Anda di halaman 1dari 23

BLOK TUMBUH KEMBANG DAN USIA LANJUT

SKENARIO 2 “LANJUT USIA”

FARAS MUTIA UP.


61116021

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM
2019
MODUL BLOK TUMBUH KEMBANG DAN GERIATRI

SKENARIO 2

“USIA SENJA”

Tuan Zakir, berusia 68 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan tiba-tiba terpeleset dan
jatuh terduduk di depan kamar mandi tadi pagi. Setelah itu kdua tungkai tak dapat digerakkan
tetapi kalau diraba atau dicubit masih dirasakan oleh penderita.

Sejak seminggu terakhir penderita terdengar batuk-batuk dan agak sesak napas serta
nafsu makan sangat berkurang tetapi tidak demam. Penderita selama ini mengidap dan minum
obat penyakit kencing manis dan tekanan darah tinggi, kedua mata dianjurkan untuk operasi
tetapi penderita selalu menolak. Sejak kejadian tersebut Tuan Zakir tampak tidak bersemangat
seperti biasanya.

Dokter menjelaskan bahwa Tuan Zakir termasuk usia geriatri. Di usia geriatric banyak
sekali keluhan dan penyakit yang terjadi. Dalam mengkonsumsi obat perlu hati-hati dan
memperhatikan kerja obat pada usia lanjut seperti efek farmakokinetik dan farmakodinamik serta
efek polifarmasi pada usia lanjut. Diusia lanjut juga perlu diperhatikan asupan makanan yang
sesuai pada usia lanjut. Bagaimana anda menjelaskan keadaan Tuan Zakir ? Bagaimana proses
menua tersebut terjadi ?
TERMINOLOGI ASING
1. Usia geriatri
Adalah berkenaan dengan orang berusia lanjut atau penuaan

2. Farmakodinamik
Adalah ilmu yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat-obatan dan mekanisme
kerjanya

3. Efek polifarmasi
Adalah pemberian beberapa obat sekaligus, pemberian obat sekaligus

4. Farmakokinetik
Adalah obat dalam tubuh selama periode waktu tertentu

RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang menyebabkan Tuan Zakir tiba-tiba terpeleset dan jatuh terduduk ?
2. Mengapa Tuan Zakir batuk-batuk dan sesak nafas serta nafsu makan berkurang tetapi
tidak demam ?
3. Apa yang menyebabkan kedua tungkai Tuan Zakir tidak dapat digerakkan ?
4. Mengapa kedua mata Tuan Zakir dianjurkan untuk operasi ?
5. Apakah efek dari obat kencing manis dan obat darah tinggi dengan pross
farmakokinetik ?
6. Mengapa perlu diperhatikan asupan nutrisi pada usia lanjut ?

HIPOTESIS
1. Karena belum stabilnya fungsi otak setelah bangun tidur, kaki kaku kebas, otot lemah
sirkulasi vena menurun dan gangguan sirkulasi darah
2. Karena terjadinya perubahan fisiologis pada lansia sehingga terjadi penurunan nafsu
makan, karena asam lambung pada lansia menurun sehingga munculnya rasa lapar lebih
lama
3. Karena gangguan sirkulasi, hipertensi, DM yang menyebabkan nyeri rematik perifer
sehingga proses penyembuhannya menurun
4. Karena beratnya penyakit diabetes mellitus → retinopati yang dipengaruhi hipertensi
5. Interkasi farmakodinamik terjadi ditingkat reseptor dan mengakibatkan berubahnya efek
salah satu obat, yang bersifat sinergis bila efeknya menguatkan atau antagonis bila
efeknya dikurangi. Salah satu contoh interaksi farmakodinamik adalah interaksii antara
glimepiride dan ACE Inhibitor. Peningkatan sementara sensitivitas insulin oleh ACE
Inhibitor. Kaptopril meningkatkan bradikinin, yang menurunkan produksi glukosa oleh
hati. Hipoglikemia dilaporkan sebagai efek samping dari kaptopril. Pemakaian bersama
kedua obat ini menyebabkan efek antagonis, sehingga dari efek samping kaptopril dan
efek dari gliklaid yaitu merangsang sekresi insulin menyebabkan efek hipoglikemia
meningkat.

6. Dengan makin lanjutnya usia seseorang maka kemungkinan terjadinya penurunan


anatomik dan fungsional atas organ tubuhnya makin besar. Peneliti Andres dan Tobin
menjelaskan bahwa fungsi organ-organ akan menurun sebanyak satu persen setiap
tahunnya setelah usia 30 tahun.
Penurunan fungsional dari organ-organ tersebut akan menyebabkan lebih mudah
timbulnya masalah kesehatan pada lanjut usia. Masalah gizi yang seringkali terjadi pada
lanjut usia juga dipengaruhi oleh sejumlah perubahan fisiologis.

LEARNING OBJECTIVE
1. Menjelaskan tentang definisi geriatric
2. Menjelaskan tentang berbagai teori tentang proses penuaan
3. Menjelaskan tentang farmakodinamik, kinetik, polfarmasi pada pengobatan usai lanjut
4. Menjelaskan tentang malnutrisi dan asupan makanan pada usia lanjut
5. Menjelaskan tentang masalah psikologis pada usia lanjut
PEMBAHASAN
1. Menjelaskan tentang definisi geriatric
Lansia menurut WHO meliputi usia pertengahan (middle age) yaitu usia antara 45
sampai 59 tahun, lanjut usia (eldery) yaitu usia antara 60-74 tahun, lanjut usia tua (old)
yaitu usia antara 76-90 tahub, dan usia sangat tua yaitu usia diatas 90 tahun. Menurut
Depkes RI (2003), batasan lansia terbagi dalam empat kelompok, yaitu pertengahan umur
usia lanjut (virilitas) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan
fisik dan kematangan jiwa antara 45-54 tahun, usia lanjut dini (prapensiun) yaitu
kelompok yang mulai memasuki usia lanjut antara 55-64 tahun, kelompok usia lanjut
(senium) usia 65 tahun keatas dan usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang
berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di
panti, menderita penyakit berat, atau cacat. Di Indonesia batasan lanjut usia adalah 60
tahun ke atas. Geriatric adalah warga usia lanjut yang memiliki karakteristik tertentu
sehingga harus di bedakan dari mereka yang sekedar berusia lanjut namun sehat.
Karakterisitik yang pertama pasien geriatric adalah multipatologi, yaitu pada satu
pasien terdapat lebih dari satu penyakit yang umumnya bersifat kronik degenerative.
Kedua adalah menurunnya daya cadangan fungsional, menyebabkan pasien geriatric
sangat mudah jatuh dalam kondisi gagal pulih. Ketiga, yaitu berubahnya gejala dan tanda
penyakit dari yang klasik. Ke empat adalah terganggunya status fumgsional pasien
geriatric; status fungsional adalah kemampuan seseorang melakukan aktivitas hidup
sehari-hari. Kelima adalah kerapnya terdapat gangguan nutrusi, gizi kurang atau gizi
buruk.

Pasien geriatri adalah pasien usia lanjut yang berusia lebih dari 60 tahun serta
mempunyai ciri khas multipatologi, tampilan gejalanya tidak khas, daya cadangan faali
menurun, dan biasanya disertai gangguan fungsional. Penderita geriatri berbeda dengan
penderita dewasa muda lainnya, baik dari segi konsep kesehatan maupun segi
penyebab, perjalanan, maupun gejala dan tanda penyakitnya sehingga, tatacara
diagnosis pada penderita geriatri berbeda dengan populasi lainnya (Penninx et al.,
2004).
2. Menjelaskan tentang berbagai teori tentang proses penuaan
A. Teori Biologis
Teori biologis mencoba untuk menjelaskan proses fisik penuaan, termasuk
perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang usia dan kematian. Perubahan-
perubahan dalam tubuh termasuk perubahan molekular dan seluler dalam sistem organ
utama dan kemampuan tubuh untuk berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit.
Seiring dengan brekembangnya kemampuan kita untuk menyelidiki komponen-
komponen yang kecil dan sangat kecil, suatu pemahaman tantang hubungan hal-hal yang
memengaruhi penuaan ataupun tentang penyebab penuaan yang sebelumnya tidak
diketahui, sekarang telah mengalami peningkatan. Walaupun bukan suatu definisi
penuaan, tetapi lima karakteristik penuaan telah dapat diidentifikasi oleh para ahli. Teori
biologis juga mencoba untuk menjelaskan mengapa orang mengalami penuaan dengan
cara berbeda dari waktu kewaktu dan faktor apa yang memengaruhi umur panjang,
perlawanan terhadap organisme, dan kematian atau perubahan seluler. Suatu pemahaman
tentang perspektif biologi dapat memberikan pengetahuan kepada perawat tentang faktor
resiko spesifik dihubungkan dengan penuaan dan bagaimana orang dapat dibantu untuk
meminimalkan atau menghindari resiko dan memaksimalkan kesehatan.
1)  Teori Radikal Bebas
Radikal bebas adalah produk metabolisme seluler yang merupakan bagian
molekul yang sangat reaktif. Molekul ini memiliki muatan ekstraseluler kuat yang
dapat menciptakan reaksi dengan protein, mengibah bentuk dan sifatnya, molekul
ini juga dapat bereaksi dengan lipid yang berada dalam membran sel,
mempengaruhi permeabilitasnya atau dapat berikatan dengan organel sel. Teori ini
menyatakan bahwa penuaan disebabkan karena terjadinya akumulasi kerusakan
irreversibel akibat senyawa pengoksidasi. Dimana radikal bebas dapat terbentuk
dialam, tidak stabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi bahan-bahan organik
seperti karbohidrat dan protein.
2)  Teori Genetika
Teori sebab akibat menjelaskan bahwa penuaan terutama disebabkan oleh
pembentukan gen dan dampak lingkungan pada pembentukan kode genetik.
Menurut teori genetike, penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar
diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu untuk mengubah sel atau struktur
jaringan. Dengan kata lain, perubahan rentang hidup dan panjang usia telah
ditentukan sebelumnya. Teori genetika terdiri dari teori asam deoksiribonukleat
(DNA), teori krtepatan dan kesalahan, mutasi somatik, dan teori glikogen. Teori-
teori ini menyatakan bahwa proses replikasi pada tingkatan seluler menjadi tidak
terartur karena adanya informasi tidak sesuai yang diberikan dari inti sel. Molekul
DNA menjadi bersilangan (crosslink) denga unsur yang lain sehingga mengubah
informasi genetik. Adanya crosslink ini mengakibatkan kesalahan pada tingkat
seluler yang akhirnya mengakibatkan sistem dan organ tubuh gagal untuk
berfungsi. Bukti yang mendukung teori-teori ini termasuk perkembangan radikal
bebas, kolagen, dan lipofusin. Selain itu, peningkatan frekuensi kanker dan
penyakit autoimun yang dihubungkan dengan bertambahnya umur menyatakan
bahwa mutasi atau kesalahan terjadi pada tingkat molekular dan selular.
3)  Teori Cross Link
Teori crosslink dan jaringan ikat menyatakan bahwa molekul kolagen dan
elastin, komponen jaringan ikat, membentuk senyawa yang lama meningkatkan
rigiditas sel, crosslink diperkirakan akibat reaksi kimia yang menimbulkan aenyawa
antara molekul-molekul yang normalnya terpisah atau secara singkatnya sel-sel tua
atau usang, reaksi kimianya menyebakan kurang elastis dan hilangnya fungsi.
Contoh crosslink jaringan ikat terkait usia meliputi penurunan kekuatan daya
rentang dinding arteri, tanggalnya gigi, tendon kering dan berserat.
4)  Teori Wear and Tear
Teori ini mengusulkan bahwa akumulasi sampah metabolik atau zat
nutrisi dapat merusak sintesis DNA, sehingga mendorong malfungsi molekular dan
akhirnya malfungsi organ tubuh. Pendukung teori ini percaya bahwa tubuh akan
mengalami kerusakan berdasarkan suatu jadwal. Radikal bebas adalah contoh dari
produk sampah metabolisme yang menyebabkan kerusakan ketika akumulasi
terjadi. Radikal bebas dengan cepat dihancurkan oleh sistem enzim pelindung pada
kondisi normal. Beberapa radikal bebas berhasil lolos dari proses perusakan ini dan
berakumulasi didalam struktur biologis yang penting, saat itu kerusakan organ
terjadi. Karena laju metabolisme terkait secara langsung pada pembentukan radikal
bebas, sehingga ilmuwan memiliki hipotesis bahwa tingkat kecepatan produksi
radikal bebas berhubungan dengan penentuan waktu rentang hidup. Pembatasan
kalori dan efeknya pada perpanjangan rentang hidup mungkin berdasarkan pada
teori ini. Pembatasan kalori telah terbukti dapat meningkatkan masa hidup pada
tikus percobaan. Sepanjang masa hidup, tikus-tikus tersebut telah mengalami
penurunan angka kejadian kemunduran fungsional, dan mengalami lebih sedikit
kondisi penyakit yang berkaitan dengan peningkatan umur, berkurangnya
kemunduran fungsional tubuh, dan menurunnya insidensi penyakit yang
berhubungan dengan penuaan.
5)  Teori Imunitas
Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem imun yang
berhubungan dengan penuaan. Ketika orang bertambah tua, pertahanan mereka
terhadap organisme asing mengalami penurunan, sehingga mereka lebih rentan
untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi. Seiring dengan
berkurangnya fungsi sistem imun, terjadilah peningkatan dalam respons autoimun
tubuh. Ketika orang mengalami penuaan, mereka mungkin mengalami penyakit
autoimun seperti artritis reumaoid dan alergi terhadap makanan dan faktor
lingkungan yang lain. Penganjur teori ini sering memusatkan pada peran kelenjar
timus. Berat dan ukuran kelenjar timus menurun seiring dengan bertambahnya
umur, seperti halnya kemampuan tubuh untuk diferensiasi sel T. karena hilangnya
diferensiasi sel T, tubuh salah mengenali sel yang tua dan tidak beraturan sebagai
benda asing dan menyerangnya. Pentingnya pendekatan pemeliharaan kesehatan,
pencegahan penyakit, dan promosi kesehatan terhadap npelayanan kesehatan,
terutama pada saat penuaan terjadi tidak dapat diabaikan. Walaupun semua orang
memerlukan pemeriksaan rutin untuk memastikan deteksi dini dan perawatan
seawal mungkin, tetapi pada orang lanjut usia kegagalan melindungi sistem imun
yang telah mengalami penuaan melalui pemeriksaan kesehatan ini dapat mendorong
ke arah kematian awal dan tidak terduga. Selain itu, program imunisasi secara
nasional untuk mencegah kejadian dan penyebaran epidemi penyaki, seperti
pneumonia dan influenza diantara orang lanjut usia juga mendukung dasar teoritis
praktik keperawatan.
6)  Teori Neuroendokrin
Diskusi sebelumnya tentang kelenjar timus dan sistem imun serta interaksi
antara sistem saraf dan sistem endokrin menghasilkan persamaan yang luar biasa.
Pada kasus selanjutnya para ahli telah memikirkan bahwa penuaan terjadi oleh
karena adanya suatu perlambatan dalam sekresi hormon tertentu yang mempunyai
suatu dampak pada reaksi yang diatur oleh sistem saraf. Hal ini lebih jelas
ditunjukkan dalam kelenjar hipofisis, tiroid, adrenal, dan reproduksi. Salah satu
area neurologis yang mengalami gangguan secara universal akibat penuaan adalah
waktu reaksi yang diperlukan untuk menerima, memproses, dan bereaksi terhadap
perintah. Dikenal sebagai perlambatan tingkah laku, respon ini kadang-kadang
diinterpretasikan sebagai tindakan melawan, ketulian, atau kurangnya pengetahuan.
Pada umumnya, sebenarnya yang terjadi bukan satupun dari hal-hal tersebut, tetapi
orang lanjut usia sering dibuat untuk merasa seolah-olah mereka tidak kooperatif
atau tidak patuh. Perawat dapat memfasilitasi proses pemberian perawatan dengan
cara memperlambat instruksi dan menunggu respon mereka.
7)  Riwayat Lingkungan
Menurut teori ini, faktor-faktor di dalam lingkungan (misalnya karsinogen dari
industri, cahaya matahari, trauma dan infeksi) dapat membawa perubahan dalam
proses penuaan. Walaupun faktor-faktor ini diketahui dapat mempercepat penuaan,
dampak dari lingkungan lebih merupakan dampak sekunder dan bukan merupakan
faktor utama dalam penuaan. Perawat dapat mempunyai pengetahuan yang
mendalam tentang dampak dari aspek ini terhadap penuaan dengan cara mendidik
semua kelompok umur tentang hubungan antara faktor lingkungan dan penuaan
yang dipercepat. Ilmu pengetahuan baru mulai untuk mengungkap berbagai faktor
lingkungan yang dapat memengaruhi penuaan.
B. Teori Psikososiologis
Teori psikososialogis memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan perilaku yang
menyertai peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi biologi pada kerusakan
anatomis. Untuk tujuan pembahasan ini, perubahan sosiologis atau nonfisik
dikombinasikan dengan perubahan psikologis.
Masing-masing individu, muda, setengah baya, atau tua adalah unik dan memiliki
pengalaman, melalui serangkaian kejadian dalam kehidupan, dan melalui banyak
peristiwa. Salama 40 tahun terakhir, beberapa teori telah berupaya untuk menggambarkan
bagaimana perilaku dan sikap pada awal tahap kehidupan dapat memengaruhi reaksi
manusia sepanjang tahap akhir hidupnya. Pekerjaan ini disebut proses “penuaan yang
sukses” contoh dari teori ini termasuk teori kepribadian.
1)  Teori Kepribadian
Kepribadian manusia adalah suatu wilayah pertumbuhan yang subur dalam
tahun-tahun akhir kehidupannya yang telah merangsang penelitian yang pantas
dipertimbangkan. Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan
psikologis tanpa menggambarkan harapan atau tugas spesifik lansia. Jung
mengembangkan suatu teori pengembangan kepribadian orang dewasa yang
memandang kepribadian sebagai ektrovert atau introvert ia berteori bahwa
keseimbangan antara keddua hal tersebut adalah penting kesehatan. Didalam konsep
intoritas dari Jung, separuh kehidupan manusia berikutnya digambarkan dengan
memeiliki tujuannya sendiri yaitu untuk mengembangkan kesadaran diri sendiri
melalui aktivitas yang dapat merefleksikan diri sendiri.
2)  Teori Tugas Perkembangan
Beberapa ahli teori sudah menguraikan proses maturasi dalam kaitannya
dengan tugas yang harus dikuasai pada tahap sepanjang rentang hidup manusia. Hasil
penelitian Ericson mungkin teori terbaik yang dikenal dalam bidang ini. Tugas
perkembangan adalah aktivitas dan tantangan yang harus dipenuhi oleh seseorang
pada tahap-tahap spesifik dalam hidupnya untuk mencapai penuaan yang sukses.
Erickson menguraikan tugas utama lansia adalah mampu melihat kehidupan
seseorang sebagai kehidupan yang dijalani dengan integritas. Pada kondisis tidak
adanya pencapaian perasaan bahwa ia telah menikmati kehidupan yang baik, maka
lansia tersebut beresiko untuk disibukkan dengan rasa penyesalan atau putus asa.
Minat yang terbaru dalam konsep ini sedang terjadi pada saat ahli gerontologi dan
perawat gerontologi memeriksa kembali tugas perkembanagn lansia.
3)  Teori Disengagement
Teori disengagement (teori pemutusan hubungan), dikembangkan pertama kali
pada awal tahun 1960-an, menggambarkan proses penarikan diri oleh lansia dari
peran bermasyarakat dan tanggung jawabnya. Menurut ahli teori ini, proses
penarikan diri ini dapat diprediksi, sistematis, tidak dapat dihindari, dan penting
untuk fungsi yang tepat dari masyarakat yang sedang tumbuh. Lansia dikatakan
bahagia apabila kontak sosial telah berkurang dan tanggung jawab telah diambil oleh
generasi yang lebih muda. Manfaat pengurangan kontak sosial bagi lansia adalah
agar ia dapat menyediakan waktu untuk merefleksikan pencapaian hidupnya dan
untuk menghadapi harapan yang tidak terpenuhi, sedangkan manfaatnya bagi
masyarakat adalah dalam rangka memindahkan kekuasaan generasi tua pada generasi
muda.
Teori ini banyak menimbulkan kontroversi, sebagian karena penelitian ini
dipandang cacat dan karena banyak lansia yang menentang “postulat” yang
dibangkitkan oleh teori untuk menjelaskan apa yang terjadi didalam pemutusan
ikatan atau hubungan. Sebagai contoh, dibawah kerangka kerja teori ini, pensiun
wajib menjadi kebijakan sosial yang harus diterima. Dengan meningkatnya rentang
waktu kehidupan alami, pensiun pada usia 65 tahun berarti bahwa seorang lanjut usia
yang sehat dapat berharap untuk hidup 20 yahun lagi. Bagi banyak individu yang
sehat dan produktif, prospek diri suatu langkah yang lebih lambat dan tanggung
jawab yang lebih sedikit merupakan hal yang tidak diinginkan. Jelasnya, banyak
lansia dapat terus menjadi anggota masyarakat produktif yang baik sampai mereka
berusia 80 sampai 90 tahun.
4)  Teori Aktivitas
Lawan langsung dari teori disengagement adalah teori aktivitas penuaan, yang
berpendapat bahwa jalan menuju penuaan yang sukses adalah dengan cara tetap aktif.
Havighurst yang pertama menulis tentang pentingnya tetap aktif secara sosial sebagai
alat untuk penyesuaian diri yang sehat untuk lansia pada tahun 1952. Sejak saat itu,
berbagai penelitian telah memvalidasi hubungan positif antara mempertahankan
interaksi yang penuh arti dengan oranglain dan kesejahteraan fisik dan mental orang
tersebut. Gagasan pemenuhan kebutuhan seseorang harus seimbang dengan
pentingnya perasaan dibutuhkan oleh orang lain. Kesempatan untuk turut berperan
dengan cara yang penuh arti bagi kehidupan seseorang yang penting bagi dirinya
adalah suatu komponen kesejahteraan yang penting bagi lansia. Penelitian
menunjukkan bahwa hilangnya fungsi peran pada lansia secara negatif memengaruhi
kepuasan hidup. Selain itu, penelitian terbaru menunjukkan pentingnya aktivitas
mental dan fisik yang berkesinambungan untuk mencegah kehilangan dan
pemeliharaan kesehatan sepanjang masa kehidupan manusia.
5)  Teori Kontinuitas
Teori kontinuitas, juga di kenal sebagai suatu teori perkembangan, merupakan
suatu kelanjutan dari dua teori sebelumnya dan mencoba untuk menjelaskan dampak
kepribadian pada kebutuhan untuk tetap aktif atau memisahkan diri agar mencapai
kebahagiaan dan terpenuhinya kebutuhan di usia tua. Teori ini menekankan pada
kemampuan koping individu sebelumnya dan kepribadian sebagai dasar untuk
memprediksi bagaimana seseorang akan dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan
akibat penuaan. Ciri kepribadian dasar dikatakan tetap tidak berubah walaupun
usianya telah lanjut. Selanjutnya, ciri kepribadian secara khas menjadi lebih jelas
pada saat orang tersebut bertambah tua. Seseorang yang menikmati bergabung
dengan orang lain dan memiliki kehidupan sosial yang aktif akan terus menikmati
gaya hidupnya ini sampai usianya lanjut. Orang yang menyukai kesendirian dan
memiliki jumlah aktivitas yang terbatas mungkin akan menemukan kepuasan dalam
melanjutkan gaya hidupnya ini. Lansia yang terbiasa memiliki kendali dalam
membuat keputusan mereka sendiri tidak akan dengan mudah menyerahkan peran ini
hanya karena usia mereka yang telah lanjut. Selain itu, individu yang telah
melakukan manipulasi atau abrasi dalam interaksi interpersonal mereka selama masa
mudanya tidak akan tiba-tiba mengembangkan suatu pendekatan yang berbeda
didalam masa akhir krhidupannya.
Ketika perubahan gaya hidup dibebankan pada lansia oleh perubahan sosial-
ekonomi atau faktor kesehatan, permasalahan mungkin akan timbul. Kepribadian
yang tetap tidak diketahui selama pertemuan atau kunjungan singkat kadang-kadang
dapat menjadi fokal dan juga menjadi sumber kejengkelan ketika situasi
mengharuskan adanya suatu perubahan didalam pengaturan tempat tinggal. Keluarga
yang berhadapan dengan keputusan yang sulit tentang perubahan pengaturan tempat
tinggal untuk seorang lansia sering memerlukan banyak dukungan. Suatu
pemahaman tentang pola kepribadian lansia sebelumnya dapat memberikan
pengertian yang lebih diperlukan dalam proses pengambilan keputusan ini.

3. Menjelaskan tentang farmakodinamik,kinetic, dan polifarmasi pada pengobatan


usia lanjut.
a. Farmakodinamik

Interaksi yang terjadi antara obat yang memiliki efek farmakologis, antagonis atau
efek samping yang hampir sama. Interaksi ini dapat terjadi karena kompetisi pada
reseptor atau terjadi antara obat-obat yang bekerja pada sistem fisiologis yang sama.
Interaksi ini biasanya dapat diprediksi dari pengetahuan tentang farmakologi obat-obat
yang berinteraksi (Martin, 2009).
1. Interaksi aditif atau sinergis
Jika dua obat yang memiliki efek farmakologis yang sama diberikan bersamaan
efeknya bisa bersifat aditif. Sebagai contoh, alkohol menekan susunan saraf pusat,
jika diberikan bersama dengan obat (misalnya ansiolitik, hipnotik, dan lain-lain),
dapat menyebabkan mengantuk berlebihan (Stockley, 2008).
2. Interaksi antagonis atau berlawanan

Berbeda dengan interaksi aditif, ada beberapa pasang obat dengan kegiatan yang
bertentangan satu sama lain. Misalnya kumarin dapat memperpanjang waktu
pembekuan darah yang secara kompetitif menghambat efek vitamin K. Jika
asupan vitamin K bertambah, efek dari antikoagulan oral dihambat dan waktu
protrombin dapat kembali normal, sehingga menggagalkan manfaat terapi
pengobatan antikoagulan (Stockley, 2008).
b. Farmakokinetik

Interaksi ini terjadi ketika suatu obat mempengaruhi absorbsi, distribusi,


metabolism, dan ekskresi obat lainnya sehingga meningkatkan atau mengurangi jumlah
obat yang tersedia untuk menghasilkan efek farmakologinya (Martin, 2009).
a. interaksi obat pada level absorbsi contoh arang aktif dimaksudkan bertindak sebagai
agen penyerap di dalam usus untuk pengobatan over dosis obat atau untuk
menghilangkan bahan beracun lainnya, tetapi dapat mempengaruhi penyerapan obat
yang diberikan dalam dosis terapetik. Contoh lainantibakteri tetrasiklin dapat
membentuk khelat dengan kalsium dan besi membentuk kompleks yang kurang
diserap dan mengurangi efek antibakteri. Propantelin misalnya, menghambat
pengosongan lambung dan mengurangi penyerapan parasetamol (asetaminofen),
sedangkan metoklopramid memiliki efek sebaliknya (Stockley, 2008).

b. interaksi obat pada level distribusi meliputi:


i. interaksi pada ikatan protein
ii. Setelah absorpsi, obat dengan cepat didistribusikan ke seluruh tubuh melalui
sirkulasi darah. Ikatan obat dengan protein plasma bersifat reversibel. Hanya
molekul obat yang tidak terikat yang bebas dan aktif secara farmakologi (Stockley,
2008).
iii. Induksidan inhibisi protein transpor obat
Distribusi obat ke otak dan beberapa organ lain seperti testis, dibatasi oleh aksi
protein transporter obat seperti P-glikoprotein. Protein ini secara aktif membawa obat
keluar dari sel-sel ketika obat berdifusi secara pasif. Obat yang termasuk inhibitor
transporter dapat meningkatkan penyerapan substrat obat ke dalam otak, sehingga
meningkatkan efek samping obat di SSP (Stockley, 2008).

c. interaksi obat pada level metabolisme


i. perubahan pada metabolisme fase pertama
Ada dua jenis reaksi utama metabolisme obat, pertama, reaksi tahap I (melibatkan
oksidasi, reduksi atau hidrolisis) obat-obat akan menjadi senyawa yang lebih polar.
Sedangkan, reaksi tahap II melibatkan terikatnya obat dengan zat lain (misalnya
asam glukuronat, yang dikenal sebagai glukuronidasi) untuk membuat senyawa
tidak aktif. Mayoritas reaksi oksidasi fase I dilakukan oleh enzim sitokrom P450
(Stockley, 2008).
ii. induksi Enzim
Ketika barbiturate digunakan dalam jangka lama sebagai hipnotik, perlu terus
dilakukan peningkatan dosis untuk mencapai efek terapi yang sama, disebabkan
karena barbiturate meningkatkan aktivitas enzim mikrosom sehingga meningkatkan
laju metabolism dan ekskresinya sendiri (Stockley, 2008).

iii. inhibisi enzim


Inhibisi enzim menyebabkan berkurangnya metabolisme obat, sehingga obat
terakumulasi di dalam tubuh dan bisa menimbulkan toksisitas. Jalur metabolisme
yang paling sering dihambat adalah fase I oksidasi oleh isoenzim sitokrom P450
(Stockley, 2008).
iv. faktor genetik dalam metabolisme obat
Isoenzim sitokrom P450 memiliki polimorfisme genetik, artinya beberapa dari
populasi memiliki varian isoenzim yang berbeda aktivitasnya. Contoh yang paling
terkenal adalah CYP2D6, yang sebagian kecil memiliki varian aktivitas yang
rendah dan dikenal sebagai metabolisme lambat. Sebagian lagi memiliki isozim
cepat sehingga kemampuan yang berbeda dalam metabolisme ini dapat menjelaskan
mengapa beberapa pasien mengalami toksisitas sementara yang lain tidak
(Stockley, 2008).
v. interaksi isoenzim sitokrom P450 dan obat yang diprediksi
Siklosporin dimetabolisme oleh CYP3A4, rifampisin menginduksi isoenzim ini,
sedangkan ketokonazol menghambatnya, sehingga tidak mengherankan bahwa
rifampisin mengurangi efek siklosporin sementara ketokonazol meningkatkannya
(Stockley, 2008).

d. interaksi pada ekskresi obat


i. perubahan pH urin
Pada nilai pH tinggi (basa), obat yang bersifat asam lemah (pKa 3-7,5) sebagian
besar terdapat sebagai molekul terionisasi larut air, yang tidak dapat berdifusi ke
dalam sel tubulus dan karenanya akan tetap berada dalam urin dan dikeluarkan dari
tubuh. Perubahan pH yang menyebabkan jumlah

obat dalam bentuk terionisasi meningkat, akan meningkatkan hilangnya obat dari
tubuh (Stockley, 2008).
ii. perubahan ekskresi aktif tubular renal
Obat yang menggunakan sistem transportasi aktif yang sama di tubulus ginjal dapat
bersaing satu sama lain untuk diekskresi. Sebagai contoh, probenesid mengurangi
ekskresi penisilin dan obat lainnya (Stockley, 2008).
iii. perubahan aliran darah renal
Aliran darah melalui ginjal dikendalikan oleh produksi vasodilator prostaglandin
ginjal. Jika sintesis prostaglandin ini dihambat, ekskresi beberapa obat dari ginjal
berkurang (Stockley, 2008).

c. Polifarmasi

Polifarmasi didefinisikan sebagai penggunaan bersamaan 5 macam atau lebih


obat-obatan oleh pasien yang sama. Namun, polifarmasi tidak hanya berkaitan
dengan jumlah obatobatan yang dikonsumsi. Secaraklinis, kriteria untuk
mengidentifikasi polifarmasi meliputi (Terrie,2004):

1. menggunakan obat-obatan tanpa indikasi yang jelas


2. Menggunakan terapi yang sama untuk penyakit yang sama
3. Penggunaan bersamaan obat-obatan yang berinteraksi
4. Penggunaan obat dengan dosis yang tidak tepat
5. Penggunaan obat-obatan lain untuk mengatasi efek samping obat.
Polifarmasi meningkatkan risiko interaksi antara obat dengan obat atau obat
dengan penyakit. Populasi lanjut usia memiliki risiko terbesar karena adanya
perubahan fisiologis yang terjadi dengan proses penuaan. Perubahan fisiologis
ini terutama menurunnya fungsi ginjal dan hepar dapat menyebabkan perubahan
proses farmakodinamik dan farmakokinetik obat tersebut.
4. Menjelaskan tentang malnutrisi dan asupan makanan usia lanjut
Malnutrisi merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien lansia serta
menjadi suatu masalah kesehatan karena angka prevalensinya cukup tinggi tidak
hanya di negara berkembang tetapi juga negara maju.
Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang cukup,
malnutrisi dapat juga disebut keadaan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan di
antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi untuk mempertahankan
kesehatan. Hal ini terjadi karena asupan makan terlalu sedikit ataupun pengambilan
makanan yang tidak seimbang. Selain itu, kekurangan gizi dalam tubuh juga
berakibat terjadinya malabsorpsi makanan atau kegagalan metabolik.
Masalah yang sering dihadapi usia lanjut yang bisa menimbulkan masalah gizi :
• Masalah gigi : penyakit gusi, ompong dan gigi palsu yang tidak pas sehingga
menimbulkan kesulitan mengunyah makanan seperti daging, buah dan sayur.
• Berkurangnya sensitifitas terhadap rasa dan aroma makanan, sehingga usia
lanjut cenderung menyukai makanan yang terlalu asin dan manis yang tidak baik
untuk kesehatan
• Sensitifitas terhadap rasa haus berkurang , sehingga usia lanjut berisiko
dehidrasi/kekurangan cairan tubuh
• Obat-obatan tertentu bisa menyebabkan nafsu makan turun dan mual
• Faktor sosial dan ekonomi menyebabkan keterbatasan pada kemampuan
membeli makanan bergizi
• Kesendirian dan depresi sering menghinggapi usia lanjut, menyebabkan malas
makan

Bahan Makanan yang dianjurkan:


• Bahan makanan segar (tidak diawet)
• Bahan makanan sumber karbohidrat : havermout/oatmeal, roti gandum, beras
merah, beras tumbuk
• Bahan makanan sumber protein : susu rendah lemak, ikan, tempe, tahu
• Bahan makanan sumber lemak : alpukat, kacang tanah/selai kacang, minyak
kedelai, minyak jagung.
• Sayur-sayuran berwarna hijau, oranye : bayam, wortel, brokoli, labu kuning,
labu siam, tomat, sayur hijau dan sayuran segar untuk lalapan
• Buah-buahan segar : pepaya, pisang, jeruk, nanas, apel, dll

Hal-hal yang perlu diperhatikan:


• Porsi makan kecil dan sering, dianjurkan makan besar 3 kali dan selingan 2 kali
sehari.
• Sayuran dipotong lebih kecil, bila perlu dimasak sampai empuk, daging
dicincang dan buah dijus/blender
• Untuk memenuhi kebutuhan air, minum air 6-8 gelas sehari.
• Makan bersama teman akan lebih meningkatkan nafsu makan.
• Penggunaan bumbu-bumbu seperti bawang merah, bawang putih, jahe, kunyit,
lada, gula, cuka, dan lain- lain akan meningkatkan cita rasa makanan.

Syarat dalam penyusunan menu lansia


1. Menu hendaknya mengandung zat gizi dari beraneka ragam bahan makanan yang
terdiri dari zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur. •
2. Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi oleh usia lanjut adalah 50% dari Hidrat
Arang yang bersumber dari Hidrat Arang kompleks. •
3. Jumlah lemak dalam makanan dibatasi, yang 25-30% dari total kalori. •
4. Jumlah protein yang dikonsumsi sebaiknya 8-10% dari total kalori. •
5. Makanan sebaiknya mengandung serat dalam jumlah besar yang bersumber pada
buah, sayur dan beraneka pati, yang dikonsumsi dengan jumlah yang bertahap. •
6. Menggunakan bahan makanan yang tinggi kalsium, seperti susu nonfat, yoghurt,
ikan. •
7. Makanan mengandung zat besi (Fe dalam jumlah besar, seperti kacang-kacangan,
hati,daging, bayam atau sayuran hijau. •
8. Membatasi penggunaan garam. Perhatikan label makanan yang mengandung
garam, seperti adanya monosodium glutamat, sodium bikarbonat, sodium citrat. •
9. Bahan makanan sebagai sumber zat gizi sebaiknya dari bahan makanan yang
segar dan mudah dicerna. •
10. Hindari bahan makanan yang mengandung alkohol dalam jumlah besar. •
11. Makanan sebaiknya yang mudah dikunyah, seperti bahan makanan lembek. •
12. Perlu diperhatikan porsi makanan, jangan terlalu kenyang. Porsi makan
hendaknya diatur merata dalam satu hari sehingga dapat makan lebih sering
dengan porsi yang kecil. •
13. Lebih dianjurkan untuk mengolah makanan dengan cara dikukus, direbus, atau
dipanggang kurangi makanan yang digoreng

5. Menjelaskan tentang masalah psikologis pada usia lanjut


 Penurunan kondisi fisik

Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik
yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji
menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum
kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara
berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik,
psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan
ketergantungan kepada orang lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga
kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan
kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk
mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu
mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara
seimbang.

 Penurunan fungsi dan potensi seksual

Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan
berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung, gangguan metabolisme, misal
diabetes millitus, vaginitis, baru selesai operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan
gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan
obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :

o Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
o Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi
dan budaya.
o Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
o Pasangan hidup telah meninggal.
o Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya
misalnya cemas, depresi, pikun dsb.

 Perubahan Aspek Psikososial

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi
kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman,
pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia
menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang
berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang
berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.

Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek
psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan
tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:

1. Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak


banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
2. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan
mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan
kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.
3. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat
dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka
pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka
pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit
dari kedukaannya.
4. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki
lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-
kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi
ekonominya menjadi morat-marit.
5. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya
terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung
membuat susah dirinya.

 Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan

Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal
pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun
dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai
kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri.
Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model
kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.

Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia?
Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi masa
pensiun. Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa
senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun
(pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing
individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia
dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih
berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi dengan
kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk
kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh.

Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-
masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan
arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan
kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang
sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara
membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan macamnya.

Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga
menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini
ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa
tua, sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak
berguna, menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.

 Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya
maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya
badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan
sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan
selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup,
agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin
menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus muncul
perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang
tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga
perilakunya seperti anak kecil.

Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki
keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena
anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut
membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi
mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau
punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal,
apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar.
DAFTAR PUSTAKA

eprints.ums.ac.id

Novak, Praticia. 2015. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 29. Singapura. Elsivier.

repository.unimus.ac.id

repository.usu.ac.id

Anda mungkin juga menyukai