Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI

A. KONSEP LANJUT USIA

1. DEFINISI
Lanjut usia dibedakan menjadi dua bagian yaitu usia kronologis dan usia
biologis. Usia kronologis dihitung berdasarkan tahun kalender Indonesia
melakukan penetapan usia pensiun adalah 56 tahun yang kemungkinan
dapat dijadikan sebagai patokan seseorang memasuki usia lanjut. Sementara
berdasarkan UU No 13 tahun 1998 dinyatakan usia 60 tahun ke atas sebagai
usia lanjut (Tamher dan Noorkasiani, 2009). Lansia adalah periode dimana
organisme telah mencapai masa keemasan atau kejayaannya dalam ukuran,
fungsi, dan juga beberapa telah menunjukkan kemundurannya sejalan
dengan berjalannya waktu (Suardiman, 2011).
2. BATASAN LANSIA
Berdasarkan Smith (dalam Tamher dan Noorkasiani, 2009)
menggolongkan lanjut usia menjadi 3 yaitu young old (65-74 tahun); midle old
(75-84 tahun); dan old (lebih dari 85 tahun).
3. KARAKTERISTIK LANSIA
Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008), lansia memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a.    Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No. 13
tentang kesehatan).
b.    Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaftif
hingga kondisi maladaptif.
c.    Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi (Maryam, 2008).
4. TIPOLOGI LANSIA
Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan
bermacam-macam tipe usia lanjut. Yang menonjol antara lain:
a.     Tipe arif bijaksana
Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai diri dengan perubahan zaman, mempunyai
kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi

2
3

undangan, dan menjadi panutan.


b.    Tipe mandiri
Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan baru,
selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta memenuhi
undangan.
c.    Tipe tidak puas
Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses
penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik
jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkritik. 
d.    Tipe pasrah
Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai
konsep habis (“habis gelap datang terang”), mengikuti kegiatan beribadat,
ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
e.    Tipe bingung
Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa
minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh (Nugroho, 2008).
5. MITOS LANSIA

Mitos dan realita pada lansia


Banyak mitos-mitos yang berkaitan dengan proses lanjut usia (Mubarak
dkk., 2009).
a) Mitos kedamaian dan ketenangan
Pada usia lanjut, lansia dapat santai sambil menikmati hasil kerja dan
jerih payahnya pada usia muda. Badai dan berbagai cobaan kehidupan
seakan-akan sudah dilewati. Kenyataannya malah sebaliknya, lansia
penuh dengan stres, kemiskinan, berbagai keluhan, dan penderitaan
karena penyakit.
b) Mitos konservatif dan kemunduran pandangan
Usia lanjut pada umumnya bersifat konservatif, tidak kreatif, menolak
inovasi, berorientasi ke masa silam, ketinggalan zaman, merindukan
masa lalu, kembali ke masa anak-anak, sulit berubah, keras kepala, dan
bawel. Kenyataannya tidak semua lansia bersifat dan berperilaku
demikian. Sebagian tetap segar, berpandangan ke depan, inovatif, serta
kreatif.
4

c) Mitos berpenyakitan
Lansia dipandang sebagai masa degeneratif biologis yang disertai
oleh berbagai penderitaan akibat berbagai proses penyakit.
Kenyataannya memang proses penuaan disertai dengan menurunnya
daya tahan tubuh serta metabolisme, sehingga rawan terhadap penyakit,
tetapi masa sekarang banyak penyakit yang dapat dikontrol dan diobati.
d) Mitos senilitas
Usia lanjut dipandang sebagai masa demensia (pikun) yang
disebabkan oleh kerusakan bagian tertentu dari otak. Kenyataannya tidak
semua lansia
6. TEORI PENUAAN
Teori penuaan secara umum menurut Lilik Ma’rifatul (2011) dapat
dibedakan menjadi dua yaitu teori biologi dan teori penuaan psikososial.
1) Teori Biologi
(a) Teori seluler Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam
jumlah tertentu dan kebanyakan sel–sel tubuh “diprogram” untuk
membelah 50 kali. Jika sel pada lansia dari tubuh dan dibiakkan di
laboratrium, lalu diobrservasi, jumlah sel–sel yang akan membelah,
jumlah sel yang akan membelah akan terlihat sedikit. Pada beberapa
sistem, seperti sistem saraf, sistem musculoskeletal dan jantung, sel pada
jaringan dan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut
dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko
akan mengalami proses penuaan dan mempunyai kemampuan yang
sedikit atau tidak sama sekali untuk tumbuh dan memperbaiki diri (Azizah,
2011)
(b) Sintesis Protein (Kolagen dan Elastis) Jaringan seperti kulit
dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada lansia. Proses kehilangan
elastiaitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada
komponen protein dalam jaringan tertentu. Pada lansia beberapa protein
(kolagen dan kartilago, dan elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan
bentuk dan struktur yang berbeda dari protein yang lebih muda.
Contohnya banyak kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit yang
kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal, seiring dengan
bertambahnya usia (Tortora dan Anagnostakos, 1990). Hal ini dapat lebih
mudah dihubungkan dengan perubahan permukaan kulit yang kehilangan
5

elastisitanya dan cenderung berkerut, juga terjadinya penurunan mobilitas


dan kecepatan pada system musculoskeletal (Azizah, 2011).
(c) Keracunan Oksigen Teori tentang adanya sejumlah penurunan
kemampuan sel di dalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen
yang mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi, tanpa mekanisme
pertahan diri tertentu. Ketidakmampuan mempertahankan diri dari toksink
tersebut membuat struktur membran sel mengalami perubahan dari rigid,
serta terjadi kesalahan genetik (Tortora dan Anaggnostakos, 1990).
Membran sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitas sel dalam
berkomunikasi dengan lingkungannya yang juga mengontrol proses
pengambilan nutrisi dengan proses ekskresi zat toksik di dalam tubuh.
Fungsi komponen protein pada membran sel yang sangat penting bagi
proses di atas, dipengaruhi oleh rigiditas membran tersebut. Konsekuensi
dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan reproduksi sel oleh
mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan organ
berkurang. Hal ini akan menyebabkan peningkatan kerusakan sistem
tubuh (Azizah, 2011).
(d) Sistem Imun Kemampuan sistem imun mengalami
kemunduran pada masa penuaan. Walaupun demikian, kemunduran
kemampuan sistem yang terdiri dari sistem limfatik dan khususnya sel
darah putih, juga merupakan faktor yang berkontribusi dalam proses
penuaan. Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca tranlasi,
dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh
mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi isomatik menyebabkan terjadinya
kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini akan dapat
menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami
perubahan tersebut sebagai se lasing dan menghancurkannya.
Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Disisi
lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan
pada proses menua, daya serangnya terhadap sel kanker menjadi
menurun, sehingga sel kanker leluasa membelah-belah (Azizah, 2011).
(e) Teori Menua Akibat Metabolisme Menurut MC Kay et all.,
(1935) yang dikutip Darmojo dan Martono (2004), pengurangan “intake”
kalori pada rodentia muda akan menghambat pertumbuhan dan
memperpanjang umur. Perpanjangan umur karena jumlah kalori tersebut
6

antara lain disebabkan karena menurunnya salah satu atau beberapa


proses metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran hormon yang
merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan hormon pertumbuhan.
2) Teori Psikologis
(a) Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory) Seseorang yang
dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya setelah menua.
Sense of integrity yang dibangun dimasa mudanya tetap terpelihara
sampai tua. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses
adalah meraka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial (Azizah,
2011).
(b) Kepribadian berlanjut (Continuity Theory) Dasar kepribadian
atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Identity pada lansia yang
sudah mantap memudahkan dalam memelihara hubungan dengan
masyarakat, melibatkan diri dengan masalah di masyarakat, kelurga dan
hubungan interpersonal (Azizah, 2011).
(c) Teori Pembebasan (Disengagement Theory) Teori ini
menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara pelan
tetapi pasti mulai melepaskandiri dari kehidupan sosialnya atau menarik
diri dari pergaulan sekitarnya (Azizah, 2011).
7. MASALAH – MASALAH YANG TERJADI PADA LANSIA

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan


secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan
pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif,
perasaan, sosial dan sexual (Azizah, 2011).
1) Perubahan Fisik
(a) Sistem Indra
Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran)
oleh karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga
dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara
yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas
60 tahun.
(b) Sistem Intergumen: Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak
elastis kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga
menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula
7

sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada


kulit dikenal dengan liver spot.
(c) Sistem Muskuloskeletal Perubahan sistem muskuloskeletal pada
lansia antara lain sebagai berikut : Jaringan penghubung (kolagen dan
elastin). Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago
dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang
tidak teratur.
(d) Kartilago: jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami
granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata, kemudian
kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang
terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada
persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan.
(e) Tulang: berkurangnya kepadatan tualng setelah di obserfasi adalah
bagian dari penuaan fisiologi akan mengakibatkan osteoporosis lebih
lanjut mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur.
(f) Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangat berfariasi,
penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan
penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif.
(g) Sendi; pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament
dan fasia mengalami penuaan elastisitas.
2) Sistem Kardiovaskuler dan Respirasi
Perubahan sistem kardiovaskuler dan respirasi mencakup :
(a) Sistem kardiovaskuler
Massa jantung bertambah, vertikel kiri mengalami hipertropi dan
kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahan pada
jaringan ikat dan penumpukan lipofusin dan klasifikasi Sa nude dan
jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
(b) Sistem respirasi
Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total
paru tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah untuk
mengompensasi kenaikan ruang rugi paru, udara yang mengalir ke paru
berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak
mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan
peregangan toraks berkurang.
(c) Pencernaan dan Metabolisme
8

Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti


penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata :
(1). Kehilangan gigi,
(2). Indra pengecap menurun,
(3). Rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun),
(4). Liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat
penyimpanan, berkurangnya aliran darah.
(d) Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan.
Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi,
ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.
(e) Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi
yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan
koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
(f) Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya
ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih
dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara
berangsur-angsur.
3) Perubahan Kognitif
(a) Memory (Daya ingat, Ingatan)
(b) IQ (Intellegent Quocient)
(c) Kemampuan Belajar (Learning)
(d) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
(e) Pemecahan Masalah (Problem Solving)
(f) Pengambilan Keputusan (Decission Making)
(g) Kebijaksanaan (Wisdom)
(h) Kinerja (Performance)
(i) Motivasi
8. PENYAKIT YANG MENYERANG PADA LANSIA
Berikut ini merupakan penyakit yang paling banyak menyerang lansia
di Indonesia, menurut Riskesdas 2013:
9

1. Hipertensi
Hipertensi atau darah tinggi menjadi penyakit nomor satu yang
paling banyak diderita lansia, menurut Riskesdas 2013. Semakin tua usia
Anda, tekanan darah cenderung meningkat. Ini merupakan sebuah
proses alami yang terjadi di tubuh Anda saat usia sudah mulai menua.
Namun begitu, tekanan darah tinggi tetap berbahaya bagi lansia karena
ini dapat menyebabkan penyakit jantung hingga stroke.
Tekanan darah yang tergolong tinggi adalah jika sudah mencapai 140/90
mmHg atau lebih. Jika sudah mencapai angka ini, lansia sebaiknya
diberikan pengobatan dan perawatan untuk hipertensi agar tidak
memburuk. Mengurangi asupan garam, berolahraga, kontrol berat badan,
jauhi stres, dan tidak merokok merupakan beberapa cara untuk
mengontrol hipertensi.
2. Artritis (radang sendi)
Ini menjadi penyakit nomor dua yang banyak menyerang lansia di
Indonesia. Artritis merupakan peradangan pada salah satu atau lebih
sendi Anda. Penyakit ini ditandai dengan rasa nyeri, kekakuan, dan
bengkak pada sendi. Sehingga, dapat menyebabkan ruang gerak Anda
menjadi terbatas. Semakin tua usia Anda, gejala penyakit ini bisa
semakin bertambah buruk.
Untuk itu, Anda perlu melakukan olahraga teratur dan menjaga berat
badan Anda agar artritis tidak memburuk. Jika Anda merasa sakit,
sebaiknya istirahat dan jangan memaksa untuk melakukan banyak
aktivitas.
3. Stroke
Stroke merupakan keadaan yang sangat berbahaya dan butuh
pertolongan cepat untuk meminimalkan kerusakan otak. Stroke terjadi
saat suplai darah ke bagian otak tidak terpenuhi, sehingga jaringan otak
tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi cukup untuk melakukan fungsinya.
Lansia merupakan golongan yang sering mengalami stroke. Beberapa
gejala dari stroke adalah mati rasa pada wajah, lengan, atau kaki di salah
satu sisi tubuh, penurunan penglihatan di salah satu atau kedua mata,
kesulitan bicara atau memahami perkataan orang lain, sakit kepala tiba-
tiba tanpa tahu penyebabnya, dan kehilangan keseimbangan saat
berjalan.
10

4. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)


Anda mungkin jarang mendengarnya, namun penyakit ini
menempati urutan keempat penyakit yang banyak terjadi pada
lansia. PPOK adalah istilah yang mengacu pada sekelompok penyakit
paru yang menghalangi aliran udara sehingga membuat penderitanya
sulit bernapas. Emfisema dan bronkitis kronis merupakan dua kondisi
paling umum yang menyebabkan PPOK.
Jika Anda adalah seorang perokok atau pernah merokok, Anda harus
hati-hati. Merokok merupakan faktor risiko dari PPOK. Untuk itu, mulai
sekarang berhentilah merokok dan/atau jauhi asap rokok.
5. Diabetes mellitus
Diabetes berada di urutan kelima dalam penyakit pada lansia yang
paling banyak terjadi. Usia yang semakin tua membuat tubuh banyak
berubah, termasuk perubahan dalam cara tubuh menggunakan gula
darah. Akibatnya, banyak lansia yang menderita diabetes karena
tubuhnya tidak bisa menggunakan gula darah dengan efisien.
Diabetes merupakan penyakit yang dijuluki sebagai “ibu dari segala
penyakit”, sehingga perawatan perlu dilakukan jika Anda mempunyai
diabetes. Mengontrol asupan makanan dan olahraga teratur merupakan
dua cara yang penting dilakukan untuk mengontrol kadar gula darah
Anda.
9. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKTIVITAS FISIK
LANSIA

Bertambah usia seseorang, kemampuan fisik dan mental hidupnya


pun akan perlahan-lahan pasti menurun. Akibatnya aktivitas hidupnya
akan ikut terpengaruh termasuk aktivitas fisiknya.
Beberapa masalah fisik yang dapat mempengaruhi aktivitas fisik lansia,
yaitu :
1) Mudah jatuh.
Hal ini dipengaruhi gangguan sistem sensorik yang menyebabkan
gangguan penglihatan dan pendengaran, gangguansistem saraf pusat
seperti stroke dan parkinson, gangguan kognitif dan gannguan
muskuluskeletal yang menyebabkan gangguan gaya berjalan.
2) Mudah lelah.
11

Disebabkan oleh faktor psikologis ( perasaan bosan , keletihan, atau


perasaan depresi ), gangguan organis dan pengaruh obat-obatan yang
melelahkan daya kerja otot.( Stanley dan Beare ,2006 )
10. PENGKAJIAN – PENGKAJIAN PADA LANSIA
1) KATZ INDEKS

INDEKS KATZ

SKORE KRITERIA

A Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar


kecil, beipakaian dan mandi

B Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali


satu dari fungsi tersebut

C Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali


mandi dan satu fungsi tambahan

D Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali


mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan

E Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali


mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan

F Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali


mandi, berpakaian, berpindah dan satu fungsi tambahan

G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut

Lain- Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak


lain dapat diklasifikasikan sebagai C, D, E, F dan G

2) BARTHEL INDEKS

No. Item yang dinilai Skor


1. Makan 0  = Tidak mampu
1  = Butuh bantuan memotong lauk, mengoles
        mentega dll
2  =  Mandiri
2. Mandi 0  = Tergantung orang lain
12

1  =  Mandiri
3. Perawatan diri 0 = Membutuhkan bantuan orang lain
1 = Mandiri dalam perawatan muka, rambut,
   gigi, dan bercukur
4. Berpakaian 0  =  Tergantung orang lain
1  =  Sebagian dibantu (misal mengancing
        baju)
2  =  Mandiri
5. Buang air kecil 0  =  Inkontinensia atau pakai kateter dan tidak
terkontrol
1  =  Kadang Inkontinensia (maks, 1x24 jam)
2  =  Kontinensia (teratur untuk lebih dari 7
hari)
6. Buang air besar 0  =  Inkontinensia (tidak teratur atau perlu
enema)
1  =  Kadang Inkontensia (sekali seminggu)
2  =  Kontinensia (teratur)
7. Penggunaan toilet 0  =  Tergantung bantuan orang lain
1  =  Membutuhkan bantuan, tapi dapat
melakukan beberapa hal sendiri
2  =  Mandiri
8. Transfer 0  =  Tidak mampu
1  =   Butuh bantuan untuk bisa duduk (2
orang)
2  =   Bantuan kecil (1 orang)
3  =   Mandiri
9. Mobilitas (berjalan di 0  =   Immobile (tidak mampu)
permukaan datar)
1  =   Menggunakan kursi roda
2  =   Berjalan dengan bantuan satu orang
3  =   Mandiri (meskipun menggunakan alat
bantu seperti, tongkat)
10. Naik turun tangga 0  =   Tidak mampu
1  =   Membutuhkan bantuan (alat bantu)
2  =   Mandiri
Hasil Pemeriksaan :
13

Hasil dari pemeriksaan Indeks Bartel di kategorikan menjadi 5 kategori dengan


rentang nilai berikut ini :
1. Skor 20        : Mandiri
2. Skor 12-19   : Ketergantungan Ringan
3. Skor 9-11     : Ketergantungan Sedang
4. Skor 5-8       : Ketergantungan Berat
5. Skor 0-4       : Ketergantungan Total

3) SPSMQ (Short Portable Mental Status Questionare)


Pertanyaan :
Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)

Skore
No Pertanyaan Jawaban
+ -

V - 1. Tanggal berapa hari ini?

