Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kata geriatri pertama kali ditemukan pada tahun 5000 SM dalam Ayurveda,

naskah kedokteran India kuno. Ayurveda terdiri atas 8 cabang, salah satunya ilmu

geriatri (rasayana) yang didefinisikan sebagai rasayanam cha tat jneyam yat jara

vyadhi nashanam yang berarti cabang ilmu kedokteran dengan fokus pada penuaan

dini dan tatalaksana penyakit terkait usia lanjut. Gerontologi berasal dari kata

gerontos (usia lanjut) dan logos (ilmu). Dengan demikian dapat diartikan sebagai

ilmu yang memelajari seluk beluk kehidupan individu usia lanjut.

Pasien geriatri adalah pasien usia lanjut yang memiliki karakteristik khusus

yang membedakannya dari pasien usia lanjut pada umumnya. Masalah yang sering

dijumpai pada pasien geriatri adalah sindrom geriatri yang meliputi: imobilisasi,

instabilitas, inkontinensia, insomnia, depresi, infeksi, defisiensi imun, gangguan

pendengaran dan penglihatan, gangguan intelektual, kolon irritable, impecunity, dan

impotensi.1

Sifat penyakit pada geriatri tidaklah sama dengan penyakit dan kesehatan

pada golongan populasi usia lainnya. Penyakit pada geriatri cenderung bersifat

multipel, merupakan gabungan antara penurunan fisiologik/alamiah dan berbagai

proses patologik/penyakit. Penyakit biasanya berjalan kronis, menimbulkan kecacatan

dan secara lambat laun akan menyebabkan kematian. Geriatri juga sangat rentan
terhadap berbagai penyakit akut, yang diperberat dengan kondisi daya tahan yang

menurun. Kesehatan geriatri juga sangat dipengaruhi oleh faktor psikis, sosial dan

ekonomi. Pada geriatri seringkali terjadi penyakit iatrogenik, akibat banyak obat-

obatan yang dikonsumsi (polifarmasi). Sehingga kumpulan dari semua masalah ini

menciptakan suatu kondisi yang disebut sindrom geriatri.2

Terapi pengobatan pada pasien usia lanjut secara signifikan berbeda dari pasien

pada usia muda, karena adanya perubahan kondisi tubuh yang disebabkan oleh usia,

dan dampak yang timbul dari penggunaan obat-obatan yang digunakan sebelumnya.

Masalah polifarmasi pada pasien geriatri sulit dihindari dikarenakan oleh berbagai hal

yaitu penyakit yang diderita bersifat multiple dan biasanya kronis.3

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik senior dibagian

ilmu penyakit dalam RSUD M. Natsir dan diharapkan agar dapat menambah

pengetahuan penulis serta bisa menjadi bahan referensi bagi para pembaca khususnya

kalangan medis mengenai sindroma geriatri.

1.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui mengenai

proses penuaan, dan macam macam sindroma yang terjadi pada geriatric serta

penatalaksanaannya.
1.3 Manfaat Penulisan

1. Sebagai sumber media informasi mengenai sindroma geriatric.

2. Untuk memenuhi tugas referat kepanitraan klinik senior dibagian ilmu

penyakit dalam RSUD M. Natsir.

1.4 Metode Penulisan

Referat ini dibuat dengan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk pada

berbagai literature.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Penuaan

2.1.1 Definisi Proses Penuaan

Proses penuaan atau aging adalah suatu proses menghilangnya secara

perlahan-perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan

struktur dan fungsi normal sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas termasuk

infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Healthy aging akan dipengaruhi

oleh beberapa faktor: (1) endogenic aging, yaitu yang dimulai dengan cellular aging,

lewat tissue dan anatomical aging ke arah proses menuanya organ tubuh, proses ini

seperti jarum jam yang terus berputar; (2) exogenic factor, yang dapat dibagi dalam

sebab lingkungan (environment) dimana seseorang hidup dan faktor sosio budaya

yang paling tepat disebut gaya hidup (life-style).

2.2.2 Teori Proses Penuaan

Proses penuaan dimulai dengan menurunnya bahkan terhentinya fungsi berbagai

organ tubuh. Berbagai teori menjelaskan mengapa manusia mengalami proses

penuaan.4

1) Teori pakai dan rusak ( Wear and Tear Theory)

Menurut teori ini tubuh dan sel-selnya menjadi rusak dikarenakan

organ tubuh terlalu sering digunakan dan disalahgunakan. Organ tubuh seperti
hati, lambung, ginjal, kulit, dan yang lainnya fungsinya menurun karena

toksin di dalam makanan dan lingkungan, konsumsi berlebihan lemak, gula,

kafein, alkohol, dan nikotin, karena sinar ultraviolet, dan karena stress fisik

dan emosional. Tetapi kerusakan ini tidak terbatas pada organ, namun juga

terjadi pada tingkat sel demikian juga dengan penyalahgunaan organ tubuh

membuat kerusakan lebih cepat, karena itu ketika tubuh menjadi tua, sel

merasakan pengaruhnya. Perlu adanya pemahaman yang benar bahwa proses

penuaan sebenarnya masih bisa diperlambat dengan mengatur pola hidup dan

aktivitas fisik, sebab 64% penyebab kematian disebabkan oleh pola hidup

yang tidak sehat. Penuaan juga berasal dari akumulasi kerusakan seluler juga

molekuler yang tidak diperbaiki dan keterbatasan fungsi pemeliharaan serta

perbaikan sel khususnya di DNA dan protein.

2) Hipotesis radikal bebas

Bersamaan dengan bertambahnya usiaterjadinya akumulasi kerusakan

sel akibat radikal bebas semakin mengambil peranan, sehingga mengganggu

metabolisme sel, juga merangsang mutasi sel, yang akhirnya membawa pada

kanker dan kematian. Radikal bebas juga merusak kolagen dan elastin suatu

protein yang menjaga kulit tetap lembab, halus, fleksibel dan elastis. Jaringan

tersebut akan menjadi rusak akibat paparan radikal bebas, terutama pada

daerah wajah, dimana mengakibatkan 14 lekukan kulit dan kerutan yang

dalam akibat paparan yang lama oleh radikal bebas.


3) Teori Genetic clock

Teori menua ini telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies

tertentu setiap spesies mempunyai nuclei (inti selnya) suatu jam genetik yang

telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jamini akan menghitung mitosis

dan menghentikan replikasi sel bila tidak berputar. menurut konsep ini bila

jam kita berhenti kita akan meninggal dunia meskipun tanpa disertai

kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang katastrofal. Konsep genetic

clock didukung oleh kenyataan bahwa ini merupakan cara menerangkan

mengapa pada beberapa spesies terlihat adanya perbedaan harapan hidup yang

nyata misalnya manusia dapat hidup 116 tahun, bulus mencapai 170 tahun,

simpanse mencapai 50 tahun, sapi sampai usia 20 tahun. Secara teoritis dapat

dimungkinkan memutar jam ini lagi meski hanya untuk beberapa waktu

dengan pengaruh-pengaruh dari luar, berupa peningkatan kesehatan,

pencegahan penyakit atau tindakan-tindakan tertentu.

2.2 Lanjut Usia (Lansia)

2.2.1 Definisi Lanjut Usia

Pengertian lanjut usia adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik,

yang dimulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Lanjut usia

merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan.Jika berpatokan pada usia

produktif manusia normal, maka komunitas lanjut usia adalah orang-orang yang

sudah berusia enam puluh tahun keatas. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang
akan kehilangan tugas dan fungsi, dan selanjutnya memasuki usia yang lanjut dan

kemudian meninggal. Bagi Lansia yang normal, tentu telah siap menerima keadaan

baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi

lingkunganya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2004 tentang

Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lansia Pasal 1, bahwa yang disebut

Lansiaadalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. UU No.23 Tahun

1992 tentang kesehatan, dikatakan Lansiaadalah seseorang yang karena usianya

mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan social.4

Para ahli membuat batasan lanjut sebagai berikut:5

Definisi dari World Health Organization (WHO) batasan Lansia digolongkan


menjadi empat tahap yaitu:
1. Usia pertengahan (midlle age) 45-59 tahun.
2. Lanjut usia (elderly) 60 – 74 tahun.
3. Lanjut usia (old) 75 – 90 tahun.
4. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun;

Menurut Burnside ada 4 tahap lanjut usia yaitu:


1. Young old, usia 60-69 tahun.
2. Midle age old, usia 70-79 tahun.
3. Old-old, usia 80-89 tahun.
4. Very old-old, usia 90 tahun keatas
2.3 Geriatri dan Gerontologi

Kata geriatri pertama kali ditemukan pada tahun 5000 SM dalam Ayurveda,

naskah kedokteran India kuno. Ayurveda terdiri atas 8 cabang, salah satunya ilmu

geriatri (rasayana) yang didefinisikan sebagai rasayanam cha tat jneyam yat jara

vyadhi nashanam yang berarti cabang ilmu kedokteran dengan fokus pada penuaan

dini dan tatalaksana penyakit terkait usia lanjut.1

Istilah geriatri pertama kali digunakan oleh Ignas Leo Vascher pada tahun

1909. Namun ilmu geriatri sendiri, baru berkembang pada tahun 1935. Pada saat

itulah diterapkan penatalaksanaan terpadu terhadap penderita-penderita lanjut usia

(lansia) dilengkapi dengan latihan jasmani dan rohani.6

Pasien geriatri adalah pasien usia lanjut yang berusia lebih dari 60 tahun serta

mempunyai ciri khas multipatologi, tampilan gejalanya tidak khas, daya cadangan

faali menurun, dan biasanya disertai gangguan fungsional. Penderita geriatri berbeda

dengan penderita dewasa muda lainnya, baik dari segi konsep kesehatan maupun segi

penyebab, perjalanan, maupun gejala dan tanda penyakitnya sehingga, tatacara

diagnosis pada penderita geriatri berbeda dengan populasi lainnya.1

Gerontologi berasal dari kata gerontos (usia lanjut) dan logos (ilmu). Dengan

demikian dapat diartikan sebagai ilmu yang memelajari seluk beluk kehidupan

individu usia lanjut.1


2.3.1 Karakteristik Pasien Geriatri dan Sindrom Geriatri

Pasien geriatri adalah pasien usia lanjut yang memiliki karakteristik khusus

yang membedakannya dari pasien usia lanjut pada umumnya. Karakteristik pasien

geriatri yang pertama adalah multipatologi, yaitu adanya lebih dari satu penyakit

kronis degeneratif. Karakteristik kedua adalah daya cadangan faali menurun karena

menurunnya fungsi organ akibat proses menua. Karakteristik yang ketiga adalah

gejala dan tanda penyakit yang tidak khas. Tampilan gejala yang tidak khas seringkali

mengaburkan penyakit yang diderita pasien. Karakteristik berikutnya adalah

penurunan status fungsional yang merupakan kemampuan seseorang untuk

melakukan aktivitas seharihari. Penurunan status fungsional menyebabkan pasien

geriatri berada pada kondisi imobilisasi yang berakibat ketergantungan pada orang

lain. Karakteristik khusus pasien geriatri yang sering dijumpai di Indonesia ialah

malnutrisi. Setiati et al melaporkan malnutrisi merupakan sindrom geriatri terbanyak

pada pasien usia lanjut yang dirawat (42,6%) di 14 rumah sakit.1

Sindrom Geriatri Masalah yang sering dijumpai pada pasien geriatri adalah

sindrom geriatri yang meliputi: imobilisasi, instabilitas, inkontinensia, insomnia,

depresi, infeksi, defisiensi imun, gangguan pendengaran dan penglihatan, gangguan

intelektual, kolon irritable, impecunity, dan impotensi.

