Anda di halaman 1dari 17

NUTRISI PADA GERIATRI

BAB I: PENDAHULUAN
Manusia Lanjut Usia (MANULA) dimasukkan ke dalam kelompok rentan
gizi, meskipun tidak ada hubungannya dengan pertumbuhan badan,
bahkan sebaliknya sudah terjadi involusi dan degenerasi jaringan dan selselnya. Timbulnya kerentanan terhadap kondisi gizi disebabkan kondisi
fisik, baik anatomis maupun fungsionalnya.
Gigi-geligi pada MANULA mungkin sudah banyak yang rusak bahkan
copot, sehingga memberikan kesulitan dalam mengunyah makanan. Maka
makanan harus diolah sehingga makanan tidak perlu digigit atau
dikunyah keras-keras. Makanan yang dipotong kecil-kecil, lunak dan
mudah ditelan akan sangat membantu para MANULA dalam
mengkonsumsi makanannya.
Fungsi alat pencernaan dan kelenjar-kelenjarnya juga sudah menurun,
sehingga makanan harus yang mudah dicerna dan tidak memberatkan
fungsi kelenjar pencernaan.makanan yang tidak banyak mengandung
lemak, pada umumnya lebih mudah dicerna, tetapi harus cukup
mengandung protein dan karbohidrat. Kadar serat yang tidak dicerna
jangan terlalu banyak, tetapi harus cukup tersedia untuk melancarkan
peristalsis dan dengan demikian melancarkan pula defaecatie, dan
menghindarkan obstipasi.
Setiap mahluk hidup membutuhkan makanan untuk mempertahankan
kehidupannya, karena didalam makanan terdapat zat-zat gizi yang
dibutuhkan tubuh untuk melakukan kegiatan metabolismenya. Bagi lansia
pemenuhan kebutuhan gizi yang diberikan dengan baik dapat membantu
dalam proses beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan perubahanperubahan yang dialaminya selain itu dapat menjaga kelangsungan
pergantian sel-sel tubuh sehingga dapat memperpanjang usia.
Kebutuhan kalori pada lansia berkurang karena berkurangnya kalori dasar
dari kebutuhan fisik. Kalori dasar adalah kalori yang dibutuhkan untuk
malakukan kegiatan tubuh dalam keadaan istirahat, misalnya : untuk
jantung, usus, pernafasan dan ginjal. Berdasarkan kegunaannya bagi
tubuh, zat gizi dibagi ke dalam 3 kelompok besar, yaitu :
Kelompok zat energi, termasuk ke dalam kelompok ini adalah :
1. Bahan makanan yang mengandung karbohidrat seperti beras, jagung, gandum, ubi,
roti, singkong dll, selain itu dalam bentuk gula seperti gula, sirup, madu dll.
2. Bahan makanan yang mengandung lemak seperti minyak, santan, mentega, margarine,
susu dan hasil olahannya.

3. Kelompok zat pembangun


Kelompok ini meliputi makanan makanan yang banyak mengandung
protein, baik protein hewani maupun nabati, seperti daging, ikan, susu,
telur, kacangkacangan dan olahannya.
Kelompok zat pengatur
Kelompok ini meliputi bahan-bahan yang banyak mengandung vitamin
dan mineral, seperti buah-buahan dan sayuran.
Patut diingat bahwa keperluan energi MANULA sudah menurun, jadi
jangan di sediakan seperti masih belum berusia lanjut. Ada baiknya bila
mereka dijaga jangan sampai menjadi kegemukan karena akan lebih
mudah menderita berbagai kelainan atau penyakit gizi yang berhubungan
dengan kondisi obesitas. Frekuensi penyakit Diabetes Mellitus,
Cardiovascular diseases terdapat meningkat pada kelompok MANULA.
Yang umum sangat ditakuti ialah kemungkinan meningkat untuk
mendapat penyakit kanker.
Lansia beresiko tinggi mengalami masalah nutrisi, hal ini cukup beralasan
sehingga prevalensi yang tinggi mengenai
masalah nutrisi
pada lansia ini telah menjadi sorotan dalam jumlah survei, karena
terdapat fakta bahwa sebagian besar lansia dikomunitas mengalami
masalah nutrisi juga dapat dialami oleh lansia yang dirawat di rumah
sakit.Lansia yang
mengalami masalah nutrisi disebabkan
oleh sejumlah faktor,antara lain fisik, patologis, dan psikososial. Jika
semuanya bergabung maka akan mengakibatkan keburukan status
nutrisi, yang akhirnya dapat membahayakan status kesehatan mereka

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA


Proses Menua3
Menua adalah proses yang mengubah seorang dewasa yang sehat
menjadi seseorang frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan
sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai
penyakit dan kematian. Seiring dengan bertambahnya usia, terjadi
perubahan fisiologis yang tidak hanya berpengaruh terhadap tampilan
fisis, namun juga fungsi dan tanggapannya pada kehidupan sehari-hari.
Namun harus dicermati bahwa setiap individu mengalami perubahanperubahan tersebut secara berbeda. Pada beberapa individu, laju
penurunannya mungkin cepat dan dramatis; sementara pada individu
lainnya, perubahannya lebih tidak bermakna.

Terdapat beberapa istilah yang digunakan oleh gerontologist ketika


membicarakan proses menua: 1) aging: menunjukkan efek waktu; suatu
proses perubahan, biasanya bertahap dan spontan; 2) senescene:
hilangnya kemampuan sel untuk membelah dan berkembang (dan seiring
waktu akan menyebabkan kematian); 3) homeostenosis: penyempitan/
berkurangnya cadangan homeostasis yang terjadi selama penuaan pada
setiap sistem organ.
Istilah aging yang hanya menunjukkan efek waktu, dianggap tidak
mewakili apa yang terjadi pada proses menua. Sebab berbagai proses
yang terjadi seiring waktu, seperti perkembangan (development), dapat
disebut sebagai aging. Agingmerupakan proses yang terus berlangsung
(continuum), yang dimulai dengan perkembangan (development) yaitu
proses generative seiring waktu yang dibutuhkan untuk kehidupan, dan
dilanjutkan dengan senescence yaitu proses degenerative yang
inkompatibel dengan kehidupan. Istilah senescence digunakan untuk
menggambarkan turunnya fungsi efisien suatu organism sejalan dengan
penuan dan meningkatnya kemungkinan kematian.
Membedakan antara aging dan senescence dianggap perlu, karena
banyak perubahan selama aging mungkin tidak merusak dan mungkin
suatu perubahan yang diharapkan. Sebagai contoh, kebijakan (wisdom)
yang meningkat seiring usia tidak dianggap sebagai senescence
melainkan suatu aging, walaupun hal itu merupakan bagian dari proses
menua. Sebaliknya, gangguan memori yang terjadi selama aging
merupakan manifestasi senescence.
Berbagai teori mengenai proses penuaan telah diajukan, namun hingga
20 tahun yang lalu teori-teori tersebut kelihatannya sama dengan teoriteori penuaan yang pernah diajukan 200 tahun bahkan 2000 tahun yang
lalu.
Suatu teori mengenai penuaan dapat dikatakan valid bila ia dapat
memenuhi tiga criteria umum berikut: 1. Teori yang dikemukakan
tersebut harus terjadi secara umum di seluruh anggota spesies yang
dimaksud, 2. Proses yang dimaksud pada teori itu harus terjadi secara
progresif seiring waktu, dan 3. Proses yang terjadi harus menghasilkan
perubahan yang menyebabkan disfungsi organ dan menyebabkan
kegagalan suatu organ atau sistem tubuh tertentu.
Beberapa teori tentang menua yang dapat diterima saat ini, antara lain:
1. Teori radikal bebas
Teori radikal bebas menyebutkan bahwa produk hasil metabolism yang
sangat reaktif (radikal bebas) dapat bereaksi dengan berbagai komponen
penting selular, termasuk protein, DNA, dan lipid, dan menjadi olekul-

molekul yang tidak berfungsi naming bertahan lama dan mengganggu


fungsi sel lainnya.
Teori radikal bebas diperkenalkan pertama kali oleh Denham Harman
pada tahun 1956, yang menyatakan bahwa proses menua normal
merupakan akibat kerusakan jaringan oleh radikal bebas.
Radikal bebas adalah senyawa kimia yang berisi electron tidak
berpasangan. Radikal bebas tersebut terbentuk sebagai hasil sampingan
berbagai proses selular atau metabolism normal yang melibatkan oksigen.
KArena elektronnya tidak berpasangan, secara kimiawi radikal bebas akan
mencari pasangan electron lain dengan bereaksi dengan substansi lain
terutama protein dan lemak tidak jenuh. Melalui proses oksidasi, radikal
bebas yang dihasilkan selama proses fosforilasi oksidatif dapat
menghasilkan berbagai hasil modifikasi makromolekul. Radikal bebas juga
dapat merusak fungsi sel dengan merusak membrane sel atau krmosom
sel .
2. Teori glikosilasi
Teori ini menyatakan bahwa proses glikosilasi nonenzimatik yang
menghasilkan pertautan glukosa-protein yang disebut sebagai advanced
glycation end products (AGEs) dapat menyebabkan penumpukan protein
dan makromolekul lain yang termodifikasi sehingga terjadi disfungsi pada
hewan atau manusia yang menua. Protein glikasi menunjukkan
perubahan fungsional, meliputi turunnya aktivitas enzim dan menurunnya
degradasi protein abnormal.
Saat manusia menua, AGEs berakumulasi di berbagai jaringan, termasuk
kolagen, hemoglobin dan lensa mata. Karena muatan kolagennya tinggi,
jaringan ikat menjadi kurang elastic dan kaku. Kondisi tersebut juga
dapat mempengaruhi elastisitas dinding pembuluh darah. AGEs juga
diduga berinteraksi dengan DNA dan karenanya mungkin mengganggu
kemampuan sel untuk memperbaiki perubahan pada DNA.
3. Teori DNA repair
Teori DNA repair dikemukakan oleh Hart dan Setlow. Mereka
menunjukkan bahwa adanya perbedaan pola laju perbaikan (repair)
kerusakan DNA yang diinduksi sinar ultraviolet (UV) pada berbagai
fibroblast yang dikultur. FIbroblas pada spesies yang mempunyai umur
maksimum terpanjang menunjukkan laju DNA repair terbesar, dan
korelasi ini dapat ditunjukkan pada berbagai mamalia dan primata.
Perubahan Anatomi dan Fisiologi Sistem Gastrointestinal pada
Geriatri4,5

Dengan bertambahnya umur, kemampuan kita dalam mengecap,


mencerna, menyerap dan memetabolisme makanan akan berubah.
Oleh karena terjadi penurunan indra pengecap dan pencium, banyak
lansia yang tidak dapat lagi menikmati aroma dan rasa makanan.
Bertambahnya umur berkorelasi nbegatif dengan jumlah taste buds pada
lidah lansia. Nilai ambang terhadap aroma, flavor, rasa manis, pahit dan
asin meningkat, dan kehilangannya menjadi nyata pada usia sekitar 70
tahun. Defisiensi seng atau pengaruh obat tertentu dapat memperberat
dan mempercepat penurunan fungsi indra-indra tersebut. Keadaan ini
dapat menyebabkan lansia secara tidak sadar senang pada makanan yang
asin, kurang menikmati makanan serta penurunan nafsu makan dan
asupan makanan. Lebih lanjut, penurunan produksi saliva akan
menyebabkan mulut relatif kering (Xerostomia), yang akan makin
mengganggu indra pengecap atau perasa.
Usia tua menyebabkan kerusakan gusi dan gigi, yang pada waktunya
menyebabkan gigi bolong dan terpaksa dicabut. Hal ini menyebabkan rasa
kurang nyaman atau sakit mengunyah. Gigi tiruan atau palsu pada
umumnya kurang efektif dalam proses mengunyah bila dibandingkan
dengan gigi alami. Oleh sebab itu orang lanjut usia sebaiknya memilih
makanan yang lebih lunak untuk dimakan. 6 Gigi merupakan unsur penting
untuk pencapaian derajat kesehatan dan gizi yang baik. Penelitian di
dalam maupun luar negeri menunjukkan banyak lansia yang telah
kehilangan sebagian besar gigi mereka. Sebagian tidak mengganti dengan
gigi palsu dan sebagian yang memakai gigi palsu keadaannya tak nyaman
hingga justru mengganggu saat makan dan mengunyah.
Reseptor pada esophagus kurang sensitive dengan adanya makanan. Hal
ini menyebabkan kemampuan peristaltic esophagus mendorong makanan
ke lambung menurun sehingga pengosongan esophagus terlambat.
Refluks gastroesofagal terjadi karena fungsi sfingter melemah.
Lambung memiliki berbagai fungsi yakni mencerna makanan yang telah
dikunyah, mencampurnya dengan enzim dan cairan pencerna serta
melepaskan makanan kearah saluran cerna berikutnya. Pada lansia,
motilitas lambung menurun hingga pengosongan lambung menjadi lebih
lambat. Selain itu atopic gastritis yang menimpa 1 dari 4 lansia pada usia
sekitar
60
tahun-an
dan
40%
pada
usia
80
tahun-an.
Kehilangan/berkurangnya epitel lambung akan menyebabkan peningkatan
pH lambung, dan penurunan sekresi faktor intrinsic. PEnurunan pH akan
menurunkan kemampuan absorpsi besi, kalsium, viamin B-6, B-12 dan
folat, serta dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri pada usus halus.
Tidak banyak diketahui perubahan pada usus kecil lansia, namun
ditemukannya adanya kolonisasi bakteri di usus kecil lansia dengan
gastritis atrofi. Kolonisasi bakteri ini dapat menghambat penyerapan

vitamin B. Motilitas intestinal pada lansia juga dilaporkan tidak ada


perubahan.
Pada colon, terdapat atrofi mukosa dan perubahan sel penghasil mucus.
Otot polos pada dinding colon melemah dan digantikan dengan jaringan
ikat. Hal ini dapat menyebabkan seorang lansia menderita divertikulosis
(akan dijelaskan lebih lanjut di paragraf berikutnya) dan konstipasi.
Konstipasi merupakan keluhan umum lansia oleh karena peristaltic yang
melemah. Imobilitas, kekurangan cairan karena kurang minum dan
makanan rendah serat memperberat masalah konstipasi. Dilaporkan
bahwa aktifitas fisik yang cukup dapat mempertahankan motilitas kolon.
Orang tua sering mengalami susah buang air besar dikarenakan
berkurangnya gerakan usus, kurangnya makanan yang tinggi serat, obatobatan (terutama obat-obatan peredam rasa sakit), atau infeksi saluran
cerna. Bila sisa makanan lama berada di dalam saluran cerna, maka feses
akan mengeras sehinggs mempersukar buang air besar. Kesukaran buang
air besar dapat juga disebabkan faktor-faktor psikologis seperti rasa
sedih, takut, dan khawatir. Penyakit kantong empedu juga meningkat
pada proses penuaan.6
Meskipun terdapat penurunan ukuran prankeas pada lansia umur 70
tahun atau lebih namun tidak dilaporkan adanya penurunan fungsional
dari pancreas dengan bertambahnya usia. Terdapat penurunan
kemampuan fungsional liver seperti fungsi enzim sitokrom 450 dan
sintesis albumin pada lansia. Fungsi hati yang menurun akan
menyebabkan metabolism koleterol dan vitamin kurang efisien.
Pada gigi sampai anus terjadi perubahan morfologik degenerative, antara
lain perubahan atrofik pada rahang, sehingga gigi lebih mudah tanggal.
Perubahan atrofik juga terjadi pada mukosa, kelenjar dan otot-otot
pencernaan. Berbagai perubahan morfologik akan menyebabkan
perubahan fungsional sampai perubahan patologik, diantaranya gangguan
mengunyah dan menelan, perubahan nafsu makan sampai pada berbagai
penyakit, diantaranya adalah:
Disfagia

Kausa neurologic

Otak : stroke, bulbar palsy, prebyesofagus

Saraf otonom

Kausa diluar dinding esophagus

Aneurisma aorta, karsinoma mediastinum

Dinding esophagus

Karsinoma lanjut

Esophagus refluks

Akalasia kardia

Moniliasis

Hiatus Hernia

Sering merupakan keadaan yang menyertai proses menua. Terdapat


laporan mengatakan pada usia diatas 70 tahun didapatkan 70%
penderita

Jenis:

sliding, yang sering terdapat pada usia lanjut dihubungkan dengan


esofagitis refluks

Paraesofageal/rolling: hernia yang kekerapannya pada usia lanjut


sama dengan pada usia muda

Perubahan Sekresi Lambung


Makin lanjut usia sering terjadi kegagalan sekresi asam, karena terjadi
atrofi sel mukosa lambung

Ulkus Peptikum
Terdapat perbedaan dengan usia muda, dimana kekerapan terjadinya
ulkus gaster besar yang asimtomatik dan benigna lebih sering; walaupun
asimtomatik bukannya hal yang tidak penting sebagai penyebab
kematian. Sepertiga kematian akibat ulkus lambung terjadi pada usia
lanuut. Gejala yang terdapat lebih umum, diantaranya anemia, berat
badan turun dan rasa tidak enak di perut atas.

Divertikulosis

Merupakan fenomena uang berhubungan dengan lanjutnya usia. Lokasi


yang tersering adalah di esophagus, duodenum dan jejunum. Kelainan ini
penting oleh karena sering menyebabkan defisiensi B12, terutama pada
divertikula multiple.

Pankreatitis
Walaupun prevalensinya jarang, akan tetapi insidensinya meningkat
dengan bertambahnya umur. Hal ini diduga akibat penyakit iskemia
vaskuler. Keadaan ini juga sering terjadi pada hipotermia aksidental

Sindroma Malabsorpsi
Penting, karena menyebabkan defisiensi berbagai zat (asam folat, B12,
zat besi, kalsium, vitain D, dll). Keadaan ini dihubungkan dengan
terjadinya perubahan villi mukosa usus halus pada proses menua,
menjadi lebih pendek dan lebih lebar. Adanya sindrom ini dapat diperiksa
dengan berbagai tes, misalnya tes xylose, tes koleksi feses 3 hari dan tes
biopsy usus halus.

Usus Besar
Dari aspek fisiologik dan patologik dari organ ini, yang perlu diperhatikan
adalah kebiasaan buang air besar, keluhan konstipasi. Sedangkan
berbagai keadaan patologik antara lain adalah penyakit megakolon,
karsinoma kolon dan rectum, kolitis iskemik dan kolitis ulserativa.

Absorpsi zat gizi pada lansia juga juga terjadi beberapa perubahan
menurut bertambahnya usia. Absorpsi zat gizi tergantung pada banyak
faktor seperti pencernaan yang baik, mukosa intestinal yang utuh, adanya
zat penghambat atau pendorong absorpsi dan aliran darah di permukaan
absorpsi. Pada lansia yang sehat, pencernaan relatif lengkap, dimana zat
gizi diubah menjadi bentuk molecular atau zat ionic untuk diabsorpsi.
Perubahan sel mukosa intestinal juga menyebabkan terhambatnya proses
absorpsi zat gizi pada lansia. Penurunan aliran darah ke intestinum juga
mempengaruhi kecepatan absorpsi zat gizi. Penelitian yang ada saat ini
menunjukkan pada lansia yang sehat, tidak terdapat gangguan absorpsi
karbohidrat, protein dan lemak. Malabsorpsi pada lansia pada umumnya
terjadi karena beberapa kelainan seperti insufisiensi pancreas,
pertumbuhan bakteri yang berlebihan, penggunaan obat-obatan yang

berlebihan atau penyakit kronis. Keadaan ini diperberat dengan


perubahan struktur dan fungsi pada saluran cerna. Sebagai contoh, gigi
geligi yang tidak lengkap menyebabkan pemecahan makronutrien tidak
sempurna dan paparan enzim mulut sangat kurang. Hal ini menyebabkan
ukuran molekul masih besar dan absorpsi kurang baik pada saat makanan
sampai di intestinal, apalagi dengan seringnya pemakaian laxansia yang
menyebabkan makanan cepat dikeluarkan sebelum diabsorpsi dengan
baik.
Perubahan komposisi tubuh juga terjadi pada lansia. Komposisi tubuh
dapat memberikan indikasi status gizi dan tingkat kebugaran jasmani
seseorang. Para peniliti terdahulu telah mengetahui hubungan antara
komposisi tubuh dengan kesehatan dan penyakit. Mereka melakukan
studi pada cadaver untuk menentukan ukuran dan isi dari berbagai tubuh.
Pada abad ke-19, ditemukan berbagai senyawa kimiawi yang ternyata ada
pula pada jaringan dan cairan tubuh. Penurunan massa otot akan
mengakibatkan penurunan kebutuhan energi yang terlihat pada lansia.
Keseimbangan energi pada lansia lebih lanjut dipengaruhi oleh aktivitas
fisik yang menurun. Pemahaman akan hubungan berbagai keadaan
tersebut penting dalam membantu lansia mengelola berat badan mereka.
Untuk mengevaluasi komposisi tubuh, tubuh dibagi dalam berbagai
kompartemen berdasarkan karakteristik kimiawi, anatomi dan cairan.
Menurut model kimiawi, tubuh terdiri dari 4 kompartemen yakni air,
mineral, protein dan lemak. Menurut model jaringan, tubuh terdiri dari 4
kompartemen yakni otot skelet, jaringan lemak, tulang, darah dan lainlain (termasuk organ tubuh dan limfe). Selanjutnya dikenal berbagai
istilah yakni fat-free mass (jaringan-bebas lemak), body cell mass (massa
sel tubuh), total body water (air tubuh) dan body fat (lemak tubuh).
Secara umum, sepanjang masa kehidupan terjadi perubahan komposisi
tubuh yang tercermin pada perubahan berbagai kompartemen atau
bagian tubuh. Namun tetap ada variasi individu pada perubahan yang
terjadi. Karakteristik umum yang dapat diobservasi dengan oerbahan
umur adalah berkurangnya jaringan-bebas lemak dan meningkatnya
lemak tubuh. Lemak tubuh meningkat secara konsisten dari usia 25 tahun
sampai 65 tahun atau lebih yaitu 17% menjadi 29% pada laki-laki dan
29% menjadi 38% pada perempuan. Jaringan-bebas lemak tidak berubah
sampai usia paruh tengah, dan menurun setelah usia 45 tahun, yakni
65kg menjadi 55kg pada pria dan 48kg menjadi 39kg pada perempuan.
Bartlett menemukan bahwa kehilangan jaringan-bebas lemak pada
perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Walau jaringan lemak
meningkat, namun lemak dibawah kulit yang diukur pada lengan atas,
dan dada justru menurun. Dengan demikian berarti terjadi penumpukan
lemak internal. Perubahan pada komposisi tubuh terjadi karena
perubahan hormonal dan pola hidup. Pola sekresi hormon steroid,
estrogen testosteron dan hormon pertumbuhan berubah pada usia tua.

Lansia yang secara fisik tetap aktif, sampai batas tertentu akan tercegah
akumulasi lemak tubuh dan penurunan jaringan-bebas lemaknya.
Berkurangnya jaringan-bebas lemak dikenal dengan nama sarcopenia.
Berkurangnya kekuatan otot pada lansia disebabkan oleh penurunan
massa otot bukan karena hilangnya kemampuan fungsional dari otot-otot
yang tersisa. Satu faktor yang turut bertanggung jawab terhadap
penurunan jaringan otot adalah kehidupan santai fisik (sedentary) yang
akan menyebabkan atrofi otot.
Kebutuhan Gizi Lansia4,6,7
Kebutuhan gizi orang tua berbeda dengan orang muda dan diantara orang
tua sendiri kebutuhan ini berbeda pula, bergantung pada keadaan faali
dan kemungkinan adanya kelainan yang diderita. Angka kecukupan gizi
rata-rata orang tua di Indonesia menurut Widya Karya Pangan dan Gizi
tahun 2004 dapat dilihat pada tabel.
Tiap Negara mempunyai standar /baku untuk kebutuhan zat-zat gizi
dengan menggunakan standar FAO/WHO sebagai acuan utamanya.
Indonesia memiliki Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (KGA) untuk
energi dan zat-zat gizi lainnya yang diperbaharui tiap 5 tahun melalui
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Berikut ini contoh KGA untuk lansia
yang dikeluarkan oleh Depkes RI dan Negara Inggris (Brocklehurst dan
Allen, 1987; Van der Cammen, Rai, Exton-Smith, 1991; Muhilal, Fasli
Jalal, Hardinsyah,1997).7
Tabel 1. Asupan yang dianjurkan
Laki-laki

Perempuan

Inggris

Indonesia

Inggris

Indonesia

75 +

60 +

75 +

60 +

2100

2200

1900

1850

Protein (gram)

53

62

48

54

Zat besi (mgram)

10

13

10

14

Kalsium (mgram)

500

500

500

500

Energi (Kal)

Vit. C (mgram)

30

60

30

60

Apabila dijabarkan dalam porsi makanan/ukuran rumah tangga, maka


KGA lansia untuk Indonesia adalah seperti dalam table 2.
Tabel 2. Kecukupan makan satu hari (usia 60 tahun ke atas)
Jenis bahan
makan
1. Nasi

Laki-laki

Perempuan

3 x 200 gram

2 x 200 gram

(3 x 1,5 gls blimbing) (2 x 1,5 gls blimbing)


2. Lauk
daging/ikan,

1,5 x 50 gram

2 x 50 gram

tempe

5 x 25 gram ( 1pt
kecil )

4 x 25 gram ( 1 pt
kecil )

5 x 50 gram

4 x 50 gram

1,5 x 100 gram

1,5 x 100 gram

Kalau tahu
3. Sayur

( 1,5 x 1 gls penuh


sayur)
4. Buah

2 x 100 gram

2 x 100 gram

( 1 pt sedang )

( 1 pt sedang )

Tabel 3. Angka Kecukupan Gizi Rata-Rata Sehari Orang Tua

Umur

Zat Gizi

Satuan

50-64 tahun

Laki-laki

Perempuan

>65 tahun

Laki-laki

Perempuan

Energi

Kalori

2250

1750

2050

1600

Protein

60

50

60

50

Vitamin A

RE*)

600

500

600

500

Vitamin D

Mcg**)

10

10

15

15

Vitamin E

mg

15

15

15

15

Vitamin K

mcg

65

55

65

55

Tiamin

mg

1,2

1,0

1,0

1,o

Riboflavin

Mg16

1,3

1,1

1,3

1,1

Niasin

Mg

16

14

16

14

Vitamin B12

mcg

2,4

2,4

2,4

2,4

Asam folat

mcg

400

400

400

400

Piridoksin

mg

1,7

1,5

1,7

1,5

Vitamin C

mg

90

75

90

75

Kalsium

mg

800

800

800

800

Fosfor

mg

600

600

600

600

Magnesium

mg

300

270

300

270

Besi

mg

13

12

13

12

Iodium

mcg

150

150

150

150

Seng

mg

13,4

9,8

13,4

9,8

Selenium

mcg

30

30

30

30

Mangan

mg

2,3

1,8

2,3

1,8

Fluor

mg

3,0

2,7

3,0

2,7

Sumber: Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, 2004


Kebutuhan Makronutrien
Untuk mengurangi kenaikan berat badan yang tak diinginkan, asupan
energi harus diturunkan mengingat berkurangnya massa otot dan aktifitas
fisik. Pada waktu yang sama, asupan protein, vitamin dan mineral tetap
sama, bahkan ada yang meningkat seperti vitamin B-6 dan kalsium.
Kebutuhan energi lansia harus tetap memasukkan komponen efek termal
makanan, resting energy expenditure dan aktifitas fisik.
Kebutuhan energi (yang diucapkan dalam kilokalori/kalori) menurun pada
proses menua. Hal ini disebabkan oleh terjadinya perubahan komposisi
tubuh, yaitu menurunnya jumlah sel-sel otot dan meningkatnya sel-sel
lemak, yang menyebabkan menurunnya kebutuhan energi untuk

menjalankan fungsi tubuh. Disamping itu, aktivitas fisik orang tua


biasanya menurun. Setelah usia 50 tahun, kebutuhan energi berkurang
sebesar 5% untuk tiap 10 tahun.
Berbagai studi di Indonesia maupun luar negeri menunjukkan banyaknya
lansia yang asupan energinya di bawah AKG (Angka Kecukupan Gizi).
Asupan yang jauh dibawah atau diatas AKG akan memberikan dampak
yang sama yakni dampak buruk atau kurang baik. Asupan energi sebesar
20% dibawah AKG secara epidemiologi justru memberikan pengaruh yang
positif. Restriksi atau pembatasan asupan energi pada bayi dan anak
berdampak buruk pada pertumbuhan, maupun resiko menderita infeksi.
Mereka yang usianya panjang bahkan mencapai diatas seratus tahun
ternyata mengkonsumsi energi 20% dibawah AKG. Ada 8 variabel
modifier kuat yang berperan dalam pencapaian usia panjang, dimana 3
variabelnya masuk kategori gizi. Yakni pengendalian berat badan, makan
secara teratur termasuk makan pagi dan konsumsi alkohol yang moderat
atau sama sekali tidak.
Menurunnya kemampuan fisik tidak berarti bahwa manula tidak perlu
melakukan aktifitas fisik. Aktivitas fisik atau olahraga dalam batas-batas
tertentu secara teratur dianurkan. Latihan beban dapat menambah
kekuatan otot-otot. Olahraga aerobik dapat meningkatkan kemampuan
sistem pernapasan, jantung dan peredaran darah. Jalan kaki selama 10
menit per hari sudah cukup memberikan manfaat daripada tidak bergerak
sama sekali.
Energi terutama diperoleh tubuh dari hasil pembakaran karbohidrat dan
lemak. Oleh sebab itu, untuk menurunkan konsumsi energi makanan,
maka konsumsi karbohidrat dan lemak perlu dikurangi. Ini berarti
mengurangi makan nasi, makanan yang terbuat dari tepung-tepungan,
umbi-umbian, gula, lemak dan minyak.
Khusus bagi mereka penderita diabetes mellitus, gula sama sekali tidak
boleh dimakan. Bila kolesterol darah tinggi, kurangi makanan lemak dan
minyak serta makanan yang banyak mengandung kolesterol. Hindari
lemak dan minya yang tergolong lemak jenuh (saturated fats) yaitu lemak
hewan, kecuali lemak ikan serta minyak kelapa dan kelapa sawit.
Gunakan
minyak
yang
tergolong
lemak
tidak
jenuh
ganda
(polyunsaturated fats), yaitu minyak kacang tanah, kacang kedelai,
jagung atau biji bunga matahari. Lemak minyak ikan ternyata tinggi
dalam asam lemak tidak jenuh ganda, yaitu jenis omega-3 yang dapat
menurunkan kolesterol darah dan mencegah arthritis, sehingga baik
dimakan pada usia lanjut. Kolesterol, yang merupakan sejenis lemak,
hanya terdapat di dalam makanan hewani, terutaa otak, hati dan jeroan,
daging berlemak, keju, mentega, kuning telur, udang dan kerang. Ikan
dan daging ayam (dikeluarkan lapisan lemaknya) lebih sedikit

mengandung kolesterol. Oleh karena itu pada usia lanjut sebaiknya lebih
banyak makan ikan dan ayam sebagai lauk daripada daging sapi.
Protein sebagai sumber energi tidak perlu dikurangi pada usia lanjut,
karena pada usia lanjut, protein terutama berfungsi sebagai zat
pembangun dan pada proses menjadi tua protein diperlukan untuk
mengganti sel-sel yang rusak. Namun, protein tidak boleh dimaan dalam
jumlah berlebihan, karena dapat memperberat fungsi ginjal. Protein
dibedakan dalam protein hewani dan protein nabati. Protein hewani yang
dianjurkan adalah ikan, daging dan ayam tanpa lemak, susu tanpa
lemak/susu skim dan telur. Bila ada kecenderungan kolesterol tinggi,
batasi makan telur sebanya 3-5 butir sehari. Protein nabati terdapat
dalam kacang-kacangan seperti kacang hijau, kacang tanah, kacang
merah dan kacang kedelai, termasuk produk kedelai seperti susu kedelai,
tempe dan tahu. Protein kacang-kacangan hampir sama mutunya dengan
protein hewani.
Kebutuhan protein untuk lansia USA ditentukan sebesar 0,8gr/kgBB/hari.
Namun Campbell dkk melaporkan bahwa kebutuhan protein lansia lebih
tinggi yakni sekitar 1-1,25gr/kgBB/hari. Pada lansia yang sakit,
kebutuhan dapat meningkat menjadi 1,5gr/kgBB/hari untuk dapat
mempertahankan keseimbangan nitrogen. Keadaan ini diterangkan
dengan adanya peningkatan kebutuhan protein karena terjadinya
katabolisme jaringan (penurunan massa otot) serta adanya penyakit baik
yang akut maupun yang kronik. Untuk Indonesia, berdasar Widya Karya
Nasional Pangan dan Gizi tahun 2004, maka kecukuoan yang dianjurkan
adalah 60gr/hari untuk laki-laki dan 50gr/hari untuk perempuan usia 60
tahun keatas dengan berat badan standar 60 dan 50kg. Dalam praktek
sehari-hari pada lansia yang dirawat, pemberian protein harus
disesuaikan dengan fungsi ginjal penderita serta jenis penyakit yang
diderita lansia yang bersangkutan. Pada dasarnya, pemberian protein
harus mencukupi kebutuhan tanpa membebani fungsi ginjal serta
mempertimbangkan temuan laboratorium yang lain.
Lipid serum merupakan prediktor kuat bagi kejadian penyakit jantung
vaskuler. Oleh karena itu asupan lemak sehari-hari pada lansia
diupayakan untuk tidak meningkatkan berbagai fraksi lipid yang tak
diinginkan. Di negara Barat, asupan makanan sehari-hari dapat mencapai
diatas 40% dari keseluruhan energi yang masuk. Para ahli sepakat,
berdasar dari berbagai studi epidemiologi pada kelompok dewasa, bahwa
asupan lemak yang menyumbangkan 20% asupan energi dalam sehari
yang dapat menurunkan resiko terjadinya penyakit jantung koroner. Oleh
karena itu, pada lansia asupan lemak yang dianjurkan adalah
menyumbang 20-25% energi yang dibutuhkan dalam sehari. LEmak tetap
dibutuhkan karena fungsinya sebagai pelarut vitamin A, D, E dan K serta
sumber asam lemak essensial. Selain itu, memasak dengan minyak akan
meningkatkan cita rasa dan aroma makanan, yang sangat oenting agar

lansia menjadi bergairah untuk makan. Jenis lemak juga sangat


menentukan bagi kepentingan selain sebagai sumber energi. Sangat
dianjurkan bahwa sumber lemak omega-3, omega-6 ada dalam makanan
sehari-hari. Sumbernya adalah antara lain minyak nabati, kacangkacangan, ikan laut (lemuru, salmon, mekerel). Mengkonsumsi kelompok
kacang-kacangan (nuts) lebih dari 5 kali perminggu (1 porsi = 1 ons
kacang-kacangan) dapat menurunkan resiko penyakit jantung koroner
hingga 25-39%. Lemak jenuh, terutama yang dihidrogenisasi (=lemak
trans) dapat meningkatkan kolesterol total dan kolesterol LDL serta
menekan kolesterol HDL. Harper dan Jacobson menganjurkan untuk
semua umur, untuk tidak mengkonsumsi lemak diatas 30% dari
keseluruhan energi yang masuk dalam sehari.
Kebutuhan hidrat arang biasanya dihitung by difference dalam arti bahwa
sumbangan energi dari hidrat arang diperhitungkan sebagai sisa
kebutuhan energi sesudah memperhitungkan sumbangan energi yang
berasal dari lemak dan protein. Selain itu harus diperhatikan bahwa untuk
mencegah ketosis, minimal harus masuk 50-100 gram hidrat arang setiap
harinya. Pada lansia sumber hidrat arang yang dianjurkan adalah yang
mempunyai nilai indeks glisemik yang rendah serta cukup kadar seratnya.
Konsumsi refined carbohydrates seperti gula dan tepung-tepungan yang
telah dihilangkan kandungan seratnya sebaiknya dibatasi.
Kebutuhan akan air atau cairan sering dilupakan, padahal pada lansia
resiko terjadinya dehidrasi yang tidak disadari cukup tinggi oleh karena
meningkatnya persepsi haus. Lebih-lebih pada lansia yang hidup di
daerah tropik. Selain gangguan persepsi haus, penyakit kronik dan
imobilitas dapat pula menurunkan asupan air. Asuoan air yang kurang
dapat meningkatkan osmolalitas serum yang kemudian dapat
mengganggu keseimbangan asam basa darah. Asupan air yang
dianjurkan adalah 30ml/kgBB/hari.

Kebutuhan Mikronutrien
Kebutuhan akan vitamin E, C dan sebagian besar vitamin B lansia tak
berbeda jauh dengan kebutuhan pada usia dewasa. Namun demikian
terjadi perubahan kebutuhan akan vitamin A, D dan B-6. Kebutuhan akan
vitamin B-6 meningkat oleh karena penurunan atau kurang efisiennya
absorpsi vitamin tersebut, terutama pada wanita.
Pada usia tua, kemampuan ginjal untuk mensintesis 1,25-(OH) 2 vitamin D
sebagai respon terhadap sinyal hormon paratiroid menurun. Selain itu,
usus lansia juga kurang responsif terhadap sinyal 1,25-(OH) 2 vitamin D
untuk meningkatkan absorpsi kalsium. Selain itu, kulit tua pun menurun
kemampuannya untuk mensintesis prokolekalsiferol yang diubah menjadi
vitamin D dengan bantuan sinar ultraviolet. Banyak studi melaporkan

penurunan vitamin D dan metabolit-metabolit aktifnya pada lansia.


Dengan demikian, lansia yang dalam dietnya rendah kandungan vitamin
dan kalsium, akan memperoleh manfaat dari suplementasi vitamin D.
Studi di Eropa melaporkan bahwa 90% lansia disurvei ternyata
mengkonsumsi vitamin dibawah AKG namun tanpa gejala defisiensi. Oleh
karena itu para ahli tidak merekomendasikan pemberian suplemen, walau
asupan sedikit dibawah AKG. SUplemen vitamin A harus diberikan dengan
hati-hati, karena pada lansia absorpsi vitamin berlangsung efisien, namun
metabolisme dihati berlangsung kurang efisien. Dengan demikian,
suplemen vitamin A akan cepat meningkatkan kadar vitamin A dalam
darah, PEmberian vitamin A dua sampai tiga kali AKG dapat menimbulkan
kerusakan hepar pada lansia seperti yang dilaporkan oleh Krasinski dkk
pada tahun 1991 dan 1989.
Dibandingkan dengan usia dewasa dan muda, absorpsi seng dan
magnesium menurun pada lansia. Perubahan absorpsi ini dapat
disebabkan penurunan fungsi intestinum atau karena adanya penurunan
kebutuhan, namun jawaban pastinya belum ditemukan. Defisiensi seng
yang marginal dapat berpengaruh terhadap indra pengecap dan
penyembuhan luka yang melambat.
Absorpsi kalsium menurun dengan bertambahnya umur. Pada usia muda,
bila asupan kalsium rendah akan terjadi efisiensi atau peningkatan dalam
absorpsi yang tidak terjadi pada lansia. Hal ini mungkin berhubungan
dengan penurunan respon intestinum terhadap vitamin D. Amerika
Serikat meningkatkan AKG kalsium bagi lansia hingga 1500mg/hari untuk
menurunkan resiko terjadinya osteoporosis, mengingat usia harapan
hidup yang tinggi. Studi WHO di Hongkong juga menyimpulkan perlunya
suplemen 1000mg kalsium (dari 2 gelas susu tinggi kalsium) pada wanita
Asia dimana diet sehari-harinya rendah sumber kalsium dari susu maupun
olahan susu. Studi longitudinal ini menghasilkan penurunan resiko fraktur
tulang karena osteoporosis disamping didapatkan kepadatan tulang yang
lebih baik pada mereka yang menerima suplemen dibanding yang tidak
menerima suplemen. Untuk Indonesia, AKG tahun 2004 masih berada
pada tingkat 800mg/hari bagi lansia.

Anda mungkin juga menyukai