Anda di halaman 1dari 23

TUGAS BACA

Global Delayed Development

ARYA WISNU PRAYOGA

Pembimbing:
Dr. dr. I Gusti Ngurah Made Suwarba, Sp.A(K)
Dr. dr. Dewi Sutriani Mahalini, Sp.A

Divisi Neurologi
Program Pendidikan Dokter Spesialis – 1
Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar/RSUP Sanglah
2019
BAB I PENDAHULUAN

Bayi lahir dalam tahap perkembangannya akan mempelajari beberapa kemampuan penting

(misalnya berbicara, bergaul dengan lingkungannya, serta berjalan) menurut tahap berkelanjutan

yang dapat diperkirakan dengan peranan motivasi, pengajaran dan dukungan selama

pertumbuhannya. Kemampuan- kemampuan tersebut dikenal sebagai tahapan perkembangan.

Proses perkembangan mencerminkan maturasi organ tubuh terutama sistem saraf pusat.

Perkembangan anak dinilai melalui beberapa sektor perkembangan yaitu motorik kasar, motorik

halus, kognitif, personal sosial dan bahasa, serta aktivitas sehari- hari.

Perkembangan yang terlambat (developmental delay) adalah ketertinggalan secara

signifikan pada fisik, kemampuan kognitif, perilaku, emosi, atau perkembangan sosial seorang

anak bila dibandingkan dengan anak normal seusianya. Seorang anak dengan developmental delay

akan tertunda dalam mencapai satu atau lebih perkembangan kemampuannya. Seorang anak

dengan Global Developmental Delay (GDD) atau Keterlambatan Perkembangan Global (KPG)

adalah anak yang tertunda dalam mencapai sebagian besar hingga semua tahapan perkembangan

pada usianya. Keterlambatan perkembangan global merupakan keadaan yang terjadi pada masa

perkembangan dalam kehidupan anak. Ciri khas KPG biasanya adalah fungsi intelektual yang

lebih rendah daripada anak seusianya disertai hambatan dalam berkomunikasi yang cukup berarti,

keterbatasan kepedulian terhadap diri sendiri, keterbatasan kemampuan dalam pekerjaan,

akademik, kesehatan dan keamanan dirinya.

Dalam tulisan ini akan dibahas lebih lanjut mengenai keterlambatan perkembangan pada

anak-anak yang akan disebut dengan terminologi baik GDD ataupun KPG yang akan

mempermudah identifikasi dini apabila dalam sehari-hari ditemukan adanya tanda-tanda seorang
anak mengalami keterlambatan perkembangan. Diharapkan juga tulisan ini akan memberikan

pengetahuan dan memberikan peran khusus untuk membantu perkembangan ilmu kedokteran

anak.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Global developmental delay (GDD) atau Keterlambatan Perkembangan Global (KPG)

adalah keterlambatan yang signifikan pada dua atau lebih domain perkembangan anak,

diantaranya: motorik kasar, halus, bahasa, bicara, kognitif, personal atau sosial aktivitas hidup

sehari-hari. Istilah KPG dipakai pada anak berumur kurang dari 5 tahun, sedangkan pada anak

berumur lebih dari 5 tahun saat tes IQ sudah dapat dilakukan dengan hasil yang akurat maka istilah
1,2
yang dipergunakan adalah retardasi mental. Anak dengan KPG tidak selalu menderita retardasi

mental sebab berbagai kondisi dapat menyebabkan seorang anak mengalami KPG seperti penyakit

2,3
neuromuskular, palsi serebral, deprivasi psikososial meskipun aspek kognitif berfungsi baik.

2.2 Epidemiologi

Prevalensi KPG sekitar 5-10% pada anak di seluruh dunia, sedangkan di Amerika Serikat

3
angka kejadian KPG diperkirakan 1%-3% dari anak-anak berumur<5 tahun. Penelitian oleh
4
Suwarba dkk. di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta mendapatkan prevalensi KPG adalah 2,3 %.

Etiologi KPG sangat bervariasi, sekitar 80% akibat sindrom genetik atau abnormalitas kromosom,

asfiksia perinatal, disgenesis serebral dan deprivasi psikososial sedangkan 20% nya belum

diketahui. Sekitar 42% dari etiologi keterlambatan perkembangan global dapat dicegah seperti

3
paparan toksin, deprivasi psikososial dan infeksi intra uterin, serta asfiksia perinatal.

5
Menurut penelitian Deborah M dkk. prevalensi KPG di Poliklinik Anak RSUP Sanglah

adalah 1,8% dan sering ditemukan pada anak berumur lebih dari 12 bulan (67%). Rasio laki-laki

dan perempuan hampir sama 1:1,12. Keluhan terbanyak adalah belum bisa berbicara pada 16
(24%), belum bisa berbicara dan berjalan pada 14 (21%), serta belum bisa berjalan pada 12 (18%)

pasien. Didapatkan 20% BBLR dan BBLSR, ibu berpendidikan menengah ditemukan pada 68%

kasus. Karakteristik klinis didapatkan 30% gizi kurang, 29%, mikrosefali, 20% dicurigai suatu

sindrom. Evaluasi perkembangan menunjukkan 40 (60%) terlambat pada seluruh sektor

perkembangan. Etiologi ditemukan pada 61% dengan penyebab terbanyak adalah kelainan

majemuk, hipotiroid, serebral disgenesis, palsi serebral.

2.3 Tahap Perkembangan Normal pada Anak


2.3.1 Ciri-ciri dan Prinsip-prinsip Tumbuh Kembang Anak

Anak memiliki suatu ciri khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang sejak konsepsi sampai

berakhirnya masa remaja. Hal ini yang membedakan anak dengan dewasa. Anak menunjukkan

ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan yang sesuai dengan usianya. Pertumbuhan adalah

bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik

dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan

6
berat. Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam
6
kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian.

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan peristiwa yang terjadi secara simultan.

Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan

saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya perkembangan sistem neuromuskular,

kemampuan bicara, emosi, dan sosialisasi. Kesemua fungsi tersebut berperan penting dalam

kehidupan manusia yang utuh.

Seiring dengan berjalannya waktu, anak akan terus mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan. Proses tumbuh kembang anak memiliki ciri-ciri yang satu sama lainnya saling

berkaitan. Ciri-ciri tersebut antara lain perkembangan menimbulkan perubahan, pertumbuhan dan

perkembangan pada tahap awal menentukan perkembangan selanjutnya, pertumbuhan dan

perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda, perkembangan berkorelasi dengan

pertumbuhan, perkembangan mempunyai pola yang tetap, serta perkembangan memiliki tahap

6,7
yang berurutan.

Selain memiliki ciri-ciri yang khusus, proses tumbuh kembang anak juga memiliki prinsip-

prinsip yang saling berkaitan. Prinsip-prinsip dapat digunakan sebagai kaidah atau pegangan

dalam memantau pertumbuhan dan perkembangan anak. Terdapat dua prinsip proses tumbuh

kembang, yaitu perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar, serta pola

6,7
perkembangan dapat diramalkan.

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang Anak

Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan normal yang

merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor- faktor tersebut antara

lain faktor Internal, diantaranya ras/etnik atau bangsa, keluarga, umur, jenis kelamin, genetik, dan

kelainan kromosom; faktor eksternal, diantaranya faktor prenatal (gizi, mekanis, toksin/zat kimia,

endokrin, radiasi, infeksi, kelainan imunologi, anoksia embrio, dan psikologi ibu), faktor

persalinan, faktor pasca persalinan (gizi, penyakit kronis/kelainan kongenital, lingkungan fisis dan

kimia, psikologis, endokrin, sosio-ekonomi, lingkungan pengasuhan, stimulasi, dan obat-

6,8
obatan).
2.3.3 Aspek-aspek Perkembangan yang Dipantau

6
Aspek-aspek perkembangan yang dipantau meliputi :

1. Motorik kasar, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak 
 melakukan

pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar seperti 
 duduk, berdiri, dan

sebagainya. 


2. Motorik halus, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk 
 melakukan

gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil,

tetapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis,

dan sebagainya. 


3. Kemampuan bicara dan bahasa, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan untuk

memberikan respon terhadap suara, berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah, dan

sebagainya. 


4. Sosialisasi dan kemandirian, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri anak

(makan sendiri, membereskan mainan selesai bermain), berpisah dengan ibu/pengasuh

anak, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya, dan sebagainya. 


2.4 Etiologi
KPG dapat merupakan manifestasi yang muncul dari berbagai kelainan neurodevelopmental

(mulai dari disabilitas belajar hingga kelainan neuromuskular. Tabel berikut memberikan

pendekatan beberapa etiologi KPG :


8
Tabel 1. Penyebab KPG menurut Forsyth dan Newton, 2007 (dikutip dari Walters AV, 2010)
2.5 Deteksi Dini

Perkembangan setiap anak memiliki keunikan tersendiri dan kecepatan pencapaian

perkembangan tiap anak berbeda. Kisaran waktu pencapaian tiap tahap perkembangan umumnya

cukup besar, misalnya seorang anak dikatakan normal jika ia dapat berjalan mulai usia 10 hingga

18 bulan, sehingga seringkali terjadi perbedaan perkembangan di antara anak yang seusia. Untuk

9
itu, orang tua perlu mengenal tanda bahaya (red flag) perkembangan anak. Untuk mengetahui

apakah seorang anak mengalami keterlambatan perkembangan umum, perlu data / laporan atau

keluhan orang tua dan pemeriksaan deteksi dini atau skrining perkembangan pada anak.

Deteksi dini merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara komprehensif untuk

menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan mengetahui serta mengenal faktor resiko pada

anak usia dini. Melalui deteksi dini dapat diketahui penyimpangan tumbuh kembang anak secara

dini, sehingga upaya pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan

dengan indikasi yang jelas pada masa proses tumbuh kembang. Penilaian pertumbuhan dan

perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu penilaian pertumbuhan fisik dan penilaian

6,9
perkembangan.

Secara umum, keterlambatan perkembangan umum pada anak dapat dilihat dari beberapa tanda

9,10
bahaya (red flags) perkembangan anak sederhana seperti yang tercantum di bawah :

Tanda bahaya perkembangan motor kasar

1. Gerakan yang asimetris atau tidak seimbang misalnya antara anggota tubuh bagian kiri dan

kanan.


2. Menetapnya refleks primitif (refleks yang muncul saat bayi) hingga lebih dari usia 6 bulan
3. Hiper / hipotonia atau gangguan tonus otot


4. Hiper / hiporefleksia atau gangguan refleks tubuh 5. Adanya gerakan yang tidak terkontrol


Tanda bahaya gangguan motor halus

1. Bayi masih menggenggam setelah usia 4 bulan 


2. Adanya dominasi satu tangan (handedness) sebelum usia 1 tahun 


3. Eksplorasi oral (seperti memasukkan mainan ke dalam mulut) masih sangat 
 dominan setelah

usia 14 bulan 


4. Perhatian penglihatan yang inkonsisten 


Tanda bahaya bicara dan bahasa (ekspresif)


1. Kurangnya kemampuan menunjuk untuk memperlihatkan ketertarikan terhadap suatu benda


pada usia 20 bulan

2. Ketidakmampuan membuat frase yang bermakna setelah 24 bulan 3. Orang tua masih tidak
mengerti perkataan anak pada usia 30 bulan

Tanda bahaya bicara dan bahasa (reseptif)

1. Perhatian atau respons yang tidak konsisten terhadap suara atau bunyi, 
 misalnya saat

dipanggil tidak selalu member respons 


2. Kurangnya join attention atau kemampuan berbagi perhatian atau ketertarikan 
 dengan orang
lain pada usia 20 bulan 


3. Sering mengulang ucapan orang lain (membeo) setelah usia 30 bulan 


Tanda bahaya gangguan sosio-emosional

1. 6 bulan: jarang senyum atau ekspresi kesenangan lain 


2. 9 bulan: kurang bersuara dan menunjukkan ekspresi wajah 


3. 12 bulan: tidak merespon panggilan namanya 


4. 15 bulan: belum ada kata 


5. 18 bulan: tidak bisa bermain pura-pura 


6. 24 bulan: belum ada gabungan 2 kata yang berarti 


7. Segala usia: tidak adanya babbling, bicara dan kemampuan bersosialisasi / 
 interaksi 


Tanda bahaya gangguan kognitif

1. 2 bulan: kurangnya fixation 


2. 4 bulan: kurangnya kemampuan mata mengikuti gerak benda 


3. 6 bulan: belum berespons atau mencari sumber suara 



4. 9 bulan: belum babbling seperti ‘mama’, ‘baba’ 


5. 24 bulan: belum ada kata berarti 


6. 36 bulan: belum dapat merangkai 3 kata 
 Berbagai metode skrining yang lebih mutakhir dan

global untuk deteksi dini.

Gangguan bicara juga dikembangkan dengan menggunakan alat bantu atau panduan skala

khusus, misalnya: menggunakan DDST (Denver Developmental Screening Test – II), Child

Development Inventory untuk menilai kemampuan motorik kasar dan motorik halus, Ages and

Stages Questionnaire, Parent’s Evaluations of Developmental Status.Serta dapat menggunakan

alat-alat skrining yang lebih Spesifik dan khusus yaitu ELMS (Early Language Milestone Scale)

dan CLAMS (Clinical Linguistic and Milestone Scale) yang dipakai untuk menilai kemampuan

10,11
bahasa ekspresif, reseptif, dan visual untuk anak di bawah 3 tahun.

2.6 Gejala Klinis

Mengetahui adanya KPG memerlukan usaha karena memerlukan perhatian dalam

beberapa hal. Padahal beberapa pasien seringkali merasa tidak nyaman bila di perhatikan.

Akhirnya membuat orang tua sekaligus dokter untuk agar lebih jeli dalam melihat gejala dan hal

yang dilakukan oleh pasien tersebut. Skrining prosedur yang dilakukan dokter, dapat membantu

menggali gejala dan akan berbeda jika skrining dilakukan dalam sekali kunjungan dengan skrining

dengan beberapa kali kunjungan karena data mengenai panjang badan, lingkar kepala, lingkar

lengan atas dan berat badan. Mengacu pada pengertian KPG yang berpatokan pada kegagalan

perkembangan dua atau lebih domain motorik kasar, motorik halus, bicara, bahasa, kognitif, sosial,

personal dan kebiasaan sehari-hari dimana belum diketahui penyebab dari kegagalan
perkembangan ini. Terdapat hal spesifik yang dapat mengarahkan kepada diagnosa klinik KPG

10,11
terkait ketidakmampuan anak dalam perkembangan milestones yang seharusnya, yaitu :

1. Anak tidak dapat duduk di lantai tanpa bantuan pada umur 8 bulan 


2. Anak tidak dapat merangkak pada 12 bulan 


3. Anak memiliki kemampuan bersosial yang buruk 


4. Anak tidak dapat berguling pada umur 6 bulan 


5. Anak memiliki masalah komunikasi 


6. Anak memiliki masalah pada perkembangan motorik kasar dan halus 


2.7 Diagnosis

2.7.1 Anamnesis

Dokter memulai anamnesis dengan mendengarkan penjelasan orangtua secara seksama tentang

perkembangan anaknya. Orang tua dapat mencatat setiap keterlambatan perkembangan, perubahan

tubuh dan kurang responsifnya anak tersebut, sehingga perlu perhatian khusus. Tiap orangtua

tentunya memiliki daerah perhatian yang berbeda. Penggalian anamnesis secara sistematis

meliputi, resiko biologi akibat dari gangguan prenatal atau perinatal, perubahan lingkungan akibat

salah asuh, dan akibat dari penyakit primer yang sudah secara jelas terdiagnosis saat infant.
10
Tabel 2. Anamnesis Keterlambatan Perkembangan Global menurut First Lewis dan Judith, 1994

Contoh, dari pandangan biologi, infant dengan berat badan lahir rendah seringkali beresiko

terhadap angka kejadian perdarahan intraventrikel, sepsis atau meningitis, gangguan metabolik,

dan defisit nutrisi yang dapat secara langsung memengaruhi perkembangan otak. Anak dengan

resiko lingkungan termasuk didalamnya ibu yang masih muda dan tidak berpengalaman serta ibu

yang tidak sehat secara individu atau kekurangan finansial. Anak yang hidup dalam keluarga

bermasalah akibat obat-obatan terlarang, minuman keras dan kekerasan sering menyebabkan hasil

buruk. Anak dengan faktor resiko kondisi medis seperti myelomeningocele, sensorineural

deafness, atau trisomy 21 diketahui memiliki hubungan dengan keterlambatan perkembangan

anak. Perhatian saat ini sering pula akibat dari infeksi virus HIV. Kurangnya motorik milestones,

peubahan perilaku, atau kognitif buruk serta perubahan fungsi serebelum dalam tahun pertama
10,11
sering dihubungkan dengan HIV.
2.7.2 Pemeriksaan Fisik

Faktor risiko untuk keterlambatan dapat dideteksi dari pemeriksaan fisik. Pengukuran

lingkar kepala (yang mengindikasikan mikrosefali atau makrosefali) adalah bagian penting dalam

pemeriksaan fisik. Perubahan bentuk tubuh sering dihubungkan dengan kelainan kromosom, atau

10
faktor penyakit genetik lain sulit dilihat dalam pemeriksaan yang cepat. Sebagai tambahan,

pemeriksaan secara terstruktur dari mata, yaitu fungsi penglihatan dapat dilakukan saat infant,

dengan menggunakan pemeriksaan sederhana seperti meminta mengikuti arah cahaya lampu. Saat

anak sudah memasuki usia pre-school, pemeriksaan yang lebih mendalam diperlukan seperti visus,

selain itu pemeriksaan saat mata istirahat ditemukan adanya strabismus. Pada pendengaran, dapat

pula dilakukan test dengan menggunakan brain-stem evoked potentials pada infant. Saat umur

memasuki 6 bulan, kemampuan pendengaran dapat dites dengan menggunakan peralatan

audiometri. Pada usia 3-4 tahun, pendengaran dapat diperiksa menggunakan audiometer portable.

Pemeriksaan telinga untuk mencari tanda dari infeksi otitis media menjadi hal yang penting untuk

dilakukan karena bila terjadi secara kontinyu akan menyebabkan gangguan pendengaran ringan.

Pemeriksaan kulit secara menyeluruh dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit ektodermal

seperti tuberous sklerosis atau neurofibromatosis yang dihubungkan dengan delay. Pemeriksaan

fisik juga harus meliputi pemeriksaan neurologi yang berhubungan dengan perkembangan seperti

adanya primitive reflek, yaitu moro reflex, hipertonia atau hipotonia, atau adanya gangguan

10,11
tonus.

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang

Secara umum, pemeriksaan laboratorium untuk anak dengan kemungkinan gangguan

perkembangan tidak dibedakan dengan tes skrining yang dilakukan pada anak yang sehat. Hal ini
penting dan dilakukan dengan periodik. Adapun beberapa pemeriksaan penunjangnya antara

11,12
lain :

a. Skrining metabolik
 Skrining metabolik meliputi pemeriksaan: serum asam amino,

serum glukosa, bikarbonat, laktat, piruvat, amonia, dan creatinin kinase. Skrining

metabolik rutin untuk bayi baru lahir dengan gangguan metabolisme tidak dianjurkan

sebagai evaluasi inisial pada KPG. Pemeriksaan metabolik dilakukan hanya bila

didapatkan riwayat dari anamnesis atau temuan pemeriksaan fisik yang mengarah pada

suatu etiologi yang spesifik. Sebagai contohnya, bila anak- anak dicurigai memiliki

masalah dengan gangguan motorik atau disabilitas kognitif, pemeriksaan asam amino

dan asam organik dapat dilakukan. Anak dengan gangguan tonus otot harus diskrining

dengan menggunakan kreatinin phospokinase atau aldolase untuk melihat adanya

kemungkin penyakit muscular dystrophy.

b. Tes sitogenetik
 Tes sitogenetik rutin dilakukan pada anak dengan KPG meskipun

tidak ditemukan dismorfik atau pada anak dengan gejala klinis yang menunjukkan

suatu sindrom yang spesifik. Uji mutasi Fragile X, dilakukan bila adanya riwayat

keluarga dengan KPG. Meskipun skrining untuk Fragile X lebih sering dilakukan anak

laki-laki karena insiden yang lebih tinggi dan severitas yang lebih buruk, skrining pada

wanita juga mungkin saja dilakukan bila terdapat indikasi yang jelas. Diagnosis Rett

syndrome perlu dipertimbangkan pada wanita dengan retardasi mental sedang hingga

berat yang tidak dapat dijelaskan. 


c. Skrining tiroid
 Pemeriksaan tiroid pada kondisi bayi baru lahir dengan hipotiroid
kongenital perlu dilakukan. Namun, skrining tiroid pada anak dengan KPG hanya

dilakukan bila terdapat klinis yang jelas mengarahkan pada disfungsi tiroid. 


d. EEG
 Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada anak dengan KPG yang memiliki

riwayat epilepsia tau sindrom epileptik yang spesifik (Landau-Kleffner). Belum

terdapat data yang cukup mengenai pemeriksaan ini sehingga belum dapat digunakan

sebagai rekomendasi pemeriksaan pada anak dengan KPG tanpa riwayat epilepsi. 


e. Pemeriksaan imaging direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin pada KPG (terlebih

bila ada temuan fisik berupa mikrosefali). Bila tersedia MRI harus lebih dipilih

dibandingkan CT scan jika sudah ditegakkan diagnosis secara klinis sebelumnya.

2.8 Penatalaksanaan

Pengobatan bagi anak-anak dengan KPG hingga saat ini masih belum ditemukan. Hal itu

disebabkan oleh karakter anak-anak yang unik, dimana anak- anak belajar dan berkembang dengan

cara mereka sendiri berdasarkan kemampuan dan kelemahan masing-masing. Sehingga

penanganan KPG dilakukan sebagai suatu intervensi awal disertai penanganan pada faktor-faktor

6,9,12
yang beresiko menyebabkannya. Intervensi yang dilakukan, antara lain :

1. Speech and Language Therapy
 Speech and Language Therapy dilakukan pada anak-

anak dengan kondisi CP, autism, kehilangan pendengaran, dan KPG. Terapi ini bertujuan

untuk meningkatkan kemampuan berbicara, berbahasa dan oral motoric abilities. Metode

yang dilakukan bervariasi tergantung dengan kondisi dari anak tersebut. Salah satunya,

metode menggunakan jari, siulan, sedotan atau barang yang dapat membantu anak-anak
untuk belajar mengendalikan otot pada mulut, lidah dan tenggorokan. Metode tersebut

digunakan pada anak-anak dengan gangguan pengucapan. Dalam terapi ini, terapis

menggunakan alat-alat yang membuat anak-anak tertarik untuk terus belajar dan mengikuti

terapi tersebut.

2. Occupational Therapy 
 Terapi ini bertujuan untuk membantu anak-anak untuk menjadi

lebih mandiri dalam menghadapi permasalahan tugasnya. Pada anak-anak, tugas mereka

antara bermain, belajar dan melakukan kegiatan sehari-hari seperti mandi, memakai

pakaian, makan, dan lain-lain. Sehingga anak-anak yang mengalami kemunduran pada

kemampuan kognitif, terapi ini dapat membantu mereka meningkatkan kemampuannya

untuk menghadapi permasalahannya. 


3. Physical Therapy
 Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar

dan halus, keseimbangan dan koordinasinya, kekuatan dan daya tahannya. Kemampuan

motorik kasar yakni kemampuan untuk menggunakan otot yang besar seperti berguling,

merangkak, berjalan, berlari, atau melompat. Kemampuan motorik halus yakni

menggunakan otot yang lebih kecil seperti kemampuan mengambil barang. Dalam

terapi, terapis akan memantau perkembangan dari anak dilihat dari fungsi, kekuatan,

daya tahan otot dan sendi, dan kemampuan motorik oralnya. Pada pelaksanaannya, terapi

ini dilakukan oleh terapi dan orang-orang yang berada dekat dengan anak tersebut.

Sehingga terapi ini dapat mencapai tujuan yang diinginkan. 


4. Behavioral Therapies
 Anak-anak dengan delay development akan mengalami stress pada
dirinya dan memiliki efek kepada keluarganya. Anak-anak akan bersikap agresif atau

buruk seperti melempar barang-barang, menggigit, menarik rambut, dan lain- lain.

Behavioral therapy merupakan psikoterapi yang berfokus untuk mengurangi masalah

sikap dan meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi. Terapi ini dapat

dikombinasikan dengan terapi yang lain dalam pelaksanaanya. Namun, terapi ini

bertolak belakang dengan terapi kognitif. Hal itu terlihat pada terapi kognitif yang lebih

fokus terhadap pikiran dan emosional yang mempengaruhi sikap tertentu, sedangkan

behavioural therapy dilakukan dengan mengubah dan mengurangi sikap-sikap yang

tidak diinginkan. Beberapa terapis mengkombinasikan kedua terapi tersebut, yang

disebut cognitive-behavioural therapy.

2.10 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada anak-anak dengan KPG, yakni kemunduran perkembangan

pada anak-anak yang makin memberat. Jika tidak tertangani dengan baik, dapat mempengaruhi

kemampuan yang lain, khususnya aspek psikologi dari anak itu sendiri. Salah satunya, anak akan

mengalami depresi akibat ketidakmampuan dirinya dalam menghadapi permasalahannya.

Sehingga anak itu dapat bersikap negatif atau agresif.

2.11 Prognosis

Prognosis KPG pada anak-anak dipengaruhi oleh pemberian terapi dan penegakkan diagnosis lebih

dini (early identification and treatment). Dengan pemberian terapi yang tepat, sebagian besar

anak-anak memberikan respon yang baik terhadap perkembangannya. Walau beberapa anak tetap

menjalani terapi hingga dewasa. Hal tersebut karena kemampuan anak itu sendiri dalam

menanggapi terapinya. Beberapa anak yang mengalami kondisi yang progresif (faktor-faktor yang
dapat merusak sistem saraf seiring berjalannya waktu), akan menunjukkan perkembangan yang

tidak berubah dari sebelumnya atau mengalami kemunduran. Sehingga terapi yang dilakukan

6,9
yakni meningkatkan kemampuan dari anak tersebut untuk menjalani kesehariannya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Shevell MI. The evaluation of the child with a global developmental delay. Seminar

Pediatric Neurology. 1998;5:21–26. 


2. Fenichel GM. Psychomotor retardation and regression. Dalam: Clinical 
 Pediatric

Neurology: A signs and symptoms approach. Edisi ke- 
 4.Philadelphia: WB Saunders;

2001.h.117–47. 

3. Shevell M, Ashwal S, Donley D, Flint J, Gingold M, Hirzt D, dkk. Practice 
 parameter:

Evaluation of the quality standards subcommittee of the American 
 Academy of

Neurology and the practice committee of the child neurology 
 society. Neurology

2003;60:67-80. 


4. Suwarba IGN, Widodo DP, Handryastuti RAS. Profil klinis dan etiologi 
 pasien

keterlambatan perkembangan global di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sari

Pediatri 2008;10:255-61. 


5. Melati D, Windiani IGAT, Soetjiningsih. Karakteristik Klinis Keterlambatan


Perkembangan Global Pada Pasien di Poliklinik Anak RSUP Sanglah Denpasar. Bagian

Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Bali 


6. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh 
 Kembang Anak

di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Departemen 
 Kesehatan RI. 2005. 


7. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Dalam: RanuhIGN, penyunting. 
 Tumbuh

kembang anak. Jakarta: EGC; 1995. h. 1-32. 


8. Walters AV. Development Delay: Causes and Identification. ACNR 2010; 
 10(2);32-4.

9. Mengenal Keterlambatan Perkembangan Umum pada Anak. Ikatan Dokter 
 Anak

Indonesia. Indonesia. [diunduh 19 Desember 2013]. [Available from]: URL: http


//idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan-anak/mengenal- keterlambatan-

perkembangan-umum-pada-anak.html.


10. First LR, Palrey JS. Current Concepts: The Infant or Young Child with Developmental
Delay. The New England Journal of Medicine 1994; 7478- 483.
11. Srour M, Mazer B, Shevell MI. Analysis of clinical features predicting etiologic yield in
the Assessment of global development delay. Pediatrics 2006;118:139-45.


12. Menkes JH. Textbook of Child Neurology. 4th. ed. Philadelphia: Lea & Febiger 1990;
306-311.

Anda mungkin juga menyukai