2.3.1.1 Imobilisasi

Imobilisasi didefinisikan sebagai keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari

atau lebih, dengan gerak anatomi tubuh menghilang akibat perubahan fungsi
fisiologis. Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan

imobilisasi pada usia lanjut. Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri,

lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Beberapa

informasi penting meliputi lamanya menderita disabilitas yang menyebabkan

imobilisasi, penyakit yang mempengaruhi kemampuan mobilisasi, dan pemakaian

obat-obatan untuk mengeliminasi masalah iatrogenesis yang menyebabkan

imobilisasi.3

2.3.1.2 Instabilitas

Salah satu sindrom geriatri adalah terjadinya instabilitas dan mudah jatuh.

Ketidakstabilan saat berjalan dan kejadian jatuh pada lansia merupakan permasalah

serius karena hal tersebut tidak hanya menyebabkan cedera, melainkan juga dapat

menyebabkan penurunan aktivitas, peningkatan utilisasi pelayanan kesehatan, dan

bahkan kematian. Seperti sindrom geriatri lainnya, kejadian jatuh pada usia lanjut

terjadi akibat perubahan fungsi organ, penyakit dan lingkungan.1

Terdapat banyak faktor yang berperan untuk terjadinya jatuh pada usia lanjut.

Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor

intrinsik meliputi gender, status psikologi (seperti ketakutan akan jatuh, ansietas, dan

depresi), keseimbangan, mobilitas, penurunan kekuatan otot,fungsi fisik,dan

kognitif.7

Faktor ekstrinsik yang menyebabkan jatuh antara lain lingkungan yang tidak

mendukung meliputi penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan), lantai
yang licin dan basah, tempat berpegangan yang tidak kuat/tidak mudah dipegang,

alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang tidak stabil dan tergeletak di bawah

seperti tempat tidur atau jamban yang rendah sehingga harus jongkok, obat-obatan

yang diminum dan alat alat bantu berjalan.7

Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat

jatuh adalah: mengobati berbagai kondisi yang mendasari instabilitas dan jatuh,

memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan cara berjalan, penguatan otot,

alat bantu, sepatu atau sandal yang sesuai, serta mengubah lingkungan agar lebih

aman seperti pencahayaan yang cukup, pegangan, lantai yang tidak licin.3

2.3.1.3 Inkontinensia Urin

Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak terkendali

pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya,

sehingga mengakibatkan masalah sosial dan higienis. Inkontinensia urin seringkali

tidak dilaporkan oleh pasien atau keluarganya karena malu atau tabu untuk

diceritakan, ketidaktahuan dan menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar pada

orang usia lanjut serta tidak perlu diobati. Masalah inkontinensia urin umumnya dapat

diatasi dengan baik jika dipahami pendekatan klinis dan pengelolaannya.1

Tata laksana ditujukan berdasarkan kemampuan pasien geriatri dalam

melakukan aktivitas hidup sehari-hari secara mandiri atau membutuhkan pelaku

rawat. Pasien yang tidak membutuhkan pelaku rawat tujuan tata laksananya adalah

mengembalikan pola berkemih dan kontinensia menjadi normal, sedangkan pasien


yang membutuhkan pelaku rawat bertujuan untuk menjaga pasien dan lingkungannya

tetap kering. Pemilihan terapi dilakukan berdasarkan jenis IU dan kondisi pasien

tersebut.8

a. Terapi nonfarmakologis/suportif

1. Perubahan gaya hidup

Faktor gaya hidup yang dapat memengaruhi keluhan IU meliputi obesitas,

merokok, aktivitas fisik rendah, dan asupan gizi tinggi lemak. Perubahan faktor-

faktor tersebut dapat mengurangi keluhan IU. Secara umum perubahan tersebut antara

lain pengurangan berat badan, pengaturan asupan cairan, mengurangi konsumsi

alkohol, minuman yang mengandung kafein seperti teh, kopi, dan minuman bersoda,

serta berhenti merokok. Selain itu, manajemen asupan cairan juga penting untuk

mengurangi kejadian IU. Kekurangan cairan (dehidrasi) pada pasien geriatri justru

menyebabkan kejadian konstipasi dan gangguan kognitif. Asupan cairan sebaiknya

diberikan dengan target keluaran urin tidak kurang dari 1500 mL dan tidak lebih dari

3000 mL bila tidak terdapat kontraindikasi lain.8

2. Terapi perilaku

Terapi perilaku merupakan terapi utama IU pada geriatri karena terapi ini tidak

memiliki efek samping. Terapi perilaku dilakukan berdasarkan kebutuhan bantuan

pelaku rawat atau tidak, antara lain:8

Pasien tidak membutuhkan pelaku rawat/mandiri (patient dependent)


• Latihan dasar otot panggul (Kegel exercise) Latihan ini dilakukan secara berulang

antara kontraksi dan relaksi otot dasar panggul setiap hari. Tujuan latihan ini adalah

menguatkan otot dasar panggul sehingga dapat mengurangi frekuensi berkemih, IU,

dan mengurangi volume urine IU. Latihan ini berguna untuk IU dengan tipe tekanan,

desakan, dan campuran. Latihan otot dasar panggul disertai penurunan berat badan

efektif dalam memperbaiki IU pada pasien perempuan lansia.8

• Latihan kandung kemih (bladder training) Latihan ini merupakan proses edukasi

dan perilaku pada pasien usia lanjut dengan IU. Latihan ini berupa edukasi, catatan

berkemih, strategi kontrol berkemih, dan termasuk latihan otot dasar panggul. Latihan

ini membutuhkan terapis yang terlatih dan fungsi kognitif dan fisik serta motivasi

yang baik.8

• Melatih kembali kandung kemih (bladder training) Latihan kandung kemih yang

digunakan pada pasien inkontinensia akut seperti pascakateterisasi dengan IU

desakan atau luapan atau pasca strok.8

Pasien dengan dibantu pelaku rawat (caregiver dependent)

• Prompted voiding adalah pasien ditawarkan minuman secara rutin dan ditawarkan

untuk berkemih setiap 2 jam sepanjang siang, namun ke toilet/tempat berkemih hanya

bila pasien menginginkannya. Tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan keinginan

pasien untuk berkemih secara baik dan diharapkan dapat menurunkan frekuensi IU.

Terapi ini berguna untuk IU dengan tipe desakan, tekanan, fungsional, dan

campuran.8
• Melatih kebiasaan berkemih (habit training) Habit training yaitu dibuatkan jadwal

berkemih berdasarkan pola kebiasaan berkemih sesuai catatan harian berkemih

(bladder/voiding diary) pasien. Tujuannya adalah untuk mencegah kejadian

mengompol dan biasanya berguna untuk pasien dengan gangguan kognitif atau fisik.8

• Berkemih yang terjadwal (scheduled toileting) Scheduled toileting, yaitu pasien

diminta berkemih setiap interval waktu tertentu secara rutin dan teratur; tiap 2 jam

pada siang hari dan tiap 4 jam pada sore dan malam hari. Tujuannya adalah untuk

mencegah kejadian mengompol dan biasanya berguna untuk pasien dengan gangguan

kognitif atau fisik. Pasien diharuskan berkemih dengan pola yang tetap misalkan

setiap 2–3 jam sekali dalam sehari. Tindakan ini merupakan tindakan pasif karena

tidak mengubah pola pikir atau perilaku pasien, serta tidak membentuk pola berkemih

bagi pasien. Habit training yaitu dibuatkan jadwal berkemih.8

b. Terapi farmakologis

Berdasarkan hasil meta-analisis dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

• Mirabegron

Mirabegron secara klinis digunakan pada tahun 2013 dengan cara menstimulasi

relaksasi pada otot detrusor. Mirabegron bekerja pada reseptor beta-3 yang banyak

ditemukan pada otot polos detrusor. Berdasarkan meta-analisis, mirabegron memiliki

efikasi yang sama dengan obat antimuskarinik dalam menurunkan episode IU. Efek

samping yang sering terjadi adalah hipertensi (7,3%), nasofaringitis (3,4%), dan ISK

(3%).8
• Oksibutinin

Oksibutinin IR dan tolterodine IR memiliki efek terapeutik yang setara, namun

tolterodine memiliki efek samping mulut kering lebih rendah. Oksibutinin dapat

menyebabkan gangguan kognitif pada pasien usia lanjut, bahkan dapat memperburuk

fungsi kognitif apabila dikombinasikan penghambat asetil kolinesterase.8

• Solifenacin

Solifenacin lebih unggul dalam hal efikasi dan memiliki efek samping mulut kering

lebih rendah dibandingkan tolterodine. Peningkatan dosis juga berpengaruh

meningkatkan efikasinya, namun risiko efek samping mulut kering juga menjadi

meningkat. Solifenacin tidak memengaruhi fungsi kognitif pada pasien lansia.8

• Tolterodine

Tidak ada perbedaan efikasi atau efek samping yang berhubungan dengan usia,

walaupun persentase putus obat ditemukan untuk tolterodine dan plasebo pada pasien

lansia.8

• Darifenacin

Obat ini efektif tanpa terjadi risiko perubahan fungsi kognitif dan apabila

dibandingkan dengan oksibutinin memiliki efikasi yang sama, namun perubahan

fungsi kognitif lebih sering terjadi pada oksibutinin.8

• Trospium klorida
Tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara efikasi

dan efek samping penggunaan trospium pada pasien usia lanjut.

• Fesoterodine

Fesoterodine lebih unggul dalam hal efikasinya dibandingkan tolterodine, namun

dengan efek samping mulut kering yang lebih tinggi. Penggunaan 8 mg dibandingkan

4 mg, lebih terlihat efikasinya pada pasien dengan usia >75 tahun. 8

• Duloxetine

Duloxetine merupakan pilihan terapi untuk perempuan dengan IU tekanan atau

campuran. Namun obat ini memiliki efek samping signifikan berupa gejala

gastrointestinal (mual dan muntah) serta sistem saraf pusat (dizziness).8

2.3.1.4 Insomnia

Insomnia adalah gangguan tidur paling sering pada usia lanjut, yang ditandai

dengan ketidakmampuan untuk mengawali tidur, mempertahankan tidur, bangun

terlalu dini atau tidur yang tidak menyegarkan. Pertambahan umur menyebabkan

perubahan pola tidur sehingga terjadi beberapa gangguan tidur pada usia lanjut.

Faktor lain yang menyebabkan terjadinya gangguan tidur pada usia lanjut antara lain

masalah sosial dan psikososial, gangguan psikiatri, penyakit neurologi, alkohol, dan

obat- obatan.9

Insomnia ini tidak bisa dianggap sebagai gangguan yang sederhana karena

secara umum tidak bisa sembuh spontan. Kondisi ini juga menimbulkan berbagai
dampak buruk antara lain stres, gangguan mood, alkohol dan substance abuse yang

nantinya akan berujung pada penurunan kualitas hidup pada usia lanjut. Dampak

terburuk dari insomnia pada usia lanjut adalah adanya resiko bunuh diri.9

Insomnia pada usia lanjut bersifat multifaktorial, selain faktor biologik diatas

ada beberapa faktor komorbid yang dapat menyebabkan terjadinya insomnia pada

usia lanjut. Insomnia sekunder pada usia lanjut dapat disebabkan oleh faktor

komorbid yang terdiri dari : nyeri kronis, sesak nafas pada penyakit paru obstruktif

kronis, gangguan psikiatri (gangguan cemas dan depresi), penyakit neurologi

(Parkinson’s disease, Alzheimer disease), dan obat-obatan (beta-bloker,

bronkodilator, kortikosteroid dan diuretik).9

Penanganan insomnia pada usia lanjut terdiri dari terapi nonfarmakologi dan

farmakologi. Tujuan terapi adalah menghilangkan gejala, meningkatkan produktivitas

dan fungsi kognitif sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pada pasien usia

lanjut.9

a. Terapi Non-Farmakologi

Terapi nonfarmakologi khususnya behavioral therapies efektif sebagai farmakoterapi

dan diharapkan menjadi pilihan pertama untuk insomnia kronis pada pasien usia

lanjut. Behavioral therapies terdiri dari beberapa metode yang dapat diterapakan baik

secara tunggal maupun kombinasi yaitu :9


 Stimulus control. Melalui metode ini pasien diedukasi untuk mengunakan

tempat tidur hanya untuk tidur dan menghindari aktivitas lain seperti

membaca dan menonton tv di tempat tidur.

 Sleep restriction. Tujuan dari terapi ini adalah mengurangi frekuensi tidur

dan meningkatkan sleep efficiency. Pasien diedukasi agar tidak tidur terlalu

lama dengan mengurangi frekuensi berada di tempat tidur.

 Sleep hygiene. Bertujuan untuk mengubah pola hidup pasien dan

lingkungannya sehingga dapat meningkatkan kualitas tidur. Hal-hal yang

dapat dilakukan pasien untuk meningkatkan Sleep Higiene yaitu: olahraga

secara teratur pada pagi hari, tidur secara teratur, melakukan aktivitas yang

merupakan hobi dari usia lanjut, mengurangi konsumsi kafein, mengatur

waktu bangun pagi, menghindari merokok dan minum alkohol 2 jam sebelum

tidur dan tidak makan daging terlalu banyak sekitar 2 jam sebelum tidur.

 Terapi relaksasi. Tujuan terapi ini adalah mengatasi kebiasaan usia lanjut

yang mudah terjaga di malam hari saat tidur. Metode terapi relaksasi meliputi:

melakukan relaksasi otot, guided imagery, latihan pernapasan dengan

diafragma, yoga atau meditasi. Pada pasien usia lanjut sangat sulit melakukan

metode ini karena tingkat kepatuhannya sangat rendah.

 Cognitive Behavioral Therapy (CBT). Merupakan psikoterapi kombinasi

yang terdiri dari: stimulus control, sleep retriction, terapi kognitif dengan atau

tanpa terapi relaksasi. Terapi ini bertujuan untuk mengubah maladaftive sleep

belief menjadi adaftive sleep belief.


b. Terapi Farmakologi

tujuan terapi farmakologi adalah untuk menghilangkan keluhan pasien

sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pada usia lanjut. Ada lima prinsip dalam

terapi farmakologi yaitu: menggunakan dosis yang rendah tetapi efektif, dosis yang

diberikan bersifat intermiten (3-4 kali dalam seminggu), pengobatan jangka pendek

(3-4 mimggu), penghentian terapi tidak menimbulkan kekambuhan pada gejala

insomnia, memiliki efek sedasi yang rendah sehingga tidak mengganggu aktivitas

sehari-hari pasien.9

Terapi farmakologi yang paling efektif untuk insomnia adalah golongan

Benzodiazepine (BZDs) atau nonBenzodiazepine. Obat golongan lain yang

digunakan dalam terapi insomnia adalah golongan sedating antidepressant,

antihistamin, antipsikotik. Menurut The NIH stateof-the-Science Conference obat

hipnotik baru seperti eszopiclone, ramelteon, zaleplon, zolpidem dan zolpidem MR

lebih efektif dan aman untuk usia lanjut.9

2.3.1.5 Gangguan Depresi

Depresi adalah gangguan kejiwaan yang paling umum pada lansia yang dapat

bermanifestasi sebagai depresi berat atau depresi ringan ditandai dengan kumpulan

gejala depresi. Pada beberapa penelitian menyimpulkan bahwa depresi merupakan

penyebab penderitaan emosional tersering dan mengakibatkan penurunan kualitas

hidup pada lansia.6


Depresi yang terjadi pada usia lanjut, banyak disertai organik patologis,

seperti kelainan neurologis, kelainan struktur otak dan pembuluh darah subkortikal,

adanya penebalan intima-media dari arteri karotis yang merupakan marker

artherosklerotik.10

Depresi tanpa kesedihan sering terdapat pada usia lanjut, sindroma penurunan

(depletion syndrome) berupa penarikan diri, apatis, kekurangan enerji atau kurang

aktif. Bentuk lain adalah gangguan distimia, berupa gangguan kronik (selama lebih

dari 2 tahun) yang kurang intensitasnya di bawah gangguan depresi mayor. Keadaan

ini dapat berawal sebelum usia lanjut dan menetap hingga usia lanjut.10

Faktor risiko timbulnya gejala depresi pada lansia selain karena faktor usia,

adalah wanita (tak menikah dan janda), lebih banyak disabilitas fisik (adanya

penyakit fisik, ada gangguan kognitif atau demensia, problem tidur kronik dan

ansietas), status sosial ekonomi yang kurang, adanya kehilangan (pasangan atau

orang terdekat), stres kronik atau mengalami kehidupan yang penuh stresor,

kurangnya dukungan psikososial (loneliness/social isolation).10

Depresi pada lansia sering mempunyai onset subakut, progresivitasnya cepat,

sehingga keluarga mudah mengenali dari pada gangguan kognitif awal, walaupun

gejala afek depresinya dapat kurang menonjol, gejala kecemasan lebih menonjol dan

sering ada keluhan somatik. Gangguan kognitif (pseudodemensia) lebih sering terjadi,

keadaan ini dikacaukan dengan demensia dan gejala psikotik lebih sering.10
Penanganan depresi pada lansia meliputi biologis, psikologis, lingkungan

sosial dan spiritual. Pemberian antidepresan mempunyai berbagai fungsi yang diduga

efek kerjanya sebagai berikut: selain meningkatkan konsentrasi monoamin yang

sudah umum diketahui sebagai mekanisme utama antidepresan, didapatkan bukti

bahwa antidepresan juga meningkatkan reseptor glukokortikoid, meningkatkan

sintesis allopregnanolone (oleh SSRI tertentu), meningkatkan kadar BDNF,

mempunyai efek anti-inflamasi dan efek antioksidan; sebagai antagonis CRH;

antiglukokortikoid; suplemen enerji atau membuat sensitif reseptor insulin; antagonis

glutamat; penghambat kalsium; meningkatkan DHEA; mengaktifkan telomerase;

antagonis TNF-alfa.10

Memilih antidepresan untuk lansia, perlu mempertimbangkan tipe depresi,

kondisi medisnya, interaksi dengan obatobatan lain yang dikonsumsi, respon terhadap

medikasi antidepresan terdahulu bila pernah menggunakan dan potensi penggunaan

berlebihan.10

2.3.1.6 Infeksi

Infeksi sangat erat kaitannya dengan penurunan fungsi sistem imun pada usia

lanjut. Infeksi yang sering dijumpai adalah infeksi saluran kemih, pneumonia, sepsis,

dan meningitis. Kondisi lain seperti kurang gizi, multipatologi, dan faktor lingkungan

memudahkan usia lanjut terkena infeksi.1

Infeksi pada usia lanjut (usila) merupakan penyebab kesakitan dan kematian

no. 2 setelah penyakit kardiovaskular di dunia. Hal ini terjadi akibat beberapa hal
antara lain: adanya penyakit komorbid kronik yang cukup banyak, menurunnya daya

tahan/imunitas terhadap infeksi, menurunnya daya komunikasi usila sehingga

sulit/jarang mengeluh, sulitnya mengenal tanda infeksi secara dini. Ciri utama pada

semua penyakit infeksi biasanya ditandai dengan meningkatnya temperatur badan,

dan hal ini sering tidak dijumpai pada usia lanjut, 30-65% usia lanjut yang terinfeksi

sering tidak disertai peningkatan suhu badan, malah suhu badan dibawah 360 oC lebih

sering dijumpai. Keluhan dan gejala infeksi semakin tidak khas antara lain berupa

konfusi/delirium sampai koma, adanya penurunan nafsu makan tiba-tiba, badan

menjadi lemas, dan adanya perubahan tingkah laku sering terjadi pada pasien usia

lanjut.3

Adapun factor factor yang memudahkan terjadinya infeksi pada lansia ialah :

 kurang gizi, multipatologi, mekanisme pertahanan tubuh ↓, faktor lingkungan.

 kulit menjadi tipis dan jaringan lemak yang berkurang menyebabkan barier

mekanik menjadi berkurang sehingga kuman menjadi lebih mudah menembus

kulit dan menyebabkan infeksi seperti selulitis.

 tekanan-tekanan yang lebih sering pada kulit akibat imobilisasi memudahkan

terjadinya dekubitus, osteomielitis bahkan bakteriemia.

Pengobatan infeksi pada lansia juga merupakan masalah karena meningkatnya

bahaya toksisitas obat antimikroba pada lansia. Pemberian antibiotik tergantung pada

kuman patogen yang didapati.


2.3.1.7 Gangguan Pengelihatan dan Pendengaran

Gangguan penglihatan dan pendengaran juga sering dianggap sebagai hal

yang biasa akibat proses menua. Prevalensi gangguan penglihatan pada pasien geriatri

yang dirawat di Indonesia mencapai 24,8%. Gangguan penglihatan berhubungan

dengan penurunan kegiatan waktu senggang, status fungsional, fungsi sosial, dan

mobilitas. Gangguan penglihatan dan pendengaran berhubungan dengan kualitas

hidup, meningkatkan disabilitas fisik, ketidakseimbangan, jatuh, fraktur panggul, dan

mortalitas.1

Gangguan pendengaran sangat umum ditemui pada geriatri. Prevalensi

gangguan pendengaran sedang atau berat meningkat dari 21% pada kelompok usia 70

tahun sampai 39% pada kelompok usia 85 tahun. Pada dasarnya, etiologi gangguan

pendengaran sama untuk semua umur, kecuali ditambah presbikusis untuk kelompok

geriatri. Otosklerosis biasanya ditemui pada usia dewasa muda, ditandai dengan

terjadinya remodeling tulang di kapsul otik menyebabkan gangguan pendengaran

konduktif, dan jika penyakit menyebar ke telinga bagian dalam, juga dapat

menimbulkan gangguan sensorineural. Penyakit Ménière adalah penyakit telinga

bagian dalam yang menyebabkan gangguan pendengaran berfluktuasi, tinnitus dan

pusing. Gangguan pendengaran karena bising yang disebabkan oleh energi akustik

yang berlebihan yang menyebabkan trauma permanen pada sel-sel rambut.

Presbikusis sensorik yang sering sekali ditemukan pada geriatri disebabkan oleh

degenerasi dari organ korti, dan ditandai gangguan pendengaran dengan frekuensi

tinggi. Pada pasien juga ditemui adanya gangguan pendengaran sehingga sulit untuk
diajak berkomunikasi. Penatalaksanaan untuk gangguan pendengaran pada geriatri

adalah dengan cara memasangkan alat bantu dengar atau dengan tindakan bedah

berupa implantasi koklea.3

2.3.1.8 Penyakit Kronis Degeneratif

Pasien geriatri sering disertai penyakit kronis degeneratif. Masalah yang

muncul sering tumpang tindih dengan gejala yang sudah lama diderita sehingga

tampilan gejala menjadi tidak jelas. Penyakit degeneratif yang banyak dijumpai pada

pasien geriatri adalah hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, osteoartritis, dan

penyakit kardiovaskular. Penelitian multisenter di Indonesia terhadap 544 pasien

geriatri yang dirawat inap mendapatkan prevalensi hipertensi dan diabetes melitus

sebesar 50,2% dan 27,2%. Kondisi multipatologi mengakibatkan seorang usia lanjut

mendapatkan berbagai jenis obat dalam jumlah banyak. Terapi non-farmakologi

dapat menjadi pilihan untuk mengatasi masalah pada pasien usia lanjut, namun obat

tetap menjadi pilihan utama sehingga polifarmasi sangat sulit dihindari. Prinsip

penggunaan obat yang benar dan tepat pada usia lanjut harus menjadi kajian multi/

interdisiplin yang mengedepankan pendekatan secara holistik. Berikut ada beberapa

jenis penyakit degeneratif :

a. Hipertensi

Tekanan darah yaitu tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri

ketika darah di pompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia.

Hipertensi adalah tekanan tinggi dalam arteri. Tekan darah dikatakan tinggi
bila tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastolic diatas 90 mmHg.

Hipertensi dikelompokkan dalam 2 kategori besar, yaitu hipertensi essensial

(primer) dan sekunder. Hipertensi essensial atau hipertensi primer adalah

hipertensi yang belum diketahui penyebabnya secara jelas. Sedangkan

hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang penyebabnya sudah diketahui

dengan pasti.

Tabel : Klasifikasi Tekanan Darah Menurut A Statement by the American

Society of Hypertension and the International Society of Hypertension 2013

Klasifikasi Sistolik Diastolik

Optimal <120 dan <80

Normal 120-129 dan/atau 80-84

Normal tinggi/ 130-139 dan/atau 85-89


pra hipertensi

Hipertensi 140-159 dan/atau 90-99


derajat 1

Hipertensi 160-179 dan/atau 100-109


derajat 2

Hipertensi ≥180 dan/atau ≥110


derajat 3

Julukan ”the silent disease” diberikan kepada penyakit hipertensi ini.

Hal ini sesuai dengan kedatangannya yang tiba-tiba dan tanpa menunjukkan

adanya gejala tertentu. Seringkali para penderita hipertensi baru menyadari


atau mengetahui setelah penyakit hipertensi yang dideritanya menyebabkan

berbagai penyakit komplikasi.11

b. Diabetes Melitus (DM)

Definisi diabetes melitus menurut World Health Organization (WHO)

adalah kadar glukosa puasa ≥126 mg/dL dan kadar glukosa darah sewaktu

≥200 mg/dL, dimana kadar glukosa antara 100 dan 125 mg/dL (6,1- 7,0

mmol/L) dapat dikatakan suatu keadaan pre diabetes. Terdapat dua jenis

penyakit diabetes melitus yaitu diabetes melitus tipe 1 (insulin-dependent

diabetes mellitus) yaitu kondisi defisiensi produksi insulin oleh pankreas.

Kondisi ini hanya bisa diobati dengan pemberian insulin. Diabetes melitus

tipe-2 (non-insulin-dependent diabetes mellitus) yang terjadi akibat

ketidakmampuan tubuh untuk berespons dengan wajar terhadap aktivitas

insulin yang dihasilkan pankreas (resistensi insulin), sehingga tidak tercapai

kadar glukosa yang normal dalam darah.

Penyakit diabetes melitus dapat dihindari apabila setiap individu

melakukan tindakan pencegahan, antara lain mengetahui faktor-faktor risiko

yang dapat menimbulkan penyakit diabetes yaitu faktor risiko yang dapat

dimodifikasi, diantaranya obesitas, merokok, stres, hipertensi dan faktor risiko

yang tidak dapat dimodifikasi, yaitu usia di atas 45 tahun keatas, faktor

keturunan, ras, riwayat menderita diabetes gestasional, pernah melahirkan

bayi dengan berat lebih dari 4,5 kg dan jenis kelamin.12

c. Dislipidemia
Dislipidemia merujuk pada kadar lipid (lemak) darah yang abnormal.

Dalam tubuh terdapat lemak yang terdiri LDL (Low Density Lipoprotein)

yang mengangkut kolesterol dari hati ke jaringan tubuh dan dapat menempel

pada pembuluh darah, HDL (High Density Lipoprotein) mengangkut

kelebihan kolesterol dari jaringan dan membawanya kembali ke hati dan

trigliserida yang meningkat sering ditemukan bersamaan dengan kadar HDL

yang rendah. Kadar kolesterol ideal adalah kolesterol total kurang dari 5

mmol/L dan kolesterol LDL kurang dari 3 mmol/L. Jika kadar berbagai jenis

kolesterol dalam darah tidak normal, hal tersebut dapat mempengaruhi kerja

jantung dan sistem sirkulasi (peredaran darah), maka sangat penting untuk

menjaga dan mengkontrol kadar kolesterol.12

d. Penyakit jantung

Paling sering adalah penyakit jantung koroner (PJK). Koroner adalah

arteri-arteri yang melingkari jantung seperti mahkota (crown/coroner) yang

berfungsi menyuplai nutrisi dan oksigen bagi otot jantung. PJK timbul jika 1

atau lebih arteri koroner mengalami penyempitan akibat penumpukan

kolesterol dan komponen lain (pembentukan plak) pada dinding pembuluh

darah (aterosklerosis).

Akibat aliran darah terganggu, maka akan timbul nyeri atau rasa tidak

nyaman di dada (angina), terutama selama olahraga dimana otot jantung

banyak membutuhkan oksigen. Proses aterosklerosis dapat mulai terbentuk

mulai usia anak-anak, sehingga pencegahan PJK harus diperhatikan sejak dini.

Tanda-tanda awal PJK antara lain adalah hipertensi dan kolesterol tinggi.13
e. Osteoporosis

Kalsium merupakan unsur pembentuk tulang dan gigi. Maka, agar kepadatan

tulang terus terjaga, penting untuk mengkonsumsi kalsium yang banyak

terdapat dalam susu. Sayangnya, seiring bertambahnya usia, kemampuan

untuk menyerap kalsium semakin berkurang. Maka, sebaiknya Anda

membiasakan diri atau anak Anda untuk minum susu setiap hari sejak usia

dini. Karena penyebab osteoporosis adalah kurangnya asupan kalsium pada

usia muda.14

f. Stroke

Stroke terjadi saat aliran darah ke otak terganggu atau berkurang secara hebat,

sehingga otak tidak mendapat oksigen. Stroke terbagi terbagi menjadi dua:

- Stroke Iskemik, disebabkan kurangnya aliran darah ke otak karena sumbatan

pada pembuluh darah otak. Merupakan jenis stroke yang paling banyak

dijumpai (80%).

- Stroke Hemoragik, disebabkan pecahnya pembuluh darah dalam otak, darah

yang berkumpul dalam jaringan otak menyebabkan penekanan dan kerusakan

sel otak.15

g. Artritis gout

Artritis gout adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi

kristal asam urat pada jaringan disekitar sendi. Asam urat adalah sisa

metabolisme zat purin yang berasal dari makanan yang kita konsumsi.
Normalnya, asam urat ini akan dikeluarkan dalam tubuh melalui feses dan urin,

tetapi karena ginjal tidak mampu mengeluarkan asam urat sehingga menyebabkan

kadarnya meningkat dalam tubuh. Hal lain yang dapat meningkatkan kadar asam

urat adalah terlalu banyak mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung

banyak purin. Asam urat yang berlebih selanjutnya akan terkumpul pada

persendian sehingga menyebabkan rasa nyeri atau bengkak.Penderita asam urat

disarankan agar mengontrol makanan yang dikonsumsi sehingga dapat

menghindari makanan yang banyak mengandung purin. 16

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sindrom geriatri merupakan kumpulan berbagai gejala dari masalah kesehatan
yang sering terjadi pada orang lanjut usia atau lansia akibat proses penuaan.
Sedangkan lansia sendiri merupakan seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke
atas atau merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. serta mempunyai ciri
khas multipatologi, tampilan gejalanya tidak khas, daya cadangan faali menurun, dan
biasanya disertai gangguan fungsional.
Lansia rentan terkena sindrom geriatri yang terdiri dari berbagai masalah
kesehatan yang menyebabkan lansia kurang mampu atau kesulitan dalam melakukan
aktivitas harian, seperti mandi atau berpakaian, sehingga perlu dibantu oleh orang-
orang di sekitarnya. Masalah yang sering dijumpai pada pasien geriatri dengan
sindrom geriatri meliputi: imobilisasi, instabilitas, inkontinensia urin dan tinja,
insomnia, depresi, infeksi, defisiensi imun, gangguan pendengaran dan penglihatan,
penyakit kronis degeneratif, dimana dari berbagai masalah tersebut, sindrom geriatri
perlu ditangani untuk menghilangkan keluhan dan gejala pasien sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup pada usia lanjut
3.2 Saran
Bagi tenaga medis
1. Dalam hal ini tenaga medis perlu mengidentifikasi secara cepat dan tepat
keadaan pasien sehingga dapat memberikan penanganan yang akurat
Bagi masyarakat
1. Lansia dengan faktor risiko harus mengikuti arahan dari tenaga medis
meliputi pendekatan dan pengolahan yang terpadu

Anda mungkin juga menyukai