BAB I: PENDAHULUAN
Manusia Lanjut Usia (MANULA) dimasukkan ke dalam kelompok rentan
gizi, meskipun tidak ada hubungannya dengan pertumbuhan badan,
bahkan sebaliknya sudah terjadi involusi dan degenerasi jaringan dan selselnya. Timbulnya kerentanan terhadap kondisi gizi disebabkan kondisi
fisik, baik anatomis maupun fungsionalnya.
Gigi-geligi pada MANULA mungkin sudah banyak yang rusak bahkan
copot, sehingga memberikan kesulitan dalam mengunyah makanan. Maka
makanan harus diolah sehingga makanan tidak perlu digigit atau
dikunyah keras-keras. Makanan yang dipotong kecil-kecil, lunak dan
mudah ditelan akan sangat membantu para MANULA dalam
mengkonsumsi makanannya.
Fungsi alat pencernaan dan kelenjar-kelenjarnya juga sudah menurun,
sehingga makanan harus yang mudah dicerna dan tidak memberatkan
fungsi kelenjar pencernaan.makanan yang tidak banyak mengandung
lemak, pada umumnya lebih mudah dicerna, tetapi harus cukup
mengandung protein dan karbohidrat. Kadar serat yang tidak dicerna
jangan terlalu banyak, tetapi harus cukup tersedia untuk melancarkan
peristalsis dan dengan demikian melancarkan pula defaecatie, dan
menghindarkan obstipasi.
Setiap mahluk hidup membutuhkan makanan untuk mempertahankan
kehidupannya, karena didalam makanan terdapat zat-zat gizi yang
dibutuhkan tubuh untuk melakukan kegiatan metabolismenya. Bagi lansia
pemenuhan kebutuhan gizi yang diberikan dengan baik dapat membantu
dalam proses beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan perubahanperubahan yang dialaminya selain itu dapat menjaga kelangsungan
pergantian sel-sel tubuh sehingga dapat memperpanjang usia.
Kebutuhan kalori pada lansia berkurang karena berkurangnya kalori dasar
dari kebutuhan fisik. Kalori dasar adalah kalori yang dibutuhkan untuk
malakukan kegiatan tubuh dalam keadaan istirahat, misalnya : untuk
jantung, usus, pernafasan dan ginjal. Berdasarkan kegunaannya bagi
tubuh, zat gizi dibagi ke dalam 3 kelompok besar, yaitu :
Kelompok zat energi, termasuk ke dalam kelompok ini adalah :
1. Bahan makanan yang mengandung karbohidrat seperti beras, jagung, gandum, ubi,
roti, singkong dll, selain itu dalam bentuk gula seperti gula, sirup, madu dll.
2. Bahan makanan yang mengandung lemak seperti minyak, santan, mentega, margarine,
susu dan hasil olahannya.
Kausa neurologic
Saraf otonom
Dinding esophagus
Karsinoma lanjut
Esophagus refluks
Akalasia kardia
Moniliasis
Hiatus Hernia
Jenis:
Ulkus Peptikum
Terdapat perbedaan dengan usia muda, dimana kekerapan terjadinya
ulkus gaster besar yang asimtomatik dan benigna lebih sering; walaupun
asimtomatik bukannya hal yang tidak penting sebagai penyebab
kematian. Sepertiga kematian akibat ulkus lambung terjadi pada usia
lanuut. Gejala yang terdapat lebih umum, diantaranya anemia, berat
badan turun dan rasa tidak enak di perut atas.
Divertikulosis
Pankreatitis
Walaupun prevalensinya jarang, akan tetapi insidensinya meningkat
dengan bertambahnya umur. Hal ini diduga akibat penyakit iskemia
vaskuler. Keadaan ini juga sering terjadi pada hipotermia aksidental
Sindroma Malabsorpsi
Penting, karena menyebabkan defisiensi berbagai zat (asam folat, B12,
zat besi, kalsium, vitain D, dll). Keadaan ini dihubungkan dengan
terjadinya perubahan villi mukosa usus halus pada proses menua,
menjadi lebih pendek dan lebih lebar. Adanya sindrom ini dapat diperiksa
dengan berbagai tes, misalnya tes xylose, tes koleksi feses 3 hari dan tes
biopsy usus halus.
Usus Besar
Dari aspek fisiologik dan patologik dari organ ini, yang perlu diperhatikan
adalah kebiasaan buang air besar, keluhan konstipasi. Sedangkan
berbagai keadaan patologik antara lain adalah penyakit megakolon,
karsinoma kolon dan rectum, kolitis iskemik dan kolitis ulserativa.
Absorpsi zat gizi pada lansia juga juga terjadi beberapa perubahan
menurut bertambahnya usia. Absorpsi zat gizi tergantung pada banyak
faktor seperti pencernaan yang baik, mukosa intestinal yang utuh, adanya
zat penghambat atau pendorong absorpsi dan aliran darah di permukaan
absorpsi. Pada lansia yang sehat, pencernaan relatif lengkap, dimana zat
gizi diubah menjadi bentuk molecular atau zat ionic untuk diabsorpsi.
Perubahan sel mukosa intestinal juga menyebabkan terhambatnya proses
absorpsi zat gizi pada lansia. Penurunan aliran darah ke intestinum juga
mempengaruhi kecepatan absorpsi zat gizi. Penelitian yang ada saat ini
menunjukkan pada lansia yang sehat, tidak terdapat gangguan absorpsi
karbohidrat, protein dan lemak. Malabsorpsi pada lansia pada umumnya
terjadi karena beberapa kelainan seperti insufisiensi pancreas,
pertumbuhan bakteri yang berlebihan, penggunaan obat-obatan yang
Lansia yang secara fisik tetap aktif, sampai batas tertentu akan tercegah
akumulasi lemak tubuh dan penurunan jaringan-bebas lemaknya.
Berkurangnya jaringan-bebas lemak dikenal dengan nama sarcopenia.
Berkurangnya kekuatan otot pada lansia disebabkan oleh penurunan
massa otot bukan karena hilangnya kemampuan fungsional dari otot-otot
yang tersisa. Satu faktor yang turut bertanggung jawab terhadap
penurunan jaringan otot adalah kehidupan santai fisik (sedentary) yang
akan menyebabkan atrofi otot.
Kebutuhan Gizi Lansia4,6,7
Kebutuhan gizi orang tua berbeda dengan orang muda dan diantara orang
tua sendiri kebutuhan ini berbeda pula, bergantung pada keadaan faali
dan kemungkinan adanya kelainan yang diderita. Angka kecukupan gizi
rata-rata orang tua di Indonesia menurut Widya Karya Pangan dan Gizi
tahun 2004 dapat dilihat pada tabel.
Tiap Negara mempunyai standar /baku untuk kebutuhan zat-zat gizi
dengan menggunakan standar FAO/WHO sebagai acuan utamanya.
Indonesia memiliki Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (KGA) untuk
energi dan zat-zat gizi lainnya yang diperbaharui tiap 5 tahun melalui
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Berikut ini contoh KGA untuk lansia
yang dikeluarkan oleh Depkes RI dan Negara Inggris (Brocklehurst dan
Allen, 1987; Van der Cammen, Rai, Exton-Smith, 1991; Muhilal, Fasli
Jalal, Hardinsyah,1997).7
Tabel 1. Asupan yang dianjurkan
Laki-laki
Perempuan
Inggris
Indonesia
Inggris
Indonesia
75 +
60 +
75 +
60 +
2100
2200
1900
1850
Protein (gram)
53
62
48
54
10
13
10
14
Kalsium (mgram)
500
500
500
500
Energi (Kal)
Vit. C (mgram)
30
60
30
60
Laki-laki
Perempuan
3 x 200 gram
2 x 200 gram
1,5 x 50 gram
2 x 50 gram
tempe
5 x 25 gram ( 1pt
kecil )
4 x 25 gram ( 1 pt
kecil )
5 x 50 gram
4 x 50 gram
Kalau tahu
3. Sayur
2 x 100 gram
2 x 100 gram
( 1 pt sedang )
( 1 pt sedang )
Umur
Zat Gizi
Satuan
50-64 tahun
Laki-laki
Perempuan
>65 tahun
Laki-laki
Perempuan
Energi
Kalori
2250
1750
2050
1600
Protein
60
50
60
50
Vitamin A
RE*)
600
500
600
500
Vitamin D
Mcg**)
10
10
15
15
Vitamin E
mg
15
15
15
15
Vitamin K
mcg
65
55
65
55
Tiamin
mg
1,2
1,0
1,0
1,o
Riboflavin
Mg16
1,3
1,1
1,3
1,1
Niasin
Mg
16
14
16
14
Vitamin B12
mcg
2,4
2,4
2,4
2,4
Asam folat
mcg
400
400
400
400
Piridoksin
mg
1,7
1,5
1,7
1,5
Vitamin C
mg
90
75
90
75
Kalsium
mg
800
800
800
800
Fosfor
mg
600
600
600
600
Magnesium
mg
300
270
300
270
Besi
mg
13
12
13
12
Iodium
mcg
150
150
150
150
Seng
mg
13,4
9,8
13,4
9,8
Selenium
mcg
30
30
30
30
Mangan
mg
2,3
1,8
2,3
1,8
Fluor
mg
3,0
2,7
3,0
2,7
mengandung kolesterol. Oleh karena itu pada usia lanjut sebaiknya lebih
banyak makan ikan dan ayam sebagai lauk daripada daging sapi.
Protein sebagai sumber energi tidak perlu dikurangi pada usia lanjut,
karena pada usia lanjut, protein terutama berfungsi sebagai zat
pembangun dan pada proses menjadi tua protein diperlukan untuk
mengganti sel-sel yang rusak. Namun, protein tidak boleh dimaan dalam
jumlah berlebihan, karena dapat memperberat fungsi ginjal. Protein
dibedakan dalam protein hewani dan protein nabati. Protein hewani yang
dianjurkan adalah ikan, daging dan ayam tanpa lemak, susu tanpa
lemak/susu skim dan telur. Bila ada kecenderungan kolesterol tinggi,
batasi makan telur sebanya 3-5 butir sehari. Protein nabati terdapat
dalam kacang-kacangan seperti kacang hijau, kacang tanah, kacang
merah dan kacang kedelai, termasuk produk kedelai seperti susu kedelai,
tempe dan tahu. Protein kacang-kacangan hampir sama mutunya dengan
protein hewani.
Kebutuhan protein untuk lansia USA ditentukan sebesar 0,8gr/kgBB/hari.
Namun Campbell dkk melaporkan bahwa kebutuhan protein lansia lebih
tinggi yakni sekitar 1-1,25gr/kgBB/hari. Pada lansia yang sakit,
kebutuhan dapat meningkat menjadi 1,5gr/kgBB/hari untuk dapat
mempertahankan keseimbangan nitrogen. Keadaan ini diterangkan
dengan adanya peningkatan kebutuhan protein karena terjadinya
katabolisme jaringan (penurunan massa otot) serta adanya penyakit baik
yang akut maupun yang kronik. Untuk Indonesia, berdasar Widya Karya
Nasional Pangan dan Gizi tahun 2004, maka kecukuoan yang dianjurkan
adalah 60gr/hari untuk laki-laki dan 50gr/hari untuk perempuan usia 60
tahun keatas dengan berat badan standar 60 dan 50kg. Dalam praktek
sehari-hari pada lansia yang dirawat, pemberian protein harus
disesuaikan dengan fungsi ginjal penderita serta jenis penyakit yang
diderita lansia yang bersangkutan. Pada dasarnya, pemberian protein
harus mencukupi kebutuhan tanpa membebani fungsi ginjal serta
mempertimbangkan temuan laboratorium yang lain.
Lipid serum merupakan prediktor kuat bagi kejadian penyakit jantung
vaskuler. Oleh karena itu asupan lemak sehari-hari pada lansia
diupayakan untuk tidak meningkatkan berbagai fraksi lipid yang tak
diinginkan. Di negara Barat, asupan makanan sehari-hari dapat mencapai
diatas 40% dari keseluruhan energi yang masuk. Para ahli sepakat,
berdasar dari berbagai studi epidemiologi pada kelompok dewasa, bahwa
asupan lemak yang menyumbangkan 20% asupan energi dalam sehari
yang dapat menurunkan resiko terjadinya penyakit jantung koroner. Oleh
karena itu, pada lansia asupan lemak yang dianjurkan adalah
menyumbang 20-25% energi yang dibutuhkan dalam sehari. LEmak tetap
dibutuhkan karena fungsinya sebagai pelarut vitamin A, D, E dan K serta
sumber asam lemak essensial. Selain itu, memasak dengan minyak akan
meningkatkan cita rasa dan aroma makanan, yang sangat oenting agar
Kebutuhan Mikronutrien
Kebutuhan akan vitamin E, C dan sebagian besar vitamin B lansia tak
berbeda jauh dengan kebutuhan pada usia dewasa. Namun demikian
terjadi perubahan kebutuhan akan vitamin A, D dan B-6. Kebutuhan akan
vitamin B-6 meningkat oleh karena penurunan atau kurang efisiennya
absorpsi vitamin tersebut, terutama pada wanita.
Pada usia tua, kemampuan ginjal untuk mensintesis 1,25-(OH) 2 vitamin D
sebagai respon terhadap sinyal hormon paratiroid menurun. Selain itu,
usus lansia juga kurang responsif terhadap sinyal 1,25-(OH) 2 vitamin D
untuk meningkatkan absorpsi kalsium. Selain itu, kulit tua pun menurun
kemampuannya untuk mensintesis prokolekalsiferol yang diubah menjadi
vitamin D dengan bantuan sinar ultraviolet. Banyak studi melaporkan