DISUSUN OLEH
KELOMPOK 10 :
DAFTAR ISI.............................................................................................................................2
A. PENDAHULUAN.............................................................................................................3
B. PEMBAHASAN................................................................................................................4
1. LANSIA..........................................................................................................................4
a. Pengertian Lansia......................................................................................................4
b. Tahap - tahap Perkembangan Lansia.....................................................................5
2. PERUBAHAN KOGNITIF PADA FASE LANSIA...................................................7
3. KONSEP SEHAT SAKIT............................................................................................8
4. KESIAPAN BELAJAR FASE LANSIA....................................................................9
a. Pengertian Kesiapan Belajar....................................................................................9
b. Faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Belajar....................................................10
5. METODE PEMBELAJARAN YANG TEPAT UNTUK LANSIA........................12
C. KESIMPULAN...............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................15
2
A. PENDAHULUAN
Lansia adalah tahap akhir dalam proses kehidupan yang akan terjadi banyak
penurunan dan perubahan fisik, psikologi, sosial yang saling berhubungan satu sama lain,
sehinhgga berpotensi menimbulkan masalah kesehatan fisik maupun jiwa pada lansia,
(Cabrera. A.J, 2015). Menurut WHO (2009) masa lanjut usia terbagi menjadi empat golongan
diantaranya middle age (pertengahan usia 45-59 tahun), elderly (masa lanjut usia 60-74
tahun), old (masa lanjut usia tua 75-90 tahun) dan very old (usia lebih dari sama dengan 90
tahun), berdasarkan keterangan diatas dapat dikatakan lanjut usia adalah seseorang yang
memiliki usia diatas 60 tahun.
Pada masa lansia seseorang mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial sedikit
demi sedikit sampai tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi sehingga bagi
kebanyakan orang, masa tua merupakan masa yang kurang menyenangkan, (Nugroho, 2011).
Lansia menginginkan kehidupan yang sejahtera dimana terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan
hidupnya. Kesejahteraan sama dengan peningkatan kualitas hidup, yang mana kualitas hidup
memiliki arti kepuasan hidup atau terpenuhi kebutuhan hidup berdasarkan kondisi fisik,
psikologis dan sosial kondisi sosial yang dirasakan seseorang, (Pratiwi. Y, 2018).
Salah satu kualitas hidup pada fase lansia adalah dengan terpenuhi hak belajar,
sehingga dengan itu seorang lansia akan lebih bijak dalam memahami kehidupan di dunia.
Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas
perkembangan usia lanjut atau lansia dipengaruhi oleh tumbuh kembang pada tahap
sebelumnya. Apabila seseorang pada tahap tumbuh kembang sebelumnya melakukan
kegiatan sehari-hari dengan teratur dan baik serta membina hubungan yang serasi dengan
orang-orang disekitarnya, maka pada usia lanjut ia akan tetap melakukan kegiatan yang biasa
ia lakukan pada tahap perkembangan sebelumnya seperti olahraga, mengembangkan hobi
bercocok tanam, belajar dan lain-lain.
Untuk memahami bagaimana lansia dapat lebih berhasil dalam meningkatkan kualitas
hidup mereka dalam hal pembelajaran, perlu menjelajahi masalah-masalah ini secara
mendalam dan mencari solusi yang relevan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka
rumusan masalah adalah sebagi berikut; (1) Definisi lansia dan tahap-tahap
perkembangannya, (2) Perubahan kognitif pada fase lansia (3) Konsep sehat dan sakit (4)
Kesiapan belajar fase lansia (5) Metode pembelajaran yang tepat untuk lansia
3
B. PEMBAHASAN
1. LANSIA
a. Pengertian Lansia
Lansia menurut Masdani (1990 dalam Nugroho, 2000) mengemukakan
bahwa lansia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi
menjadi 4 bagian pertama fase iufentus usia antara 25-40 tahun, kedua fase verilitas
usia antara 40-50 tahun, ketiga fase prasenium usia antara 55-65 tahun, ke empat fase
senium usia antara 65-tutup usia. Lanjut usia bukan suatu penyakit, namun
merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang akan dijalani semua
individu, ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan
stress lingkungan.
Lansia menurut Reimer (1999 dalam Stanley dan Beare, 2007) berdasarkan
karateristik sosial masyarakat yang menganggap bahwa orang telah tua jika
menunjukkan ciri fisik seperti rambut beruban, kerutan kulit, dan hilangnya gigi.
Menurut World Health Organisasion (WHO) lanjut usia adalah seseorang yang telah
memasuki usia 60 tahun keatas. Usia lanjut sebagai tahap akhir siklus kehidupan
merupakan tahap perkembangan normal yang akan di alami oleh setiap individu yang
mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari. Usia lanjut
adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang
bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade (Notoatmodjo, 2007).
Proses Penuaan Lanjut usia juga merupakan masa perkembangan terakhir
dalam hidup manusia yang ditandai dengan perubahan fungsi fisik, psikologis,
maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain (Kuntjoro, 2002). Memasuki
masa tua berarti terjadi kemunduran secara fisik maupun secara psikis. Kemunduran
fisik ditandai dengan kulit mengendor, rambut putih, penurunan pendengaran,
penurunan penglihatan, gerakan lambat, kelainan fungsi organ vital, sensitivitas
emosional meningkat.
Jadi, proses menua menjadi pengaruh dalam kehidupan lansia terjadi banyak
perubahan dalam segala segi kehidupan lansia, dan setiap perubahan memerlukan
penyesuaian diri, padahal dalam kenyataan semakin tua usia kita semakin kurang
fleksibel dalam penyesuaian dalam berbagai perubahan.
4
(Penyesuaian Diri Lansia, Syaiful Fadhlan Abriansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan
UMP, 2018).
5
yang sangat tua (very old) yaitu usia di atas 90 tahun (hanum, 2008). Lanjut usia menurut
Masdani (2005 dalam Azizah, 2011) merupakan kelanjutan dari usia dewasa.
Kedewasaan dapat di bagi menjadi empat bagian, yaitu: Fase iuventus yaitu usia antara 25
sampai 40 tahun, fase vertilitas yaitu usia antara 40 sampai 50 tahun, fase praesenium
yaitu usia antara 55 sampai 65 tahun dan fase senium yaitu usia 65 tahun sampai tutup
usia. Lansia menurut Departemen kesehatan RI terbagi menjadi sebagai berikut: -
Kelompok menjelang usia lanjut (45-54th) sebagai masa vibrilitas - Kelompok usia lanjut
(55-64 th) sebagai presenium - Kelompok usia lanjut (55-64 th) sebagai senium (mayam,
2008).
Berdasar pada penjelasan tersebut, perkembangan lansia atau masa usia lanjut adalah
tahap perkembangan terakhir dalam kehidupan manusia yang dimulai ketika seseorang
memasuki usia 60 tahun sampai dengan meninggal dunia dengan segala perubahan fisik,
psikis, dan sosial yang menyertainya serta kebutuhan-kebutuhan lainnya yang juga turut
berubah. Havighurst (dalam Monks dkk., 2004) menyebutkan bahwa setiap tahap
perkembangan mempunyai tugas perkembangan tersendiri yang khas yang membedakan
dengan tahap perkembangan lainnya. Tugas perkembangan pada masa usia lanjut adalah
penyesuaian diri dengan kondisi fisik yang mulai menurun, penyesuaian diri dengan
kematian pasangan hidup (suami/istri) dan teman sebaya, menemukan hubungan dengan
sesama lansia, pemenuhan terhadap hak dan kewajiban terhadap negara, penyesuaian
dengan masa pensiun bagi yang bekerja dan mulai menurunnnya pendapatan, serta mulai
melakukan aktivitas-aktivitas yang disesuaikan dengan kondisi fisik yang mulai menurun.
6
2. PERUBAHAN KOGNITIF FASE LANSIA
Dalam lembaran kehidupan, manusia akan senantiasa mengalami fase-fase perubahan
yang dimulai semenjak dalam kandungan hingga masa tua, atau yang dikenal dengan
Manula, atau Lansia. Pada fase ini (lansia) manusia pada dasarnya akan mengalami
kemunduran baik secara fisik, seperti kulit menjadi keriput, penurunan daya tahan tubuh,
termasuk juga penurunan pada fungsi kognitif dan psikomotorik (Lihat Dina
Rahmawati, 2021). Efendi dkk (2009) di dalam Nanik Dwi Astutik dkk (2017) bahwa
lansia akan mengalami penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress,
dan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta kepekaan secara individual. Proses
penurunan ini juga biasa disebut sebagai proses penuaan atau aging.
Dijelaskan sebelumnya, bahwasannya lansia mengalami perubahan pada fungsi
kognitif. Kognitif sendiri, atau yang dapat juga disebut sebagai kognisi, memiliki definisi
sebagai berikut “Kognitif/kognisi adalah sebuah proses untuk mengidentifikasi, memilih,
mengartikan, menyaring, dan menggunakan informasi yang masuk akal ( Johansson, 2015
dalam Adriana Dewi Riani dkk). Chaplin (2008) menyatakan sebuah pendapat
bahwasannya kognitif adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk mulai dari
mengenal menyangka, membayangkan, memperkirakan, menduga, dan menilai (Lihat
Ilham Fikriansyah, 2022). Dari dua pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwasannya
kognitif adalah sebuah kemampuan yang berhubungan dengan daya fikir dan akal.
Perubahan kognitif pada lansia berhubungan dengan penurunan kemampuan
meningkatkan fungsi intelektual, berkurangnya efisiensi transmisi saraf di otak
(menyebabkan proses informasi melambat dan banyak informasi hilang selama
transmisi), berkurangnya kemampuan mengakumulasi informasi baru dan mengambil
informasi dari memmori, serta kemampuan mengingat kejadian masa lalu lebih baik
dibandingkan kemampuan mengingat kejadian yang baru saja terjadi (Marquez et al.,
2009 dalam A. Laksimidewi, 2016).
Setiati dkk (2006) dalam Nanik dwi Astutik dkk (2017) menjabarkan perubahan
kognitif pada lansia yang sama dengan apa yang didefiniskan oleh Marquez (2009) dalam
A.Laksimidewi (2016)
Perubahan fungsi kognitif pada lansia yang cenderung menurun dapat ditandai dari
beberapa gejala, sebagaimana yang dijabarkan oleh Nanik Dwi Astutik dkk (2017) yaitu
gangguan memori, perubahan persepsi, masalah dalam berkomunikasi, penurunan fokus,
perhatian dan hambatan dalam melaksanakan tugas harian. Penurunan fungsi kognitif
akan senantiasa meningkat dengan adanya pertambahan umur, sebagaimana yang
dinyatakan Marlina (2012), bahwasannya lansia akan mengalami penurunan fungsi
kognitif , memori, dan intelegensi beriringan dengan bertambahnya usia.
Terjadinya penurunan fungsi kognitif pada lansia tidak hanya terbatas dipengaruhi
oleh faktor usia saja, hal ini juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
status gizi, dan penyakit penyerta yang dapat mengganggu sistem saraf, seperti demensia,
dan Alzheimer (Yuly Abdi Zainurridha dkk, 2021).
7
The U.S Departement of Health and Human Services, (2011) di dalam Mersiliya
Sauliyusta dkk (2016) selain usia, ada faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif yaitu
keturunan dari keluarga, Tingkat pendidikan, cedera otak, racun, tidak melakukan
aktivitas fisik, dan penyakit kronik.
8
6. Kanker: Risiko kanker meningkat seiring bertambahnya usia karena kerusakan
genetik yang bertumpuk seiring waktu. Kanker seperti kanker payudara, kanker
prostat, kanker usus, dan kanker paru-paru adalah beberapa yang umum pada lansia.
7. Penyakit Paru-paru Kronis: Termasuk penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dan
emfisema. Kondisi ini memengaruhi pernapasan dan biasanya berkembang seiring
bertambahnya usia.
8. Gangguan Penglihatan: Katarak (lapisan kabur pada lensa mata), glaukoma
(kerusakan saraf mata), dan degenerasi makula (penurunan fungsi pusat penglihatan)
adalah gangguan penglihatan umum pada lansia.
9. Gangguan Pendengaran: Kehilangan pendengaran seringkali merupakan masalah pada
usia lanjut, baik karena faktor penuaan alami maupun karena paparan suara yang
keras selama bertahun-tahun.
10. Penyakit Stroke: Terjadi ketika aliran darah ke otak terganggu, bisa karena
penyumbatan pembuluh darah (stroke iskemik) atau perdarahan (stroke hemoragik),
menyebabkan kerusakan otak.
11. Gangguan Mental: Depresi, kecemasan, serta gangguan kognitif lainnya dapat
menjadi masalah pada lansia karena perubahan fisik, sosial, dan emosional yang
terjadi seiring bertambahnya usia.
Memahami gejala, risiko, dan pengobatan untuk berbagai kondisi ini penting untuk
membantu orang lanjut usia menjalani hidup yang lebih sehat dan produktif. Perawatan medis
yang tepat, gaya hidup sehat, serta dukungan sosial dan mental sangatlah penting dalam
menjaga kesehatan saat menua.
9
sebagai hasil dari latihan. Kemudian, Winkel (2013), berpendapat belajar adalah aktivitas
mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif yang menghasilkan perubahan
dalam pengetahuan , pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap.
Jadi, dapat disimpulkan pengertian kesiapan belajar adalah perubahan prilaku dan
pengetahuan seseorang yang membuatnya harus siap sedia untuk memberikan segala respon
atau reaksi agar terwujudnya suatu tujuan pengajaran.
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan belajar seseorang pada fase lansia
1) Kesehatan spiritual
Secara khusus kesehatan spiritual merupakan kemampuan seorang dalam upaya
menjaga keharmonisan hubungan antara diri sendiri, orang lain, dan Tuhannya. Kesehatan
spiritual dapat menjadi faktor penting yang mempengaruhi kesiapan belajar pada fase lansia,
(Fitria & Mulyana, 2021). Dalam konteks kesiapan belajar, kesehatan spiritual dapat
mempengaruhi motivasi belajar seseorang, (Listiani, 2015), terlebih lagi kepada seseorang
yang sudah memasuki fase lansia. Karna semakin bertambah umurnya manusia, maka
semakin bertambah bijak juga pemikirannya. Para lansia sadar bahwa dengan umur yang
sudah tua dan kondisi fisik yang tidak lagi sehat menandakan waktu hidup didunia sudah
tidak akan lama lagi. Maka dari itu kebanyakan dari para lansia semangat untuk belajar
khususnya belajar ilmu agama yang tujuannya untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta.
Kesehatan spiritual ini juga dapat memberikan ketenangan batin, meningkatkan
motivasi, dan menciptakan kondisi yang optimis untuk belajar. Kesehatan spiritual juga dapat
mengurangi stres, menigkatkan fokus, dan memperkuat kesiapan mental dalam menghadapi
pembelajaran di fase lansia.
2) Kondisi fisik
Kondisi fisik menjadi faktor yang mempengaruhi kesiapan belajar pada fase lansia
dikarenakan kondisi fisik yang baik dapat meningkatkan kesiapan belajar pada lansia. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi fisik lansia meliputi pola makan yang sehat,
olahraga teratur dan tidur yang cukup.
Selain itu para lansia juga kerap menngalami masalah sosial berupa keterasingan dari
masyarakat karena penurunan kondisi fisik yang dialami, misalnya berkurangnya kepekaan
pendengaran, penglihatan, maupun cara bicara yang kadang sudah tidak dapat dimengerti,
(Fitria & Mulyana, 2021). Masalah fisik yang dialami lansia dapat mempengaruhi kesiapan
belajar mereka untuk memahami informasi atau berinteraksi dengan lingkungan belajar. Oleh
karena itu, adanya perhatiaan khusus terhadap kondisi fisik lansia dalam konteks pendidikan
dan pembelajaran.
3) Dukungan sosial
Dukungan sosial seperti dari keluarga, teman, dan masyarakat dapat mempengaruhi
kesiapan belajar pada lansia. Dukungan sosial dapat berupa bantuan dalam mengerjakan
tugas harian, dukungan emosional, dan partisipasi dalam kegiatan sosial, (Purwantiningsih &
Sardjiyo, 2016). Dukungan sosial yang baik dapat meningkatkan motivasi belajar pada lansia
dan membantu mereka mengatasi kesepian dan isolasi sosial yang sering dialami pada usia
10
lanjut, (Ndore et al., 2017). Selain itu, dukungan sosial juga dapat membantu lansia dalam
memperoleh informasi dan pengetahuan baru yang dapat meningkatkan kesiapan belajar
mereka, (Kirani & Chusairi, 2022). Oleh karna itu, dukungan sosial yang baik sangat penting
untuk meningkatkan kesiapan belajar pada lansia.
4) Motivasi
Motivasi menjadi faktor kesiapan belajar pada seorang lansia karena motivasi yang
tinggi dapat meningkatkan kesiapan belajar pada seorang lansia. Faktor faktor yang
mempengaruhi motivasi lansia meliputi minat terhadap materi yang dipelajari, tujuan yang
jelas, dan penghargaan yang diberikan atas pencapaian, (Wardhani & Tammu, 2021).
Seorang lansia yang memiliki motivasi tinggi akan lebih termotivasi untuk belajar dan
memperoleh pengetahuan baru, sehingga dapat meningkatkan kesiapaan belajar mereka.
Selain itu, motivasi yang tinggi juga dapat membantu lansia dalam mengatasi rasa malas dan
kurangnya semangat dalam belajar, (Seran et al., 2019). Oleh karena itu, motivasi menjadi
faktor yang penting dalam meningkatkan kesiapan belajar pada seorang lansia.
5) Lingkungan belajar
Lingkungan belajar jadi faktor yang mempengaruhi kesipaan belajar seorang lansia
karena lingkungan belajar yang nyaman dan mendukung dapat meningkatkan kesiapan
belajar pada lansia. Lingkungan yang ramah lansia menciptakan aksebilitas terhadap fasilitas
pembelajaran. Keterjangkauan dan pembelajaran dapat memberikan dorongan tambahan
untuk terlebitat dalam kegiatan pembelajaran. Faktor faktor yang mempengaruhi lingkungan
belajar lansia meliputi pencahayaan yang cukup, suhu yang nyaman, dan keheningan yang
terjaga, (Mujahid, 2020).
Lingkungan yang memiliki pencahayaaan yang cukup dapat membantu lansia dalam
membaca dan memahami materi pelajaran dengan lebih baik. Sebaliknya, pencahayaan yang
kurang dapat mengganggu kenyamanan dan konsentrasi belajar pada lansia,(Subagyo, 2017).
Selain pencahayaan, untuk membuat lingkungan belajar yang baik untuk lansia adalah
lingkungan yang memiliki suhu yang nyaman. Suhu yang nyaman dapat membantu lansia
dalam merasa nyaman dan fokus pada belajar, suhu yang terlalu dingin atau terlalu panas
dpat mengganggu kenyamanan dan konsentrasi belajar pada lansia,(Nurfajriyani &
Fadilatussaniatun, 2020). Keheningan yang terjaga juga menjadi salah satu penyebab
lingkungan menjadi nyaman dan membantu lansia untuk fokus pada belajar dan memahami
materi pelajaran dengan lebih baik. Kebisingan atau gangguan suara lainnya dapat
mengganggu belajar pada lansia,
6) Kemampuan kognitif
Kemampuan kognitif adalah kemampuan otak untuk memproses informasi dan
memahami konsep konsep yang kompleks. Menurut Chaplin (2002) Kemampuan kognitif
adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenal, termasuk mengamati, melihat,
memperhatikan, memberikan, menyangka, membayangkan, memperkirakan, menduga, dan
menilai.
11
Kemampuan kognitif penting untuk lansia dalam melakukan kegiatan pembelajaran
karena kemampuan kognitif melitputi kemampuan otak untuk memproses informasi dan
memahami konsep konsep yang kompleks. Lansia yang memilliki kemampuan kognitif yang
baik akan lebih mudah dalam memahami dan mengingat materi pelajaran, sehingga dapat
meingkatkan kesiapan belajar mereka, (Sauliyusta & Rekawati, 2016). Selain itu,
kemampuan kognitif yang baik juga membantu lansia dalam memecahkan masalah dan
mengambil keputusan yang tepat. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan kognitif pada lansia antara lain latihan otak, pemeliharan
kesehatan otak, dan penggunaan teknik belajar yang efektif, (Zainurridha et al., 2021)
Lansia atau orang tua usia lanjut, membutuhkan pendekatan pembelajaran khusus agar dapat
mempertahankan kognisi dan kesejahteraan mereka. Beberapa metode pembelajaran yang
tepat untuk lansia melibatkan:
12
a. Strateginya adalah dengan memilah kondisi individual sesuai dengan kemampuannya,
baik secara intelektualitas serta kemampuan fisik.
b. Para orang tua manula harus merasa dibutuhkan dari sisi kompetensinya.
c. Melakukan pembelajaran konstektual.
d. Menerima dan memediasi serta memfasilitasi kebutuhan, ide,pemikiran, gagasan serta
kreativitas yang mereka miliki.
Penting untuk memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan
kenyamanan lansia. Metode yang cocok melibatkan penggunaan pendekatan yang ramah,
repetisi, dan penggunaan berbagai stimulus sensorik. Pelatihan kognitif ringan, senam otak,
dan aktivitas sosial dapat membantu memelihara fungsi kognitif dan fisik mereka. Selain itu,
penting untuk memberikan dukungan emosional dan mengakomodasi kebutuhan individu.
Dengan mengintegrasikan metode pembelajaran ini, kita dapat menciptakan lingkungan
pembelajaran yang mendukung pertumbuhan dan kesejahteraan lansia, memastikan bahwa
pengalaman belajar mereka tetap bermanfaat dan menyenangkan.
13
C. KESIMPULAN
Lansia menurut Masdani (1990 dalam Nugroho, 2000) mengemukakan bahwa lansia
merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi 4 bagian pertama
fase iufentus usia antara 25-40 tahun, kedua fase verilitas usia antara 40-50 tahun, ketiga fase
prasenium usia antara 55-65 tahun, ke empat fase senium usia antara 65-tutup usia. Lanjut
usia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang
akan dijalani semua individu, ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stress lingkungan.
Pada fase lansia terjadi penurunan kondisi fisik dan Kesehatan, dimana terdapat
gejala-gejala yang berdampak pada kondisi fisik lansia. Masalah kesehatan merupakan
masalah yang kompleks, di dalamnya berkaitan dengan unsur psikologi, sikap dan tingkah
laku serta interaksi sosial. (Sudirman, 2016). Diantara penyakit yang sering terjadi pada fase
lansia adalah : Penyakit jantung, Osteoporosis, Artritis, Penyakit Alzheimer atau Demensia,
Diabetes Tipe 2, Kanker, Penyakit paru-paru, dan lain-lain.
Kualitas hidup pada fase lansia juga dipengaruhi oleh terpenuhinya hak belajar.
Kesiapan belajar menurut pendapat Slameto (2003), kesiapan adalah kondisi dimana seorang
siap menerima respon atas cara yang dilakukan terhadap kondisi yang dialaminya. James
drever (2010), berpendapat bahwa “preparedness to respon or react” yang artinya kesiapan
adalah kesediaan yang dipicu untuk merespon atau bereaksi.
Lansia atau orang tua usia lanjut, membutuhkan pendekatan pembelajaran khusus
agar dapat mempertahankan kognisi dan kesejahteraan mereka. Beberapa metode
pembelajaran yang tepat untuk lansia melibatkan : Metode pembelajaran yang menggali
minat, Metode yang dipilih harus menyeimbangkan kemampuan intelektualitas dengan
kecerdasan spritual dan emosional warga belajar, Teknik pembelajarannya adalah dengan
tidak membantah membantah, memotong, meragukan kemampuan individual, dan hal-hal
lain yang mengakibatkan ketidak nyamanan para orang tua manula, Teknik lainnya yaitu
dengan memuji, memberikan aplaus/jempol atas pernyataan maupun pertanyaan, memberikan
kesimpulan memberikan.yang baik dan benar, mengarahkan apabila diperlukan dll.,
Pembelajaran Berbasis Pengalaman
14
DAFTAR PUSTAKA
Fitria, F., & Mulyana, N. (2021). Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Spiritualitas Lansia
Dalam Kesiapan Menghadapi Kematian. Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial, 4(1), 79.
https://doi.org/10.24198/focus.v4i1.34267
Kirani, F. F., & Chusairi, A. (2022). Tinjauan Sistematis: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kesiapan Kerja. Jurnal Abdi Insani, 9(3), 821–828.
https://doi.org/10.29303/abdiinsani.v9i3.646
Listiani, N. (2015). pengaruh kesiapan belajar dan kecerdasan spiritual siswa terhadap
motivasi belajar matematika. Perpustakan IAIN Cirebon, 151, 10–17.
Mujahid, H. (2020). motivasi belajar lansia dalam membaca Alquran. Malaysian Palm Oil
Council (MPOC), 21(1), 1–9.
Ndore, S., Sulasmini, S., & Hariyanto, T. (2017). Dukungan Keluarga Berhubungan Dengan
Kepuasan Interaksi Sosial Pada Lansia. Care : Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan, 5(2), 256.
https://doi.org/10.33366/cr.v5i2.554
Nurfajriyani, I., & Fadilatussaniatun, Q. (2020). PENGARUH SUHU RUANGAN KELAS
TERHADAP KONSENTRASI BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN BIOLOGI
SEMESTER VII ( B ). 5(April), 11–15.
Purwantiningsih, A., & Sardjiyo. (2016). Evaluasi pelaksanaan edukasi kesiapan belajar
mandiri (EKBM) pada pembelajaran jarak jauh di universitas terbuka. 1–23.
Sauliyusta, M., & Rekawati, E. (2016). aktivitas fisik memengaruhi fungsi kognitif lansia.
19(2), 71–77.
Seran, A. E. D., Bria, G. U., & Meo, C. M. (2019). Hubungan Motivasi Untuk Menjadi
Perawat Profesional Dengan Hasil Belajar Pada Mahasiswa Semester V Tingkat Iii
Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Belu Tahun Ajaran 2014/2015. Jurnal
Sahabat Keperawatan, 1(02), 70–79. https://doi.org/10.32938/jsk.v1i02.254
Subagyo, A. (2017). Kualitas penerangan yang baik sebagai penunjang proses belajar
mengajar di kelas. 13(1), 21–27.
Wardhani, M. K., & Tammu, R. M. (2021). Analisis Motivasi Belajar Mahasiswa Calon Guru
pada Mata Kuliah Pendidikan Luar Biasa. Jurnal Basicedu, 6(1), 221–229.
https://doi.org/10.31004/basicedu.v6i1.1846
Zainurridha, Y., Sakinah, N., & Azari, A. (2021). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kemampuan Kognitif Lansia. 12, 287–289.
Sehat, S., & Produktif, A. D. (n.d.). Peningkatan Kualitas Hidup Lansia Melalui Upaya
Gerakan. 1(2), 87–92.
Anam, A. C., Rahman, I. K., & Hafidhuddin, D. (2021). Program Bimbingan dan Konseling
Landasan Hidup Religius untuk Lansia Panti Sosial. Tawazun: Jurnal Pendidikan Islam,
14(3), 207. https://doi.org/10.32832/tawazun.v14i3.4282
15
Yondro, J. H., Fitri, W., Fitriah, A., & Elvina, S. N. (2019). Kesiapan Lansia Dalam
Menghadapi Kematian. 2(2).
Fitria, F., & Mulyana, N. (2021). Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Spiritualitas Lansia
Dalam Kesiapan Menghadapi Kematian. Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial, 4(1), 79.
https://doi.org/10.24198/focus.v4i1.34267
Bloom, N., & Reenen, J. Van. (2013). No Title No Title No Title. NBER Working Papers, 89.
http://www.nber.org/papers/w16019
Rahmawati,Dina (2021)
https://www-sehatq-com.cdn.ampproject.org/v/s/www.sehatq.com/artikel/8-tahapan-
pertumbuhan-manusia-mulai-dari-kandungan-hingga-lansia/amp?
amp_gsa=1&_js_v=a9&usqp=mq331AQIUAKwASCAAgM%3D#amp_tf=Dari
%20%251%24s&aoh=17032846760295&referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&share=https%3A%2F%2Fwww.sehatq.com%2Fartikel%2F8-
tahapan-pertumbuhan-manusia-mulai-dari-kandungan-hingga-lansia
Astutik, Nanik, Dwi dkk (2017). Pengaruh Fungsi Kognitif Terhadap Kualitas Hidup Lansia
Di Posyandu Lansia Srikandi Keluaraha Gading Kasri Kecamatan Klojen Kota Malang.
Riani, Adriana, Dewi dkk (2019). Fungsi Kognitif Lansia yang Beraktifitas Kognitif secara
Rutin dan Tidak Rutin.
16
17