2. Hari apa sekarang ini? (hari, tanggal, tahun)

3. Apa nama tempat ini?

4. Berapa nomor telpon Anda?

Dimana alamat Anda? (tanyakan hanya bila klien tidak


4a. mempunyai telepon)

5. Berapa umur Anda?

6. Kapan Anda lahir?

7. Siapa presiden Indonesia sekarang?

8. Siapa presiden sebelumnya?

9. Siapa nama kecil ibu Anda?

Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap


10. angka baru, semua secara menurun

Jumlah kesalahan total

Interpretasi :
14

a. Salah 0 – 3 : Fungsi intelektual utuh


b. Salah 4 – 5 : Fungsi intelektual kerusakan ringan
c. Salah 6 – 8 : Fungsi intelektual kerusakan sedang
d. Salah 9 – 10 : Fungsi intelektual kerusakan berat
4) GDS ( Geriatric Depression Scale )
Skala Depresi Geriatrik Yesavage dengan penilaian jika jawaban
pertanyaan sesuai indikasi dinilai poin 1 (nilai 1 poin untuk setiap respons
yang cocok dengan jawaban ya atau tidak setelah pertanyaan). Nilai 5
atau lebih dapat menandakan depresi.

Skala Depresi Geriatrik Yesavage, bentuk singkat

1. Apakah pada dasarnya Anda puas dengan kehidupan Anda? (tidak)


2. Sudahkah Anda mengeluarkan aktivitas dan minat Anda? (ya)
3. Apakah Anda merasa bahwa hidup Anda kosong? (ya)
4. Apakah Anda sering bosan? (ya)
5. Apakah Anda mempunyai semangat yang baik setiap waktu? (tidak)
6. Apakah Anda takut sesuatu akan terjadi pada Anda? (ya)
7. Apakah Anda merasa bahagia di setiap waktu? (tidak)__
8. Apakah Anda lebih suka tinggal di rumah pada malam hari, daripada
pergi dan melakukan sesuatu yang baru? (ya)
9. Apakah Anda merasa bahwa Anda mempunyai lebih banyak masalah
dengan ingatan Anda daripada yang lainnya? (ya)
10. Apakah Anda berfikir sangat menyenangkan hidup sekarang ini? (tidak)
11. Apakah Anda merasa Saya sangat tidak berguna dengan keadaan Anda
sekarang? (ya)
12. Apakah Anda merasa penuh berenergi? (tidak)
13. Apakah Anda berfikir bahwa situasi Anda tak ada harapan? (ya)
14. Apakah Anda berfikir bahwa banyak orang yang lebih baik daripada
Anda? (ya)

Analisa hasil :
Nilai 3 atau lebih mendeteksi adanya depresi

5) APGAR KELUARGA
15

APGAR Keluarga

No Fungsi Uraian Skore

0= tidak
pernah

1=kadang-
kadang

2=selalu

1. Adaptasi Saya puas bahwa saya dapat kembali pada keluarga


(teman-teman) saya untuk membantu pada waktu sesuatu
menyusahkan saya

2. Hubungan Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya


membicarakan sesuatu dengan saya dan mengungkapkan
masalah dengan saya

3. Pertumbuhan Saya puas bahwa keluarga (teman-teman) saya menerima


dan mendukung keinginan saya untuk melakukan aktivitas
atau arah baru

4. Afeksi Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya


mengekspresikan afek dan berespons terhadap emosi-
emosi saya, seperti marah, sedih atau mencintai

5. Pemecahan Saya puas dengan cara teman-teman saya dan saya


menyediakan waktu bersama-sama

Analisa hasil :

Skor : 8-10 : fungsi sosial normal

Skor : 5-7 : fungsi sosial cukup

Skor : 0-4 : fungsi sosial kurang/suka menyendiri


16

6) MMSE(Mini Mental Status Exam)


Nilai kemungkinan paling tinggi adalah 30, nilai 21 atau kurang
menunjukkan adanya kerusakan kognitif yang memerlukan penyelidikan
lanjut.

Mini Mental State Exam (MMSE)

Nilai
Pasien Pertanyaan
Max

Orientasi

5 (tahun) (musim) (tanggal) (hari) (bulan) apa sekarang?

5 Dimana kita: (Negara bagian) (wilayah) (kota) rumah sakit) (lantai)

Registrasi

3 Nama 3 objek: 1 detik untuk mengatakan masing-masing. Kemudian


tanyakan klien ketiga objek setelah anda telah mengatakannya. Beri 1
poin untuk setiap jawaban yang benar. Kemudian ulangi sampai ia
mempelajari ketiganya. Jumlahkan percobaan dan catat.
Percobaan: .......................................

Perhatian dan Kalkulasi

5 Seri 7"s. 1 poin untuk setiap kebenaran.

Berhenti setelah 5 jawaban. Bergantian eja "kata" ke belakang

Mengingat

3 Minta untuk mengulang ketiga objek di atas Berikan 1 poin untuk


setiap kebenaran

Bahasa

9 Nama pensil, dan melihat (2 poin)

Mengulang hal berikut: "tak ada jika, dan,atau tetapi" (1 poin)


17

Nilai total

Interpretasi hasil :
24 – 30 : tidak ada gangguan kognitif
18 – 23 : gangguan kognitif sedang
0 - 17 : gangguan kognitif be

B.HIPERTENSI

1. DEFINISI
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada
populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160
mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps, 2014).

Sedangkan menurut Smeltzer (2014) bahwa hipertensi dapat didefinisikan


sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140
mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90
mmHg.
2. ETIOLOGI
1) Tidak di ketahui penyebabnya / keturunan (Hipertensi primer)
Faktor -faktor resiko : Usia, Merokok, Kelebihan berat badan atau
obesitas, Kurang olahraga, Terlalu banyak mengonsumsi minuman
keras dan Stres
2) Disebabkan oleh penyakit lain ( hipertensi sekunder ) Antara lain
penyakit : Ginjal, Saraf dan Tumor (Lany Gunawan, 2011)

3. PATOFISIOLOGI

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah


terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis
dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
18

dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh


darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan
rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan
structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab
pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan
tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh
darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan
peningkatantahanan perifer (Smeltzer, 2013).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya
“hipertensi palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak
dikompresi oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo,2016).
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang
diteruskan ke sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan
darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi
eksresi pada rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan
19

adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya


vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan
darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang
menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada
peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan darah maka
akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti jantung.
(Soeparman ,2015)
4. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis atau tanda-tanda pada klien dengan hipertensi menurut


Soeparman (2016) adalah :
a. Tekanan darah tinggi > 140/90 mmHg
b. Leher kaku
c. Kepala pusing hebat
d. Lemah dan lemas
e. Penyempitan pembuluh darah akibat merokok
f. Banyak Kencing di malam hari
g. Sulit Bernafas saat beraktivitas
5. KLASIFIKASI

Klasifikasi Hipertensi menurut WHO :


a. Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan
140mmHg dan diastolik kurang atau sama dengan 90mmHg.
b. Tekanan darah perbatasan (broder line) yaitu bila sistolik 141-
149mmHg dan diastolik 91-94mmHg.
c. Tekanan darah tinggi ( hipertensi)yaitu bila sistolik lebih besar atau
sama dengan 160mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan
95 mmHg
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Hb: untuk mengetahui dari sel-sel terhadap volume cairan dan dapat
mengetahui faktor resiko seperti : anemia.
b. Kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi / fungsiginjal.
c. Urinalisa: untuk mengetahui protein dalam urine, darah, danglukosa
d. EKG: Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung
hipertensi.
20

e. Ronsen: untuk menunjukan klasifikasi pada area katup ,


pembesaran jantung
f. CT Scan : Mengkaji adanya
tumorcerebral (Sheps,2014)
7. PENATALAKSANAAN

Upaya penetalaksanaan hipertensi pada dasarnya dapat dilakukan


melalui pengendalian faktor risiko dan terapi farmakologi (Direktorat
Pengendalian Penyakit Tidak Menular, (2016).
a. Pengendalian Faktor Risiko
1) Mengatasi obesitas/menurunkan kelebihan berat badan.
Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi
hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk
menderita hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan seorang yang badannya normal.
Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33%
memiliki berat badan lebih (overweight). Dengan demikian
obesitas harus dikendalikan dengan menurunkan berat badan.
2) Mengurangi asupan garam didalamtubuh.
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan
makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis
akan sulit dilaksanakan. Batasi sampai dengan kurang dari 5
gram (1 sendok teh) per hari pada saat memasak.
3) Ciptakan keadaanrileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis
dapat mengontrol sistem syaraf yang akhirnya dapat
menurunkan tekanan darah.
4) Melakukan olah ragateratur
Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-
45 menit sebanyak 3-4 kali dalam seminggu, diharapkan dapat
menambah kebugaran dan memperbaiki metabolisme tubuh
yang ujungnya dapat mengontrol tekanan darah.
5) Berhenti merokok
Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga
dapat memperburuk hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti
21

nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang


masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel
pembuluh darah arteri, dan mengakibatkan proses
artereosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi,
dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan adanya
artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga
meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk
disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderitatekanan
darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada
pembuluh darah arteri.
b. Terapi Farmakologis
Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan
angka kesakitan dan kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara
seminimal mungkin menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup
penderita. Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal , masa
kerja yang panjang sekali sehari dan dosis dititrasi. Obat berikutnya
mungkin dapat ditambahkan selama beberapa bulan pertama
perjalanan terapi. Pemilihan obat atau kombinasi yang cocok
bergantung pada keparahan penyakit dan respon penderita terhadap
obat anti hipertensi. Beberapa prinsip pemberian obat anti hipertensi
sebagai berikut :
1) Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan
penyebab hipertensi.
2) Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan
tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan
mengurangi timbulnya komplikasi. Upaya menurunkan tekanan
darah dicapai dengan menggunakan obat antihipertensi.
3) Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang,
bahkan pengobatan seumurhidup.
Jenis-jenis Obat Anti Hipertensi (OAH)
1) Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan mengeluarkan cairan
tubuh (Iewat kencing), sehingga volume cairan tubuh berkurang
mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan dan
berefek turunnya tekanan darah. Digunakan sebagai obat pilihan
22

pertama pada hipertensi tanpa adanya penyakit lainnya.


2) Penghambat Simpatis
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktifitas syaraf
simpatis (syaraf yang bekerja pada saat kita beraktifitas). Contoh
obat yang termasuk dalam golongan penghambat simpatetik
adalah metildopa, klonodin dan reserpin. Efek samping yang
dijumpai adalah: anemia hemolitik (kekurangan sel darah merah
kerena pecahnya sel darah merah), gangguan fungsi hati dan
kadangkadang dapat menyebabkan penyakit hati kronis. Saat ini
golongan ini jarangdigunakan.
3) Betabloker
Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui
penurunan daya pompa jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan
pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan
pernafasan seperti asma bronkhial. Contoh obat golongan
betabloker adalah metoprolol, propanolol, atenolol dan bisoprolol.
Pemakaian pada penderita diabetes harus hati-hati, karenadapat
menutupi gejala hipoglikemia (dimana kadar gula darah turun
menjadi sangat rendah sehingga dapat membahayakan
penderitanya). Pada orang dengan penderita bronkospasme
(penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat
harushati-hati.
4) Vasodilatator
Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan
relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam
golongan ini adalah prazosin dan hidralazin. Efek samping yang
sering terjadi pada pemberian obat ini adalah pusing dan
sakitkepala.
5) Penghambat enzim konversiangiotensin
Kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat
angiotensin II (zat yang dapat meningkatakan tekanan darah).
Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah kaptopril. Efek
samping yang sering timbul adalah batuk kering, pusing, sakit
kepala dan lemas.
6) Antagoniskalsium
23

Golongan obat ini bekerja menurunkan daya pompa jantung


dengan menghambat kontraksi otot jantung (kontraktilitas). Yang
termasuk golongan obat ini adalah : nifedipin, diltizem dan
verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit,
pusing, sakit kepala dan muntah.
7) penghambat reseptor angiotensinII
Kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat
angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya
daya pompa jantung. Obatobatan yang termasuk .golongan ini
adalah valsartan. Efek samping yang mungkin timbul adalah sakit
kepala, pusing, lemas dan mual.
Tatalaksana hipertensi dengan obat anti hipertensi yang dianjurkan
1) Diuretik: hidroclorotiazid dengan dosis 12,5 - 50 mg/hari
2) Penghambat ACE/penghambat reseptor angiotensin II : Captopril 25
– 100 mmHg
3) Penghambat kalsium yang bekerja panjang : nifedipin 30 - 60
mg/hari
4) Penghambat reseptor beta: propanolol 40 - 160mg/hari
5) Agonis reseptor alpha central (penghambat simpatis): reserpin 0,05
- 0,25mg/hari.
Tatalaksana pengendalian penyakit hipertensi dilakukan dengan pendekatan:
1) Promosi kesehatan diharapkan dapat memelihara, meningkatkan
dan melindungi kesehatan diri serta kondisi lingkungan sosial,
diintervensi dengan kebijakan publik, serta dengan meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai prilaku hidup
sehat dalam pengendalianhipertensi.
2) preventif dengan cara larangan merokok, peningkatan gizi
seimbang dan aktifitas fisik untuk mencegah timbulnya faktor risiko
menjadi lebih buruk dan menghindari terjadi Rekurensi
(kambuh)faktorrisiko.
3) Kuratif dilakukan melalui pengobatan farmakologis dan tindakan
yang diperlukan. Kematian mendadak yang menjadi kasus utama
diharapkan berkurang dengan dilakukannya pengembangan
manajemen kasus dan penanganan kegawatdaruratan disemua
24

tingkat pelayanan dengan melibatkan organisasi profesi, pengelola


program dan pelaksana pelayanan yang dibutuhkan dalam
pengendalian 4. Rehabilitatif dilakukan agar penderita tidak jatuh
pada keadaan yang lebih buruk dengan melakukan kontrol teratur
dan fisioterapi Komplikasi serangan hipertensi yang fatal dapat
diturunkan dengan mengembangkan manajemen rehabilitasi
kasus kronis dengan melibatkan unsur organisasi profesi,
pengelola program dan pelaksana pelayanan di berbagaitingkatan.

8. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI


a. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri kronis berhubungan dengan proses penyakit
2) Insomnia berhubungan dengan ansietas
3) Risiko jatuh berhubungan dengan kesulitan gaya berjalan
25

b. PERENCANAAN KEPERAWATAN
A. NURSING CARE PLAN

No Diagnosa NOC NIC


1 Nyeri kronis Setelah dilakukan tindakan asuhan Pain management
berhubungan keperawatan selama 3x 24 jam nyeri dapat 1. Lakukan pengkajian
dengan proses berkurang dengan kriteria hasil : nyeri secara
penyakit Pain level komprehensif.
1. Nyeri berkurang dari 5 2. Observasi reaksi non
menjadi 2 dengan menggunakan verbal dari ketidak
menejemen nyeri. nyamanan.
2. Pasien merasa nyaman setelah nyeri 3. Monitor TTV
berkurang. 4. Ajarkan tehnik non
3. TTD dalam batas normal TD sekitar farmakologi (relaksasi
130/80 mmHg, Nadi: 60-100x/menit, dengan tarik nafas
R:20-24x/menit, S:36,5-37°C. dalam dan senam
ergonimis)

2 Insomnia Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor TTV


berhubungan selama 3x24 jam, diharapkan masalah 2. Lakukan penyuluhan
dengan ansietas insomnia dapat teratasi dengan kriteria hasil: tentang tekhnik
1. Klien tampak bergairah saat mengikuti relaksasi otot progresif
kegiatan pagi di panti kepada klien
2. Mata klien tidak nampak merah 3. Latih klien untuk
(mengantuk) melakukan tekhnik
3. Ny.K tidak terbangun pada malam hari relaksasi otot progresif
4. Melaporkan secara verbal bahwa 4. Evaluasi tekhnik
insomnia berkurang relaksasi otot progresif
yang dilakukan oleh
klien

3 Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Berikan penyuluhan


selama 3x24jam tidak mengalami jatuh, tentang apa saja
dengan kriteria: bahaya lingkungan
1. Mampu mengidentifikasi bahaya yang ada disekitar
lingkungan yang dapat meningkatkan wisma yang dapat
26

cedera menyebabkan resiko


2. Mampu menggunakan alat bantu untuk jatuh
menghindari cidera
2. Anjurkan untuk
3. Mampu mempraktekan gerakan latihan
memakai alat bantu
keseimbangan
jalan (jika
membutuhkan)

3. Ajarkan gerakan latihan


keseimbangan

DAFTAR PUSTAKA
27

Asmadi, (2014). Tehnik prosudural keperawatan : konsep dan aplikasi kebutuhan dasar
klien. Jakarta : Salemba Medika.

Gunawan, Lani. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi, Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 2011

Hall, A.,2014. Penyakit jantung hipertensi dan nutrisi, bumi aksara, Jakarta.

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction

Robin. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC; 2015.

Shep, Sheldon. 2014. Maya Clinic Hipertensi, Mengatasi tekanan darah tinggi.
Jakarta : PT IntisariMediana.

Smeltzer, Suzanne, and Bare. (2001), Buku Saku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi
8. Jakarta:EGC

World Health Organizition (WHO). World Health Day 2015 : calls intensified efforts to
prevents and control hypertension. 2015

Wilkinson, Judith M. & Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9
Diagnosa NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC
28

Anda mungkin juga menyukai