Anda di halaman 1dari 56

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN

DIABETES MELLITUS

Disusun oleh Kelompok 4 :

1. Ni Wayan Novayulia (2214201147)


2. Ni Pt Ayu Mitha Pratama Dewi (2241201148)
3. Ni Kd Adelia Candra Afsari (2214201149)
4. Eusebio Aparico De Fatima Gueteres (2214201150)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN B

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

2023
A. Tinjauan Teori
1. Konsep Dasar Lansia
a. Pengertian Menua

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai
dari suatu waktu tertentu , tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tahap-tahap
kehidupannya, yaitu neonatus, toddler, pra school, remaja, dewasa dan lansia.
Tahap berbeda ini di mulai baik secara biologis maupun psikologi (Padila, 2013).

Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan


kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Menurunnya pertahanan kemampuan suatu jaringan untuk mempertahankan
struktur dan fungsi normlnya sehingga membuat secara progresif manusia akan
kehilangan daya tahan terhadap infeksi sehingga menimbulkan penyakit
degeneratif seperti diabetes mellitus, osteosklerosis, kardiovaskuler, hipertensi,
dan gangguan keseimbangan (Darmojo Boedhi, 2009).

Menurut World Health Organization (WHO) dan Undang- undang No. 13


Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada pasal 1 ayat 2 yang
menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah
suatu penyakit, akan tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya daya
tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang
berakhir dengan kematian.

Jadi proses penuaan bukan merupakan suatu penyakit, melainkan suatu masa
atau tahap hidup manusia yaitu bayi, kanak-kanak, dewasa, tua dan lanjut usia.
Kemudian proses penuaan dapat menyebabkan berkurangnya daya tahan tubuh
dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Dengan demikian,
memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering menghinggapi
kaum lanjut usia.
b. Klasifikasi Lanjut Usia
Menurut organisasi kesehtan dunia WHO (dalam Nugroho, W. 2016) ada
empat tahap yakni :
1) Usia pertengahan (middle age) usia 45 - 59 tahun
2) Lanjut usia (elderly) usia 60 dan 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) berusia antara 75 sampai 90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
c. Fisiologi Lansia
Proses penuaan adalah normal, berlangsung secara terus menerus secara
alamiah. Dimulai sejak manusia lahir bahkan sebelumnya dan umunya dialami
seluruh makhluk hidup. Menua merupakan proses penurunan fungsi struktural
tubuh yang diikuti penurunan daya tahan tubuh. Setiap orang akan mengalami
masa tua, akan tetapi penuaan pada tiap seseorang berbeda-beda tergantung pada
berbagai faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut dapat berupa
faktor herediter, nutrisi, stress, status kesehatan dan lain-lain (Stanley, 2006).
d. Teori Proses Menua (Aging Process)
Teori penuaan secara umum menurut Lilik Ma’rifatul (2011) dapat dibedakan
menjadi dua yaitu teori biologi dan teori penuaan psikososial.
1) Teori Biologi
a) Teori seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan
kebanyakan sel–sel tubuh “diprogram” untuk membelah 50 kali. Jika sel
pada lansia dari tubuh dan dibiakkan di laboratrium, lalu diobrservasi,
jumlah sel–sel yang akan membelah, jumlah sel yang akan membelah
akan terlihat sedikit. Pada beberapa sistem, seperti sistem saraf, sistem
musculoskeletal dan jantung, sel pada jaringan dan organ dalam sistem itu
tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang karena rusak atau mati. Oleh
karena itu, sistem tersebut beresiko akan mengalami proses penuaan dan
mempunyai kemampuan yang sedikit atau tidak sama sekali untuk tumbuh
dan memperbaiki diri (Azizah, 2011)
b) Sintesis Protein (Kolagen dan Elastis)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada lansia.
Proses kehilangan elastiaitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan
kimia pada komponen protein dalam jaringan tertentu. Pada lansia
beberapa protein (kolagen dan kartilago, dan elastin pada kulit) dibuat
oleh tubuh dengan bentuk dan struktur yang berbeda dari protein yang
lebih muda. Contohnya banyak kolagen pada kartilago dan elastin pada
kulit yang kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal, seiring
dengan bertambahnya usia (Tortora dan Anagnostakos, 1990). Hal ini
dapat lebih mudah dihubungkan dengan perubahan permukaan kulit yang
kehilangan elastisitanya dan cenderung berkerut, juga terjadinya
penurunan mobilitas dan kecepatan pada system musculoskeletal (Azizah,
2011).
c) Keracunan Oksigen Teori
Tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam tubuh
untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun
dengan kadar yang tinggi, tanpa mekanisme pertahan diri tertentu.
Ketidakmampuan mempertahankan diri dari toksink tersebut membuat
struktur membran sel mengalami perubahan dari rigid, serta terjadi
kesalahan genetik (Tortora dan Anaggnostakos, 1990). Membran sel
tersebut merupakan alat untuk memfasilitas sel dalam berkomunikasi
dengan lingkungannya yang juga mengontrol proses pengambilan nutrisi
dengan proses ekskresi zat toksik di dalam tubuh. Fungsi komponen
protein pada membran sel yang sangat penting bagi proses di atas,
dipengaruhi oleh rigiditas membran tersebut. Konsekuensi dari kesalahan
genetik adalah adanya penurunan reproduksi sel oleh mitosis yang
mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan organ berkurang.
Hal ini akan menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh (Azizah,
2011).
d) Sistem Imun Kemampuan
Sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan. Walaupun
demikian, kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari sistem
limfatik dan khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang
berkontribusi dalam proses penuaan. Mutasi yang berulang atau
perubahan protein pasca tranlasi, dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi
isomatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel,
maka hal ini akan dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel
yang mengalami perubahan tersebut sebagai se lasing dan
menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya
peristiwa autoimun. Disisi lain sistem imun tubuh sendiri daya
pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya
terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker leluasa
membelah-belah (Azizah, 2011).
e) Teori Menua Akibat Metabolisme
Menurut MC Kay et all., (1935) yang dikutip Darmojo dan Martono
(2004), pengurangan “intake” kalori pada rodentia muda akan
menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur. Perpanjangan umur
karena jumlah kalori tersebut antara lain disebabkan karena menurunnya
salah satu atau beberapa proses metabolisme. Terjadi penurunan
pengeluaran hormon yang merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan
hormon pertumbuhan.
2) Teori Psikologis
a) Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya
setelah menua. Sense of integrity yang dibangun dimasa mudanya tetap
terpelihara sampai tua. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang
sukses adalah meraka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial
(Azizah, 2011).
b) Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia.
Identity pada lansia yang sudah mantap memudahkan dalam memelihara
hubungan dengan masyarakat, melibatkan diri dengan masalah di
masyarakat, kelurga dan hubungan interpersonal (Azizah, 2011).
c) Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau
menarik diri dari pergaulan sekitarnya (Azizah, 2011).

e. Perubahan-perubahan yang Terjadi Akibat Proses Menua


Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara
degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri
manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan
sexual (Azizah, 2011).
1) Perubahan Fisik
a) Sistem Indra
Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh
karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,
terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang
tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60
tahun.
b) Sistem Intergumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan
berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan
berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan
glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal
dengan liver spot.
c) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia antara lain sebagai
berikut : Jaringan penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen sebagai
pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan
pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.
d) Kartilago
Jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami granulasi
dan akhirnya permukaan sendi menjadi 16 rata, kemudian kemampuan
kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi
cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada
persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan.
e) Tulang
Berkurangnya kepadatan tualng setelah di obserfasi adalah bagian dari
penuaan fisiologi akan mengakibatkan osteoporosis lebih lanjut
mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur.
f) Otot
Perubahan struktur otot pada penuaan sangat berfariasi, penurunan
jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan
jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif.
g) Sendi
Pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan
fasia mengalami penuaan elastisitas.
2) Sistem Kardiovaskuler dan Respirasi Perubahan sistem kardiovaskuler dan
respirasi mencakup :
a) Sistem kardiovaskuler
Massa jantung bertambah, vertikel kiri mengalami hipertropi dan
kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahan pada
jaringan ikat dan penumpukan lipofusin dan klasifikasi Sa nude dan
jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
b) Sistem respirasi
Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru
tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengompensasi
kenaikan ruang rugi paru, udara yang mengalir ke paru berkurang.
Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan
pernapasan terganggu dan kemampuan peregangan toraks berkurang.
c) Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan
produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata : kehilangan gigi,
indra pengecap menurun, rasa lapar menurun (sensitifitas lapar
menurun), liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat
penyimpanan, berkurangnya aliran darah.
d) Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak
fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi,
dan reabsorpsi oleh ginjal.
e) Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang
progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan
koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
f) Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary
dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat
memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara
berangsur-angsur.
3) Perubahan Kognitif
a) Memory (Daya ingat, Ingatan)
b) IQ (Intellegent Quocient)
c) Kemampuan Belajar (Learning)
d) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
e) Pemecahan Masalah (Problem Solving)
f) Pengambilan Keputusan (Decission Making)
g) Kebijaksanaan (Wisdom)
h) Kinerja (Performance)
i) Motivasi
2. Konsep Diabetes Mellitus
a. Pengertian Diabetes Mellitus
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2016, Diabetes
mellitus adalah suatu penyakit kronis dimana organ pankreas tidak
memproduksi cukup insulin atau ketika tubuh tidak efektif dalam
menggunakannya.
Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik yang berlangsung lama
atau kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah sebagai
akibat dari kelainan insulin, aktivitas insulin ataupun sekresi insulin yang
dapat menimbukan berbagai masalah serius dan prevalensi dari penyakit
diabetes mellitus ini berkembang sangat cepat (Smeltzer &Bare, 2008).
Berdasarkan dari beberapa definisi di atas, diabetes mellitus adalah suatu
kelainan metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah
yang dapat mengakibatkan kerusakan diberbagai sistem tubuh manusia.
b. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Menurut ADA (2013) klasifikasi diabetes mellitus meliputi empat kelas
klinis yaitu :
1) Diabetes Mellitus tipe 1
Hasil dari kehancuran sel beta pankreas, biasanya menyebabkan
defisiensi insulin yang absolut atau tubuh tidak mampu menghasilkan
insulin. Penyebab dari diabetes mellitus ini belum diketahui secara pasti.
Tanda dan gejala dari diabetes mellitus tipe 1 ini adalah poliuria (kencing
terus menerus dalam jumlah banyak), polidipsia (rasa cepat haus),
polipagia (rasa cepat lapar), penurunan berat badan secara drastis,
mengalami penurunan penglihatan dan kelelahan.
2) Diabetes Mellitus tipe 2
Hasil dari gangguan sekresi insulin yang progresif yang menjadi latar
belakang terjadinya resistensi insulin atau ketidakefektifan penggunaan
insulin di dalam tubuh. Diabetes mellitus tipe 2 merupakan tipe diabetes
yang paling banyak dialami oleh seseorang di dunia dan paling sering
disebabkan oleh karena berat badan berlebih dan aktivitas fisik yang
kurang. Tanda dan gejala dari diabetes mellitus tipe 2 ini hampir sama
dengan diabetes mellitus tipe 1, tetapi diabetes mellitus tipe 2 dapat
didiagnosis setelah beberapa tahun keluhan dirasakan oleh pasien dan
pada diabetes mellitus komplikasi dapat terjadi. Diagnosis klinis diabetes
mellitus umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas berupa poliuria,
polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikeluhkan pasien
adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada
pria, serta pruritus vulva pada pasien wanita (Purnamasari, 2009).
3) Diabetes Tipe Spesifik Lain
Diabetes tipe ini biasanya terjadi karena adanya gangguan genetik pada
fungsi sel beta, gangguan genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin
pankreas dan dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti pengobatan
HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).
4) Diabetes Gestasional
Diabetes tipe ini terjadinya peningkatan kadar gula darah atau
hiperglikemia selama kehamilan dengan nilai kadar glukosa darah normal
tetapi dibawah dari nilai diagnostik diabetes mellitus pada umumnya.
Perempuan dengan diabetes mellitus saat kehamilan sangat berisiko
mengalami komplikasi selama kehamilan. Ibu dengan gestational
diabetes memiliki risiko tinggi mengalami diabetes mellitus tipe 2
dikemudian hari. Gestational diabetes lebih baik didiagnosa dengan
pemeriksaan saat prenatal karena lebih akurat dibandingkan dengan
keluhan langsung yang dirasakan klien (Arisman, 2011).
c. Patofisiologi Diabetes Mellitus
1) Etiologi
Penyebab DM adalah kurangnya produksi dan ketersediaan insulin
dalam tubuh yang mencukupi maka tidak dapat bekerja secara normal
atau terjadinya gangguan fungsi insulin. Insulin berperan utama dalam
mengatur kadar glukosa dalam darah, yaitu 60-120 mg/dl waktu puasa
dan dibawah 140 mg/dl pada dua jam sesudah makan (orang normal)
(Tjokroprawiro, 2006). Kekurangan Insulin disebabkan karena terjadinya
kerusakan sebagian kecil atau sebagian besar dari sel-sel beta pulau
langerhans dalam kelenjar penkreas yang berfungsi menghasilkan insulin.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan DM sebagai berikut :
a) Genetik atau Faktor
Keturunan Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diwariskan,
bukan ditularkan. Anggota keluarga penderita DM memiliki
kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan
dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Para ahli
kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut
kromosom seks. Biasanya kaum laki-laki menjadi penderita
sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang
membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya (Maulana,
2008).
b) Virus dan Bakteri
Virus yang menyebabkan DM adalah rubella, mumps, dan human
coxsackievirus B4. Diabetes mellitus akibat bakteri masih belum
bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup
berperan menyebabkan DM (Maulana, 2008).
c) Bahan Toksin atau Beracun
Ada beberapa bahan toksik yang mampu merusak sel beta secara
langsung, yakni allixan, pyrinuron (rodentisida), streptozotocin
(produk dari sejenis jamur) (Maulana, 2008).
d) Asupan Makanan
Diabetes Mellitus dikenal sebagai penyakit yang berhubungan
dengan asupan makanan, baik sebagai factor penyebab maupun
pengobatan. Asupan makanan yang berlebihan merupakan factor
risiko pertama yang diketahui menyebabkan DM. Salah satu asupan
makanan tersebut yaitu asupan karbohidrat. Semakin berlebihan
asupan makanan semakin besar kemungkinan terjangkitnya DM
(Maulana, 2008).
e) Obesitas
Retensi insulin paling sering dihubungkan dengan kegemukan atau
obesitas. Pada kegemukan atau obesitas, sel-sel lemak juga ikut
gemuk dan sel seperti ini akan menghasilkan beberapa zat yang
digolongkan sebagai adipositokin yang jumlahnya lebih banyak dari
keadaan pada waktu tidak gemuk. Zat-zat itulah yang menyebabkan
resistensi terhadap insulin (Hartini, 2009).
2) Proses Terjadi
Diabetes mellitus adalah kumpulan penyakit metabolik yang
ditandai dengan hiperglikemia akibat kerusakan sekresi insulin, kinerja
insulin, atau keduanya. Diabetes Tipe 1 adalah hasil dari interaksi
genetik, lingkungan, dan faktor imunologi yang pada akhirnya mengarah
terhadap kerusakan sel beta pankreas dan insulin defisiensi. Masa sel beta
kemudian menurun dan sekresi insulin menjadi semakin terganggu,
meskipun toleransi glukosa normal dipertahankan (Powers, 2010). DM
Tipe 1 terjadi karena ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun
tetap dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah
makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya
glukosa tersebut dieksresikan dalam urin (glukosuria). Eksresi ini akan
disertai oleh pengeluaran cairan dan elekrolit yang berlebihan, keadaan
ini disebut diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi) (ADA, 2012). Pada diabetes
Tipe 2 terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin,
yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi
dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun,
jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan
insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe 2.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
diabetes tipe 2, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu,
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe 2. Meskipun
demikian, diabetes tipe 2 yang tidak terkontrol dapat menimbulkan
masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe 2 dapat berjalan tanpa
terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria, pilidipsia, luka pada kulit yang tidak
sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur (Smeltzer & Bare,
2008).
d. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala diabetes mellitus menurut Smeltzer et al, (2013) dan
Kowalak (2011) yaitu :
1) Poliuria (air kencing banyak keluar) dan polidipsia (rasa haus yang
berlebih) yang disebabkan yang disebabkan karena osmolalitas serum yang
tinggi akibat kadar glukosa serum yang meningkat.
2) Anoreksia dan Polifagia (rasa lapar yang berlebih) yang terjadi karena
glukosuria yang menyebabkan keseimbangan kalori negatif.
3) Keletihan (rasa cepat lelah) dan kelemahan disebabkan penggunaan
glukosa oleh sel menurun.
4) Kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat sembuh, dan rasa gatal pada
kulit.
5) Sakit kepala, mengantuk dan gangguan aktivitas pada disebabkan oleh
kadar glukosa intrasel yang rendah.
6) Kram pada otot, iritabilitas, serta emosi yang labil akibat
ketidakseimbangan elektrolit.
7) Gangguan penglihatan seperti pemandangan kabur yang disebabkan
karena pembengkakan akibat glukosa.
8) Sensasi kesemutan atau kebas di tangan dan kaki disebabkan kerusakan
jaringan saraf.
9) Gangguan rasa nyaman nyeri pada abdomen yang disebabkan karena
neuropati otonom yang menimbulkan konstipasi.
10) Mual, diare, dan konstipasi yang disebabkan karena dehidrasi dan
ketidakseimbangan serta neuropati otonom.
e. Komplikasi

1) Komplikasi dari diabetes mellitus menurut Smeltzer et al, (2013) dan


Tanto et al, (2014) diklasifikasikan menjadi komplikasi akut dan
komplikasi kronik. Komplikasi akut terjadi karena intoleransi glukosa
yang berlangsung dalam jangka waktu pendek yang mencakup:
a) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dimana glukosa dalam darah mengalami
penurunan dibawah 50 sampai 60 mg/dL disertai dengan gejala
pusing,gemetar, lemas, pandangan kabur, keringat dingin, serta
penurunan kesadaran.
b) Ketoasidosis Diabetes (KAD)
KAD adalah suatu keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolic
akibat pembentukan keton yang berlebih.

c) Sindrom nonketotik hiperosmolar hiperglikemik (SNHH)

Suatu keadaan koma dimana terjadi ganagguan metabolisme yang


menyebabkan kadar glukosa dalam darah sangat tinggi, menyebabkan
dehidrasi hipertonik tanpa disertai ketosis serum.
2) Komplikasi kronik menurut Smeltzer et al, (2013) biasanya terjadi pada
pasien yang menderita diabetes mellitus lebih dari 10 – 15 tahun.
Komplikasinya mencakup:
a) Penyakit makrovaskular (Pembuluh darah besar): biasanya penyakit
ini memengaruhi sirkulasi koroner, pembuluh darah perifer, dan
pembuluh darah otak.
b) Penyakit mikrovaskular (Pembuluh darah kecil): biasanya penyakit ini
memengaruhi mata (retinopati) dan ginjal (nefropati); kontrol kadar
gula darah untuk menunda atau mencegah komplikasi mikrovaskular
maupun makrovaskular.
c) Penyakit neuropatik: memengaruhi saraf sensori motorik dan otonom
yang mengakibatkan beberapa masalah, seperti impotensi dan ulkus
kaki.
f. Pemeriksaan Diagnostik
1) Kadar glukosa darah
Tabel : Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode
enzimatik sebagai patokan penyaring
Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)

Kadar Glukosa Darah Sewaktu DM Belum Pasti DM

Plasma vena >200 100-200

Darah kapiler >200 80-100

Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)

Kadar Glukosa Darah Puasa DM Belum Pasti DM

Plasma vena >120 110-120

Darah kapiler >110 90-110

2) Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali


pemeriksaan :
a) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl).
3) Tes Laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostik, tes
pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi.
g. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksaan pada pasien diabetes menurut Perkeni (2015) dan Kowalak


(2011) dibedakan menjadi dua yaitu terapi farmakologis dan non farmakologi:
1) Terapi farmakologi
Pemberian terapi farmakologi harus diikuti dengan pengaturan pola makan
dan gaya hidup yang sehat. Terapi farmakologi terdiri dari obat oral dan
obat suntikan, yaitu:

a) Obat antihiperglikemia oral

Menurut Perkeni, (2015) berdasarkan cara kerjanya obat ini dibedakan


menjadi beberapa golongan, antara lain:

(1) Pemacu sekresi insulin: Sulfonilurea dan Glinid

Efek utama obat sulfonilurea yaitu memacu sekresi insulin oleh sel
beta pancreas. cara kerja obat glinid sama dengan cara kerja obat
sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin
fase pertama yang dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.
(2) Penurunan sensitivitas terhadap insulin: Metformin dan
Tiazolidindion (TZD)
Efek utama metformin yaitu mengurangi produksi glukosa hati
(gluconeogenesis) dan memperbaiki glukosa perifer. Sedangkan efek
dari Tiazolidindion (TZD) adalah menurunkan resistensi insulin
dengan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan
glukosa di perifer.
(3) Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa Fungsi
obat ini bekerja dengan memperlambat absopsi glukosa dalam usus
halus, sehingga memiliki efek menurunkan kadar gula darah dalam
tubunh sesudah makan.
(4) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)

Obat golongan penghambat DPP-IV berfungsi untuk menghambat


kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap
dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1
untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon
sesuai kadar glukosa darah (glucose dependent).
2) Kombinasi obat oral dan suntikan insulin
Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin yang banyak
dipergunakan adalah kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin
basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang), yang diberikan
pada malam hari menjelang tidur. Terapi tersebut biasanya dapat
mengendalikan kadar glukosa darah dengan baik jika dosis insulin kecil
atau cukup. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6- 10 unit yang
diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut
dengan melihat nilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Ketika
kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah
mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal
dan prandial, serta pemberian obat antihiperglikemia oral dihentikan
(Perkeni, 2015).
3) Terapi non farmakologi

Terapi non farmakologi menurut Perkeni, (2015) dan Kowalak, (2011)


yaitu:
a) Edukasi

Edukasi bertujuan untuk promosi kesehatan supaya hidupmenjadi sehat.


Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya pencegahan dan bisa digunakan
sebagai pengelolaan DM secara holistic.
b) Terapi nutrisi medis (TNM)

Pasien DM perlu diberikan pengetahuan tentang jadwalmakan yang


teratur, jenis makanan yang baik beserta jumlah kalorinya, terutama
pada pasien yang menggunakan obat penurun glukosa darah maupun
insulin.
c) Latihan jasmani atau olahraga

Pasien DM harus berolahraga secara teratur yaitu 3 sampai 5 hari dalam


seminggu selama 30 sampai 45 menit, dengan total 150 menit
perminggu, dan dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari
berturut-turut. Jenis olahraga yang dianjurkan bersifat aerobic dengan
intensitas sedang yaitu 50 sampai 70% denyut jantung maksimal
seperti: jalan cepat, sepeda santai, berenang,dan jogging. Denyut
jantung maksimal dihitung dengan cara: 220 – usia pasien.
B. Tinjauan Askep
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. (Nursalam, 2013).
a. Data Subjektif
Data Subjektif adalah persepsi dan sensasi pasien tentang masalah kesehatan.
Data subjektif dari :
1) Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit
dan diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh- sembuh dan berbau, adanya
nyeri pada luka.
3) Riwayat kesehatan
a) Riwayat Kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta
upaya yang telahdilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
b) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit- penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas,maupun arterosklerosis, tindakan
medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasadigunakan
oleh penderita.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga
yang jugamenderita DM atau penyakit keturunan yang dapat
menyebabkan terjadinya defisiensi insulinmisal hipertensi, jantung.
d) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderitasehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
terhadap penyakit penderita.
b. Data Objektif
Pemeriksaan data subjektif adalah data yang diperoleh melalui suatu pengukuran
dan pemeriksaan dengan menggunakan standar yang di akui atau berlaku.
1) Kebutuhan bio-psiko-sosial dan spiritual
a) Biologis
(1) Pola nutrisi
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum,
berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
(2) Pola tidur dan istirahat
Adanya poliuri, dan situasi rumah sakit yang ramai akan
mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur
dan waktu tidur penderita.
(3) Pola eliminasi (BAB/BAK)
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran
glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada
gangguan.
(4) Aktivitas sehari-hari
Penilaian didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam
meningkatkan aktivitas fungsional. Penilaian meliputi makan, mandi,
toiletingberpakaian, mobilisasi di tempat tidur, mobilisasi berpindah,
berias dan ROM.

b) Sosial
(1) Dukungan keluarga
(2) Hubungan dengan keluarga
(3) Hubungan dengan orang lain
c) Spiritual
(1) Pelaksanaan ibadah
(2) Keyakinan tentang Kesehatan
2) Pemeriksaan fisik
a) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda- tanda vital.
b) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah
sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi
mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda,diplopia,
lensa mata keruh.
c) Sistem integument
Kaji Turgor kulit menurun pada pasien yang sedang mengalami dehidrasi,
kaji pula adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan
suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit
sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas menandakan pasien mengalami diabetes ketoasidosis,
kaji juga adanya batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah
terjadi infeksi.
e) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/
bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, ardiomegalis.
f) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas
g) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
h) Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat
lelah, lemah dannyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat,kacau mental, disorientasi.

