Anda di halaman 1dari 13

PENGARUH PEMBERIAN NEURO DEVELOPMENTAL

TREATMENT (NDT) DAN HALLAWICK TERHADAP


KEMAMPUAN BERDIRI PADA ANAK DELAY
DEVELOPMENT DI YPAC SURAKARTA

MAKALAH KASUS
Disusun oleh:
Isy Anisa
J130225071

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Allhamdulillah segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
segala rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
makalah ini sebagaimana mestinya. Penulis menyusun makalah ini untuk melengkapi tugas
profesi fisoterapi di stase pediatri dengan judul “Pengaruh Pemberian Neuro Developmental
Treatment (NDT) Dan Hallawick Terhadap Kemampuan Berdiri Pada Anak Developmental
Delay Di YPAC Surakarta”.

Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak yang telah
memberikan bantuan dan dorongan untuk penulis dalam penyusunan makalah ini. Oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada Bapak
Edy Waspada SST,Ft,S.Fis,M.kes selaku Clinical Educator yang telah membantu dan
membimbing selama menjalankan praktik klinik YPAC Surakarta.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Oleh karena itu, penulis mohon maaf atas ketidaksempurnaannya dan penulis mengharapkan
kritik serta saran yang bersifat membangun agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.

Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Surakarta, 28 Oktober 2022

Isy Anisa
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak merupakan generasi penerus bangsa, sehingga kualitas generasi penerus
tergantung kualitas tumbuh kembang anak terutama pada bayi usia tiga tahun (balita),
karena tiga tahun pertama kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak
masih berlangsung, terjadi pertumbuhan serabut syaraf dan cabang-cabangnya,
sehingga terbentuk jaringan syaraf otak yang kompleks. Jumlah pengaturan
hubungan-hubungan syaraf ini akan sangat mempengaruhi segala kinerja otak, mulai
dari kemampuan belajar berjalan, mengenal huruf, hingga bersosialisasi (Depkes RI,
2006). Kualitas anak yang baik dapat dicapai dengan memastikan bahwa proses
tumbuh kembang anak juga baik. Pertumbuhan merujuk pada perubahan yang bersifat
kuantitatif, seperti tinggi badan. Sedangkan perkembangan adalah perubahan dan
peningkatan kemampuan secara bertahap, seperti kemampuan motorik, sensori,
bahasa, dan sosial (Handayani, et al., 2017).
Keterlambatan perkembangan anak sekecil apapun apabila tidak terdeteksi
akan mengurangi kualitas sumber daya manusia di kemudian hari. Berdasarkan
penelitian, delay development dilaporkan terjadi sekitar 10%-15% pada anak dibawah
usia 5 tahun. Angka kejadian gangguan perkembangan anak di seluruh dunia masih
tergolong tinggi yaitu di Amerika Serikat bekisar 12-16%, Thailand 24%, Argentina
22%, dan Indonesia 13-18% (Hidayat, 2010). Menurut Marischa (2016) prevalensi
Gangguan perkembangan anak di Indonesia cenderung meningkat dalam 6 tahun
terakhir (Zaidah, 2020).
Delay development adalah kondisi ketika terjadi keterlambatan proses tumbuh
kembang anak pada satu area atau lebih dibandingkan dengan anak seusianya. Area
tumbuh kembang ini meliputi kemampuan motorik kasar, motorik halus, bahasa,
kognitif, perkembangan sosial dan emosional anak (Reddihough, 2009 dikutip oleh
Amanati, S., dkk, 2018). Seorang anak dengan delay development akan tertunda
dalam mencapai perkembangan kemampuannya.
Salah satu aspek perkembangan anak yang perlu diperhatikan yaitu
kemampuan motorik. Kemampuan motorik anak dapat membantu anak untuk
eksplorasi lingkungan sekitar melalui gerakan fisik, berkaitan juga pada hubungan
interpersonal dengan orang lain misalnya dalam permainan, juga mengembangkan
aspek sosioemosional melalui perasaan bahagia saat melakukan aktifitas permainan
dengan orang lain. Kemampuan motorik meliputi kemampuan duduk, berdiri dan
berjalan.
Sekian banyaknya metode untuk rehabilitasi anak berkebutuhan khusus,
hubungan terpenting adalah antara Hallawick dan konsep Bobath. Bobath atau Neuro
Developmental Treatment (NDT) adalah tehnik yang dikembangkan oleh Karel
Bobath dan istrinya Betha Bobath pada tahun 1966. Hallawick secara tidak langsung
disebut sebagai Bobat dalam Air (Gajić, et al., 2020). Konsep Hallawick fokus pada
prinsip biofisikal dari pergerakan tubuh di dalam air, khususnya kemampuan
merasakan dan kestabilan dasar.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh pemberian Neuro Developmental Treatment (NDT) dan


Hallawick terhadap kemampuan berdiri pada anak Developmental Delay di YPAC
Surakarta?

C. Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian Neuro
Developmental Treatment (NDT) dan Hallawick terhadap kemampuan berdiri pada
anak Developmental Delay di YPAC Surakarta

D. Manfaat
1. Manfaat Teori
Makalah ini diharapkan memberikan manfaat dan pengetahuan untuk
masyarakat umum, mahasiswa dan penelitian berikutnya terkait penanganan pada
anak Delay Developmental.
2. Manfaat Praktisi
Makalah ini diharapkan memberikan manfaat dan pengetahuan untuk praktisi
Fisioterapis dalam penanganan anak Delay Developmental.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Delay Development
1. Definisi
Delay developmental adalah kondisi ketika terjadi keterlambatan proses
tumbuh kembang anak pada satu area atau lebih dibandingkan dengan anak
seusianya. Area tumbuh kembang ini meliputi kemampuan motorik kasar, motorik
halus, bahasa, kognitif, perkembangan sosial dan emosional anak (Reddihough,
2009 dikutip oleh Amanati, S., dkk, 2018).
Pada gangguan pertumbuhan, perkembangan tidak mengikuti pola normal.
mengacu pada fase perkembangan normal pada anak yang diikuti oleh kegagalan
untuk mengembangkan keterampilan baru atau bahkan hilangnya keterampilan
yang diperoleh sebelumnya. Regresi adalah tanda bahaya yang nyata dan
memerlukan rujukan mendesak ke spesialis untuk penilaian dan manajemen lebih
lanjut. Tidak semua anak dengan keterlambatan perkembangan akan mengalami
disabilitas perkembangan, yang mengacu pada keparahan, seumur hidup di bidang
perkembangan yang memengaruhi pembelajaran, kemandirian, dan keterampilan
adaptif. Keterlambatan perkembangan bisa bersifat sementara, atau persisten
(Khan, 2022).

2. Etiologi

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), kurang lebih
15% anak-anak usia 3-17 tahun memiliki satu atau lebih cacat perkembangan.
Sebagian besar kelainan perkembangan terjadi sebelum anak lahir, tapi beberapa
dapat terjadi setelah lahir karena infeksi, cedera, atau faktor lainnya (Zuckerman
et al., 2017).

Penyebab Delay Development sulit untuk ditentukan dan berbagai hal


dapat berpengaruh pada kondisi anak. Penyebab Delay development dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya :
a. Faktor Herediter merupakan faktor yang dapat di turunkan sebagai dasar
dalam mencapai tumbuh kembang anak di samping faktor lain. Yang termasuk
faktor herediter antara lain :
1) Jenis kelamin

2) Ras

3) Suku bangsa

b. Faktor Lingkungan

Merupakan faktor yang memegang peran penting dalam menentukan


tercapai dan tidaknya potensi yang sudah di miliki. Faktor lingkungan
meliputi:

1) Lingkungan Pranatal yang meliputi kurang nya gizi pada saat ibu
hamil,posisi janin pada uterus, zat kimia pengaruh obat-obatan,hormonal
(sematrotopin, plasenta, tiroid, insulin), infeksi dan stress.
2) Lingkungan Postnatal yang meliputi : budaya lingkungan , status sosial
ekonomi , ntrisi ,iklim atau cuaca , olah raga atau latihan fisik , posisi
anak dalam keluarga dan status kesehatan.

3. Patofisiologi
Sebagian besar keterlambatan perkembangan adalah idiopatik. Meskipun
patofisiologi yang mendasari pasti tidak diketahui, beberapa mekanisme telah
disebabkan oleh studi epidemiologi yang menyebabkan semacam keterlambatan
perkembangan dan / atau cacat. Karena beberapa bentuk keterlambatan
perkembangan dapat terjadi dalam keluarga, gen telah diasumsikan memainkan
peran penting dalam keterlambatan perkembangan.
Delay Development memiliki kemungkinan penyebab yang beraneka
ragam. Keterlambatan perkembangan dapat terjadi pada otak anak saat otak
terbentuk pada masa gestasi. Penyebab yang mungkin antara lain: lahir premature,
kelainan genetik dan herediter, infeksi, tetapi seringkali penyebab Delay
development tidak dapat ditentukan. Secara umum, perjalanan penyakit Delay
Deveopment tidak memburuk seiring dengan waktu pertumbuhan anak.
(Gunarsa,1997). Sebagian besar pemeriksaan pada anak dengan delay
development difokuskan pada keterlambatan perkembangan kemampuan kognitif,
motorik, atau bahasa (Soetjiningsih, 1998).
Banyak gen dan mekanisme untuk transmisi genetik telah diusulkan.
Sementara beberapa penyebab keterlambatan perkembangan seperti Fragile X atau
Down Syndrome telah diketahui etiologi genetiknya, untuk sebagian besar lainnya,
tidak jelas. Bahkan untuk gangguan yang ditandai dengan baik seperti gangguan
spektrum autisme, ada lebih dari 100 alel risiko. Komplikasi perinatal, deprivasi
mendalam, dan kemiskinan, di antara stresor lingkungan lainnya, dapat berperan
dalam menyebabkan keterlambatan perkembangan, tetapi hubungan sebab akibat
khusus tetap sulit dipahami.
Sumbu hipotalamus-hipofisis (HPA) bertanggung jawab atas regulasi
normal respons stres pada progeni. Stresor psikososial selama kehamilan, aktivasi
kekebalan ibu (MIA), dan modifikasi HPA dapat secara signifikan mempengaruhi
perkembangan otak janin, tetapi tidak ada hubungan sebab dan akibat khusus
untuk sebagian besar gangguan. Boyce dan rekan-rekannya menawarkan konsep
kerentanan diferensial. Hal ini menunjukkan bahwa risiko anomali perkembangan
meningkat oleh berbagai faktor yang menciptakan kerentanan biologis terhadap
stresor lingkungan tetapi hanya diekspresikan ketika tekanan lingkungan terjadi.
Lebih jauh, bahkan anak-anak yang rentan pun dapat melakukannya dengan baik
jika keadaan lingkungan sangat mendukung dan menumbuhkan ketahanan.

B. Neuro Developmental Treatment (NDT)

NDT adalah tehnik yang dikembangkan oleh Karel Bobath dan istrinya Betha
Bobath pada tahun 1966. Menurut Soekarno (2000) dikemukakan prinsip prinsip NDT
yaitu (1) Stimulasi yaitu upaya peningkatan tonus dan pengaturan fungsi otot-otot dengan
batas-batas tertentu sehingga memudahkan pasien melakukan aktifitasnya (2) fasilitasi
sikap normal untuk memelihara tonus normal yang lebih normal. Adapun tehnik yang
digunakan adalah (1) inhibisi dari postural abnormal dan tonus otot yang dinamis dengan
menggunakan posisi tertentu, (2) stimulasi terhadap otot-otot yang mengalami hipotonik
untuk meningkatkan tonus postural dan tonus dinamis, (3) fasilitasi pola gerak
menggunakan tehnik tertentu (Rood, 2000).

C. Hallawick
Teknologi intervensi fisioterapi yang dapat digunakan untuk menangani anak dengan
kondisi Delay Development adalah metode Halliwick yang dapat meningkatkan fungsi
motorik pada anak berkebutuhan khusus. Konsep Hallawick mengajarkan seseorang untuk
melakukan aktivitas dalam air. Ada 10 program hidroterapi dengan metode Halliwick urutan
motor ada 3 fase menyusun 10 poin yaitu:
1) Langkah 1 adaptasi mental ( 1-2 untuk adaptasi dan rotasi didalam tubuh)
Penyesuaian mental meliputi menahan nafas di air dan mengontrol hembusan nafas
agar tidak menghirup atau menelan air, memfasilitasi Gerakan kepala kedepan dan kontrol
kepala. Support diberikan di shoulder girdle, tidak boleh di kepala support dilepaskan secara
bertahap, tahap akhir dari adaptasi mental meliputi berdiri dan berjalan dan berputar.
2) Langkah 2 balance control poin (2-8 ambulasi gerakan)
Balance contol adalah kemampuan untuk memelihara atau mengganti posisi didalam
air dengan mandiri. Meliputi balance diposisi diam dan turbulent gliding untuk menantang
balance control, sagittal rotation terjadi di posisi tegak dengan menekuk ke kanan atau kiri.
Transverse rotation yaitu bergerak dari posisi berdiri ke terlentang ke berdiri. Longitudinal
ratation menghasilkan Gerakan berguling dari posisi terlentang ke tengkurap ke terlentang
360 derajat. Balance dalam posisi diam yaitu klien mengasumsikan sebuah posisi dan
memelihara balance ketika instruktur memperkenalkan tubulence di dalam air.
3) Gerakan langkah 9-10 (kemandirian)
Fase gerakan meliputi gerakan sederhana untuk menciptakan gerakan berenang yang
efektif, gerakan dimulai dengan menggayun dan berganti ke kegiatan dua sisi dengan kedua
lengan simetris dengan kedua lengan simetris dalam posisi terlentang.
BAB III

STATUS KLINIS
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil intervensi yang diberikan sebanyak 4x yaitu pemberian


NDT dan Hallawick terdapat peningkatan kemampuan berdiri pada pasien yang
diukur dengan menggunakan tes DDST dan GMFM. Hal ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya yang mengatakan NDT (Lee, 2017) dan Hallawick adalah konsep latihan
yang efektif bagi anak dengan delay development.

NDT dapat menignkatkan tonus otot dengan fasilitasi dan stimulasi, sehingga
sangat membantu dalam peningkatan kemampuan motorik anak yang mengalami
kelemahan. Selain itu, penambahan Hallawick dalam intervensi sangat berpengaruh
karena menggunakan media air. Sebagaimana konsep hidrostatis atau gaya tekan air
dari segala arah yang menyebabkan tubuh terasa lebih ringan saat di dalam air.
Sehingga anak dengan gangguan motorik dan adanya kelemahan otot, akan lebih
mudah untuk melakukan latihan di dalam air dengan tehnik Hallawick.
BAB V

PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Amanati S., Abidin Z., and Purnomo D. 2018. Pengaruh Terapi Latihan Pada Development
Delay [Journal], Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi.

Choo YY, Agarwal P, How CH, Yeleswarapu SP. Developmental delay: identification and
management at primary care level. Singapore Med J. 2019 Mar;60(3):119-123. doi:
10.11622/smedj.2019025. PMID: 30997518; PMCID: PMC6441684.

Gajić, D., Jokić, S., & Mraković, B. (2020). Efficiency of the Halliwick concept in the
rehabilitation of children with cerebral palsy. Scripta Medica, 51(3), 174-180.

Hou X, Fen Y, Ma Z, Wu Y, Tian X. The effect of adapted aquatic activity for children with
cerebral palsy in school age. Paper Presented at: The International sports science
conference in commemoration of Seoul Olympics. 6 October 2015;Seoul, South
Korea.

Khan I, Leventhal BL. Developmental Delay. [Updated 2022 Jul 19]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK562231/

Lee, K. H., Park, J. W., Lee, H. J., Nam, K. Y., Park, T. J., Kim, H. J., & Kwon, B. S. (2017).
Efficacy of intensive neurodevelopmental treatment for children with developmental
delay, with or without cerebral palsy. Annals of rehabilitation medicine, 41(1), 90-
96.

Zaidah, L. (2020). Analisis Faktor yang Memengaruhi Delayed Development pada Anak Usia
12-24 Bulan di Rumah Sakit Yogyakarta. Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi, 4(1),
54-63.

Anda mungkin juga menyukai