Anda di halaman 1dari 15

Evidence Based Case Report

Efektivitas Pemberian Interferon dan Asiklovir pada Anak dengan


Ensefalitis Viral

Disusun Oleh:
Widdy Winarta
1006658511
Pembimbing:
dr. Irawan Manguatmadja, Sp.A(K)

MODUL PRAKTIK KEPANITERAAN KLINIK


KESEHATAN ANAK DAN REMAJA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA
2015

LEMBAR PERNYATAAN ANTIPLAGIARISME


Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa tugas makalah
EBCR ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai peraturan yang berlaku di Universitas
Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya akan bertanggung
jawab sepenuhnya dan akan menerima sanksi dari Universitas Indonesia yang diberikan kepada
saya.
Jakarta, 22 Maret 2015

Widdy Winarta

Evidence Based Case Report


Efektivitas Pemberian Interferon dan Asiklovir pada Anak dengan Ensefalitis Viral
Winarta W1, Manguatmadja I2
1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2. Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUPN Cipto Mangunkusumo

ABSTRAK
Latar Belakang: Ensefalitis viral merupakan salah satu infeksi dengan
tingkat mortalitas dan morbiditas yang tinggi pada anak-anak. Pemberian
asiklovir terbukti menurunkan mortalitas akibat ensefalitis viral akan tetapi
angka mortalitas setelah pemberian asiklovir masih cukup tinggi.
Penambahan interferon pada terapi standar asiklovir diduga dapat
menurunkan tingkat mortalitas dan sekuele neurologis melalui efek
antiviralnya.
Tujuan: Melakukan telaah kritis sesuai evidence based medicine terhadap
manfaat penambahan interferon pada terapi standar asiklovir untuk pasien
ensefalitis viral.
Metode: Pencarian literatur dilakukan menggunakan Pubmed dan Clinical
Key. Setelah dilakukan seleksi, didapatkan 1 artikel randomized controlled
trial.
Hasil: Randomized controlled trial oleh Wintergerst U et al dinilai valid.
Akan tetapi, penelitian ini mendapatkan hasil bahwa pemberian asiklovir dan
interferon beta dibandingkan dengan asiklovir dan plasebo tidak
menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistika. Nilai p pada
penelitian ini tidak dilaporkan. Selain itu, pemberian terapi ini juga tidak
dapat diterapkan pada pasien.
Kesimpulan: Manfaat pemberian interferon pada terapi standar asiklovir
untuk pasien ensefalitis viral belum dapat disimpulkan. Diperlukan lebih
banyak penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar untuk menilai efek
terapi ini.
Kata Kunci: Interferon, Asiklovir, Anak, Ensefalitis Viral.

Evidence Based Case Report


Effectiveness of Interferon and Acyclovir Therapy in Children with Viral Encephalitis
Winarta W1, Manguatmadja I 2
1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2. Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUPN Cipto Mangunkusumo

ABSTRACT
Background: Viral encephalitis is one of infectious disease in children with
high mortality and morbidity rate. Therapy with acyclovir proved to be
effective but mortality and morbidity rate after therapy remains high. Adding
interferon to standard acyclovir therapy is likely to improve the outcome of
viral encephalitis through its antiviral effects.
Aim: To evaluate the addition of interferon to standard acyclovir therapy in
viral encephalitis by using evidence based medicine.
Method: Literature searching was conducted by using Pubmed and Clinical
Key Database. 1 randomized controlled trial was obtained after selection.
Result: Randomized controlled trial by Wintergerst U et al is valid, but the
result shown was statistically insignificant and inapplicable. P value was not
reported in this study.
Conclusion: The use of interferon as an additional therapy for viral
encephalitis in children is unconclusive. Additional research with larger
subject is needed to evaluate this therapy.
Key Words: Interferon, Acyclovir, Child, Viral Encephalitis

Ilustrasi Kasus
Pasien merupakan anak berusia 3 tahun 3 bulan yang datang dengan keluhan kejang sejak
4 jam sebelum masuk rumah sakit. Kejang dideskripsikan ibu terjadi pada seluruh tubuh pasien
secara bersamaan. Mata pasien mengarah ke atas, pasien tidak sadar dan bibirnya pucat.
Kemudian pasien dibawa ke puskesmas dan diberikan obat dari bokong sebanyak 2 kali dengan
selang waktu 5 menit. Lama pasien kejang secara keseluruhan adalah 30 menit dan setelah
kejang pasien tidak sadar.
Sebelum kejang, pasien mengalami demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Suhu tubuh mulai tinggi di siang hari dan menjadi semakin tinggi di malam hari. Pasien juga
mengalami muntah berisi makanan. Pasien lalu diberikan paracetamol dan antasida sebanyak
masing-masing 1/3 tablet dan suhu tubuh turun. 6 jam sebelum masuk rumah sakit (pagi hari),
pasien muntah 1 kali berisi makanan lalu siang harinya pasien kembali demam tinggi. Pasien
diberikan paracetamol dan antasida. 2 jam kemudian terjadi kejang pada pasien.
Selama perawatan di IGD RSCM, terjadi kejang sebanyak 1 kali dengan lama sekitar 5
menit. Karakteristik kejang sama dengan kejang sebelumnya. Di IGD, pasien diberikan obat
kejang dan mannitol. Setelah kejang kedua, pasien didapatkan tidak mampu mengangkat tangan
dan kaki kanannya. Namun, pasien masih mampu menggerakkan kaki dan tangannya ke kanan
dan kekiri. Mata dan mulut pasien miring ke arah kiri. Lidah tidak miring ke salah satu sisi baik
saat dijulurkan maupun tidak.
Riwayat trauma kepala, sakit kepala atau pandangan kabur, benjolan pada kepala, batuk
pilek sebelum demam disangkal. Tidak ada penurunan berat badan sebelumnya. Asupan
makanan pasien masih cukup. BAK dan BAB dikatakan normal. Pasien didiagnosis VSD pada
usia 2 bulan dan telah dilakukan operasi pada usia 3 bulan. Saat itu, pasien dikatakan mengalami
gizi buruk tetapi sudah kembali normal setelah kontrol gizi ke dokter selama 1 tahun. Riwayat
alergi obat atau makanan disangkal. Riwayat anggota keluarga dengan keluhan serupa disangkal.
Kakak pasien pernah dikatakan mengalami TB paru dan menjalani pengobatan selama 1 tahun
lalu dinyatakan sembuh.

Saat mengandung pasien, ibu rutin kontrol antenatal di puskesmas setiap bulan.
Kehamilan dikatakan normal tanpa kelainan. Hasil USG 7 bulan dikatakan baik dan pemeriksaan
TORCH dikatakan negatif. Pasien dilahirkan di RSCM secara section cesarea karena panggul
sempit. Pasien lahir cukup bulan, langsung menangis, tidak ada kuning dan biru pasca
persalinan. Berat badan lahir 3500 gram dan panjang lahir 51 cm. Pasien dapat menegakkan
kepala di usia 9 bulan, duduk usia 18 bulan, berdiri usia 2 tahun 4 bulan dan mulai bicara 2 suku
kata pada usia 3 tahun. Pasien hanya diberikan ASI selama 1 bulan lalu diganti dengan susu
formula karena ASI tidak keluar dan pasien diketahui memiliki penyakit jantung bawaan. Tidak
ada riwayat gangguan makan pada pasien. Pasien telah diimunisasi BCG, polio, DPT, campak
dan hepatitis B.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit ringan, compos mentis, kesan gizi
cukup, tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 100 kali per menit, nafas 24 kali per menit, dan suhu
36,3C. Berat badan pasien 15 kg, tinggi badan 105 cm, lingkar kepala 51 cm, lingkar lengan
atas 15 cm. Status nutrisi menurut kurva WHO berada dalam kategori normal. Pemeriksaan
neurologis menunjukkan kesan paresis nervus VII dekstra sentral, hemiparesis dekstra,
peningkatan refleks fisiologis patella dan achilles, babinski positif.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan nilai laboratorium dalam batas normal.
Pemeriksaan mikrobiologi sputum gram didapatkan kokus gram positif dalam jumlah sedikit,
batang gram negatif dalam jumlah banyak, leukosit 15-20 sel/lpk, dan epitel 20-25 sel/lpk.
Pemeriksaan gram cairan serebrospinal didapatkan hasil tidak ditemukan kuman, leukosit 0-1
sel/lpb, dan epitel 0/lpb. Sputum BTA didapatkan hasil negatif, BTA cairan serebrospinal
didapatkan hasil negatif, biakan aero burin didapatkan hasil steril dan biakan aerob darah
didapatkan hasil steril.
Pada pemeriksaan cairan serebrospinal didapatkan cairan serebrospinal tidak berwarna,
jernih, bekuan negatif, hitung sel 30 sel/L, PMN 10 sel/L, MN 20 sel/L, pewarnaan tinta
india tidak didapatkan kriptokokkus, nonne negatif, pandy negatif, protein 20 mg/dL, glukosa 90
mg/dL, klorida 119 mEq/L. Pada tes mantoux didapatkan hasil negatif dan elektroensefalografi
menunjukkan hasil dalam batas normal.

Pasien ditatalaksana dengan oksigen 2 liter per menit, duet cair sebanyak 6 x 200 ml per
oral, fenitoin 2 x 40 mg per oral, fenobarbital 2 x 40 mg IV, asiklovir 3 x 200 mg IV dan manitol
3 x 40 mL IV.
Latar Belakang
Ensefalitis viral merupakan salah satu penyakit dengan tingkat mortalitas dan morbiditas
yang tinggi. Insidensi ensefalitis viral diperkirakan sebesar 3,5 7,4 per 100.000 jiwa per tahun.
Dari sekian banyak etiologi penyebab ensefalitis viral, HSV diperkirakan merupakan penyebab
tersering dengan persentase sekitar 10% dari seluruh kasus ensefalitis viral. Ensefalitis viral ini
lebih sering ditemukan pada populasi anak dan dewasa muda dan tingkat keparahan yang lebih
tinggi pada bayi dan geriatri.1
Pada pasien dengan ensefalitis herpes, tingkat mortalitas dapat mencapai 70% apabila
tidak diobati yang dapat disertai dengan gejala sisa yang parah. Pasien paska ensefalitis viral
memiliki risiko mengalami kejang di kemudian hari walaupun pada episode ensefalitis viral
pertama tidak disertai dengan kejang. Oleh karena mortalitas dan morbiditas yang tinggi
terutama pada ensefalitis herpes, semua pasien dengan kecurigaan ensefalitis viral harus diterapi
dengan asiklovir hingga etiologi pasti ensefalitis viral ditegakkan.1
Walaupun asiklovir menurunkan mortalitas yang diakibatkan oleh ensefalitis herpes,
tingkat mortalitas setelah terapi ini masih tergolong tinggi yaitu sekitar 19%. Oleh karena itu,
diperlukan suatu terapi tambahan selain asiklovir untuk menurunkan tingkat mortalitas dan
morbiditas pada pasien ensefalitis herpes. Suatu studi pada tikus membuktikan bahwa pemberian
interferon beta dan gamma dapat menurunkan infeksi herpes simpleks yang resisten asiklovir.
Hal ini diharapkan juga dapat diterapkan pada manusia.1,2
Selain itu, interferon berperan sebagai antiviral dalam hal efeknya yang menciptakan
suatu keadaan antiviral dimana melalui aktivasi berbagai macam protein dan enzim, interferon
ini dapat menghambat translasi mRNA, menyebabkan degradasi RNA, dan menginduksi lisis
dari sel terinfeksi melalui aktivasi sel T sitotoksik. Efek yang luas dari interferon ini tidak
spesifik ditujukan untuk suatu virus tertentu dan lebih mengarah kepada peningkatan respon

tubuh terhadap adanya virus sehingga diharapkan pemberian interferon dapat membantu
mengatasi infeksi virus lain selain herpes simplex.3,4
Pertanyaan Klinis
Berdasarkan ilustrasi kasus diatas, maka dirumuskan pertanyaan klinis sebagai berikut:
Pada anak dengan ensefalitis viral, apakah pemberian asiklovir dan interferon dibandingkan
asiklovir dan plasebo dapat menurunkan tingkat mortalitas dan sekuel neurologis?
Population (P)

: Anak dengan ensefalitis viral

Intervention (I)

: Pemberian asiklovir dan interferon

Comparison (I)

: Pemberian asiklovir dan placebo

Outcome (O)

: Tingkat mortalitas dan sekuel neurologis

Metode
Strategi Pencarian
Pencarian dilakukan melalui database Pubmed, dan Clinical Key. Kata kunci yang
digunakan dalam pencarian adalah sebagai berikut: Acyclovir AND Interferon AND Viral
Encephalitis AND Child
Tabel 1: Strategi Pencarian pada Tanggal 17 Maret 2015
Database
Pubmed

Strategi Pencarian
Acyclovir AND Interferon AND

Ditemukan
6

Terpilih
1

Clinical Key

Viral Encephalitis AND Child


Acyclovir AND Interferon AND

149

Viral Encephalitis AND Child

Seleksi Artikel
Seleksi artikel dilakukan dalam beberapa tahap. Seleksi awal dilakukan dengan
berdasarkan kriteria inklusi setelah memasukkan kata kunci pada database Pubmed dan Clinical
Key. Kemudian dilakukan seleksi artikel berdasarkan judul dan abstrak. Setelah itu artikel dipilih
berdasarkan ketersediaan full text. Semua artikel yang terpilih dibaca dan disimpulkan apakah
relevan dengan topik yang dibahas.

Gambar 1. Diagram Alur Pencarian Artikel


Didapatkan 1 judul artikel yang terpilih, yaitu:
1. Therapy of focal viral encephalitis in children with acyclovir and recombinant interferon results of a placebo-controlled multicenter study (artikel 1)

Hasil
Critical Appraisal
Artikel 1
Critical Appraisal
Metode/Desain Studi

Artikel
Wintergerst U, et al (Artikel 1)
Randomized controlled trials
Validity
Was the assignment of patients to Unclear, tidak dijelaskan apakah alokasi
treatments randomized? and was the

pasien

kepada

kelompok

perlakuan

randomization list concealed?


Were all patients who entered the trial

dirandomisasi atau tidak.


Ya, dari 28 pasien suspek ensefalitis di

accounted for at its conclusion? and were masing-masing kelompok, terdapat 14


they analysed in the groups to which they

pasien

yang

dikonfirmasi

menderita

were randomized?

ensefalitis viral. Terdapat 7 pasien yang


masing-masing berada pada kelompok
terapi dan plasebo. Keempat belas pasien
dianalisis

berdasarkan

kelompoknya

Were patients and clinicians kept blind

masing-masing di akhir penelitian.


Ya. Penelitian ini merupakan penelitian

to which treatment was being received?


Aside from the experimental treatment,

double blind.
Ya. Selain pemberian asiklovir dan

were the groups treated equally?

interferon,

semua

mendapatkan
disesuaikan
Were the groups similar at the start of the

pasien

hanya

terapi

suportif

yang

dengan

kondisi

klinis

masing-masing.
Ya, karakteristik

awal

pasien

yang

trial?

diikutkan dalam penelitian sama.


Importance
What is the magnitude of the treatment Hasil yang didapatkan pada penelitian ini
effect

menunjukkan bahwa perbedaan pada


kedua kelompok terapi tidak bermakna
secara statistika. Nilai p pada penelitian
ini

tidak

dilaporkan

dalam

laporan

How precise is the estimate of the

penelitian.
Tidak ada

data

mengenai

interval

treatment effect?

kepercayaan
Applicability
Is your patient so different from those in Tidak. Dari segi usia dan latar belakang
the trial that its result cant help you?

penyakit, pasien pada kasus ini kurang


lebih

sama

digunakan

dengan
sebagai

pasien
subjek

yang
pada

How great would the potential benefit or

penelitian.
CER: 5/7 ; EER: 7/7 ; ARI : 2/7 = 29% (-

therapy actually be for your individual

4% s/d 62%)

patient?

95% CI: 33%


NNH : 3.5 4 pasien
Dari

perhitungan

diatas,

efektivitas

pemberian terapi tidak konsisten sehingga


tidak dapat memberi manfaat yang besar
Do your patient and you have a clear

bagi pasien.
Ya, pasien tidak memiliki larangan atau

assessment

hambatan tertentu.

of

their

values

and

preferences?
Are they met by this regimen and its

Ya, pasien tidak masalah dengan regimen

consequences?
Levels of Evidence

interferon yang diberikan.


1B, Individual RCT

Penelitian yang dilakukan oleh Wintergerst U et al ini melibatkan 59 pasien dengan


kecurigaan ensefalitis dimana 3 pasien pada akhirnya dieksklusi karena permasalahan pada
kriteria inklusi dan dokumentasi yang tidak lengkap. Evaluasi dilakukan pada 28 pasien pada
kelompok percobaan dengan interferon dan 28 pasien pada kelompok plasebo. Semua pasien
usia <1 tahun atau >12 tahun diberikan terapi asiklovir IV dengan dosis 3 x 10 mg/kgBB/hari
sedangkan untuk pasien usia 1-12 tahun diberikan asiklovir dengan dosis 750 mg/m2 untuk 14
hari. Kelompok percobaan diberikan interferon dengan dosis 0,2 x 106 IU/kg selama 5 hari.5
Diagnosis pasti ensefalitis viral ditegakkan berdasarkan beberapa kriteria. Beberapa
kriteria tersebut adalah 1) adanya bukti lesi fokal tipikal pada MRI atau Contrast CT yang

dievaluasi oleh radiologis; 2) adanya bukti HSV pada cairan serebrospinal melalui PCR yang
positif dan atau bukti produksi antibodi autochthonous.5
Diantara 56 pasien, 14 didiagnosis mengalami viral encephalitis. 7 pasien dikelompokkan
pada kelompok plasebo dan 7 pasien dikelompokkan pada kelompok percobaan. Hasilnya pada
evaluasi setelah 3 bulan, perbedaan antara kedua kelompok didapatkan tidak bermakna secara
statistik. 2 pasien pada kelompok plasebo dikategorikan sembuh sementara tidak ada pasien pada
kelompok terapi yang dinyatakan sembuh. Sementara itu 5 pasien pada kelompok terapi
dinyatakan memiliki defek minimal sementara pada kelompok plasebo terdapat 3 pasien dengan
defek minimal. Terdapat masing-masing 2 pasien di setiap kategori dengan defek sedang atau
berat.5
Diskusi
Evidence based case report ini bertujuan untuk mengetahui apakah penambahan
interferon pada terapi standar asiklovir berperan dalam menurunkan tingkat mortalitas maupun
sekuele neurologis yang tinggi pada anak dengan ensefalitis viral. Dugaan efektivitas ini muncul
dari peran interferon sebagai antiviral yang dapat dilihat dari bagan dibawah.

Gambar 2. Mekanisme kerja interferon sebagai antiviral3

Peran interferon sebagai antiviral tergolong salah satu yang memiliki efek kerja broadspectrum. Sifat ini diduga memiliki peranan dalam menurunkan tingkat mortalitas dan sekuele
neurologis yang tinggi pada kasus enfesalitis viral. Karena kerjanya yang merupakan sebuah
bentuk respon alami tubuh terhadap infeksi viral, interferon dapat membantu mengatasi infeksi
herpes simplex selain dengan asiklovir. Selain itu, pada kasus infeksi virus lainnya dimana
asiklovir kurang bermanfaat, interferon diharapkan dapat membantu mengatasi infeksi tersebut.
Penelitian oleh Wintergerst U et al membandingkan pemberian interferon beta dan
asiklovir dengan pemberian asiklovir dan plasebo pada anak dengan ensefalitis viral. Pada
penelitian ini didapatkan bahwa outcome pada kedua kelompok terapi tidak bermakna secara
statistika. Secara umum melalui penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa penambahan
interferon pada regimen standar terapi ensefalitis viral yaitu asiklovir tidak memberikan manfaat
pada penurunan tingkat mortalitas maupun penurunan sekuele neurologis.
Tidak adanya manfaat terapi ini namun perlu ditinjau kembali. Terdapat beberapa hal
yang membuat hasil penelitian ini tidak dapat menyimpulkan manfaat interferon secara umum
terhadap ensefalitis viral. Pertama, jumlah sampel yang terdapat pada penelitian ini masih terlalu
sedikit untuk dapat menghasilkan kesimpulan yang tepat. Walaupun metode penelitian dinilai
sudah baik dan valid tetapi kekuatan dari penelitian ini belum cukup untuk dapat menarik sebuah
kesimpulan.
Selain hal tersebut, terdapat kemungkinan bahwa dosis yang digunakan bukan merupakan
dosis yang optimal untuk menghasilkan efek terapi yang diinginkan. Oleh karena itu, diperlukan
adanya penelitian-penelitian lanjutan untuk dapat memastikan manfaat yang diperoleh dari
pemberian interferon dan asiklovir pada pasien dengan ensefalitis viral.
Kesimpulan
Pada pencarian literatur yang dilakukan didapatkan 1 artikel yang sesuai dengan tujuan
evidence based case report ini. Artikel oleh Wintergerst U et al ini dinilai valid, akan tetapi dari
segi importancy penelitian ini dinilai belum dapat menghasilkan efek terapi yang baik. Selain itu,
kekuatan penelitian ini masih kurang karena jumlah sampel yang sedikit.

Secara umum masih diperlukan adanya penelitian-penelitian lain yang dilakukan untuk
dapat membuktikan efektivitas pemberian interferon pada standar terapi Sejauh ini, pemberian
interferon pada pasien dengan ensefalitis viral belum dapat disarankan karena kurangnya
penelitian mengenai hal ini.

Daftar Pustaka
1. Gondim FAA, Thomas FP, Oliveira G.Viral encephalitis treatment and management.
Available from http://reference.medscape.com/article/1166498-treatment.
2. Huang WY, Su YH, Yao HW, Ling P, Tung YY, Chen SH, et al. Beta interferon plus
gamma interferon efficiently reduces acyclovir-resistant herpes simplex virus infection in
mice in a T-cell independent manner. Journal of general virology. 2010; 91: 591-8.
3. Randall RE, Goodbourn S. Interferon and viruses: an interplay between induction,
signaling, antiviral responses and virus countermeasures. Journal of general virology.
2008; 89: 1-47.

4. Samuel CE. Antiviral actions of interferon. Clinical microbiology reviews. 2001; 14(4):
778-809.
5. Wintergerst U, Kugler K, Harms F, Belohradsky BH, Pfluger T. Therapy of focal viral
encephalitis in children with acyclovir and recombinant -interferon results of a
placebo-controlled multicenter study. Eur J Med Res. 2005; 10: 527-31.

Anda mungkin juga menyukai