DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4
1. BENEDICTA SARNI TELAUMBANUA (180204002)
2. ANGELYCA MAWANTI MANULANG (180204042)
3. IWAN ALIANSY MAYBANG (180204033)
4. BORISMAN HULU (180204031)
5. REYHANISYA FITRA (180204020)
6. YOHANA PASARIBU (180204030)
7. LYBERNIATI HULU (180204012)
Kelas : 4.1
Dosen pembimbing : Ns. Siska Evi, M.Kep
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
dan rahmat, serta peyertaan-Nya sehingga makalah konsep terapi keluarga dapat
terselesaikan.
Yang telah menjadi inpirasi dan pedoman kami dalam menjalani studi kami
ini.Dalam penulisan makalah kami ini kami berusaha menyajikan bahan dan bahasa
yang sederhana, singkat dan mudah dipahami.
Kami menyadari bahwa makalah kami ini jauh dari kesempurnaan serta masih
terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah kami ini. Maka kami harap
kerjasamanya, supaya segala sesuatu bentuk kesalahannya mohon dimaklumi dan kami
berharap adanya masukan untuk perbaikan dimasa yang akan datang.
Akhir kata, Semoga makalah kami ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Disusun oleh
Kelompok 4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Lansia bukan penyakit namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan
yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress
lingkungnnya, ditandai dengan kegagalan seseorang individu untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis dan juga berkaitan dengan penurunan
daya kemaampuan untuk kehidupan serta peningkatan kepekaan secara individual
(Muhith ,2016).
Berbagai macam perubahan terjadi akibat proses menua diantaranya sistem
kardiovaskuler, sistem pernapasan, sistem persarafan, sistem gastrointestinal, sistem
genitourinaria, sistem endokrin dan sistem indera. Pada sistem genitourinaria proses
menua mempengaruhi salah satunya saluran kemih bagian bawah, seperti terjadinya
kontraksi kandung kemih tanpa disadari, otot pengatur saluran kencing lemah, dan
frekuensi buang air kecil meningkat. Wanita lansia, terjadi penurunan produksi estrogen
menyebabkan atropi jaringan uretra dan efek akibat melahirkan mengakibatkan
penurunan pada otot-otot dasar panggul. Termasuk otot-otot dasar panggul pada sfingter
pada saluran perkemihan (Aspriani,2014).
Kondisi di atas disebut inkontinensia urine. Inkontinensia urine yaitu kondisi
dimana sfingter eksternal tidak mampu mengontrol dorongan berkemih. Inkontinensia
urine mempunyai beberapa klasifikasi diantaranya: tipe stres, tipe akut reversible, tipe
persisten, dan tipe fungsional. Inkontinensia urine dapat berakibat seperti: infeksi
saluran kemih, gangguan tidur, dekubitus, dan gejala ruam pada area selangkangan.
Selain itu masalah psikososial seperti dijauhi orang lain karena berbau pesing, yang
menyebabkan minder, tidak percaya diri, mudah marah juga sering terjadi dan hal ini
berakibat pada depsresi dan isolasi sosial (Dewi,2017).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mendeskripsikan asuhan keperawatan pada lansia dengan
inkontinensia urin
2. Tujuan Khusus
C. Manfaat
1. Mahasiswa mampu dan mengerti tentang inkontinensia urine
2. Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada lansia inkontinensia
urine
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. Defenisi lansia
Menurut UU Nomor 13 Tahun 1998 lansia adalah manusia
yang umurnya melebihi 65 tahun (Rhosma, 2014). Di
indonesia dikatan lansia jika berumur lebih dari 60 tahun.
Lansia bukan suatu penyakit namun merukapan tahap
lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan
stress lingkungan, ditandai dengan kegagalan seseorang
individu untuk mempertahankan keseimbangan terhadap
kondisi stress fisiologis dan juga berkaitan dengan
penurunan daya kemampuan untuk kehidupan serta
peningkatan kepekaan secara individual ( Setianto dan
Pudjiastusi dalam Muhith, 2016).
2. Proses Menua
Fatimah (2010), macam-macam penuaan berdasarkan
perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial yaitu:
1. Penuaan biologik
Merujuk pada perubahan struktur dan fungsi yang
terjadi sepanjang kehidupan.
2. Penuaan fungsional
Merujuk pada kapasitas individual mengenai
fungsinya dalam masyarakat, dibandingkan dengan
orang lain yang sebaya.
3. Penuaan psikologik
Perubahan prilaku, perubahan dalam persepsi diri, dan
reaksinya terhadap perubahan biologis.
4. Penuaan sosiologik
Merujuk pada peran dan kebiasaan sosial individu di masyarakat.
5. Penuaan spiritual
Merujuk pada perubahan diri dan persepsi diri, cara
berhubungan dengan orang lain atau menempatkan
diri di dunia dan pandangan dunia terhadap dirinya.
4) Persyarafan;
Saraf pancaindra mengecil sehingga fungsinya menurun
serta lambat dalam merespon dan waktu bereaksi
khususnya yang berhubungan dengan stress.
Berkurangnya atau hilangnya lapisan myelin akson
sehingga menyebabkan berkurangnya respon motorik
dan reflek.
5) Musculoskeletal
Pada lansia terjadi penurunan kekuatan otot yang
disebabkan penurunan massa otot ( atropi otot). Ukuran
otot mengecil dan penurunan massa otot lebih banyak
terjadi pada ektermitas bawah. Kekuatan atau jumlah
daya yang dihasilkan oleh otot menurun dengan
bertambahnya usia.
6) Genitourinaria
Ginjal akan mengalami pengecilan sehingga aliran
darah ke ginjal akan menurun.
7) Pendengaran
Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan
pendengaran, tulang- tulang pendengaran mengalami
kekakuan.
8) Penglihatan
Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap
menurun, akomodasi menurun, lapang pandang
menurun dan kekeruhan lensa atau katarak.
9) Kulit
Kulit keriput serta kulit kepala dan rambut menipis.
Rambut memutih, kelenjar keringat menurun, kuku
keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh seperti tanduk.
10) Endokrin
Produksi hormone menurun, menurunnya aktivitas
tiroid, menurunnya daya pertukaran gas dan
memurunnya produksi aldosteron.
b. Perubahan psikologis
c. Perubahan sosial
Perubahan sosial pada lansia meliputi perubahan
peran, keluarga, teman, masalah hukum, agama dan
panti jompo (Maryam dkk, 2008).
2. Etiologi
Etiologi inkontinensia urine menurut Soeparman dalam Yuli (2014),
yaitu:
1) Poliuria, nokturia
2) Gagal jantung
3) Factor usia: lebih banyak ditemukan pada usia >50 tahun.
4) Lebih banyak terjadi pada lansia wanita dari pada pria
hal ini disebabkan oleh:
a) Penurunan produksi estrogen menyebabkan atropi
jaringan uretra dan efek akibat melahirkan dapat
mengakibatkan penurunan otot-otot dasar panggul.
b) Perokok
c) Minum alcohol
d) Obesitas
e) Infeksi saluran kemih (ISK)
3. Klasifikasi
Klasifikasi Inkontinensia menurut Yuli (2014):
1) Inkontinensia Urin Akut Reversibel
Pasien delirium mungkin tidak sadar saat mengompol
atau tidak dapat pergi ketoilet sehingga berkemih tidak
pada tempatnya. Bila delirium teraratasi mak
inkontinensia urin umumnya juga akan teratasi. Setiap
kondisi yang menghambat mobilisasi pasien dapat
memicu timbulnya inkontinensia urin fungsional atau
memburuknya inkontinensia persisten, seperti fraktur
tulang panggul, stroke, artrittis dan sebagainya.
Retensi urin karena obat-obatan, atau obstruksi anatomis
dapat pula menyebabkan inkontinensia urine. Keadaan
inflamasi pada vagina dan uretra (vaginitis dan urhetritis)
mungkin akan memicu inkontinensia urin. Konstipasi
juga sering mengakibatkan inkontinensia akut. Berbagai
kondisi yang menyebabkan poliuria dapat memicu
terjadinya inkontinensia urine, seperti glukosuria atau
kalsiuria. Gagal jantung dan insufisiensi vena dapat
menyebabkan edema dan nokturia yang kemudian
mencetuskan terjadinya inkontinensia urine nocturnal.
Berbagai macam obat juga dapat mencetuskan terjadinya
inkontinensia urin seperti kalsium chanel blocker, against
andregenik alfa, analgesik narkotik, psikotropik,
antikolinergik daan diuretik.
b. Inkontinensia Stres
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
kehilangan urine kurang dari 50 ml, terjadi dengan
peningkatan tekanan intra abdomen, seperti pada saat
batuk, bersin atau berolahraga.Umumnya disebabkan
oleh melemahnya otot dasar panggul,merupakan
penyebab tersering inkontinensia urine pada lansia di
bawah 75 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita
tetapi mungkin terjadi pada laki-laki akibat kerusakan
sfingter uretra setelah pembedahan transsuretral dan
radiasi. Pasien menegeluh mengeluarkan urine pada
saat tertawa, batuk, atau berdiri. Jumlah urine yang
keluar dapat sedikit atau banyak.
c. Inkontinensia reflex
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urine yang tidak dirasakan, terjadi pada
interval yang dapat diperkirakan bila volume kandung
kemih mencapai jumlah tertentu.
d. Inkontinensia fungsional
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine tanpa
disadari dan tidak dapat diperkirakan.
Memerlukan identifikasi semua komponen tidak terkendalinya pengeluaran
urine akibat factor-faktor diluar saluran kemih. Penyebab terseringnya
adalah demensia berat, masalah muskuloskletal berat, factor lingkungan
yang menyebakan kesulitan untuk pergi ke kamar mandi, dan fktor
psikologis. Seringkali inkontinensia urine pada lansia muncul dengan
berbagai gejala dan gambaran urodinamik lebih dari satu tipe inkontinensia
Pada lansia tidak semua urine dikeluarkan, tetapi residu urine 50ml attau
kurang dianggap adekuat. Jumla yang lebih dari 100ml mengindiikasikan
adanya retensi urine. Perubahan lainnya pada proses pnuaan adalah
terjadinya kontraksi kandung kemih tanpa disadari. Wanita lansia, terjadi
penurunan produksi estrogen menyebabkan atropi jaringan uretra dan
efek akibat melahirkan mengakibatkan penurunan pada otot-otot dasar
panggul
2) Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung
kemih.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang inkontinensia urine menurut Soeparman dan
Waspadji dalam Yuli (2014). Uji urodinamik sederhana dapat dilakukan
tanpa menggunakan alat-alat mahal.Sisa-sisa urine paska berkemih perlu
diperkirakan pada pemeriksaan fisis. Pengukuran yang spesifik dapat
dilakukan dengan ultrasound atau katerisasi urine. Merembesnya urine pada
saat dilakukan penekanan dapat juga dilakukan. Evaluasi tersebut juga harus
dikerjakan ketika kandung kemih penuh dan ada desakan keinginan untuk
berkemih. Diminta untuk batuk ketika sedang diperiksa dalam posisi
lithotomic atau berdiri. Merembesnya urine sering kali dapat dilihat.
Informasi yang dapat diperoleh antara lain saat pertama ada keinginan
berkemih, ada atau tidak adanya kontraksi kandung kemih tak terkendali,
dan kapasitas kanduung kemih.
6) Catatan berkemih
Catatan berkemih dilakukan untuk mengetahui pola berkemih. Catatan
ini digunakan untuk mencatat waktu dan jumlah urine saat mengalami
inkontinensia urine dan tidak inkontinensia urine, dan gejala berkaitan
dengan inkontinensia urine. Pencatatan pola berkemih tersebut dilakukan
selama 1-3 hari
Catatan tersebut dapat digunakan untuk memantau respon terapi dan juga
dapat dipakai sebagai intervensi terapeutik karea dapat menyadarkan
pasien faktor-faktor yang memicu terjadinya inkontinensia urine pada
dirinya.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan inkontinensia urine menurut (muller dalam yuli,2014)
adalah mengurangi faktor resiko, mempertahankan homeostatis, mengontrol
inkontinensia urine, modifikasi lingkungan, medikasi, latihan otot pelvis dan
pembedahan. Dari beberapa hal tersebut dapat diatas, dapat dilakukan
sebagai berikut:
1) Pemanfaatan kartu catatan berkemih
Yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan jumlah
urin yang keluar, baik yang keluar secara normal, maupun yang keluar
karena tak tertahan, selain itu dicatat pula wakktu, jumlah dan jenis
minuman yang diminum.
2) Terapi non farmakologi
Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya
inkontinensia urin, seperti hyperplasia prostat, infeksi saluran kemih,
diuretic, hiperglikemi, dan lain-lain. Adapun terapi yang dapat dilakukan:
a. Melakukan latihan menahan kemih(memperpanjang interval waktu
berkemih) dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekuensi
berkemih 6-7x/hari. Lansia diharapkan dapat menahan keinginan untuk
berkemih bila belum waktunya. Lansia dianjurkan untuk berkemih pada
interval waktu tertentu, mula mula setiap jam, selanjutnya diperpanjang
secara bertahap sampai lansia ingin berkemih 2-3 jam.
b. Membiasakan berkemih pada waktu yang telah ditentukan sesuai
dengan kebiasaan lansia. Promted voiding dilakukan dengan cara
mengajari lansia mengenal kondisi berkemih mereka serta dapat
memberitahukan petugas bila ingin berkemih. Teknik ini dilakukan
pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif(berpikir).
c. Melakukan latihan otot dasar panggul dengan mengontraksikan otot
dasar panggul secara berulang-ulang
Adapun cara mengontraksikan otot dasar panggul tersebut adalah
dengan cara:
a. Identitas
Identitas klien yang biasa dikaji nama, alamat, usia, karena ada beberapa
penyakit perkemihan banyak terjadi pada klien diatas usia 60 tahun.
b. Keluhan utama
Keluhan yang sering ditemukan urine keluar tidak terkontrol atau urin
keluar menetes (retensi urine), poliuri.
Pengkajian khusus menurut Tamher (2009), pada lansia dengan
inkontinensia saat pertama mengeluhakan kondisinya yaitu:
1. Kapan mulainya?
2. Apa tindakan anda untuk mengatasinya? (dengan cara
membatasi minum/sering berkemih)
3. Adakah sesuatu hal tertentu yang memperburuk atau dapat
menguranginya?
4. Apakah sakit saat berkemih?
5. (wanita) adakah merasa tekanan di panggul?
Pengkajian tentang rasa takut, sikap, konsekuensi psikososial.
1. Sudahkah mencari pengobatan?
2. Apakah merasa perlu berada dekat dengan toilet?
3. Apakah menghindari berpergian karena hal itu?
c. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang diderita
olh klien dari mulai timbulnya keluhan yang dirasakan sampai klien
dibawa ke pelayanan kesehatan, biasanya urine yang keluar tak terkontrol
lebih dari 8 kali per hari.
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat penyakit perkemihan
sebelumnya, riwayat penyakit infeksi pada sluran kemih, pengobatan
penyakit sebelumnya, riwayat mengkonsumsi alcohol dan merokok,
poliuri dan nokturi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit
yang sama karena factor genetic/ keturunan.
f. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada lansia ditujukan untuk mengidentifikasi keadaan
umunya dengan penekanan pada tanda tanda vital, keadaan gizi, aktivitas
tubuh, baik dalm kedaan berbaring atau berjalaan.(muhith, 2016)
1) Keadaan umum
Keadaan umum lansia yang mengalami gangguan perkemihan
biasanya lemah (Aspiarni, 2014).
2) Kesadaran
Kesadaran klien biasanya Composmentis, Apatis sampai Somnolen
(Aspiarni, 2014).
3) Tanda-tanda vital
a. Suhu meningkat (>37ºC)
b. Nadi meningkat (N: 70-82x/menit)
c. Tekanan darah meningkat
d. Pernafasan biasanya mengalami normal atau meningkat
(Aspiarni, 2014).
4) Pemeriksaan review of system (ROS)
a) System pernafasan (B1: Breathing)
Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau masih dalam
batas normal.( Aspiarni, 2014).
b) System sirkulasi (B2: Bleeding)
Kaji adanya denyut jantung, frekuensi nadi apical, sirkulasi perifer,
warna, kehangatan biasanya agak dingin seiring berkurangnya
efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi. (Aspiarni,
2014).
c) System persarafan (B3: Brain)
Kaji adanya kehilangan gerakan/sensasi, spasme otot, terlihat
kelemahan/ hilang fungsi( diakibatkn adanya atrofi otot). Pergerakan
mata/kejelasan melihat(biasanya visus akan menurun), dilatasi
pupil(biasanya ada terdapat arkus senilis pada lansia dengan
hiperkolestrol), Agitasi (Aspiarni, 2014).
d) System perkemihan (B4: Bleder)
Perubahan pola berkemih biasanya lebih dari 8x/hari dan sering pada
malam hari, kaji juga distensi abdomen, kesusahan mengeluarkan
urin, warna dan bau, jumlah urin yang keluar dan kebersihan.
(Aspiarni, 2014).
Proses penuaan pada ginjal, kandung kemih, uretra, dan system
persyarafan memengaruhi fisiologi pengeluaran urine. Proses penuan
dapat mengarah pada terjadinya inkontinensia. (muhfith, 2016).
e) System pencernaan (B5: Bowel)
Konstipasi(menurunnya motilitas usus), konsisten feses, frekuensi
eliminasi, auskultasi bising usus, anoreksia(produksi saliva
berkurang), adanya distensi abdomen, nyeri tekan abdomen.
(Aspiarni, 2014).
f) System Muskuloskletal (B6: Bone)
Kaji adanya nyeri berat tiba-tiba/mungkin terlokalisasi pada area
jaringan, dapat berkurang pada imobilisasi (karena osteoporosis),
kontraktur atrofi otot,laserasi kulit dan perubahan warna (Aspiarni,
2014).
g. Pemeriksaan fisik menurut (Effendy,2009),yaitu:
a. Kepala: pada lansia terjadi perubahan pada warna rambut yang mulai
memutih, kuning dan penyebarannya tidak merata.
b. Mata: timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon
terhadap sinar, lensa lebih suram(keruh) dapat menyebabkan katarak.
c. Hidung: pada lansia system pancaindera mulai mengalami penurunan
fungsi termasuk pada indera penciuman.
d. Mulut: pada lansia system pancaindera mulai mengalami penurunan
fungsi termasuk pada indera perasa, dan juga sudah mulai mengalami
gigi yang mulai copot.
No Diagnosa Perencanaan
Keperawatan NOC NIC
1 Inkontinensia urine Setelah dilakukan
berhubungan dengan tindakan
kelemahan otot pelvis dan keperawatan….x 24
struktur penyangganya. jam diharapkan
inkontinensia urine
dengan kriteria:
.
Batasan karakteristik : 1. Perawatan
a. Ketidakmampuan 1. Kontinensia eliminasi urine:
menahan berkemih urine
secara volunter a. Monitor eliminasi
b. Sensasi dorongan a. Klien mengenali urine termasuk
berkemih tanpa urgensi berkemih. frekuensi,
hambatan volunter konsistensi, bau,
kontraksi kandung volume, dan warna
kemih dengan tepat.
c. Tidak ada sensasi b. Monitor tanda dan
b. Klien menunjukkan
berkemih gejala retensi urine.
keadekuatan waktu
d. Tidak ada dorongan untuk mencapai
untuk berkemih kamar mandi.
c. Instruksikan
c. Klien menunjukkan
klien/keluarga untuk
pakaian dalam tetap
mencatat haluaran
kering sepanjang
urin bila diperlukan.
hari.
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
A. Identitas diri klien
1. Nama (umur) : Ny A (80 tahun)
2. Jenis kelamin : Perempuan
3. Status perkawinan : Janda
4. Agama /suku : islam/minang
5. Pendidikan terakhir : SMA
6. Sumber informasi : Ny A
7. Keluarga yang bisa dihubungi : tidak ada
8. Diagnosa medis :-
B. Riwayat kesehatan sekarang
1. Keluhan utama : saat dialakukan pengkajian tanggal 04 februari 2019 pukul 10:00 WIB
didapatkan Ny.A mengeluh sering BAK setiap harinya terutama pada malam hari. Ny A
BAK sebanyak 14-16 x/hari diantaranya 5-6x dimalam hari dengan volume sedikit. Ny.A
mengatakan kondisi yang dialaminya sudah berlangsung ±1 tahun yang lalu. Klien
mengatakan sering tidak mampu menahan BAK sebelum mencapai toilet, karena desakan
berkemih sangat kuat saat malam hari sehingga. Klien mengatakan sering pipis dicelana
(ngompol). Klien mengatakan tidak paham tentang keadaannya, dan klien juga tidak tahu
bagaimana mengatasi keadaannya. Klien mengatakan berharap masalahnya dapat di atasi.
Klien juga mengatakan tidak puas dengan tidurnya karena sering terbangun pada malam hari
karena desakan BAK yang kuat. klien mengatakan badannya terasa letih. Klien
mengatasinya dengan memakai pempers yang telah disediakan ileh pihak panti, namun klien
tidak memakainya lagi karna merasa tidak nyaman.
2. Alasan masuk panti : Ny A mengatakan ia masuk di bawa oleh tetangganya karna
dirumah tidak ada yang mengurusnya, Ny A mengatakan anak-anaknya tidak ada
yang mau mengurusnya.
3. Tanggal masuk panti : 08 Juni 2018
C. Riwayat kesehatan dahulu : Ny. A mengatakan tidak ada alergi makanan maupun
obat-obatan. Ny. A mengatakan tidak pernah di rawat di rumah sakit dan tidak ada
riwayat pemakain obat jangka panjang. Ny A mengatakan perih pada kedua
matanya sejak 3 bulan yang lalu.
D. Riwayat kesehatan keluarga
Ny A mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan
klien ataupun penyakit degeneratif lainnya.
E. Riwayat psikososial dan spiritual
1. Orang yang terdekat dengan klien : Ny A mengatakan tidak ada orang yang dekat
dengan klien.
2. Masalah yang mempengaruhi klien : klien mengatakan masalah yang ada bukan
hanya inkontinensia urine saja tetapi juga matanya yang mengalami katarak.
3. Mekanisme koping terhadap stres : Ny A mengatakan saat ini tidak begitu stres
dengan keadaannya yang sekarang, Ny A sering mengatasinya dengan bedoa
kepada Allah SWT.
4. Persepsi Ny A terhadap penyakitnya :
a) Hal yang sangat dipikirkan klien: Ny A mengatakan sangat memikirkan keadaannya
sekarang karena tidak tahu bagaimana cara mengatasinya.
b) Harapan setelah menjalani pembinaan dipanti: Ny A mengatakan setelah dilakukan
pembinaan di panti melalui peneliti Ny A dapat mengatasi keadaannya dan tidak
terlalu memikirkan kondisi yang mengganggunya.
c) Perubahan yang dirasakan setelah masuk panti: Ny A mengatakan perubahan
semenjak masuk ke panti yaitu Ny A lebih banyak menyendiri.
F. System Nilai Kepercayaan
1. Kebiasan ibadah klien: Ny A mengatakan jarang mengikuti sholat berjamaah di
mesjid dan di wisma juga tidak melakukannya.
2. Harapan Ny A terhadap ibadahnya: Ny A berharap dapat meningkatkan ibadahnya.
3. Kepercayaan akan adanya kematian : Ny A mengatakan percaya akan adanya
kematian karena kematian pasti akan datang kepada setiap yang bernyawa tetapi
waktunya tidak ada yang tau.
G. Pola Kebiasaan Sehari-hari
1. Nutrisi
a) Frekuensi makan: 3 kali sehari
b) Jenis makanan: Ny A makan biasanya nasi dengan lauk dan tambah sayur yang
disediakan oleh pihak panti.
c) Kebiasaan sebelum makan: klien hanya mencuci tangan saja.
d) Nafsu makan: nafsu makan Ny A stabil.
e) Makanan yang disukai: Ny A menyukai makanan yang disediakan oleh pihak panti.
f) Makanan yang tidak disukai: tidak ada makanan yang tidak disukai oleh Ny A.
g) TB/BB: 158/65
2. Eliminasi
a) Berkemih
Frekuensi: Ny A mengatakan BAK 14-16x/hari Warna: putih kekuning kuningan
Keluhan: Ny A mengatakan frekuensi BAK yang sering pada siang ataupun malam
hari dan sulit untuk menahan BAK sampai ke kamar mandi. Terutama pada malam
hari sehingga membuat klien susah untuk tidur, terkadang klien BAK di tempat
tidurnya.
b) Defekasi
Frekuensi: 3 kali seminggu Warna : kuning
Waktu : pagi dan sore Bau : bau khas BAB Konsistensi : lembek
Keluhan lainnya: tidak ada keluhan saat BAB
3. Hygiene Personal
a) Mandi
Frekuensi : 1x sehari Pakai sabun : ya
b) Hygiene oral Frekuensi : 2x sehari Waktu : 10 detik
c) Cuci rambut
Frekuensi : 2x seminggu Pakai shampo : Ya
d) Gunting kuku
Frekuensi : 1x seminggu
4. Istirahat dan tidur Tidur siang: 1-2 jam
Tidur malam : 6-7 jam terkadang terganggu inkontinensia urine
5. Aktivitas dan latihan Olahraga : tidak ada Jenis olahraga: tidak ada
Kegiatan diwaktu luang: tidak ada Keluhan dalam beraktivitas : tidak ada
6. Kebiasaan
a) Merokok
Frekuensi / jumlah : tidak merokok
b) Minuman keras
Frekuensi / jumlah : tidak ada mengkonsumsi minuman berakohol
c) Ketergantungan obat
Frekuensi / jumlah / lama pakai: tidak ada mengkonsumsi obat
H. Pemeriksaan fisik
Tekanan darah : 120/100mmHg Nadi : 63x/menit
Pernapasan : 20x/menit Suhu : 36,5oc
1. Kepala
Kebersihan : bersih
Kerontokan rambut: tidak ada kerontokan pada rambut Keluhan : tidak ada keluhan
yang dirasakan
2. Mata
Konjungtiva : sub anemis Sklera: tidak ikterik Starbisum : tidak starbisum
Penglihatan : penglihatan kabur
Penggunaan kaca mata : tidak menggunakan kaca mata Peradangan : terdapat
peradangan pada kacamata Riwayat katarak: ada riwayat katarak
Keluhan : mata terasa perih dan mengeluarkan kotoran, klien sering mengucek matanya
3. Hidung
Bentuk : simetris kiri dan kanan
Peradangan : tidak ada peradangan pada hidung Penciuman: tidak ada gangguan
penciuman Keluhan: tidak ada keluhan pada area hidung
4. Telinga
Kebersihan: telinga terlihat bersih
Peradangan: tedak ada peradangan pada telinga
Pendengaran: tidak ada gangguan
5. Mulut dan bibir
Kebersihan : mulut terlihat bersih
Mukosa: mukosa agak kering, ninir terlihat pecah-pecah Peradangan/stomatitis: tidak
ada peradangan/stomatitis Gigi: tidak ada karies pada gigi
Radang gisi: tidak ada peradangan pada gusi
Kesulitan mengunyah: tidak ada kesulitan dalam mengunyah Kesulitan menelan: tidak
ada kesulitan dalam menelan
6. Leher
Pembesaran kelenjer tiroid: tidak terdapat pembesaran kelenjer tiroid
Kaku kuduk: tidak terjadi kaku kuduk
7. Dada
Inspeksi: Dada simetris kiri dan kanan, retraksi dinding dada mendalama tidak ada
Palpasi: Fremitus kiri dan kanan teraba baik Perkusi: Sonor
Auskultasi: Vesikuler
8. Abdomen
Inspeksi: Abdomen simetris, tidak ada asites
Palpasi: Tidak ada pembengkakan pad abdomen, tidak terjadi pembesaran limfa/hepar
Perkusi: Tympani
Auskultasi : Bising usus (5x/menit)
10. Ekstremitas
Atas: bentuk simetris kiri dan kanan, edema(-), CRT <2 detik, akral hangat
Bawah: Bentuk simetris kiri dan kanan, edema(-), CRT<2 detik
Postur tubuh : normal
Rentang gerak: kurang maksimal Defomitas : tidak terjadi defomitas
Tremor: tidak terjadi tremor pada tangan pasien Edema : tidak ada edema pada
ektremitas Penggunaan alat bantu: tidak ada
K. Pengakjian psikososial
NO Data Ya Tidak
DO:
1. Lingkungan diwisma klien
berbau pesing.
2. Terlihat ada ember kecil
didekat tempat tidur klien.
2. DS: Gangguan rasa Kurang
1. Klien mengatakan tidak nyaman pengendalian
nyaman dengan situasional
lingkungan yang berbau
pesing.
2. Klien mengatakan tidak
mampu untuk rileks
dengan lingkungan yang
bau.
3. Klien mengatakan
merasakan gatal-gatal.
4. Klien mengatakan
mengeluh lelah.
DO:
1. Klien terlihat gelisah
2. Klien terlihat tidak
nyaman berada di dalam
kamar yang berbau pesing.
3. DS: Gangguan pola Dorongan berkemih
1. Klien mengatakan sulit tidur yang kuat
tidur.
2. Klien mengatakan tidak
puas dengan tidurnya.
3. Klien mengeluh
istirahatnya tidak cukup.
4. Klien mengatakan sering
terbangun karna desakan
BAK yang kuat dan
terkadang klien ngompol
DO:
1. Mata klien terlihat agak
sedikit sayu
2. Klien terlihat letih dan
lemah
Diagnosis Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
1. Kontinensia urine
1. Perawatan eliminasi urine
Batasan Karakteristik
a. Monitor eliminasi urine
a. Klien mengenali
termasuk frekuensi,
urgensi berkemih.
a. Ketidakmampuan konsistensi, bau, volume,
menahan berkemih dan warna dengan tepat.
secara volunter b. Klien menunjukan b. Monitor tanda dan gejala
b. Sensasi dorongan keadekuatan waktu retensi urine.
berkemih tanpa untuk mencapai
hambatan volunter kamar mandi
kontraksi kandung c. Klein menunjukan
kemih pakai dalam tetap
c. Tidak ada sensasi kering sepanjang c. Intruksikan
berkemih hari klien/keluarga untuk
d. Tidak ada dorongan mencatat keluar urnie
untuk berkemih d. Klein menunjukan bila diperlukan.
tempat tidur kering
sepanjang hari d. Instruksikan klien untuk
e. Klein mampu merespon segera
berkemih secara terhadap kebutuhan
mandiri eliminasi.
e. Ajarkan klein untuk
minum 200ml cairan
pada saat makan,diantara
f. Klien mampu waktu dan diawal petang.
memperkirakan pola f. Bantu klien untuk
mengeluarkan urine mengembangkan
kebiasaan berkemih
sesuai kebutuhan.
g. Intruksikan klien untuk
memonitor tanda dan
gejala infeksi saluran
kemih.
Perawatan
inkontinensia urine:
Manajemen
Batasan karakteristik: Status kenyamanan: lingkungan:kenyamanan
a. Gatal-gatal
b. Ketidakmampuan a. Menentukan tujuan klien/
untuk relaks a. Kesejahteraan keluarga dalam mengelola
c. Kurang puas psikologis lingkungan dan kenyamanan
dengan keadaan yang optimal.
d. Merasa kurang
senang dengan b. Memudahkan transis klien /
situasi b. Lingkungan fisik keluarga dengan adanya
e. Merasa tidak sambutan hangat di
nyaman lingkungannya yang baru.
e. Mampu
mengkonsumsikan e. Mempertimbangkan sumber-
sumber ketidaknyamanan,
kebutuhan seperti balutan
lembab,maupun lingkungan
yang mengganggu.
f. Memfasilitasi tindakan-
tindakan kebersihan untuk
menjaga kenyamanan, atau
memebersihkan badan.
3. Gangguan pla tidur b/d Setelah dilakukan asuhan
drorongan BAK yang kuat keperawatan 3x24jam
diharapkan kriteria hasil:
2. Kebutuhan tidur
a. Jumlah dalam
tidur dalam batas
normal, normal
6-8 jam/ hari
b. Pola tidur,
kualitas dalam
batas normal.
c. Perasaan fres/
d. segar sesudah
tidur/ istirahat.
e. Mampu
mengidentifikasi
hal-hal yang
meningkatkan
tidur
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Inkontinensia urine adalah kondisi ketika dorongan berkemih tidak mampu dikontrol
oleh sfingter ekternal. (Mubarak dalam Yuli,2014).
Inkontinensia urin dalah ketidakmampuan otot sfingter eksternal sementara atau
menetap untuk mengontrol ekresi urin( wartonah dalam Yuli, 2014).
Inkontinensia urine adalah keluarnya urin secara tidak terkendali atau tidak pada
tempatnya (soeparmaan dalam Yuli,2014).
Penatalaksanaan inkontinensia urine menurut (muller dalam yuli,2014) adalah
mengurangi faktor resiko, mempertahankan homeostatis, mengontrol inkontinensia urine,
modifikasi lingkungan, medikasi, latihan otot pelvis dan pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
Aspriani, Reny Yuli, 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik, Jilid 1,Jakarta: Cv
Trans Info Media
Dewi, Julianti Karjoyo, 2017. Pengaruh Senam Kegel Terhadap Frekuensi Urine Pada
Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Puskesmas Tumpaan Minahasa Selatan.
Herdman, T. Heather & Kamitsuru, Shigemi. 2015. Diagnosis Keperawatan Defenisi &
Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran Egc
Juananda D, Febriantara D. 2017. Inkontinensia Urine Pada Lanjut Usia Di Panti Werdha
Provinsi Riau