TINJAUAN PUSTAKA
A. Lanjut Usia
Lanjut usia (lansia) menurut UU No. 13 Tahun 1998 adalah seseorang yang
telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Jumlah penduduk lanjut usia yang semakin
meningkat setiap tahunnya dikarenakan panjangnya usia harapan hidup sebagai akibat
Pada lansia menurunnya fungsi sel disebabkan oleh proses penuaan, sehingga
akan berakibat pada kelemahan organ, kemunduran fisik, serta penyakit degeneratif
lainnya.
Teori proses menua menurut Subhan Kadir (2007), secara umum teori dibagi
a. Teori biologi
Teori biologi terdiri dari teori seluler, teori sintesa protein, teori jam genetik,
6
7
1) Teori seluler
Teori seluler merupakan kemampuan sel yang dapat membelah dalam jumlah
tertentu dan kebanyakan sel-sel tubuh “diprogram” untuk membelah 50 kali. Jika
sebuah sel pada lansia dilepas dari tubuh dan dibiakkan di laboratorium, lalu
diobservasi, jumlah sel-sel yang akan membelah, jumlah sel yang akan membelah
akan terlihat sedikit. Hal ini akan menimbulkan pengertian terhadap proses penuaan
biologis dan menunjukkan bahwa pembelahan sel lebih lanjut mungkin terjadi untuk
jantung, sel pada jaringan dan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel
tersebut dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko
mengalami proses penuaan dan mempunyai kemampuan yang sedikit atau tidak sama
sekali untuk tumbuh dan memperbaiki diri. Ternyata sepanjang kehidupan ini, sel
pada sistem ditubuh kita cenderung mangalami kerusakan dan akhirnya sel akan mati,
dengan konsekuensi yang buruk karena sistem sel tidak dapat diganti (Kadir, 2007).
Proses kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada
komponen perotein dalam jaringan tersebut. Pada lansia beberapa protein (kolagen
dan kartilago, dan elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktrur
yang berbeda dari protein yang lebih muda. Contohnya banyak kolagen pada
kartilago dan elastin pada klulit yang kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih
8
tebal, seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini dapat lebih mudah dihubungkan
Menurut teori ini menua telah diprogram secara genetik untuk species-species
tertentu. Tiap species mempunyai didalam nuclei (inti selnya) suatu jam genetik yang
telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan
menghentikan replikasi sel bila tidak berputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita
berhenti kita akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan
atau penyakit akhir yang katastrofal. Konsep genetik clock didukung oleh kenyataan
bahwa ini merupakan cara menerangkan mengapa pada beberapa species terlihat
Secara teoritis dapat dimungkinkan memutar jam ini lagi meski hanya untuk
untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar
membran sel mangalami perubahan dari rigid, serta terjadi kesalahan genetik.
9
Membran sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitasi sel dalam berkomunikasi
proses ekskresi zat toksik didalam tubuh. Fungsi komponen protein pada membran
sel yang sangat penting bagi proses diatas, dipengaruhi oleh rigiditas membran
tersebut. Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan reproduksi sel
oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan organ
berkurang. Hal ini akan menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh (Azizah,
2011).
Walaupun demikian, kemunduran kamampuan sistem yang terdiri dari sistem limfatik
dan khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang berkontribusi dalam
proses penuaan.
sendiri (self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada
antigen permukaan sel, maka hal ini akan dapat menyebabkan sistem imun tubuh
menganggap sel yang megalami perubahan tersebut sebagi sel asing dan
1) Teori pelepasan
mereka, untuk melepaskan diri dari masyarakat atau pergaulan di sekitarnya (Azizah,
2011).
2) Teori aktivitas
Teori aktivitas merupakan sebuah teori yang berpandangan bahwa lansia yang
dengan melakukan aktivitas lain sebagai kompensasi dan penyesuaian (Kadir, 2007).
Batasan usia pada lansia dapat berbeda dari waktu ke waktu. Batasan lanjut
usia Menurut World Health Organisation (WHO) meliputi : (1) usia pertengahan
(middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun, (2) lanjut usia (elderly) antara usia 60
sampai 74 tahun, (3) lanjut uusia (old) antara usia 75 sampai 90 tahun, (4) usia sangat
Selain itu, pendapat menurut berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-
batasan umur yang mencakup batasan umur pada lansia meliputi : (1) Memrut
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “
lanjut usia merupakan seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas”. (2) Menurut
Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu: pertama (fase inventus) selama 25-
40 tahun, kedua (fase virilities) 40-55 tahun, ketiga (fase presenim) adalah 55-65
11
tahun, keempat (fase senium) adalah 65 hingga tutup usia. (3) menurut setyonegoro
masa lanjut usia (geriatric age) : usia >65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia
(geriatric age) dibagi menjadi tiga batasan umur yaitu young old (70-75 tahun), old
muskuloskletal, sistem saraf, sistem kardiovaskular dan respirasi, sistem indra, dan
sistem integumen.
Perubahan yang terjadi pada muskuloskeletal antara lain sebagai berikut (1)
pada kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago
dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan cross linking yang
Perubahan yang terjadi pada kolagen merupakan penyebab dari turunnya fleksibilitas
untuk meningkatakan kekuatan otot, berjalan, dan melakukan aktivitas sehari-hari. (2)
kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi sehingga akan
regenerasi menjadi berkurang atau hilang secara bertahap. Perubahan tersebut sering
terjadi pada sendi besar penumpu berat badan sehingga menyebabkan sendi
aktivitas sehari-hari. (3) pada tulang akan mengalami penurunan kepadatan yang akan
12
deformitas, dan fraktur. (4) pada otot akan terjadi penurunan jum lah dan ukuran
serabut otot. peningkatan jaringan penghubung, dan jaringan lemak pada otot
fungsional. (5) pada sendi jaringan ikat seperti tendon, ligament, dan fasia mengalami
kartilago dan kapsul sendi yang menyebabkan terjadinya penurunan luas gerak sendi.
pseudogout
Pada sistem saraf perubahan yang terjadi pada lansia adalah lansia mengalami
Penuaan akan menyebabkan penurunan presepsi sensorik dan respon motorik pada
susunan sistem saraf pusat dan penurunan reseptor propioseptif. Hal ini terjadi karena
susunan saraf pusat pada lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimiawi
Perubahan pada sistem kardiovaskular dan respirasi antara lain adalah sebagai
berikut (1) pada sistem kardiovaskular masa jantung akan bertambah, ventrikel kiri
13
lalu kapasitas paru akan menurun, (2) pada sistem respirasi kapasitas total paru tetap,
mengompensasi kenaikan ruang rugi paru. Perubahan pada otot, kartilago, dan sendi
toraks sehingga akan berdampak pada pergerakan pernapasan yang terganggu dan
umumnya disebabkan koagulasi cairan yang terjadi selama otitis media atau tumor
seperti kolesteatom. Pada sistem penglihatan akan terjadi kehilangan elastisitas dan
kaku pada lensa sehingga ketajaman penglihatan serta daya akomodasi dari jarak jauh
Pada sistem integumen perubahan yang terjadi akan membawa dampak pada
berkurangnya elastisitas kulit, kekenduran kulit, kering, dan kulit tampak berkerut.
14
Pada penuaan kulit akan mengalami kekeringan yang disebabkan oleh atrofi glandula
sudorifera. Menipisnya kulit terjadi pada bagian kulit dermis bukan pada
epidermisnya.
B. Keseimbangan Dinamis
1. Definisi.
tubuh dapat mempertahankan pusat gravitasi pada bidang tumpu terutama saat tubuh
dalam posisi tegak. Keseimbangan dapat diartikan sebagai kemampuan tubuh untuk
menyangga tubuh untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar sejajar dan
seimbang dengan bidang tumpu, melawan gravitasi dan faktor-faktor ekternal lain,
serta menjaga stabilisasi tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak. Kemampuan tubuh
untuk menjaga keseimbangan antara bidang tumpu dengan massa tubuh akan
membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efisien dan efektif (Pratiwi dan
Munawar, 2014).
yaitu statis dan dinamis. Keseimbangan statis adalah kemampuan tubuh dalam
15
mempertahankan posisi tubuh dimana Center Of Gravity (COG) tidak berubah atau
kemampuan tubuh dalam mempertahankan posisi tubuh dimana COG selalu berubah
landasan yang bergerak (dynamic standing) yang akan menempatkan tubuh dalam
adalah :
Pusat gravitasi (Center of Gravity) adalah titik utama pada tubuh yang akan
mendistribusikan massa tubuh secara merata. Apabila tubuh berada dalam titik Center
of Gravity (COG), maka keadaan tubuh akan seimbang. Seseorang yang mampu
maka kemampuan seseorang itu dipengaruhi oleh kemampuan tubuh dalam menjaga
COG untuk tetap dalam area batas yang stabil atau stability limit (Pratiwi dan
Munawar, 2014).
vertikal melalui pusat gravitasi dengan pusat bumi, sehingga menentukan derajat
Bidang tumpu (Base of Support) adalah sebuah bagian dari tubuh yang
berhubungan dengan permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi berada pada tepat di
bidang tumpu maka tubuh dalam keadaan seimbang. Semakin dekat jarak antara
bidang tumpu dengan pusat gravitasi maka semakin tinggi stabilitas tubuh dalam
d. Sistem neuromuskuler
kerja dari sistem saraf pusat, tubuh juga harus melakukan respon melalui sistem
efektor yang bekerja dengan kekuatan otot, lingkup gerak sendi (LGS), fleksibilitas,
dan daya tahan otot (Chandler, 2000). Tugas dari sistem efektor adalah untuk
menjaga COG tetap berada dalam BOS (Patten dan Craik, 2000).
Adapun otot yang akan bekerja pada kontrol keseimbangan adalah otot
quadriceps, hamstring, dorsi flexor, plantar flexor, abdomen, dan trunk (Chandler,
e. Input sensori
1) Visual
2000). Sistem visual memberikan informasi tentang : (1) posisi kepala relatif terhadap
thalamus ke colliculus superior dan beberapa serat lainnya ke nuclei olivary inferior
(Brody, 1999).
2) Vestibular
masukan dari sistem sensorik lainnya, termasuk sistem visual. Dari inti vestibular dua
Perjalanan naik adalah untuk mengontrol gerakan mata dan ke talamus. Dari talamus
naik ke nukles kuadatus dan ke daerah asosiasi parietal, di mana informasi tersebut
3) Proprioseptif
gerakan segmen tubuh kepada SSP (Chandler, 2000). Input somatosensori dalam hal
ini adalah proprioseptif adalah informasi yang diproses tercepat kemudian diikuti
oleh informasi dari visual dan vestibular. Sistem ini bermain penting dalam regulasi
postur, informasi dari reseptor periperal merupakan sumber penting bagi input
Gangguan keseimbangan dan gaya hidup yang tidak aktif merupakan faktor
saraf pusat, sistem sensori terutama sistem terjadi pada sistem neurologis visual,
2004).
pada lansia saat mobilisasi dapat menyebabkan lansia mudah terjatuh (Darmojo,
2000).
rasa percaya diri dalam aktivitas karena adanya ketakutan akan jatuh, patah tulang,
cedera kepala serta kecelakaan lain akibat tingginya kecenderungan untuk jatuh.
yaitu:
a. Ankle strategy
keseimbangan kecil dan pada permukaan yang keras dan tidak rata. Strategi ini
dipengaruhi oleh kekuatan otot dan lingkup gerak sendi pergelangan kaki. Strategi
ankle dan sinergi otot mengontrol gerakan tegak. Untuk mempertahankan pusat
massa tubuh dalam posisi stabil dipengaruhi oleh gerakan tubuh yang terutama
berpusat disekitar sendi pergelangan kaki. Aktivitas otot akan kelihatan pada
gastrocnemius yang diikuti oleh otot otot hamstring pada gerakan kedepan dan otot
para spinal yang menyebabkan plantar fleksi serta mempertahankan panggul dan lutut
b. Hip strategy
menimbulkan gerakan yang kuat dan cepat pada sendi panggul dengan diikuti Totasi
yang merupakan respon terhadap posisi yang lebih besar dan cepat, pijakan lentur,
c. Stepping strategy
Stepping strategy adalah suatu strategi yang digunakan satu langkah atau
dengan pusat massa tubuh. Stepping strategy dilakukan seperti strategi pergelangan
kaki dan panggul. Keseimbangan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia,
(Setiawan, 2011).
valid, dan reliable. Seseorang lanisa yang melakukan tes ini dapat menggunakan alas
kaki biasa, bisa menggunakan alat bantu, berjalan dengan nyaman dan aman. Lansia
diberi 2 kali kesempatan untuk melakukan tes ini, kemudian pengukur mengukur
a) Alat
Alat yang digunakan dalam pengukuran ini berupa: (1) Kursi standar dengan
sandran punggung (46cm) dan lengan, (2) Stopwatch, (3) Meteran, (4) Cone.
b) Cara pengukuran
Cara pengukuran yang dilakukan oleh peneliti berupa: (1) lansia duduk pada
kursi standar, (2) berjalan menuju cone sejauh 3 meter lalu putar balik menuju kursi
(TUGT). Menurut Jacobs and Fox (2008) Time Up and Go test (TUGT) merupakan
sebuah alat ukur yang digunakan pada lansia untuk mengukur keseimbangan. sejauh
21
3 meter dengan jarak total 6 meter, (3) saat lansia diberi aba-aba “mulai” maka
standar, (4) lansia diberi kesempatan untuk melakukan pengukuran sebanyak 2 kali
dengan jangka waktu antara pengukuran pertama dengan yang kedua, (5) kemudian
catat hasil yang didapat, kemudian bandingkan sesuai dengan kategori usia, jenis
keseimbangan.
Menurut Jacobs and Fox (2008), nilai normal lansia pada Time Up and Go
TABEL 2.1
NILAI NORMAL LANSIA PADA TIME UP AND GO TEST
Nilai Nilai
Jenis
Umur rata-rata normal
Kelamin
( detik ) ( detik )
C. Otago Exercise
1. Definisi
keseimbangan dan kekuatan otot anggota gerak bawah pada lansia serta memberikan
latihan jalan dalam upaya peningkatan keseimbangan dinamis pada lansia. Otago
didesain untuk lansia. Sebelum latihan dan setelah latihan otago exercise dilakukan
pergangan berupa pemanasan dan pendinginan ini juga bertujuan untuk mengurangi
efek pegal dan cedera selama latihan serta memelihara fleksibilitas dari lansia
Latihan penguatan bertujuan untuk memelihara kesehatan tulang dan otot agar
dapat berjalan dan melakukan aktivitas sehari-hari. Ada lima jenis latihan penguatan
dalam Otago exercise, dimana tiga jenis latihan menggunakan penambahan beban.
lalu mengalami fraktur pada ekstremitas atas maupun bawah, memiliki gangguan
et al., 2016).
4. Prosedur
a. Pemanasan
adalah untuk mempersiapkan tubuh agar tidak mengalami cedera selama latihan.
Latihan pemenasan dilakukan selama 5 menit (Kocic et al., 2018). Gerakan dalam
pemanasan ini juga bertujuan untuk memelihara fleksibilitas dari lansia (Campbell
1) Head Movements
Berdiri tegak dengan kaki dibuka selebar bahu dan pandangan lurus ke depan,
kemudian gerakan kepala ke kanan dan ke kiri secara perlahan, ulangi gerakan
sebanyak 5 kali.
24
Gambar 2.1
Head Movements (Campbell dan Robertson, 2003)
2) Neck Movements
Berdiri tegak dengan kaki dibuka selebar bahu dan pandangan lurus ke depan,
letakan salah satu tangan di dagu dan tekan dagu ke arah belakang, ulangi gerakan
sebanyak 5 kali.
Gambar 2.2
Neck Movements (Campbell dan Robertson, 2003).
3) Back Extension
Berdiri tegak dengan kaki dibuka selebar bahu, letakan kedua tangan
sebanyak 5 kali.
25
Gambar 2.3
Back Extension (Campbell dan Robertson, 2003).
4) Trunk Movements
Berdiri tegak dengan kaki terbuka selebar bahu dan letakann kedua tangan di
pinggang, gerakkan kepala dan bahu ke kanan dan ke kiri namun pinggang tidak ikut
Gambar 2.4
Trunk Movements (Campbell dan Robertson, 2003).
5) Ankle Movements
Duduk bersandar di kursi, kemudian angkat salah satu kaki lurus ke depan,
kemudian tekuk dan luruskan pergelangan kaki, ulangi gerakan 10 kali untuk setiap
kaki.
26
Gambar 2.5
Ankle Movements (Campbell dan Robertson, 2003).
b. Inti
Pada gerakan inti terdapat dua bentuk latihan yaitu latihan kekuatan,
keseimbangan disertai dengan jalan. Pada latihan inti dilakukan selama 30 menit
1) Latihan penguatan
pergelangan kaki dan latihan penguatan dilakukan 2 kali seminggu dengan diselingi
istirahat di antara hari latihan. Ada lima jenis latihan penguatan dalam Otago
Exercise, dimana tiga jenis latihan menggunakan penambahan beban. Beban yang
digunakan 0,5 kg dengan repetisi 10 kali tiap 1 gerakan, fokus utama dari latihan
penguatan adalah pada otot–otot ekstremitas bawah. Group otot yang memiliki peran
penting dalam gerakan fungsional dan berjalan adalah otot fleksor knee, ekstensor
knee, dan abduktor hip. Otot Selain itu otot-otot yang berperan dalam perbaikan
27
kesimbangan meliputi group otot dorso fleksi ankle dan plantar fleksi ankle.
Penambahan beban pemberat pada ankle bertujuan untuk memberikan tahanan pada
otot fleksor knee, ekstensor knee, dan abduktor hip. Namun latihan penguatan pada
group otot dorsofleksi dan plantar fleksi ankle hanya menggunakan beban dari berat
kemudian angkat dan luruskan lutut ke depan, ulangi sebanyak 10 kali pada kaki
Gambar 2.6
Front Knee Strengthening Exercise (Campbell dan Robertson, 2003).
b) Back Knee Strengthening Exercise
pergelangan kaki dipasangi pemberat, kemudian tekuk lutut ke belakang lalu luruskan
kembali, ulangi gerakan tersebut 10 kali pada kaki kanan dan kiri.
28
Gambar 2.7
Back Knee Strengthening Exercise (Campbell dan Robertson, 2003).
c) Side Hip Strengthening Exercise
Berdiri tegak di samping kursi atau meja dangan pergelangan kaki dipasangi
pemberat, salah satu tangan berpegangan di meja dan kaki diangkat ke samping
Gambar 2.8
Side Hip Strengthening Exercise (Campbell dan Robertson, 2003).
d) Calf Raise – Hold Support
Posisi berdiri tegak dengan kaki dibuka selebar bahu dan tangan berpegangan
dikursi atau meja, kemudian lakukan gerakan berjinjit dan ulangi sebanyak 10 kali.
29
Gambar 2.9
Calf Raise – Hold Support (Campbell dan Robertson, 2003).
e) Calf Raise – No Support
Posisi berdiri tegak dengan kaki dibuka selebar bahu, kemudian lakukan
Gambar 2.10
Calf Raise – No Support (Campbell dan Robertson, 2003).
f) Toe Raise – Hold Support
Posisi berdiri tegak dengan kaki dibuka selebar bahu dan tangan berpegangan
dikursi atau meja, kemudian angkat jari kaki sehingga saat berdiri hanya bertumpu
Gambar 2.11
Toe Raise – Hold Support (Campbell dan Robertson, 2003).
g) Toe Raise – No Support
Posisi berdiri tegak dengan kaki dibuka selebar bahu, kemudian angkat jari
kaki sehingga saat berdiri hanya bertumpu dengan tumit. Ulangi gerakan tersebut
sebanyak 10 kali.
Gambar 2.12
Toe Raise – No Support (Campbell dan Robertson, 2003).
2) Latihan Balance Retraining
mempermudah dalam melakukan gerakan – gerakan fungsional dan agar tidak mudah
31
jatuh saat bergerak. Latihan keseimbangan dalam Otago Exercise Programme terdiri
dimana pasien sudah mampu untuk melakukan gerakan tanpa bantuan maka gerakan
Berdiri tegak menghadap kursi atau meja dengan kaki di buka selebar bahu
dan kedua tangan berpegangan di kursi, lakukan gerakan berjongkok dengan cara
menekuk lutut, saat tumit mulai terasa terangkat luruskan kaki kembali, ulangi
sebanyak 10 kali
Gambar 2.13
Knee Bends – Hold Support (Campbell dan Robertson, 2003).
Berdiri tegak menghadap kursi atau meja dengan kaki di buka selebar bahu,
lakukan gerakan berjongkok dengan cara menekuk lutut, saat tumit mulai terasa
Gambar 2.14
Knee Bends – No Support (Campbell dan Robertson, 2003).
sebanyak 10 langkah kemudian berputar arah dengan posisi tengan tetap berpegangan
Gambar 2.15
Backwards Walking – Hold Support (Campbell dan Robertson, 2003).
d) Backwards Walking – No Support
33
Gambar 2.16
Backwards Walking – No Support (Campbell dan Robertson, 2003).
Gambar 2.17
Walking and Turning Around (Campbell dan Robertson, 2003).
f) Sideways Walking
Gambar 2.18
Sideways Walking (Campbell dan Robertson, 2003).
g) Heel Toe Standing – Hold Support
Berdiri tegak di samping meja dengan salah satu tangan berpegangan di meja
dan pandangan lurus ke depan, kemudian posisikan salah satu kaki di depan kaki
yang lainnya dalam satu garis lurus (ujung jadi kaki bertemu dengan tumit kaki di
depannya) tahan posisi tersebut selama 10 detik kemudian lakukan bergantian dengan
Gambar 2.19
Heel Toe Standing – Hold Support (Campbell dan Robertson, 2003).
h) Heel Toe Standing – No Support
satu kaki di depan kaki yang lainnya dalam satu garis lurus (ujung jadi kaki bertemu
35
dengan tumit kaki di depannya) tahan posisi tersebut selama 10 detik kemudian
Gambar 2.20
Heel Toe Standing – No Support (Campbell dan Robertson, 2003).
Berdiri berdiri tegak di samping meja dengan salah satu tangan berpegangan
di meja dan pandangan lurus ke depan, kemudian melangkah ke depan dengan posisi
kaki lurus (jari kaki menyentuh tumit kaki di depannya) lakukan sebanyak 10
langkah kemudian berbalik dan kembali ke arah start. Lakukan bergantian kaki kanan
dan kiri,
Gambar 2.21
Heel Toe Walking – Hold Support (Campbell dan Robertson, 2003).
36
depan dengan posisi kaki lurus lakukan sebanyak 10 langkah kemudian berbalik dan
Gambar 2.22
Heel Toe Walking – No Support (Campbell dan Robertson, 2003).
k) One Leg Stand – Hold Support
Berdiri tegak di samping meja dengan salah satu tangan berpegangan di meja
dan pandangan lurus ke depan, kemudian tekuk lutut kanan ke belakang (berdiri
dengan 1 kaki) tahan posisi tersebut selama 10 detik kemudian ganti dengan kaki
yang satunya.
Gambar 2.23
One Leg Stand – Hold Support (Campbell dan Robertson, 2003).
37
belakang (berdiri dengan 1 kaki) tahan posisi tersebut selama 10 detik kemudian ganti
dengan kaki yang lain. (setelah terbiasa waktu dapat ditingkatkkan menjadi 30 detik)
Gambar 2.24
One Leg Stand - No Support (Campbell dan Robertson, 2003).
m) Heel Walking – Hold Support
Berdiri tegak di samping meja dengan salah satu tangan memegang meja dan
pandangan lurus ke depan, kemudian berjalan ke depan dengan bertumpu pada tumit
sebanyak 10 langkah, kemudian berbalik arah dengan kaki menapak ke lantai dan
Gambar 2.25
Heel Walking – Hold Support (Campbell dan Robertson, 2003).
38
dengan bertumpu pada tumit sebanyak 10 langkah, kemudian berbalik arah dengan
kaki menapak ke lantai dan lakukan langkah dengan tumit sebanyak 10 langkah
Gambar 2.26
Heel Walking – No Support (Campbell dan Robertson, 2003).
o) Toe Walking – Hold Support
Berdiri tegak di samping meja dengan salah satu tangan berpegangan di meja
dan pangangan lurus ke depan, kemudian berjalan ke depan dengan posisi berjinjit
sebanyak 10 langkah, lalu berbalik arah dengan posisi kaki menapak ke lantai,
kemudian ulangi berjalan dengan tumit sebanyak 10 langkah kembali ke posisi start.
Gambar 2.27
Toe Walking – Hold Support (Campbell dan Robertson, 2003).
39
dengan posisi berjinjit sebanyak 10 langkah, lalu berbalik arah dengan posisi kaki
Gambar 2.28
Toe Walking – No Support (Campbell dan Robertson, 2003).
q) Heel Toe Walking Backwards
belakang dengan posisi ujung jari kaki menyentuh tumit kaki di belakangnya
sebanyak 10 langkah, lalu berbalik arah dan berjalan 10 langkah ke belakang kembali
ke posisi start
Gambar 2.29
Heel Toe Walking Backwards (Campbell dan Robertson, 2003).
r) Sit to Stand – Two Hand
40
Gambar 2.30
Sit to Stand – Two Hand (Campbell dan Robertson, 2003).
s) Sit to Stand – One Hand
Gambar 2.31
Sit to Stand – One Hand (Campbell dan Robertson, 2003).
t) Sit to Stand – No Hand
Gambar 2.32
Sit to Stand – No Hand (Campbell dan Robertson, 2003).
u) Stair Walking
Berjalan naik turun tangga dengan tangan berpegangan pada reil tangga.
Gambar 2.33
Stair Walking (Campbell dan Robertson, 2003).
c. Pendinginan
Pada latihan pendinginan bertujuan untuk mengurangi efek pegal dan cedera
selama latihan serta memelihara fleksibilitas dari lansia bentuk latihannya berupa
latihan jalan yang dilakukan selama 5 menit (Kocic et al., 2018). Latihan jalan
kebugaran fisik dari lansia. Latihan berjalan juga bisa dilakukan mandiri secara rutin
42
minimal 30 menit setiap minggu. Sebagai awalan dapat memulai dengan berjalan
dinamis
termasuk dalam sistem kontrol postural meliputi: (1) kendala biomekanik, terkait
dengan kekuatan otot dan limit of stability yaitu kemampuan tubuh dalam
bidang tumpu, (2) Strategi gerakan berupa feedback berupa respon protektif atau
respon korektif dan feed forward berupa respon postural saat mengantisipasi suatu
perubahan posisi tertentu, (3) Strategi sensoris meliputi: sensory integration dan
bergantung pada seberapa penting konteks sensori dalam menjaga stabilitas, (4)
dengan gravitasi, bidang tumpu, sistem visual, dan referensi internal, (5) Kontrol
dinamik, dan (6) Proses kognitif terkait perhatian dan proses pembelajaran (Horak,
2006).
aerobik berupa berjalan. Latihan kekuatan berfokus pada latihan penguatan otot–otot
ekstremitas bawah. Group otot yang memiliki peran penting dalam gerakan
43
fungsional dan berjalan adalah otot fleksor knee, ekstensor knee, dan abduktor hip.
perbaikan kesimbangan meliputi group otot dorso fleksi ankle dan plantar fleksi ankle
Adaptasi neural ini menimbulkan sumasi serabut multipel yaitu suatu keadaan
meningkatnya jumlah unit motorik, maka akan terjadi peningkatan kekuatan otot
meningkatkan kontrol dinamik berkaitan dengan gait dan locomotion. Gait adalah
pola berjalan dan locomotion adalah perpindahan berupa berjalan ataupun berlari
Penelitian yang dilakukan oleh (Kocic et al., 2018) dengan judul “The
residents older than 65 years: A randomized controlled trial” yang bertujuan untuk
berumur > 65 tahun diberi terapi latihan selama 6 bulan, dengan 3 kali sesi latihan per
keseimbangan, mobilitas fungsional yang baik, kekuatan otot ekstremitas bawah, dan
yang bertujuan untuk mengevaluasi efek jangka pendek dari pemberian Otago
Exercise Programe yang berbasis video (OEP) dengan sebanyak 61 lansia berumur >
65 tahun diberi terapi latihan selama 4 bulan, dengan 3 kali sesi latihan perminggu.
ekstremitas bawah.
Penelitian yang dilakukan oleh (Manohare and Hande., 2019) yang berjudul
bertujuan untuk membndingkan efek yang diberikan dari 6 minggu otago exercise
dengan subjek sebanyak 20 lansia program latihan selama 6 minggu, dengan 2 kali
sesi perminggu. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa otago exercise program lebih
keseimbangan pada lansia, sehingga dapat mengurangi risiko jatuh pada lansia.
45
E. Kerangka Pikir
Lansia
Gambar 2.36
Kerangka Pikir
pada manusia yang telah melalui tahapan kehidupan mulai dari bayi, anak, remaja,
dewasa, tua. Memasuki usia tua lansia akan mengalami proses kemunduran atau
sistem saraf, sistem indera dan sistem kardiovasekuler serta respirasi. Hal tersebut
penguatan pada ekstremitas bawah dengan menggunakan Otago Exercise pada lansia
F. Kerangka Konsep
- Medikamentosa
- Aktifitas subjek
- Dosis
- Keterampilan Fisioterapi
Subjek
Lansia
(yang
Peningkatan
memenuhi Latihan menggunakan keseimbangan
kriteria Otago Exercise
inklusi) dinamis
Gambar 2.37
Kerangka Konsep
Subjek sesuai dengan kriteria inklusi berupa (1) lansia berusia >60 tahun, (2)
lansia dapat berjalan tanpa alat bantu sejauh 6 meter (4) lansia yang mampu
melakukan aktivitas kerja sehari-hari secara mandiri (5) lansia bersedia mengikuti
47
(medika mentosa) dan aktivitas subjek di luar perlakuan. Subjek diberikan perlakuan
G. Hipotesis
pada lansia.