Anda di halaman 1dari 13

PAPER ASUHAN KEPERAWATAN

“DIAGNOSA SEHAT MENTAL USIA LANJUT“

OLEH:

1. I PUTU ASMARA PUTRA (223213426)


2. NI KADEK YUNIARI (223213431)
3. NI PUTU INTAN DARMAYANTI (223213433)
4. FILDATUS SOLEHAH (223213435)
5. LUH AYU DEVITA PUSPAYADNI (223213442)
6. WAYAN OKTA STYASA PUTRA (223213448)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

PROGRAM SARJANA STIKES

WIRA MEDIKA BALI

2024
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Lebih lanjut
Maryam (2008) juga mendefinisikan lansia sebagai seseorang yang telah berusia
lanjut dan telah terjadi perubahan- perubahan dalam sistem tubuhnya.
Namun berbeda dengan definisi yang dikemukakan oleh Orimo et al. (2006),
peneliti asal Jepang, yang menjelaskan bahwa lansia merupakan orangyang berusia
lebih dari 75 tahun. Definisi tersebut berdasar pada hasil riset yang telah
dilakukannya dengan menemukan fakta bahwa: 1) lansia di Jepangyang berusia 65
tahun atau lebih ternyata masih bisa melakukan aktifitas fisik tanpa keluhan dan
hambatan berarti; 2) arteri serebral pada lansia tampak belum mengalami penuaan
dan penurunan fungsi; dan 3) lansia penderita diabetes mellitus yang berumur 65
tahun masih menunjukkan tingkat kemandirian yang tinggi untuk memenuhi
kebutuhannya. Tetapi definisi lansia dari penelitian tersebut memang tidak bisa
digunakan secara global karena faktor budaya dan lingkungan juga berpengaruh
terhadap proses penuaan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian lansia?
2. Tahapan proses lansia?
3. Bagaimana Proses fisik dan psikososial pada lansia?
4. Bagaimana factor penyebab ketidaklayakan bekerja pada lansia?
5. Bagaimana peran perawat pada lansia?
6. Bagaimana asuhan keperawatan sehat jiwa pada usia lanjut ?

C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian lansia
2. Mengetahui proses bagaimana lansia
3. Mengetahui proses fisik dan psikososial pada lansia
4. Mengetahui factor penyebab ketidaklayakan pada lansia
5. Mengetahui peran perawat pada lansia
6. Mengetahui asuhan keperawatan sehat jiwa pada lansia
BAB II

PEMBAHASAN
1. Pengertian Lansia

Lanjut usia adalah kelompok manusia yang berusia 60 tahun ke atas


(Hardwiyanto & Setiabudhi, 2005). Pada lanjut usia alan terjadi proses
menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga dapat
terjadi infeksi dan memperbanyak kerusakan yang terjadi (Aster, 2009). Oleh
karena itu dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan
struktural yang disebut penyakit dengeneratif yang menyebabkan lansia akan
mengakhiri hidup dengan episode terminal (Sunaryo, 2016). Lansia
merupakan periode penutup dalam rentang kehidupan seseorang, yaitu suatu
periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu (Peldian
Olds, 2017). Proses menua (aging) adalah suatu proses alami yang disertai
adanya penurunan kondisi fisik, psikologi maupun sosial yang saling
berinteraksi satu sama lain (Sudaryanto, 2018). Lansia akan mengalami
perubahan yang terkait dengan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.

Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan


Lansia yang dimaksud dengan lansia adalah seseorang yang telah mencapai
usia 60 tahun ke atas. Lebih lanjut Maryam (2008) juga mendefinisikan lansia
sebagai seseorang yang telah berusia lanjut dan telah terjadi perubahan-
perubahan dalam sistem tubuhnya.
Namun berbeda dengan definisi yang dikemukakan oleh Orimo et al.
(2006), peneliti asal Jepang, yang menjelaskan bahwa lansia merupakan orang
yang berusia lebih dari 75 tahun. Definisi tersebut berdasar pada hasil riset
yang telah dilakukannya dengan menemukan fakta bahwa: 1) lansia di Jepang
yang berusia 65 tahun atau lebih ternyata masih bisa melakukan aktifitas fisik
tanpa keluhan dan hambatan berarti; 2) arteri serebral pada lansia tampak
belum mengalami penuaan dan penurunan fungsi; dan 3) lansia penderita
diabetes mellitus yang berumur 65 tahun masih menunjukkan tingkat
kemandirian yang tinggi untuk memenuhi kebutuhannya. Tetapi definisi lansia
dari penelitian tersebut memang tidak bisa digunakan secara global karena
faktor budaya dan lingkungan juga berpengaruh terhadap proses penuaan.
2. Tahap proses Lansia

Ada beberapa teori tentang lansia, sebagaimana dikemukakan oleh (Maryam,


2018), yaitu teori biologi, teori psikologi, teori kultural, teori sosial, teori genitika,
teori rusaknya sistem imun tubuh, teori menua akibat metabolisme dan teori
kejiwaan sosial. Berdasarkan pengetahuan yang berkembang dalam pembahasan
tentang teori proses menjadi tua (menua) yang hingga saat ini di anut oleh
gerontologis, maka dalam tingkatan kompetensinya, perawat perlu
mengembangkan konsep dan teori keperawatan sekaligus praktik keperawatan
yang didasarkan atas teori proses menjadi tua (menua) tersebut.
Postulat yang selama ini di yakini oleh para ilmuan perlu implikasikan dalam
tataran nyata praktik keperawatan, sehingga praktik keperawatan benar-benar
mampu memberi manfaat bagi kehidupan masyarakat. Perkembangan ilmu
keperawatan perlu diikutip dengan pengembangan praktik keperawatan, yang
pada akhirnya mampu memberikan kontribusi terhadap masalah masalah
kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat.
Secara umum, implikasi/ praktik keperawatan yang dapat dikembangkan
dengan proses menua dapat didasarkan dapat teori menua/secara biologis,
psikologis, dan sosial. Berkut adalah uraian bentuk aplikasi asuhan keperawatan
yang diberikan kepada individu yang negalami proses penuaan, dengan di
dasarkan pada teori yang mendasari prose menua itu sendiri. Aplikasi
keperawatan yang diberikan di dasarkan atau asumsi bahwa tindkan keperawatan
yang diberikan lebih di tekankan pada upaya untuk memodifikasi fakotr-faktor
secara teoritis di anggap dapat mempercepat prose penuaan. Istilah lain yang
digunakan untuk menunjukkan teori menua adalah senescence. Menurut Sunaryo
(2016), senescence diartikan sebagai perubahan perilaku sesuai usia akibat
penurunan kekuatan dan kemampuan adaptasi.

3. Proses Fisik dan Psikososial pada Lansia


1) Perubahan Fisik pada Lansia
Menurut Maryam (2008), perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lanjut
usia adalah :
a) Sel
Perubahan sel pada lanjut usia meliputi: terjadinya penurunan jumlah sel,
terjadi perubahan ukuran sel, berkurangnya jumlah cairan dalam tubuh dan
berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak,
otot, ginjal, darah, dan hati, penurunan jumlah sel pada otak, terganggunya
mekanisme perbaikan sel, serta otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-
10%.
b) Sistem Persarafan

Perubahan persarafan meliputi : berat otak yang menurun 10-20% (setiap


orang berkurang sel saraf otaknya dalam setiap harinya), cepat
menurunnya hubungan persyarafan, lambat dalam respon dan waktu untuk
bereaksi khususnya dengan stress, mengecilnya saraf panca indra,
berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf
penciuman dan perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan
ketahanan terhadap sentuhan, serta kurang sensitif terhadap sentuhan.

c) Sistem Pendengaran

Perubahan pada sistem pendengaran meliputi: terjadinya presbiakusis


(gangguan dalam pendengaran) yaitu gangguan dalam pendengaran pada
telinga dalam terutama terhadap bunyi suara, nada-nada yang tinggi, suara
yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kta,50% terjadi pada umur diatas 65
tahun. Terjadinya otosklerosis akibat atropi membran timpani. Terjadinya
pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya keratinin.
Terjadinya perubahan penurunan pendengaran pada lansia yang
mengalami ketegangan jiwa atau stress.
d) Sistem Penglihatan
Perubahan pada sistem penglihatan meliputi: timbulnya sklerosis dan
hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis (bola),
terjadi kekeruhan pada lensa yang menyebabkan katarak, meningkatnya
ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat
dan susah melihat pada cahaya gelap, hilangnya daya akomodasi,
menurunnya lapang pandang, serta menurunnya daya untuk membedakan
warna biru atau hijau. Pada mata bagian dalam, perubahan yang terjadi
adalah ukuran pupil menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan
juga terhadap akomodasi, lensa menguning dan berangsur-angsur menjadi
lebih buram mengakibatkan katarak, sehingga memengaruhi kemampuan
untuk menerima dan membedakan warna-warna. Kadang warna gelap
seperti coklat, hitam, dan marun tampak sama. Pandangan dalam area yang
suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang (sulit melihat dalam
cahaya gelap) menempatkan lansia pada risiko cedera. Sementara cahaya
menyilaukan dapat menyebabkan nyeri dan membatasi kemampuan untuk
membedakan objek-objek dengan jelas, semua hal itu dapat
mempengaruhi kemampuan fungsional para lansia sehingga dapat
menyebabkan lansia terjatuh.

e) Sistem Kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler meliputi: terjadinya penurunan
elastisitas dinding aorta, katup jantung menebal dan menjadi kaku,
menurunnya kemampuan jantung untuk memompa darah yang
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan
elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi, perubahan posisi yang dapat mengakibatkan tekanan
darah menurun (dari tidur ke duduk dan dari duduk ke berdiri) yang
mengakibatkan resistensi pembuluh darah perifer.
f) Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Perubahan pada sistem pengaturan tempertur tubuh meliputi: pada
pengaturan sistem tubuh, hipotalamus dianggap bekerja sebagai
thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi
berbagai faktor yang mempengaruhinya, perubahan yang sering ditemui
antara lain temperatur suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologik
kurang lebih 35°C, ini akan mengakibatkan metabolisme yang menurun.
Keterbatasan refleks mengigil dan tidak dapat memproduksi panas yang
banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.
g) Sistem Respirasi
Perubahan sistem respirasi meliputi: otot pernapasan mengalami
kelemahan akibat atropi, aktivitas silia menurun, paru kehilangan
elastisitas, berkurangnya elastisitas bronkus, oksigen pada arteri menurun,
karbon dioksida pada arteri tidak berganti, reflek dan kemampuan batuk
berkurang, sensitivitas terhadap hipoksia dan hiperkarbia menurun, sering
terjadi emfisema senilis, kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan
otot pernapasan menurun seiring pertambahan usia.
h) Sistem Pencernaan
Perubahan pada sistem pecernaan, meliputi: kehilangan gigi, penyebab
utama periodontal disease yang bisa terjadi setelah umur 30 tahun, indra
pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa
asin, asam dan pahit, esofagus melebar, rasa lapar nenurun, asam lambung
menurun, motilitas dan waktu pengosongan lambung menurun, peristaltic
lemah dan biasanya timbul konstipasi, fungsi absorpsi melemah, hati
semakin mengecil dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah
berkurang.
i) Sistem Perkemihan
Perubahan pada sistem perkemihan antara lain ginjal yang merupakan alat
untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urine, darah masuk
keginjal disaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal yang disebut nefron
(tempatnya di glomerulus), kemudian mengecil dan nefron menjadi atrofi,
aliran darah ke ginjal menurun sampai 50% sehingga fungsi tubulus
berkurang, akibatnya, kemampuan mengkonsentrasi urine menurun, berat
jenis urine menurun. Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, sehingga
kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan buang air seni
meningkat. Vesika urinaria sulit dikosongkan sehingga terkadang
menyebabkan retensi urine.
j) Sistem Endokrin
Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin meliputi: produksi semua
hormon turun, aktivitas tiroid, BMR (basal metabolic rate), dan daya
pertukaran zat menurun. Produksi aldosteron menurun, Sekresi hormon
kelamin, misalnya progesterone, estrogen, dan testoteron menurun.
k) Sistem Integumen
Perubahan pada sistem integumen, meliputi: kulit mengerut atau keriput
akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit cenderung kusam,
kasar, dan bersisi. Timbul bercak pigmentasi, kulit kepala dan rambut
menipis dan berwarna kelabu, berkurangnya elestisitas akibat
menurunnya cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh,
jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang.
l) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan pada sistem muskuloskeletal meliputi: tulang kehilangan
densitas (cairan) dan semakin rapuh, kekuatan dan stabilitas tulang
menurun, terjadi kifosis, gangguan gaya berjalan, tendon mengerut dan
mengalami sklerosis, atrofi serabut otot, serabut otot mengecil sehingga
gerakan menjadi lamban, otot kram, dan menjadi tremor, aliran darah ke
otot berkurang sejalan dengan proses menua. Semua perubahan tersebut
dapat mengakibatkan kelambanan dalam gerak, langkah kaki yang
pendek, penurunan irama. Kaki yang tidak dapat menapak dengan kuat
dan lebih cenderung gampang goyah, perlambatan reaksi mengakibatkan
seorang lansia susah atau terlambatmengantisipasi bila terjadi gangguan
terpeleset, tersandung, kejadian tiba-tiba sehingga memudahkan jatuh.
2) Perubahan Psikososial pada Lansia
Berdasarkan beberapa evidence based yang telah dilakukan terdapat perubahan
psikososial yang dapat terjadi pada lansia antara lain:
a) Kesepian
Septiningsih dan Na’imah (2012) menjelaskan dalam studinya bahwa
lansia rentan sekali mengalami kesepian. Kesepian yang dialami dapat
berupa kesepian emosional, situasional, kesepian sosial atau gabungan
ketiga-tiganya. Berdasarkan penelitian tersebut beberapa hal yang dapat
memengaruhi perasaan kesepian pada lansia diantaranya: a) merasa tidak
adanya figur kasih sayang yang diterima seperti dari suami atau istri, dan
atau anaknya; b) kehilangan integrasi secara sosial atau tidak terintegrasi
dalam suatu komunikasi seperti yang dapat diberikan oleh sekumpulan
teman, atau masyarakat di lingkungan sekitar. Hal itu disebabkan karena
tidak mengikuti pertemuan-pertemuan yang dilakukan di kompleks
hidupnya; c) mengalami perubahan situasi, yaitu ditinggal wafat pasangan
hidup (suami dan atau istri), dan hidup sendirian karena anaknya tidak
tinggal satu rumah.
b) Kecemasan Menghadapi Kematian
Ermawati dan Sudarji (2013) menyimpulkan dalam hasil penelitiannya
bahwa terdapat 2 tipe lansia memandang kematian. Tipe pertama lansia
yang cemas ringan hingga sedang dalam menghadapi kematian ternyata
memiliki tingkat religiusitas yang cukup tinggi. Sementara tipe yang kedua
adalah lansia yang cemas berat menghadapi kematian dikarenakan takut
akan kematian itu sendiri, takut mati karena banyak tujuan hidup yang
belum tercapai, juga merasa cemas karena sendirian dan tidak akan ada
yang menolong saat sekarat nantinya.
c) Depresi
Lansia merupakan agregat yang cenderung depresi. Menurut Jayanti,
Sedyowinarso, dan Madyaningrum (2008) beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya depresi lansia adalah: a) jenis kelamin, dimana
angka lansia perempuan lebih tinggi terjadi depresi dibandingkan lansia laki-
laki, hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan hormonal, perbedaanstressor
psikososial bagi wanita dan laki-laki, serta model perilaku tentang
keputusasaan yang dipelajari; b) status perkawinan, dimana lansia yang
tidak menikah/tidak pernah menikah lebih tinggi berisiko mengalami depresi,
hal tersebut dikarenakan orang lanjut usia yang berstatus tidak kawin sering
kehilangan dukungan yang cukup besar (dalam hal ini dari orang terdekat
yaitu pasangan) yang menyebabkan suatu keadaan yang tidak
menyenangkan dan kesendirian; dan c) rendahnya dukungan sosial.

Berdasarkan konsep lansia dan proses penuaan yang telah dijabarkan, maka lansia
rentan sekali menghadapi berbagai permasalahan baik secara fisik maupun
psikologis. Kane, Ouslander, dan Abrass (1999) menjabarkan permasalahan yang
sering dihadapi lansia ke dalam 14 masalah atau yang sering disebut 14 Sindrom
Geriatri (Geriatric Syndrome). Keempat belas masalah tersebut adalah: 1)
Immobility (penurunan/ketidakmampuan mobilisasi); 2) Instability
(ketidakseimbangan, risiko jatuh); 3) Incontinence (inkontinensia urin/alvi, tidak
mampu menahan buang air kecil/besar); 4) Intelectual Impairment (penurunan
fungsi kognitif, demensia); 5) Infection (rentan mengalami infeksi); 6) Impairment
of Sensory/Vision (penurunan penglihatan, pendengaran); 7) Impaction (sulit buang
air besar); 8) Isolation (rentan depresi/stres sehingga lebih sering menyendiri); 9)
Inanition (kurang gizi); 10) Impecunity (penurunan penghasilan); 11) Iatrogenesis
(efek samping obat-obatan); 12) Insomnia (sulit tidur); 13) Immunedeficiency
(penurunan daya tahan tubu); 14) Impotence (impotensi).
4. Faktor Lain Penyebab Ketidaklayakan Bekerja pada Lansia
Menurut Turner dan Helms (1995) lansia sudah tidak layak dipekerjakan karena:
1) Pekerja lanjut usia adalah pekerja yang lambat dalam bekerja, kurang (bahkan
tidak dapat) memenuhi persyaratan standar produktivitas yang ditentukan
perusahaan.
2) Pekerja lanjut usia banyak yang tidak fleksibel, sulit dilatih dan
dikembangkan karena mereka sulit untuk dapat menerima perubahan.
3) Gaji pekerja lanjut usia akan menambah beban perusahaan yang rasionya
sudah tidak realistis lagi dengan peningkatan kinerjanya.

5. Peran Perawat pada Lansia

1) Memberikan Pelayanan Konseling


Lansia yang mengalami penurunan pendapatan cenderung akan mudah stres dan
depresi. Ketika hal itu terjadi maka perawat harus menggunakan teknikkomunikasi
terapeutik yang tepat untuk memberikan intervensi keperawatan. Perawat harus
menjadi pendengar yang baik, menunjukkan sikap empati, menggali kemampuan
yang masih dimiliki lansia, memotivasi, dan memberi pujian pada kegiatan
tercapai yang dilakukan.
2) Mengadakan Pelatihan/Terapi Okupasi
Perawat di era globalisasi dituntut untuk dapat terampil dan kreatif dalam
berbagai bidang. Karena keterampilan dan tingkat kreativitas seorang perawat
dapat menjadi role model dan ditularkan pada kliennya. Pada kasus ini, perawat
dapat mengajarkan keterampilan-keterampilan yang masih bisa dilakukan oleh
lansia

3) Advokasi Asuransi Kesehatan Pemerintah

Bagi lansia-lansia yang tidak memiliki asuransi kesehatan sedang ia dalamkondisi


miskin, maka perawat wajib mengadvokasi dari mulai memberikan

penyuluhan hingga membantu pendaftaran asuransi kesehatan pemerintah tersebut


agar jika lansia sakit maka tidak akan terlalu dibebani secara finansial.
1. Pengkajian Pada Lansia

1. Biodata

a. Identitas Diri Klien

b. Nama Lengkap : Ny, B Sirait

c. Tempat, Tanggal Lahir : Porsea, 24 Desember 1949

d. Jenis Kelamin : Perempuan

e. Status Perkawinan : Menikah

f. Agama : Kristen Protestan

g. Suku : Batak Toba

h. Pendidikan : Spg

i. Pekerjaan : Pensiunan Guru

j. Alamat : Gg. Patri Kel.Sitirejo II no 8

k. Komposisi Keluarga : Keluarga Inti

2. Keluhan Utama Ny B mengatakan sulit tidur pada malam hari. Sering terbangun tiba-tiba.
Dan saat akhir-akhir ini mengalami sedikit nyeri pada sendi - sendi lutut.
Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI PROBLEM


1 DS : Faktor menua Gangguan Pola Tidur
- Klien mengatakan (D.0055)
sering terbangun
apa bila tidur Kebisingan
malam. Terkadang
tidak bisa tidur
nyenyak.
Keadaan Lingkungan yang tidak
nyaman.
DO :
- Klien tampak lelah
- Terkadang menguap

Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan Pola tidur b.d faktor menua d.d Klien mengatakan sering terbangun apa bila
tidur malam. Terkadang tidak bisa tidur nyenyak, Klien tampak lelah, Terkadang menguap

Rencana Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


1. Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan -Lakukan pengkajian - Memberikan
Berhubungan dengan tindakan masalah gangguan informasi
Faktor menua dan keperawatan tidur klien, rencana
keadaan lingkungan diharapkan karakteristik dan keperawatan
yang tidak nyaman gangguan tidur penyebab kurang tidur -mengatur pola
ditandai dengan klien tidak terjadi. -Lakukan persiapan tidur .
sering terbangun pada Dengan kriteria untuk tidur malam -Meningkatkan
saat tidur dan tidur hasil :Klien dapat seperti jam 8. pola tidur.
tidak nyenyak tidur, nyaman dan -Anjurkan makan -Mengurangi
rileks. yang cukup satu jam gangguan pada
sebelum tidur. - pola tidur.
Keadaan tempat tidur -Memberikan
yang nyaman - kenyamanan
Lingkungan yang untuk tidur.
tidak berisik dari
kebisingan -
Tingkatkan aktivitas
seharihari dan Kurangi
aktivitas sebelum
tidur.
DAFTAR PUSTAKA

Hardywinoto dan Setiabudi. 1999. Panduan Gerontologi: Menjaga Keseimbangan Kualitas Hidup
Para Lanjut Usia, Tinjauan dari Berbagai Aspek. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Maramis, W.F. 1998. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University
Press. Maryam, S. dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika. Notosoedirjo, M. Latipun. 2001. Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan.
Malang: UMM Press. Stuart dan Laraia. 2005. Principles and Practice of Psychiatric
Nursing. 8th Edition. St Louis: Mosby

Anda mungkin juga menyukai