Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PROSES MENUA

A. PENGERTIAN
Menua (aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas
(termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Martono dan
Pranaka, 2011)
Ageing Process (proses menua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
dan memperbaiki kerusakan yang diderita (konstantindes, 1994; Darmojo, 2004,
dalam Azizah, 2011).
Proses penuaan merupakan akumulasi secara progresifdari berbagai
perubahan fisiologi organ tubuh yang berlangsung seiring berlalunya waktu. Azizah
(2011).
Proses Penuan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-
tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan tahapan-
tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh terhadap serangan penyakit yang
dapat menyebabkan kematian misalnya system kardiovaskuler dan pemmbuluh
darag, pernafasan, pencernaan, endokrin, dan lain sebagainya. Hal tersebut
disebakan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan
fungsi sel jaringan, serta system organ. Perubahan tersebut pada umumnya
mengaruh pada kemunduran kesehatann fisik dan psikis yang pada akhirnya akan
berpengaruh pada ekonomi dan social lansia. Sehingga secara berpengaruh pada
activity of daily living (Fatimah,2010)
B. TEORI-TEORI PROSES MENUA
Teori-teori proses penuaan Menurut Azizah (2011), teori penuaan secara umum
dapat dibedakan menjadi dua yaitu teori penuaan secara biologi dan teori penuaan
psikososial.
1. Teori biologi
a. Teori Seluler
Kemampuan sel hanya mampu membelah dalam jumlah tertentu dan
kebanyakan sel-sel tubuh “deprogram untuk membelah 50 kali. Jika sel
pada lansia dilepas dari tubuh dan dibiakkan di laboratorium, lalu
diobservasi, jumlah sel-sel yang akan membelah akan terlihat lebih sedikit.
Hal ini akan memberikan beberapa pengertian terhadap beberapa pengertian
terhadap proses penuaan biologis dan menunjukan bahwa pembelahan sel
lebih lanjut mungkinterjadi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan,
sesuai dengan berkurangnya umur. Pada beberapa sistem, seperti sistem
saraf, sistem muskoloskeletal dan jantung, sel pada jaringan dan organ
sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang karena rusak atau
mati.
Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko mengalami proses penuaan
dan mempunyai kemampuan yang sedikit atau tidak sama sekali untuk
tumbuh dan memperbaiki diri. Ternyata sepanjang kehidupan ini, sel pada
sistem ditubuh kita 10 cenderung mengalami kerusakan dan akhir sel akan
mati, dengan konsekuensi yang buruk karena sistem sel tidak dapat diganti.
b. Teori Genetic Clock
Menurut teori ini menua telah deprogram secara genetic untuk
spesiesspesies tertentu. Tiap spesies mempunyai didalam nuclei (inti selnya)
suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam
ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak
berputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti kita akan meninggal
dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan linhkungan atau penyakit akhir
yang katastrofal.
Konsep genetic clock didukung oleh kenyataan bahwa ini
merupakan cara menerangkan mengapa pada beberapa spesies terlihat
adanya perbedaan harapan hidup yang nyata (misalnya manusia ; 116 tahun,
beruang; 47 tahun, anjing; 27 tahun, sapi; 20 tahun).
Secara teoritis dapat dimungkinkan memutar jam ini lagi meski
hanya untuk beberapa waktu dengan pengaruh-pengaruh dari luar, berupa
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit atau tindakan-tindakan
tertentu. Pengontrolan genetik umur rupanya dikontrol dalam tingkat
seluler, mengenai hal ini hayflick melakukan penelitian melalui kultur sel in
vitro yang menunjukan bahwa ada hubungan antara kemampuan membelah
sel dalam kultur dengan umur spesies.
c. Teori Protein (kolagen dan elastisin)
11 jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada
lansia. Proses kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan adanya
perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan tersebut. Pada
lansia beberapa protein (kolagen dan kartilago, dan elastisin pada kulit)
dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur yang berbeda dari protein
yang lebih muda. Contohnya banyak kolagen pada kartilago dan elastisin
pada kulit kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal, seiring
dengan bertambahnya usia. Hal ini dapat lebih mudah dihubungkan dengan
perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitasnya dan cenderung
berkerut, juga terjadinya penurunan mobilitas dan kecepatannya pada sistem
musculoskeletal.
d. Keracunan Oksigen
Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel didalam
tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun
dengan kadar tinggi, tanpa mekanisme pertahanan diri tertentu.
Ketidakmampuan mempertahankan diri dari toksik tersebut membuat
struktur membrane sel mengalami perubahan dari rigid, serta terjadi
kesalahan genetik. membrane sel tersebut merupakan alat untuk
memfasilitasi sel dalam berkomunikasi dengan lingkungannya yang juga
mengontrol proses pengambilan nutrient dengan proses diatas, dipengaruhi
oleh rigiditas membrane tersebut. Konsekuensi dari kesalahan genetik
adalah adanya penurunan reproduksi sel oleh mitosis yang mengakibatkan
jumlah sel 12 anak di semua jaringan dan organ berkurang. Hal ini akan
menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh.
e. Sistem Imun kemampuan
Sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan. Walaupun
demikian, kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari sistem limfatik
khisusnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang berkontribusi dalam
proses penuaan. Mutasi yang berulang atau protein pasca translasi, dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali
dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan
terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini akan dapat
menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalamu
perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya. Perubahan
inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun.
Hasilnya dapat pula berupa reaksi antigen antibodi yang luas
mengenai jaringan-jaringan beraneka ragam, efek menua jadi akan
menyebabkan reaksi histoinkomtabilitas pada banyak jaringan. Salah satu
bukti yang ditemukan ialah bertambahnya prevalensi auto antibody
bermacammacam pada orang lanjut usia. Disisi lain sistem imun tubuh
sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya
serangnya terhadap kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker leluasa
membelah-belah. Inilah yang menyebabkan kanker yang meningkat sesuai
dengan meningkatnya umut.
f. Mutasi Somatik (Teori Error Catastrophe)
Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat
memperpendek umur, sebaliknya menghindari terkenanya radiasi atau
tercemarnya zat kimia yang bersifat karsiogenik atau toksik dapat
memperpanjang umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif
pada DNA sel somatik akan menyebabkan terjadinya penurunan
kemampuan fungsional sel tersebut. Mekanisme pengontrolan genetic
dalam tingkat sub seluler dan molekular yang bisa disebut juga hipotesis
“error catastrophe” menurut hipotesis tersebut menua disebabkan oleh
kesalahan-kesalahan yang beruntun.
Sepanjang kehidupan setelah berlangsung dalam waktu yang
RNA)cukup lama, terjadi kesalahan dalam proses transkripsi (DNA
protein/ enzim) kesalahanmaupun dalam proses translasi (RNA tersebut
akan menyebabkan terbentuknya enzim yang salah. Kesalahan tersebut
dapat berkembang secara eksponensial dan akan menyebabkan terjadinya
reaksi metabolisme yang salah, sehingga akan mengurangi fungsional sel.
Apalagi jika terjadi pula kesalahan dalam proses translasi (pembuatan
protein), maka terjadi kesalahan yang makin membanyak , sehingga
terjadilah katastrop.
g. Teori Menua Akibat Metabolisme
Pengurangan intake kalori pada rodentia muda akan menghambat
pertumbuhan dan memperpanjang umur. Perpanjangan umur karena jumlah
kalori tersebut antara lain disebabkan karena menurunnya salah 14 satu atau
beberapa proses metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran hormon yang
merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan hormon pertumbuhan.
Modifikasi cara hidup yang kurang bergerak menjadi lebih banyak bergerak
mngkin dapat juga meningkatkan umur panjang. Hal ini menyerupai hewan
yang hidup dialam bebas dan banyak bergerak dibanding dengan hewan
laboratorium yang kurang bergerak dan banyak makan. Hewan dialam
bebas lebih panjang umurnya daripada hewan laboratorium.
h. Teori Akibat Radikal Bebas Radikal bebas (RB)
Dapat terbentuk dialam bebas, dan di dalam tubuh fagosit (pecah),
dan sebagai produk sampingan didalam rantai pernafasan didalam
mitokondria. Untuk organisasi aerobik radikal bebas terutama terbentuk
pada waktu respirasi (Aerob) didalam mitokondria. Karena 90 % oksigen
yang diambil tubuh termasuk didalam mitokondria. Waktu terjadi proses
respirasi tersebut oksigen dilibatkan dalam mengubah respirasi
didalambahan bakar menjadi ATP, melalui enzim mitokondria maka RB
akan dihasilkan sebagai zat antara. RB yang terbentuk tersebut adalah
superoksida (O2), radikal hidroksida (OH), dan juga peroksida hidrogen
(H202). RB bersifat merusak, karena sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi
dengan DNA, protein, asam lemak tak jenuh, seperti dalam membrane sel,
dan dengan guguh SH. Walaupun telah ada sistem penangkal, namun
sebagian RB tetap lolos, bahkan makin lanjut usia makin banyak RB
terbentuk sehingga proses 15 pengerusakan terus terjadi, kerusakan organel
sel semakin banyak akhirnya sel mati.
2. Teori psikologi
a. Aktivitas atau Kegiatan (activity theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktifdan terus memelihara
keaktifannya setelah lanjut usia sense of integrity yang dibangun dimasa
mudanya tetap terpelihara sampai tua. Teori ini menyatakan bahwa pada
lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam
kegiatan sosial. Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup
dari usia lanjut. Mempertahankan hubungan anatara sistem sosial dan
individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke usia lanjut.
b. Kepribadian berlnjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia.
Identity pada lansia yang sudah mantap memudahkan dalam memelihara
hubungan dengan masyarakat, melibatkan diri dengan masalah di
masyarakat, keluarga dan hubungan interpersonal. Pada teori ini
menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia
sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimilikinya.
c. Teori Pembebasan (Disengagement theory)
Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan
kemunduran individu dengan individu lainnya.Teori ini menyatakan bahwa
dengan bertambahnya usia, seseorang secara pelan tetapi pasti mulai
melepaskan 16 diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari
pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia
menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga terjadi kehilangan
ganda (triple loss), yakni:
 Kehilangan peran (loss of role)
 Hambatan kontak sosial (restriction of contacts and relationship)
 Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social more and
values)
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENUAAN
1. Heredites atau keturunan genetic
2. Nutrisi atau makanan
3. Status kesehatan
4. Pengalaman hidup
5. Lingkungan
6. Strees

D. BATASAN-BATASAN LANSIA
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), kelompok umur lansia dibagi menjadi:
usia pertengahan (middle age) : usia 45-59 tahun
a. bLanjut usia (elderly) : usia 60-74 tahun
b. Lanjut usia tua ( old ) : usia 75-90 tahun
c. Usia sangat tua ( very old ) : usia > 90 tahun

E. PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI PADA LANSIA


1. Perubahan Fisik
a. Sel : jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya lebih besar, berkurangnya
cairan intra dan extra seluler
b. Persarafan : cepatnya menurun hubungan persarapan, lambat dalam respon
waktu untuk meraksi, mengecilnya saraf panca indra  sistem pendengaran,
presbiakusis, atrofi membran  timpani, terjadinya pengumpulan serum
karena meningkatnya keratin
c.  Sistem penglihatan : spinkter pupil timbul sklerosis  dan hlangnya respon
terhadap sinaps, kornea lebih berbentuk speris, lensa keruh,
meningkatnya ambang pengamatan sinar, hilangnya daya akomodasi,
menurunnya lapang pandang.
d. Sistem Kardivaskuler : katup jantung menebal dan menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % setiap tahun setelah
berumur 20 tahun sehingga menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volume, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meninggi.
e.  Sistem respirasi : otot-otot pernafasan menjadi kaku sehingga menyebabkan
menurunnya aktifitas silia. Paru kehilangan elastisitasnya sehingga kapasitas
residu meingkat, nafas berat. Kedalaman pernafasan menurun.
f. Sistem gastrointestinal : kehilangan gigi,sehingga menyebkan gizi buruk,
indera pengecap menurun krena adanya iritasi selaput lendir dan atropi
indera pengecap sampai 80 %, kemudian hilangnya sensitifitas saraf
pengecap untuk rasa manis dan asin
g.  Sistem genitourinaria : ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi sehingga
aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, GFR menurun sampai 50 %.
Nilai ambang ginjal terhadap glukosa menjadi meningkat. Vesika urinaria,
otot-ototnya menjadi melemah, kapasitasnya menurun sampai 200 cc
sehingga vesika urinaria sulit diturunkan pada pria lansia yang akan
berakibat retensia urine. Pembesaran prostat, 75 % doalami oleh pria diatas
55 tahun. Pada vulva terjadi atropi sedang vagina terjadi selaput lendir
kering, elastisitas jaringan menurun, sekresi berkurang  dan menjadi alkali.
h.  Sistem endokrin : pada sistem endokrin hampir semua produksi hormon
menurun, sedangkan fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah, aktifitas
tiroid menurun sehingga menurunkan basal metabolisme rate (BMR).
Porduksi sel kelamin menurun seperti : progesteron, estrogen dan
testosteron.
i. Sistem integumen : pada kulit menjadi keriput akibat kehilangan  jaringan
lemak, kulit kepala dan rambut menuipis menjadi kelabu, sedangkan rambut
dalam telinga dan hidung menebal. Kuku menjadi keras dan rapuh.
j. Sistem muskuloskeletal : tulang kehilangan densitasnya dan makin rapuh
menjadi kiposis, tinggi badan menjadi berkurang yang disebut discusine
vertebralis menipis, tendon mengkerut dan atropi serabut erabit otot ,
sehingga lansia menjadi lamban  bergerak. otot kam dan tremor.
2. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
b. Kehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan
e.  Lingkungan
Kenangan (memori) ada 2 :
a. Kenangan jangka panjang, berjam-jam sampai berhari-hari  yang lalu
b. Kenangan jangka pendek : 0-10 menit, kenangan buruk
Intelegentia Question :
a. Tidak berubah dengan informasi  matematika dan perkataan verbal
b. Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor terjadi
perubahan pada daya membayangkan, karena tekanan-tekanan dari faktor
waktu.
3. Perubahan Psikososial
a. Pensiun : nilai seorang dukur oleh produktifitasnya, identits dikaitkan
dengan peranan dalam pekerjaan
b. Merasakan atau sadar akan kematian
c. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak
lebih sempit.
F. TUMBUH KEMBANG PADA LANSIA
Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke
atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi proses
menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides,
1994). Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik
dan struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan
mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999).
1. Perubahan Fisik Lansia
a. Sel
Jumlah selnya akan lebih sedikit, dan ukurannya akan lebih besar.Sistem
syaraf. Berat otak menurun 10-20%, hubungan persyarafan cepat menurun,
lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres,
mengecilnya saraf panca indera, dan kurang sensitif terhadap sentuhan.
b. Sistem pendengaran
Gangguan pada pendengaran, pendengaran menurun pada manula yang
mengalami ketegangan jiwa/stres.
c. Sistem penglihatan
Hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih suram (keruh), daya adaptasi
terhadap kegelapan lebih lambat, menurunnya lapang pandang, dan
menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau.
d. Sistem Kardiovaskuler
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku,
tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari
pembuluh darah perifer.
e. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologik ± 35ºC ini akibat
metabolisme yang menurun, keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat
memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot
2. Perubahan Psikologis Lansia
a. Penurunan kondisi fisik hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau
kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat
menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.
b. Penurunan fungsi dan potensi seksual pasangan hidup telah meninggal,
disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa
lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.
c. Perubahanyang berkaitan dengan pekerjaan pensiun sering diartikan sebagai
kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan
harga diri.
d. Perubahan dalam peran sosial di masyarakat akibat berkurangnya fungsi
indera, peran dimasyarakatpun akan berubah.
e. Perubahan Ekonomi Lansia
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Penghasilan
akan berkurang, sehingga perlu menyesuaikan  perubahan ekonomi.
f. Tugas Perkembangan Lansia Menurut Havighust
 Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik
 Menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi karena pensiun dan
berkurangnya penghasilan
 Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup
 Menerima fakta bahwa dirinya termasuk golongan lanjut usia dan
mencari kelompok seusia
 Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara fleksibel
G. PERAN PERAWAT PADA KLIEN SESUAI DENGAN PROSES PENUAAN
Proses Perawatan Kesehatan bagi para Lansia merupakan tugas yang
membutuhkan suatu kondisi yang bersifat komprehnsif sehingga diperlukan suatu
upaya penciptaan suatu keterpaduan antara berbagai proses yang dapat terjadi pada
lansia. Untuk mencapai tujuan yang lebih maksimal, konsep dan strategi pelayanan
kesehatan bagi para lansia memegang peranan yang sangat penting dalam hal ini
tidak lepas dari peran perawat sebagai unsur pelaksana.
Dalam proses tersebut, peran perawat yang dapat dikembangkan untuk
merawat lansia, berdasarkan proses penuaan yang terjadi, yaitu :
1. Peran Perawat dalam menghadapi Perubahan Biologik (Fisik).
Perawatan dengan perubahan fisik adalah perawatan yang memperhatikan
kesehatan objektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yang dialami oleh lansia
semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang
masih bisa dicapai dan dikembangkan, serta penyakit yang dapat dicegah atau
ditekan progresivitasnya. Perawatan fisik ini tebagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Perawatan bagi usila yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu
bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga kebutuhannya sehari-hari bisa
dipenuhi sendiri.
b. Perawatan bagi usila yang pasif atau tidak dapat bangun, yang keadaan
fisiknya mengalami kelumpuhan atau kesakitan sehingga memerlukan
bantuan orang lain untuk melakukan kebutuhannya sendiri. Disinilah peran
perawat teroptimalkan, terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan
kebersihan perorangan untuk mempertahankan kesehatannya, dan untuk itu
perawat harus mengetahui dasar perawatan bagi pasien lansia. Peran
perawat dalam membantu kebersihan perorangan sangat penting dalam
usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi dapat
timbul bila kebersihan kurang mendapat perhatian.
Selain itu kemunduran kondisi fisik akibat proses ketuaan dapat
mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap gangguan infeksi dari luar. Untuk
para lansia yang masih aktif, peran perawat sebagai pembimbing mengenai
kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan rambut
dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidir, hal makanan, cara
mengkonsumsi obat, dan cara pindah dari kursi ke tempat tidur atau
sebaliknya. Kegiatan yang dilakukan secara rutin akan sangat penting
dipertahankan pada lansia dengan melihat. Kemampuan yang ada, karena
adanya potensi kelemahan atropi otot dan penurunan fungsi.
2. Peran Perawat dalam menghadapi Perubahan Sosial.
Dalam perannya ini, perawat perlu melakukan pendekatan sosial sebagai
salat satu upayanya adalah memberikan kesempatan berkumpul dengan sesama
usila. Mereka dapat bertukar cerita atau bertukar pikiran dan memberikan
kebahagiaan karena masih ada orang lain yang mau bertukar pikiran serta
menghidupkan semangat sosialisasi. Hasil kunjungan ini dapat dijadikan pegangan
bahwa para lansia tersebut adalah makluk sosial juga, yang membutuhkan
kehadiran orang lain.
3. Peran Perawat dalam menghadapi Perubahan Psikologi.
Pada lansia, terutama yang melakukan kegiatan pribadi, memerlukan
bantuan orang lain, memerlukan sebagai suporter, interprester terhadap segala
sesuatu yang asing, penampung rahsia pribadi, dan sahabat yang akrab. Peran
perawat disini melakukan suatu pendekatan psikis, dimana membutuhkan seorang
perawat yang memiliki kesabaran, ketelitian dan waktu yang cukup banyak untuk
menerima berbagai keluhan agar para usila merasa puas.
Pada dasarnya pasien lansia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih
lingkungannya, termasuk perawat sehingga perawat harus menciptakan suasana
aman, tenang dan membiarkan klien lansia melakukan atau kegiatan lain yang
disenangi sebatas kemampuannya.
Peran perawat disini juga sebagai motivator atau membangkitkan kreasi
pasien yang dirawatnya untuk mengurangi rasa putus asa, rendah diri, rasa terbatas
akibat ketidak mampuannya. Hal ini perlu dilakukan karena bersamaan dengan
makin lanjutnya usia, terjadi perubahan psikis yang antara lain menurunnya daya
ingat akan peristiwa yang baru saja terjadi, perubahan pola tidur dengan
kecenderungan untuk tiduran di siang hari dan pengeseran libido.
Mengubah tingkahl laku dan pandangan terhadap kesehatan lansia tidak
dapat dilakukan seketika. Seorang perawat harus melakukannya secara perlahan-
lahan dan bertahap serta mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi
sehingga seluruh pengalaman yang dilalui tidak menambah beban tetapi justru tetap
memberikan rasa puas dan bahagia.

H. POHON MASALAH
I. MASALAH KEPERAWATAN YANG TIMBUL
1. Fisik atau Biologis
a. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat.
b. Gangguan persepsi berhubungan dengan gangguan pendengaran /
penglihatan.
c. Kurang perawatan diri berhubungan dengan menurunnya minat dalam
merawat diri.
d. Resiko cedera fisik (jatuh) berhubungan dengan penyesuaian penurunan
fungsi tubuh tidak adekuat.
e. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan pola makan yang tidak
efektif, peristaltik lemah.
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kecemasan atau nyeri.
g. Gangguan pola napas berhubungan dengan penyempitan jalan napas / adanya
skret pada jalan napas.
h. Gangguan mobilisasi berhubungan dengan kekakuan sendi, atropi serabut
otot.
2. Psikologis Sosial
a.  Menarik diri dari lingkungan berhubungan dengan perasaan tidak mampu.
b.  Isolasi sosial berhubungan dengan perasan curiga.
c. Depresi berhubungan dengan isolasi sosial.
d. Harga diri rendah berhubungan dengan perasaan ditolak.
e.   Koping yang tidak adekuat berhubungan dengan ketidakmampuan
menghilangkan perasaan secara tepat.
f. Cemas berhubungan dengan sumber keuangan yang terbatas.
3. Spiritual
a. Reaksi berkabung / berduka berhubungan dengan ditinggal pasangan.
b. Penolakan terhadap proses penuaan berhubungan dengan tak siap dengan
kematian.
c.      Marah terhadap Tuhan berhubungan dengan kegagalan yang dialami.
d.      Perasaan tidak tenang berhubungan dengan ketidakmampuan ibadah secara
tepat.
A. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Data Demografi
a. Jenis Kelamin
Laki-laki yang mengalami penurunan pendapatan cenderung berisiko
depresi lebih tinggi dibandingkan perempuan karena laki-laki merupakan kepala
keluarga yang mempunyai peran besar dalam keluarga (Lee dan Smith, 2009).
1. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan lansia dapat mempengaruhi pendapatan uang pensiunan dan
mekanisme koping yang dilakukan (Hayati, 2014).
2. Anggota Keluarga
Kaji berapa jumlah anggota keluarga inti dan berapa orang yang sekiranya
masih dalam masa pembiayaan klien.
3. Pekerjaan Terdahulu dan Penghasilan
Pekerjaan lansia sebelum pensiun/berhenti bekerja perlu dikaji. Tidak semua
pekerjaan apalahi yang bukan pegawai akan dapat uang pensiun. Selain itu
jumlah uang pensiunan juga dapat memengaruhi tingkat stress dan depresi
lansia (semakin rendah jumlah uang pensiun yang diterima maka semakin
tinggi tingkat stress dan depresi) (Kurniasih, 2013).
b. Riwayat Kesehatan Dahulu dan Sekarang
Perlu dikaji terkait penyakit yang pernah diderita untuk memprediksi apakah
lansia tersebut dapat terserang penyakit yang sama lagi dikemudian hari atau
justru menderita komplikasi akibat penyakit primernya terdahulu. Hal tersebut
berkaitan dengan pembiayaan yang mungkin akan dibebankan pada lansia
apalagi jika lansia tersebut tidak memiliki keanggotaan Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN).
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik secara komprehensif (head to toe/per sistem) wajib dilakukan
meski tidak ada keluhan berarti yang dirasakan lansia guna mengantisipasi
penyakit degeneratif.

2. Diagnosa Keperawatan yang Dapat Muncul


1. Koping Tidak Efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan sistem
pendukung/strategi koping
2. Penampilan Peran Tidak Efektif berhubungan dengan faktor ekonomi
3. Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif berhubungan dengan
kesulitan ekonomi

Referensi Berdasarkan
Diagnosa Tujuan dan
Intervensi Keperawatan NIC/Evidence Based
Keperawatan Kriteria
Practice
Hasil/NOC
Koping Tidak Setelah dilakukan 1) Bina hubungan saling Intervensi nomor 1, 2, 3,
Efektif b.d. tindakan percaya dengan klien 4: merupakan standar
ketidakade- keperawatan dan/atau keluarga intervensi yang ada pada
kuatan sistem selama…..x….ja 2) Berikan kesempatan NIC.
pendukung/ m, klien mampu klien untuk
strategi koping menghadapi mengungkapkan Intervensi nomor 5: studi
permasalahan perasaannya, bantu yang dilakukan oleh
yang dihadapi klien identifikasi Surbakti (2008)
dengan stressor mengungkapkan bahwa
menggunakan
mekanisme koping
adaptif yang 3) Berikan dukungan lansia pensiun yang
ditunjukkan pada klien apabila mempunyai tingkat
dengan: telah mengungkapkan depresi rendah ternyata
1) Ekspresi wajah perasaanya menggunakan strategi
klien tampak 4) Ajarkan alternatif koping adaptif yang
tenang, tidak koping yang berorientasi ego yaitu
cemas konstruktif dengan rutin
2) Klien 5) Ajarkan klien untuk melaksanakan dan
mengungkapkan menggunakan strategi menjadwalkan
dengan verbal koping berorientasi hobi/kesukaannya dan
tentang perasaan ego yaitu dengan berupaya untuk
yang lebih baik memfasilitasi dan meningkatkan religiusitas
3) Klien menjadwalkan secara dengan
menunjukkan berkala klien membiasakan diri selalu
perilaku yang melakukan hobinya mengadu dan berdoa
konstruktif serta membantu klien kepada Tuhan YME
dalam kegiatan untuk meningkatkan apabila ada masalah.
sehari-hari religiusitas, latih klien
untuk senantiasa Intervensi nomor 6:
berdoa dan mengadu Suprapto (2013) dalam
kepada Tuhan YME studinya memaparkan
setiap kali ada bahwa konseling
masalah. logoterapi dapat
6) Gunakan pendekatan meningkatkan
konseling logoterapi kebermakanaan hidup
pada lansia.
Penampilan Setelah dilakukan 1) Diskusikan dengan Intervensi nomor 1 dan 2:
Peran Tidak tindakan klien hal-hal apa saja merupakan standar
keperawatan
Efektif b.d. selama…..x….jam, yang masih dapat intervensi yang ada pada
faktor ekonomi klien mampu dilakukan dan NIC.
menerima sekiranya
diri terhadap peran
menghasilkan
yang diembannya

karena kondisinya 2) Bangun kepercayaan Intervensi nomor 3:


yang sekarang diri klien dengan Penelitian
ditunjukkan dengan: memberi motivasi dan
yang
1) Klien pujian
dilakukan
mengungkapkan 3) Ajarkan suatu
secara verbal keterampilan okupasi oleh Kaharingan et al.
tentang pada lansia (2015) menunjukkan
kepuasannya bahwa kegiatan terapi
sekarang okupasi yang diajarkan
kepada lansia membuat
menjalani peran
lansia semakin
dalam memaknai dan
keluarga menghargai hidup.
2) Klien
mampu menjalani
perannya saat ini
dengan strategi
koping yang
adaptif
Manajemen Setelah dilakukan 1) Anjurkan keluarga Intervensi nomor
Kesehatan tindakan untuk mendukung 1:
Keluarga keperawatan lansia senantiasa penelitian yang
Tidak Efektif selama…..x….jam, memeriksakan dilakukan Wulandhani,
b.d. kesulitan klien mampu kesehatannya secara et al. (2014)
ekonomi menunjukkan rutin menunjukkan
kemampuan 2) Advokasi klien untuk bahwa
mengatur kesehatan mendapatkan semakin tinggi
keluarga dengan pembiayaan apabila dukungan keluarga maka
efektif belum semakin termotivasi
menggunakan mempunyai lansia untuk
kemampuan/sumber keanggotaan asuransi memeriksakan
daya yang tersedia kesehatan pemerintah kesehatannya.
yang ditunjukkan 3) Berikan pendidikan
dengan: kesehatan terkait Intervensi nomor 2:
1) Klien dan pemanfaatan merupakan
keluarga pelayanan
standar intervensi yang
menunjukkan posyandu
ada di NIC.
perilaku hidup lansia, risiko
bersih dan sehat
Intervensi nomor 3: hasil
secara rutin
studi Yuliani
(2015)

DAFTAR PUSTAKA

Azizah. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu


Martono H. Pranarka K. (2011). Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Ed-4.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Carpenito, Lynda Juall. 1998. Buku Saku Diagnosa  Keperawatan   Edisi 6. Jakarta: EGC
Doenges marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Jakarta: EGC
Hadiwinoyo, S.T. 1999.Panduan Gerontologi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Nugroho, W. 2000. Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai