi jaringan ikat. Perubahan yang lainnya yaitu asupan
oksigen pada tingkat maksimal berkurang yang akan mengakibatkan
kapasitas pada paru menurun. Dalam hal ini aktivitas fisik maupun
kegiatan olahraga sangat diperlukan guna meningkatkan Volume O2
(oksigen) maksimum, mengurangi tekanan darah dan guna menurunkan
tekanan darah.
sedangkan Menurut (Fatmah, 2010) gangguan yang terjadi pada sistem
kardiovaskuler pada lansia yaitu pada dinding aorta terjadi penurunan
elastisitas, penumpukan lipid, kaliber pada aorta pun mengalami
perkembangan, denyut jantung pada lansia tetap rendah bila di
bandingkan dengan orang dewasa.
Mmenurut Nugrogo (2008) Perubahan Sistem kardiovaskuler pada
lansia adalah sebagai berikut :
 Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
 Elastisitas dinding aorta menurun.
 Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun. Hal ini yang menyebabkan kontraksi
dari volume menurun.
 Curah jantung menurun (isi semenit jantung menurun)
 Kehilangan elastisitas pembuluh darah, efektivitas pembuluh
darah perifer untuk oksigenasi berkurang, perubahan posisi dari
tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan
darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing
mendadak).

6
 Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan
perdarahan.
 Tekanan darah meninggi akibat resistensi pembuluh darah perifer
meningkat. Sistole normal kurang lebih 170 mmHg, diastole 95
mmHg.

8) Sistem Pernapasan
Menurut (Nugroho, 2008) perubahan yang terjadi pada sistem
respirasi:
 Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atrofi, kehilangan
kekuatan, dan menjadi kaku.
 Menurunnya aktivitas dari silia, kemampuan untuk batuk
berkurang.
 CO2 pada arteri tidak berganti, sedangkan O2 pada arteri
menurun menjadi 75 mmHg.
 Kemampuan pegas, dinding, dada dan kekuatan otot pernapasan
akan menurun seiring dengan pertambahan usia.
9) Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan lansia mengalami anoreksia yang terjadi akibat
perubahan kemampuan digesti dan absorpsi pada tubuh lansia. Selain
itu lansia mengalami penurunan sekresi asam dan enzim. Perubahan
yang lain adalah perubahan pada morfologik yang terjadi pada mukosa,
kelenjar dan otot pencernaan yang akan berdampak pada terganggunya
fungsi mengunyah dan menelan, serta terjadinya perubahan nafsu
makan (Fatmah, 2010).
10)Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi perubahan yang terjadi pada lansia ditandai
dengan mengecilnya ovari dan uterus, terjadi atrofi payudara. Pada laki-
laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meski adanya
penurunan secara berangsur-angsur, serta dorongan seks masih ada
hingga usia 70 tahun (Azizah, 2011).
11)Sistem Endokrin

7
Pada sistem endokrin terdapat beberapa hormon yang diproduksi dalam
jumlah besar dalam reaksi menangani stres. Akibat kemunduran
produksi hormon pada lansia, lansia pun mengalami penurunan reaksi
dalam menghadapi stres (Fatmah, 2010).
12)Sistem Integumen
Perubahan pada sistem integumen ditandai dengan kulit lansia yang
mengalami atrofi, kendur, tidak elastis, kering dan berkerut. Perubahan
ini juga meliputi perubahan pada kulit lansia yang mana kulit pada lansia
akan menjadi kering akibat dari kurangnya cairan pada kulit sehingga
kulit menjadi berbecak dan tipis. Atrofi sebasea dan glandula sudoritera
merupakan penyebab dari munculnya kulit kering. Liver spot pun
menjadi tanda dari berubahnya sistem integumen pada lansia. Liver spot
ini merupakan sebuah pigmen berwarna cokelat yang muncul pada kulit.
13)Sistem Muskuloskeletal
Perubahan pada jaringan muskuloskeletal meliputi:
 Jaringan Penghubung (Kolagen dan elastin)
Kolagen merupakan pendukung utama pada kulit, tendon, tulang
dan jaringan pengikat menjadi sebuah batangan yang tidak
teratur. Perubahan pada kolagen ini menjadi penyebab turunnya
fleksibilitas pada lansia sehingga timbul dampak nyeri, penurunan
kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan duduk
dan berdiri, jongkok dan berjalan. Upaya yang perlu dilakukan
adalah upaya fisioterapi.
 Kartilago
Jaringan kartilago pada persendian lunak serta mengalami
granulasi yang mana akan memberikan dampak pada meratanya
permukaan sendi.
 Tulang
Menurut (Azizah, 2011) perubahan yang terjadi di tulang meliputi
berkurangnya kepadatan tulang. Berkurangnya kepadatan tulang
ini menjadi penyebab osteoporosis pada lansia. Kejadian jangka
panjang yang akan terjadi ketika lansia telah mengalami

8
osteoporosis adalah nyeri, deformitas dan fraktur. Oleh sebab itu,
aktivitas fisik pun menjadi upaya preventif yang tepat.
 Otot
Perubahan yang terjadi pada otot lansia meliputi penurunan
jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan
penghubung dan jaringan lemak pada otot. Akibat terjadinya
perubahan morfologis pada otot, lansia akan mengalami
penurunan kekuatan, penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu
reaksi dan penurunan kemampuan fungsional otot.
 Sendi
Perubahan pada lansia di daerah sendi meliputi menurunnya
elastisitas jaringan ikat seperti tendon, ligament dan fasia. Terjadi
degenerasi, erosi serta kalsifikasi pada kartilago dan kapsul
sendi. Terjadi perubahan pula pada sendi yang kehilangan
fleksibilitasnya sehingga luas dan gerak sendi pun menjadi
menurun. Akibatnya lansia akan mengalami nyeri sendi,
kekakuan sendi, gangguan aktifitas, gangguan jalan
14)Pengaturan Suhu Tubuh
Menurut (Nugroho, 2008) pada pengaturan suhu, hipothalamus
dianggap bekerja sebagai suatu termostat. Faktor-faktor yang biasa
ditemui yang menjadi faktor kemunduran pada lansia yang biasa ditemui
antara lain:
 Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis kurang
lebih 35OC. Pada kondisi ini, lanjut usia akan merasa kedinginan
dan dapat pula menggigil, pucat dan gelisah.
 Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi
panas yang banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot.

b. Perubahan Mental
Menurut (Aspiani, 2014: 43) terdapat beberapa faktor yang memengaruhi
perubahan mental pada lansia yaitu kesehatan, tingkat pendidikan,
lingkungan, keturunan, dan perubahan fisik terutama panca indera.

c. Perubahan Psikososial

9
Menurut Aspiani (2014) perubahan psikososial pada individu lanjut usia
adalah sebagai berikut :
 Lansia cenderung merasakan sadar atau tidak sadar akan terjadinya
kematian.
 Merasakan perubahan dalam cara hidup.
 Merasakan perubahan ekonomi akibat pemberhentian jabatan dan
peningkatan gaya hidup.
 Merasakan pensiun (kehilangan) banyak hal seperti finansial,
pekerjaan, sahabat, dan status pekerjaan.
 Merasakan penyakit kronis dan ketidakmampuan.
 Merasakan kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.
 Mengalami gangguan pancaindera.
 Lansia mulai mengalami perubahan dalam konsep diri, serta lansia
akan merasakan rangkaian dari proses kehilangan.

d. Perubahan Spiritual
Perubahan yang terjadi pada lansia yang berhubungan dengan
perkembangan spiritualnya adalah dari segi agama/kepercayaan lansia
yang akan semakin terintegerasi dalam kehidupan, pada perubahan
spiritual ini ketika usia mencapai 70 tahun lansia akan berfikir dan bertindak
dalam memberikan contoh bagaimana cara mencintai dan bagaimana cara
berlaku adil. Perubahan yang lain yaitu lansia akan semakin matur dalam
kehidupan keagamaannya yang tercermin dalam perilaku sehari-hari
(Nugroho, 2008).

B. KONSEP STROKE
1. PENGERTIAN STROKE
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala- gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008).
Stroke non hemoragik merupakan keadaan sementara atau temporer dari
disfungsi neurologik yang dimanifestasikan oleh kehilangan fungsi motorik,

10
sesorik atau visual secara tiba-tiba. Stroke iskemik atau stroke non hemoragik
terjadi akibat obstruksi atau bekuan (thrombus) yang terbentuk di dalam suatu
pembuluh otak atau pembuluh organ distal (Price & Wilson, 2006). Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder (Wijaya & Putri, 2013).
Trombosis adalah bekuan darah. Stroke trombosis adalah stroke yang terjadi
karena adanya sumbatan di pembuluh darah besar di otak oleh karena adanya
gumpalan/plak yang terbentuk akibat proses aterosklerotik (pengerasan arteri).
Stroke karena trombosis ini merupakan stroke yang paling sering terjadi (hampir
40% dari seluruh stroke). Plak aterosklerotik tersebut akan menyumbat suatu
pembuluh darah tertentu di otak yang pada akhirnya daerah otak yang
seharusnya mendapat pasokan oksigen dan nutrisi tersebut menjadi kekurangan
nutrisi dan oksien (iskemia) dan akhirnya menjadi mati (infark). Plak
aterosklerotik biasanya menyumbat pembuluh darah besar di sekitar leher
ataupun di dasar otak.
Proses aterosklerosis itu sendiri dipercepat oleh berbagai faktor, seperti
hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterol, dan faktor-faktor lainnya.
Aterosklerosis terjadi oleh karena penimbunan lipid termasuk kolesterol di
bawah lapisan intima pembuluh darah. Plak aterosklerotik sering dijumpai di
kelokan-kelokan atau percabangan arteri besar, seperti misalnya arteri karotis
leher. Setelah umur 50 tahun, tampaknya ada kecenderungan bahwa arteri-
arteri serebral yang kecil juga terkena proses aterosklerosis. Penyempitan yang
disebabkan oleh plak aterosklerotik bisa mencapai 80-90% dari diameter
pembuluh darah, tanpa menimbulkan gangguan pada daerah yang diperdarahi
arteri yang bersangkutan. Namun, arteri-arteri yang sudah mempunyai plak
aterosklerotik itu cenderung mendapat komplikasi berupa trombosis.
Sumbatan karena bekuan darah (trombus) sering terjadi di malam hari pada saat
tidur atau tidak beraktivitas. Pasien biasanya baru sadar bahwa mereka
mengalami kelemahan anggota badan pada saat mereka bangun. Gejala
kelemahan tersebut biasanya akan semakin memburuk dalam beberapa hari ke
depan, kemudian stabil, baru mengalami perbaikan setelah kurang lebih 7 hari
kemudian.
2. KLASIFIKASI STROKE
a) Stroke Hemoragik
11
Stroke hemoragi adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak. Hampir 70 persen kasus stroke hemoragi terjadi pada
penderita hipertensi (Ngoerah, 1991).Stroke hemoragi disebabkan oleh
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ke dalam ruang subaraknoid, yaitu
ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi
otak. Ini adalah jenis stroke yang paling mematikan. Stroke hemoragik dibagi
menjadi :
1) Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa
yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan
TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena
hypertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons dan
serebelum.
2) Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi
dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono,
1993: 19). Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub arachnoid
menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka
nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi
otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dll) (Siti Rohani, 2000).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid
mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat.
Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput
otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan
perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh
darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah
timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat
menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga
12
karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan
dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di
ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak
global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese,
gangguan hemisensorik, afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya
melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan,
kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai
bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena
akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak
hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik
anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.

b) Stroke Iskemik
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan
aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Hampir 85%
disebabkan oleh sumbatan karena bekuan darah, penyempitan sebuah
arteri atau beberapa arteri yang mengarah ke otak dan karena embolus
(kotoran) yang terlepas dari jantung atau arteri ekstrakranii (arteri yang
berada di luar tengkorak) yang menyebabkan sumbatan di satu atau
beberapa arteri intrakranii (arteri yang ada di dalam tengkorak). Gangguan
darah, peradangan, dan infeksi merupakan penyebab sekitar 5-10 persen
terjadinya stroke hemoragi dan menjadi penyebab tersering pada orang
berusia muda (Mansjoer, 2000). Stroke iskemik dibagi menjadi :
1) Berdasarkan manifestasi klinis
 Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
 Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic
Neurological Deficit (RIND)
13
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu
lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
 Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
 Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.

2) Berdasarkan Kausal:
 Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada
pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh
darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada
pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang
diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu,
trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat
atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada pembuluh
darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh
darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan
merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
 Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau
lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan
pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri
oksigen dan nutrisi ke otak.

3. PENYEBAB STROKE
a) Trombosis (bekuan darah didalam pembuluh darah otak dan leher).
Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.
Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setetah
thrombosis. 40 % kaitannya dengan kerusakan lokal dinding akibat

14
anterosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai dengan plak berlemak pada
lapisan intima arteri besar. Bagian intima arteri serebri menjadi tipis dan
berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lumina elastika interna
robek dan berjumbal sehingga lumen pembuluh sebagian berisi oleh materi
sklerotik tersebut.
Beberapa keadaan yang menyebabkan trombosis otak:
1) Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat
terjadi melalui mekanisme berikut :
 Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah.
 Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
 Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus)
 Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek danterjadi perdarahan.
2) Arteritis( radang pada arteri )
3) Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit meningkat
dapat melambatkan aliran darah serebral.

b) Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke


otak dari bagian tubuh yang lain).Embolisme serebri termasuk urutan
kedua dari penyebab utama stroke. Kebanyakan emboli serebri berasal

15
dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi
sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung, jarang terjadi
berasal dari plak ateromatosa sinus carotikus (carotisintema). Setiap
batang otak dapat mengalami embolisme tetapi biasanya embolus akan
menyumbat bagian-bagian yang sempit.Abnormalitas patologik pada
jantung kiri, seperti endokarditis, infeksi, penyakit jantung rematik dan
infark miokard serta infeksi pulmonal adalah tempat-tempat asal emboli.
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-
cabang yang merusak sirkulasi serebral.
c) Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak). Iskemia serebral
(insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma
pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
d) Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Hemoragi
dapat terjadi diluar durameter (hemoragi ekstradural dan epidural),
dibawah durameter (hemoragi subdural), diruang subarakhnoid
(hemoragi subarakhnoid) atau didalam subtansi otak (hemoragi
intraserebral) (Smeltzer, 2002).

4. FAKTOR RISIKO STROKE


Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (Rismanto; Madiyono, 2003):
a) Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan
meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun
dan hampir 13% berumur di bawah 45 tahun. Menurut Kiking Ritarwan
(2002), dari penelitianya terhadap 45 kasus stroke didapatkan yang
mengalami stroke non hemoragik lebih banyak pada tentan umur 45-65
tahun (Madiyono, 2003; Ritarwan, 2003).
b) Jenis kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum
pria lebih banyak menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan
perbedaan angka kematianya masih belum jelas. Penelitian yang di
lakukan oleh Indah Manutsih Utami (2002) di RSUD Kabupaten Kudus
mengenai gambaran faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita
16
stroke menunjukan bahwa jumlah kasus terbanyak jenis kelamin laki-laki
58,4% dari penelitianya terhadap 197 pasien stroke non hemoragik
tahun (Madiyono , 2003; Utami, 2002).
c) Herediter
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya
hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh
darah, dan riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih
anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65
tahun, meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut penelitian Tsong Hai
Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001 riwayat stroke pada keluarga
meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 29,3% (Madiyono, 2003;
Sinaga, 2008).

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi (Madiyono, 2003):


a) Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu
lima tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35%
sampai 42%
b) Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat
sampai enam kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan
risiko utama terjadinya stroke non hemoragik dan stroke hemoragik.
Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan
darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg,
makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena
mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah,
sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak
(Madiyono, 2003; Sudoyo, 2006).
c) Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung,
paska oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering
menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan
terjadinya pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas hingga
menyumbat pembuluh darah otak.
17
d) (DM) Diabetes melitus
Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan
endotel pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Menurut
penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan dengan
desain case control, penderita diabetes melitus mempunyai risiko
terkena stroke 3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak menderita
diabetes mellitus (Madiyono, 2003; Sinaga, 2008).
e) TIA
Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan
singkat akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan
kecepatan dan tingkat penyembuhan bervariasi tapi biasanya 24 jam.
Satu dari seratus orang dewasa di perkirakan akan mengalami paling
sedikit satu kali TIA seumur hidup mereka, jika diobati dengan benar,
sekitar 1/10 dari para pasien ini akan mengalami stroke dalam 3,5 bulan
setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam
lima tahun setelah serangan pertama (Price, 2005).
f) Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak
bebas. Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif
mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan aterogenesis.
Lipid tidak larut dalam plasma sehingga lipid terikat dengan protein
sebagai mekanisme transpor dalam serum, ikatan ini menghasilkan
empat kelas utama lipuprotein yaitu kilomikron, lipoprotein densitas
sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), dan
lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat lipo protein LDL yang
paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar
trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat pada HDL. Hiperlipidemia
menyatakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di atas
batas normal, kondisi ini secara langsung atau tidak langsung
meningkatkan risiko stroke, merusak dinding pembuluh darah dan juga
menyebabkan penyakit jantung koroner. Kadar kolesterol total
>200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL <40mg/dl, dan trigliserida >150mg/dl
akan membentuk plak di dalam pembuluh darah baik di jantung maupun
di otak. Menurut Dedy Kristofer (2010), dari penelitianya 43 pasien, di
18
dapatkan hiperkolesterolemia 34,9%, hipertrigliserida 4,7%, HDL yang
rendah 53,5%, dan LDL yang tinggi 69,8% (Price, 2005).
g) Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan
diabetes melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur.
Obesitas merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke.
Mengukur adanya obesitas dengan cara mencari body mass index (BMI)
yaitu berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter
dikuadratkan. Normal BMI antara 18,50-24,99 kg/m 2, overweight BMI
antara 25-29,99 kg/m2 selebihnya adalah obesitas.
h) Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan
perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan
karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada
dinding pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi komposisi
darah sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan darah.
Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik
Medan kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar
empat kali (Sinaga, 2008).

5. PATOFISIOLOGIS + PATHWAY STROKE


Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal
sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang
memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara
berbagai neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya
sekitar 2% (1200-1400 gram) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar
20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial. Dalam jumlah
normal darah yang mengalir ke otak sebanyak 50-60 ml per 100 gram jaringan
otak per menit. Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh otak  adalah 700-
840 ml/menit, dari jumlah darah itu disalurkan melalui arteri karotis interna yang
terdiri dari arteri karotis (dekstra dan sinistra), yang menyalurkan darah ke
bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior, yang
kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak
disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior, selanjutnya sirkulasi arteri

19
serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior
membentuk suatu sirkulus Willisi (Sinaga, 2008; Mardjono, 2010).
Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri
yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum, apabila
aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark
atau kematian jaringan. Perlu di ingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu
menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut
dikarenakan masih  terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah
tersebut. Proses patologik yang sering mendasari dari berbagi proses yang
terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahai otak diantaranya berupa
(Price, 2005):
a) Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada
aterosklerosis dan thrombosis.
b) Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok
atau hiperviskositas darah.
c) Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal
dari jantung atau pembuluh ekstrakranium.
Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan
terjadinya kelainian-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang tidak
mendapat suplai darah, yang diantaranya dapat terjadi kelainan di system
motorik, sensorik, fungsi luhur, yang lebih jelasnya tergantung saraf bagian
mana yang terkena.

20
21
6. TANDA & GEJALA STROKE
Manifestasi klinis dari stroke sangat beragan tergantung dari arteri serebral
yang terkena dan luasnya kerusakan jaringan cerebral manifestasi klinis yang
sering terjadi diantaranya adalah kelemahan pada alat gerak penurunan
kesadaran gangguan penglihatan gangguan komunikasi sakit kepala dan
gangguan keseimbangan. Tanda gejala ini biasanya terjadi secara mendadak,
fokal dan mengenai satu sisi. Menurut Masriadi (2016) tanda dan gejala stroke
iskemik di hubungkan dengan bagian artei yang terkena sebagai berikut :
a) Arteri karotis interna
 Paralisis pada wajah, tangan dan kaki bagian sisi yang berlawanan
 Gangguan sensori pada wajah tangan dan kaki
b) Arteri serebri anterior
 Paralisis pada kaki sisi yang berlawanan
 Gangguan sensori kaki an jari daerah yang berlawanan daerah terkena
 Gangguan koknitif
 Inkontenensia uri
c)  Arteri cerebri posterior
 Gangguan kesadaran sampai koma
 Kerusakan memori
 Gangguan penglihatan
d) Arteri cerebri media
 Hemiplegi pada kedua ekstermitas
 Kadang kadang kebutaan
 Afasia global

7. PEMERIKSAAN
a) Pemeriksaan Saraf Kranial
1) Fungsi saraf kranial I (N Olvaktorius)
Pastikan rongga hidung tidak tersumbat oleh apapun dan cukup bersih.
Lakukan pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang hidung klien dan
dekatkan bau-bauan seperti kopi dengan mata tertutup klien diminta
menebak bau tersebut. Lakukan untuk lubang hidung yang satunya.
2) Fungsi saraf kranial II (N. Optikus)

22
 Catat kelainan pada mata seperti katarak dan infeksi sebelum
pemeriksaan. Periksa ketajaman dengan membaca, perhatikan jarak
baca atau menggunakan snellenchart untuk jarak jauh.
 Periksa lapang pandang: Klien berhadapan dengan pemeriksa 60-
100 cm, minta untuk menutup sebelah mata dan pemeriksa juga
menutup sebelah mata dengan mata yang berlawanan dengan mata
klien. Gunakan benda yang berasal dari arah luar klien dank lien
diminta , mengucapkan ya bila pertama melihat benda tersebut.
Ulangi pemeriksaan yang sama dengan mata yang sebelahnya.
Ukur berapa derajat kemampuan klien saat pertama kali melihat
objek. Gunakan opthalmoskop untuk melihat fundus dan optic disk
(warna dan bentuk)
3) Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan Abdusen)
 Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi
konjungtiva, dan ptosis kelopak mata
 Pada pupil diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil, dan
adanya perdarahan pupil
 Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam
posisi cardinal) yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial
bawah lateral bawah. Minta klien mengikuti arah telunjuk pemeriksa
dengan bolamatanya
4) Fungsi saraf kranial V (N. Trigeminus)
 Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kilit wajah daerah
maxilla, mandibula dan frontal dengan mengguanakan kapas. Minta
klien mengucapkan ya bila merasakan sentuhan, lakukan kanan dan
kiri.
 Dengan menggunakan sensori nyeri menggunakan ujung jarum atau
peniti di ketiga area wajah tadi dan minta membedakan benda tajam
dan tumpul.
 Dengan mengguanakan suhu panas dan dingin juag dapat
dilakukan diketiga area wajah tersebut. Minta klien
menyebabkanutkan area mana yang merasakan sentuhan. Jangan
lupa mata klien ditutup sebelum pemeriksaan.

23
 Dengan rasa getar dapat pukla dilakukan dengan menggunakan
garputala yang digetarkan dan disentuhkan ke ketiga daerah wajah
tadi dan minta klien mengatakan getaran tersebut terasa atau tidak
 Pemerikasaan corneal dapat dilakukan dengan meminta klien
melihat lurus ke depan, dekatkan gulungan kapas kecil dari samping
kea rah mata dan lihat refleks menutup mata.
 Pemeriksaan motorik dengan mengatupkan rahang dan merapatkan
gigi periksa otot maseter dan temporalis kiri dan kanan periksa
kekuatan ototnya, minta klien melakukan gerakan mengunyah dan
lihat kesimetrisan gerakan mandibula.
5) Fungsi saraf kranial VII (N. Fasialis)
 Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam dan
sentuhkan ke ujung lidah, minta klien mengidentifikasi rasa ulangi
untuk gula dan asam
 Fungsi motorik dengan meminta klien tersenyum, bersiul,
mengangkat kedua al;is berbarengan, menggembungkan pipi. Lihat
kesimetrisan kanan dan kiri. Periksa kekuatan otot bagian atas dan
bawah, minta klien memejampan mata kuat-kuat dan coba untuk
membukanya, minta pula klien utnuk menggembungkan pipi dan
tekan dengan kedua jari.
6) Fungsi saraf kranial VIII (N. Vestibulokoklear)
 cabang vestibulo dengan menggunakan test pendengaran
mengguanakan weber test dan rhinne test
 Cabang choclear dengan rombreng test dengan cara meminta klien
berdiri tegak, kedua kaki rapat, kedua lengan disisi tubuh, lalu
observasi adanya ayunan tubuh, minta klien menutup mata tanpa
mengubah posisi, lihat apakah klien dapat mempertahankan posisi
7) Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan Vagus)
 Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan ovula dan palatum,
normal bila uvula terletak di tengan dan palatum sedikit terangkat.
 Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang
faring menggunakan aplikator dan observasi gerakan faring.

24
 Periksa aktifitas motorik faring dengan meminta klien menel;an air
sedikit, observasi gerakan menelan dan kesulitan menelan. Periksa
getaran pita suara saat klien berbicara.
8) Fungsi saraf kranial XI(N. Asesoris)
 Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan
kedua bahu secara bersamaan dan observasi kesimetrisan gerakan.
 Periksa fungsi otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien
menoleh ke kanan dan ke kiri, minta klien mendekatkan telinga ke
bahu kanan dan kiri bergantian tanpa mengangkat bahu lalu
observasi rentang pergerakan sendi
 Periksa kekuatanotottrapezius dengan menahan kedua bahu klien
dengan kedua telapak tangan danminta klien mendorong telapak
tangan pemeriksa sekuat-kuatnya ke atas, perhatikan kekuatan
daya dorong.
 Periksa kekuatan otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien
untuk menoleh kesatu sisi melawan tahanan telapak tangan
pemeriksa, perhatikan kekuatan daya dorong
9) Fungsi saraf kranial XII (N. Hipoglosus)
 Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah kekiri dan ke kanan,
observasi kesimetrisan gerakan lidah
 Periksa kekuatan lidah dengan meminta klien mendorong salah satu
pipi dengan ujung lidah, dorong bagian luar pipi dengan ujung lidah,
dorong kedua pipi dengan kedua jari, observasi kekuatan lidah,
ulangi pemeriksaan sisi yang lain
b) Pemeriksaan Motorik
Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks
cerebri, impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus
pyramidal medulla spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan
kekuatan.
1) Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2) Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak
pada berbagai persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien

25
ditekuk secara berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan oleh
pemeriksa suatu tenaga yang agak menahan pergerakan pasif sehingga
tenaga itu mencerminkan tonus otot.
 Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan
otot disebut kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah,
melainkan tetap sama. Pada tiap gerakan pasif dinamakan
kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana kekuatan otot tidak tetap
tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan ekstensi extremitas
klien.
 Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk
menguji tahanan terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan
sendi pergelangan tangan.
 Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.
3) Kekuatan Otot
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara
aktif menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji
biasanya dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan
otot dengan skala Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)
 1: tidak ada kontraksi sama sekali.
 2: kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan
tahanan atau gravitasi.
 3: cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
 4: cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
 5: cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
c) Pemeriksaan Fungsi Sensorik
Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara
pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali.
Oleh sebab itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada
kesempatan yang lain (tetapi ada yang menganjurkan dilakukan pada
permulaan pemeriksaan karena pasien belum lelah dan masih bisa
konsentrasi dengan baik).
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengevaluasi respon klien terhadap
beberapa stimulus. Pemeriksaan harus selalu menanyakan kepada klien

26
jenis stimulus. Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan
sebagai perasaan geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas
(burning), rasa dingin (coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang
lain. Bahkan tidak jarang keluhan motorik (kelemahan otot, twitching /
kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya) disajikan oleh klien sebagai
keluhan sensorik.
Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi:
1) Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada
perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2) Kapas untuk rasa raba.
3) Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4) Garpu tala, untuk rasa getar.
5) Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
 Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
 Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya),
untuk pemeriksaan stereognosis
 Pen / pensil, untuk graphesthesia.
d) Pemeriksaan Fungsi Refleks
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan
refleks hammer.
Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan (+)
2 = normal (++)
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++)
4 = hyperaktif, dengan klonus (++++)
Refleks-refleks yang diperiksa adalah :
1. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi
kurang lebih 300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas
tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot
quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut.
2. Refleks biceps

27
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan
lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa
ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul
dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi
sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi
penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 , tendon triceps
diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm
diatas olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila
ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebabkanar
keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
4. Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan
refleks ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai
bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa
gerakan plantar fleksi kaki.
5. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah
umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan
kearah daerah yang digores.
6. Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada
penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat
bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian
melintasi bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki
melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal
adalah fleksi plantar semua jari kaki.
Pemeriksaan khusus sistem persarafan, untuk mengetahui rangsangan
selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan pemeriksaan :
1. Kaku kuduk
28
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak
dapat menempel pada dada, kaku kuduk positif (+).
2. Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala
klien dan tangan lain didada klien untuk mencegah
badan tidak terangkat.
Kemudian kepala klien difleksikan kedada secara pasif.
Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan
fleksi pada
sendi panggul dan sendi lutut.
3. Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi
panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi
panggul dan lutut.

4. Tanda Kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba
meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Normal,
bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap
tungkai atas. Kernig (+) bila ekstensi lutut pasif akan
menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
5. Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan
nyeri sepanjang m. ischiadicus.

Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :


1. Decorticate posturing, terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal.
Nampak kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua
pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar
kedalam dan kaki plantar fleksi.
2. Decerebrate posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau
diencephalon.

29
Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi, ekstensi
dan menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki plantar fleksi.

Pemeriksaan Radiologi
1) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur.
2) CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti. CT scan
merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS dalam beberapa jam
pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk
menilai stabilitas.

3) Pungsi lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan
lumbal menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan
pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses
inflamasi.

4) MRI (Magnetic Imaging Resonance)


Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta
besar/ luas terjadinya perdarahan otak.

30
5) USG Dopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalahsistem karotis).

6) EEG
Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap

31
Untuk mengetahui adanya anemia, trombositopenia dan leukositosis yang
dapat menjadi factor risiko stroke hemoragik
b. Pemeriksaan glukosa darah
Untuk mengetahui kadar glukosa darah sebagai sumber bahan bakar untuk
metabolism sel otak. Apabila kadar glukosa darah yang terlalu rendah maka
akan dapat terjadi kerusakan pada jaringan otak
c. Pemeriksaan analisa gas darah
Untuk mengetahui gas darah yang disuplai ke jaringan otak sebagai sumber
untuk metabolisme
d. Pemeriksaan serum elektrolit
e. Pemeriksaan LED (Laju Endap Darah)
Mengetahui adanya hiperviskositas yang dapat menjadi factor risiko stroke
hemoragik
f. Pemeriksaan faal hemostatis
Untuk mengetahui adanya risiko perdarahan sebagai komplikasi dan
pencetus stroke hemoragik

8. PENATALAKSANAAN
Menurut American Hearth Association (AHA), algorithm CVA sebagai berikut :
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai
berikut:
a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
- Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan.
- Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
b. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
c. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
d. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan
gerak pasif.

32
Pengobatan Konservatif

1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi


maknanya:pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan Utama Adalah Memperbaiki Aliran Darah Serebral:
 Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher
 Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien tia.
 Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
 Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

9. KOMPLIKASI
Menurut Brunner & Suddarth (2006) komplikasi stroke di bagi menjadi 2 (dua)
sebagai berikut:
Komplikasi neurology yang terbagi menjadi :
a. Cacat mata dan cacat telinga

33
b. Kelumpuhan
c. Lemah
Komplikasi non neurology yang terbagi menjadi :
a. Akibat neurology yang terbagi menjadi :
1) Tekanan darah sistemik meninggi
2) Reaksi hiperglikemi (kadar gula dalam darah tinggi)
3) Oedema paru
4) Kelainan jantung dan EKG (elektro kardio gram)
5) Sindroma inappropriate ante diuretic hormone (SIADH)
b. Akibat mobilisasi meliputi :
Bronco pneumonia, emboli paru, depresi, nyeri, dan kaku bahu, kontraktor,
deformitas, infeksi   traktus urinarius, dekubitus dan atropi otot. 

10. STROKE PADA LANSIA


Pada saat seseorang masuk pada usia lanjut atau semakin tua seseorang maka
akan terjadi penurunan fungsi-fungsi tubuh yang akan mengakibatkan beberapa
masalah kesehatan bila tidak diikuti dengan perubahan pola hidup menjadi lebih
baik. Salah satu perubahan yang terjadi pada organ atau sistem organ pada
saat lanjut usia adalah sistem pembuluh darah. Pembuluh darah merupakan
salah satu sistem yang sangat penting bagi kelangsungan hidup seorang
individu. pembuluh darah berfungsi untuk mendistribusikan oksigen, nutrisi dan
lain sebagainya yang berguna bagi tubuh, sel, jaringan, organ dan sebagainya.
Perubahan pada pembuluh darah secara umum yaitu terjadi penurunan
elastisitas pembuluh darah baik arteri maupun vena. perubahan pada arteri,
dimana arteri akan kehilangan elastisitasnya sehingga dapat berpengaruh
terhadap meningkatnya nadi dan tekanan darah pada sistem kardiovaskuler.
Pembuluh darah arteri pun akan mengalami kekakuan sehingga resistensi
vaskuler pun meningkat dan akan berdampak pada meningkatnya tekanan
darah (Sherwood, 2014). Pada pembuluh darah arteri terdapat tiga lapisan
dimanamasing-masing dari lapisan tersebut dipengaruhi oleh proses penuaan.
Tunika intima yang merupakan lapisan terdalam akan mengalami perubahan
yang paling signifikan termasuk akumulasi fibrosis, kalsium dan lipid serta
proliferasi seluler. Perubahan ini dapat berkontribusi terhadap reaksi dan
perkembangan aterosklerosis.

34
Aterosklerosis merupakan suatu proses inflamasi sehingga didapatkan
pembuluh arteri yang kaku. Hal tersebut secara patofisiologi melibatkan lipid,
thrombosis, dinding vaskuler dan sel-sel imun, Arteroskelrosis ini juga dapat
menimbulkan penyempitan dikarenakan berhubungan dengan lipid atau lemak
sehingga dapat disimpulkan arteroskelrosis adalah terjadinya pengerasan dan
penyempitan pada pembuluh darah arteri. Hal ini dapat menjadi awal dari
sebuah masalah yang lebih serius, yang paling sering akan menimbulkan
hipertensi, semakin sempit pembuluh darah seorang individu maka tekanan
yang diperlukan untuk mendistribusikan darah akan semakin tinggi sehingga
tekanan darah akan semakin tinggi, dengan tekanan darah yang semakin tinggi,
penyempitan dan kekakuan pembuluh darah terjadi secara terus menerus ini
akan mengakibatkan masalah kesehatan yang lebih fatal yaitu stroke. Apabila
pembuluh darah menyempit dan transport oksigen ke dalam otak berkurang
akan terjadi stroke iskemik dilain hal apabila pembuluh darah menyempit dan
penumpukan lipidi semakin banyak dan terjadi trombus dan trombus tersebut
pecah dan dapat menyumbat pembuluh darah kecil di otak dan terjadi ppecah
pembuluh darah maka akan terjadi stroke hemoragik.
Oleh karena itu stroke sangat berhubungan dengan usia seseorang, sehingga
stroke merupakan masalah yang cukup banyak terjadi pada seorang lanjut usia.
Perlu penanganan baik primer, sekunder tersier agar penatalaksanaan stroke
dapat berjalan dengan baik.
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas pasien
Meliputi nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, alamat dan sebagainya
b. Keluhan utama
Yang sering muncul adalah keluhan kelemahan anggota gerak badan
sebagian, bicara pelo, tidak mampu berkomunikasi, dan mengalami
penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didapatkan bahwa pernah mengalami stroke atau hipertensi yang
berlansung lama, pernah dirawat dirumah sakit, atau pernah serangan
stroke
d. Riwayat penyakit dahulu
35
e. Adanya riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, serangan stroke
sebelumnya, anemia, penyakit jantung, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang terlalu lama, penggunaan obat-obatan anti koagulan, vasodilator,
aspirin, obat-obat adiktif, dan kegemukan dapat mendukung pengkajian dari
riwayat terdahulu untuk mengkaji lebih mendalam guna untuk memberikan
tindakan selanjutnya.
f. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya terdapat riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Pada umumnya pasien mengalami penurunan kesadaran, terkadang
mengalami gangguan bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa
bicara dan pada tanda-tanda vital terdapat peningkatan tekanan darah,
denyut nadi bervariasi.
2) B1 (breathing)
Saat dilakukan inspeksi pasien tanpak batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan
frekuensi pernapasan. Auskultasi adanya bunyi napas tambahan seperti
ronkhi pada pasien dan terjadi peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering terjadi pada pasien stroke
dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
3) B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler terdapat renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada pasien stroke. Terjadi peningkatan
tekanan darah dan dapat terjadi pada pasien hipertensi massif (tekanan
darah >200 mmHg).
4) B3 (Brain)
Stroke dapat menyebabkan berbagai macam defisit neurologis,
tergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah bagian mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah
kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi pada otak yang sudah rusak
tidak dapat membaik secara utuh. Pengkajian B3 merupakan

36
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan dengan pengkajian
pada system yang lainnya.
5) B4 (Bladder)
Setelah mengalami stroke kemungkinan pasien akan mengalami
inkontinensia urine sementara akibat terjadinya konfusi,
ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan
dalam mengontrol kandung kemih akibat kerusakan kontrol motoric dan
postural. Terkadang kontrol spingter urine eksternal hilang atau
berkurang. Selama periode ini, dilakukannya kateterisasi intermiten
dengan tehnik yang steril. Inkontinensia urine yang berlanjut akan
menunjukan kerusakan neurologis luas.

6) B5 (Bowel)
Pada pasien stroke didapatkan keluhan sulit menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntuh
disebabkan akibat peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan pola nutrisi. Akibat penurunan gerak
peristaltic usus dapat menyebabkan konstipasi pada pasien stroke.
7) B6 (Bone)
Stroke merupakan penyakit UMN yang mengakibatkan kehilangan
control volunter terhadap gerakan motoric. Akibat dari neuron motor atas
yang menyilang, maka mengakibatkan gangguan control motor
volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan
pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi
motorik paling umum yaitu hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
akibat lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan
pada salah satu sisi anggota tubuh merupakan tanda yang lain. Pada
bagian kulit, jika pasien mengalami kekurangan oksigen kulit akan
tampak pucat dan apabila terjadi kekurangan cairan maka turgor kulit
akan memburuk. Selain itu, perlu dikaji adanya tanda-tanda dekubitus
terutama pada bagian yang menonjol akibat pasien stroke yang
mengalami gangguan mobilitas fisik atau tirah baring.

37
Adanya kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensoria tau hemiplegi, serta mudah lelah dapat
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
h. Pengkajian Indeks Katz
Perubahan penuaan dan masalah kesehatan sering menunjukkan
penurunan status fungsional pada lansia. Salah satu cara yang terbaik untuk
mengevaluasi status kesehatan pada lansia adalah melalui penilaian
fungsional yang menyediakan data objektif yang dapat menunjukkan
penurunan masa depan atau peningkatan status kesehatan (Wallace &
Shelkey, 2008).
Indeks Katz terdiri dari 7 tingkatan sebagai hasil penilaian terhadap perihal
melakukan kegiatan sehari-hari, yaitu :
1) Nilai A Kemandirian dalam hal makan, kontinen (BAB/BAK),
berpindah, ke kamar kecil, dan berpakaian.
2) Nilai B Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi
tersebut.
3) Nilai C Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi dan satu fungsi
tambahan.
4) Nilai D Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, dan
satu fungsi tambahan.
5) Nilai E Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian,
pergi ke toilet, dan satu fungsi tambahan.
6) Nilai F Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian,
pergi ke toilet, berpindah, dan satu fungsi tambahan.
7) Nilai G Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut
Pada Indeks Katz biasanya ditemukan terjadi ketergantungan
i. Pengkajian Indeks Barthel
Biasanya pada kasus stroke didapatkan adanya ketergantungan berat pada
pengkajian indeks Barthel dimana epngkajian ini hambil sama dengan
pengkajian katz diatas yang menilai ADL seorang individu seperti makan,
minum, bab, bak dan sebagainya.
j. Aspek kognitif

38
Penilai menggunakan instrument pengkajian MMSE (mini mental status
exam), pada pasien post stroke biasanya juga terjadi penurunan kognitif
tergantung bagian otak mana yang mengalami serangan stroke.
k. Pengkajian Keseimbangan atau risiko jatuh
Pada pasien stroke maupun post stroke sering ditemukan terjadinya
kelemahan anggota gerak sebagian atau kelamahan otot pada sebagian
tubuh atau setengah tubuhnnya. Hal ini dapat meningkatkan risiko jatuh
seorang individu dengan stroke maupun post stroke.
Penilaian/pengkajian keseimbangan atau risiko jatuh dapat menggunakan
tes keseimabangan Time Up Go Test dimana biasanya ditemukan klien
berisiko itnggi jatuh.
l. Pengkajian Depresi
Pada pengkajian mengenai depresi pada pasien post stroke biasanya
ditemukan adanya adanya gejala-gejala atau pikiran depresi. Pengkajian
dapat menggunakan instrumen pengkajian “Geriatric Depression Scale”.
m. Pengkajian Status Nutrisi
Pengkajian ini dilakukan untuk melihat apakah seorang lanjut usia
mengalami risiko mengalami kekurangan nutrisi atau tidak.
n. Pengkajian sosial
Pada pengkajian sosial instrumen yang dapat digunakan adalah APGAR
Score. Yang terdiri dari Adaptation, Partnership, Growth, Affection, dan
Resolve.

2. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL


Diagnosa yang mungkin muncul pada kasus stroke lanjut usia adalah sebagai
berikut :
a. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan kelemahan dan gangguan
neuromaskuler
b. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
c. Risiko Jatuh
d. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan serebrovaskuler

39
e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromoskuler
f. Dan lain sebagainya

3. RENCANA KEPERAWATAN
a. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan kelemahan dan gangguan
neuromaskuler
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perawatan diri
meningkat dengan kriteria hasil:
1) Verbalisasi keinginan untuk melakukan perawatan diri meningkat
2) Kemampuan mandi meningkat
Intervensi :
1) Dukungan perawatan diri
Observasi :
˗ Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia
˗ Monitor tingkat kemandirian
˗ Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian
Terapeutik :
˗ Sediakan lingkungan yang terapeutik (suasana hanga, rileks, privasi)
˗ Siapkan keperluan pribadi
˗ Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu melakukan perawatan
diri

2) Dukungan Perawatan Diri:Mandi:


Observasi:
˗ Identifikasi usia dan budaya dalam membantu kebersihan diri
˗ Identifikasi jenis bantuan yang dibutuhkan
˗ Monitor kebersihan tubuh
˗ Monitor integritas kulit
Terapeutik:
˗ Sediakan peralatan mandi
40
˗ Fasilitasi menggosok gigi sesuai kebutuhan
˗ Pertahankan kebiasaan kebersihan diri
˗ Berikan bantuan sesuai tingkat kemandirian
Edukasi:
- Ajarkan keluarga cara memandikan

b. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot


Setelah dilakukan intervensi kemampuann dalam gerak fisik dari satu
atau lebih ekstremitas secara mandiri meningkat dengan kriteria hasil :
1) Pergerakan ekstremitas meningkat
2) ROM meningkat
Intervensi :
1) Manajemen Program Latihan
Observasi :
˗ Identifikasi pengetahuan dan pengalaman aktivitas fisik sebelumnya
˗ Identifikasi aktifitas
˗ Identifikasi kemampuan pasien beraktivitas
˗ Monitor tanda-tanda vital sebelum dan setelah latihan
Terapeutik:
˗ Memotivasi untuk memulai/melanjutkan aktivitas fisik
˗ Memotivasi menjadwalkan aktivitas fisik dari regular menjadi rutin
˗ Berikan infomcement jika aktivitas sesuai dengan jadwal yang telah di
tentukan bersama
˗ Libatkan keluarga dalam merencanakan dan memelihara program
aktivitas
Edukasi:
˗ Jelaskna manfaat aktivitas
˗ Ajarkan teknik latihan sesuai kemampuan
˗ Ajarkan menghindari cedera saat melakukan aktivitas fisik

c. Risiko Jatuh
Setelah dilakukan intervensi tingkat risiko jatuh menurun dengan kriteria
hasil :
1) Jatuh dari tempat tidur menurun
41
2) Jatuh saat dipindahkan menurun
Intervensi :
1) Pencegahan jatuh
Observasi :
˗ Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau sesuai
dengan kebijakan institusi
˗ Identifikasi fator lingkungan yang meningkatkan resiko jatuh
˗ Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala
Terapeutik:
˗ Orientasi ruangan pada pasien dan keluarga
˗ Pastikan roda tempat tidur dalam keadaan terkunci
˗ Pasang handrall tempat tidur
˗ Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
˗ Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
Edukasi:
˗ Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk
berpindah
˗ Anjurkan cara menggunakan bel pemanggil untuk memanggil perawat

42
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik Aplikasi NANDA, NIC,
NOC. Jakarta: Trans Info Media.

Azizah, L. . (2014). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: graha ilmu.

Azizah., L. (2011). Keperawatan Lanjut Usia (1st ed.). Yogyakarta: Graha Ilmu.

Carpenito Linda Juall. 1995, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Jakarta
EGC.

Depkes RI. 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta, Diknakes.

Doenges, M.E. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan,Edisi 3, EGC, Jakarta.

Effendi, F., & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan KAzizah, L. . (2014).


Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: graha ilmu.

Eka, A. (2015). “Efektivitas Kompres Jahe Merah Dan Kompres Hangat Terhadap
Penurunan Nyeri Sendi Pada Lanjut Usia"

Eliopoulos, C. (2010). Gerontological Nursing (7th ed). China: Wolters Kluwer


Health/ Lippincott Williams & Wilkins.

Fatmah. (2010). Gizi Usia Lanjut. Jakarta: PT Penerbit Erlangga.

Hudak C.M.,Gallo B.M. 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI,
Volume II, Jakarta, EGC.

Nugroho. (2014). Keperawatan gerontik & geriatrik (3rd ed.). Jakarta: EGC.

Patricia Gonce Morton et.al. (2011). Keperawatan Kritis: pendekatan asuhan holistic
ed.8; alih bahasa, Nike Esty wahyuningsih. Jakarta: EGC.

Price S.A., Wilson L.M. 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 4 Buku II, Jakarta, EGC

43
Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia: Dari Sel Ke Sistem. Jakarta: EGC.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Jakarta, EGC.
Stanley, Mickey., P. G. B. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik (2nd ed.). Jakarta: EGC.

44

Anda mungkin juga menyukai