Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan generasi penerus bangsa yang layak untuk mendapatkan

perhatian dan setiap anak memiliki hak untuk mencapai perkembangan kognisi, sosial

dan perilaku emosi yang optimal dengan demikian dibutuhkan anak dengan kualitas

yang baik agar tercapai masa depan bangsa yang baik (Sarah E. Cusick et al, 2016).

Periode emas atau golden age period merupakan periode yang kritis yang terjadi satu

kali dalam kehidupan anak, karena pada masa ini tidak kurang 100 milyar sel otak

siap untuk distimulasi agar kecerdasan seseorang dapat berkembang secara optimal di

kemudian hari. Periode ini terjadi pada 1000 hari pertama, yaitu semenjak kehamilan

sampai anak berusia 2 tahun dan merupakan masa kritis yang berdampak pada

perkembangan fisik dan kognisi anak (Kadi FA et al, 2008). Anak yang memiliki

awal tumbuh kembang yang baik akan tumbuh menjadi dewasa yang lebih sehat

sehingga nantinya akan memiliki kehidupan yang lebih baik (Deki P, 2015)

Pertumbuhan berarti pertambahan ukuran fisik akibat multiplikasi sel dan

bertambahnya jumlah zat interseluler , sehingga dapat diukur dengan satuan panjang

atau tinggi badan, berat badan dan lingkar kepala. Pertumbuhan pada satu tahun

pertama merupakan pertumbuhan paling cepat kedua setelah pertumbuhan janin

dalam kandungan. Tiga tahun pertama usia anak merupakan periode emas atau masa

kritis untuk optimalisasi proses tumbuh kembang (Hudaya, 2014).

1
Perkembangan adalah istilah untuk menunjukkan peningkatan kemampuan

fungsi yang komplek. Pada fase awal, perkembangan dibagi menjadi 4 aspek

kemampuan fungsional, yaitu (1) motorik kasar, (2) motorik halus dan penglihatan,

berbicara, bahasa dan pendengaran, (4) sosial emosi dan perilaku (Hudaya, 2014).

Masa tumbuh kembang anak adalah masa yang sangat riskan bagi setiap daur

kehidupan seorang anak, maka dari itu sangatlah penting untuk kita memperhatikan

semua aspek yang mendukung maupun yang mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan seorang anak. Masalah tumbuh kembang anak yang sering di jumpai

salah satunya adalah development delay (Tjandrajani dkk, 2012).

Prevalensi cacat perkembangan pada anak-anak di Amerika serikat

berdasarkan data National Health Interview Surveys tahun 1997-2008 adalah 13,87

%. Survei ini juga menemukan sebanyak 15 % anak usia 3-17 tahun atau hampir 10

juta anak pada tahun 2006-2008 mengalami cacat perkembangan. Sedangkan menurut

data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2010, prevalensi balita

mengalami gangguan tumbuh kembang sebesar 0,21%. Prevalensi tertinggi adalah di

kota kudus sebesar 1,15%. Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten kudus tahun 2015

jumlah balita 70.845, yang mengalami keterlambatan pertumbuhan gizi buruk

sebanyak 0,87%, stunting sebanyak 0,02% dan keterlambatan perkembangan balita

sebanyak 0,2% kasus (Hikmah, 2016).

4
2

Permasalahan yang ditimbulkan pada anak yang mengalami development

delay cukup komplek, antara lain pada : (1) motorik kasar yaitu kemampuan

melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot – otot besar, seperti

duduk, berdiri dan sebagainya, (2) motorik halus yaitu kemampuan melakukan

pergerakan yang melibatkan bagian – bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot -

otot kecil, tapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti, mengamati sesuatu,

menjimpit, menulis dan sebagainya, (3) berbicara dan bahasa yaitu kemampuan untuk

memberikan respon terhadap suara, berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah dan

sebagainya, (4) sosial emosi dan perilaku kemandirian yaitu kemampuan makan

sendiri, membereskan mainan selesai bermain, berpisah dengan ibu/pengasuh anak,

bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya dan sebagainya (Hudaya,

2014).

Upaya penanganan pada development delay membutuhkan kerjasama berbagai

bidang keahlian yang meliputi dokter anak, dokter saraf anak, fisioterapi dan berbagai

tenaga kesehatan lainnya. Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang

ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara

dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan

menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan seperti fisik,

elektroterapeutis dan mekanis pelatihan fungsi dan komunikasi (Permenkes RI No. 65

Tahun 2015). Fisioterapi diharapkan dapat berperan aktif dengan tujuan untuk

meningkatkan kemampuan fungsional dan pemulihan fungsi gerak tubuh.


3
Modalitas fisioterapi yang dapat diberikan pada kasus development delay

berupa neurosenso, terapi latihan, neuro development treatment, dan stimulasi

motorik. Modalitas yang dipilih penulis adalah neuro development treatment. Neuro

development treatment adalah pendekatan holistik yang berurusan dengan kualitas

pola koordinasi dan tidak hanya dengan masalah fungsi otot individu. Ini melibatkan

keseluruhan, tidak hanya masalah senso-motorik tetapi juga masalah perkembangan,

kerusakan presepsi-kognitif, masalah emosional, sosial dan keterbatasan dalam aktivitas

fungsionalnya. Tujuannya untuk optimalisasi fungsi dengan peningkatan kontrol postural

gerak selektif melalui fasilitasi (IBITA, 2008).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis dapat merumuskan

masalah yaitu “Bagaimanakah penatalaksanaan Fisioterapi pada kasus development

delay?

C. Tujuan

Tujuan yang hendak dicapai oleh penulis yaitu untuk mengetahui

penatalaksanaan fisioterapi pada kasus development delay .

4
D. Manfaat

Manfaat dari penulisan penatalaksanaan fisioterapi pada kasus development

delay yaitu:

1. Bagi penulis

Karya tulis ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan fisioterapi dalam

memberikan penatalaksanaan fisioterapi pada kasus development delay.

2. Bagi institusi pendidikan fisioterapi

Manfaat bagi institusi pendidikan fisioterapi adalah untuk sarana dan media

pembelajaran tambahan dalam menambah ilmu dan wawasan tentang

penatalaksanaan fisioterapi pada kasus development delay.

3. Bagi pembaca atau masyarakat umum

Karya tulis ini dapat menambah pengetahuan dan informasi pada masyarakat

tentang development delay.

5
BAB II

KAJIAN TEORI

1. Tumbuh kembang

a. Definisi tumbuh kembang

Tumbuh kembang merupakan proses yang berkesinambungan yang terjadi sejak

konsepsi dan terus berlangsung sampai dewasa. Dalam poses mencapai dewasa inilah, anak

harus melewati berbagai tahap tumbuh kembang. Tercapainya tumbuh kembang optimal

tergantung pada potensi biologik. Tingkat tercapainya potensi biologik seseorang

merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan lingkungan biologis, fisik dan

psikososial. Tumbuh kembang merupakan manifestasi yang kompleks dari perubahan

morfologis, biokimia dan fisiologi yang terjadi sejak konsepsi sampai maturitas/dewasa

(Soetjiningsih dan Ranuh, 2013).

Pertumbuhan berarti pertambahan ukuran fisik akibat multiplikasi sel dan

bertambahnya jumlah zat intreseluler , sehingga dapat diukur dengan satuan panjang atau

tinggi badan, berat badan dan lingkar kepala. Pertumbuhan pada satu tahun atau pada bulan

pertama pada anak merupakan pertumbuhan pada janin (Hudaya,2014).

4
Perkembangan adalah perubahan yang bersikap kuantitatif dan kualitatif.

Perkembangan mengacu pada bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi tubuh

yang lebih kompleks, dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil

dan proses pematangan/maturitas. Perkembangan menyangkut proses deferensiasi sel

tubuh, jaringan tubuh, organ, dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa

sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan

kognitif, bahasa, motorik, emosi, dan perkembangan perilaku sebagai hasil dari

interaksi dengan lingkungannya. Perkembangan merupakan perubahan yang bersifat

progresif, terarah, dan terpadu. Progresif mengandung arti bahwa perubahan yang

terjadi mempunyai arah tertentu dan cenderung maju ke depan, tidak mundur ke

belakang. Terarah dan terpadu menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang pasti

antara perubahan yang terjadi pada saat ini, sebelumnya dan berikutnya

(Soetjiningsih dan Ranuh, 2013).

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang

1) Faktor internal:

Ras/etnik atau bangsa, keluarga, umur yaitu kecepatan pertumbuhan paling pesat

pada masa prenatal, tahun pertama kehidupan dan masa remaja, jenis kelamin fungsi

reproduksi anak perempuan berkembang lebih cepat, namun setelah pubertas, laki-

laki lebih cepat, genetik, kelainan kromosom seperti down sindrom, dan sindrom

turner (Hudaya, 2014).

7
2) Faktor eksternal

a) Faktor prenatal

Gizi seperti nutrisi ibu terutama trimester akhir kehamilan, mekanis yaitu

posisi abnormal fetus dalam kandungan, seperti club foot; racun atau zat kimia;

endokrin; radiasi dapat menyebabkan penyakit microsefali, spina bifida, retardasi

mental, deformitas anggota gerak, kelainan jantung; infeksi trimester pertama dan

kedua oleh Toksoplasma Rubella Sitomegalo Herpes simplek dapat menyebabkan

katarak, bisu tuli, mikrosefali, retardasi mental, kelainan jantung kongenital ; kelainan

imunologis; anoksia embrio akibat gangguan fungsi plasenta; psikologi ibu seperti

kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan salah/kekerasan mental pada ibu hamil

(Hudaya, 2014).

b) Faktor persalinan

Komplikasi persalinan seperti trauma kepala dan asfiksia (Hudaya, 2014).

c) Faktor pasca persalinan

Gizi, penyakit kronis/kelainan kongenital seperti tuberculosis, anemia, kelainan

jantung bawaan, lingkungan fisis dan kimia seperti sanitasi lingkungan yang buruk,

kurangnya sinar matahari, paparan sinar radioaktif, zat kimia tertentu; psikologis

yaitu anak yang tidak dikehendaki oleh orang tuanya, anak yang selalu merasa

tertekan; endokrin; sosio-ekonomi; lingkungan pengasuhan; stimulasi seperti alat,

mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain terhadap kegiatan

anak obat-obatan (Hudaya, 2014).

16
c. Aspek tumbuh kembang

Aspek tumbuh kembang anak meliputi perkembangan motorik, bahasa, kognitif

dan sosial. keterlambatan tumbuh kembang anak biasanya terlambat pada

perkembangan motorik. Perkembangan motorik yaitu proses tumbuh kembang

kemampuan gerak seorang anak. Pada dasarnya, perkembang motorik terdiri dari

motorik kasar dan motorik halus. Motorik kasar meliputi kemampuan melakukan

pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar, seperti merangkak,

merayap, duduk, berdiri dan jalan. Sedangkan motorik halus meliputi kemampuan

melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh

otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat, seperti mengamati

sesuatu, menjimpit, menulis dan sebagainya (Hudaya, 2014).

Tahapan dalam perkembangan motorik kasar harus dilalui dan dikuasai terlebih

dahulu secara berurutan sebelum memasuki tahapan selanjutnya. Setiap anak

memiliki kecepatan perkambangan yang berbeda-beda, itu sebabnya tidak semua

anak akan menguasai suatu keterampilan diusia yang sama. perkembangan motorik

kasar pada bayi dapat dilihat pada tabel berikut :

9
TABEL

TUMBUH KEMBANG MOTORIK KASAR PADA BAYI NORMAL

Usia Kemampuan Motorik Kasar


0-3 bulan Mengangkat kepala setinggi 45°, menggerakkan kepala dari
kiri/kanan ke tengah
3-6 bulan Berbalik dari terlungkup ke terlentang, mengangkat kepala
setinggi 90°, mempertahankan posisi kepala tetap tegak dan
stabil
6-9 bulan Duduk (sikap tripod - sendiri), belajar berdiri kedua kakinya
menyangga sebagian berat badan
9-12 bulan Mengangkat badannya ke posisi berdiri, belajar berdiri selama
30 detik atau berpegangan kursi, dapat berjalan dengan
dituntun
12-18 bulan Berdiri sendiri tanpa berpegangan, membungkuk memungut
mainan kemudian berdiri kembali, berjalan mundur 5 langkah
18-24 bulan Berdiri sendiri tanpa berpegangan 30 detik, berjalan tanpa
terhuyung-huyung
24-36 bulan Jalan naik tangga sendiri, dapat bermain dan menendang bola
kecil
36-48 bulan Berdiri 1 kaki 2 detik, melompat kedua kaki diangkat,
mengayuh sepeda roda 3
48-60 bulan Berdiri 1 kaki 6 detik, melompat-lompat 1 kaki, menari
60-72 bulan Berjalan lurus, berdiri 1 kaki selama11 detik
Sumber: (Needlman. 2004, dikutip Soetjiningsih. 2013)

Selain kemampuan motorik kasar, kemampuan motorik halus juga harus di

perhatikan pada tahap tumbung kembang anak. Perkembangan motorik halus anak

normal dapat diliat pada tabel berikut:

16
TABEL

TUMBUH KEMBANG MOTORIK HALUS PADA BAYI NORMAL

Usia Kemampuan Motorik Halus


0-3 bulan Menahan barang yang dipegang, menggapai mainan yang
digerakkan, menggapai kearah objek yang tiba-tiba di jatuhkan
dari pandangan
3-6 bulan Menggenggam pensil, meraih benda yang ada dalam
jangkauannya, memeggang tangannya sendiri
6-9 bulan Memindahkan benda dari 1 tangan ke tangan lainnya,
memungut benda sebesar kacang dengan cara meraup
9-12 bulan Mengulurkan lengan/badan untuk meraih mainan yang
diinginkan, menggenggam erat pensil, memasukkan benda ke
mulut
12-18 bulan Menumpuk 2 buah kubus, memasukkan kubus ke dalam kotak
18-24 bulan Bertepuk tangan, melambai-lambai, menumpuk 4 buah kubus,
memungut benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk,
menggelindingkan bola kearah sasaran
24-36 bulan Mencoret-coret pensil pada kertas
36-48 bulan Menggambar garis lurus, menumpuk 8 buah kubus
48-60 bulan Menggambar tanda silang, menggambar lingkaran,
menggambar orang dengan 3 bagian tubuh seperti
kepala, badan, tangan
60-72 bulan Menangkap bola kecil dengan kedua tangan, menggambar segi
empat
Sumber: (Needleman. 2004, dikutip Soetjiningsih. 2013)

11
2. Development delay

a. Definisi development delay

Development delay adalah bagian dari ketidakmampuan mencapai perkembangan

sesuai dengan usia dan didefinisikan sebagai keterlambatan dalam dua bidang atau

lebih perkembangan motorik kasar atau motorik halus bicara atau berbahasa, personal

social dan aktivitas sehari – hari (Tjandrajani dkk, 2012).

Development delay adalah istilah yang menunjukan kelemahan atau kebiasaan

yang tidak normal sesuai usia perkembangan (Soetomenggalo, 2000).

b. Etiologi development delay

Faktor-faktor yang mempengaruhi development delay bisa dari faktor internal dan

eksternal. Faktor internal yaitu genetik dan pengaruh hormon, sedangkan faktor

ektsternal yaitu kurangnya stimulasi, pengetahuan ibu, gizi, lingkungan fisik,

lingkungan pengasuhan dan olahraga (Soetjiningsih, 2012).

c. Patofisiologi development delay

Perkembangan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor

eksternal. salah satu faktor eksternal yang sangat berpengaruh terhadap

perkembangan adalah stimulasi. Seharusnya stimulasi diberikan sedini mungkin dan

sesering mungkin untuk meningkatkan perkembangan yang lebih terarah. Jika

kurang stimulasi maka akan berakibat terganggunya proses perkembangan. Salah

satunya adalah terlambatnya perkembangan sesuai dengan usia normal

perkembangannya (Soetomenggalo, 2000).

16
Selain itu pada dasarnya bayi lahir mempunyai reflek primitif yang akan

menghilang pada usia tertentu, namun menetapnya reflek primitif pada usia tertentu

menunjukkan bahwa terjadi suatu gangguan perkembangan seperti keterlambatan

perkembangannya Keterlambatan perkembangan juga disebabkan karena hipotonus

otot tubuh yang terlibat dan gangguan kontrol kepala. Dengan terganggunya kontrol

kepala maka akan berakibat pada gangguan yang selanjutnya seperti gangguan

kontrol gerak dan kontrol postur (Soetomenggalo, 2000).

d. Tanda dan gejala klinis development delay

Tanda dan gejala kinis development delay dimulai dari adanya hipotonus otot,

gangguan kontrol kepala dan postur, reflek abnormal, kelemahan pada otot dan anak

belum bisa melakukan aktivitas sesuai usia perkembangannya. Kemudian dilakukan

pemeriksan tumbuh kembang menggunakan Denver Development Screening Test

(DDST) anak mengalami development delay (Soetomenggalo, 2000).

e. Prognosis development delay

Secara umum, development delay tidak memburuk seiring dengan waktu

pertumbuhan anak. Prognosis anak development delay tergantung pada diagnosis

yang mendasari serta pengobatan yang sedini mungkin dan banyaknya stimulasi yang

diberikan pada anak serta dukungan dari orang tua. Semakin banyak stimulasi dan

dukungan yang diberikan dari orang tua kepada anak maka pertumbuhan dan

perkembangan anak akan semakin optimal (Soetomenggalo, 2000).

13
3. Pemeriksaan Khusus DDST II

a. Pemeriksaan tumbuh kembang menggunakan DDST II

DDST (Denver Developmental Screening Test) merupakan suatu metode

pengkajian yang digunakan untuk menilai perkembangan anak usia 0-6 tahun.

Manfaat dari DDST adalah untuk menilai tingkat perkembangan anak sesuai

umurnya dan memantau anak yang diperkirakan memiliki kelainan dalam

berkembang.

b. Manfaat

DDST Denver II dapat digunakan dengan tujuan untuk menilai perkembangan

anak yang tampak sehat dan anak yang tidak menunjukan adanya masalah

pekembangan sesuai dengan rentang usia (Adriana, 2011).

c. Isi DDST

Denver II terdiri atas 125 item tugas perkembangan yang sesuai dengan umur

anak antara 0 samapi dengan 6 tahun dan dibagi kedalam beberapa aspek yaitu

kepribadian/tingkah laku sosial (personal sosial), gerakan motorik halus (fine motor

adaptive), perkembangan motorik kasar (gross motor), dan perkembangan bahasa

(language). Dalam perkembangan bahasa, anak diukur kemampuan untuk berbicara

spontan, memberikan respon terhadap suara, dan mengikuti perintah.

32
d. Formulir DDST

Formulir DDST terdiri dari atas satu lembar kertas, pada bagian depan terdapat

tentang test dan pada halaman belakang terdapat petunjuk pelaksanaan.

a). Pada halaman depan terdapat skala umur dalam bulan dan tahun pada garis

horizontal atas dan bawah.

b). Pada halaman depan kiri atas terdapat neraca umur yang menujukan 25%, 50%,

75% dan 90%.

c). Pada kanan bawah terdapat kotak kecil berisi tes perilaku untuk membandingkan

perilaku anak selama tes dengan perilaku pada keseharian.

d). Pada bagian tengah terdapat 125 item yang di gambarkan dalam neraca umur

25%, 50%, 75%, dan 90% dari seluruh sample standar anak normal yang dapat

melaksanakan tugas tersebut.

e. Penentuan umur

a). 1 bulan = 30-31 hari.

b). 1 tahun = 12 bulan.

c). Umur kurang dari 15 hari dibulatkan kebawah.

d). Umur lebih dari atau sama dengan 15 dibulatkan keatas.

e). Apabila anak lahir premature maka dilakukan pengurangan umur, missal

premature 6 minggu maka dikurangi 1 bulan 2 minggu.

15
f. Scoring penilaian tes

a). L = Lulus/ lewat = Passed/P

Anak dapat melakukan item dengan baik atau ibu/pengasuh memberi laporan

tepat dan dapat di percaya bahwa anak dapat melakukannya.

b). G = Gagal = Fail/F

Anak tidak dapat melakukan item dengan baik atau ibu/pengasuh memberi

laporan bahwa anak tidak dapat melakukannya.

c). TaK = Tak ada Kesempatan = No Opportunity/NO

Anak tidak memiliki kesempatan untuk melakukan item karena ada hambatan.

Skor ini digunakan untuk kode L/Laporan orang tua/pengasuh anak. Misal pada anak

retardasi mental/ down syndrome.

d). M = Menolak = Refuse/R

Anak menolak melakukan test karena faktor sesaat, seperti lelah, menangis atau

mengantuk.

g. Interpretasi nilai

a). Penilaian per item

1) Penilaian lebih/advance(perkembangan anak lebih)

Termasuk kategori ini ketika anak lulus pada uji coba item yang berada di kanan

garis umur dan ketika anak menguasai kemampuan anak yang lebih tua dari

umurnya.

2) Penilaian OK atau normal

Termasuk kategori normal ketika anak gagal/menolak pada item di kanan garis

umur, lulus atau gagal atau menolak pada item di garis umur terletak diantara 25-

75%.

32
3) Penilaian caution/peringatan

Termasuk kategori ini ketika anak gagal/menolak pada item dalam garis umur

yang berada diantara 75-90%.Tulis C disebelah kanan kotak.

4) Penilaian Delayed/keterlambatan

Termasuk kategori ini bila gagal/menolak pada item yang berada di sebelah kiri

garis umur.

5) Penilaian Tidak ada Kesempatan

Termasuk kategori ketika orang tua laporkan bahwa anak tidak ada kesempatan

untuk melakukan mencoba, dan item ini tidak perlu diinterpretasikan.

b. Interpretasi tes Denver II

1) Normal Dikatakan normal saat tidak ada penilaian delayed (keterlambatan), paling

banyak 1 caution (peringatan), dan lakukan ulang pemeriksaan pada control

berikutnya.

2) Suspect

Dikatakan suspect saat terdapat 2 atau lebih caution (peringatan), terdapat 1 atau

lebih delayed (terlambat) yang terjadi karena fail/kegagalan bukan karena

menolak/refuse. Dilakukan uji ulang 1-2 minggu kemudian untuk menghilangkan

rasa takut, sakit, dan lelah.

3) Untestable (tidak dapat di uji)

Dikatakan untestable saat terdapat 1 atau lebih skor delayed (terlambat), dan/atau

terdapat 2 atau lebih caution(peringatan).

17
32
19
32
5. Pemeriksaan Khusus GMFM

21
37
23
37
25
37
b. Problematik Fisioterapi

Menurut International Classification of Function, Dissability and Health:

Children and Youth (ICF-CY) problematik fisioterapi dibagi menjadi tiga yaitu

impairment, functional limitation, dan participation restriction. Diagnosis

fisioterapi yang terjadi pada anak development delay meliputi :

1. Impairment

Impairment merupakan permasalahan pada fungsi atau struktur tubuh yang

berhubungan dengan aktifitas fungsional dasar. Impairment yang biasa terjadi pada

27
anak development delay adalah: (1) adanya gangguan kontrol kepala, (2) adanya

hipotonus otot, (3) gangguan kontrol gerak dan, (4) adanya reflek yang abnormal.

2. Functional limitation

Functional limitation merupakan keterbatasan fungsi pada individu dalam hal

beraktivitas sehari-hari, beraktivitas diwaktu luang, serta produktivitas. Functional

limitation yang biasa terjadi pada anak development delay adalah anak belum

mampu berdiri dan berjalan sesuai dengan usia perkembangannya.

3. Participation restriction

Participation restriction merupakan hambatan-hambatan yang dialami individu

k arena keterbatasan fungsinya sehingga berpengaruh terhadap tugas dan

tanggung jawabnya dalam peran sosial. Participation restriction yaitu adanya

gangguan dalam berinteraksi dengan teman - teman di lingkungan sekitar

rumahnya, misalnya terganggunya interaksi dengan teman sebayanya.

b. Teknologi Intervensi Fisioterapi

Teknologi intervensi fisioterapi yang digunakan dalam penanganan pada pasien

Development Delay yaitu Neuro Development Treatment dan Neurosenso. Berikut

penjelasannya adalah:

1. Neuro Development Treatment

a. Definesi Neuro Development Treatment

Neuro development treatment (NDT) adalah salah satu pendekatan yang paling

umum digunakan untuk intervensi anak-anak dengan gangguan perkembangan.

Metode ini pertama kali digunakan untuk terapi anak-anak pada kondisi cerebral
37
palsy. Kemudian metode ini digunakan juga untuk kondisi ganguan perkembangan

pada anak lainnya. Pendekatan dengan NDT berfokus pada normalisasi otot

hypertonus atau hypotonus. Intervensi menggunakan NDT melatih reaksi

keseimbangan, gerakan dan fasilitasi. Neuro development treatment adalah metode

terapi yang popular dalam pendekatan intervensi pada bayi dan anak-anak dengan

disfungsi neuromotor (Uyanik and Kayihan, 2014).

b. Konsep Neuro Development Treatment

Konsep dari neuro development treatment telah berkembang secara empiris

oleh Mrs. Bertha Bobath dari tahun 1942, dari pengalaman klinis yang cermat pada

kasus hemiplegi, cerebral palsy, syndrom down dan gangguan perkembangan

motorik lainnya. Neuro development treatment adalah metode yang membangun

kembali perkembangan otak, ini merupakan proses berkesinambungan yang

dipengaruhi oleh genetika, struktur dan fungsi otak maupun dari interaksi

lingkungan (Velickovic and Perat. 2004).

Neuro development treatment merupakan pendekatan holistik yang berkaitan

dengan kualitas pola koordinasi dan tidak hanya permasalahan pada fungsi otot.

Tidak hanya permasalahan sensor-motorik, tapi juga masalah-masalah

perkembangan, persepsi-kognitif, emosional, masalah sosial dan fungsi dari

kehidupan sehari-hari. Perkembangan sensor-motorik abnormal mengganggu

seluruh perkembangan anak berupa sensorik, persepsi-kognitif dan psikologis.

Kurang masukan sensorik atau persepsi dapat bersifat primer atau karena

kerusakan otak. Gangguan pengalaman sensor-motoik akan mempengaruhi postur

kontrol dan body image yang jelek (Velickovic and Perat. 2004).

c. Prinsip – prinsip neuro development treatment

Prinsip – prinsip neuro development treatment yaitu dengan mengontrol dan


29
menghambat gerakan abnormal dan memberikan fasilitasi serta stimulasi untuk

membentuk automatic postural reactions. Terapis mengkombinasi berbagai teknik

stimulasi untuk mengurangi kelainan postural dan fasilitasi gerak dengan tujuan

mengirimkan berbagai pengalaman sensori-motor untuk melatih gerakan

fungsional. (Velickovic and Perat. 2004).

Berikut diuraikan prinsip dasar Neuro Development Treatment (NDT) adalah

sebagai berikut:

1) Inhibisi

Inhibisi atau menghambat, yaitu menghambat pola gerak abnormal atau sikap

tubuh abnormal.Tekniknya disebut juga Refleks Inhibiting Postur (RIP). Dengan

mengatur posisi pasien kita dapat menghambat aktifitas reflek abnormal tertentu,

misalnya untuk menghambat spastisitas ekstensor , kita mengatur posisi anak

dalam posisi fleksi (Velickovic and Perat. 2004).

2) Fasilitasi

Teknik ini kita kenal sangat banyak, namun pada saat ini, kita contohkan adalah

memberikan posisi dan gerakan normal. Teknik ini anak-anak difasilitasi untuk

mengenal pola gerakan yang normal serta bagaimana memposisikan tubuhnya

secara normal. Fasilitasi yang dimaksud di sini juga fasilitasi berupa mainan

kepada anak-anak yang bertujuan untuk mengarahkan posisi dan postur anak

secara normal (Velickovic and Perat. 2004).

3) Stimulasi

Dari namanya berarti menstimulir atau merangsang daerah tertentu untuk

mendapatkan reaksi atau respon dari penderita. Teknik ini biasanya diberikan pada

keadaan flacid/hypotonus. Tekniknya dapat berupa compression, tapping, atau

stroking (Velickovic and Perat. 2004).

37
2. Neuro senso motor reflex integration

a) Definisi neuro senso motor reflex integration

Neuro senso motor reflex integration merupakan metode yang menggabungkan

input sensoris atau terapi sentuh dengan penataan reflek primitif dan motoris

postural sesuai dengan brain development. Metode ini diadaptasi dari berbagai

sumber, penelitian dan clinical reasoning termasuk dari metode Masgutova

kemudian diramu dan disesuaikan dengan kebutuhan masing – masing anak

dengan berbagai permasalahan (Masgutova, 2018).

b) Teknik stimulasi neuro senso motor reflek integration

Dalam neuro senso motor reflek integration terdapat beberapa teknik

stimulasi, yaitu :

1) Stimulasi taktil

Stimulasi taktil yaitu stimulasi berupa usapan untuk melancarkan sirkulasi

darah dan memberi efek nyaman. Selain itu stimulasi taktil juga bertujuan untuk :

(1) memberikan rasa kinetik pada anak mengenai panjang, ukuran, batasan

tubuhnya, (2) untuk mengembangkan kesadaran anak mengenai hubungan diantara

titik tengah dari tubuh dan anggota badan, (3) untuk mengenalkan anak pada

struktur tubuhnya (atas atau bawah, kanan atau kiri, depan atau belakang), (4)

untuk memungkinkan anak membedakan bagian tubuhnya yaiti kepala, tubuh dan

anggota gerak, (5) untuk mengembangkan identitas anak mengenai tubuhnya

sebagai bentuk fisik dirinya, (6) untuk rileksasi tendon guard refleks (Masgutova,

2004).

Stimulasi dilakukan dalam posisi tidur terlentang, tidur miring dan tidur

31
tengkurap. Stimulasi dimulai dari ujung kepala sampai ujung kaki sesuai dengan

prinsip perkembangan cephalocaudal. Usapan dengan nyaman dan kontak penuh,

serta diberi penekanan pada setiap sendi. Stimulasi diulang sebanyak 3 atau 5 atau

7 kali.

2) Stimulasi bintang

Stimulasi bintang diberikan untuk mengejarkan titik tengah tubuh, yaitu berada

di umbilicus pada saat posisi terlentang, dan berada di vertebra lumbal II saat

posisi tengkurap. Selain mengajarkan titik tengah tubuh, stimulasi bintang juga

bertujuan untuk : (1) untuk mengaktifkan strategi pertama dalam pengembangan

gerak yaitu di pusar, (2) untuk menstimulasi sistem sensoris pada hip dan

shoulder, (3) untuk menyadarkan anak pada struktur segmenta tubuhnya.

Sedangkan pada saat gerak melingkar tubuh bertujuan untuk menstimulasi

diafragma, menstimulasi propioseptif sistem dan menstimulasi sistem pencernaan

(Masgutova, 2004).

Stimulasi dengan satu tangan berada di titik sentral tubuh dan satu tangan

yang lain bergerak menuju 6 (enam) titik yaitu : (1) incisura jugularis (pada posisi

terlentang) atau cervical (pada posisi tengkurap), (2) shoulder dekstra, (3) shoulder

sinistra, (4) hip sinistra, (5) hip dekstra, dan (6) melingkar tubuh. Disetiap akhir

gerakan diberi penekanan dan setiap gerakan diulang 3 atau 5 atau 7.

Stimulasi bintang terdapat empat macam gerakan, antara lain : (1) stimulasi

bintang halus berupa usapan dengan menggunakan telapak tangan dan jari-jari, (2)

stimulasi bintang gelombang yaitu dengan memberikan sentuhan yang

bergelombang menggunakan ujung jari dan ossa carpalia, (3) stimulasi bintang

contract stretch dengan mengkontraksikan kemudian mengulur, (4) stimulasi

bintang angka 8 yaitu dengan usapan yang membentuk angka 8.

37
3) Stimulasi ekstremitas

Stimulasi ekstremitas diberikan pada kedua ekstremitas atas dan bawa. Dengan

tujuan untuk melancarkan sirkulasi darah, mengenalkan anak pada struktur tubuhnya

(lengan dan tungkai, kanan kiri), menstimulasi tendon guard reflex. Terdapat 4

macam stimulasi yang masing-masing stimulasi dilakukan 3 atau 5 atau 7 kali

pengulangan. Macam stimulasi antara lain: (1) stimulasi angka 1, (2) stimulasi angka

8, (3) picking up, (4) contract stretch ekstremitas.

33
BAB III

STATUS KLINIS

A. Identitas Pasien
Nama :M

TTL : Solo, 29 April 2021

Nama Ayah : Wahyu Aditya

Nama Ibu : Monics Hadi

Alamat : Perum Happy Housing, Colomadu

Diagnosis Medis : Down Syndrome

B. Pemeriksaan Umum

Suhu Tubuh : 36, 6⁰ C

Heart Rate : 90 kali/menit

Pernapasan : 36 kali/menit

Status Gizi : Baik

Tinggi Badan : 71 cm (normal)

Berat Badan : 3,1 kg (normal)

Lingkar Kepala : 42 cm (normal)

37
C. Pemeriksaan Fisioterapi

1. Anamnesis

a. Keluhan Utama : Pasien belum mampu berjalan

b. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien belum mampu berjalan dan

berbicara secara spesifik

c. Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak pernah menderita penyakit berat

apapun sebelumnya.

d. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang

menderita gangguan demikian.

e. Riwayat Imunisasi : terakhir diberikan imunisasi campak

f. Riwayat Kehamilan :

 Riwayat Prenatal : Selama dalam kandungan tidak ada keluhan

yang dirasakan

 Riwayat Perinatal : Lahir 2 minggu sebelum HPL, kuning ± 1

minggu, lahir langsung menangis, berat badan 3,1 kg, lahir

secara normal

 Riwayat Postnatal : Terkait makan sedikit, berat badan sulit

bertambah, ngenyot kuat, mampu berbicara tetapi kurang

spesifik, sering bermain gadjet.

35
g. Riwayat Tumbuh Kembang :

 Tengkurap = 4 bulan

 Duduk = 7 bulan

 Merangkak = 12 bulan

 Jalan = belum mampu

 Berbicara = Hingga sekarang belum bisa mengucapkan kata-

kata yang bermakna dengan jelas.

h. Riwayat Psikososial : Pasien menangis ketika merasa capek dan

cenderung memperhatikan lingkungan sekitar

b. Kesan Awal

Atensi (memperhatikan ketika mendengar suara atau memperhatikan

sekeliling), emosi (menangis ketika merasa capek), motivasi (belum baik,

karena harus diminta), problem solving (belum mampu melakukan), komunikasi

dan kognisi masih belum baik.

c. Kemampuan Sensorik

Ket : Sensoris Keterangan


Olfactory 1 = Ada gangguan 22 = Normal
0 = Tidak berfungsi
Visual 2
Auditory 2
Taktil 2
Vestibular 2
Propioeptif 1

37
d. Kondisi Keseimbangan

 Statik : Telentang, tengkurap, duduk semua normal. Tetapi untuk


berdiri lama belum mampu.

 Dinamik : Telentang ke tengkurap, tengkurap ke duduk serta duduk

ke berdiri dapat dilakukan mandiri tetapi untuk dari

duduk ke berdiri, berdiri ke berjalan belum mampu secara

mandiri.

e. Kemampuan dan Ketidakmampuan

 Sesuai : Pasien mampu untuk merangkak, menggenggam benda

dan duduk lama

 Terlambat : Belum mampu untuk dari duduk ke berdiri, berdiri

ke berjalan secara mandiri

f. Tonus Postural

General Hipotonus, namun masih dapat bergerak dengan baik

g. Pola Postural
1) Telentang :
 Mata, fokus dengan sekitar
 Leher, cenderung ekstensi
 Trunk, normal
 Kaki, kadang fleksi

38
2) Tengkurap :
 Mata, fokus dengan sekitar
 Leher, mengangkat (cenderung ekstensi)
 Trunk, posisi tetap
 Kaki, diam
3) Ke duduk :
 Mata, fokus dengan sekitar
 Leher, menyesuaikan dengan pandangan mata
 Trunk, menyesuaikan tetap stabil
 Kaki, diam
4) Duduk :
 Mata, bergerak kemana- mana/tidak fokus
 Leher, cenderung ekstensi
 Trunk, posisi beruah-ubah
5) Merangkak :
 Mata, tertuju ke objek yg jauh
 Leher, cenderung ekstensi
 Trunk, menyesuaikan tetap stabil
 Kaki, diam

6) Berdiri :
 Mata, bergerak kemana- mana/tidak fokus
 Leher, normal
 Trunk, stabil
 Kaki, belum mampu menjaga berat tubuh
7) Ke berdiri :
 Mata, bergerak kemana- mana/tidak fokus
 Leher, cenderung ekstensi
 Trunk, stabil
 Kaki, belum mampu mengangkat berat tubuh
8) Berjalan :
 Mata, tidak fokus
 Leher, cenderung ekstensi
 Trunk, stabil
 Kaki, lebif sering fleksi lutut

D. Diagnosis Fisioterapi Berdasarkan ICFCY


1. b730 : muscle power functions
2. s770 : additional musculoskeletal structured realed to movement
3. d310 : communicating
4. d330 : speaking
5. s430 : tifting and carrying object
7. s110 : structure of brain
8. s760 : structure of trunk
9. s750 : structure of lower extremity
10. s770 : structure additional musculoskeletal realated to movement

E. Tujuan Fisioterapi
Sesuai dengan diagnosis fisioterapi berdasarkan ICFCY

F. Intervensi Fisioterapi
1. Neuro Sensomotor Reflex
Teknik pada Neuro Senso Motor Reflex Development and Synchronization

(NSMRD & S) yang dilakukan pada kondisi anak autism spectrum disorder yang

pertama dengan menggunakan teknik gerakan gelombang dan teknik patterning

merangkak.
a. Teknik Gerakan Gelombang

 Posisi Anak : Supine lying


 Posisi Terapis : Berada di depan pasien
 Cara : Berikan usapan keseluruh tubuh anak, dari kepala hingga ke
kaki. Kemudian, berikan usapan berbentuk angka 8 dari dada
hingga ke kaki. Tujuannya untuk memberikan stimulus pada
anak.
 Frekuensi : 3x seminggu, 3 kali pengulangan setiap gerakan.

b. Teknik Patterning Merayap


 Posisi Anak : Prone lying
 Posisi Terapis : Berada di atas kepala dan di bawah kaki pasien. Fiksasi
bagian kepala, wrist, dan ankle
 Cara : Tengokkan kepala ke satu arah, kemudian pertemukan antara
elbow dan knee anak. Lakukan seperti gerakan ketika anak
merayap
 Frekuensi : 3x seminggu, 50 kali hitungan

c. Latihan keseimbangan duduk

 Posisi anak : duduk tegak


 Posisi Terapi : berada dibelakang pasien dan memfiksasi again
pinggang pasien
 Cara : Terapis memberikan profokasi ke kanan ke kiri dan ke
depan kepada pasien
 Frekuensi : 3x seminggu, 1-3 menit dengan 3 kali pengulangan
c. Latihan dari duduk ke berdiri
 Posisi anak : Berdiri tegak
 Posisi Terapi : berada dibelakang pasien dan memfiksasi bagian
pinggang pasien
 Cara : Terapis memberikan dorongan untuk berdiri dengan
pasien diberi bantuan kursi bersandar untuk pegangan
 Frekuensi : 3x seminggu, 1-3 menit dengan 3 kali pengulangan

d. Latihan berjalan
 Posisi anak : Berdiri tegak
 Posisi Terapi : Berada di dekat pasien untuk menjaga pasien
 Cara : Pasien diminta untuk berjalan dengan bantuan kursi
sebagai pegangan dan pasien diminta untuk berjalan
dengan mendorong kursi
 Frekuensi : 3x seminggu, 1-5 menit

e. Standing
 Posisi anak : Berdiri tegak
 Cara : Pasien dipasangngkan backslab dan sepatu afo splint,
lalu posisikan pasien berdiri tegak di tempat standing
berikan ganjal giling di sela kaki dan ikat pada bagian
lutut, pinggang dan dada pasien
 Frekuensi : 3x seminggu, 30 menit
f. Pemeriksaan Khusus

1) Pemeriksaan DDST II

Dari hasil Pemeriksaan DDST II didapatkan hasil berikut :


2) Pemeriksaan GMFM

Dari hasil pemeriksaan GMFM di dapatkan hasil sebagai berikut :

Total dimensi A (51) x 100 % = 100%

51

Total dimensi B (60) x 100 % = 100%

60

Total dimensi C (42) x 100 % = 100%

42

Total dimensi D (19) x 100 % = 49%

39

Total dimensi E (32) x 100 % = 44%

72

Total nilai = 100 % + 100% + 100%+ 49% + 44 % x 100 % = 78 %

5
G. UNDERLYING PROCCESS (CLINICAL REASONING)

Prenatal :
- Kehamilan sehat Natal : Postnatal :
- Ibu tidak - Lahir premature
mengkonsumsi obat- - Lahir secara - Reflek Primitif
obatan caesar masih dominan
- Ibu sering kelelahan

DELAYED DEVELOPMENT

Motorik : Kognitif :
- Adanya spasme otot Kepala belum
ekstensor AGA dan AGB Sensorik : terkontrol
- Kekuatan otot menurun Gangguan propieceptif
- Motorik kasar terganggu
v

- NS - Head Control
- Mobilisasi Trunk dan Pelvic
- Massage Ekspresi - Latihan Tengkurap
- Myofascial Release
- Massage General - Latihan Merayap

ADL dan Kemampuan Fungsional

Kemandirian
H. Home Program
2. Ibu disarankan agar tetap melatih pasien di rumah seperti apa yang

diajarkan oleh terapis, seperti on hand & on elbow

3. Mengurangi bermain handphone

4. Lebih sering untuk latihan beridiri, berjalan

I. Evaluasi

5. Sesaat

Pasien mampu dalam posisi berdiri dalam waktu yang lebih lama dari

sebelumnya dan mampu berjalan lebih baik dalam keseimbangan.

6. Berkala

Tetap dimonitoring dengan menggunakan menggunakan GMFM agar

terpantau setiap perubahan-perubahan yang terjadi tiap minggunya.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan laporan kasus yang telah dipaparkan dapat ditarik kesimpulan

bahwa penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Autism Spectrum Disorder di Boyolali

dengan intervensi berupa neuro sensomotor reflex, latihan motorik kasar, Latihan

keseimbangan duduk, duduk ke beridiri, berjalan selama 3 kali pertemuan didapatkan

hasil ada perubahan kemampuan motoric kasar pada pasien.

B. Saran

Hasil terapi yang maksimal mungkin membutuhkan kepatuhan dari pasien

dalam menjalani program yang telah ditetapkan sehingga penulis menyarankan selain

menjalani fisioterapi di pelayanan kesehatan, pasien harus megimbangi dengan

latihan mandiri di rumah.


DAFTAR PUSTAKA

Agrawal, S. 2008. Normal Vital Sign Children Complex Child E-Magazine. Diakses dari
http://www.articles.complexchild.com/march2009/00114.pdf
Deki P. Factors Affecting Early Childhood Growth and Development : Golden 1000 Days.
Journal of Advanced Practices in Nursing.2015;01(01);1-7

Gunardi, H. 2017. Sari Pediatri. Jadwal Imunisasi Anak Usia 0-18 tahun. Vol 18. Hal
417-422. Diakses dari https://saripediatri.org/index.php/sari-
pediatri/article/view/1120

Harjatmo. P.T, Par’I. M.H, Wiyono.S. 2017. Bahan Ajar Gizi: Penilaian Status Gizi.
Diakses dari http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/11/PENILAIAN-STATUS-GIZI-FINAL-SC
Himah, K. 2016. Jurnal Kebidanan. Analisis Faktor-Faktor Risiko Keterlambatan
Perkembangan Anak Balita Di Kabupaten Kudus. Vol 5. Halaman 2. Diakses dari
http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id
Hudaya, P., 2012; Pemeriksaan Fisioterapi Satu; Edisi Keempat; Jurusan Fisioterapi
Politeknik Kesehatan Surakarta; Surakarta
Hudaya, P., 2014; pediatri; Edisi Kedua; Jurusan Fisioterapi Politeknik Kesehatan
Surakarta; Surakarta
IBITA, 2008; Theoretical assumptions and clinical practice. Diakses tanggal1 november
2017 dari http://www.ibita.org
Kadi FA, Garna H, Fadlyana E. Kesetaraan Hasil Skrining Risiko Penyimpangan Perkembangan
Menurut Cara Kuesioner Praskrining Perkembangan (KPSP) dan Denver II pada Anak
Usia 12−14 Bulan dengan Berat Lahir Rendah. 2008;10:29−33.

Masgutova, S. 2004. Tactile Integration dr. Svetlana Masgutova Methode of Neuro


Sensory-MotorFasilitation. Svetlana Masgutova Education Institute.
Masgutova, S., Masgutova, D., Lieske, T. 2018. International Journal of School and
Cognitive Psychology. Effect of MNRI Visual Reflex Neuro-Training on
Visual and Academic Skills of Children with Autism. Vol 5. Hal 1-5. Diakses
dari
Permenkes RI, No. 2, 2020: Standar Antropometri Anak: Kementrian Kesehatan,
Jakarta permenkes RI, No. 25, 2014: Upaya Kesehatan Anak: Kementrian Kesehatan,
Jakarta http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp- content/uploads/2017/08/Asuhan-
Kebidanan-Neonatus-Bayi-Balita-dan- Apras-Komprehensif

Permenkes RI, No. 65, 2015; Standar Pelayanan Fisioterapi ; Kementrian Kesehatan,
Jakarta
Raine. S, Meadows. L, Lynch. M. (2009). The Bobath Concept: Theory and clinical
practice in neurological rehabilitation: Publication Data by Library of Congress
Cataloging: India
Sarah E. Cusick, Michael K. Georgieff. The Role of Nutrition in Brain Development : The
Golden Opportunity of the “First 1000 Days”. The Journal of Pediatrics. 2016:15.

Setiyani. A, dkk., 2016; Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra
Sekolah; Pusdik SDM Kesehatan: Jakarta
Soetjiningsih., Ranuh, G.R. 3013. Tumbuh Kembang Anak; Edisi 2. Buku Kedokteran
ECG; Jakarta
Soetomenggalo., 2000; Kelainan Perkembangan; Neurologi Anak; Second Edition;
Ikatan Dokter Anak Indonesia; Jakarta
Sutejo, R.I, Biotech, M.,Wulandari, P., Sudarmanto, Y. 2016. Pemeriksaan fisik dasar
dan BLS. Edisi 2. Fakultas Kedokteran Universitas Jember. Jember
Tjandrajani, A., Dewanti, A., Burhany, A., Widjaja, J.A. 2012. Sari Pediatri Keluhan
Utama Pada Keterlambatan Perkembangan Umum di Klinik Khusus Tumbuh
Kembang RSAP Harapan kita. Vol 13. Halaham 373-377. Diakses dari
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/410
Uyanik, M., Kayihan, H. 2013. Down Syndrome: Sensory Integration, Vestibular
Stimulation and Neurodevelopmental Therapy Approaches for Children,
Internasional Encyclopedia Of Rehabilitations; available from;
http://cirrie.buffalo.edu/encyclopedia/en/article/48/
Velickovic, D.T., Perat, V.M. 2004; Basic Principles Of The Neurodevelopmental
Treatment. Health Centre Kranj, Universitas Medical Centre. Ljubljana, Slovenia;
Jurnal Medicina. 42(42): 112-120

Anda mungkin juga menyukai