j) Informasi Penujang
Informasi penunjang yang dimaksud adalah data dari hasil pemeriksaan
laboratorium, rontgen, ataupun yang lainnya.
c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul :
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani
2. Resiko syok berhubungan dengan ketidakmampuan elektrolit kedalam sel
tubuh, hipovolemia
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan nekrosis kerusakan
jaringan (nekrosis luka gangrene)
4. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma pada jaringan, proses penyakit
(diabetes mellitus)
5. Retensi urin berhubungan dengan inkomplit pengosongan kantung kemih,
spingter kuat dan poliuria
6. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
sirkulasi darah kapiler, proses penyakit.
7. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan gejala poliuria dan
dehidrasi.
8. Keletihan
9. Ketidakstabilan kadar gula darah
10. Resiko Jatuh
11. Defisiensi Pengetahuan
2. Perencanaan
a. Prioritas Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2) Ketidakstabilan kadar gula darah
3) Resiko syok
4) Kerusakan integritas jaringan
5) Resiko infeksi
6) Retensi urin
7) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
8) Resiko ketidakseimbangan elektrolit
9) Keletihan
10) Resiko Jatuh
11) Defisiensi pengetahuan
b. Rencana Asuhan Keperawatan
1) Diagnosa Keperawatan 1
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani
a) Rencana Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi
pada pasien terpenuhi
b) Kriteria hasil :
(1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
(2) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
(3) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
(4) Tidak ada tanda-anda mal nutrisi
(5) Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dan menelan
(6) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
c) Rencana Tindakan :
(1) Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional: Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi
pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang
adekuat
(2) Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional: Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi
terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.
(3) Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional: Mengetahui perkembangan berat badan pasien (berat
badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet).
(4) Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional: Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program
diet yang ditetapkan.
(5) Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan
diet diabetik.
Rasional: Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan
glukosa ke dalam jaringan sehingga gula darah menurun,
pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula
darah dan mencegah komplikasi.
2) Diagnosa Keperawatan 2
Resiko syok berhubungan dengan ketidakmampuan elektrolit kedalam sel
tubuh, hipovolemia
a) Rencana Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan resiko syok pada
pasien tidak terjadi lagi.
b) Kriteria hasil :
(1) Nadi dalam batas yang diharapkan
(2) Irama jantung dalam batas yang diharapkan
(3) Frekuensi nafas dalam batas yang diharapkan
(4) Irama nafas dalam batas yang diharapkan
(5) Natrium serum dalam batas normal
(6) Kalium serum dalam batas normal
(7) Klorida serum dalam batas normal
(8) Kalsium serum dalam batas normal
(9) Magnesium ser,um dalam batas normal
(10) PH darah serum dalam batas normal
c) Rencana Tindakan :

(1) Monitor tanda awal syok


Rasional: Melihat adanya gejala awal syok agar dapat ditangani
lebih dini.
(2) Monitor suhu dan pernapasan
Rasional: Monitor tanda – tanda vital pada pasien untuk
mendeteksi adanya ketidaknormalan pada pasien sehingga dapat
dilakukan tindakan segera.
(3) Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan gejala datangnya
syok dan tentang langkah untuk mengatasi gejala syok
Rasional: pasien dan keluarga perlu mengerti tanda dan gejala syok
agar dapat mengatasi gejala syok dan memebrikan pertolongan
pertama.
3) Diagnosa Keperawatan 3
Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan nekrosis kerusakan
jaringan (nekrosis luka gangrene)
a) Rencana Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kerusakan integritas
kulit dapat terkontrol dan terhindar dari infeksi
b) Kriteria hasil :
(1) Integritas kulit bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur,
hidrasi dan pigmentasi)
(2) Tidak ada luka / lesi pada kulit
(3) Perfusi jaringan baik
(4) Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cedera berulang
(5) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit
dan perawatan alami
c) Rencana Tindakan :
(1) Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional: Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses
penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan
selanjutnya.
(2) Observasi luka: lokasi, dimensi, kedalaman luka, jaringan nekrotik,
tanda-tanda infeksi local, formasi traktus.
Rasional: Observasi luka untuk dilakukan perawatan luka.
(3) Rawat luka dengan baik dan benar : Membersihkan luka secara
abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa
balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang
mati.
Rasional: Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga
kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan
granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat
menghambat proses granulasi.
(4) Anjurkan untuk makan dan minum yang adekuat.
Rasional: menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi.
(5) Ajarkan keluarga tentang luka dan perawatan luka
Rasional: Pasien dan keluarga perlu mengerti bagaimana merawat
luka yang benar.
(6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan
kulturpus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional: insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan
kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan antibiotic yang tepat
untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darah untuk mengetahui
perkembangan penyakit.
4) Diagnosa Keperawatan 4
Resiko infeksi berhubungan dengan trauma pada jaringan, proses penyakit
(diabetes mellitus)
a) Rencana Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan resiko infeksi tidak
terjadi lagi.
b) Kriteria hasil :
(1) Pasien bebas dari trauma dan gejala infeksi
(2) Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
(3) Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
(4) Jumlah leukosit dalam jumlah normal
(5) Menunjukan prilaku hidup sehat
c) Rencana Tindakan :
(1) Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.
Rasional: Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran
infeksi dapat membantu menentukan tindakan selanjutnya.
(2) Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga
kebersihan diri selama perawatan.
Rasional: Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara
untuk mencegah infeksi kuman.
(3) Lakukan perawatan luka secara aseptik.
Rasional: Untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran
infeksi.
(4) Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan
yang ditetapkan.
Rasional: Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat
meningkatkan daya tahan tubuh, pengobatan yang tepat,
mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil kemungkinan
terjadi penyebaran infeksi.
(5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.
Rasional: Antibiotik dapat menbunuh kuman, pemberian insulin
akan menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses
penyembuhan akan lebih cepat.
5) Diagnosa Keperawatan 5
Retensi urin berhubungan dengan inkomplit pengosongan kantung kemih,
spingter kuat dan poliuria
a) Rencana Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pola eleminasi
pasien kembali lancar
b) Kriteria hasil :
(1) Kandung kemih kosong secara penuh
(2) Tidak ada residu urine >100-200 cc
(3) Bebas dari ISK
(4) Tidak ada spasme bleder
(5) Balance cairan seimbang
c) Rencana Tindakan :
(1) Monitor intake dan output cairan.
Rasional: Melihat balance cairan yang masuk ketubuh agar dapat
dinilai jumlah urine yang dikeluarkan.
(2) Instruksikan pada pasien dan keluarga untuk mancatat output urine.
Rasional: Melihat balance cairan yang masuk ketubuh agar dapat
dinilai jumlah urine yang dikeluarkan.
(3) Stimulasi reflex bladder dengan kompres dingin pada abdomen.
Rasional: Memberikan kompres dingin pada abdomen untuk
stimulasi reflex bladder.
(4) Monitor tanda dan gejala ISK (panas, hematuria, perubahan baud
an konsistensi urine).
Rasional: Monitor gejala dan tanda ISK agar dapat ditemukan
segera dan diobati segera.
6) Diagnosa Keperawatan 6
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
sirkulasi darah kapiler, proses penyakit (DM).
a) Rencana Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan perfusi jaringan
pasien efektif
b) Kriteria hasil :
(1) Tekanan sistol dan diastole dalam rentang yang diinginkan
(2) Tidak ada ortostatis hipertensi
(3) Tidak ada tanda-tanda peningkatan intracranial, tekanan
intracranial tidak lebih dari 15 mmHg.
C. Web of Caution ( WOC)

Life style yang buruk (junk food,


Proses minim olahraga, konsumsi alcohol,
menua/kemunduran dll)

Fungsi pengecap Fungsi pancreas


menurun menurun

Konsumsi gula Menurunnya kuantitas dan


berlebih kualitas insulin

Diabetes Melitus

Keterbatasan kognitif pada pasien


Penurunan kadar
glukosa darah
- Kurangnya keinginan
Sel otak tidak untuk mencari informasi
memperoleh cukup - Tidak mengetahui
Faktor genetic, Infeksi sumber-sumber
bahan bakar virus, Pengerusakan informasi yang tepat
imunologik - Perilaku yang tidak
Lemah pusing sesuai
diaphoresis, pucat,
takikardia, tremor, dan Kerusakan sel beta
Defisiensi
perubahan mental Pengetahuan
Ketidakseimbangan
Hipoglikemia produksi insulin
Gula dalam darah tidak
dapat masuk dlm sel
Ketidakstabilan hiperglikemia
Glukosa Darah
Anabolisme protein
menurun

Batas melebihi Syok hiperglikemik


ambang ginjal Kerusakan pada
antibodi
glukosuria
Koma diabetik
vikositas darah meningkat
Kekebalan tubuh menurun
Dieresis osmotik Resiko Infeksi
Aliran darah Neuropati sensori
poliuria melambat perifer

Retensi urine Kesemutan, kram otot Neuropati sensori


Iskemik jaringan
perifer

Kehilangan elektrolit dalam sel Resiko jatuh Nekrosis luka


Ketidakefektifan perfusi
jaringan
dehidrasi Ganggren

Diabetik foot
Resiko syok
Kehilangan kalori
Kerusakan
Merangsang hipotalamus Protein dan
Sel kekurangan bahan utk metabolisme integritas kulit
lemak terbakar BB Menurun

Pusat lapar dan haus Katabolisme lemak Pemecahan protein


Keletihan

Polidipsi dan polifagi asam lemak


keton
ureum
ketoasidosis
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
DAFTAR PUSTAKA

Aini, N. & Aridiana, L. (2016). Asuhan Keperawatan pada Sistem Endokrin dengan

Pendekatan Nanda NIC NOC. Jakarta : Salemba Medika.

Brunner & Suddarth. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC.

Nurarif, A., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis & Nanda NIC NOC Edisi

Revisi Jilid 1. Jogjakarta : Mediaction.

http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/2167/3/BAB%20II.pdf

http://rsudurm.sumbatimurkab.go.id/wp-content/uploads/2019/11/Asuhan-Keperawatan-DM-

GERONTIK.pdf

Wijaya & Putri. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta : Nuha Medika.

Price, A.S (1995).Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit. (edisi4), Jakarta: EGC

Brunner dan Suddarth. (2002).Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta:EGC

Doenges, M.E.et all. (2000).Rencana Asuhan Keperawatan. (edisi 3).Jakarta: EGC

Evelyn C. Pearce (2003).Anatomi Fisiologi; untuk paramedis, Jakarta: PT Gramedia


ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Tn. W
DENGAN DIABETES MELLITUS
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I DENPASAR SELATAN

Disusun oleh Kelompok 4 :

1. Ni Wayan Novayulia (2214201147)


2. Ni Pt Ayu Mitha Pratama Dewi (2241201148)
3. Ni Kd Adelia Candra Afsari (2214201149)
4. Eusebio Aparico De Fatima Gueteres (2214201150)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN B

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

2023
A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal 11 Januari, 2023 Pukul 08.30 wita. Pengkajian
dilakukan di rumah Ny. S, Jl. Sidakarya Gg. Mawar No. 09 dengan teknik wawancara,
observasi, pemeriksaan fisik, dan catatan medis.
1. Pengumpulan data
a. Identitas klien Penanggung

Nama : Tn. W Ny. M


Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
Umur : 70 tahun 67 tahun
Agama : Hindu Hindu
Pendidikan : SMA SMA
Pekerjaan : Petani Pedagang
Status perkawinan : Menikah Menikah
Suku/ bangsa : Indonesia Indonesia
Alamat : Jl. Sidakarya Gg. Jl. Sidakarya Gg.
Mawar No. 09, Mawar No. 09,
Denpasar Selatan Denpasar Selatan
No. Tlp : - -
Diagnosa medis : Diabetes Mellitus -

b. Riwayat penyakit
1) Keluhan utama saat pengkajian
Pasien mengatakan kaki kirinya kesemutan.
2) Masalah kesehatan yang pernah dialami dan dirasakan saat ini
a) Masalah kesehatan yang pernah dialami adalah pasien merasakan
tubuhnya lemas dan sempoyongan sejak 3 bulan yang lalu akhirnya
dibawa oleh keluarganya ke dokter kemudian dirujuk ke RS Wangaya dan
tidak sampai di rawat inap dan di diagnosa Diabetes Mellitus.
b) Masalah kesehatan yang dirasakan saat ini adalah pasien mengeluh kaki
kirinya kesemutan, merasa lemas, mengeluh kadar gula darahnya tidak
stabil.
Pasien merasa cemas dan bingung mengenai penyakit yang dialaminya .
3) Masalah kesehatan keluarga/ keturunan
Pasien mengatakan bahwa ayahnya meninggal akibat penyakit DM.

c. Genogram
Gambar :

Tn. Ny.
W 70 M 67

Tn. B Tn. R Ny.


45 40 Y

An. K
An.
10
G8

Keterangan gambar:
: Laki-laki
: Perempuan
: Hubungan
: Klien
: Meninggal
......... : Tinggal dlm satu rumah
Penjelasan genogram :
Tn. W berusia 70 tahun merupakan suami dari Ny. M berusia 67 tahun. Dari
pernikahan mereka dikaruniai 2 orang anak jenis kelamin laki-laki. Anak
pertama (Tn. B) berusia 45 tahun memilih untuk tidak menikah dan anak
kedua (Tn. R) berusia 40 tahun menikah dengan Ny. Y berusia 36 tahun
memiliki 2 orang anak. Anak pertama (An. K) berjenis kelamin laki-laki
berusia 10 tahun dan anak kedua (An. G) berjenis kelamin perempuan berusia
8 tahun. Kini Tn. W dan Ny. M tinggal bersama satu rumah dengan anak
keduanya (Tn. R), menantu (Ny. Y), dan kedua cucunya (An. K dan An. D).
Klien mengatakan kedua orang tuanya sudah meninggal, klien mengatakan
ayahnya meninggal akibat penyakit DM dan ibunya meninggal karena jatuh
dari kamar mandi.
d. Kebiasaan sehari-hari
1) Data biologis
a) Pola makan
(1) Sebelum sakit :
Pasien makan 3x sehari dengan porsi 1 piring. Makanan yang
dikonsumsi yaitu nasi, ikan dan sayur.
Saat pengkajian :
Pasien mengatakan pasien makan 3-5 kali sehari habis 1 porsi penuh.
Makanan yang dikonsumsi yaitu nasi, ikan dan sayur.
b) Pola minum
(1) Sebelum sakit :
Pasien mengatakan minum air 6-7 gelas per hari (1 gelas = 250 cc)
Saat pengkajian :
Pasien mengatakan minum air 9-10 gelas per hari (1 gelas = 300 cc)
c) Pola istirahat dan tidur
(1) Sebelum sakit dan saat pengkajian
Pasien mengatakan biasa tidur sekitar pukul 21.00-07.00 wita, dan rutin
tidur siang pukul 13.00-14.00 wita.
d) Pola Eliminasi
(1) Sebelum sakit
Pasien mengatakan tidak mengalami masalah BAB dan BAK
BAB : pasien mengatakan biasa BAB 1 x sehari dengan konsistensi
lembek, warna kuning kecoklatan, dan bau khas feses. BAK : pasien
mengatakan BAK 2-3 x sehari dengan warna kuning dan bauk khas
kencing. Pasien mengatakan dapat mengontrol keinginan untuk BAK.
(2) Saat pengkajian
BAB : pasien mengatakan BAB 2 x sehari dengan konsistensi lembek,
warna kuning kecoklatan, dan bau khas feses. BAK : pasien
mengatakan BAK 6-7 x sehari dengan warna kuning dan bauk khas
kencing.
e) Rekreasi
(1) Sebelum sakit dan saat pengkajian jarang melakukan rekreasi yang
direncanakan, namun bagi pasien bercanda bersama dengan anak dan
cucunya merupakan hiburan baginya.
f) Aktivitas sehari-hari

Aktivitas (ADL) 0 1 2 3 4
Makan √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilisasi ditempat tidur √
Mobilisasi berpindah √
Berias √
ROM √

Keterangan:
0 : Mandiri
1 : Membutuhkan alat bantu
2 : Membutuhkan pengawasan orang
3 : Membutuhkan bantuan orang lain
4 : Ketergantungan total

Hasil :
Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari/ADL secara mandiri,
kecuali mandi mendapat nilai 2 yaitu membutuhkan pengawasan orang
dan mobilisasi berpindah mendapat nilai 3 membutuhkan bantuan orang
lain.

g) Indeks KATZ

Indeks Keterangan
A Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB, BAK),
menggunakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah, dan mandi.
B Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas.
C Mandiri, kecuali mandi, dan satu lagi fungsi yang lain.
D Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan satu lagi fungsi yang
lain.
E Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu
F Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan
satu fungsi yang lain.
G Ketergantungan untuk enam fungsi tersebut
Lain - lain Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
diklasifikasi sebagai C, D, E, F dan G
Keterangan

Hasil :
Pasien termasuk Indeks Kats C, karena pasien mampu melakukan kegiatan
sehari-hari/ADL secara mandiri kecuali mandi dan 1 fungsi lainnya yaitu
mobilisasi berpindah.

2) Data psikologis
a) Status mental (SPMSQ/ MMSE)

Short Portabel Mental Status Questionaire (SPMSQ)


Skore
No. Pertanyaan
+ -
- 1. Tanggal berapa hari ini?

- 2. Hari apa sekarang ini?

+ 3. Apa nama tempat ini?

4. Berapa nomer telepon anda?

+ 4a. Dimana alamat anda? Tanyakan hanya klien tidak


mempunyai telepon
- 5. Berapa umur anda?

- 6. Kapan anda lahir?

- 7. Siapa presiden indonesia sekarang?

+ 8. Siapa presiden sebelumnya?


+ 9. Siapa nama kecil ibu anda?

10. Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari


setiap angka baru, semua secara menurun
Jumlah kesalahan total : 5

Keterangan Penilaian SPMSQ :


Kesalahan 8 - 10 = fungsi intelektual berat
Kesalahan 5 – 7 = fungsi intelektual sedang
Kesalahan 3 - 4 = fungsi intelektual ringan
Kesalahan 0 - 2 = fungsi intelektual utuh

Hasil :
Jumlah kesalahan total pasien yaitu 5 tergolong kerusakan fungsi
intelektual sedang.

b) Depresi (Beek/ Yasavage)

No Uraian Depresi Beck Skore


A. Kesedihan 1
3 Saya sangat sedih atau tidak bahagia dimana saya tak dapat
menghadapinya
2 Saya galau atau sedih sepanjang waktu dan saya tidak dapat keluar
darinya
1 Saya merasa sedih atau galau √
0 Saya tidak merasa sedih
B. Pesimisme 1
3 Saya merasa bahwa masa depan saya adalah sia-sia dan sesuatu tidak
dapat membaik
2 Saya merasa tidak mempunyai apa-apa untuk memandang kedepan
1 Saya merasa terkecil hati mengenai masa depan √
0 Saya tidak begitu pasimis atau kecil hati tentang masa depan
C. Rasa kegagalan 0
3 Saya merasa saya benar-benar gagal sebagi seseorang (orang tua,
suami, Istri)
2 Seperti melihat ke belakang hidup saya, semua yang dapat saya lihat
hanya kegagalan
1 Saya merasa saya telah gagal melebihi orang pada umumnya
0 Saya tidak merasa gagal √
D. Ketidakpuasan 0
3 Saya tidak puas dengan segalanya
2 Saya tidak lagi mendapatkan kepuasan dari apapun
1 Saya tidak menyukai cara yang saya gunakan
0 Saya tidak merasa tidak puas √
E. Rasa Bersalah 1
3 Saya merasa seolah-olah saya sangat buruk atau tak berharga
2 Saya merasa sangat bersalah
1 Saya merasa buruk/tak berharga sebagai bagian dari waktu yang √
baik
0 Saya tidak merasa benar-benar bersalah
F. Tidak Menyukai Diri Sendiri 0
3 Saya benci diri saya sendiri
2 Saya muak dengan diri saya sendiri
1 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri
0 Saya tidak mempunyai pikiran-pikiran mengenai membahayakan √
diri sendiri
G. Membahayakan Diri Sendiri 0
3 Saya akan membunuh diri saya sendiri jika saya mempunyai
kesempatan
2 Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan bunuh diri
1 Saya merasa lebih baik mati
0 Saya tidak mempunyai pikiran-pikiran mengenai membahayakan √
diri sendiri
H. Menarik Diri dari Sosial 0
3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan tidak
perduli pada mereka semua
2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan tidak
sedikit perasaan pada mereka
1 Saya kurang berminat pada orang lain dari pada sebelumnya
0 Saya tidak kehilangan minta pada orang lain 0
I. Keragu-raguan 1
3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali
2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat keputusan
1 Saya berusaha mengambil keputusan √
0 Saya membuat keputusan yang baik
J. Perubahan Gambaran Diri 0
3 Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak menjijikkan
2 Saya merasa bahwa ada perubahan-perubahan yang permanet dalam
penampilan saya dan ini membuat saya tidak menarik
1 Saya khawatir bahwa saya tampak tua atau tidak menarik
0 Saya tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk daripada √
sebelumnya
K. Kesulitan Kerja 1
3 Saya tidak melakukan pekerjaan sama sekali
2 Saya telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk
melakukan sesuatu
1 Ini memerlukan upaya tambahan untuk memulai melakukan sesuatu √
0 Saya dapat bekerja kira-kira sebaik sebelumnya
L. Keletihan 1
3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu
2 Saya lelah untuk melakukan sesuatu
1 Saya lelah lebih dari yang biasanya √
0 Saya tidak lebih lelah dari biasanya
M. Anoreksia 0
3 Saya tidak lagi mempunyai nafsu makan sama sekali
2 Nafsu makan saya sangat buruk sekarang
1 Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya
0 Nafsu makan saya tidak buruk dari yang biasanya √

Keterangan Penilaian :
0-4 = Derpresi tidak ada atau minimal
5-7 = Depresi ringan
8-15 = Depresi sedang
>15 = Depresi berat

Hasil :
Penilaian dari skala depresi (beek/yasavage) pasien mengalami depresi
ringan karena pasien merasa sedih, merasa berkecil hati mengenai masa
depan, berusaha mengambil keputusan, merasa buruk / tidak berhagai
sebagai bagian dari watu yang terbaik, merasa letih dari biasanya, dan
memerlukan upaya
tambahan untuk melakukan sesuatu.

c) Keadaan emosi
Keadaan emosi pasien stabil, pasien tidak cepat marah ataupun
tersinggung karena perlakuan orang-orang di sekitarnya, pasien marah jika
ada hal yang tidak disukainya.
d) Konsep diri
(1) Identitas diri : Pasien mampu menyebutkan nama, alamat, dan tahu
dimana dia sekarang tinggal dan pasien sedikit tidak menerima
keadaannya sekarang mengenai penyakit yang dialaminya, pasien
menyebutkan namanya “WS” berasal dari Denpasar.
(2) Gambaran diri : Pasien mengatakan kaki kirinya kesemutan, merasa
lemas, mengeluh kadar gula darahnya tidak stabil. Pasien juga
mengatakan mual, muntah, nafsu makannya menurun.
(3) Ideal diri : Pasien mengatakan kemampuan pasien dalam
beradaptasi sangan baik, pasien sering bercengkerama dengan warga
sekitar.
(4) Peran diri : Pasien menyadari bahwa dirinya perannya sebagai
orang tua dan suami.
(5) Harga diri : Pasien mengatakan sangat sedih dengan keadaannya
saat ini akibat penyakit yang dialaminya dan merasa berkecil hati
mengenai masa depannya karena penyakitnya saat ini.

e) APGAR keluarga
No Fungsi Uraian Skore
1 Adaptasi Saya puas dapat kembali pada 1
keluarga saya untuk membantu
pada waktu menyusahkan.
2 Hubungan Saya puas dengan cara keluarga 2
saya membicarakan sesuatu dengan
saya dan mengungkapkan
masalahnya pada saya
3 Pertumbuhan Saya puas bahwa keluarga saya 2
menerima dan mendukung saya
untuk melakukan aktivitas atau arah
baru
4 Afeksi Saya puas dengan cara keluarga 2
saya mengekspresikan afek dan
berespon terhadap emosi-emosi
saya, seperti marah, sedih ataupun
mencintai
5 Pemecahan Saya puas dengan cara keluarga 1
saya dan saya menyediakan waktu
bersama-sama
Keterangan :
Skor 2 jika selalu
Skor 1 jika kadang-kadang
Skor 0 jika hampir tidak pernah

Hasil :
Penilaian APGAR keluarga yang diperoleh adalah 8.
3) Status sosial
a) Dukungan keluarga
Pasien mengatakan mendapat dukungan penuh dari seluruh anggota
keluarganya.
b) Hubungan dengan keluarga
Pasien mengatakan hubungannya dengan keluarga baik.
c) Hubungan dengan orang lain
Pasien mengatakan hubungannya dengan orang lain seperti tetangga atau
lansia lainnya cukup baik.
4) Data Spiritual
a) Pelaksanaan ibadah
Pasien mengatakan sembahyang di merajan rumahnya setiap hari dan hari-
hari tertentu.
b) Keyakinan tentang kesehatan
Pasien merasa cemas dan gelisah akibat penyakit yang dialaminya, pasien
mengatakan tidak memiliki pengetahuan mengenai penyebab, penanganan
DM dan pencegahan jika gula darahnya naik, pasien bertanya-tanya
kepada perawat mengenai penyakit yang di alaminya dan pasien juga tidak
mengetahui bahwa DM merupakan penyakit keturunan.
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : Baik
2) Tingkat kesadaran : Compos Mentis
3) Tanda-tanda vital
a) Respirasi : 20 x/menit
b) Suhu : 36,5º C
c) Nadi : 82 x/menit
d) Tekanan darah : 120/90 mmHg
4) Tinggi badan : 165 cm
5) Berat badan : 60 kg
6) Keadaan kulit : turgor kulit elastis
7) Kepala : bentuk simetris, bekas luka pembedahan tidak ada, kebersihan rambut
dan kulit bersih dan rapi, rambut beruban.
8) Mata : bentuk simetris, pertumbuhan alis merata, konjugtiva pucat, pupil
isokor, pasien menggunakan kacamata.
9) Hidung : bentuk simetris, secret tidak ada, nyeri tekan tidak ada, lesi tidak ada,
penciuman baik.
10) Telinga : bentuk simetris, nyeri tekan tidak ada , lesi tidak ada, pendengaran
kiri dan kanan cukup baik.
11) Mulut : bentuk simetris, mukosa bibir lembab, kebersihan cukup, gigi tidak
lengkap.
12) Leher : bentuk simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak teraba
bendungan vena jugularis, tidak ada pembengkakan kelenjar limfa, nyeri tekan
tidak ada, lesi tidak ada.
13) Thorax
a) Paru-paru : bentuk simetris, vesikuler +/+, wheezing -/-, ronchi -/-
b) Jantung : irama regular, detang jantung kuat, akral hangat
14) Abdomen : lesi tidak ada, edema tidak ada, kembung tidak ada, bising usus 8
x/menit, suara perkusi timpani, nyeri tekan tidak ada, hepatomegali tidak ada.
15) Ekstremitas :
a) Atas : bentuk simetris, nyeri tekan tidak ada, pergerakan terkoordinis
kedua tangan.
b) Bawah : bentuk simetris, pergerakan terkoordinis pada kaki kanan, kaki
kiri kesemutan dan agak lemah, reflek patella +/+
c) Kekuatan otot :
555 555
555 444
16) Genetalia : tidak terkaji.
f. Keadaan lingkungan : Kondisi tempat tinggal bersih dan asri. Kondisi kamar
pasien sudah bersih namun kurang rapi. Pasien mengatakan nyaman tinggal di
kamarnya karena sejuk. Terdapat ventilasi dan penerangan yang baik.
g. Pemeriksaan diagnostic :
1) Laboratorium
a) Tabel 1.1 Pemeriksaan laboratorium darah lengkap tanggal 11 Januari
2023, pukul 09.00 wita.

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

HGB 11.5 g/Dl 13.2 – 17.3

RBC 4.04 [10^6/ul] 4.40 – 5.90

HCT 37.2 % 40.0 – 5.90

MCV 80.1 Fl 80.0 – 100.0

MCH 27.0 Pg 26.0 – 34.0

MCHC 33.8 g/dL 32.0 – 36.0

RDW-CV 10.4 % 11.5 – 14.5

WBC 12.36 10^3/ul 3.80 – 10.60

Hitung Jenis
NEUT% 67,9 % 50.0 – 70.0

LYMPH% 22.2 % 25.0 - 40.0

BASO% 0.6 % 0.0 – 0.1

MONO% 7.4 % 2.0 – 8.0

EOS% 2.0 % 2.0- 4.0

NEUT# 8.6 10^3/ul 1.5 – 7.0

LYMPH# 2.8 10^3/ul 1.0 – 3.7

ASO# 0.1 10^3/ul 0.0 – 0.1

MONO# 0.9 10^3/ul 0.0 – 0.7

EOS# 0.2 10^3/ul 0.0 – 0.4

PLT 255 10^3/ul 150 – 440

PDW 20.5 Fl 20.5

MPV 6.8 Fl 6.8

GLUKOSA DARAH

Glukosa darah puasa 261 Mg/Dl ≥126

HbA1C 9.1 % ≥ 6,5

b) Tabel 1.2 Pemeriksaan Kimia Darah tanggal 11 Januari, 2021 pukul 09.00
wita

Pemeriksaan Hasil Satuan

Glukosa darah sewaktu 511 Mg/dL

Glukosa Darah Puasa 261 Mg/dL


2. Analisa data
ANALISA DATA PADA TN. W
DENGAN DIABETES MELLITUS
DI WILAYAH KERJAS PUSKESMAS I DENPASAR SELATAN

Data Etiologi Masalah


Data subyektif : Disfungsi pankreas Ketidakstabilan kadar
Pasien mengatakan kaki glukosa darah
kirinya kesemutan Ketidakseimbangan
Pasien mengeluh kadar produksi insulin
gula darahnya tidak
stabil. Glukosa dalam darah
Pasien merasa lelah, lesu mengalami peningkatan
dan sempoyongan.
Pasien mengatakan
Ketidakstabilan glukosa
pasien makan 3-5 kali darah
sehari habis 1 porsi
penuh. Makanan yang
dikonsumsi yaitu nasi,
ikan dan sayur.
Pasien mengatakan
minum air 9-10 gelas per
hari (1 gelas = 300 cc).

Data obyektif :
Pasien tampak lemas
Kadar glukosa darah
sewaktu : 511 mg/dL
Kadar glukosa darah
puasa : 261 mg/dL
HbA1c : 9,1 %
Data subyektif : Proses penuaan Defisit pengetahuan
Pasien merasa cemas dan
gelisah akibat penyakit
yang dialaminya, pasien Proses penyakit yang
mengatakan tidak berkepanjangan
memiliki pengetahuan
mengenai penyebab,
Klien tidak mengetahui
penanganan DM dan penyebab, penanganan dan
pencegahan jika gula pencegahan penyakit DM
darahnya naik, pasien
bertanya-tanya kepada
Kurang informasi
perawat mengenai
penyakit yang di
alaminya dan pasien juga Defisit pengetahuan
tidak mengetahui bahwa
DM merupakan penyakit
keturunan.
Data obyektif :
Pasien tampak
kebingungan.
Penilaian data psikologis
mengenai status mental
tampak pasien terdapat
nilai 5 yaitu kerusakan
fungsi intelektual pasien
sedang.

3. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan disfungsi pankreas
ditandai dengan pasien mengatakan kaki kirinya kesemutan, pasien mengeluh kadar
gula darahnya tidak stabil, pasien merasa lemas, lesu dan sempoyongan. Pasien
mengatakan pasien makan 3-5 kali sehari habis 1 porsi penuh. Makanan yang
dikonsumsi yaitu nasi, ikan dan sayur. Pasien mengatakan minum air 9-10 gelas per
hari (1 gelas = 300 cc). Pasien tampak lemas, kadar glukosa darah sewaktu : 511
mg/dL, kadar glukosa darah puasa : 261 mg/dL, HbA1c : 9,1 %.
b. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan informasi mengenai
penyakit ditandai dengan pasien merasa cemas dan gelisah akibat penyakit yang
dialaminya, pasien mengatakan tidak memiliki pengetahuan mengenai penyebab,
penanganan DM dan pencegahan jika gula darahnya naik, pasien bertanya-tanya
kepada perawat mengenai penyakit yang di alaminya dan pasien juga tidak
mengetahui bahwa DM merupakan penyakit keturunan. Pasien tampak kebingungan
, penilaian data psikologis mengenai status mental didapat nilai 5 yaitu kerusakan
fungsi intelektual sedang.

B. PERENCANAAN
1. Prioritas masalah
a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan disfungsi pankreas
ditandai dengan pasien mengatakan kaki kirinya kesemutan, pasien mengeluh
kadar gula darahnya tidak stabil, pasien merasa lemas, lesu dan sempoyongan.
Pasien mengatakan pasien makan 3-5 kali sehari habis 1 porsi penuh. Makanan
yang dikonsumsi yaitu nasi, ikan dan sayur. Pasien mengatakan minum air 9-10
gelas per hari (1 gelas = 300 cc). Pasien tampak lemas, kadar glukosa darah
sewaktu : 511 mg/dL, kadar glukosa darah puasa : 261 mg/dL, HbA1c : 9,1 %.
b. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan informasi mengenai
penyakit ditandai dengan pasien mengatakan tidak memiliki pengetahuan
mengenai penyebab, tanda gejala, dan penanganan DM, pasien bertanya-tanya
kepada perawat mengenai penyakit yang di alaminya dan pasien juga tidak
mengetahui bahwa DM merupakan penyakit keturunan. Pasien tampak
kebingungan , penilaian data psikologis mengenai status mental didapat nilai 5
yaitu kerusakan fungsi intelektual sedang.
2. RENCANA KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN PADA Tn. W
DENGAN DIABETES MELLITUS
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I DENPASAR SELATAN

No Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi

1 Ketidakstabilan kadar glukosa Selama diberikan asuhan 1. Pantau kadar gula darah.
darah berhubungan dengan keperawatan selama 3 kali 2. Ulas catatan gula darah bersama pasien dan
disfungsi pankreas ditandai kunjungan diharapkan kadar keluarga.
dengan pasien mengatakan glukosa darah dalam batas 3. Anjurkan pasien dan keluarga tentang manajemen
kaki kirinya kesemutan, pasien normal, dengan kriteria hasil : diabetes selama sakit, termasuk penggunaan
mengeluh kadar gula darahnya 1. Kadar glukosa darah sewaktu insulin dan atau agen oral, pemantauan asupan
tidak stabil, pasien merasa ≤ 200 mg/dL cairan, penggantian karbohidrat, dan kapan harus
lemas, lesu dan sempoyongan. 2. Kesemutan pasien berkurang. mencari bantuan professional kesehatan yang
Pasien mengatakan pasien 3. Pasien tidak lemas dan sesuai.
makan 3-5 kali sehari habis 1 sempoyongan. 4. Ajarkan senam kaki
porsi penuh. Makanan yang 5. Delegatif pemberian obat insulin sesuai dosis.
dikonsumsi yaitu nasi, ikan dan
sayur. Pasien mengatakan
minum air 9-10 gelas per hari
(1 gelas = 300 cc). Pasien
tampak lemas, kadar glukosa
darah sewaktu : 511 mg/dL,
kadar glukosa darah puasa :
261 mg/dL, HbA1c : 9,1 %.
2 Defisit pengetahuan Setelah diberikan asuhan 1. Kaji tingkat mental dan kognitif pasiendengan
berhubungan dengan kurang keperawatan selama 2 kali menggunakan SPMSQ/MMSE dan GDS.
paparan informasi mengenai kunjungan diharapkan memahami 2. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
penyakit ditandai dengan informasi mengenai penyakit yang pasien tentang proses penyakit yang spesifik.
pasien mengatakan tidak dialami, dengan kriteria hasil: 3. Berikan informasi pada pasien tentang kondisi
memiliki pengetahuan 1. Pasien memiliki pengetahuan mengenai penyakitnya dengan cara yang tepat.
mengenai penyebab, tanda mengenai penyebab, tanda dan 4. Anjurkan perubahan gaya hidup yang mungkin
gejala, dan penanganan DM, gejala, dan penanganan DM. untuk mencegah komplikasi yang akan datang
pasien bertanya-tanya kepada 2. Pasien mampu menjelaskan atau proses pengontrolan penyakit.
perawat mengenai penyakit kembali apa yang dijelaskan.
yang di alaminya dan pasien
juga tidak mengetahui bahwa
DM merupakan penyakit
keturunan. Pasien tampak
kebingungan, penilaian data
psikologis mengenai status
mental didapat nilai 5 yaitu
kerusakan fungsi intelektual
sedang.

C. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN PADA Tn. W
DENGAN DIABETES MELLITUS
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I DENPASAR SELATAN

Hari/ Tgl/ Jam No. Dx Implementasi Evaluasi Respons Paraf


Senin/ 11 1 Memantau kadar gula darah. DS : Pasien mengatakan kadar gula TIM
Januari 2023/ tidak stabil dan merasa lemas dan
10.00 wita sempoyongan.
DO : Kadar gula sewaktu 511
mg/dL.

Pukul 10.45 wita 2 Melakukan penilaian tentang DS : Pasien mengatakan belum TIM
pengetahuan pasien tentang proses mengerti lebih lanjut penyebab,
penyakit yang spesifik. pencegahan DM dan penanganan
penyakit jika gula darahnya naik.
DO : Pasien tampak kebingungan
dan bertanya-tanya kepada
perawat/tim.

Pukul 11.15 wita 1 Mengajarkan pasien dan keluarga DS : Pasien dan keluarga TIM
tentang manajemen diabetes mengatakan bingung tentang
selama sakit, termasuk manajemen diabetes selama sakit.
penggunaan insulin dan atau agen DO : Pasien dan keluarga tampak
oral, pemantauan asupan cairan, bingung tentang manajemen diabetes
penggantian karbohidrat, dan selama sakit terutama penggunaan
kapan harus mencari bantuan insulin dan atau agen oral,
professional kesehatan yang pemantauan asupan cairan dan
sesuai. penggantian karbohidrat.

Delegatif memberikan obat DS : Pasien mengatakan merasa


Pukul 11.45 wita 1 insulin sesuai dosis lebih baik setelah diberikan insulin.
DO : Pasien tampak kooperatif.

Selasa/ 1 Memantau kadar gula darah DS : Pasien merasa masih sedikit TIM
12 Januari 2023/ lemas dan sedikit sempoyongan.
09.30 wita DO : Kadar gula darah sewaktu 300
mg/dl.

Pukul 10.00 wita 2 Mengkaji tingkat mental dan DS : Pasien mengatakan bingung TIM
kognitif pasien menggunakan saat diberikan beberapa pertanyaan.
SPMSQ/MMSE dan GDS. DO : Dari hasil pengkajian pasien
menggunakan SPMSQ/MMSE yaitu
pasien mengalami kerusakan
intelektual sedang, dan hasil GDS
pasien mengalami depresi ringan.

Pukul 10.30 wita 1 Mengajarkan senam kaki DS : Pasien mengatakan mengerti TIM
cara senam kaki.
DO : Pasien tampak kooperatif.

Pukul 11.15 wita 2 Menyediakan informasi pada DS : Pasien mengatakan sedikit TIM
pasien tentang kondisi mengenai paham mengenai penyakitnya
penyakitnya dengan cara yang dengan cara yang tepat.
tepat. DO : Pasien tampak mendengarkan
penjelasan mengenai kondisi
penyakitnya.

Pukul 11.30 wita 1 Delegatif memberikan obat DS : Pasien mengatakan merasa TIM
insulin sesuai dosis. nyaman , tidak merasa lemas dan
tidak sempoyongan.
DO : Pasien tampak kooperatif.

Rabu/ 1 Mengulas catatan gula darah DS : Pasien dan keluarga TIM


13 Januari 2023/ bersama pasien dan keluarga mengatakan rutin mencatat dan
10.00 wita memberikan obat insulin sebelum
pasien makan.
DO : Pasien dan keluarga tampak
kooperatif. TIM
Memantau kadar gula darah
Pukul 10.45 wita 1
DS : Pasien mengatakan merasa
lebih baik dari sebelumnya, tidak
merasa lemas dan sempoyongan,
kesemutan pada kaki kirinya
berkurang.
DO : Kadar gula darah sewaktu : 281
mg/dL.

Pukul 11.20 wita 2 Memberikan penilaian tentang DS : Pasien mengatakan kini sudah TIM
tingkat pengetahuan pasien mulai mengetahui penyebab DM,
tentang proses penyakit yang gejala, makanan yang patut di
spesifik. konsumsi serta komplikasi.
DO : Pasien tampak mengerti
mengenai penyakit DM. Pasien
tampak menjelaskan kembali apa
yang dijelaskan.
D. EVALUASI
EVALUASI KEPERAWATAN PADA Tn. W
DENGAN DIABETES MELLITUS
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I DENPASAR SELATAN
Hari/Tgl/ Diagnosa Keperawatan Evaluasi Keperawatan Paraf
Waktu

Rabu/ Ketidakstabilan kadar glukosa darah S : Pasien mengatakan merasa lebih TIM
11 Januari berhubungan dengan disfungsi pankreas baik dari sebelumnya, tidak merasa
2023 Pukul ditandai dengan pasien mengatakan kaki lemas dan sempoyongan , kesemutan
11.20 wita kirinya kesemutan, pasien mengeluh pada kaki kirinya berkurang.
kadar gula darahnya tidak stabil, pasien O : Kadar gula darah sewaktu : 281
merasa lemas, lesu dan sempoyongan. mg/dL.
Pasien mengatakan pasien makan 3-5 kali A : Tujuan 2, 3 teratasi. Tujuan 1
sehari habis 1 porsi penuh. Makanan yang belum teratasi. Masalah teratasi
dikonsumsi yaitu nasi, ikan dan sayur. sebagian.
Pasien mengatakan minum air 9-10 gelas P : Lanjutkan intervensi 1.
per hari (1 gelas = 300 cc). Pasien tampak
lemas, kadar glukosa darah sewaktu : 511
mg/dL, kadar glukosa darah puasa : 261
mg/dL, HbA1c : 9,1 %.

Pukul 11.20 Defisit pengetahuan berhubungan dengan S : Pasien mengatakan kini sudah TIM
wita kurang paparan informasi mengenai mulai mengetahui penyebab DM,
penyakit ditandai dengan pasien gejala, makanan yang patut di
mengatakan tidak memiliki pengetahuan konsumsi serta komplikasi.
mengenai penyebab, tanda gejala, dan O : Pasien tampak mengerti mengenai
penanganan DM, pasien bertanya-tanya penyakit DM. Pasien tampak
kepada perawat mengenai penyakit yang menjelaskan kembali apa yang
di alaminya dan pasien juga tidak dijelaskan.
mengetahui bahwa DM merupakan A : Masalah teratasi.
penyakit keturunan. Pasien tampak P : Pertahankan kondisi pasien.
kebingungan , penilaian data psikologis
mengenai status mental didapat nilai 5
yaitu kerusakan fungsi intelektual sedang.

Anda mungkin juga menyukai