Anda di halaman 1dari 26

..^^QueenArtBlogs^^..

ini blog buatan mahasiswi calon perawat semoga bermanfaat yaw...selamat menikmati...^.^

Rabu, 22 Desember 2010

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LOSS, GRIEVING, DYING And DEATH

Antonius Catur S,S.Kep.,Ns

PJMK Kep. Gerontik SHT Sby

A. KONSEP GERONTOLOGI

1.1 Pengertian Gerontologi dan Geriatri

a. Gerontologi :

Geros=lanjut usia

Logos=ilmu

Jadi, Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari secara khusus mengenai faktor-faktor yang menyangkut
lanjut usia.

Gerontologi merupakan pendekatan ilmiah (scientific approach) terhadap berbagai aspek dalam proses
penuaan, seperti aspek kesehatan, psikologis, sosial ekonomi, perilaku, lingkungan dll.

Gerontologi is comprehensive study of ageing and the problem of the aged.

* Gerontologi menurut KOZIER, 1987 = Ilmu yang mempelajari seluruh aspek menua.

* Gerontologi Nursing menurut KOZIER, 1987 = Ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia.

* Gerontologi menurut Miller, 1990 = Cabang ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia.

* Gerontologi menurut Pergeri


Pengetahuan yang mencakup segala bidang persoalan mengenai orang berusia lanjut, yang didasarkan
pada hasil penyelidikan ilmu: antropologi, antropometri, sosiologi, pekerjaan sosial, kedokteran geriatrik,
psikiatrik geriatrik, psikologi, dan ekonomi.

b. Geriatri :

Geros=lanjut usila

Eatrie=kesehatan/medical

Geriatri merupakan salah satu cabang dari gerontoogi dan medis yang mempelajari khusus aspek
kesehatan dari usia lanjut, baik yang ditinjau dari segi promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif
yang mencakup kesehatan badani, jiwa dan sosial, serta penyakit cacat.

Geriatri is branch of medicine that deals with problems and disease of old age and ageing people.

* Geriatri adalah cabang ilmu yang mempelajari proses menjadi tua pada manusia dan akibatnya pada
tubuh manusia. Dengan demikian, jelas bahwa objek geriatrik adalah manusia lanjut usia.

* Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari aspek klinis, preventif dan terapeutik bagi
klien lanjut usia.

* Geriatri adalah bagian ilmu kedokteran yang mempelajari tentang pencegahan penyakit dan
kekurangannya pada lanjut usia.

Geriatri Nursing adalah spesialis perawatan lanjut usia yang dapat menjalankan perannya pada setiap
tatanan pelayanan dengan menggunakan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan merawat untuk
meningkatkan fungsi optimal lanjut usia secara komprehensif.

1.2 Tujuan Gerontologi dan Geriatri

a. Tujuan Gerontologi

- Membantu individu lanjut usia memahami adanya perubahan pada dirinya berkaitan dengan proses
penuaan.

- Membantu mempertahankan identitas kepribadian lanjut usia.

- Mempertahankan, memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia baik jasmani, rohani
maupun sosial secara optimal.

- Memotivasi dan menggerakkan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan lanjut usia.

- Memenuhi kebutuhan lanjut usia sehari-hari.

- Mengembalikan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari

- Mempercepat pemulihan atau penyembuhan penyakit.


- Meningkatkan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam kehidupan
keluarga dan masyarakat, sesuai dengan keberadaannya dalam masyarakat.

b. Tujuan Geriatri

- Mempertahankan derajat kesehatan pada lanjut usia pada taraf yang setinggi-tinggiya sehingga
terhindar dari penyakit atau gangguan.

- Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas fisik dan mental.

- Merangsang para petugas kesehatan (dokter, perawat) untuk dapat mengenal dan menegakkan
diagnosis yang tepat dan dini bila mereka menemukan kelainan tertentu.

- Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lanjut usia yang menderita suatu penyakit atau
gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu pertolongan
(memelihara kemandirian secara maksimal).

- Bila para lanjut usia sudah tidak dapat disembuhkan dan bila mereka sudah sampai pada stadium
terminal, ilmu ini mengajarkan untuk tetap memberi bantuan yang simpatik dan perawatan dengan
penuh pengertian (dalam akhir hidupnya, memberi bantuan moral dan perhatian yang maksimal
sehingga kematiannya berlangsung dengan tenang).

1.3 Konsep Lanjut Usia (Lansia)

a. Pengertian

* Lansia menurut Setianto, 2004 = Seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun
keatas.

* Lansia menurut Pudjiastuti, 2003

Lansia bukan penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai
dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan.

* Lansia menurut Hawari, 2001

Keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap
kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta
peningkatan kepekaan secara individual.

* Lansia menurut Bailon G. Salvaclon, 1987

Dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi, hidup dalam
satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dalam perannya untuk menciptakan dan
mempertahankan suatu budaya.

* Lansia menurut BKKBN, 1995


Individu yang berusia diatas 60 tahun, pada umumnya memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan
fungsi-fungsi biologis, psikologis, sosial, ekonomi.

b. Batasan Umur Lanjut Usia

* Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab I ayat 2 yang berbunyi “Lanjut Usia adalah
seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas”.

* Menurut World Health Organization (WHO)

. Usia Pertengahan (middle age) : 45-59 tahun

. Lanjut Usia (ederly) : 60-74 tahun

. Lanjut Usia Tua (old) : 75-90 tahun

. Usia Sangat Tua (very old) : di atas 90 tahun

* Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI)

Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi 4 bagian sbb:

1) Pertama (fase invertus) : 25-40 tahun

2) Kedua (fase virilitas) : 40-55 tahun

3) Ketiga (fase presenium) : 55-65 tahun

4) Keempat (fase senium) : 65 hingga tutup usia

* Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro

1) Masa Dewasa Muda (elderly adulthood) : 18 atau 20-25 tahun

2) Masa Dewasa Penuh atau Maturitas (middle years) : 25-60 tau 65 tahun

3) Masa Lanjut Usia (geriatric age) : > 65 atau 70 tahun

* Menurut Biren dan Jamer, 1997

1) Usia Biologis usia yang menunjuk pada jangka waktu seseorang sejak lahirnya berada dalam
keadaan hidup, tidak mati.

2) Usia Psikologis usia yang menunjuk pada kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian-
penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya.
3) Usia Sosial usia yang menunjuk kepada peran-peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat
kepada seseorang sehubungan dengan usianya.

* Menurut Smith and Smith, 1990

1) Young old : 65-74 tahun

2) Middle old : 75-84 tahun

3) Old-old : lebih dari 85 tahun

1.4 Proses Menua

a. Pengertian

* Proses Menua Menurut CONTANTINIDES, 1994

Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak
dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah. Dimulai sejak lahir
dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup.

* Proses Menua Menurut Deskripansi

Proses menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya. Adakalanya orang belum
tergolong lanjut usia (masih muda) tetapi kekurangan-kekurangan yang menyolok.

b. Perubahan Sistem Tubuh Lansia menurut Nugroho, 2000

Perubahan Fisik

1. Sel

• Pada lansia, jumlah akan lebih sedikit dan ukurannya akan lebih besar.

• Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang.

• Proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati juga ikut berkurang.

• Jumlah sel otak akan menurun.

• Mekanisme perbaikan sel akan terganggu, dan otak menjadi atropi.


2. Sistem Persarafan

• Rata-rata berkurangnya syaraf neucortical sebesar 1 per detik (Pakkenberg dkk, 2003).

• Hubungan persarafan cepat menurun.

• Lambat dalam merespon baik dari gerakan maupun jarak waktu, khusus dengan stres.

• Mengecilnya saraf panca indra, serta menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan.

3. Sistem Pendengaran

• Gangguan pada pendengaran (presbiakusis).

• Membran timpani atropi.

• Terjadi pengumpulan dan pengerasan serumen karena peningkatan keratin.

• Pendengaran menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau stres.

4. Sistem Penglihatan

• Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon terhadap sinar.

• Kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis).

• Lensa lebih suram (keruh) dapat menyebabkan katarak.

• Meningkatnya ambang.

• Pengamatan sinar dan daya adaptasi terhadap kegelapan menjadi lebih lambat dan sulit untuk melihat
dalam keadaan gelap.

• Hilangnya daya akomodasi.

• Menurunnya lapang pandang dan menurunnya daya untuk membedakan antara warna biru dengan
hijau pada skala pemeriksa.

5. Sistem Kardiovaskular

• Elastisitas dinding aorta menurun.

• Katup jantung menebal dan menjadi kaku.

• Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.

• Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi,
sering terjadi postural hipotensi.
• Tekanan darah meningkat di akibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer.

6. Sistem Pengaturan Suhu Tubuh

• Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis +350C, hal ini diakibatkan oleh metabolisme yang
menurun.

• Keterbatasan reflek menggigil, dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi
rendahnya aktivitas otot.

7. Sistem Pernapasan

• Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.

• Menurunnya aktifitas dari silia.

• Paru-paru kehilangan elastisitas sehingga kapasitas residu meningkat.

• Menarik napas lebih berat, kapasitas pernapasan maksimum menurun, dan kedalaman bernapas
menurun.

• Ukuran alveoli melebar dari normal dan jumlahnya berkurang, oksigen pada arteri menurun menjadi
75 mm Hg, kemampuan untuk batuk berkurang, dan penurunan kekuatan otot pernapasan.

8. Sistem Gastrointestinal

• Kehilangan gigi, indera pengecapan mengalami penurunan

• Esofagus melebar.

• Sensitifitas akan rasa lapar menurun.

• Produksi asam lambung dan waktu penggosongan lambung menurun.

• Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.

• Fungsi absorbsi menurun.

• Hati (liver) semakin mengecil dan menurunnya tempat menyimpan.

• Serta berkurangnya suplai aliran darah.

9. Sistem Genitourinaria

• Ginjal mengecil dan nefron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun hingga 50%, fungsi tubulus
berkurang (berakibat pada penurunan kemampuan ginjal untuk mengonsentrasikan urine, berat jenis
urine menurun, protein uria biasanya +1), Blood Urea Nitrogen (BUN) meningkat hingga 21 mg%, nilai
ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.
• Otot-otot kandung kemih (vesika urinaria) melemah kapasitasnya menurun hingga 200 ml dan
menyebabkan rekurensi buang air kecil meningkat, kandung kemih dikosongkan sehingga meningkatkan
retensi urine.

• Pria dengan usia 65 tahun keatas sebagian besar mengalami pembesaran prostat hingga +75% dari
besar normalnya.

10. Sistem Endokrin

• Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktifitas tiroid, basal metabolik rate (BMR), daya
pertukaran gas, produksi aldosteron, serta sekresi hormon kelamin seperti progesteron, estrogen, dan
testosteron.

11. Sistem Integumen

• Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak.

• Permukaan kulit kasar dan bersisik.

• Menurunnya respon terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit menurun.

• Kulit kepala dan rambut menipis serta berwarna kelabu.

• Rambut dalam hidung dan telinga menebal.

• Berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi.

• Pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara
berlebihan dan seperti tanduk.

• Kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya.

• Kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya.

12. Sistem Muskuloskeletal

• Tulang kehilangan kepadatan (density) dan semakin rapuh.

• Kifosis.

• Persendian membesar dan menjadi kuku.

• Tendon mengkerut dan mengalami sklerosis.

• Atropi serabut otot sehingga gerak seseorang menjadi lambat, otot-otot kram dan menjadi tremor.
Perubahan Mental

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental:

o Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa

o Kesehatan umum

o Tingkat pendidikan

o Keturunan (Hereditas)

o Lingkungan

2. Kenangan ( Memory)

o Kenangan jangka panjang berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu mencakup beberapa perubahan

o Kenangan jangka pendek atau seketika 0-10 menit, kenangan buruk

3. IQ (Intellegentia Quantion)

o Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal.

o Berkurangnnya penampilan, persepsi dan keterampilan psikomotor: terjadi perubahan pada daya
membayangkan karena tekanan-tekanan dari faktor waktu.

Perubahan Psikososial

• PENSIUN

- Nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas yang dikaitkan dengan peranan dalam
pekerjaan.

- Bila seseorang pensiun (purna tugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan, antara lain:

Kehilangan finansial (income berkurang)

Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan/posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan segala
fasilitasnya).

Kehilangan teman/kenalan atau relasi

Kehilangan pekerjaan kegiatan.


- Beberapa kondisi faktual di kalangan para pensiunan di Indonesia, disarikan dari Kontjoro 2002 dalam
Dharmodjo, 1985 adalah sbb:

1. Penurunan kondisi kesehatan ternyata tidak disebabkan secara langsung oleh pensiunan, melainkan
oleh problematika kesehatan yang telah dialami sebelumnya.

2. Tidak jarang masa pensiun malahan dapat meningkatkan kesehatan, misalnya saja akibat
berkurangnya beban tekanan hidup yang harus dihadapi.

3. Kalangan masyarakat mulai memandang masa pensiun sebagai masa yang berkesan dan menarik.

4. Pada masa pensiun, kemungkinan untuk bersantai berkurang, karena waktu yang ada cenderung
tersita untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

5. Kepuasan perkawinan tidak secara signifikan dipengaruhi oleh kondisi pensiun.

6. Akan ada banyak waktu dan kesempatan bersama keluarga pasangan.

7. Penempatan ke rumah jompo, meninggalnya pasangan, mengidap penyakit serius, serta adanya cacat
biasanya menyebabkan perubahan gaya hidup yang drastis pada mereka yang pensiun.

o Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awarness of mortality)

o Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih sempit.

o Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic depriviation) Meningkatnya biaya hidup
pada penghasilan yang sulit bertambahnya biaya pengobatan.

o Penyakit kronis dan ketidakmampuan.

o Gangguan saraf pancaindera, timbul kebutaan dan ketulian.

o Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.

o Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman dan keluarga.

o Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri.

Perkembangan Spiritual

Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow,1979)

Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya. Hal ini terlihat dalam berpikir dan bertindak dalam
sehari-hari (Murray dan Zentner,1970)
Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer 1978, Universalizing, perkembangan
yang dicapai pada tingkat ini adalah berpikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara
mencintai dan keadilan.

Nenek dan cucu2nya...^.^

B. KONSEP DASAR LOSS, GRIEVING, DYING, AND DEATH

1. KEHILANGAN

1.1 DEFINISI KEHILANGAN

Kehilangan pribadi adalah segala kehilangan signifikan yang membutuhkan adaptasi melalui proses
berduka. Kehilangan terjadi ketika sesuatu atau seseorang tidak dapat lagi ditemui, diraba, didengar,
diketahui atau dialami. Tipe dari kehilangan mempengaruhi tingkat distress. Misalnya, kehilangan benda
mungkin tidak menimbulkan distress yang sama ketika kehilangan seseorang yang dekat dengan kita.
Namun demikian, setiap individu berespon terhadap kehilangan secara berbeda. Kematian seorang
anggota keluarga mungkin menyebabkan distress lebih besar dibandingkan ke hewan peliharaan, tetapi
bagi seseorang yang hidup sendiri kematian hewan peliharaan menyebabkan distress emosional yang
lebih besar dibanding dengan saudaranya yang sudah tidak pernah bertemu selama bertahun-tahun.
Tipe kehilangan penting artinya untuk proses berduka; namun perawat harus mengenali bahwa setiap
interpretasi seseorang tentang kehilangan sangat bersifat individualistis.

Kehilangan dapat bersifat aktual atau dirasakan. Kehilangan yang bersifat aktual dapat dengan mudah
diidentifikasi, misalnya seorang anak yang teman bermainnya pindah rumah atau seorang dewasa yang
kehilangan pasangan akibat bercerai. Kehilangan yang dirasakan kurang nyata dan dapat disalahartikan,
seperti kehilangan kepercayaan diri atau prestise. Makin dalam makna dari apa yang hilang, maka makin
besar perasaan kehilangan tersebut. Klien mungkin mengalami kehilangan maturasional (kehilangan
yang diakibatkan oleh transisi kehidupan normal untuk pertama kalinya, kehilangan situasional
(kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba dalam merespon kejadian eksternal spesifik seperti kematian
mendadak dari orang yang dicintai) atau keduanya.

1.2 JENIS KEHILANGAN

1.2.1 Kehilangan Objek Eksternal

Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikian yang telah menjadi usang, berpindah tempat,
dicuri, atau rusak karena bencana alam. Bagi seorang anak benda tersebut mungkin berupa boneka atau
selimut, bagi seorang dewasa berupa perhiasan atau aksesoris pakaian. Kedalaman berduka yang
dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang dimiliki orang tersebut
terhadap benda yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut.

1.2.2 Kehilangan Lingkungan yang Telah Dikenal

Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal mencakup
meninggalkan lingkungan yang telah dikenal selma periode tertentu atau perpindahan secara permanen.
Contohnya termasuk pindah ke kota baru, mendapat pekerjaan baru, atau perawatan di rumah sakit.
Kehilangan melalui perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal dapat terjadi melalui situasi
maturasional, misalnya ketika seorang lansia pindah ke rumah perawatan, atau situasi situasional,
contohnya kehilangan rumah akibat bencana alam atau mengalami cedera atau penyakit.

1.2.3 Kehilangan Orang Terdekat

Orang terdekat mencakup orang tua, pasangan, anak-anak, saudara sekandung, guru, pendeta, teman,
tetangga, dan rekan kerja. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan, pidah, melarikan diri, promosi di
tempat kerja, dan kematian.

1.2.4 Kehilangan Aspek Diri

Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis, atau psikologis. Kehilangan
bagian tubuh dapat mencakup anggota gerak, mata, rambut, gigi, atau payudara. Kehilangan fungsi
fisiologis mencakup kehilangan kontrol kandung kemih atau usus, mobilitas, kekuatan atau fungsi
sensoris. Kehilangan fungsi psikologi termasuk kehilangan ingatan, rasa humor, harga diri, percaya diri,
kekuatan, respeks, atau cinta. Kehilngan seperti ini dapat menurunkan kesejahteraan individu. Orang
tersebut tidak hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan
permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.

1.2.5 Kehilangan Hidup

Seseorang yang menghadapi kematian menjalani hidup, merasakan, berpikir, dan merespons terhadap
kejadian dan orang sekitarnya sampai terjadinya kematian. Perhatian utama sering bukan kepada
kematian itu sendiri tetapi mengenai nyeri dan kehilangan kontrol. Meskipun sebagian besar orang takut
tentang kematian dan gelisah mengenai kematian, masalah yang sama tidak akan sama pentingnya bagi
setiap orang.

1.3 DAMPAK KEHILANGAN

Pekerjaan duka cita terdiri dari berbagai tugas yang dihubungkan dengan situasi ketika seseorang
melewati dampak dan efek dari perasaan kehilangan yang telah dialaminya. Duka cita berpotensi untuk
berlangsung tanpa batas waktu.

Perawat merawat klien yang mengalami banyak tipe kehilangan, seperti klien yang dirawat di rumah
sakit yang mengalami banyak kehilangan termasuk kesehatan, kemandirian, kontrol terhadp
lingkungannya, dan keamanan finansial. Kehilangan mengancam konsep diri, harga diri, keamanan, dan
rasa makna diri. Perawat harus mengenali makna dari setiap kehilangan bagi klien dan dampaknya bagi
fungsi fisik dan psikologis.

Efek atau dampak dari kehilangan tergantung pada faktor-faktor, yaitu :

1.Usia

2.Jalannya kematian

3.Hubungan dengan orang yang meninggal

4.Pengalama masa lalu

5.Kepribadian

6.Persepsi tentang kehilangan

7.Makna tertentu dari kehilangan yang mereka miliki

8.Respon keluarga terhadap keluarga

2. 2. BERDUKA

2.1 DEFINISI BERDUKA

Duka cita bermakna kesedihan yang mendalam disebabkan karena kehilangan seseorang yang
dicintainya (misal kematian). Menurut Cowles dan Rodgers (2000), duka cita dapat digambarkan sebagai
berikut : Duka cita dilihat sebagai suatu keadaan yang dinamis dan selalu berubah-ubah. Duka cita tidak
berbanding lurus dengan keadaan emosi, pikiran maupun perilaku seseorang.

Duka cita adalah suatu proses yang ditandai dengan beberapa tahapan atau bagian dari aktivitas untuk
mencapai beberapa tujuan, yaitu:

1.Menolak (denial)

2.Marah (anger)

3.Tawar-menawar (bargaining)

4.Depresi (depression)

5.Menerima (acceptance

2.2 JENIS BERDUKA


Dukacita mencakup pikiran, perasaan, dan prilaku. Tujuan duka cita adalah untuk mencapai fungsi yang
lebih efektif dengan mengintegrasikan kehilangan kedalam pengalaman hidup klien. Pencapaian ini
membutuhkan waktu dan upaya. Istilah ”upaya melewati dukacita” berasal dari seorang psikiater Erich
Lindemann (1965) yang menggambarkan tugas dan proses yang harus diselesaikan dengan berhasil agar
dukacita terselesaikan. Orang yang mengalami dukacita mencoba berbagai strategi untuk
menghadapinya. Worden (1982) menggarisbawahi empat tugas dukacita yang memudahkan
penyesuaian yang sehat terhadap kehilangan, dan Harper (1987) merancang tugas dalam
akronim ”TEAR’:

1.T- To accept the reality of the loss (untuk menerima realitas dari kehilangan.)

2.E- Experience the pain of the loss (mengalami kepedihan akibat kehilangan).

3.A- Adjust to the new environment without the lost object (menyesuaikan lingkungan yang tidak lagi
mencakup orang, benda, atau aspek diri yang hilang).

4.R- Reinvest in the new reality (memberdayakan kembali energi emosional ke dalam hubungan yang
baru).

2.3 RESPON BERDUKA

Respon dukacita dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Dukacita Adaptif

Dukacita adaptif termasuk proses berkabung, koping, interaksi, perencanaan, dan pengenalan
psikososial. Hal ini dimulai dalam merespons terhadap kesadaran tentang suatu ancaman kehilangan
dan pengenalan tentang kehilangan yang berkaitan dengan masa lalu, saat ini, dan masa mendatang.
Dukacita yang adaptif terjadi pada mereka yang menerima diagnosis yang mempunyai efek jangka
panjang terhadap fungsi tubuh, seperti pada lupus eritomatosus sistemik. Klien mungkin merasa sangat
sehat ketika didiagnosis tetapi mulai berduka dalam merespons informasi tentang kehilangan di masa
mendatang yang berkaitan dengan penyakit. Dalam situasi seperti ini , dukacita adaptif dapat mendalam
lama dan dapat terbuka. Dukacita adaptif bagi klien menjelang ajal mencakup melepas harapan, impian,
dan harapan terhadap masa depan jangka panjang. Keterlibatan secara kontinu dengan klien menjelang
ajal dan tujuan untuk memaksimalkan kemungkinan hidup bukan hal yang tidak sesuai dengan
pengalaman dukacita adaptif. Dukacita adaptif bagi klien menjelang ajal mempunyai akhir yang pasti.
Hal tersebut akan menghilang sejalan dengan kematian klien; meskipun duka cita berlanjut, tetapi
dukacita tersebut tidak lagi adaptif. Klien, keluarganya, dan perawat dihadapkan dengan serangkaian
tugas adaptasi dalam proses dukacita adaptif (Rando,1986).

2. Dukacita Terselubung

Dukacita terselubung terjadi ketika seseorang mengalami kehilangan yang tidak atau tidak dapat
dikenali, rasa berkabung yang luas,atau didukung secara sosial. Konsep mengenali bahwa masyarakat
mempunyai serangkaian norma mengenai “aturan berduka” yang berupaya untuk mengkhususkan siapa,
kapan, di mana, bagaimana, berapa lama, dan kepada siapa orang harus berduka. Dukacita mungkin
terselubung dalam situasi dimana hubungan antara yang berduka dan meninggalkan tidak didasarkan
pada ikatan keluarga yang dikenal. Dukacita ini dapat mencakup teman, pemberi perawatan, dan rekan
kerja atau hubungan non-tradisional, seperti hubungan di luar perkawinan atau hubungan homoseksual
dan mereka yang hubungannya terjadi pada masa lalu, seperti bekas pasangan.

2.4 KONSEP DAN TEORI BERDUKA

Konsep dan teori berduka hanya cara yang dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional
klien dan keluarganya serta merencanakan intervensi untuk membantu mereka memahami duka cita
dan menghadapinya.

Penting artinya untuk mempertimbangkan beberapa teori tentang kedukaan. Ketika mendiskusikan
tentang tahapan, fase atau tugas, penting artinya untuk mengingat bahwa hal ini tidak terjadi dengan
urutan yang kaku, tetap dapat diperkirakan. Tujuannya bukan untuk mengklasifikasi duka cita klien.
Dengan demikian perawat tidak harus mengidentifikasi duka cita klien sebagai mengalami tahapan
khusus duka cita. Peran perawat adalah mengamati perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka
terhadap perilaku dan memberikan dukungan yang empatik.

a. Teori Engel

Engel (1964) mengajukan bahwa proses berduka mempunyai tiga fase yang dapat diterapkan pada
seseorang yang berduka dan menjelang kematian.

Fase pertama, individu menyangkal realitas kehidupan dan mungkin menarik diri, duduk tidak bergerak,
atau menerawang tanpa tujuan. Hal tersebut mungkin dipandang oleh pengamat bahwa orang tersebut
tidak menyadari apa makna kehilangan. Reaksi fisik dapat mencakup pingsan, berkeringat, mual, diare,
frekuensi jantung cepat, gelisah, insomnia, dan keletihan.

Fase kedua adalah individu mulai merasa kehilangan secara tiba-tiba dan mungkin mengalami
keputusasaan. Secara mendadak terjadi marah, rasa bersalah, frustasi, depresi dan kehampaan.
Menangis adalah khas sejalan dengan individu menerima kehilangan.

Fase ketiga, dikenali realitas kehilangan. Marah dan depresi tidak lagi dibutuhkan. Kehilangan telah jelas
bagi individu, yang mulai mengenali hidup. Dengan mengalami fase ini seorang beralih dari tingkat
fungsi emosi dan intelektual yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Berkembang kesadaran diri.

b. Tahapan Menjelang Ajal Menurut Kubler-Ross

Kerangka kerja yang diberikan oleh Kebler-Ross (1969) berfokus pada perilaku dan mencakup lima
tahapan.

1.Pada tahap menyangkal individu bertindak seperti tidak terjadi sesuatu dan dapat menolak untuk
mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan.
2.Pada tahap marah individu melawan kehilangan dan dapat bertindak pada seseorang dan segala
sesuatu dilingkungan sekitarnya.

3.Pada tahap tawar menawar terdapat penundaan realitas kehilangan. Individu mungkin berusaha
membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan.

4.Tahap depresi terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan
tersebut timbul. Seseorang merasa terlalu sangat kesepian dan menahan diri. Tahap ini memberi
kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah.

5.Dan pada tahap terakhir ini dicapai suatu penerimaan. Reaksi fisiologis menurun, dan interaksi sosial
berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan penerimaan lebih sebagai menghadapi situasi ketimbang
menyerah untuk pasrah atau pututs asa.

c. Fase Berduka Menurut Rando

Rando (1993) mendefinisikan kembali respon berduka menjadi tiga kategori, yaitu :

1.Penghindaran, dimana terjadi syok, menyangkal dan ketidakpercayaan.

2.Konfrontasi, dimana terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang melawan
kehilangn mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan palinga kaut.

3.Akomodasi, ketika terdapat secara bertahap penurunan kedudukan akut dan mulai memasuki kembali
secara emosional dan social dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan
kehilangan mereka.

3. MENJELANG AJAL

3.1 DEFINISI MENJELANG AJAL

Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan yang merupakan proses menuju akhir. Lahir, menjelang
ajal dan kematian bersifat universal. Meskipun unik bagi individu, kejadian-kejadian tersebut bersifat
normal dan merupakan proses hidup yang diperlukan. Dukungan kolega sebagaimana perawat yang
mengasuh orang menjelang ajal merupakan hal yang penting agar pada masa-masa tersebut
menjadipengalaman yang normal dan meningkatkan pertumbuhan.

Adapun lingkungan menjelang ajal seseorang adalah :

1. Rumah sakit perawatan akut

2. Perawatan jangka panjang

3. Hospice
4. Perawatan di rumah

3.2 TEORI MENJELANG AJAL

3.2.1 Elisabeth Kubler-Ross

Ada 5 tahap :

1. Penyangkalan dan isolasi

2. Perasaan marah, gusar, iri, dan kebencian.

3. Tawar menawar

4. Depresi

5. penerimaan

3.2.2 Lamberton

Mengisolasi 4 strategi koping utama yang digunakan oleh orang yang menjelang ajal :

1. Penyangkalan

2. Ketergantungan

3. Pemindahan

4. Regresi

3.2.3 Pattison

1. Fase akut

2. Fase kehidupan kronis

3. Fase menjelang ajal

4. Fase akhir

3.2.4 Wiesman

Mengemukakan adeanya kemungkinan fase-fase pada ekspresi respons emosional yang kontinu dan
berubah-ubah selama proses menjelang ajal.

3.2.5 Kastenbaum

Membagi kehidupan dan menjelang ajal menajdi 2 fase psikobiologis yang sama, yang berkembang
sampai akhir kehidupan.
3.2.6 Giacquinta

Fase-fase yang dialami keluarga setelah diagnose kanker dinyatakan:

1. Hidup dengan kanker

2. Restrukturisasi selama interval hidup dan mati

3. Kehilangan

4. Pembentukan kembali

4. 4. KEMATIAN

Kematian adalah penghentian permanen semua fungsi tubuh yang vital, akhir dari kehidupan. Kematian
adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat
berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita.

B. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN LOSS, GRIEVING, DYING and DEATH

1. PENGKAJIAN :

-Perawat menggali makna kehilangan pada klien dan keluarga

-Menggunakan komunikasi tulus dan terbuka

-Menekankan keterampilan mendengar

-Mengamati respon dan perilaku

-Perawat mengkaji bagaimana klien bereaksi, bukan bagaimana seharusnya klien bereaksi

-Perawat harus memahami fase duka yang dapat terjadi scr berurutan dan mungkin juga tidak urut
bahkan berulang.

-Perawat mempertimbangkan variabel yang mempengaruhi dukacita

Ø Faktor Yang Mempengaruhi Cara Individu Merespon Kehilangan :

1.Karakteristik Personal

2.Sifat Hubungan dg Objek yg Hilang

3.Sistem Pendukung Sosial

4.Sifat Kehilangan
5.Keyakinan Spiritual dan Budaya

Ø Karakteristik Personal

A.Usia

Respon Anak Terhadap Kematian :

Lahir – 2 Tahun

Tidak mempunyai konsep tentang kematian

Dapat mengalami rasa kehilangan dan dukacita

Pengalaman ini menjadi dasar untuk berkembangnya konsep tentang kehilangan dan dukacita

2 s/d 5 Tahun

Menyangkal kematian sbg ssuatu proses yang normal

Melihat kematian sbg ssuatu yg dapat hidup kembali

Mempunyai kepercayaan tidak terbatas dlm kemampuannya untuk membuat suatu hal terjadi

Dapat bereaksi dg marah atau menunjukkan kemarahan

5 s/d 8 Tahun

Melihat kematian sbg akhir; tidak melihat bahwa kematian akan tjd pada dirinya

Melihat kematian sbg hal yang menakutkan

Mencari utk menemukan apa penyebab dan arti kematian

8 s/d 12 Tahun

Melihat kematian sbg akhir & tidak dapat dihindar

Menyadari kemungkinan kematiannya sendiri

Mengembangkan respon afektif thdp kematian

Mengalami egosentris dan pikiran magis

Menyadari apa makna kematian ini bagi dirinya dimasa datang


REMAJA

Memahami seputar kematian serupa dengan orang dewasa

Harus menghadapi implikasi personaltentang kematian

Menunjukkan perilaku berasiko

Dengan serius mencari makna tentang hidup

Lebih sadar tentang masa depan

Ø Faktor yang Mempengaruhi Dukacita Lansia :

Perubahan fisik yang menyertai penuaan

Kehilangan pekerjaan

Kehilangan respek sosial

Kehilangan hubungan

Kehilangan kapabilitas perawatan diri

Ketakutan tentang kehilangan kontrol

Rasa pemenuhan tanggung jawab dan kontribusi yang dibuat

Ikatan kepribadian

Perasaan nilai diri

Kemampuan berfungsi

B.Peran Jenis Kelamin

Reaksi kehilangan dipengaruhi oleh harapan sosial ttg peran pria dan wanita

Pria dan wanita melekatkan makna berbeda thdp bagian tubuh, fungsi, hubungan interpersonal, dan
benda.

C.Pendidikan dan Status Ekonomi

Mengkaji hal ini penting krn hal ini mempengaruhi kemampuan klien untuk menggunakan pilihan dan
dukungan ktika menghadapi kehilangan

Sifat Hubungan dengan Objek yang Hilang


1. Penting untuk mengkaji Karakteristik hubungan dan fungsi kehilangan yang dilakukan oleh
almarhum atau almarhumah dalam kehidupan individu yang ditinggalkan

2. Reaksi terhadap kehilangan orang tua, pasangan dan anak akan berbeda tergantung pada kualitas
hubungan tersebut.

Ø Sistem Pendukung Sosial

Visibilitas kehilangan, seperti kehilangan rumah akibat bencana alam,sering memunculkan dukungan
dari sumber yang tidak diperkirakan

Visibilitas kehilangan seperti deformitas wajah dapat menyebabkan kehilangan dukungan dari temen
atau keluarga, sehingga menambah keparahan proses kehilangan.

Ø Sifat Kehilangan

Kemampuan untuk menyelesaikan berduka bergantung pada makna kehilangan dan situasi disekitarnya.

Kemampuan untuk menerima bantuan mempengaruhi apakah yang berduka akan mampu mengatasi
kehilangan.

Visibilitas kehilangan mempengaruhi dukungan yang diterim.

Durasi perubahan mempengaruhi jumlah waktu yang dibutuhkan dalam menetapkan kembali
ekuilibrium fisik,psikologis dan sosial

Ø Keyakinan Spiritual dan Budaya

Latarbelakang budaya dan dinamika keluarga mempengaruhi pengekspresian berduka

Keyakinan spiritual mencakkup praktik, ibadah dan ritual.

Individu mungkin akan menemukan dukungan, ketenagan dan makna dalam kehilangan melalui
keyakinan-keyakinan spiritual.

Perawat harus waspada terhadap makna praktik keagamaan, tidak hanya pada klien tetapi juga pada
keluarganya

2.DIAGNOSA KEPERAWATAN

Perilaku yang menandakan dukacita maladaptif :

Aktifitas berlebihan tanpa rasa kehilangan

Perubahan dalam hubungan dengan teman dan keluarga

Bermusuhan terhadap oang tertentu


Depresi agitasi dg ketegangan, agitasi, insomnia, perasaan tidak berharga, rasa bersalah yang berlebihan,
dan kecenderungan untuk bunuh diri.

Hilang keikutsertaan dalam aktivitas keagamaan dan ritual yang berhubungan dg budaya klien

Ketidakmampuan mediskusikan kehilangan tanpa menangis

Rasa sejahtera yang salah.

Contoh Diagnosa :

Dukacita adaptif yang berhubungan dengan :

Potensial orang terdekat yang dirasakan

Potensial kehilangan kesejahteraan fisiopsikososial yang dirasakan

Potensial kehilangan kepemilikan pribadi yang dirasakan

Dukacita maladaptif yang berhubungan dengan :

Kehilangan objek potensial atau aktual

Rintangan respon berduka

Tidak ada antisipasi terhadap berduka

Penyakit terminal kronis

Kehilangan orang terdekat

Gangguan penyesuaian yang berhubungan dengan berduka yang tidak selesai.

Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan Respon dukacita tertahan.

Perubahan koping keluarga berhubungan dengan :

Preokupasi sementara oleh orang terdekat yang mencoba untuk menangani konflik emosional dan
personal

Menderita dan tidak mampu untuk menerima atau bertindak secara efektif dalam kaitannya dengan
kebutuhan klien.

Perubahan Proses Keluarga yang berhubungan dengan Transisi atau krisis situasi

Keputus asaan berhubungan dengan :


Kekurangan atau penyimpangan kondisi fisiologis

Stress jangka panjang

Kehilangan keyakinan nilai luhur atau yang maha kuasa.

Isolasi Sosial berhubungan dengan Sumber pribadi tidak adekuat.

Disress Spiritual berhubungan dengan Perpisahan dari ikatan keagamaan dan kultural

Gangguan Pola Tidur yang berhubungan dengan stress karena respon berduka

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

1.Tahap denial

Beri dukungan pada fase awal karena ini berfungsi protektif dan memberi waktu bagi klien untuk
melihat kebenaran..bantu untuk melihat kebenaran dengan konfirmasi kondisi a.l. melalui second
opinion

2. Tahap anger

Bantu klien untuk memahami bahwa marah adalah respon normal akan kehilangan dan ketidak
berdayaan..siapkan bantuan berkesinambungan agar klien merasa aman

3. Tahap bargaining

Asah kepekaan perawat bila fase tawar menawar ini dilakukan secara diam-diam.. Bargaining sering
dilakukan klien karena rasa bersalah atau ketakutan terhapap bayang-bayang dosa masa lalu…Bantu
agar klien mampu mengekspresikan apa yang dirasakan…apabila perlu refer ke pemuka agama untuk
pendampingan.

4. Tahap depresi

Klien perlu untuk merasa sedih dan beri kesempatan untuk mengekspresikan kesedihannya. Perawat
hadir sebagai pendamping dan pendengar.

5. Tahap menerima

Klien merasa damai dan tenang.dampingi klien untuk mempertahankan rasa berguna (self
worth).berdayakan pasien untuk melakukan segala sesuatu yang masih mampu dilakukan dengan
pendampingan.fasilitasi untuk menyiapkan perpisahan abadi
1.Tahap denial

Beri dukungan pada fase awal karena ini berfungsi protektif dan memberi waktu bagi klien untuk
melihat kebenaran..bantu untuk melihat kebenaran dengan konfirmasi kondisi a.l. melalui second
opinion

2. Tahap anger

Bantu klien untuk memahami bahwa marah adalah respon normal akan kehilangan dan ketidak
berdayaan..siapkan bantuan berkesinambungan agar klien merasa aman

3. Tahap bargaining

Asah kepekaan perawat bila fase tawar menawar ini dilakukan secara diam-diam.. Bargaining sering
dilakukan klien karena rasa bersalah atau ketakutan terhapap bayang-bayang dosa masa lalu…Bantu
agar klien mampu mengekspresikan apa yang dirasakan…apabila perlu refer ke pemuka agama untuk
pendampingan.

4. Tahap depresi

Klien perlu untuk merasa sedih dan beri kesempatan untuk mengekspresikan kesedihannya. Perawat
hadir sebagai pendamping dan pendengar.

5. Tahap menerima

Klien merasa damai dan tenang.dampingi klien untuk mempertahankan rasa berguna (self
worth).berdayakan pasien untuk melakukan segala sesuatu yang masih mampu dilakukan dengan
pendampingan.fasilitasi untuk menyiapkan perpisahan abadi

4. EVALUASI

1) Klien mampu mengkomunikasikan dan mengekspresikan dukacita.

2) Pada perawatan menjelang ajal mengharuskan perawat mengevaluasi tingkat kenyamanan klien
dengan penyakit dan kualitas hidupnya.

3) Tingkat kenyamanan klien dievaluasi dg dasar hasil spt penurunan nyeri, kontrol gejala,
pemeliharaan funsi sistem tubuh, penyelesaian tugas yang belum terselesaikan, dan ketenangan
emosional.
DAFTAR PUSTAKA

Martono, Hadi dan Krispranarka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatric,Ilmu Kesehatan Usia Lanjut.
Jakarta : Balai penerbit FK UI

Kemp & Pillitteri (1984) ,Fundamentals of Nursing, Boston :Little Brown&co

Kubler-Ross,E.,(1969) ,On Death and Dying, ,London: Tavistock Publication

Pattison,Mansell (1977), The Experience of Dying, Englewood Cliffs:Prentice- Hall Inc.

www.growthhouse.org, Grief,anger and loss : Improving care of the Dying

http://ie-cha-ndd.blogspot.com/2010/05/konsep-kehilanga-dan-berduka. html?zx=9d3d7f76549a3b0a

http://wordlibraries.wordpress.com/2010/05/28/asuhan-keperawatan-kehilangan-kematian-dan-
dukacita/

Artyani Putri Binta di 22.09

Berbagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentarnya yang baik2 yaw...^.^

Link ke posting ini


Beranda

Lihat versi web

About Me

Foto saya

Artyani Putri Binta

Sidoarjo, Jawa timur, Indonesia

seorang mahasiswi calon perawat tingkat akhir yang lagi pengen sibuk...(hmmmm aneh)

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai