Anda di halaman 1dari 49

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA LANSIA: KELUARGA TN.

J
DENGAN HIPERTENSI

Dosen Pengampu : Ns. Rani Ardina, M.Kep

Disusun Oleh:

1. A. C Aldo Setiawan (142012018001)


2. Desvi Royana (142012018009)

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 LMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan Kehadirat Allah swt, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun tugas ini
dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas
mengenai Asuhan Keperawatan Keluarga Lansia: Keluarga Tn. J Dengan
Hipertensi.

Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan


dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan
selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar
pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk
memberikan saran serta kritik yang dapat membangunkami.Kritik konstruktif
dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
kita sekalian.

Pringsewu, 10 April 2021

Kelompok 15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses menua dapat mempengaruhi perubahan fisik dan mental yang


mengakibatkan timbulnya berbagai macam penyakit dan yang paling sering
ditemukan pada lansia adalah penyakit hipertensi (Tamher & Noorkasiani,
2009). Bertambahnya usia mengakibatkan tekanan darah meningkat, karena
dinding arteri pada lansia akan mengalami penebalan yang mengakibatkan
penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan
berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku (Anggraini, 2009). Data
World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan sekitar 1,13
Miliar orang di dunia menyandang Hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia
terdiagnosis Hipertensi. Provinsi Lampung sendiri penderita Hipertensi
mencapai angka (29,94%) (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
2018)

Menurut Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI (2017) di


Indonesia prevalensi lansia pada tahun 2017 terdapat 9,03% atau 23,66 juta
jiwa. Prevalensi itu diperkirakan akan terjadi peningkatan menjadi 27,08 juta
pada tahun 2020 dan tahun 2035 menjadi 48,19 juta jiwa.

Secara historis peran dan fungsi keluarga dalam pelayanan terhadap


lanjut usia masih sangat kuat. Dedikasi dan pengabdian kepada lanjut usia
menjadi suatu kewajiban yang tertanam melalui internalisasi nilai dan norma
bagi setiap individu dalam keluarga. Selama ini anak masih memiliki
kepatuhan tinggi untuk merawat orang tua bentuk bakti kepada orang tua.
Lanjut usia bukan merupakan orang asing, namun merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari keluarga dan dihormati. Sebagaimana dinyatakan
Darmojo (dalam Demartoto, 2007:88), bahwa perawatan lanjut usia dalam
keluarga merupakan bentuk mekanisme sosial yang positif. Berdasarkan
uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan keluarga
lansia: keluarga Tn. J dengan hipertensi.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas diidentifikasikan rumusan masalah


yaitu: “bagaimana asuhan keperawatan keluarga lansia: keluarga Tn. J
dengan hipertensi.

1.3 Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum
a. Mampu melakukan asuhan keperawatan keluarga lansia: keluarga Tn.
J dengan hipertensi.

2. Tujuan khusus
b. Mampu mendeskripsikan konsep dasar Lansia
c. Mampu mendeskripsikan konsep dasar penyakit hipertensi.
d. Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan keluarga lansia:
keluarga Tn. J dengan hipertensi.
BAB ll

TlNJAUAN TEORl

2.1 Konsep Lansia

2.1.1 Pengertian Lansia

Nugroho (2000) mengatakan lansia adalah kelanjutan dari usia dewasa,


dimana kedewasaan dibagi menjadi 4, yang pertama iufentus, usia 25 – 40 tahun,
yang kedua verilitas, usia 40 – 50 tahun, yang ketiga, fase pension yaitu usia 50 –
65 tahun, dan yang terahir fase senium yaitu usia antara 65 hingga tutup usia.

Menurut Departemen Kesehatan RI (2010) dalam Sony (2011),


menua merupakan proses alami yang dihadapi oleh setiap individu
dengan adanya perubahan kondisi fisik, psikologis dan sosial yang
saling berinteraksi satu sama lain.

Lansia atau menua (menjadi tua) adalah suatu proses


menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur
dan fungsi normalnya sehingga tidak dapate bertahap terhadap jejas
(termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang menyebabkan
penyakit degenerative misalnya hipertensi, jantung, arteriosklerosis,
diabetes mellitus dan kanker (Nurrahmani, 2012).

2.1.2 Klasifikasi Lansia

WHO (1999) dalam Azizah (2011) menggolongkan lansia menjadi 4


golongan berdasarkan usia kronologi, yaitu Usia pertengahan (middle
age), yaitu kelompok lansia dengan usia antara 45-59 tahun. Lanjut
usia (elderly) yaitu usia 60-74 tahun, Lanjut usia tua (old) yaitu antara
75-90 tahun, Usia sangat tua (very old) yaitu usia lebih dari 90 tahun

2.1.3 Tipe Lansia

a. Tipe arif Bijaksana


Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri
denganperubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah,
rendah hati,sederhana, dermawan memenuhi undangan dan menjadi
panutan.

b. Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam


mencari pekerjaan, teman bergaul dan memenuhi ruangan.

c. Tipe Tidak Puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi


pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik
dan banyak menuntut.

d. Tipe Pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama,


ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan

e. Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,


menyesal,pasif acuh tak acuh. Tipe lain dari usia lanjut : Tipe
optimis, Tipe konstruktif,Tipe dependen (ketergantungan), Tipe
defensif (bertahan) tipe militan dan serius, tipe marah / frustasi
(kecewa akibat kegagalam dalam melakukan sesuatu), Tipe putus
asa (benci pada diri sendiri).

2.1.4 Perubahan Perubahan yang Terjadi Pada Lansia

Perubahan yang Terjadi pada Lansia meliputi perubahan fisik, sosial, dan
psikologis.

a. Perubahan Fisik
1) Perubahan sel dan ekstrasel pada lansia mengakibatkan
penurunan tampilan dan fungsi fisik. lansia menjadi lebih
pendek akibat adanya pengurangan lebar bahu dan pelebaran
lingkar dada dan perut, dan diameter pelvis. Kulit menjadi tipis
dan keriput, masa tubuh berkurang dan masa lemak bertambah.

2) Perubahan kardiovaskular yaitu pada katup jantung terjadi


adanya penebalan dan kaku, terjadi penurunan kemampuan
memompa darah (kontraksi dan volume) elastisistas pembuluh
darah menurun serta meningkatnya resistensi pembuluh darah
perifer sehingga tekanan darah meningkat.

3) Perubahan sistem pernapasan yang berhubungan dengan usia


yang mempengaruhi kapasitas fungsi paru yaitu penurunan
elastisitas paru, otototot pernapasan kekuatannya menurun dan
kaku, kapasitas residu meningkat sehingga menarik nafas lebih
berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan
batuk menurun dan terjadinya penyempitan pada bronkus.

4) Perubahan integumen terjadi dengan bertambahnya usia


mempengaruhi fungsi dan penampilan kulit, dimana epidermis
dan dermis menjadi lebih tipis, jumlah serat elastis berkurang
dan keriput serta kulit kepala dan rambut menipis, rambut dalam
hidung dan telinga menebal, vaskularisasi menurun, rambut
memutih (uban), kelenjar keringat menurun, kuku keras dan
rapuh serta kuku kaki tumbuh seperti tanduk.

5) Perubahan sistem persyarafan terjadi perubahan struktur dan


fungsi sistem saraf. Saraf pancaindra mengecil sehingga fungsi
menurun serta lambat dalam merespon dan waktu bereaksi
khususnya yang berhubungan dengan stress, berkurangnya atau
hilangnya lapisan mielin akson sehingga menyebabkan
berkurangnya respon motorik dan refleks.
6) Perubahan musculoskeletal sering terjadi pada wanita pasca
monopause yang dapat mengalami kehilangan densitas tulang
yang masif dapat mengakibatkan osteoporosis, terjadi bungkuk
(kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot),
kram, tremor, tendon mengerut dan mengalami sklerosis.

7) Perubahan gastroinstestinal terjadi pelebaran esofagus, terjadi


penurunan asam lambung, peristaltik menurun sehingga daya
absorpsi juga ikut menurun, ukuran lambung mengecil serta
fungsi organ aksesoris menurun sehingga menyebabkan
berkurangnya produksi hormon dan enzim pencernaan.

8) Perubahan genitourinaria terjadi pengecilan ginjal, pada aliran


darah ke ginjal menurun, penyaringan di glomerulus menurun
dan fungsi tubulus menurun sehingga kemampuan
mengonsentrasikan urine ikut menurun.

9) Perubahan pada vesika urinaria terjadi pada wanita yang dapat


menyebabkan otot-otot melemah, kapasitasnya menurun, dan
terjadi retensi urine.

10) Perubahan pada pendengaran yaitu terjadi membran timpani


atrofi yangdapat menyebabkan ganguan pendengaran dan
tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan.

11) Perubahan pada penglihatan terjadi pada respon mata yang


menurun terhadap sinar, adaptasi terhadap menurun, akomodasi
menurun, lapang pandang menurun, dan katarak

b. Perubahan Psikologis

Pada lansia dapat dilihat dari kemampuanya beradaptasi terhadap


kehilangan fisik, sosial, emosional serta mencapai kebahagiaan,
kedamaian dan kepuasan hidup.ketakutan menjadi tua dan tidak
mampu produktif lagi memunculkan gambaran yang negatif tentang
proses menua. Banyak kultur dan budaya yang ikut menumbuhkan
anggapan negatif tersebut, dimana lansia dipandang sebagai individu
yang tidak mempunyai sumbangan apapun terhadap masyarakat dan
memboroskan sumber daya ekonomi

c. Perubahan Kognitif

Pada lansia dapat terjadi karena mulai melambatnya proses berfikir,


mudah lupa, bingung dan pikun. Pada lansia kehilangan jangak
pendek dan baru merrupakan hal yang sering terjadi

d. Perubahan Sosial

Post power syndrome, single woman,single parent, kesendirian,


kehampaan, ketika lansia lainnya meninggal, maka muncul perasaan
kapan meninggal

2.1.5 Tugas perkembangan Lansia

Kesiapan lansia untuk beradaptasi terhadap tugas perkembangan lansia


dipengaruh oleh proses tumbang pada tahap sebelumnya.

a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun

b. Mempersiapkan diri untuk pensiun

c. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya

d. Mempersiapkan kehidupan baru

e. Melakukan penyesuaian terhadap kehiduan sosial/masyarakat


secara santai

f. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan.

( Nasrullah, 2016)

2.2 Konsep Dasar Hipertensi


2.2.1 Pengertian Hipertensi

Hipertensi juga didefenisikan sebagai tekanan darah sistolik > 140


mmHg dan atau tekanan darah diastolik > 90 mmHg (Udjianti,
2013).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan


darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah d iastolik
lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu
lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Depkes, 2014).

Hipertensi dapat di definisikan sebagai tekanan darah persisten


dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan
diastoliknya diatas 90 mmHg setelah di lakukan pengecekan
beberapa kali. Menurut (Hasdianah & Suprapto, 2016).

2.2.2 Etiologi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan


menurut Corwin (2009), Irianto (2014), Padila (2013), Price dan
Wilson (2006), Syamsudin (2011), Udjianti (2010)

a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer.

Merupakan 90% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi


esensial yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah
yang tidak diketahui penyebabnya (Idiopatik). Beberapa faktor
diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial
seperti berikut ini:

1) Faktor Genetik

Faktor genetik berperan dalam timbulnya penyakit hipertensi


dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih
banyak pada kembar monozigot (satu sel telur) daripada
heterozigot (berbeda sel telur). Penderita yang mempunyai
bakat atau sifat genetik hipertensi esensial dan tidak
dilakukan intervensi atau terapi akan menyebabkan hipertensi
semakin berkembang dalam kurun waktu sekitar 30-50 tahun
(Chunfang Qiu, 2003 dalam Sulistyo, 2014)

2) Jenis kelamin

Perempuan cenderung akan mengalami peningkatan resiko


tekanan darah tinggi setelah menopause yaitu pada usia diatas
45 tahun. Perempuan yang belum menuju masa menopause
dilindungi oleh hormone estrogen yang berfungsi untuk
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL).Kadar
kolesterol HDL yang rendah dan tingginya kolesterol LDL
(Low Density Lipoprotein) akan mempengaruhi terjadinya
proses aterosklerosis dan mengakibatkan tekanan darah tinggi
(Anggraini mdkk, 2009, dalam Sulistyo AT, 2014).

3) Usia

Semakin bertambahnya usia seseorang maka akan


meningkatkan tekanan darahnya. Seseorang yang berumur
50-60 tahun memiliki tekananan darah > 140/90 mmHg yang
dipengaruhi oleh degenerasi sistem organ tubuhnya pada
orang yang bertambah umurnya (Rahajeng, 2009 dalam
Sulistyo AT, 2014)

4) Riwayat Hipertensi

Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung


meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat (Nurkhalida,
2003 dalam Sulistyo AT, 2014).

5) Etnis

Menurut Black dan Hawks (2009) tingkat kematian dari


terendah sampai tertinggi akibat hipertensi adalah perempuan
berkulit putih yaitu 4,7 %, laki- laki berkulit putih yaitu 6,3
%. Laki- laki berkulit hitam yaitu 22,5 % dan perempuan
berkulit hitam yaitu 29,3 %. Alasan tingginya prevalensi
hipertensi pada ras berkulit hitam belum diketahui secara
jelas, tetapi peningkatan ini dipengaruhi oleh kadar renin
yang rendah. Sensivitas terhadap vasopressin yang lebih
tinggi, masukan garam yang lebih banyak, dan stress
lingkungan yang lebih tinggi.

6) Merokok

Seorang perokok aktif maupun perokok pasif dapat mengalami


peningkatan tekanan darah. Hal ini karena pengaruh nikotin
yang terdapat dalam rokok merangsang saraf otonom untuk
mengeluarkan katekolamin, yang dapat menyebabkan
penyempitan pembuluh darah (Ignativicius & Workman,
2010).

7) Alkohol

Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih


belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan
peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah
merah berperan dalam menaikkan tekanan darah (Nurkhalida,
2003 dalam Sulistyo AT, 2014).

8) Aktivitas Fisik

9) Junk Food

Junk food adalah makanan yang memiliki jumlah kandungan


nutrisi terbatas. Beberapa junk food juga mengandung gula
dan natrium, jika dikonsumsi terus menerus akan
menyebabkan penyakit diabetes dan tekanan darah tinggi
(hipertensi) (Griffindors, 2013, Anggraini, 2013 dalam
Siregar, 2015, Husien, 2012 dalam Sumarni, 2015).
10) Obesitas

Menurut (Sutanto, 2010, Nguyen & Lau, 2012 dalam Aripin,


2016) menyatakan obesitas mempengaruhi terjadinya
peningkatan kolesterol di dalam tubuh, dan akan memicu
terjadinya aterosklerosis. Makin besar massa tubuh, makin
banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan
makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang
beredar melaluipembuluh darah menjadi meningkat sehingga
memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri.

b. Hipertensi Sekunder

Terdapat 5% kasus penyebabnya, spesifikasinya diketahui karena


penggunaan ekstrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler
renal,hiper adosteromine primer, dan sindrom cusing, serta
hipertensi yangberhubungan dengan kehamilan dan lain-lain
(Wulandari A % Susilo Y, 2011).

2.2.3 Klasifikasi hipertensi

Menurut American Heart Association(AHA)(2017) dalam jurnal


Hypertension Highlights 2017 : Guideline For The Prevention,
Detection, Evaluation And Management Of High Blood Pressure In
Adults, menentukan batasan tekanan darah yang berbeda dari
sebelumnya. Tekanan darah pada orang dewasa diklasifikasikan
sebagai berikut.

Kategori Tekanan darah

Sistolik Diastolik

Normal < 120 mmHg < 80 mmHg

Prehipertensi 120 – 129 mmHg < 80 mmHg

Hipertensi stage 1 130 - 139 mmHg 80 – 89 mmHg


Hipertensi stage 2 > 140 mmHg > 90 mmHg

(Sumber : American Hearth Association, Hyprtention Highlights 2017: Guideline


For the Prevention, Detection, Evaluation And Management of High Blood
Pressure in Adults, 2017)

2.2.4 Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah


terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat
vasomotor inibermula saraf simpatis, yang berlanjut berlanjut ke
bawah ke korda spinalis dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang merangsang serabut saraf
pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai
faktor seperti kecemasan dan

ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap


rangsangan vasokontriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa
hal tersebut bisa terjadi (Smelttzer, 2014).

Pada saat bersamaan dimana sistemsimpatis merangsang pembuluh


darah sebagai respon rangsangan emosi. Kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan streoid lainnya, yang dapat
memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokontriksi
yanng mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,
mengakibatkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin 1 yang kemudian diubah menjadi angiotensin 2, saat
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air di tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mengakibatkan
keadaan hiprtensi (Price, 2014)
Pathway ( Nurarif & Kusuma, 2016)

Faktor predisposisi, jenis kelamin, merokok, kurang olahraga, genetik, alkohol, konsentrasi garam, obesitas

Kerusakan vaskuler pembuluh darah Hipertensi Tekanan darah sistemik Beban kerja jantung

Perubahan struktur Krisis situasional Aliran darah makin cepat


Perubahan situasi
keseluruhan tubuh sedangkan
nutrisi dalam sel sudah
mencukupi kebutuhan
Penyumbatab pembuluh darah Informasi yang minim Defisiensi pengetahuan
ansietas
Metode koping tidak efektif
Resisten pembuluh darah Nyeri akut
Vasokontriksi
otak
Ketidak efektifan koping

Gangguan sirkulasi Informasi yang minim Suplay O2 ke otak


Risiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak

Ginjal Retina Pembuluh darah

Vasokontriksi pemb. darah ginjal Spasme arteriole


Sistemik Koroner

Blood flow darah Risiko cidera


Vasokontriksi Iskemik miokard
Respon RAA
Penurunan curah jantung

Afterload Nyeri
Merangsang aldosteron
Kelebihan volume cairan

Fatique Intoleransi aktivitas


Retensi Na Edema
2.2.5 Manifestasi Klinis

Tahapan awal pasien kebanyakan tidak memiliki keluhan. Keadaan


simtomatik maka pasien biasanya peningkatan tekanan darah disertai
berdebar–debar, rasa melayang (dizzy) dan impoten. Gejala yang
muncul sakit kepala, pendarahan pada hidung, pusing, wajah
kemerahan, dan kelelahan yang bisa terjadi saat orang menderita
hipertensi (Irianto, 2014).

Hipertensi dasar seperti hipertensi sekunder akan mengakibatkan


penderita tersebut mengalami kelemahan otot pada aldosteronisme
primer, mengalami peningkatan berat badan dengan emosi yang labil
pada sindrom cushing, polidipsia, poliuria (Setiati, Alwi, Sudoyo,
Simadibrata, dan Syam, 2014). Saat hipertensi terjadi sudah lama pada
penderita atau hipertensi sudah dalam keadaan yang berat dan tidak
diobati gejala yang timbul yaitu sakit kepala, kelelahan, mual, muntah,
sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur (Irianto, 2014).

2.2.6 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada klien hipertensi (R. Y. Aspiani,


2014) yaitu :

a. Stroke dapat terjadi akibat hemoragik akibat tekanan darah tinggi


di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh darah
yang terpajan tekanan darah tinggi (R. Y. Aspiani, 2014) .

b. Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang mengalami


arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke
miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat
aliran darah.

c. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat


tekanan darah tinggi pada kapiler glomerulus. Dengan rusaknya
glomerulus, aliran darah ke nefron akan terganggu dan dapat
mengakibatkan hipoksik dan kematian.

d. Ensefalopati (kerusakan otak) yang terjadi, terutama pada


hipertensi maligna. Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini
menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan
ke ruang interstisial di seluruh susunan saraf pusat. Neuron
disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian (R. Y. Aspiani,
2014).

e. Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsia, bayi yang lahir


mungkin memiliki berat lahir kecil akibat perfusi plasenta yang
tidak adekuat, kemudian dapat mengalami hipoksia dan asidosis
jika ibu mengalami kejang selama atau sebelum proses persalinan
(R. Y. Aspiani, 2014).

2.2.7 Pemerikaan penunjang

Pemerikaan penunjang menurut (Nur arif dan kusuma, 2015)

a. Pemerikaan Laboratorium

1) Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume


cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko
seperti hipokoagubilita, anemia.

2) BUN /kreatinin : memberikaan informasi tentang perfusi /


fungsi ginjal.

3) Glukosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat


diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.

4) Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi


ginjal dan ada DM.

b. CT scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati


c. EKG : dapat menunjukkan pola rengangan, dimana luas,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini
penyakit jantung hipertensi

d. IUP : mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti : Batu


ginjal, perbaikan ginjal.

e. Photo dada : menujukkan destruksi klasifikasi pada area


katup, pembesaran jantung.

2.2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang biasa diberikan pada lansia hipertensi adalah, sebagai


berikut :

a. Penatalaksanaan Nonfarmakologi

1) Mempertahankan berat badan ideal

2) Mempertahankan asupan nutrium

3) Batasi konsumsi alkohol

4) Makan K dan Ca yang cukup dari diet

5) Menghindari merokok

6) Penurunan stress

7) Terapi masase (pijat)

b. Pengobatan farmakologi

1) Diuretik (Hidrokloratiazid)

Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan di tubuh


berkurang yang menyebabkan daya pompa jantung menjadi
lebih ringan.
2) Penghambat Simpatetik (Metildopa, Kloninin, dan Reserpin)
Berfungsi untuk menghambat aktivitas saraf simpatis.

3) Betablocker (Metoprolol, Propanolol dan Atenolol)

Berfungsi untuk menurunkan daya pompa jantung.

4) Vasodilator (Prasosin, Hidralasin)

Bekerja langsung ke pembuluh darah dengan relaksasi otot polos


pembuluh darah.

5) ACE Inhibitor (Captopril)

Berfungsi untuk menghambat pembentukan zat Angiotensin II.

6) Penghambat Reseptor Angiotensin II (Valsartan)

Menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptor sehingga


memperingan daya pompa jantung.

7) Antagonis Kalsium (Diltiasem dan Verapamit)

Menghambat kontraksi jantung (kontraksitas otot jantung).


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA TN. J

Pengkajian Keluarga

Identitas Keluarga

1. Nama Keluarga (KK) : Tn. J


2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Tempat tanggal lahir : Sendang Agung, 7 Januari 1939
4. Pendidikan terakhir : SD
5. Alamat : Srirahayu, Kabupaten Pringsewu
6. Pekerjaan : Petani
7. Komposisi Keluaraga :

No Nama Jenis Hub TTL Pendidikan


kelamin dengan KK Terakhir
1 Tn. J Laki-laki Kepala Sendang SD
Keluarga Agung, 7
Januari
1939
2 Ny. K Perempuan Istri Banyumas, SD
23 Juli
1945
3 Sdr. S Lakii - laki Cucu Tanjung SMP
dalam, 30
Juni 2000
Genogram

Keterangan :
: Laki – laki : Garis keturunan
: Perempuan : Tinggal satu rumah
: Meninggal : Pasien
: Menikah

8. Tipe Keluarga
Tipe keluarga Tn. J adalah keluarga usila dengan komposisi Tn. J
sebagai kepala keluarga, Ny. K sebagai istri dan Sdr. S sebagai cucu.
9. Suku/bangsa
Keluarga klien merupakan suku Jawa dan berkebangsaan Indonesia,
kebudayaan yang dianut tidak bertentangan dengan masalah kesehatan,
bahasa yang digunakan sehari-hari yaitu bahasa Jawa.
10. Agama
Seluruh anggota keluarga beragama islam
11. Status Sosial Ekonomi Keluarga
Tn. J tidak bekerja, selama ini untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
yaitu makan, bayar tagihan listrik dan air dll berasal dari hasil kebun
yang dikelola olah Sdr. S dll terkadang ditanggung oleh menantu dan
ketujuh anak Tn. J. Dengan pendapatan perbulan berkisar ±Rp.
1.300.000 – 2.000.000 dan pengeluaran perbulan berkisar ±Rp.
800.000 dengan fasilitas; televisi, lemar es dan motor.
12. Aktifitas rekreasi keluarga
Istri klien mengatakan tidak pernah mengikut rekreasi anak dan
cucunya karena tubuh yang sudah renta dan mudah lelah serta resiko
terjatuh karena riwat penyakit Tn. J

A. RIWAYAT DAN TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA


1. Tahap perkembangan keluarga saat ini
Tahap perkembangan keluarga Tn.S adalah tahap 8 (aging family)
yaitu keluarga dengan usia lanjut
2. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
-
3. Riwayat Keluarga
a) Tn. J sebagai kepala keluarga mempunyai riwayat penyakit
hipertensi semenjak 3 bulan yang lalu. Tn. J mengatakan tidak
mengalami masalah pada istrirahat, aktifitas dan lainya. Tn.
perokok aktif, Tn. S tidak pernah melakukan pemeriksaan rutin
karena sudah tidak merasa sakit, Tn. S mengatakan sering sakt
kepala dan nyer pada tengkuk. Tn. J masih serinng mengkonsumsi
makanan yang berkolesterol seperti gorengan dan tidak melakukan
diet rendah garam
b) Ny. K sebagai istri mempunyai riwayat gastritis sejak 1 bulan yang
lalu, Ny. K tidak mempunyai masalah dengan istirahat, makan
maupun kebutuhan dasar lainnya. Ny.P masih sering
mengkonsumsi makanan yg berkolestrol seperti gorengan, Ny.P
tidak melakukan diet rendah garam
c) Sdr. S jarang sakit, tidak mempunyai riwayat penyakit tertentu,
tidak terdapat gangguan pada istirahat dan kebutuhan dasar lainya

4. Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya


Ayah dan ibu Tn. J sudah meninggal, sama hal nya dengan Ny. K.
Tidak ada riwayat penyakit menurun dari kedua orang tua Tn.J dan
Ny. K.

B. KEADAAN LINGKUNGAN
1. Denah Rumah

Mushola Kamar mandi Dapur

Gudang

Kamar tidur Ruang Makan Kamar tidur

Kamar tidur Kamar tidur

Ruang Keluarga
Ruang tamu
2. Karakteristrik Rumah
Rumah milik pribadi memiliki luas 15 x 20m2. Rumah Tn. J terdiri dari 4 kamar,
1 ruang tamu, 1 ruang keluarga, 1 dapur, 1 musolah dan 2 kamar mandi.
memiliki sirkulasi udara yang baik, memiliki system sanitasi yang baik,
penerangan ruang baik, pengolahan sampah dengan cara dibakar, rumah
permanen menggunakan listrik sebagai penerangan, dapur terletak
dibagian belakang dan kurang tertata, kamar mandi dan wc berada didalam
rumah.
3. Karakteristik Lingkungan
Keluarga Tn. J tinggal di daerah pedesaan terdapat jalan utama desa
diseberang rumah dengan kondisi rusak. Pengelolaan sanitasi baik dan
tidak tercemar zat kimia pengolahan sampah non organik dengan cara
dibakar dan sampah anorganik dibuang pada lubang bekas penggalian di
belakang rumah. Kondisi lingkungan jauh dari kebisingan, tidak terdapat
polusi air dan udara. Kelas sosial masyarakat sekitar , etnik sebagian besar
suku jawa.
4. Mobilitas Geografis Keluarga
Tn. J dan Ny. K sudah tinggal selama 40 tahun. Sebagai penduduk desa Sri
Rahayu tidak pernah transmigrasi ataupun bermigrasi
5. Perkumpulan Keluarga dan Interaksi dengan Masyarakat
mengatakan perkumpulan keluarga baik karena keempat anak Ny. K
tnggal berdampingan. Interaksi dengan masyarakat tejalin baik terlebih
masyarakat sekitar masih memiliki hubungan kekerabatan yang dekat
dengan beliau.
6. Sistem Pendukung Keluarga
Jumlah anggota keluarga sehat sebanyak 2 orang yaitu Ny. K dan Sdr. S.
Keluarga Tn. J tidak memiliki BPJS atau asuransi lain sebagai jaminan
kesehatan.

C. STRUKTUR KELUARGA
1. Pola Komunikasi Keluarga
Ny. K mengatakan Anggota keluarga menggunakan bahasa jawa dalam
konunikasi sehari-hari, anggota keluarga saling terbuka
2. Struktur Kekuatan Keluarga
Affective power
3. Struktur Peran Keluarga
Tn. S mengatakan semua keputusan dilakukan secara musyawarah. Tn. J
sebagai seorang suami dan ayahsebagai kepala keluarga. Ny. K berperan
sebagai istri dan ibu sebagai pengatur rumah tangga termasuk manajemen
uang.
4. Nilai & Norma Keluarga
Keluarga Tn. J mengajarkan anggota keluarganya untuk saling membantu,
menghormati anggota keluarga lain serta bertegur sapa saat berpapasan di
jalan.

D. FUNGSI KELUARGA

1. Fungsi Afektif
Keluarga memberikan kasih sayang dan perhatian kepada masing – masing
anggota keluarganya. Hal tersebut terjadi ketika Tn. J dan Ny. K
menikahkan anaknya dan tinggal terpisah, keduanya merasa sedih.
Keluarga Tn. J mengajarkan kepada anggota keluarganya untuk
menghormati yang tua dan menyayangi yang muda.
2. Fungsi Perawatan Kesehatan
a. Penyediaan sandang dan pangan
Ny. K mengatakan makan 3 kali sehari, dengan menu nasi, ikan/tahu
tempe dan sayur. Ny. K mengolah makanan dengan cara dimasak dan
menyimpan makanan di lemari es. Pakaian yang digunakan sederhana
namun bersih dan rapih.
b. Mengambil keputusan
Keluarga Tn. J memutuskan untuk brobat apabila sudah dirasa parah.
c. Merawat anggota keluarga yang sakit
Keluarga mengatakan jika ada anggota keluarga yang sakit maka
keluarga memberikan obat, keluarga mengatakan tidak mengkonsumsi
obat-obatan tanpa resep secara teratur, keluarga belum melakukan diet
rendah garam pada anggota keluarga yg sakit, Ny. K mengatakan
sudah tidak pernah melakukan kontrol ke puskesmas tidak ada
anggota keluarga yang mengingatkan untuk olahraga.
d. Modifikasi lingkungan
Ny. K mengatakan selalu menjaga kebersihan rumah terutama
menjaga kebersihan lantai kamar mandi agar tidak licin dan lantai
setiap ruangan tidak licin untuk menghindari risiko terjatuh baik
dirinya maupun Tn. J. Selain itu penerangan yang cukup disetiap
ruangan
e. Tn. J mengatakan tidak pernah melakukan control , Ny. K mengatakan
dulu sering melakukan control secara rutin, tetapi sekarang sudah
tidak pernah, keluarga mengatakan jarang menggunakan layanan
fasilitas kesehatan, keluarga Tn. J tidak memiliki BPJS.
3. Fungsi Sosial
Keluarga Tn. J selalu berdiskusi ketika ada masalah dan mencari solusinya
bersama. Interaksi antara anggota keluarga baik. Tn. J maupun Ny. K
sudah jarang mengikuti kegiatan sosial karena faktor fisik yang mudah
lelah.
4. Fungsi Ekonomi
Pemenuhan sandang pangan dan papan keluarga tercukupi dibuktikan
dengan keluarga Tn. J masih mampu menyediakan makan setiap hari dan
bempunyai penghasilan.
5. Fungsi reproduksi
Tn. J dan Ny. K memiliki 7 orang anak, Ny. K tdak melakukan Kb.
Dalam merencanakan jumlah anak, Ny. K menyelingkehailannya selama 2
tahun dari kehamilan pertama hingga ke tujuh.

E. STRES DAN KOPING KELUARGA

1. Stresor yang dimiliki keluarga (jangka pendek)


Tn. J mengatakan memikirkan tentang penyakitnya
2. Stresor jangka panjang
Tn. J menderita hipertensi 3 bulan yang lalu.
3. Kemampuan keluarga berespon terhadap stressor
Keluarga selalu berupaya membawa Tn. J ke puskesmas untuk mengecek
kesehatannya namun Tn. J menolak. Tn. J mengatakan berobat apabila
sudah merasa benar – benar sakit. menganggap ujian atau masalah yang

4. Strategi koping yang digunakan keluarga


Anggota keluarga memilih untuk mencari kesibukan masing – masing,
seperti menonton TV atau mencari teman berbincang.
5. Strategi koping disfungsional
Tn. J bila sedang pusing maka tidur untuk istirahat

F. HARAPAN KELUARGA

1. Terhadap Masalah Kesehatannya

Keluarga Tn. J berharap kondisi kesehatan keluarga selalu baik dan juga
kesehatan Tn. J terpantau sehingga tidak mengalami kekambuhan maupun
komplikasi.

2. Terhadap Petugas Kesehatan yang Ada

Keluarga Tn. J berharap ada petugas kesehatan yang ada dapat membantu
memelihara kesehatannya. Keluarga mengalami kesulitan dalam
memeriksakan kesehatannya di puskesmas karena selain antriannya yang
terlalu panjang dan banyak menghabiskan waktu.

G. PEMERIKSAAN FISIK

TD Nadi Nafas Suhu BB TB


No Nama
(mmHg) (x/menit) (x/menit) (0C) (kg) (cm)

1 Tn. J 180/90 82 20 36.7 45 147


Pemeriksaan Kepala dan muka
Fisik Bentuk simetris, ubun -ubun normal, kulit kepala kotor dan
berbau, bentuk kepala lonjong, tidak ada benjolan, tidak ada
lesi,
Rambut
Keadaan rambut jarang dan tipis, bau, warna rambut putih
keseluruhan, tidak ada kerontokan.
Mata
Simetris ka/ki konjungtiva tidak anemis, tidak terdapat
katarak, ketajaman penglihatan menurun
Hidung
Tidak terdapat lendir, tidak terdapat polip, tidak terdapat
gangguan penciuman
Mulut, gigi dan bibir
Mulut bersih, tidak terdapat stomatitis, mukosa bibir kering,
mulut berbau, gigi tidak lengkap, caries (+)
Telinga
Simetris ka/ki, trdapat serumen, tidak terdapat tinitus,
ketajaman pendengaran berkurang
Jantung
Bunyi jantung normal (lup dup)
Paru-paru
Bentuk dada simetris, suara nafas vesikuler, tidak terdapat
nyeri tekan
Abdomen
Tidak terdapat nyeri pada area abdomen, bising usus 9
x/menit
Ekstremitas :
Terdapat pengecilan otot, bergerak dengan bantuan ,
gerakan sendi yang tidak adekuat, kemampuan melangkah
tidak adekuat, bungkuk.
Kulit
Terdapat perubahan pigmen kulit, warna kulit sawo matang,
struktur kulit keriput, temperatur kulit hangat, tidak ada
kelembaban, tidak ada lesi

2 Ny. K 130/70 85 19 36,6 46 146

Kepala dan muka


Bentuk simetris, ubun -ubun normal, kulit kepala kotor dan
berbau, bentuk kepala lonjong, tidak ada benjolan, tidak ada
lesi,
Rambut
Keadaan rambut jarang dan tipis, bau, warna rambut putih
keseluruhan, tidak ada kerontokan.
Mata
Simetris ka/ki konjungtiva tidak anemis, tidak terdapat
katarak, ketajaman penglihatan menurun
Hidung
Tidak terdapat lendir, tidak terdapat polip, tidak terdapat
gangguan penciuman
Mulut, gigi dan bibir
Mulut bersih, tidak terdapat stomatitis, mukosa bibir kering,
mulut berbau, gigi tidak lengkap, caries (+)
Telinga
Simetris ka/ki, trdapat serumen, tidak terdapat tinitus,
ketajaman pendengaran berkurang
Jantung
Bunyi jantung normal (lup dup)
Paru-paru
Bentuk dada simetris, suara nafas vesikuler, tidak terdapat
nyeri tekan
Abdomen
Tidak terdapat nyeri
pada area abdomen, bising usus 9 x/menit
Ekstremitas :
Terdapat pengecilan otot, bergerak dengan bantuan ,
gerakan sendi yang tidak adekuat, kemampuan melangkah
tidak adekuat, bungkuk.
Kulit
Terdapat perubahan pigmen kulit, warna kulit sawo matang,
struktur kulit keriput, temperatur kulit hangat, tidak ada
kelembaban, tidak ada lesi

3 Sdr. S 120/80 83 20 36,7 50 157

Jantung : Bunyi jantung normal (lup dup)


Paru-paru : Bentuk dada simetris, suara nafas vesikuler,
tidak terdapat nyeri tekan
Abdomen : Tidak terdapat nyeri pada area abdomen,
bising usus 18x/menit
Ekstremitas :Tidak terdapat gangguan pergerakan, tidak
ada nyeri sendi, reflek patela positif (+), tidak
ada varises
Kulit : Warna kulit sawo matang, temperatur kulit
hangat, kulit elastis, tidak ada kelembaban,
tidak ada lesi
H. ANALISA DATA

Data Masalah Etiologi


DS: Ketidakefektifan Ketidakmampuan
 Tn. J mengatakan sudah pemerliharaan keluarga merawat
menderita darah tinggi Kesehatan Keluarga anggota keluarga
sejak 1 bulan yang lalu yang sakit
 Tn. J mengatakan dulu
rutin mengontrol
tekanan darah saat
petugas kesehatan
datang kerumahnya,
tapi sekarang sudah
tidak pernah mengecek
ke puskesmas
 Tn. J mengatakan hanya
mengecek kesehatannya
atau berobat ke dokter
praktik jka merasa
pusing dan nyeri pada
bagian tengkuk
 Tn. J mengatakan
belum begitu
memahami tentang
hipertensi
 Tn. J mengatakan
cemas dengan kondisi
kakaknya yang
mengalami stroke
 Tn. J mengatakan
masih sering
menkonsumsi
makanan
berkolesterol
 Tn. J mengatakan
masih merokok
Do:
 Tn. J masih bingung
saat ditanya mengenai
hipertensi
 Tn. J memliki masalah
pendengaran
Do:
Td terakhir 180/90 mmHg
N:85x/m
RR:20x/m
S:36,2oC

Ds : Resiko Ketdakmampuan
istri klien mengatakan klien gangguan keluarga
mengalam hipertensi perfusi mengenal masalah
semenjak 1 bulan lalu serebral
Tn. J tidak tau tentang
Do:
- TD : 180/90 mmHg

Ds: Manajemen Ketidakmampuan


- Ny. K mengatakan kesehatan keluarga keluarga merawat
pernah di rawat di tidak efektif anggota keluarga
rumah sakit karena yang sakit
penyakit maagh
- Ny. K mengatakan
tidak pernah
memeriksakan
kesehatanya secara
rutin karena Ny. K
tidak pernah merasa
kambuh.
- Ny. K mengatakan
hanya minum obat
warung jika merasa
mual dan sakit perut,
- Ny. K mengatakan
tidak berobat jika
nyeri masih bisa
ditolerir
- Ny. K tidak
mengetahui dampak
dari gastritis
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan keluarga pada Tn. J
2. Resiko gangguan perfusi serebral pada Tn. J
3. Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif pada Tn. J
No. Krtera Skor Bobot Skoring Pembenaran

1. Sifat masalah : 3 1 2/3 x 1 = 0,67 Tn. J dan keluarga tidak mengetahui hipertensi
Wellness 3 dan resikonya. Klien tdak memeriksakan
Aktual 2 kesehatannya secara teratur
Resiko 1
Potensial

2. Kemungkinan masalah dapat 0x2= 0 Keluarga Tn. J kurang mengetahui tentang


diubah skala : 2 2 penyakit hipertensi dan resikonya
Mudah 1 Tn. J tdak memiliki BPJS/asuransi kesehatan
Sebagian 0 lainnya dan tingkat ekonomi taraf menengah ke
Tidak dapat bawah
Tidak ada perawat/ nakes yang mengunjungi
keluarga Tn. J
Tidak terdapat posbindu di lingkungan tempat
tinggal Tn. J
3. Potensi masalah untuk dicegah Tidak terdapat posbindu
Skala : 3 1 2/3 x 1 = 0,67 Tn. J belum berhenti merokok
Tinggi 2 Keluarga tidak melakukan tindakan apapun
Cukup 1 ketika mengetahui tekanan darah Tn. J tinggi
Mudah dan hanya mengobati ketika sudah dirasakan
nyeri
4. Menonjolnya masalah Tn. J mengatakannya keadaannya tidak terlalu
Skala: 2 1 ½ x 1 = 0,5 mengganggu dan sudah dapat melakukan
Segera 1 semua aktivitas secara mandiri
Tidak perlu 0
Tidak dirasakan

Jumlah 1, 84

J. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan Umum Khusus
Manajemen kesehatan Setelah dilakukan Setelah dilakukan kunjungan 1x Dukungan kepatuhan program pengobatan
keluarga tidak efektif kunjungan 2x tingkat pertemuan diharapkan anggota Observasi :
kepatuhan (L.12110) keluarga mampu merawat anggota - Identifikasi kepatuhan menjalani program
meningkat. Dengan keluarga yang sakit dan keluarga Terapeutik
kriteria hasil : mampu menggunakan fasilitas - Diskusikan hal – hal yang dapat mendukung
- Memverbalisasi kesehatan secara optimaldengan atau menghambat berjalannya program
kemauan memenuhi kriteria hasil : pengobatan.
program perawatan - Ny. K mampu menyiapkan - Buat komitmen menjalani program
atau pengobatan menu rendah natrium pengobatan debgan baik
meningkat (5) - Tn. J mampu menjalankan - Libatkan keluarga untuk mendukung
- Risiko komplikasi diet rendah garan program pengobatan dijalani
penyakit/masalah - Tn. J mau memeriksakan diri Edukasi
kesehatan menurun ke puskesmas - Informasikan program pengobatan yang
(5) - Tekanan darah dalam rentang harus di jalani
- Perilaku mengikuti 120 – 140/80 – 90 mmHg - Informasikan manfaat yang diperoleh jika
program teratur menjalani program pengobatan
perawatan/pengobatan - Anjurkan keluarga mendampingi dan
membaik (5) merawat pasien selama menjalani program
- Tanda dan gejala pebgobatan
penyakit membaik (5) - Anjurkan pasien dan keluarga melakukan
konsultasi ke pelayanan kesehatan terdekat,
jika perlu.

Resiko gangguan Setelah dilakukan 2x Setelah dilakukan kunjungan 1x Manajemen peningkatan intrakranial
perfusi serebral pada kunjungan Perfusi serebral pertemuan diharapkan anggota Observasi
Tn. J (L.02014) meningkat. keluarga mampu mengenal - Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK
Dengan kriteria hasil : masalah anggota keluarga yang (tekanan darah)
- Tekanan intrakranial sakit dan mampu menggunakan Terapeutik
menurun (5) fasilitas kesehatan secara optimal - Minimalkan stimulus dengan menyediakan
- Kecemasan menurun dengan kriteria hasil : lingkungan yang tenang
(5) - Ny. K dan Tn. J mampu - Berikan posisi semifowler
- Tekanan darah sistolik mengenal komplikasi Ny. K - Hindari manuver valsava
membaik (5) dan Tn. J mampu mengenal - Cegah terjadinya kejang
- Tekanan darah komplikasi hipertensi - Pertahankan suhu tubuh normal
diastolik membaik (5) Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika
perlu
Manajemen Setelah dilakukan 2x Setelah dilakukan 2x kunjungan Dukungan keluarga merencanakan perawatan.
kesehatan keluarga kunjungan Manajemen diharapkan anggota keluarga Observasi
tidak efektif pada kesehatan keluarga mampu merawat anggota keluarga - Identifikasi sumber – sumber yang dimiliki
Ny. K meningkat (L.02014). yang sakit dengan kriteria hasil : keluarga
Dengan kriteria hasil : - Ny. K mau memeriksakan - Identifkasi tindakan yang dapat dilakukan
- Kemampuan diri ke puskesmas keluarga peningkatan TIK (tekanan darah)
menjelaskan masalah Terapeutik
kesehatan yang - Gunakan sarana dan fasilitas kesehatan yang
dialami meningkat (5) ada di keluarga
- Aktivitas keluarga Edukasi
mengatasi masalah - Informasikan fasilitas kesehatan yang ada di
kesehatan tepat (5) keluarga
- Anjurkan menggunakan fasilitas kesehatan
yang ada

K. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Tgl/jam Diagnosis Implementasi Evaluasi TTD


Mahasiswa

Jumat, 9 Ketidakefektifan - Mengdentifikasi kepatuhan pengobatan S:


Aprl pemeliharaan kesehatan Tn. J - Keluarga Tn. J mengatakan paham Desvi
2021 keluarga Tn. J - Mendiskusikan hal – hal yang dapat program pengobatan yang harus
mendukung atau menghambat djalan
13.00
berjalannya program pengobatan Tn. J
O:
- Menjelaskan program pengobatan yang
harus di jalani - Tn. J dapat meyebutkan cara
menggunakan kartu sejahtera/
KTP untuk berobat ke puskesmas,
mampu menjelaskan program
pengobatan yag djalan

A:

Ketidakefektifan pemeliharaan
kesehatan belum teratas

P:
Motivasi terkait dukungan
keluarga

Resiko gangguan perfusi - Memberikan posisi semifowler S:


serebral pada Tn. J - Mengukur tekanan darah - Keluarga Tn. J mengerti tentang
resiko hipertensi yang tidak
- Menyediakan klien lingkungan yang diobati
14 .00 tenang
O:
- Memberikan edukasi resiko hipertensi
Desv
(stroke) - TD : 180/90 mmHg
- Keluarga Tn. J mampu
menjelaskan kembali resiko
hipertensi yang tidak diobati
A:
Resiko gangguan perfusi serebral
belum teratas
P:
Lanjutka ntervens

Manajemen kesehatan  Mengukur tekanan darah Ny. K S:


keluarga tidak efektif  Memberkan nformas terkat cara  Ny. K mengerti tentang alur Desv
14. 50
pada Ny. K menggunakan fasltas kesehatan berobat dan cara berobat
menggunkanan ktp/kartu sejahtera
 Memberka edukas terkat resko gstrts  Ny. K mengatakan sudah mengerti
tentang resiko gastritis
O:

 TD : 130 / 90 mmHg

 Ny. K dapat menyebutkan kembali


alur berobat dan cara
menggunakan kartu sejahtera/
KTP

 Ny. K dapat menyebutkan kembal


risiko gastritis
A:
Manajemen kesehatan teratasi
P:
Hentikan intervensi
BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan

Dedikasi dan pengabdian kepada lanjut usia menjadi suatu kewajiban yang
tertanam melalui internalisasi nilai dan norma bagi setiap individu dalam
keluarga. Selama ini anak masih memiliki kepatuhan tinggi untuk merawat
orang tua bentuk bakti kepada orang tua. Lanjut usia bukan merupakan orang
asing, namun merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keluarga dan
dihormati. Sebagaimana dinyatakan Darmojo (dalam Demartoto, 2007:88),
bahwa perawatan lanjut usia dalam keluarga merupakan bentuk mekanisme
sosial yang positif. Sama halnya dengan pengelolaan pasrn keluarga Lansa
Tn. J d kecamatan Banyumas Kabupaten Prngsewu. Asuhan keperawatan
yang dberikan mula dar pengkajan hngga evaluas keperawatan

2. Saran

Perlu adanya kebjakan dar pemerntah terkat kunjungan berkala pada


keluarga khususnya lansa .
DAFTAR PUSTAKA

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (2017). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia. Dewan Pengurus Pusat PPNI. Ed.1
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (2017). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. Dewan Pengurus Pusat PPNI. Ed.1
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (2017). Standar Luaran Keperawatan
Indonesia. Dewan Pengurus Pusat PPNI. Ed.1
Stanhope M & Landcaster J. (2016). Foundaton of Nursng in the Community :
Community Orental Practce, 4th Edition . Mosby : Elsevier

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai