Anda di halaman 1dari 42

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Gerontik


1. Defenisi
Lanjut usia adalah seorang yang telah berusia 60 tahun ke atas, yang akan
terus mengalami perubahan melalui proses menua yang bersifat mental, psikologis,
dan sosial, meskipun dalam kenyataan adanya perbedaan antara satu orang dengan
yang laiinya (Departemen Sosial RI, 2012).
Keperawatan gerianti adalah praktik perawatan yang berkaitan dengan
penyakit pada proses menua (Kozier,2007).keperawatan Gerianti, spesialis
keperawatan lanjut usia yang dapat menjalankan perannya pada tiap tatanan
pelayanan dengan menggunakan pengetahuan, keahlian, dan ketrampilan merawat
untuk meningkatkan fungsi optimal lanjut usia/ lansia secara komprehensif (Nugroho,
2010).
Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) lanjut usia meliputi :
o Usia pertengahan (middle age) : usia 45 sampai 59 tahun.
o Lanjut usia (elderly) : antara 60 sampai 74 tahun.
o Lanjut usia tua (old) : antara 75 sampai 90 tahun.
o Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun.
Batasan usia menurut Dep.Kes.RI :
o Usia presenelis : 45-59 tahun
o Usia lanjut : >60 Tahun
o Usia Lanjut Berisiko tinggi masalah kesehatan >60 tahun

2. Proses Menua
Proses menua merupakan proses yang terjadi terus-menerus secara alamiah.
Proses menua setiap individu pada organ tubuh tidak sama cepatnya. Adakalahnya
orang yang belum tergolong usia lanjut usia tetapi sudah mengalami kekurangan
ataupun penurunan yang menyolok.
Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses berkurangnya daya
tahan tubuh menhadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh
(Nugroho,2000).

6
7

Ada beberapa teori dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu yang termasuk
kelompok teori biologis dan teori psikososial (Padila, 2013) diantaranya :
1. Teori biologis
a. Teori jam genetik
Menurut Hay ick, secara genetik sudah terprogram bahwa material
didalam inti sel dikatakan bagaikan memiliki jam genetis terkait dengan
frekuensi mitosis. Teori ini didasarkan pada kenyataan bahwa spesies-
spesies tertentu memiliki harapan hidup (life span) yang tertentu pula.
Manusia yang memiliki rentang kehidupan maksimal sekitar 110 tahun,
sel-selnya diperkirakan hanya mampu membelah sekitar 50 kali, sesudah
itu akan mengalami deteriorasi.
b. Teori cross-linkage (rantai silang)
Kolagen yang merupakan usur penyusunan tulang diantaranya susunan
molekular, lama kelamaan akan meningkat kekakuanya (tidak elastis). Hal
ini disebabkan oleh karena sel-sel yang sudah tua dan reaksi kimianya
menyebabkan jaringan yang sangat kuat.
c. Teori radikal bebas
Radikal bebas merusak membran sel yang menyebabkan kerusakan dan
kemunduran secara fisik.
d. Teori imunologi
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat di produksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak dapat tahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah.
System immune menjadi kurang efektif dalam mempertahankan diri,
regulasi dan responsibilitas.
e. Teori stress-adaptasi
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasanya digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah
terpakai.
f. Teori wear and tear (pemakaian dan rusak)
Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah (terpakai).
2. Teori psikososial
a. Teori integritas ego
8

Teori perkembangan ini mengidentifikasi tugas-tugas yang harus dicapai


dalam tiap tahap pekembangan. Tugas perkembangan terakhir
merefleksikan kehidupan seseorang dan pencapaiannya. Hasil akhir dari
penyelesaian konflik antara integritas ego dan keputusasaan adalah
kebebasan (Padila, 2013).
b. Teori stabilitas personal
Kepribadian seseorang terbentuk pada masa kanak-kanak dan tetap
bertahan secara stabil. Perubahan yang radikal pada usia tua bisa jadi
mengindikasikan penyakit otak.
3. Masalah Keperawatan pada Lansia
Penampilan penyakit pada lanjut usia (lansia) sering berbeda dengan pada
dewasa muda, karena  penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-
kelainan yang timbul akibat penyakit dan proses menua, yaitu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya,
sehingga tidak dapat berthan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita.
Demikian juga, masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari
orang dewasa, yang menurut Kane dan Ouslander sering disebut dengan istilah 14
I, yaitu immobility (kurang bergerak), instability (berdiri dan berjalan tidak stabil
atau mudah jatuh), incontinence (beser buang air kecil dan atau buang air besar),
intellectual impairment (gangguan intelektual/dementia), infection (infeksi),
impairment of vision and hearing, taste, smell, communication, convalescence,
skin integrity (gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit),
impaction (sulit buang air besar), isolation (depresi), inanition (kurang gizi),
impecunity (tidak punya uang), iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-
obatan), insomnia (gangguan tidur), immune deficiency (daya tahan tubuh yang
menurun), impotence (impotensi).
a. Kurang bergerak: gangguan fisik, jiwa, dan faktor lingkungan dapat
menyebabkan lansia kurang bergerak. Penyebab yang paling sering adalah
gangguan tulang, sendi dan otot, gangguan saraf, dan penyakit jantung dan
pembuluh darah.
b. Instabilitas: penyebab terjatuh pada lansia dapat berupa faktor intrinsik (hal-
hal yang berkaitan dengan keadaan tubuh penderita) baik karena proses
9

menua, penyakit maupun faktor ekstrinsik (hal-hal yang berasal dari luar
tubuh) seperti obat-obat tertentu dan faktor lingkungan.  Akibat yang paling
sering dari terjatuh pada lansia adalah kerusakan bahagian tertentu dari tubuh
yang mengakibatkan rasa sakit, patah tulang, cedera pada kepala, luka bakar
karena air panas akibat terjatuh ke dalam tempat mandi. Selain daripada itu,
terjatuh menyebabkan lansia tersebut sangat membatasi pergerakannya.
c. Beser: beser buang air kecil (bak) merupakan salah satu masalah yang sering
didapati pada lansia, yaitu keluarnya air seni tanpa disadari, dalam jumlah
dan kekerapan yang cukup mengakibatkan masalah kesehatan atau sosial.
Beser bak merupakan masalah yang seringkali dianggap wajar dan normal
pada lansia, walaupun sebenarnya hal ini tidak dikehendaki terjadi baik oleh
lansia tersebut maupun keluarganya. Akibatnya timbul berbagai masalah,
baik masalah kesehatan maupun sosial, yang kesemuanya akan memperburuk
kualitas hidup dari lansia tersebut. Lansia dengan beser bak sering
mengurangi minum dengan harapan untuk mengurangi keluhan tersebut,
sehingga dapat menyebabkan lansia kekurangan cairan dan juga
berkurangnya kemampuan kandung kemih. Beser bak sering pula disertai
dengan beser buang air besar (bab), yang justru akan memperberat keluhan
beser bak tadi.
d. Gangguan intelektual: merupakan kumpulan gejala klinik yang meliputi
gangguan fungsi intelektual dan ingatan yang cukup berat sehingga
menyebabkan terganggunya aktivitas kehidupan shari-hari. Kejadian ini
meningkat dengan cepat mulai usia 60 sampai 85 tahun atau lebih, yaitu
kurang dari 5 % lansia yang berusia 60-74 tahun mengalami dementia
(kepikunan berat) sedangkan pada usia setelah 85 tahun kejadian ini
meningkat mendekati 50 %. Salah satu hal yang dapat menyebabkan
gangguan interlektual adalah depresi sehingga perlu dibedakan dengan
gangguan intelektual lainnya.
e. Infeksi:  merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting pada lansia,
karena selain sering didapati, juga gejala tidak khas bahkan asimtomatik
yang menyebabkan keterlambatan di dalam diaggnosis dan pengobatan serta
risiko menjadi fatal meningkat pula. Beberapa faktor risiko yang
menyebabkan lansia mudah mendapat penyakit infeksi karena kekurangan
gizi, kekebalan tubuh:yang menurun, berkurangnya fungsi berbagai organ
10

tubuh, terdapatnya beberapa penyakit sekaligus (komorbiditas) yang


menyebabkan daya tahan tubuh yang sangat berkurang. Selain daripada itu,
faktor lingkungan, jumlah dan keganasan kuman akan mempermudah tubuh
mengalami infeksi.
f. Gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit: akibat
prosesd menua semua pancaindera berkurang fungsinya, demikian juga
gangguan pada otak, saraf dan otot-otot yang digunakan untuk berbicara
dapat menyebabkn terganggunya komunikasi, sedangkan kulit menjadi lebih
kering, rapuh dan mudah rusak dengan trauma yang minima
g. Sulit buang air besar (konstipasi): beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya konstipasi, seperti kurangnya gerakan fisik, makanan yang kurang
sekali mengandung serat, kurang minum, akibat pemberian obat-obat tertentu
dan lain-lain. Akibatnya, pengosongan isi usus menjadi sulit terjadi atau isi
usus menjadi tertahan. Pada konstipasi, kotoran di dalam usus menjadi keras
dan kering, dan pada keadaan yang berat dapat terjadi akibat yang lebih berat
berupa penyumbatan pada usus disertai rasa sakit pada daerah perut.
h. Depresi: perubahan status sosial, bertambahnya penyakit dan berkurangnya
kemandirian sosial serta perubahan-perubahan akibat proses menua menjadi
salah satu pemicu munculnya depresi pada lansia. Namun demikian, sering
sekali gejala depresi menyertai penderita dengan penyakit-penyakit gangguan
fisik, yang tidak dapat diketahui ataupun terpikirkan sebelumnya, karena
gejala-gejala depresi yang muncul seringkali dianggap sebagai suatu bagian
dari proses menua yang normal ataupun tidak khas. Fejala-gejala depresi
dapat berupa perasaan sedih, tidak bahagia, sering menangis, merasa
kesepian, tidur terganggu, pikiran dan gerakan tubuh lamban, cepat lelah dan
menurunnya aktivitas, tidak ada selera makan, berat badan berkurang, daya
ingat berkurang, sulit untuk memusatkan pikiran dan perhatian, kurangnya
minat, hilangnya kesenangan yang biasanya dinikmati, menyusahkan orang
lain, merasa rendah diri, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, merasa
bersalah dan tidak berguna, tidak ingin hidup lagi bahkan mau bunuh diri,
dan gejala-gejala fisik lainnya. Akan tetapi pada lansia sering timbul depresi
terselubung, yaitu yang menonjol hanya gangguan fisik saja seperti sakit
kepala, jantung berdebar-debar, nyeri pinggang, gangguan pencernaan dan
lain-lain, sedangkan gangguan jiwa tidak jelas.
11

i. Kurang gizi: kekurangan gizi pada lansia dapat disebabkan perubahan


lingkungan maupun kondisi kesehatan. Faktor lingkungan dapat berupa
ketidaktahuan untuk memilih makanan yang bergizi, isolasi sosial (terasing
dari masyarakat) terutama karena gangguan pancaindera, kemiskinan, hidup
seorang diri yang terutama terjadi pada pria yang sangat tua dan baru
kehilangan pasangan hidup, sedangkan faktor kondisi kesehatan berupa
penyakit fisik, mental, gangguan tidur, alkoholisme, obat-obatan dan lain-
lain.
j. Tidak punya uang: dengan semakin bertambahnya usia maka kemampuan
fisik dan mental akan berkurang secara perlahan-lahan, yang menyebabkan
ketidakmampuan tubuh dalam mengerjakan atau menyelesaikan
pekerjaannya sehingga tidak dapat memberikan penghasilan. Untuk dapat
menikmati masa tua yang bahagia kelak diperlukan paling sedikit tiga syarat,
yaitu :memiliki uang yang diperlukan yang paling sedikit dapat memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari, memiliki tempat tinggal yang layak,
mempunyai  peranan di dalam menjalani masa tuanya.
k. Penyakit akibat obat-obatan: salah satu yang sering didapati pada lansia
adalah menderita penyakit lebih dari satu jenis sehingga membutuhkan obat
yang lebih banyak, apalagi sebahagian lansia sering menggunakan obat
dalam jangka waktu yang lama tanpa pengawasan dokter dapat menyebabkan
timbulnya penyakit akibat pemakaian obat-obat yaqng digunakan.  
l. Gangguan tidur: dua proses normal yang paling penting di dalam kehidupan
manusia adalah makan dan tidur. Walaupun keduanya sangat penting akan
tetapi karena sangat rutin maka kita sering melupakan akan proses itu dan
baru setelah adanya gangguan pada kedua proses tersebut maka kita ingat
akan pentingnya kedua keadaan ini. Jadi dalam keadaan normal (sehat) maka
pada umumnya manusia dapat menikmati makan enak dan tidur nyenyak.
Berbagai keluhan gangguan tidur yang sering dilaporkan oleh para lansia,
yakni  sulit untuk masuk dalam proses tidur. tidurnya tidak dalam dan mudah
terbangun, tidurnya banyak mimpi,  jika terbangun sukar tidur kembali,
terbangun dinihari, lesu setelah bangun dipagi hari. 
m. Daya tahan tubuh yang menurun: daya tahan tubuh yang menurun pada
lansia merupakan salah satu fungsi tubuh yang terganggu dengan
bertambahnya umur seseorang  walaupun tidak selamanya hal ini disebabkan
12

oleh proses menua, tetapi dapat pula  karena berbagai keadaan seperti
penyakit yang sudah lama diderita (menahun) maupun penyakit yang baru
saja diderita (akut) dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh
seseorang. Demikian juga penggunaan berbagai obat, keadaan gizi yang
kurang, penurunan fungsi organ-organ tubuh dan lain-lain.
n. Impotensi: merupakan ketidakmampuan untuk mencapai dan atau
mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan sanggama yang
memuaskan yang terjadi paling sedikit 3 bulan.   Menurut Massachusetts
Male Aging Study (MMAS) bahwa penelitian yang dilakukan pada pria usia
40-70 tahun yang diwawancarai ternyata 52 % menderita disfungsi ereksi,
yang terdiri dari disfungsi ereksi total 10 %, disfungsi ereksi sedang 25 %
dan minimal 17 %. Penyebab disfungsi ereksi pada lansia adalah hambatan
aliran darah ke dalam alat kelamin sebagai adanya kekakuan pada dinding
pembuluh darah (arteriosklerosis) baik karena proses menua maupun
penyakit, dan juga berkurangnya sel-sel otot polos yang terdapat pada alat
kelamin serta berkurangnya kepekaan dari alat kelamin pria terhadap
rangsangan (Siburian, 2009).
4. Tugas dan Perkembangan pada Lansia
Tahap ini dimulai dari 60 tahunan sampai akhir kehidupan. Usia lanjut
merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Semua orang akan mengalami
proses menjadi tua, dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir,
dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial
sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi.
Tahap usia lanjut adalah tahap di mana terjadi penuaan dan penurunan, yang
penururnanya lebih jelas dan lebih dapat diperhatikan dari pada tahap usia baya.
Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh,
jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada manusia ,
penuaan dihubungkan dengan perubahan degenerative pada kulit, tulang jantung,
pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainya. Dengan kemampuan
regeneratife yang terbatas, mereka lebih rentan terhadap berbagai penyakit,
sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa lain. Untuk
menjelaskan penurunan pada tahap ini, teradapat berbagai perbedaan teori, namun
para pada umumnya sepakat bahwa proses ini lebih banyak ditemukan oleh faktor
gen. Penelitian telah menemukan bahwa tingkat sel, umur sel manusia ditentukan
13

oleh DNA yang disebut telomere, yang beralokasi pada ujung kromosom.
Ketentuan dan kematian sel terpicu ketika telomere berkurang ukuranya pada
ujung kritis tertentu.

Adapun tugas perkembangan pada masa dewasa akhir ini, diantaranya :

a. Menciptakan kepuasan dalam keluarga sebagai tempat tinggal di hari tua.


b. Menyesuaikan hidup dengan penghasilan sebagai pensiunan
c. Membina kehidupan rutin yang menyenangkan.
d. Saling merawat sebagai suami-istri
e. Mampu menghadapi kehilangan (kematian) pasanan dengan sikap yang positif
(menjadi janda atau duda).
f. Melakukan hubungan dengan anak-anak dan cucu-cucu.
g. Menemukan arti hidup dengan nilai moral yang tinggi.
5. Bahaya Fisik dan Psikis Lansia
Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah
fisik baik secara fisik-biologik, mental maupun sosial ekonomis. Dengan semakin
lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami kemunduran terutama di bidang
kemampuan fisik, yang dapat mengakibatkan penurunan pada peranan-peranan
sosialnya. Hal ini mengkibatkan pula timbulnya gangguan di dalam hal
mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga dapat meningkatkan ketergantungan
yang memerlukan bantuan orang lain.
Lanjut usia tidak saja di tandai dengan kenunduran fisik, tetapi dapat pula
berpengaruh terhadap kondisi mental. Semakin lanjut seseorang, kesibukan
sosialnya akan semakin berkurang hal mana akan dapat mengakibatkan
berkurangnya integrasi dengan lingkungannya. Hal ini dapat memberikan dampak
pada kebahagiaan seseorang (Stanley, 2007).

Beberapa Tanda Bahaya Yang Sebaiknya Diantisipasi :

a. Bahaya fisik yang umum terjadi pads usia lanjut


1) Penyakit degeneratif/penyakit kronis.
2) Adanya hambatan fisik (penglihatan, pendengaran, otot, tulang dll.).
3) Gangguan pada gigi/gusinya.
14

4) Berkurangnya pemasukan gizi, karena minat makan yang berkurang,


dalam hal ini dirinya ada rasa takut dan juga murung, ingin makan
bersama orang lain.
5) Menurunnya kemampuan dan gairah seksual.
6) Mereka tergolong rentan/rawan terhadap kecelakaan.

b. Bahaya Psikis Pada Lansia

1) Ketidaksiapan untuk mengadakan perubahan pola kehidupannya, contoh:


misalnya mereka harus memutuskan mendiami rumah yang tidak terlalu
besar lagi, karena anakanak sudah menikah semua dan mempunyai
keluarga sendiri.
2) Dapat pula muncul pemikiran pada orang usia lanjut bahwa proses mental
mereka sudah mulai dan sedang menurun. Misalnya mereka mengeluh
sangat pelupa, kesulitan dalam menerima hal baru. Dan mereka juga
merasa tidak tahan dengan tekanan, perasaan seperti ini membentuk
mental mereka seolah tertidur, dengan keyakinan bahwa dirinya sudah
terlalu tua untuk mengerjakan hal tertentu, mereka menarik diri dari semua
bentuk kegiatan.
3) Masalah psikologis lain yang dapat menjadi gangguan adalah perasaan
bersalah karena menganggur. Sering kali hal ini akan tergantung dari
sistem nilai yang ada dalam dirinya, seberapa jauh orang usia lanjut ini
sangat mementingkan materi, dan seberapa jauh dia menilai pentingnya
bekerja. Mereka merasa sangat membutuhkan pekerjaan agar sangat
dihargai oleh orang lain, ingin memperoleh perhatian. Berkaitan dengan
hal ini, mereka juga menyadari bahwa pendapatan mereka menurun.
4) Gangguan psikologis yang dipandang paling berbahaya adalah sikap
mereka yang ingin tidak terlibat secara sosial. Sikap ini akan membuat
mereka mudah curiga terhadap orang lain, atau menuntut perhatian
berlebihan, atau mengasingkan diri dengan munculnya rasa tidak berguna
dan rasa murung, rendah diri, bahkan juga mungkin akan menjadi sangat
apatis.
15

B. Konsep Penyakit Hipertensi


1. Defenisi
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas
140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Pada populasi manula,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmhg dan tekanan diastolic
90 mmHg ( Smeltzer, 2001).
Menurut Price (2005) Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi
medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka
waktu lama). Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan
darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai
keadaan darah tinggi.
Hipertensi berasal dari dua kata yaitu hiper yang berarti tinggi dan tensi yang
artinya tekanan darah. Menurut American Society of Hypertension (ASH),
pengertian hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler
yang progresif, sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling
berhubungan (Sani, 2008).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan, hipertensi adalah peningkatan
tekanan darah secara kronis dan persisten dimana tekanan sistolik diatas 140
mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg.
2. Etiologi
Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90%
diantara mereka menderita hipertensi essensial (primer), dimana tidak dapat
ditentukan penyebab medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah
dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder). ( Smeltzer, 2001).
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
1.  Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui
penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi).
2.   Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari
adanya penyakit lain. ( Smeltzer, 2001).
Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab, seperti;
beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-
sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah. (Price, 2005)
Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada
sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada
16

sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat


tertentu (misalnya pil KB). ( Smeltzer, 2001)
Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu
tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin)
atau norepinefrin (noradrenalin). (Price, 2005)
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder :
1. Penyakit Ginjal
a. Stenosis arteri renalis
b. Pielonefritis
c. Glomerulonefritis
d. Tumor-tumor ginjal
e. Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
f. Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
g. Terapi penyinaran yang mengenai ginjal.
2. Kelainan Hormonal
a. Hiperaldosteronism
b. Sindroma Cushing
c. Feokromositoma
3. Obat-obatan
a. Pil KB
b. Kortikosteroid
c. Siklosporin
d. Eritropoietin
e. Kokain
f. Penyalahgunaan alkohol
g. Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
4. Penyebab Lainnya
a. Koartasio aorta
b. Preeklamsi pada kehamilan
c. Porfiria intermiten akut
d. Keracunan timbal akut
Adapun penyebab lain dari hipertensi yaitu :
a. Peningkatan kecepatan denyut jantung
b. Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama
17

c. Peningkatan TPR yang berlangsung lama


3. Klasifikasi
The Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of
High Blood Pressure membuat suatu klasifikasi baru yaitu :
Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih *
Kategori Sistolik (mmhg) Diastolik (mmhg)
Normal < 130 <85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi
Tingkat 1 (ringan) 140-159 90-99
Tingkat 2 (sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (berat) ≥180 ≥110

Tidak minum obat antihipertensi dan tidak sakit akut. Apabila tekanan sistolik
dan diastolik turun dalam kategori yang berbeda, maka yang dipilih adalah
kategori yang lebih tinggi. berdasarkan pada rata-rata dari dua kali pembacaan
atau lebih yang dilakukan pada setiap dua kali kunjungan atau lebih setelah
skrining awal. (Smeltzer, 2001).
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih
tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah
diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari
120/80 mmHg didefinisikan sebagai "normal". Pada tekanan darah tinggi,
biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya
terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga
kali dalam jangka beberapa minggu. (Price, 2005)
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau
lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih
dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan
dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan
darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik
terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan
atau bahkan menurun drastis. (Price, 2005)
18

Disamping itu juga terdapat hipertensi pada kehamilan (pregnancy-induced


hypertension/PIH) PIH adalah jenis hipertensi sekunder karena hipertensinya
reversible setelah bayi lahir. PIH tampaknya terjadi akibat dari kombinasi
peningkatan curah jantung dan TPR. Selama kehamilan normal volume darah
meningkat secara drastis. Pada wanita sehat, peningkatan volume darah
diakomodasikan oleh penurunan responsifitas vascular terhadap hormon-hormon
vasoaktif, misalnya angiotensin II. Hal ini menyebabkan TPR berkurang pada
kehamilan normal dan tekanan darah rendah. Pada wanita dengan PIH, tidak
terjadi penurunan sensitivitas terhadap vasopeptida-vasopeptida tersebut, sehingga
peningkatan besar volume darah secara langsung meningkatkan curah jantung dan
tekanan darah. PIH dapat timbul sebagai akibat dari gangguan imunologik yang
mengganggu perkembangan plasenta. PIH sangat berbahaya bagi wanita dan dapat
menyebabkan kejang, koma, dan kematian. (Smeltzer, 2001).
4. Faktor Predisposisi
Berdasarkan faktor pemicu, Hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa hal
seperti umur, jenis kelamin, dan keturunan. Hipertensi juga banyak dijumpai pada
penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita
Hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran
didalam terjadinya Hipertensi. (Smeltzer, 2001).
Sedangkan yang dapat dikontrol seperti kegemukan/obesitas, stress, kurang
olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam. Faktor lingkungan ini juga
berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial. Hubungan antara stress
dengan Hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis adalah
saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas, saraf parasimpatis adalah saraf yang
bekerja pada saat kita tidak beraktivitas. (Price, 2005)
Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara
intermitten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan
tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi angka
kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan.
Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok
masyarakat yang tinggal di kota. (Price, 2005)
Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi
Hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan
terjadinya Hipertensi dikemudian hari. Walaupun belum dapat dijelaskan
19

hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi penyelidikan


membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita
obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan penderita yang
mempunyai berat badan normal. ( Smeltzer, 2001).
5. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras
saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medulla spinalis ke ganglia simpatis di torak dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan
dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan
vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa
terjadi. (Smeltzer, 2001).
Pada saat bersamaan dimana system simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,
mengakibatnkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, saat vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormone ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi. (Price, 2005)
20

6. Pathway

7. Manifestasi Klinik

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;


meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala
yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi,
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. (Price, 2005)
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
berikut:
1. Sakit kepala
2. Kelelahan
3. Mual
4. Muntah
21

5. Sesak nafas
6. Gelisah
7. Susah Tidur
8. Mata berkunang-kunang
9. Peningkatan tekan darah
10. Pusing
Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung dan ginjal. (Price, 2005)
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan
bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati
hipertensif, yang memerlukan penanganan segera. (Price, 2005)
8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003) dan Dosen Fakultas


kedokteran USU, Abdul Madjid (2004), meliputi :
1. Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi
bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan factor resiko lain atau
mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer
lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol
total, HDL, LDL
2. Pemeriksaan EKG. EKG (pembesaran jantung, gangguan konduksi), IVP
(dapat mengidentifikasi hipertensi, sebagai tambahan dapat dilakukan
pemerisaan lain, seperti klirens kreatinin, protein, asam urat, TSH dan
ekordiografi.
3. Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin (fungsi ginjal), glucose (DM)
kalium serum (meningkat menunjukkan aldosteron yang meningkat), kalsium
serum (peningkatan dapat menyebabkan hipertensi: kolesterol dan tri gliserit
(indikasi pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid (menyebabkan
vasokonstrisi), urinanalisa protein, gula (menunjukkan disfungsi ginjal), asam
urat (factor penyebab hipertensi).
4. Pemeriksaan radiologi : Foto dada dan CT scan
22

9. Komplikasi

Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi menurut


TIM POKJA RS Harapan Kita (2003) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007)
adalah diantaranya :
1. Penyakit pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak, transient
ischemic attack (TIA).
2. Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut
(IMA).
3. Penyakit ginjal seperti gagal ginjal.
4. Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan retina, oedema pupil.
10. Penatalaksanaan
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis
penatalaksanaan:
a.    Penatalaksanaan Non Farmakologis.
1.   Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin
dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
2.   Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan,
jogging, bersepeda atau berenang.
b.   Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1.      Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2.      Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3.      Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4.      Tidak menimbulakn intoleransi.
5.      Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6.      Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
23

Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti
golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium, golongan
penghambat konversi rennin angitensin.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Aktivitas dan Istirahat

Gejala : kelemahan, keletihan, napas pendek, gaya hidup monoton.

Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea

2. Sirkulasi

Gejala : riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan

penyakit serebrovaskular. Episode palpitasi, perspirasi.

Tanda : kenaikan TD (pengukuran serial dari kenaikan tekanan darah diperlukan

untuk menegakan diagnosis). Hipotensi postural (mungkin berhubungna dengan

regimen obat ). Nadi : denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis ; perbedaan

denyut seperti denyut femoral melambat sebagai kompensasi denyutan radialis atau

brakialis; denyut popliteal, tibialis posterior, pedalis tidak teraba atau lemah.

Frekuensi/irama : takikardia berbagai disritmia. Bunyi jantung : terdengar S2 pada

dasar ; S3 (CHF dini); S4 (pergeseran ventrikel kiri/hipertrofi ventrikel kiri). Murmur

stenosis valvular. Ekstremitas ; perubahan warna kulit, suhu dingin (vasokonstriksi

perifer) ; pengisian kapiler mungkin melambat /tertunda (vasokonstriksi)

3. Integritas ego

Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, atau marah kronik

(dapat mengindikasikan kerusakan serebral). Faktor-faktor stress multiple(hubungan,

keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).


24

Tanda : letupan suara hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian, tangisan yang

meledak. Gerak tangan empati, otot muka tegang (khusus sekitar mata), gerakan fisik

cepat, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara.

4. Eliminasi

Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti, infeksi/obstruksi atau riwayat

penyakit ginjal dimasa lalu).

5. Makanan dan Cairan

Gejala : makanan yang disukai, yang dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi

lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng, keju, telur); kandungan

tinggi kalori. Mual, muntah. Perubahan berat badan akhir-akhir ini

(meningkat/menurun).

Tanda : berat badan normal atau obesitas. Adanya edema (mungkin umum atau

tertentu); kongesti vena; glukosuria (hampir 10% pasien hipertensi adalah diabetik)

6. Neurosensori

Gejala : keluhan pening/pusing. Berdenyut. Sakit kepala suboksipital (terjadi saat

bangun dan menghilang secara spontan stelah beberapa jam ). Episode

kebas/kelemahan pada satu sisi tubuh. Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan

kabur).

Tanda : status mental : perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, afek, proses

pikir, atau memori (ingatan). Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman

tangan dan /atau reflex tendon dalam. Perubahan-perubahan retinal optik: dari

sklerosis/penyempitan arteri ringan sampai berat dan perubahan sklerotik dengan

edema atau papiledema, eksudat, dan hemoragi tergantung pada berat/lamanya

hipertensi.

7. Nyeri dan ketidaknyamanan


25

Gejala : angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung). Nyeri hilang timbul

pada tungkai/klaudasi (indikasi arteriosklerosis pada arteri ekstremitas bawah). Sakit

kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Nyeri abdomen/massa

(feokromositoma)

8. Pernafasan

Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja. Takipnea, ortopnea, dispnea

nokturnal paroksismal. Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.

Tanda : distress respirasi/penggunaan otot aksesori pernapasan. Bunyi napas

tambahan (krekles/mengi). Sianosis.

9. Keamanan

Gejala : gangguan koordinasi/cara berjalan. Episode parestesia unilateral transien.

Hipotensi posturnal.

10. Pembelajaran dan Penyuluhan

Gejala : faktor-faktor risiko keluarga :hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung,

DM, penyakit serebrovaskular/ginjal.


26

B. Diagnosa dan Rencana Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Pola nafas tidak efektif Setelah diberikan asuhan 1.1. Kaji frekwensi 1. Kedalaman dan kecepatan
berhubungan dengan keperawatan diharapkan pola kedalamam pernafasan pernafasan bervariasi tergantung
penurunan ekspansi paru nafas pasien kembali efektif, dan ekspansi dada. Catat derajat gagal nafas. Ekspansi
akibat oedem paru dengan kriteria hasil : upaya pernafasan dada yang terbatas berhubungan
a. RR 16-20 x/mnt termasuk penggunaan dengan atelektasis / nyeri dada
b. Tidak ada pernafasan cuping otot-otot bantu pleuritik.
hidung, dan retraksi dada 1.2. Askultasi bunyi nafas dan 2. Penurunan bunyi nafas akibat
c. Bunyi nafas normal catat adanya bunyi nafas obstruksi sekunder terhadap
(vesikuler) tidak ada bunyi adventisius, perdarahan, kolaps jalan nafas
nafas tambahan spt : krakels, spt :krekels,mengi, serta kegagalan jalan nafas
ronchi gesekan pleural
d. Ekspansi dada simetris 1.3. Berikan posisi semi 3. Memperbaiki jalan dan saturasi
e. Secara verbal tidak ada fowler bila tidak ada pernafasan
keluhan sesak kontra indikasi
1.4. Kolaborasi pemberian 4. Memaksimalkan pernafasan dan
oksigen menurunkan kerja otot
pernafasan
2 Gangguan perfusi serebral Setelah diberikan asuhan 2.1. Pantau TD, catat adanya 1. Normalnya autoregulasi
berhubungan dengan keperawatan diharapkan Perfusi hipertensi sistolik secara mempertahankan aliran darah
penurunan suplai oksigen jaringan serebral pasien kembali terus menerus dan otak yang konstan pada saat ada
otak efektif, dengan kriteria hasil : tekanan nadi yang fluktuasi TD sistemik.
1. GCS normal ( 15 semakin berat. Kehilangan autoregulasi dapat
) 2.2. Pantau frekuensi jantung, mengikuti kerusakan kerusakan
2. Nilai TIK dalam catat adanya Bradikardi, vaskularisasi serebral
batas normal ( 0-15 Tacikardia atau bentuk lokal/menyebar.
mmHg ) Disritmia lainnya. 2. Perubahan pada ritme (paling
3. TTV normal 2.3. Pantau pernapasan sering Bradikardi) dan Disritmia
( RR 16-20 ) meliputi pola dan dapat timbul yang
iramanya mencerminkan adanya
2.4. Catat status neurologis depresi/trauma pada batang otak
27

dengan teratur dan pada pasien yang tidak memiliki


bandingkan dengan kelainan jantung sebelumnya.
keadaan normalnya 3. Napas yang tidak teratur dapat
2.5. Berikan obat anti menunjukkan lokasi adanya
hipertensi gangguan serebral dan
memerlukan intervensi yang
lebih lanjut.
4. Pengkajian kecenderungan
adanya perubahan tingkat
kesadaran adalah sangat
berguna dalam menentukan
lokasi penyebaran/luasnya dan
perkembangan dari kerusakan
serebral.
5. Efektif dalam menurunkan
tekanan
3 Penurunan curah jantung Setelah diberikan asuhan 3.1 Pantau TD. Ukur pada 1. Perbandingan dari tekanan
berhubungan dengan keperawatan diharapkan curah kedua tangan untuk memberikan gambaran yang
Peningkatan afterload, jantung pasien mulai normal evaluasi awal. Gunakan lebih lengkap tentang
vasokontriksi pembuluh dengan criteria hasil : ukuran manset yang tepat keterlibatan/ bidang masalah
darah. 1. tidak adanya sianosis dan teknik yang akurat. vaskular.
2. CRT < 2 dtk 3.2 Catat keberadaan, 2. Denyutan
3. Akral hangat kualitas denyutan sentral karotis ,jugularis,radialis dan
4. RR Normal ( 16-20 x/mnt) dan perifer femoralis mungkin terpalpasi.
5. Tidak ada bunyi jantung 3.3 Auskultasi tonus jantung Denyut pada tungkai mungkin
tambahan dan bunyi nafas menurun, mencerminkan efek
6. GCS normal (E,V,M = 15) 3.4 Amati warna kulit, dari vasokontriksi ( peningkatan
7. Haluaran urine dalam batas kelembaban, suhu dan SVR ) dan kongesti vena
normal (400 ml / 24 jam) masa pengisian kapiler 3. S4 umum terdengar pada pasien
warna kuning jernih. 3.5 Pertahankan pembatasan hipertensi berat karena adanya
aktivitas seperti istirahat hipertrofi atrium. Adanya
di tempat tidur/ kursi, krakel, mengi dapat
28

jadwal periode istirahat mengindikasikan kongesti paru


tanpa gangguan, bantu sekunder terhadap terjadinya
pasien melakukan atau gagal jantung kronik
aktivitas perawatan diri Adanya pucat, dingin, kulit lembab
sesuai kebutuhan dan masa pengisian kapiler
3.6 Berikan lingkungan lambat mungkin berkaitan
tenang, nyaman, kurangi dengan vasokontriksi atau
aktivitas / keributan mencerminkan
lingkungan. Batasi dekompensasi/penurunan curah
jumlah pengunjung dan jantung.
lamanya tinggal. 5. Menurunkan stres dan
3.7 Kolaborasi : ketegangan yang mempengaruhi
Berikan obat-obat sesuai tekanan darah dan perjalanan
indikasi seperti Diuretik penyakit hipertensi
dan tiazid 6. Membantu untuk menurunkan
rangsang simpatis;
meningkatkan relaksasi.
7. Tiazid mungkin digunakan
sendiri atau dicampur dengan
obat lain untuk menurunkan TD
pada pasien dengan fungsi
ginjal yang relatif normal.
Diuretik ini memperkuat agen-
agen antihipertensi lain dengan
membatasi retensi cairan.
Vasodilator menurunkan
aktivitas kontriksi arteri dan
vena pada ujung saraf simpatik.
4 Nyeri akut / kronis Setelah diberikan asuhan 4.1 Kaji derajat nyeri 1. Mengetahui derajat nyeri
berhubungan dengan keperawatan diharapkan Nyeri 4.2 Pertahankan tirah baring yang dirasakan pasien dan
peningkatan tekanan vascular pasien berkurang dengan selama fase akut mempermudah intervensi
serebral dan iskemia miokard kriteria hasil : 4.3 Berikan tindakan 2. Meminimalkan
29

1. Mengungkapkan metode nonfarmakologi untuk stimulasi/meningkatkan


yang memberikan menghilangkan sakit relaksasi
pengurangan kepala atau nyeri dada 3. Tindakan yang menurunkan
2. Mengikuti regimen misal, kompres dingin tekanan vaskular serebral dan
farmakologi yang pada dahi, pijat punggung yang memperlambat/ memblok
diresepkan dan leher, teknik respon simpatis efektif dalam
3. Skala nyeri 0-1 relaksasi (panduan menghilangkan sakit kepala dan
4. Wajah tidak meringis / imajinasi, distraksi) dan komplikasinya.
wajah nampak rileks aktivitas waktu senggang. 4. Aktivitas yang
5. Menyatakan nyeri 4.4 Minimalkan aktivitas meningkatkan vasokontriksi
berkurang vasokontriksi yang dapat menyebabkan sakit kepala pada
meningkatkan sakit adanya penigkatan tekanan
kepala misalnya, vaskular serebral.
mengejan saat BAB, 5. Mengetahui keadaan umum
batuk panjang, pasien. Peningkatan tanda-tanda
membungkuk. vital mengindikasikan nyeri
4.5 Kaji tanda-tanda vital belum dapat terkontrol.
4.6 Kolaborasi : 6. Menurunkan/mengontrol
Analgesik,Antiansietas nyeri dan menurunkan rangsang
mis, lorazepam, sistem saraf simpatis.
diazepam

5 Kelebihan volume cairan Setelah diberikan asuhan 5.1 Awasi denyut jantung, 1. Tacikardi dan hipertensi terjadi
berhubungan dengan edema keperawatan diharapkan pasien TD, CVP karena kegagalan ginjal untuk
menunjukkan keseimbangan 5.2 Catat pemasukan dan mengeluarkan urine,
volume cairan dengan kriteria : pengeluaran secara pembatasan cairan berlebih
1. Masukan dan haluaran akurat. selama mengobati
seimbang 5.3 Awasi berat jenis urine hipovolemia/hipotensi atau
2. BB stabil 5.4 Timbang tiap hari dengan perubahan fase oliguri gagal
3. Tanda vital dalam alat dan pakaian yang ginjal dan perubahan pada
rentang normal ( N : 70 – sama renin-angiotensin.
30

80 x mnt, R : 16 – 20 x 5.5 Kaji kulit, wajah area 2. Perlu untuk menentukan fungsi
/mnt, S : 36 – 37,2, T : tergantung untuk edema gnjal, kebutuhan penggantian
120 / 80 mmHg) 5.6 Berikan obat sesuai cairan
4. Oedema tidak ada indikasi (diuretik) 3. Mengukur kemampuan ginjal
untuk mengkonsentrasikan urine
4. Penimbangan berat badan
harian adalah pengawasan status
cairan terbaru. Peningkatan
berat badan lebih dari 0,5 kg per
hari diduga ada retensi cairan.
5. Edema terjadi terutama pada
jaringan yang tergantung pada
tubuh contoh : tangan, kaki,
area lumbosakral
6. Membantu dalam pengeluaran
cairan
6 Intoleransi aktivitas Setelah diberikan asuhan 6.1 Kaji respon pasien 1. Menyebutkan parameter
berhubungan dengan keperawatan diharapkan pasien terhadap aktivitas, membantu dalam mengkaji
Kelemahan umum dan dapat berpartisipasi dalam perhatikan frekuensi nadi respons fisiologi terhadap stres
ketidakseimbangan antara aktivitas yang lebih dari 20 kali per aktivitas dan bila ada,
suplai dan kebutuhan diinginkan/diperukan dengan menit di atas frekuensi merupakan indikator dari
oksigen kriteria hasil : istirahat, peningkatan kelebihan kerja yang berkaitan
1. Melaporkan tekanan darah yang nyata dengan tingkat aktivitas.
peningkatan dalam toleransi selama /sesudah aktivitas, 2. Teknik menghemat energi
aktivitas yang dapat diukur dpsnea atau nyeri dada, mengurangi penggunaan energi,
2. Menunjukkan keletihan dan kelemahan juga membantu keseimbangan
penurunan dalam tanda- yang berlebihan, antara suplai dan kebutuhan
tanda intoleransi fisiologi diaforesis, pusing atau oksigen.
pingsan 3. Mengidentifikasi sejauh mana
6.2 Instruksikan pasien kemampuan pasien dalam
tentang teknik melakukan aktivitas dan prwt
penghematan energi , diri.
31

misalnya menggunakan 4. Kemajuan aktivitas bertahap


kursi saat mandi, duduk mencegah peningkatan kerja
saat menyisir rambut atau jantung tiba-tiba. Memberikan
menggosok gigi, bantuan hanya sebatas
melakukan aktivitas kebutuhan hanya akan
dengan perlahan mendorong kemandirian dalam
6.3 Kaji sejauh mana melakukan aktivitas
aktivitas yang dapat
ditoleransi
6.4 Mendorong kemandirian
dalam melakukan
aktivitas
7 Gangguan persepsi sensori : Setelah diberikan tindakan 7.1 Kaji kemampuan melihat 1. Untuk mengidentifikasi
penglihatan berhubungan keperawatan, diharapkan pasien kemampuan melihat dan
dengan penekanan saraf pengelihatan pasien semakin 7.2 Berikan kompres hangat menyusun rencana tindakan.
optikus
membaik, dengan criteria : pada mata 2. Meningkatkan vaskularisasi
1. Menyatakan pengelihatan 7.3 Bantu kebutuhan pasien pada area mata
semakin membaik dalam rentang pasien 3. Menghindari resiko cidera dan
2. Visus normal ( 6/6 ) mengalami penurunan kesalahan intepretasi yang dapat
3. Refraksi mata baik pengelihatan mengancam jiwa pasien
4. Tidak ada disorientasi 7.4 Kolaborasi dalam 4. Menghindari disorientasi waktu,
waktu, orang dan tempat pemeriksaan mata dan orang dan tempat
penggunaan alat bantu
pengelihatan
8 Risiko cedera berhubungan Setelah diberikan asuhan 8.1 Jauhkan dari benda- 1. Meminimalkan risiko
dengan penurunan kesadaran keperawatan diharapkan pasien benda tajam cedera
, penglihatan ganda tidak mengalami cidera dengan 8.2 Berikan penerangan yg 2. Meminimalkan terjadinya
( diplopia )
kriteria hasil : cukup benturan
1. Pasien tidak mengalami 8.3 Usahakan lantai tidak 3. Meminimalkan klien jatuh
cedera. 4. Menghindari klien terjatuh
32

2. Tidak licin dan basah pada saat istirahat


8.4 Pasang side rail 5. Untuk meningkatkan
8.5 Anjurkan pada keluarga menjaga keamanan
klien untuk selalu
menemani klien dalam
beraktivitas
9 PK : Gagal Jantung Setelah diberikan tindakan 1.1 Pantau adanya tanda – 1. Pemantauan, penanganan
keperawatan, diharapkan pasien tanda gagal jantung sedini mungkin dan mencegah
tidak mengalami gagal jantung 1.2 Kolaborasi dengan dokter kerusakan lebih lanjut
1. Nadi 70 – 80 bagian dalam ( jantung) 2. Pemberian therapi sedini
x/mnt mungkin dengan pertimbangan
2. Nyeri tidak ada therapi yang tepat akan mampu
3. Sianosis tidak menyelamatkan jiwa pasien
ada
33

C. Konsep Penyakit Atritis Gout ( Asam urat)

1. Definisi

Penyakit gout arthtritis adalah penyakit metabolik yang dapat bermanifestasi

sebagai arthritis akut atau kronis, dan pengendapan kristal urat dalam jaringan

ikat, ginjal dan deposisi kristal urat monosodium di sendi, tulang, jaringan lunak,

dan ginjal (Dhoble et all, 2008).

Asam urat merupakan rematik pirai (gout artritis) yang merupakan jenis

rematik artikuler terbanyak yang menyerang penduduk Indonesia. Penyakit ini

merupakan gangguan metabolik karena asam urat (uric acid) yang menumpuk di

dalam jaringan tubuh, yang kemudian dibuang melalui urin. Pada kondisi gout,

terdapat timbunan atau defosit kristal asam urat didalam persendian. Gout pada

dasarnya adalah gangguan metabolisme asam urat tetapi dapat terjadi juga kareana

pengkonsumsian alkohol, merokok, narkoba dapat mempengaruhi insidennya.

Deposisi kristal urat di hyperuricaemic hasil individu dalam gout akut , ditandai

dengan nyeri yang menyiksa dan peradangan onset cepat, paling sering

mempengaruhi sendi, yang dapat mengakibatkan cacat jangka pendek (Sutaria et

all, 2005)

Arthritis Gout adalah suatu proses inflamasi (pembengkakan yang terjadi

karena deposisi, deposit atau timbunan kristal asam urat pada jaringan sekitar

sendi atau tofi. Gout juga merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok

gangguan metabolik yang ditandai dengan meningkatnya konsentrasi asam urat.

Masalah akan timbul bila terbentuk kristal-kristal dari monosodium urat

monohidrat pada sendi-sendi dan jaringan sekitarnya. Kristal-kristal ber-bentuk

jarum inilah yang mengaki-batkan reaksi peradangan (inflamasi), yang bila

berlanjut akan mengaki-batkan nyeri hebat. Jika tidak diobati, endapan kristal ini
34

akan menyebabkan kerusakan hebat pada sendi dan jaringan lunak. Hasil produksi

oleh tubuh, merupakan hasil akhir metabolisme purin. Purin adalah protein yang

termasuk golongan nukleo protein. Purin didapat dari makanan selain itu juga

berasal dari penghancuran sel-sel tubuh yang sudah tua. Pembuatan atau sintesis

purin juga bisa dilakukan oleh tubuh sendiri dari bahan-bahan seperti: CO2,

glutamine, glisin, asam aspartat dan asam folat. Diduga hasil metabolisme purin

di-angkut ke hati, lalu mengalami oksi-dasi menjadi asam urat, dan kelebihan

asam urat dibuang melalui ginjal lewat urine dan usus (Hidayat, 2012).

2. Etiologi

Etiologi penyakit gout Arthritis antara lain :

1) Faktor genetik dan faktor hormonal yang menyebabkan gangguan

metabolisme yang dapat mengakibatkan meningkatnya produksi asam urat.

2) Jenis kelamin dan umur : Prosentase Pria : Wanita yaitu 2 : 1 pria lebih

beresiko terjadinya asam urat yaitu umur (30 tahun keatas), sedangkan

wanita terjadi pada usia menopouse (50-60 tahun).

3) Berat badan : Kelebihan berat badan meningkatkan risiko hiperurisemia

dan gout berkembang karena ada jaringan yang tersedia untuk omset atau

kerusakan, yang menyebabkan kelebihan produksi asam urat.

4) Konsumsi alkohol : Minum terlalu banyak alkohol dapat menyebabkan

hiperurisemia, karena alkohol mengganggu dengan penghapusan asam urat

dari tubuh.

5) Diet : Makan makanan yang tinggi purin dapat menyebabkan atau

memperburuk gout. Misalnya makanan yang tinggi purin : kacang-

kacangan, rempelo dll.

6) Obat-obatan tertentu
35

Sejumlah obat dapat menempatkan orang pada risiko untuk

mengembangkan hiperurisemia dan gout. Diantaranya golongan obat jenis

diuretik, salisilat, niasin, siklosporin, levodova.

3. Klasifikasi

a. Penyakit gout primer

Penyebabnya kebanyakan belum diketahui (idiopatik). Hal ini diduga

berkaitan dengan kombinasi faktor genetik dan faktor hormonal yang

menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan

meningkatnya produksi asam urat. Atau bisa juga diakibatkan karena

berkurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh.

b. Penyebab penyakit gout sekunder

Meningkatnya produksi asam urat karena pengaruh pola makan yang tidak

terkontrol, yaitu dengan mengonsumsi makanan yang berkadar purin tinggi.

Purin adalah salah satu senyawa basa organic yang menyusun asam nukleat

(asam inti dari sel) dan termasuk dalam kelompok asam amino, yang

merupakan unsur pembentuk protein.

c. Produksi asam urat juga dapat meningkat karena penyakit pada darah

(penyakit sumsum tulang, polisitemia, anemia hemolitik), obat-obatan

(alkohol, obat-obat kanker, vitamin B12, diuretika, dosis rendah asam

salisilat).

d. Obesitas (kegemukan).

e. Pada penderita diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan baik. Dimana

akan ditemukan mengandung benda-benda keton (hasil buangan

metabolisme lemak) dengan kadar yang tinggi. Kadar benda-benda keton

yang meninggi akan menyebabkan kadar asam urat juga ikut meninggi.
36

4. Patofisiologi

Dalam keadaan normal, kadar asam urat di dalam darah pada pria dewasa

kurang dari 7 mg/dL dan pada wanita kurang dari 6 mg/dL. Dan apabila

konsentrasi asam urat dalam serum lebih besar dari 7,0 mg/dl dapat menyebabkan

penumpukan kristal monosodium urat. Serangan gout tampaknya berhubungan

dengan peningkatan atau penurunan secara mendadak kadar asam urat dalam

serum. Jika kristal asam urat mengendap dalam sendi, akan terjadi respons

inflamasi danditeruskan dengan terjadinya serangan gout. Dengan adanya

serangan yang berulang-ulang, penumpukan kristal monosodium urat yang

dinamakan thopiakan mengendap dibagian perifer tubuh seperti ibu jari kaki,

tangan dan telinga. Akibat penumpukan asam urat yang terjadi secara sekunder

dapat menimbulkanNefrolitiasisurat (batu ginjal) dengan disertai penyakit ginjal

kronis. Gambaran kristal urat dalam dalam cairan sinovial sendi yang asimtomatik

menunjukkan bahwa faktor-faktor non-kristal mungkin berhubungan dengan

reaksi inflamasi. Kristal monosodium urat yang ditemukan tersalut dengan

immunoglobulin yang terutama berupa IgG. Dimana IgG akan meningkatkan

fagositosis kristal dan dengan demikian dapat memperlihatkan aktifitas

imunologik.
37

5. Pathway

6. ManifestasiKlinik

 Manifestasi klinis yang ditimbulkan pada penyakit asam urat antara lain

adalah sebagai berikut :

a) Nyeri hebat pada malam hari, sehingga penderita sering terbangun saat

tidur.

b) Saat dalam kondisi akut, sendi tampak terlihat bengkak, merah dan teraba

panas. Keadaan akut biasanya berlangsung 3 hingga 10 hari, dilanjutkan

dengan periode tenang. Keadaan akut dan masa tenang dapat terjadi

berulang kali dan makin lama makin berat. Dan bila berlanjut akan

mengenai beberapa sendi dan jaringan bukan sendi.

c) Terjadi deformitas (kerusakan) sendi secara kronis.


38

 Berdasarkan diagnosis dari American Rheumatism Association (ARA),

seseorang dikatakan menderita asam urat jika memenuhi beberapa kriteria

berikut :

a) Terdapat kristal MSO (monosodium urat) di dalam cairan sendi.

b) Terdapat kristal MSO (monosodium urat) di dalam thopi, ditentukan

berdasarkan pemeriksaan kimiawi dan mikroskopik dengan sinar

terpolarisasi.

7. Pemeriksaan Penunjang

Untuk memastikan seseorang terkena gout adalah dengan dilakukan pemeriksaan

sebagai berikut :

a) Pemeriksaan kadar asam urat dalam darah

Apabila kadar asam urat dalam darah pada laki-laki lebih dari 7 mg/dl dan

pada wanita lebih dari 6 mg/dl. Maka dikatakan menderita asam urat tinggi

yang memicu terjadinya gout

b) Pemeriksaan kadar asam urat dalam urin per 24 jam.

Kadar asam urat dalam urin berlebihan bila kadarnya lebih dari 800 mg/24 jam

pada diet biasa atau lebih dari 600 mg / 24 jam

8. Komplikasi

a. Erosi, deformitas dan ketidakmampuan aktivitas karena inflamasi kronis

dan tofi yang menyebabkan degenerasi sendi.

b. Hipertensi dan albuminuria.

c. Kerusakan tubuler ginjal yang menyebabkan gagal ginjal kronik

d. Deformitas pada persendian yang terserang

e. Urolitiasis akibat deposit kristal urat pada saluran kemih

f. Nephrophaty akibat deposit kristal urat dalam interstisial ginjal.


39

9. Penatalaksanaan

a. Pengobatan serangan akut dengan colchicine 0,6 mg (oral), colchine 1,0-

3,0 mg (dalamNaCL intravena), Phenilbutazone (Butazolidin),

Indometachin (Indocin)

b. Sendi diistirahatkan

c. Kompres dingin

d. Diet rendah purin

e. Analgesik dan antipiretik

f. Terapi pencegahan dengan meningkatkan ekskresi asam urat

menggunakan probenecid (Benemid) 0,5 g/hari atau sulfinpyrazone

(anturane) pada pasien yang tidak tahan terhadap benemid atau

menurunkan pembentukkan asam urat dengan Allopurinol (zyloprim) 100

mg 2x/hari.

 Pengobatan

Tujuan pengobatan adalah untuk mengatasi gejala serangan

akut(mendadak) asam urat, mencegah kambuhnya kembali radang sendi

dan pembentukan batu urat. Bagi penderita ganguan asam urat,

untukmenurunkan kadar asam urat dalam darah diberikan allopurinol yang

bekeja sebagi inhibitor menekan produksi asam urat. Atau urikosurik,

misalnya probenesid untuk membantu memepercepat pembuangan asam

urat lewat ginjal. Diberikan juga obat-obat untuk mengatasi radang dan

rasa sakit yaitu analgesik dari golongan AINS atau NSID seperti

indometasin, ibuprofen, ketoprofen, atau diklofenak. Sedangkan untuk

pencegahan serangan berulang biasanya diberikan kolsisin.


40

1. Perawatan

2. Diet

3. Olahraga

Memperbaiki kondisi kekuatan dan kelenturan sendi dan sangat berguna untuk

memperkecil resiko terjadinya kerusakan sendi akibat radang sendi selain itu

memberikan efek menghangatkan tubuh untuk mecegah terjadinya

pengendapan

D. Aerobik

Untuk meningkatakan sistem pernafasan dan membantu membuang

asam urat dari peredaran darah.

E. Latiahan Peregangan/ROM

Bermanfaat untuk kelenturan otot dan sendi

9. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Identitas Pasien

2. Keluhan Utama.

3. Riwayat Kesehatan.

a. Riwayat penyakit sekarang

Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada

keluhan utama dan tindakan apa saja yang dikerjakan pasien buat

menanggulanginya.

b. Riwayat penyakit dahulu

Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau tidak?
41

c. Riwayat penyakit keluarga

Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau tidak ?

d. Riwayat psikososial

Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan.Apakah pasien sedang

mengalami stres yang berkepanjangan.

e. Riwayat penggunaan obat

Apakah pasien pernah memanfaatkan obat-obatan yang saat sakit, atau

pernahkah pasien tak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat

4. Pola Fungsional Gordon

a. Pola persepsi dan penanganan kesehatan

Tanyakan kepada pasien pendapatnya mengenai kesehatan dan

penyakit.Apakah pasien langsung mencari pengobatan atau menunggu

hingga penyakit tersebut mengganggu aktivitas pasien.

b. Pola nutrisi dan metabolism

1) Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari pasien ( pagi,

siang dan malam )

2) Tanyakan bagaimana nafsu makan pasien, Apakah ada mual muntah,

pantangan atau alergi

3) Tanyakan Apakah pasien mengalami gangguan dalam menelan

4) Tanyakan Apakah pasien sering mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-

sayuran yang mengandung vitamin antioksidan

c. Pola eliminasi

1) Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna  dan karakteristiknya

2) Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi


42

3) Adakah kasus dalam proses miksi dan defekasi, adakah penggunaan alat

bantu buat miksi dan defekasi.

d. Pola aktivitas atau olahraga

1) Perubahan aktivitas biasanya sehubungan dengan gangguan pada kulit.

2) Kekuatan Otot

3)  Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan pasien saat beraktivitas.

e. Pola istirahat atau tidur

1) Kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien

2) Kasus Pola Tidur : Tanyakan Apakah terjadi kasus istirahat atau tidur

yang berhubungan dengan penyakitnya

3) Bagaimana perasaan pasien sesudah bangun tidur? Apakah merasa segar

atau tidak?

f. Pola kognitif atau persepsi

1) Kaji status mental pasien

2) Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan pasien dalam

memahami sesuatu

3) Kaji ansietas pasien yang berlandaskan ekspresi wajah, nada bicara

pasien, Identifikasi penyebab kecemasan pasien.

4) Kaji penglihatan dan pendengaran pasien.

5) Kaji Apakah pasien mengalami vertigo

6)  Kaji nyeri : Gejalanya yaitu muncul gatal-gatal atau bercak merah pada

kulit.

g. Pola persepsi dan konsep diri


43

1) Tanyakan pada pasien bagaimana pasien menggambarkan dirinya

sendiri, Apakah kejadian yang menimpah pasien mengubah gambaran

dirinya

2) Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi pasien, Apakah pasien merasa

cemas, depresi atau takut.

3) Apakah ada hal yang mempengaruhi pikirannya

h. Pola peran hubungan

1) Tanyakan apa pekerjaan pasien

2) Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan pasien seperti:

pasangan, teman, dll.

3) Tanyakan Apakah ada kasus keluarga yang berkenaan dengan

perawatan penyakit pasien

i. Pola seksualitas atau reproduksi

1) Tanyakan kasus seksual pasien yang berhubungan dengan penyakitnya.

2) Tanyakan kapan pasien mengalami menopause dan kasus kesehatan

terkait dengan menopause.

3) Tanyakan Apakah pasien mengalami kesulitan atau perubahan dalam

pemenuhan kebutuhan seks.

j. Pola koping-toleransi stress

1) Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di pstw budi mulya

3 ciracas ( financial atau perawatan diri ).

2) Kaji keadaan emosi pasien sehari-hari dan bagaimana pasien

menangani kecemasannya (mekanisme koping pasien ). Apakah ada

penggunaan obat buat penghilang stres atau pasien yang sering berbagi

masalahnya dengan orang-orang terdekat.


44

k. Pola keyakinan nilai

Tanyakan agama pasien dan Apakah ada pantangan-pantangan dalam

beragama serta seberapa taat pasien menjalankan ajaran agamanya.Manusia

yang dekat kepada Tuhannya lebih berfikiran positif.


10. DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d agen cidera Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Atur posisi pasien senyaman mungkin.
biologis 3x24 jam diharapkan nyeri berkurang dengan 2. Lakukan tindakan nonfarmakologi
kriteria hasil : untukmenghilangkan sakit kepala, mis:
 Melaporkan nyeri berkurang’ kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan
 Menunjukan perilaku yang lebih rilex leher.
 Skala nyeri berkurang 3. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
4. Observasi intensitas dan skala nyeri.
5. Ajarkan klien management nyeri: teknik
relaksasi progressive otot.
6. Berikan sesuai indikasi : obat analgesik.

2 Hambatan mobilitas fisik b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Berikan penghilang nyeri sesuai kebutuhan.
kaku sendi 3x24 jam diharapkan hambatan mobilitas teratasi 2. Berikandorongan kepatuhan pada program
dengan kriteria hasil : latihan yang ditentukan, yang  dapat meliputi
 Keterbatasan pada rentang gerak latihan rentang gerak dan penguatan otot
 Adanya deformitas 3. Berikan dorongan untuk melakukan latihan
yang sesuai denga tingkat aktivitas penyakit.
3 Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Menjaga kulit agar kerap kali lembab.
b/dnyeri / sekunder terhadap 3x24 jam diharapkan pola tidur klien kembali 2. Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola
fibrositas. normal dengan kriteria hasil : tidur.
 Kebutuhan Tidur yang lazim, pola, terbangun 3. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat.
pada malam hari. 4. Fasilitasi buat mempertahankan aktifitas
 Adanya fibrositis sekunder. sebelum tidur.
5. Ciptakan lingkungan yang nyaman.
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
tidur.

4 Defisiensi pengetahuan b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Kaji Apakah pasien memahami dan mengerti
kurangnya informasi tentang 3x24 jam diharapkan pengetahuan klien bertambah tentang penyakitnya
penyakit. dengan kriteria hasil : 2. Jaga agar pasien mendapatkan informasi yang
 Pemahamaman klien tentang penyakit benar, memperbaiki kesalahan konsepsi atau
bertambah informasi.
3. Peragakan penerapan terapi seperti, mandi dan
penggunaan obat-obatan lainnya.
4. Nasehati pasien agar menjaga hyangiene pribadi
juga lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai