Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP LANSIA

2.1.1 Definisi lanjut usia (lansia)

Manua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

kehidupan manusia. Proses manua merupakan proses sepanjang hidup, tidak

hanya dimulai dari satu waktu tertentu, tetapi sejak permulaan kehidupan.

Manjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah

mengalami tiga proses kehidupan, yaitu anak, dewasa, dan tua (Nugroho,

2008).

2.1.2 Batasan Usia Lansia

Batas umur untuk usila dari waktu ke waktu berbeda. Menurut

organisasi kesehatan dunia (WHO) dalam Nugroho (2008), usila meliputi

usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun,

usila (elderly) antara 60 sampai 74 tahun usila tua (old) antara 75 – 90

tahun, usila sangat tua (very old) di atas 90 tahun.

Departemen Kesehatan RI (2006), membuat pengelompokkan lanjut

usia sebagai berikut : kelompok pra usila (45-59 tahun), kelompok usila (60-

69 tahun), kelompok usila risiko tinggi (usila lebih dari 70 tahun atau usila

berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan).

8
2.1.3 Perubahan Akibat Proses Manua

Perubahan-perubahan akibat manua menurut dalam Nugroho (2008)

sebagai berikut:

Sel

1. Jumlah sel menurun / jumlahnya lebih sedikit

2. Ukuran sel lebih besar

3. Jumlah cairan tubuh dan cairan intraseluler berkurang

4. Proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati menurun

5. Jumlah sel otak menurun

Sistem persyarafan

1. Menurunnya hubungan persyarafan

2. Berat otak menurun 10-20 %

3. Respon dan waktu bereaksi lambat, khusus terhadap stees.

4. Saraf panca indra menurun, penglihatan berkurang, pendengaran

menurun, saraf penciuman dan perasa mengecil, lebih sensitif

terhadap perubahan suhu, dan rendahnya ketahanan terhadap dinggin.

Sistem pendengaran

1. Gangguan pendengaran, hilangnya daya pendengaran pada telingga

dalam terutama terhadap bunyi suara atau nada yang tinggi, suara

yang tidak jelas, sulit mendengar kata-kata, 50% terjadi pada usia di

atas 65 tahun.

2. Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis.

9
3. Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena

meningkatnya keratin

Sistem penglihatan

1. Sfingter pupil timbul sklerosis dan respon terhadap cahaya

menghilang.

2. Kornea lebih berbentuk sferis

3. Lensa lebih suram

4. Meningkatnya ambang, penga, pengamatan sinar, daya adaptasi

terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam gelap.

Sistem kardiovaskuler

1. Katup jantung menjadi menebal dan menjadi kaku.

2. Elastitas dinding aorta menurun

3. Kemampuan jantung memompa pada darah menurun 1% setiap tahun

setelah berumur 20 tahun

4. Curah jantung menurun

5. Kehilangan elastitas pembuluh darah

Sistem pernafasan

1. Otot pernafasan mengalami kelemahan akibat atropi

2. Aktivitas silia menurun

3. Paru kehilangan elastitas

4. Ukuran alveoli melebar, dan jumlahnya berkurang

10
Sistem pencernaan

1. Kehilangan gigi, penyebab utama peridontal disease yang biasa

terjadi setelah umur 30 tahun.

2. Indra pengecap menurun, adanya iritasi selaput lendir yang kronis,

atropi indra pengecap.

3. Esofagus melebar

Sistem endokrin

1. Estrogen, progesesteron, testosteron, hormon ini mengalami

penurunan

2. Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah

3. Produksio aldosteron menurun

4. Sekresi hormon kelamin menurun

Sistem integumen

1. Kulit mengkerut dsn keriput akibat kehilangan jaringan lemak

2. Permukaan kulit cenderung kusam, kasar dan bersisik

3. Pertumbuhan kuku lebih lambat

Sistem muskuloskeletal

1. Tulang kehilangan densitas dan semakin rapuh

2. Gangguan tulang, yakni mudah mengalami demineralisasi

3. Kifosis

Sistem reproduksi

1. Wanita

 Vagina mengalami kontraktur dan mengecil

11
 Ovarium menciut, uterus menglami atropi

 Atropi payudara

 Atropi vulva

 Selaput lendir vagina menurun

2. Pria

 Testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun terjadi

penurunan secara berangsur-angsur.

 Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun,asal

kondisi kesehatanya baik.

Sistem genitourinaria

1. Ginjal, mengecilnya nefron akibat atropi, aliran darah ke ginjal

menurun dan keseimbangan elektrolit dan asam terganggu

2. Vesika urinaria, otot menjadi melemah, kapitas menurun samapai 200

mlatau menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat

3. Pembesar prostat, kurang lebih 75% dialami pria usia diatas 65 tahun.

4. Atropi vulva.

2.2 KONSEP POSYANDU LANSIA

2.2.1 Definisi

Posyandu lansia adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan

terhadap lansia di tingkat desa/kelurahan dalam masing-masing di wilayah

kerja Puskesmas. Keterpaduan dalam posyandu berupa keterpaduan pada

pelayanan yang dilatarbelakagi oleh kriteria lansia yang memiliki berbagai

12
macam penyakit. Dasar pembentukanya adalah untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat terutama lansia (Efendi, 2009).

2.2.2 Tujuan Posyandu Lansia

Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lanjut usia untuk

mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan

keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaan, meningkatkan

kemampuan para lanjut usia untuk mengenali masalah kesehatan dirinya

sendiri dan bertindak untuk mengatasi masalah tersebut sebatas kemampuan

yang ada dan meminta pertolongan kepada keluarga atau petugas kesehatan

jika diperlukan (Depkes RI, 2006).

2.2.3 Sasaran Posyandu Lansia

Sasaran posyandu lansia dapat dibagi menjadi menjadi dua kelompok

dimana kelompok yang pertama adalah sasaran langsung adalah kelompok

prasenil adalah usia 45 sampai 59 tahun dan kelompok Lansia 60 sampai 69

tahun, serta lansia resiko tinggi yaitu usia lebih dari 70 tahun. Kelompok

kedua, sasaran tidak langsung adalah keluarga yang mempunyai lansia,

masyarakat di lingkungan lansia berada, organisasi sosial yang bergerak

dalam pembinaan lansia, dan masyarakat luas (Depkes RI, 2006).

2.2.4 Kartu menuju sehat lansia

Kartu menuju sehat lansia (KMS) adalah sebuah kartu catatan tentang

perkembangan status kesehatan yang dipantau setiap kunjugan ke posyandu

lansia yang meliputi catatan kesehatan fisik, emosional dan deteksi dini atas

penyakit atau ancaman kesehatan yang dihadapi lansia. (Depkes RI, 2006).

13
2.3 PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN

Menurut Green dalam Notoatmojo (2007), perilaku masyarakat dalam

pemanfaatkan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor utama yakni

: faktor predisposing (meliputi : pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai dan

sebagainya); faktor enabling (mencakup ketersediaan sarana dan prasarana);

faktor reinforcing (meliputi : sikap dan perilaku tokoh masyarakat dan

petugas kesehatan).

Anderson dalam Notoatmojo (2007), mengungkapkan bahwa faktor

predisposing dan faktor enabling dapat terwujud di dalam tindakan apabila

itu dirasakan sebagai kebutuhan. Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus

langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat

predisposisi dan enabling itu ada. Kebutuhan (need) di sini dibagi menjadi 2

kategori, dirasa atau perceived (subject assessment) dan evaluated (clinical

diagnosis).

Faktor-Faktor yang mempengaruhi pemanfaatan posyandu lansia

menurut Departemen Kesehatan Tahun (2006) diantaranya adalah:

2.3.1 Pengetahuan lansia tentang posyandu.

Pengetahuan lansia mencakup akan manfaat, tujuan, dan sasaran

posyandu ini dapat diperoleh dari pengalaman pribadi dalam kehidupan

sehari-harinya. Dengan menghadiri kegiatan posyandu, lansia akan

mendapatkan penyuluhan tentang bagaimana cara hidup sehat dengan segala

keterbatasan atau masalah kesehatan yang melekat pada mereka. Dengan

pengalaman ini, pengetahuan lansia menjadi meningkat, yang menjadi dasar

14
pembentukan sikap dan dapat mendorong minat atau motivasi mereka untuk

selalu mengikuti kegiatan posyandu lansia (Notoatmodjo, 2007).

2.3.2 Sikap lansia terhadap posyandu.

Penilaian pribadi atau sikap yang baik terhadap kegiatan posyandu

merupakan dasar atas kesiapan atau kesediaan lansia untuk datang dan

memanfaatkan kegiatan posyandu, dengan sikap yang baik tersebut, lansia

cenderung untuk selalu hadir atau mengikuti kegiatan yang diadakan di

posyandu lansia. Hal ini dapat dipahami karena sikap seseorang adalah

suatu cermin kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek. Kesiapan

merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara-cara

tertentu apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki

adanya respon (Wawan, 2010).

2.3.3 Peran kader Posyandu Usila

Kader kesehatan bertanggung jawab terhadap masyarakat setempat,

mereka bekerja dan berperan sebagai seorang pelaku dari sebuah sistem

kesehatan. Kader betanggung jawab kepada kepala desa dan supervisor yang

ditunjuk oleh petugas/tenaga pelayanan pemerintah (Sukarni, 2002).

Adapun peran kader dalam pelayanan kesehatan di posyandu lansia

(Handoko, 2000) adalah:

1. Pendekatan kepada aparat pemerintah dan tokoh masyarakat:

Anjangsana, sarasehan, menghadiri pertemuan rutin kemasyarakatan

setempat.

15
2. Melakukan Survey Mawas Diri (SMD) bersama petugas untuk

menelaah: Pendataan sasaran, Pemetaan, dan Mengenal masalah dan

potensi.

3. Melaksanakan musyawarah bersama masyarakat setempat untuk

membahas hasil SMD, menyusun rencana kegiatan, pembagian tugas,

dan jadwal kegiatan

4. Berpartisipasi dalam kegiatan dikelompok usia lanjut Memberikan

penyuluhan/penyebarluasan informasi kesehatan, antara lain: cara

hidup bersih dan sehat, gizi usia lanjut, kesehatan usia lanjut, dan

mengerakkan masyarakat untuk hadir ke posyandu.

5. Memberikan pelayanan kesehatn lanjut usia.

Kader posyandu dipilih oleh pengurus posyandu usila dari anggota

masyarakat yang bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk

menyelenggarakan kegiatan posyandu usila atau bilamana sulit mencari

kader dari anggota posyandu usila dapat diambil dari anggota masyarakat

lainnya yang bersedia menjadi kader.

Persyaratan untuk menjadi kader antara lain :

1. Dipilih dari masyarakat dengan prosedur yang disesuaikan dengan

kondisi setempat.

2. Mau dan mampu bekerja secara sukarela.

3. Bisa membaca dan menulis huruf latin.

4. Sabar dan memahami usila

16
2.3.4 Jarak

Jarak posyandu yang dekat akan membuat lansia mudah menjangkau

posyandu tanpa harus mengalami kelelahan atau kecelakaan fisik karena

penurunan daya tahan atau kekuatan fisik tubuh. Kemudahan dalam

menjangkau lokasi posyandu ini berhubungan dengan faktor keamanan atau

keselamatan bagi lansia. Jika lansia merasa aman atau merasa mudah untuk

menjangkau lokasi posyandu tanpa harus menimbulkan kelelahan atau

masalah yang lebih serius, maka hal ini dapat mendorong minat atau

motivasi lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan demikian,

keamanan ini merupakan faktor eksternal dari terbentuknya motivasi untuk

menghadiri posyandu lansia.

2.3.5 Dukungan sosial

Konsep dukungan sosial melibatkan adanya komunikasi dan reaksi.

Dukungan sosial merupakan suatu bentuk hubungan interpersonal dimana

lingkungan sosial memberikan bantuan berupa perhatian emosional, bantuan

instrumental, pemberian informasi dan penghargaan atau penilaian terhadap

penyandang cacat tubuh. Sarafino (1994) menetapkan adanya 3 dimensi

dalam dukungan sosial yaitu: dukungan sosial yang melibatkan adanya

keakraban dan penerimaan yang memberikan keyakinan dan dukungan yang

membantu atau pemberian pelayanan dan bantuan secara langsung, serta

dukungan informasi yang meliputi pemberian nasehat, pemecahan masalah

yang dihadapi individu dan penilaian terhadap perilaku individu.

17
2.4 KONSEP PERILAKU

2.4.1 Pengertian Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,

menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari

uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah

semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun

yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003),

merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang

terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi

melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian

organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R”

atau Stimulus – Organisme – Respon.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat

dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

1. Perilaku tertutup (convert behavior)

Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam

bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap

stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan,

kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus

tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

18
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau

terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk

tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh

orang lain.

2.4.2 Klasifikasi Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon

seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan

sakit atau penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman,

serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan

menjadi 3 kelompok :

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance) adalah

perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga

kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana

sakit.

2. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan,

atau sering disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking

behavior). Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan

seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan.

3. Perilaku kesehatan lingkungan adalah apabila seseorang merespon

lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan

sebagainya.

19
2.4.3 Domain Perilaku

Menurut Bloom, seperti dikutip Notoatmodjo (2003), membagi

perilaku itu didalam tiga domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-

kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian

kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan, yaitu

mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang

terdiri dari ranah kognitif (kognitif domain), ranah affektif (affectife

domain), dan ranah psikomotor (psicomotor domain).

Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk

kepentingan pengukuran hasil, ketiga domain itu diukur dari :

1. Pengetahuan (knowlegde) adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa

pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil

keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang :

1. Faktor Internal : faktor dari dalam diri sendiri, misalnya

intelegensia, minat, kondisi fisik.

2. Faktor Eksternal : faktor dari luar diri, misalnya keluarga,

masyarakat, sarana.

3. Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya strategi

dan metode dalam pembelajaran.

20
Ada enam tingkatan domain pengetahuan yaitu :

1. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat kembali (recall)

terhadap suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

2. Memahami (Comprehension) suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.

4. Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam

suatu struktur organisasi dan ada kaitannya dengan yang lain.

5. Sintesa menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan

baru.

6. Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melaksanakan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi / objek.

2. Sikap (attitude) merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Allport (1954)

menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan :

21
1. Menerima (receiving) diartikan bahwa orang (subyek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).

2. Merespon (responding) memberikan jawaban apabila ditanya,

mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu

indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing) mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat

tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala

sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan

sikap yang paling tinggi.

5. Praktik atau tindakan (practice) suatu sikap belum otomatis

terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata

diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara

lain adalah fasilitas dan faktor dukungan (support) praktik ini mempunyai

beberapa tingkatan :

1. Persepsi (perception) mengenal dan memilih berbagai objek

sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan

praktik tingkat pertama.

2. Respon terpimpin (guide response) dapat melakukan sesuatu sesuai

dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah

merupakan indikator praktik tingkat kedua.

22
3. Mekanisme (mecanism) apabila seseorang telah dapat melakukan

sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah

merupakan kebiasaan, maka ia sudah mancapai praktik tingkat tiga.

4. Adopsi (adoption)/adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang

sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah

dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara langsung yakni dengan

wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam,

hari atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara

langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

Menurut penelitian Rogers (1974) seperti dikutip Notoatmodjo (2003),

mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam

diri orang tersebut terjadi proses berurutan yakni :

1. Kesadaran (awareness) dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)

2. Tertarik (interest) dimana orang mulai tertarik pada stimulus

3. Evaluasi (evaluation) menimbang-nimbang terhadap baik dan

tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap

responden sudah lebih baik lagi.

4. Mencoba (trial) dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5. Menerima (Adoption) dimana subyek telah berperilaku baru sesuai

dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

23
2.4.4 Asumsi Determinan Perilaku

Menurut Spranger membagi kepribadian manusia menjadi 6 macam

nilai kebudayaan. Kepribadian seseorang ditentukan oleh salah satu nilai

budaya yang dominan pada diri orang tersebut. Secara rinci perilaku

manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan

seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap

dan sebagainya.

Namun demikian realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala

kejiwaan tersebut dipengaruhi oleh faktor lain diantaranya adalah

pengalaman, keyakinan, sarana/fasilitas, sosial budaya dan sebagainya.

Beberapa teori lain yang telah dicoba untuk mengungkap faktor

penentu yang dapat mempengaruhi perilaku khususnya perilaku yang

berhubungan dengan kesehatan, antara lain :

Teori Lawrence Green (1980)

Green mencoba menganalisis perilaku manusia berangkat dari tingkat

kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor pokok,

yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non

behavior causes).

Faktor perilaku ditentukan atau dibentuk oleh :

1. Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan

sebagainya.

24
2. Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan

fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-

sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan

sebagainya.

3. Faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan

perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan

kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Teori Snehandu B. Kar (1983)

Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan bertitik tolak bahwa

perilaku merupakan fungsi dari :

Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau

perawatan kesehatannya (behavior itention).

1. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support).

2. Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas

kesehatan (accesebility of information).

3. Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil

tindakan atau keputusan (personal autonomy).

4. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak (action situation).

25
Teori WHO (1984)

WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku

tertentu adalah :

1. Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling), yaitu dalam bentuk

pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang

terhadap objek (objek kesehatan).

 Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman

orang lain.

 Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau

nenek. Seseorang menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan

dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.

 Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap

objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang

lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau

menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap

tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud didalam suatu

tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh

tindakan mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti atau

tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak atau

sedikitnya pengalaman seseorang.

2. Tokoh penting sebagai Panutan. Apabila seseorang itu penting

untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk

dicontoh.

26
3. Sumber-sumber daya (resources), mencakup fasilitas, uang, waktu,

tenaga dan sebagainya.

4. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber

didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of

life) yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini

terbentuk dalam waktu yang lama dan selalu berubah, baik lambat

ataupun cepat sesuai dengan peradapan umat manusia (Notoatmodjo,

2003).

27
2.5 KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep penelitian di buat berdasarkan Teori determinal

perilaku yang dikemukan oleh Laurence Green yang dapat digambarkan

sebagai berikut :

Teori Predisposing

- Pengetahuan
- Sikap

- Keprecayaan
- Nilai

Faktor Enabling
- Tersedianya posyandu
Perilaku pemanfaatan
- Perilaku
posyandu oleh lansia
- Peran Kader
- Jarak posyandu

Faktor reinforcing

-Dukungan
-DukunganSosial
Sosial

Keterangan huruf :

: variabel yang diteliti

: variabel yang tidak diteliti

28

Anda mungkin juga menyukai