Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


PADA LANSIA

Oleh :
Ferli Zerlika Npm 17.14201.30.30
Dina Marlina Npm 17.14201.30.05
Trianit Wibawa Npm 17.14201.30.08

Dosen Pengampu :
Isrizal, M. Kes., M. Kep
Abu Bakar Sidik, SKp, M.Kes

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


BINA HUSADA PALEMBANG
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah serta kesehatan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Intervensi dan Implementasi Keperawatan Pada Lansia”
kami membuat dengan tujuan melengkapi nilai tugas dalam mata kuliah
Keperawatan Gerontik pada tahun ajaran 2020/2021. Kami berharap makalah
yang kami buat ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan ataupun pembahasan makalah


ini masih jauh dari kata sempurna oleh karena itu, jika ada kekurangan kami
ucapkan mohon maaf dan terima kasih.

Palembang, 11 November 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lansia adalah mereka yang telah berusia 65 tahun ke atas. Masalah
yang biasa dialami lansia adalah hidup sendiri, depresi, fungsi organ tubuh
menurun dan mengalami menopause.Status kesehatan lansia tidak boleh
terlupakan karena berpengaruh dalam penilaian kebutuhan akan zat gizi Ada
lansia yang tergolong sehat, dan ada pula yang mengidap penyakit kronis. Di
samping itu, sebagian lansia masih mampu mengurus diri sendiri,sementara
sebagian lansia sangat bergantung pada “belas kasihan” orang lain.
Kebutuhan zat gizi mereka yang tergolong aktif biasanya tidak berbeda
dengan orang dewasa sehat. Namun penuaan sangat berpengaruh terhadap
kesehatan jika asupan gizi tidak dijaga. Oleh karena itu asuhan
keperawatanpada lansia sangat di perlukan agar perawat yang member asuhan
keperawatan pada lansia dapat memberikan pelayanan sebaik mungkin.
Perawat professional akan memberikan asuhan keperawatan terbaik kepada
setiap kliennya, memberikan pelayanan dengan penuh kasih sayang, perhatian,
dan rasa hormat terhadap harga diri klien.
Pelayanan yang diberikan juga sesuai dengan kriteria dalam standar
praktik dan mengikuti kode etik. Didalam teori keperawatan yang di tearapkan
juga menyertakan nilai social, kewenangan professional, komitmen
masyarakat, dan sesuai dengan prosedur yang selama ini di dapatdalam ilmu
pengetahunnya. Untuk itu pada pembahasan ini akan dibahas mengenai
intervensi dan implementasi keperawatan pada lansia. Karena pada usia
lansia,ingin meningkatkan keperawatan terlebih dalam proses keperawatannya.
mempermudah kita dalam mengambil sebuah keputusan dalam melakukan
sebuah tindakan di dalam proses keperawatan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu lansia dan perekembangan pada lansia?
2. Apa saja intervensi keperawatan pada lansia?
3. Apa saja implementasi keperawatan pada lansia?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Lansia dan Proses Penuaan


1. Definisi Lansia
Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lansia yang dimaksud dengan lansia adalah seseorang yang telah mencapai
usia 60 tahun ke atas. Lebih lanjut Maryam (2008) juga mendefinisikan
lansia sebagai seseorang yang telah berusia lanjut dan telah terjadi
perubahan- perubahan dalam sistem tubuhnya.
Menurut Orimo et al. (2006), peneliti asal Jepang, yang menjelaskan
bahwa lansia merupakan orang yang berusia lebih dari 75 tahun. Definisi
tersebut berdasar pada hasil riset yang telah dilakukannya dengan
menemukan fakta bahwa: 1) lansia di Jepang yang berusia 65 tahun atau
lebih ternyata masih bisa melakukan aktifitas fisik tanpa keluhan dan
hambatan berarti; 2) arteri serebral pada lansia tampak belum mengalami
penuaan dan penurunan fungsi; dan 3) lansia penderita diabetes mellitus
yang berumur 65 tahun masih menunjukkan tingkat kemandirian yang tinggi
untuk memenuhi kebutuhannya. Tetapi definisi lansia dari penelitian
tersebut memang tidak bisa digunakan secara global karena faktor budaya
dan lingkungan juga berpengaruh terhadap proses penuaan.
2. Batasan Lansia
WHO dalam Kunaifi (2009) membagi lansia menurut usia ke dalam
empat kategori, yaitu:
• Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun

• Lansia (elderly) : 60-74 tahun

• Usia tua (old) : 75-89 tahun

• Usia sangat lanjut (very old) : lebih dari 90 tahun


3. Tahap Proses Penuaan

Proses penuaan dapat berlangsung melalui tiga tahap sebagai berikut


(Pangkahila, 2007) :
• Tahap Subklinik (usia 25-35 tahun)
Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai menurun,
yaitu hormon testosteron, growth hormon dan hormon estrogen.
Pembentukan radikal bebas dapat merusak sel dan DNA mulai
mempengaruhi tubuh. Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar,
karena itu pada usia ini dianggap usia muda dan normal.
• Tahap Transisi (usia 35-45 tahun)
Pada tahap ini kadar hormon menurun sampai 25%. Massa otot berkurang
sebanyak satu kilogram tiap tahunnya. Pada tahap ini orang mulai merasa
tidak muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan oleh radikal bebas mulai
merusak ekspresi genetik yang dapat mengakibatkan penyakit seperti
kanker, radang sendi, berkurangnya memori, penyakit jantung koroner dan
diabetes.
• Tahap Klinik (usia 45 tahun ke atas)
Pada tahap ini penurunan kadar hormone terus berlanjut yang meliputi
DHEA, melatonin, growth hormon, testosteron, estrogen dan juga hormon
tiroid. Terjadi penurunan bahkan hilangnya kemampuan penyerapan
bahan makanan, vitamin dan mineral. Penyakit kronis menjadi lebih nyata,
sistem organ tubuh mulai mengalami kegagalan.
4. Perubahan Fisik dan Psikososial pada Lansia

a. Perubahan Fisik pada Lansia


Menurut Maryam (2008), perubahan-perubahan fisik yang terjadi
pada lanjut usia adalah :
1. Sel
Perubahan sel pada lanjut usia meliputi: terjadinya penurunan jumlah
sel, terjadi perubahan ukuran sel, berkurangnya jumlah cairan dalam
tubuh dan berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi
protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati, penurunan jumlah sel pada
otak, terganggunya mekanisme perbaikan sel, serta otak menjadi atrofis
beratnya berkurang 5- 10%.
2. Sistem Persyarafan

Perubahan persyarafan meliputi : berat otak yang menurun 10-20%


(setiap orang berkurang sel syaraf otaknya dalam setiap harinya),
cepat menurunnya hubungan persyarafan, lambat dalam respon dan
waktu untuk bereaksi khususnya dengan stress, mengecilnya syaraf
panca indra, berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran,
mengecilnya syaraf penciuman dan perasa lebih sensitif terhadap
perubahan suhu dengan ketahanan terhadap sentuhan, serta kurang
sensitif terhadap sentuan.

3. Sistem PendengaranPerubahan pada sistem pendengaran meliputi:


terjadinya presbiakusis (gangguan dalam pendengaran) yaitu
gangguan dalam pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap
bunyi suara, nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
mengerti kata-kta,50% terjadi pada umur diatas 65 tahun. Terjadinya
otosklerosis akibat atropi membran timpani. Terjadinya pengumpulan
serumen dapat mengeras karena meningkatnya keratinin. Terjadinya
perubahan penurunan pendengaran pada lansia yang mengalami
ketegangan jiwa atau stress.

4. Sistem Penglihatan

Perubahan pada sistem penglihatan meliputi: timbulnya sklerosis dan


hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis (bola),
terjadi kekeruhan pada lensa yang menyebabkan katarak,
meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat dan susah melihat pada cahaya gelap,
hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang, serta
menurunnya daya untuk membedakan warna biru atau hijau. Pada
mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil
menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap
akomodasi, lensa menguning dan berangsur-angsur menjadi lebih
buram mengakibatkan katarak, sehingga memengaruhi kemampuan
untuk menerima dan membedakan warna-warna. Kadang warna gelap
seperti coklat, hitam, dan marun tampak sama. Pandangan dalam area
yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang (sulit melihat
dalam cahaya gelap) menempatkan lansia pada risiko cedera.
Sementara cahaya menyilaukan dapat menyebabkan nyeri dan
membatasi kemampuan untuk membedakan objek-objek dengan jelas,
semua hal itu dapat mempengaruhi kemampuan fungsional para lansia
sehingga dapat menyebabkan lansia terjatuh.

5. Sistem Kardiovaskuler

Perubahan pada sistem kardiovaskuler meliputi: terjadinya penurunan


elastisitas dinding aorta, katup jantung menebal dan menjadi kaku,
menurunnya kemampuan jantung untuk memompa darah yang
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan
elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi yang dapat mengakibatkan
tekanan darah menurun (dari tidur ke duduk dan dari duduk ke berdiri)
yang mengakibatkan resistensi pembuluh darah perifer.

6. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh

Perubahan pada sistem pengaturan tempertur tubuh meliputi: pada


pengaturan sistem tubuh, hipotalamus dianggap bekerja sebagai
thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi
berbagai faktor yang mempengaruhinya, perubahan yang sering
ditemui antara lain temperatur suhu tubuh menurun (hipotermia)
secara fisiologik kurang lebih 35°C, ini akan mengakibatkan
metabolisme yang menurun. Keterbatasan refleks mengigil dan tidak
dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya
aktivitas otot.
7. Sistem Respirasi

Perubahan sistem respirasi meliputi: otot pernapasan mengalami


kelemahan akibat atropi, aktivitas silia menurun, paru kehilangan
elastisitas, berkurangnya elastisitas bronkus, oksigen pada arteri
menurun, karbon dioksida pada arteri tidak berganti, reflek dan
kemampuan batuk berkurang, sensitivitas terhadap hipoksia dan
hiperkarbia menurun, sering terjadi emfisema senilis, kemampuan
pegas dinding dada dan kekuatan otot pernapasan menurun seiring
pertambahan usia.

8. Sistem Pencernaan

Perubahan pada sistem pecernaan, meliputi: kehilangan gigi,


penyebab utama periodontal disease yang bisa terjadi setelah umur 30
tahun, indra pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecap
terhadap rasa asin, asam dan pahit, esofagus melebar, rasa lapar
nenurun, asam lambung menurun, motilitas dan waktu pengosongan
lambung menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi,
fungsi absorpsi melemah, hati semakin mengecil dan tempat
penyimpanan menurun, aliran darah berkurang.

9. Sistem Perkemihan

Perubahan pada sistem perkemihan antara lain ginjal yang merupakan


alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urine, darah
masuk keginjal disaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal yang
disebut nefron (tempatnya di glomerulus), kemudian mengecil dan
nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%
sehingga fungsi tubulus berkurang, akibatnya, kemampuan
mengkonsentrasi urine menurun, berat jenis urine menurun. Otot-otot
vesika urinaria menjadi lemah, sehingga kapasitasnya menurun
sampai 200 ml atau menyebabkan buang air seni meningkat. Vesika
urinaria sulit dikosongkan sehingga terkadang menyebabkan retensi
urine.

10. Sistem Endokrin

Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin meliputi: produksi


semua hormon turun, aktivitas tiroid, BMR (basal metabolic rate), dan
daya pertukaran zat menurun. Produksi aldosteron menurun, Sekresi
hormon kelamin, misalnya progesterone, estrogen, dan testoteron
menurun.

11. Sistem Integumen

Perubahan pada sistem integumen, meliputi: kulit mengerut atau


keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit cenderung
kusam, kasar, dan bersisi. Timbul bercak pigmentasi, kulit kepala dan
rambut menipis dan berwarna kelabu, berkurangnya elestisitas akibat
menurunnya cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan
rapuh, jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang.

12. Sistem Muskuloskeletal

Perubahan pada sistem muskuloskeletal meliputi: tulang kehilangan


densitas (cairan) dan semakin rapuh, kekuatan dan stabilitas tulang
menurun, terjadi kifosis, gangguan gaya berjalan, tendon mengerut
dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot, serabut otot mengecil
sehingga gerakan menjadi lamban, otot kram, dan menjadi tremor,
aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses menua. Semua
perubahan tersebut dapat mengakibatkan kelambanan dalam gerak,
langkah kaki yang pendek, penurunan irama. Kaki yang tidak dapat
menapak dengan kuat dan lebih cenderung gampang goyah,
perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia susah atau
terlambatmengantisipasi bila terjadi gangguan terpeleset, tersandung,
kejadian tiba-tiba sehingga memudahkan jatuh.
b. Perubahan Psikososial pada Lansia

Berdasarkan beberapa evidence based yang telah dilakukan terdapat


perubahan psikososial yang dapat terjadi pada lansia antara lain:
1. Kesepian
Septiningsih dan Na’imah (2012) menjelaskan dalam studinya bahwa
lansia rentan sekali mengalami kesepian. Kesepian yang dialami dapat
berupa kesepian emosional, situasional, kesepian sosial atau gabungan
ketiga-tiganya. Berdasarkan penelitian tersebut beberapa hal yang
dapat memengaruhi perasaan kesepian pada lansia diantaranya: a)
merasa tidak adanya figur kasih sayang yang diterima seperti dari
suami atau istri, dan atau anaknya; b) kehilangan integrasi secara
sosial atau tidak terintegrasi dalam suatu komunikasi seperti yang
dapat diberikan oleh sekumpulan teman, atau masyarakat di
lingkungan sekitar. Hal itu disebabkan karena tidak mengikuti
pertemuan-pertemuan yang dilakukan di kompleks hidupnya; c)
mengalami perubahan situasi, yaitu ditinggal wafat pasangan hidup
(suami dan atau istri), dan hidup sendirian karena anaknya tidak
tinggal satu rumah.
2. Kecemasan Menghadapi Kematian
Ermawati dan Sudarji (2013) menyimpulkan dalam hasil
penelitiannya bahwa terdapat 2 tipe lansia memandang kematian. Tipe
pertama lansia yang cemas ringan hingga sedang dalam menghadapi
kematian ternyata memiliki tingkat religiusitas yang cukup tinggi.
Sementara tipe yang kedua adalah lansia yang cemas berat menghadapi
kematian dikarenakan takut akan kematian itu sendiri, takut mati
karena banyak tujuan hidup yang belum tercapai, juga merasa cemas
karena sendirian dan tidak akan ada yang menolong saat sekarat
nantinya.
3. Depresi
Lansia merupakan agregat yang cenderung depresi. Menurut Jayanti,
Sedyowinarso, dan Madyaningrum (2008) beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya depresi lansia adalah: a) jenis kelamin,
dimana angka lansia perempuan lebih tinggi terjadi depresi
dibandingkan lansia laki-laki, hal tersebut dikarenakan adanya
perbedaan hormonal, perbedaan stressor psikososial bagi wanita dan
laki-laki, serta model perilaku tentang keputusasaan yang dipelajari; b)
status perkawinan, dimana lansia yang tidak menikah/tidak pernah
menikah lebih tinggi berisiko mengalami depresi, hal tersebut
dikarenakan orang lanjut usia yang berstatus tidak kawin sering
kehilangan dukungan yang cukup besar (dalam hal ini dari orang
terdekat yaitu pasangan) yang menyebabkan suatu keadaan yang tidak
menyenangkan dan kesendirian; dan c) rendahnya dukungan sosial.

B. Intervensi Keperawatan Gerontik


1. Definisi
Perencanaan keperawatan gerontik adalah suatu proses penyusunan
berbagai intervensi keperawatan yang berguna untuk untuk mencegah,
menurunkan atau mengurangi masalah-masalah lansia.
2. Prioritas Masalah Keperawatan
Penentuan prioritas diagnosis ini dilakukan pada tahap perencanaan
setelah tahap diagnosis keperawatan. Dengan menentukan diagnosis
keperawatan, maka perawat dapat mengetahui diagnosis mana yang akan
dilakukan atau diatasi pertama kali atau yang segera dilakukan. Terdapat
beberapa pendapat untuk menentukan urutan prioritas, yaitu:
a. Berdasarkan tingkat kegawatan (mengancam jiwa)
Penentuan prioritas berdasarkan tingkat kegawatan (mengancam
jiwa) yang dilatarbelakangi oleh prinsip pertolongan pertama, dengan
membagi beberapa prioritas yaitu prioritas tinggi, prioritas sedang dan
prioritas rendah.
1) Prioritas tinggi
Prioritas tinggi mencerminkan situasi yang mengancam kehidupan
(nyawa seseorang) sehingga perlu dilakukan terlebih dahulu seperti
masalah bersihan jalan napas (jalan napas yang tidak effektif).
2) Prioritas sedang
Prioritas ini menggambarkan situasi yang tidak gawat dan tidak
mengancam hidup klien seperti masalah higiene perseorangan.
3) Prioritas rendah
Prioritas ini menggambarkan situasi yang tidak berhubungan langsung
dengan prognosis dari suatu penyakit yang secara spesifik, seperti
masalah keuangan atau lainnya.

b. Berdasarkan kebutuhan Maslow

Maslow menentukan prioritas diagnosis yang akan direncanakan


berdasarkan kebutuhan, diantaranya kebutuhan fisiologis keselamatan
dan keamanan, mencintai dan memiliki, harga diri dan aktualisasi diri.
Untuk prioritas diagnosis yang akan direncanakan, Maslow membagi
urutan tersebut berdasarkan kebutuhan dasar manusia, diantaranya:
1) Kebutuhan fisiologis
Meliputi masalah respirasi, sirkulasi, suhu, nutrisi, nyeri, cairan,
perawatan kulit, mobilitas, dan eliminasi.
2) Kebutuhan keamanan dan keselamatan
Meliputi masalah lingkungan, kondisi tempat tinggal, perlindungan,
pakaian, bebas dari infeksi dan rasa takut.
3) Kebutuhan mencintai dan dicintai
Meliputi masalah kasih sayang, seksualitas, afiliasi dalam kelompok
antar manusia.
4) Kebutuhan harga diri
Meliputi masalah respect dari keluarga, perasaaan menghargi diri
sendiri.
5) Kebutuhan aktualisasi diri

Meliputi masalah kepuasan terhadap lingkungan.

C. PenentuanTujuan Dan Hasil Yang Diharapkan


Tujuan merupakan hasil yang ingin dicapai untuk mengatasi masalah
diagnosis keperawatan.
Kriteria hasil (hasil yang diharapkan) merupakan standard evaluasi yang
merupakan gambaran faktor-faktor yang dapat memberi petunjuk bahwa tujuan
telah tercapai. Kriteria hasil ini digunakan dalam membuat pertimbangan
dengan cirri-ciri sebagai berikut: setiap kriteria hasil berhubungan dengan
tujuan yang telah ditetapkan, hasil yang ditetapkan sebelumnya memungkinkan
dicapai, setiap kriteria hasil adalah pernyataan satu hal yang spesifik, harus
sekongkrit mungkin untuk memudahkan pengukuran, kriteria cukup besar
atau dapat diukur, hasilnya dapat dilihat, didengar dan kriteria menggunakan
kata-kata positif bukan menggunakan kata negatif.

Contoh : gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada lansia teratasi
dengan kriteria hasil berat badan seimbang, porsi makan habis; setelah
dilaksanakan asuhan keperawatan selama 7 hari.

D. Rencana Tindakan
Setelah menetapkan tujuan, kegiatan berikutnya adalah menyusun
rencana tindakan. Berikut ini dijelaskan rencana tindakan beberapa masalah
keperawatan yang lazim terjadi pada lansia.
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
Penyebab gangguan nutrisi pada lansia adalah penurunan alat penciuman
dan pengecapan, pengunyahan kurang sempurna, gigi tidak lengkap, rasa
penuh pada perut dan susah buang air besar, otot-otot lambung dan usus
melemah.
Rencana makanan untuk lansia :
a) Berikan makanan sesuai dengan kalori yang dibutuhkan,

b) Banyak minum dan kurangi makanan yang terlalu asin,

c) Berikan makanan yang mengandung serat,

d) Batasi pemberian makanan yang tinggi kalori,

e) Batasi minum kopi dan teh.

2. Gangguan keamanan dan keselamatan lansia : Penyebab kecelakaan pada


lansia :
a) Fleksibilitas kaki yang berkurang.
b) Fungsi pengindraan dan pendengaran menurun.

c) Pencahayaan yang berkurang.

d) Lantai licin dan tidak rata.

e) Tangga tidak ada pengaman.

f) Kursi atau tempat tidur yang mudah bergerak.


3. Tindakan mencegah kecelakaan :
a) Anjurkan lansia menggunakan alat bantu untuk meningkatkan
keselamatan.
b) Latih lansia untuk pindah dari tempat tidur ke kursi.
c) Biasakan menggunakan pengaman tempat tidur jika tidur.
d) Bila mengalami masalah fisik misalnya reumatik, latih klien untuk
menggunakan alat bantu berjalan.
e) Bantu klien kekamar mandi terutama untuk lansia yang menggunakan
obat penenang/deuretik.
f) Anjurkan lansia memakai kaca mata jika berjalan atau melakukan
sesuatu.
g) Usahakan ada yang menemani jika berpergian.
a. Tempatkan lansia diruangan yang mudah dijangkau.

h) Letakkan bel didekat klien dan ajarkan cara penggunaannya.


i) Gunakan tempat tidur yang tidak terlalu tinggi.
j) Letakkan meja kecil didekat tempat tidur agar lansia menempatkan alat-
alat yang biasa digunakannya.
k) Upayakan lantai bersih, rata dan tidak licin/basah.
l) Pasang pegangan dikamar mandi/WC
m) Hindari lampu yang redup/menyilaukan, sebaiknya gunakan lampu 70-
100 watt.
n) Jika pindah dari ruangan terang ke gelap ajarkan lansia untuk
memejamkan mata sesaat.
4. Gangguan kebersihan diri
Penyebab kurangnya perawatan diri pada lansia adalah :
a) Penurunan daya ingat,

b) Kurangnya motivasi,

c) Kelemahan dan ketidak mampuan fisik.


Rencana tindakan untuk kebersihan diri, antara lain :
a) Bantu lansia untuk melakukan upaya kebersihan diri,

b) Anjurkan lansia untuk menggunakan sabun lunak yang mengandung


minyak atau berikan skin lotion
c) Ingatkan lansia untuk membersihkan telinga dan mata,

d) Membantu lansia untuk menggunting kuku.


5. Gangguan istirahat tidur
Rencana tindakannya, antara lain :
a) Sediakan tempat tidur yang nyaman,

b) Mengatur waktu tidur dengan aktivitas sehari-hari,

c) Atur lingkungan dengan ventilasi yang cukup, bebas dari bau-bauan,

d) Latih lansia dengan latihan fisik ringan untuk memperlancar sirkulasi


darah dan melenturkan otot (dapat disesuaikan dengan hobi),
e) Berikan minum hangat sebelum tidur, misalnya susu hangat.
6. Gangguan hubungan interpersonal melalui komunikasi
Rencana tindakan yang dilakukan antara lain :
a) Berkomunikasi dengan lansia dengan kontak mata,

b) Mengingatkan lansia terhadap kegiatan yang akan dilakukan,

c) Menyediakan waktu berbincang-bincang untuk lansia,


d) Memberikan kesempatan lansia untuk mengekspresikan atau perawat
tanggap terhadap respon verbal lansia,
e) Melibatkan lansia untuk keperluan tertentu sesuai dengan kemampuan
lansia,
f) Menghargai pendapat lansia.

7. Masalah mekanisme pertahanan diri (Koping)


Rencana tindakan yang dilakukan :
a) Dorong aktifitas sosial dan komunitas,

b) Dorong lansia untuk mengembangkan hubungan,


c) Dorong lansia berhubungan dengan seseorang yang memiliki tujuan dan
ketertarikan yang sama,
d) Dukung lansia untuk menggunakan mekanisme pertahanan yang sesuai,

e) Kenalkan lansia kepada seseorang yang mempunyai latar belakang


pengalaman yang sama.
8. Masalah cemas
Rencana tindakan yang dilakukan adalah :
a) Bantu lansia mengidentifikasi situasi yang mempercepat terjadinya
cemas,
b) Dampingi lansia untuk meningkatkan kenyamanan diri dan mengurangi
ketakutan,
c) Identifikasi kondisi yang menyebabkan perubahan tingkat cemas,

d) Latih klien untuk teknik relaksasi.

D. Implementasi
Tindakan keperawatan gerontik adalah realisasi rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi mempertahankan kebutuhan
aktifitas pada lansia meliputi :
1. Exercise/olahraga bagi lansia sebagai individu/ kelompok
Aktifitas fisik adalah gerakan tubuh yang membutuhkan energi; seperti
berjalan, mencuci, menyapu dan sebagainya.
Olah raga adalah aktifitas fisik yang terencana dan terstruktur, melibatkan
gerakan tubuh berulang yang bertujuan untuk meningkatkan kebugaran
jasmani. Manfaat olah raga :
a) Meningkatkan kekuatan jantung sehingga sirkulasi darah meningkat,

b) Menurunkan tekanan darah,


c) Meningkatkan keseimbangan dan koordinasi,

d) Mencegah jatuh & fraktur,

e) Memperkuat sistem imunitas,

f) Meningkatkan endorphin zat kimia di otak menurunkan nyeri sehingga


perasaan tenang & semangat hidup meningkat,
g) Mencegah obesitas,

h) Mengurangi kecemasan dan depresi,

i) Kepercayaan diri lebih tinggi,

j) Menurunkan risiko terjadinya penyakit kencing manis, hipertensi dan


jantung,
k) Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan tidur,

l) Mengurangi konstipasi,
m) Meningkatkan kekuatan tulang, otot dan fleksibilitas.
2. Terapi Aktifitas Kelompok
Terapi aktivitas pada lansia sebagai individu/kelompok dengan
indikasi tertentu. Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan terapi yang
dilakukan atas kelompok penderita bersama-sama dengan berdiskusi satu
sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seseorang terapis.Tujuan dari
terapi aktivitas kelompok :
a) Mengembangkan stimulasi persepsi,

b) Mengembangkan stimulasi sensoris,

c) Mengembangkan orientasi realitas,

d) Mengembangkan sosialisasi.
Jenis Terapi Aktivitas Kelompok pada Lansia
a) Stimulasi Sensori (Musik)
Musik dapat berfungsi sebagai ungkapan perhatian, kualitas dari musik
yang memiliki andil terhadap fungsi-fungsi dalam pengungkapan
perhatian terletak pada struktur dan urutan matematis yang dimiliki.
Lansia dilatih dengan mendengarkan musik terutama musik yang
disenangi.
b) Stimulasi Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus
yang pernah dialami. Proses ini diharapkan mengembangkan respon
lansia terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan dan menjadi adaptif.
Aktifitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang disediakan: seperti
membaca majalah, menonton acara televisie. Stimulus dari pengalaman
masa lalu yang menghasilkan proses persepsi lansia yang mal adaptif
atau destruktif, misalnya kemarahan dan kebencian.

c) Orientasi Realitas

Lansia diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien, yaitu diri
sendiri, orang lain yang ada disekeliling klien atau orang yang dekat
dengan klien, dan lingkungan yang pernah mempunyai hubungan
dengan klien. Demikian pula dengan orientasi waktu saat ini, waktu yang
lalu, dan rencana ke depan. Aktifitasnya dapat berupa : orientasi orang,
waktu, tempat, benda yang ada disekitar dan semua kondisi nyata.
d) Sosialisasi
Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada
disekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari
interpersonal (satu per satu), kelompok, dan massa. Aktifitas dapat
berupa latihan sosialisasi dalam kelompok.

3. Latihan Kognitif
a) Latihan kemampuan sosial meliputi : melontarkan pertanyaan,
memberikan salam, berbicara dengan suara jelas, menghindari kiritik diri
atau orang lain
b) Aversion therapy : terapi ini menolong menurunkan frekuensi perilaku
yang tidak diinginkan tetapi terus dilakukan. Terapi ini memberikan
stimulasi yang membuat cemas atau penolakan pada saat tingkah laku
maladaptif dilakukan klien.
c) Contingency therapy : Meliputi kontrak formal antara klien dan terapis
tentang definisi perilaku yang akan dirubah atau konsekuensi terhadap
perilaku jika dilakukan. Meliputi konsekuensi positif untuk perilaku yang
diinginkan dan konsekuensi negatif untuk perilaku yang tidak diinginkan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lansia yang dimaksud dengan lansia adalah seseorang yang telah mencapai
usia 60 tahun ke atas. Lebih lanjut Maryam (2008) juga mendefinisikan lansia
sebagai seseorang yang telah berusia lanjut dan telah terjadi perubahan-
perubahan dalam sistem tubuhnya.
Implementasi atau perencanaan keperawatan gerontik adalah suatu proses
penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk
mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah-masalah lansia.
Implementasi atau tindakan keperawatan gerontik adalah realisasi
rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

B. Saran
Dalam penulisan dan pembahasan makalah ini,tentunya belum sempurna
dan masih banyak kekurangan,Oleh sebab itu Kami sebagai penulis sangat
mengharapkan kritik atau saran dari pihak dapat memperbaiki atau
menyempurnakan makalah kami.
Daftar Isi

Sarif La Ode. 2012. Asuhan Keperawatan Gerontik Berstandar Nanda, NIC, NOC,
Dilengkapi dengan Teori dan Contoh Kasus Askep. Jakarta: Nuha Medika

NANDA, 2014. North American Nursing Diagnosis Association, Nursing


Diagnosis, Definition dan Classification 2015-2017. Pondicherry, India.

https://www.academia.edu/12301516/ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_LA
NSIA

http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=10476

Anda mungkin juga menyukai