Anda di halaman 1dari 28

Tinjauan Pustaka

RICKETS DISEASE

Oleh:
dr. Denny Firdaus

Pembimbing:
dr. Nunik Agustriani, Sp.B Sp.BA

PPDS ILMU BEDAH


FK UNS - RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

Tinjauan Pustaka

RICKETS DISEASE

Oleh :
dr. Denny Firdaus

Telah disahkan pada tanggal


………………2018

Pembimbing :

dr. Nunik Agustriani Sp.B Sp.BA

2
RICKETS DISEASE

I. PENDAHULUAN
Rickets merupakan suatu kondisi klinis yang disebabkan karena mineralisasi yang
tidak adekuat pada saat pertumbuhan tulang.1-3 Osteomalacia merupakan kelainan
mineralisasi tulang pada trabecular bone sehingga terjadi undermineralization pada
osteoid bone. Dengan demikian rickets hanya terjadi pada usia anak-anak sebelum
growth plate menutup, sedangkan osteomalacia dapat terjadi pada usia dewasa. Anak-
anak yang menderita rickets dapat juga menderita osteomalacia apabila tidak segera
mendapat penanganan yang tepat. 2
Istilah rickets berasal dari bahasa Inggris kuno “ wricken “ yang berarti bengkok.
Pada beberapa negara Eropa , rickets juga disebut dengan “English disease”, suatu istilah
berdasarkan fakta bahwa pada abad ke 19 rickets merupakan penyakit endemik di
sebagian besar daerah di Inggris. 2
Nutritional rickets berat terjadi pada awal era industrialisasi. Pada negara maju
saat ini jarang dijumpai kasus nutritional rickets. Selain nutritional rickets, abnormalitas
pada tubulus renal dapat menimbulkan penyakit rickets juga. Kelainan ini dikenal
dengan renal osteodystrophy, yang digambarkan sebagai kelainan tulang yang
berhubungan dengan penyakit ginjal stadium terminal dengan adanya gambaran rickets
akibat hyperparathyroidisme sekunder.1
Manifestasi klinis dari semua bentuk rickets adalah sama.

II. PERTUMBUHAN TULANG


Pengaruh kelainan metabolik dan endokrin pada skeletal sangat berbeda pada
anak-anak dan orang dewasa. Hal itu disebabkan karena kebanyakan faktor endokrin dan
metabolik berpengaruh pada growth plate. Proses maturasi kondrosit pada growth plate
diatur baik oleh faktor lokal maupun sistemik. Apabila terjadi disregulasi faktor sistemik
maka akan terjadi abnormalitas pada growth plate. 1

II.1. FAKTOR-FAKTOR YANG MENGATUR DENSITAS TULANG

3
II.1.1 SEL
Densitas tulang dipengaruhi oleh osteoblast, osteosit dan osteoclast yang berperan
menambah ataupun mengurangi densitas tulang. Sel-sel tersebut diatur baik oleh faktor
sistemik maupun faktor lokal, beberapa diantaranya diperkuat oleh lingkungan mekanis.

II.1.1.1 Osteoblasts
Osteoblasts merupakan sel utama yang bertanggung jawab untuk menempatkan
tulang baru pada osteoid. Sel ini berasal dari pluripotential stromal precursor cells
(sering disebut mesenchymal stem cells) dan merupakan sel aktif yang membentuk tulang
baru selama proses pertumbuhan dan remodeling tulang. Sel ini menghasilkan alkaline
phosphatase, suatu enzim yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya osteoblast dan
aktivitas osteoblast. Pada saat tulang matur, osteoblast akan tinggal pada tulang baru .
Pada saat osteoblast terperangkap di osteoid , osteoblast menjadi tidak aktif dan disebut
dengan osteosit. Osteosit tetap dalam keadaan tidak aktif sampai ada stimulasi hormonal
maupun faktor mekanik untuk memulai proses reabsorpsi ataupun pembentukan tulang.
Walaupun osteoblast dan osteosit diperkirakan merupakan sel yang bertanggung jawab
terhadap pembentukan tulang baru, akan tetapi sel-sel tersebut dapat pula berperan dalam
proses reabsorpsi tulang. Sel-sel ini dapat mereabsorpsi tulang lebih cepat daripada
osteoclast yang memerlukan diferensiasi seluler dan rekruitmen terlebih dahulu untuk
dapat mereabsorpsi tulang. 1,4

II.1.1.2. Osteoclast
Osteoclast merupakan sel yang berasal dari monosit. Setelah mengalami proses
diferensiasi dan rekruitmen osteoclast dapat mereabsorpsi tulang dengan cepat.
Osteoclast membentuk tepi yang tidak beraturan yang melekat pada osteoid dan
mensekresi protein yang berfungsi mendegradasi matriks tulang. Dengan demikian
osteoclast membentuk kavitas reabsorpsi aktif yang disebut dengan lakuna Howship.
Aktivitas osteosit dan osteoclast sangat berhubungan, kebanyakan sinyal yang
mengaktifkan osteoclast dimediasi oleh osteosit. Sebagai contoh parathyroid hormon
(PTH) tidak secara langsung mengatur aktivitas osteoclast akan tetapi menyalurkan
informasi melalui osteosit yang menghasilkan faktor sekunder yang mengatur diferensiasi
dari monosit menjadi osteoclast.1,4

4
II.1.2. HOMEOSTASIS KALSIUM
Kalsium memegang peran penting pada iritabilitas, konduktivitas dan
kontraktilitas otot serta iritabilitas dan kontraktilitas syaraf. Sedikit perubahan level
kalsium intraseluler dan ekstraseluler akan menyebabkan disfungsi sel-sel tersebut.
Dengan demikian penurunan konsentrasi ion kalsium akan menyebabkan tetani serta
konvulsi, sedangkan peningkatan konsentrasi ion kalsium akan menyebabkan muscle
weakness, somnolens, dan fibrilasi ventrikular. Hal itu penting diketahui sebagai acuan
untuk pengaturan homeostasis kalsium dalam mempertahankan densitas tulang.1
Kalsium diabsorpsi dari usus, disimpan pada tulang dan diekskresikan terutama
oleh ginjal. Sehingga penyakit-penyakit yang mempengaruhi absorpsi usus dan fungsi
ginjal akan menyebabkan gangguan homeostasis normal kalsium dan massa tulang. Pada
beberapa kondisi yang menyebabkan hilangnya massa tulang secara massif seperti tirah
baring lama atau penyakit-penyakit akibat metastasis akan mengganggu level serum
kalsium.1
Hampir seluruh kalsium tubuh disimpan dalam tulang dalam bentuk
hydroxyapatite, yang merupakan suatu garam yang terdiri atas kalsium, phosphorus,
hidrogen, and oksigen (CaHPO) di dalam suatu kristal tipis yang diikat dengan serat
kolagen pada cortical maupun cancellous bone. Luasnya permukaan kristal disertai
dengan reaktivitas permukaan kristal dan proses hidrasi menyebabkan perubahan cepat
pada cairan ekstraseluler. Proses ini akan mengubah struktur tulang yang padat menjadi
reservoir yang sangat interaktif untuk kalsium, phosphate dan beberapa ion yang lain.1
Kalsium tidak dapat berdifusi secara pasif melewati membran sel dan
memerlukan suatu transport aktif yang akan membantu kalsium keluar masuk melewati
sel. PTH, vitamin D, dan phosphate merupakan tiga faktor yang memegang peranan
penting dalam proses transport kalsium sehingga dengan demikian akan menjaga level
normal kalsium ekstraseluler.1

II. 1.2.1. Parathyroid Hormone (PTH)

5
PTH diproduksi oleh sel-sel glandula parathyroid dan kadar PTH diatur oleh
serum level dari kalsium. Ketika serum level kalsium rendah maka akan terjadi
peningkatan ekskresi PTH dan produksi protein sehingga menyebabkan peningkatan
level serum PTH. Glandula parathyroid berjumlah empat buah dan masing-masing
glandula dapat menghasilkan PTH yang cukup untuk mempertahankan homeostasis
kalsium. Hal ini penting pada penatalaksanaan pembedahan keganasan thyroid untuk
meninggalkan viabilitas paling sedikit satu buah glandula parathyroid.1
PTH bekerja bersama dengan 1,25-dihydroxyvitamin D untuk mengatur transport
kalsium seluler pada usus, tubulus renal dan pada lisis kristal hydroxyapatite. PTH secara
langsung merangsang osteoblasts untuk mendegradasi calcium-rich osteoid. Osteoclast
tidak mempunyai reseptor PTH, tetapi dirangsang oleh aktivasi PTH pada osteoblast
melalui induksi dari ekspresi RANKL yang mengaktifkan osteoclast. Fungsi lain dari
PTH adalah menghambat reabsorpsi phosphate pada tubulus ginjal sehingga
menyebabkan ekskresi phosphate di ginjal. 1,4

II.1.2.2. Vitamin D
Vitamin D aktif diproduksi dari provitamin melalui konversi pada kulit, hepar
dan ginjal. Pada kulit, provitamin D yang didapat dari lemak hewani (ergosterol) atau
disintesa oleh hepar (7-dehydrocholesterol )akan dikonversi menjadi calciferol dan
cholecalciferol oleh sinar matahari. Kekurangan sinar matahari menyebabkan proses
konversi ini tidak terjadi.1-5
Calciferol dan cholecalciferol ini kemudian akan dibawa menuju ke hepar. Di
hepar akan dikonversi menjadi 25-hydroxyvitamin D oleh enzim hydrolase specifik.
Penyakit hepar berat atau pemakaian obat-obatan yang menghambat aktivitas hydrolase
akan menghambat produksi 25-hydroxyvitamin D, yang juga dapat menyebabkan
defisiensi vitamin D. 1-5
Beberapa obat anti epilepsi seperti phenytoin dan carbamazepine dapat
menginduksi system enzim hepar sitokrom P450 sehingga mempengaruhi metabolisme
tulang secara tidak langsung dengan mempercepat konversi vitamin D dan metabolit
aktifnya 25-hydroxycholecalciferol menjadi metabolit tidak aktif.6
Konversi terakhir terjadi di ginjal. Dengan adanya hydrolase spesifik dan
beberapa kofaktor biokimia, 25-hydroxyvitamin D diubah menjadi 24,25-

6
dihydroxyvitamin D atau 1,25-dihydroxyvitamin D. 1,25-dihydroxyvitamin D merupakan
pemacu transport kalsium yang potent. 1-5
Walaupun bentuk 24,25-dihydroxy kurang berperan dalam regulasi kadar
kalsium, bentuk tersebut berperan penting pada growth-plate chondrocytes.
Peran penting ginjal dalam konversi vitamin D, serta ekskresi kelebihan kalsium
dan phosphate menjelaskan pengaruh penyakit gagal ginjal terhadap homeostasis tulang
yang menyebabkan defisiensi vitamin D sehingga terjadi disregulasi ekskresi normal
kalsium .1
Karena peran penting vitamin D dalam metabolisme kalsium, National Academy
of Sciences dan American Academy of Pediatrics merekomendasikan asupan vitamin D
200 IU per hari. Dosis tersebut dapat mencegah gejala defisiensi vitamin D serta
mempertahankan serum 25-hydroxyvitamin D lebih dari atau sama dengan 27.5 nmol per
L (11 ng per mL). Produk generik dari 1,25-dihydroxyvitamin D adalah calcitriol. Di
samping perannya pada tulang menurut beberapa penelitian yang dilakukan didapatkan
bahwa vitamin D juga memegang peran penting pada extra-skeletal yaitu memperkuat
respon imun serta sebagai agen kemoprotektif terhadap beberapa kanker. 1,5

Gambar 1: Metabolisme Vitamin D

7
( sumber : www.md consult.com/body/0/0/10062/29231.html.)

III. PATOFISIOLOGI RICKETS


Rickets merupakan suatu penyakit pada pertumbuhan tulang yang disebabkan
karena gangguan metabolisme kalsium dan phosphat sehingga menyebabkan mineralisasi
matriks tulang tidak adekuat. Karena pada anak-anak epiphysis merupakan tempat
osteogenesis yang paling aktif maka gambaran penyakit ini lebih jelas pada daerah
tersebut.3
Patofisiologi rickets yang pertama adalah karena kekurangan kalsium yang
digunakan untuk mineralisasi tulang. Peran vitamin D dalam regulasi metabolisme
kalsium sangat penting. Calcitriol ( 1,25-dihidrocholecalciferol vitamin D) berperan
untuk meningkatkan absorpsi kalsium dan phosphat di usus halus, meningkatkan
reabsorpsi phosphat di ginjal serta berperan untuk melepaskan kalsium dan phosphat dari
tulang. Calcitriol juga berperan secara langsung mengaktifkan kalsifikasi tulang.
Keseluruhan proses tersebut meningkatkan konsentrasi kalsium dan phosphat pada cairan
ekstraseluler. Peningkatan kalsium dan phosphat pada cairan ekstraseluler akan memacu
kalsifikasi pada osteoid. 7
Pada defisiensi vitamin D terjadi hipokalsemia yang memacu ekskresi PTH,
sehingga menyebabkan hilangnya phosphat melalui ginjal, selanjutnya akan mengurangi
deposisi kalsium pada tulang. Pada stadium awal rickets, konsentrasi kalsium serum
akan menurun. Setelah terjadi respon dari PTH konsentrasi kalsium akan kembali normal
walaupun konsentrasi phosphat tetap rendah. Alkaline phosphatase yang diproduksi oleh
sel osteoblast akan keluar ke cairan ekstraseluler sehingga konsentrasinya akan
meningkat.7
Absorpsi kalsium di gastrointestinal yang jelek akan menyebabkan defisiensi
vitamin D. Pada penyakit hepar terjadi penurunan jumlah 25-hydroxycholecalciferol dan
kelebihan lemak pada faeces (steatorhoe) yang akan mempengaruhi absorpsi vitamin D
yang merupakan vitamin yang larut dalam lemak. 3
Patofisiologi kedua adalah penurunan phosphat. Hal ini terjadi akibat kegagalan
reabsorpsi phosphat pada glomerulus ginjal yang menimbulkan hypophosphatemia dan
hyperphosphaturia. Selain itu terjadi kegagalan sintesis 1,25 dihydroxycholecalciferol

8
serta adanya insensitivitas biologis sel pada usus halus. Pada kondisi ini produksi 1,25-
dihydrocholecalciferol mencukupi tetapi sel-sel usus tidak mensintesa sistem transport
sehingga absorpsi kalsium terganggu. Pada renal osteodystrophy oleh karena insufisiensi
kronis ginjal terjadi hiperphosphatemia yng menyebabkan timbulnya hipokalsemia.3

Gambar 2 pengaturan homeostasis kalsium5

IV. GAMBARAN KLINIS


Rickets merupakan penyakit yang disebabkan karena kegagalan atau
keterlambatan proses kalsifikasi pada pembentukan tulang baru sepanjang growth plate
tulang panjang. Manifestasi kelainan yang terjadi berupa perubahan morfologi pada
growth plate, disertai dengan penurunan pertumbuhan longitudional dan deformitas
angular pada tulang panjang.
Abnormalitas skeletal pada penyakit rickets berat dapat tampak pada awal masa
kanak-kanak dan sering terjadi sebelum usia 2 tahun. Anak tersebut mempunyai riwayat
hipokalsemia pada saat bayi dengan adanya riwayat kejang, tetani, dan stridor terutama

9
saat usia 6 bulan. Seringkali disertai tanda hipotonia dengan keterlambatan kemampuan
motorik pada saat duduk, merangkak dan berjalan. Terdapat kelemahan otot proksimal
dan kadangkala disertai dengan produksi keringat yang berlebihan. Dapat pula disertai
gejala cardiomyopathy dan infeksi gastroistestinal.
Deformitas skeletal dapat terjadi pada setiap growth plate. Manifestasi klinis awal
pada tulang adalah craniotabes, rachitic rosary serta penebalan pada wrist, elbow, dan
genu serta pemendekan pada tulang panjang. Craniotabes terjadi akibat adanya pelunakan
dan penipisan cranium. Kelainan itu mudah terlihat pada daerah occipital dan os parietal
posterior. Pada palpasi akan teraba keras dengan konsistensi seperti kertas perkamen.
Pelebaran costochondral junction menimbulkan gambaran karakteristik berupa rachitic
rosary pada dada.
Berlanjutnya penyakit rickets menyebabkan terjadinya pembesaran progresif
penonjolan tulang pada wrist, ankle dan genu. Dorongan diafragma pada rib cage
menimbulkan cekungan horisontal yang disebut Harrison's groove. Pigeon-breast
deformity terjadi akibat proyeksi ke depan dari sternum. Penutupan fontanella anterior
terlambat. Cranium yang lunak biasanya lebih besar daripada bentuk normal, biasanya
mendatar dan asimetris. Penonjolan (bossing) terjadi akibat penebalan os parietal dan os
frontal. Pada gigi geligi terjadi defek pada enamel dan keterlambatan erupsi gigi.
Adanya pelunakan pada tulang panjang ekstremitas inferior menyebabkan tulang
cenderung melengkung akibat menahan berat badan sehingga menimbulkan deformitas
berupa genu valgum. Pada rickets berat dapat terjadi coxa vara yang menyebabkan anak
berjalan dengan wadling gait. Greenstick fracture sering terjadi pada femur dan tibia.
Lebih lanjut dapat pula terjadi kyphoskoliosis. Deformitas pada ekstremitas inferior dan
vertebra tersebut dapat menyebabkan berkurangnya tinggi badan total.

10
Gambar 3: gambaran klinis rickets2

V. GAMBARAN RADIOLOGIS
Gambaran radiologis khas pada rickets adalah adanya pelebaran pada growth
plate. Pada anak normal jarak antara metaphysis dan epiphysis pada radius distal kurang
dari 1 mm.
Pelebaran ke lateral pada growth plate dapat juga terjadi terutama dengan weight
bearing. Pada saat anak merangkak tumpuan berat badan terjadi pada wrist joint dan genu
sehingga hal itu menjelaskan adanya penebalan wrist joint dan genu. Metaphysis
berbentuk cupping. Tulang panjang lebih pendek dibandingkan normal dan terdapat
deformitas coxa vara atau genu valgum.
Gambaran radiologis lebih lanjut menunjukkan adanya osteomalacia. Gambaran
spesifik adalah adanya Looser zones yang merupakan gambaran adanya
transverse bands pada unmineralized osteoid, yang tampak pada sisi medial proximal
femur dan sisi posterior costa. Hal tersebut digambarkan sebagai pseudofraktur dan
seringkali didapatkan gambaran osteosclerotic reaction pada daerah sekitarnya. Pada
dewasa dapat berlanjut menjadi fraktur. Adanya acetabular protrusion dan pathologic
fracture memberikan gambaran lebih jelas adanya rickets.

11
Gambaran radiologis Anteroposterior dan lateral
pada wrist anak laki-laki 8 th dengan rickets
memperlihatkan daerah metafisis berbentuk
cupping dan fraying.

Gambaran radiologis pada anak perempuan


3th dengan hypophosphatemia
memperlihatkan severe fraying pada
metaphysis

Gambaran radiologis pada wanita 4 th dengan


rickets memperlihatkan adanya bowing pada kaki
akibat tumpuan berat badan.

12
Gambaran radiologis pada wanita 4
th dengan rickets memperlihatkan
adanya knock knee.

Gambaran radiologis pasien laki-laki 11


th dengan treated vitamin D–resistant
rickets. Foto memperlihatkan bilateral
multiple growth arrest lines dan
hambatan pertumbuhan pada sisi
medial kedua tibial plateau dan condylus
femur.

Gambaran radiologis pasien dalam posisi berdiri


memperlihatkan genu valgus. Pasien laki-laki 11
th dengan vitamin D–resistant rickets

Gambar 4 : gambaran radiologis pada rickets 2

VI. DIAGNOSA BIOKIMIA

13
Pemeriksaan laboratorium pada rickets antara lain adalah kadar serum kalsium
dan fosfat, alkaline phosphatase, kadar kalsium dalam urine, kadar 25-
hydroxycholecalciferol, 1,25 dihydroxycholecalciferol serta nilai calcium phosphate
product yang didapat dari perkalian antara kadar kalsium dan kadar phosphat yang
dinyatakan dalam mmol/L.7
Gambaran umum dari rickets adalah penurunan kadar serum kalsium dan
phosphat, peningkatan alkaline phosphatase, dan penurunan sekresi kalsium dalam urine.
Pada defisisensi vitamin D terdapat penurunan kadar 25-hydroxicholecalciferol. Selain
itu juga terjadi penurunan dari calcium-phosphate product yang normalnya adalah sekitar
3 mmol/L. Nilai calcium-phosphate product < 2,4 mmol/L menunjukkan nilai
diagnostik.7

Tabel perbedaan hasil laboratorium pada kelainan metabolisme mineral 9

VII. GAMBARAN HISTOPATOLOGI

14
Seperti kita ketahui vitamin D berperan pada pertumbuhan normal dari epifisis
tulang sehingga tanpa adanya vitamin D yang cukup maka tidak akan terbentuk
kalsifikasi pada lapisan terdalam dari growth plate.
Gambaran histopatologi pada rickets adalah adanya physeal disorganization yang
terlihat dengan adanya pelebaran physis, metafisis berbentuk seperti terompet dan
terhambatnya enchondral bone growth.

Gambar 5. Gambaran histologis rickets. Memperlihatkan gambaran mikroskopis


epiphysealmetaphyseal junction. Tampak uncalcified osteoid tissue, kegagalan deposit
kalsium pada jajaran sel kartilago yang matur, dan invasi pembuluh darah pada
kartilago.10

VIII. OSTEOMALACIA DAN OSTEOPOROSIS

15
VIII. 1. Osteomalacia
Osteomalacia merupakan penyakit yang disebabkan karena mineralisasi tulang
yang tidak adekuat sehingga tulang tidak mengalami kalsifikasi yang normal dan
menyebabkan tulang menjadi lunak (osteomalacia)
Gejala klinis osteomalacia adalah adanya bone pain,backache dan kelemahan otot
selama beberapa tahun sebelum diagnosis ditegakkan.
Gambaran radiologis khas untuk osteomalacia adalah adanya looser zone yang
berupa garis tipis transversal pada tulang yang kelihatan normal. Zone ini biasanya
terlihat pada shaft tulang panjang dan tepi aksilar dari scapula yang terjadi akibat adanya
incomplete stress fracture yang sembuh dengan callus yang kurang kalsium.
Gambaran pemeriksaan laboratorium pada osteomalacia adalah adanya penurunan
kadar serum kalsium, peningkatan alkaline phosphatase, penurunan ekskresi kalsium
dalam urine serta penurunan calcium phosphate level.

Gambar 6 : gambaran radiologis pada osteomalacia 9

VIII.2. Osteoporosis

16
Osteoporosis merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya
massa tulang dan adanya kelainan mikroarsitektur jaringan tulang yang berakibat
meningkatnya kerapuhan tulang serta risiko terjadinya patah tulang.
Berkurangnya massa tulang merupakan akibat dari meningkatnya resorpsi tulang,
menurunnya pembentukan tulang ataupun kombinasi dari keduanya.
Gambaran klinis dari osteoporosis adalah pasien biasanya wanita pada usia
menopause dengan back pain dan peningkatan thoracic kyphosis, berkurangnya tinggi
badan.
Gambaran radiologis dari osteoporosis adalah hilangnya susunan trabekular
tulang serta penipisan korteks tulang. Istilah osteopenia seringkali digunakan untuk
menggambarkan berkurangnya densitas tulang pada pemeriksaan radiologis tanpa
membedakan apakah berkurangnya densitas tulang tersebut akibat dari osteoporosis atau
osteomalacia. Didapatkan gambaran adanya kompresi atau wedging pada corpus vertebra.
Gambaran tersebut merupakan gambaran khas untuk osteoporosis, akan tetapi gambaran
awal adalah adanya fraktur pada distal radius atau bone end yang lain akibat trauma
energi rendah.
Pada osteoporosis alkaline phosphatase dan serum phosphate normal.

17
Tabel 2: perbedaan osteoporosis dan osteomalacia 11

IX. KLASIFIKASI RICKETS

18
Proses mineralisasi tulang terjadi karena kristalisasi kalsium dan phosphate
dengan bantuan enzym alkaline phosphatase. Penatalaksanaan rickets berdasarkan
kelainan yang mendasarinya.1
Untuk mempermudah penatalaksanaan rickets maka dibuat klasifikasi rickets
berdasarkan kondisi yang menyebabkan kekurangan kalsium, phosphate dan alkaline
phosphatase.

TABLE 7.2 CLASSIFICATION OF RICKETS ACCORDING TO WHAT IS


LACKING AT THE OSTEOBLAST-BONE INTERFACE
Calcium
Nutritional rickets
Vitamin D deficiency (common)
Isolated calcium deficiency (rare)
Combined calcium deficiency and marginal vitamin D intake (common)
Gastrointestinal rickets
1 α-hydroxylase deficiency
End organ insensitivity to vitamin D
Rickets of end-stage renal disease (renal osteodystrophy)

Phosphorus
X-linked hypophosphatemia (common)
Renal tubular abnormalities

Alkaline Phosphatase
Hypophosphatasia

Perbedaan karakteristik dari vitamin D deficiency, renal tubular dan renal glomerular dapat terlihat pada tabel berikut
7
Vitamin D Renal tubular Renal

19
deficiency glomerular
Riwayat keluarga - + -
Myopathy + - +
Growth defect ± ++ ++
Serum
Ca ↓ N ↓
P ↓ ↓ ↑
Alkaline phosphatase ↑ ↑ ↑
Urine :
Ca ↓ ↓ ↓
P ↓ ↑ ↓

IX.1. NUTRITIONAL RICKETS


Nutritional rickets banyak dijumpai pada masyarakat industrialis pada abad 19.
akan tetapi saat ini penyakit ini tidak dijumpai pada negara maju. Nutritional rickets
masih menjadi masalah kesehatan pada negara-negara berkembang . Di Tibet pada tahun
2001 didapatkan prevalensi kejadian klinis rickets pada anak usia prasekolah sebesar
66 %.1,3,7,8
Penyebab utama nutritional rickets adalah defisiensi vitamin D. Vitamin D3
(cholecalciferol) diproduksi oleh kulit melalui proses yang membutuhkan radiasi
ultraviolet B atau melalui asupan makanan yang mengandung vitamin D. Manifestasi
klinis nutritional rickets terjadi pada usia antara 3 dan 18 bulan pada anak yang tidak
mendapat paparan sinar matahari secara adekuat ataupun asupan makanan yang
mengandung vitamin D.
Untuk mencegah terjadinya rickets dianjurkan mengkonsumsi vitamin D
sebanyak 200 IU per hari. Paparan sinar matahari yang adekuat juga dapat mencegah
terjadinya rickets.
Walaupun defisiensi vitamin D merupakan penyebab utama nutritional rickets,
adanya defisiensi kalsium dalam diet dapat pula menyebabkan terjadinya nutritional
rickets walaupun asupan vitamin D cukup adekuat. Kombinasi antara defisiensi kalsium
dan defisiensi vitamin D dapat pula menimbulkan nutritional rickets.

20
Diet rendah kalsium dan tinggi phytate, oxalat, atau sitrat (zat-zat yang mengikat
kalsium dan didapatkan pada hampir semua sayuran segar maupun yang dimasak )berarti
bahwa asupan kalsium dalam diet rendah. Kaum vegetarian, terutama mereka yang tidak
mengkonsumsi produk hewani berisiko terkena rickets. Kekurangan kalsium
menyebabkan peningkatan PTH, sehingga akan meningkatkan katabolisme vitamin D.
Peningkatan katabolisme vitamin D disertai kurangnya paparan sinar matahari dan
kurangnya asupan vitamin D akan menimbulkan defisiensi vitamin D. Hal itu akan
menyebabkan gambaran klinis rickets.
Terapi nutritional rickets adalah pemberian vitamin D yang adekuat. Dosis yang
diberikan adalah antara 5000 sampai 10,000 International Units (IU) per hari selama 4
sampai 8 minggu disertai asupan kalsium sebesar 500 sampai1000 mg per hari. Apabila
dosis tersebut tidak berhasil maka dapat diberikan vitamin D dalam dosis besar yaitu
sebesar 200,000 IU sampai 600,000 IU per oral atau secara intramuskular.
Pemeriksaan laboratorium pada nutritional rickets menunjukkan adanya
penurunan konsentrasi ion kalsium atau nilai normal rendah. Selain itu juga didaptkan
penurunan serum phosphate, penurunan serum 25-hydroxyvitamin D3, dan peningkatan
nilai alkaline phosphate. Nilai alkaline phosphate mendekati normal menunjukkan
keberhasilan terapi.

IX.2.GASTROINTESTINAL RICKETS
Walaupun asupan kalsium dan vitamin D telah mencukupi, tapi beberapa penyakit
gastrointestinal dapat menghambat absorpsi di usus. Gluten-sensitive enteropathy, Crohn
disease,colitis ulseratif, sarcoidosis, dan short-gut syndromes dapat menyebabkan
gangguan absorpsi .1
Pada penyakit hepar yang menyebabkan gangguan produksi garam empedu maka
lemak akan terakumulasi di GI tract sehingga akan menghambat absorpsi vitamin yang
larut dalam lemak termasuk vitamin D. Hal tersebut akan menimbulkan defisiensi
vitamin D dan kalsium sehingga menyebabkan rickets seperti pada nutritional rickets.

21
Penatalaksanaan yang terpenting adalah mengatasi penyakit gastrointestinal yang
mendasarinya. Selain itu dapat pula diberikan tambahan vitamin D dan kalsium pada
dietnya.1

IX.3. X-LINKED HYPOPHOSPHATEMIA


X-linked hypophosphatemia merupakan salah satu etiologi genetik pada rickets
dengan prevalensi 1 diantara 20,000 orang. Merupakan kelainan genetik yang diturunkan
secara x-linked dominan yang berarti rasio perempuan dan laki-laki 2:1 dan tidak
diturunkan dari laki-laki ke laki-laki. Terjadi defek pada gen yang disebut PHEX. Gen
ini mengatur transport phosphate di ginjal. Defek pada ginjal adalah adanya
penghancuran phosphate renal yang menyebabkan hypophosphatemia. Selain itu,
didapatkan produksi 25-dihydroxyvitamin D3 normal atau rendah di ginjal yang tidak
sesuai dengan kondisi hypophosphatemik.1
Gambaran klinis meliputi gambaran klinis rickets dan postur tubuh yang pendek.
Abses gigi terjadi pada masa kanak-kanak sebagai akibat karies gigi. Pada dewasa dapat
terjadi osteomalacia disertai dengan degenerative joint disease, enthesopati, dental abses,
dan short stature.1
Terapi spesifik untuk kondisi tersebut adalah pemberian phosphate per oral dan
bentuk aktif vitamin D3 dan calcitriol .

IX.4. DEFISIENSI 1 α- HYDROXYLASE


Pada tahun 1961, Prader dkk. menggambarkan suatu kondisi yang disebut dengan
vitamin D-dependent rickets; hal tersebut karena pasien-pasien tersebut mendapatkan
terapi vitamin D dalam dosis besar. Pada pasien tersebut didapatkan defisiensi 1 α-
hydroxylase dan mereka dapat diterapi dengan pemberian 1 α- hydroxylated calcitriol
dalam dosis kecil.1
Pada umumnya pasien berumur kurang dari 24 minggu dengan gambaran lemah,
pneumonia, kejang, nyeri tulang dan adanya gambaran rickets pada tulang skeletal. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan serum kalsium dan phosphate rendah, alkaline

22
phosphatase dan PTH tinggi, dengan nilai normal 25-hydroxyvitamin D 3 tetapi terdapat
penurunan bermakna dari nilai 1,25-dihydroxyvitamin D3. Pasien tersebut tidak dapat
mengubah 25-hydroxyvitamin D3 menjadi bentuk biologis aktif 1,25-dihydroxyvitamin
D3 sehingga pada akhirnya akan timbul gejala klinis rickets.1
Penatalaksanaan meliputi pemberian vitamin D aktif per oral.

IX.5. INSENSITIVITAS END ORGAN


Marx dkk. pada tahun 1978 melaporkan adanya 2 orang saudara yang menderita
rickets. Didapatkan gambaran klinis berupa peningkatan 1,25-dihydroxyvitamin D3
sebesar 3 sampai 30 kali lipat dari harga normal. Selain itu didapatkan alopecia ataupun
kerontokan pada rambut kepala dan badan. Pasien ini mempunyai insensitivitas end
organ terhadap vitamin D3.1
Pemberian vitamin D dosis tinggi menghasilkan respon klinis inkomplet.
Pemberian kalsium dosis tinggi intravena dilanjutkan dengan tambahan kalsium dosis
tinggi per oral juga tidak memberikan hasil yang menggembirakan.

IX.6. RENAL TUBULAR ABNORMALITIES


Fanconi syndrome disebabkan oleh berbagai penyebab. Sindrom ini terjadi akibat
kegagalan reabsorpsi tubulus ginjal terhadap molekul-molekul yang lebih kecil dari 50
Da. Ginjal akan kehilangan phosphat, kalsium, magnesium, bikarbonat, sodium,
potassium, glukosa, asam urat dan asam amino molekul kecil. Akibat abnormalitas
tubulus ginjal tersebut maka akan terjadi gangguan homeostasis mineral tulang. Pada
akhirnya pasien menjadi pendek disertai gambaran rickets dan penundaan umur tulang.
Penyebab utama dari kelainan tulang tersebut adalah hypophosphatemia akibat dari
kehilangan phosphate ginjal. Kondisi tersebut sama dengan yang terjadi pada X-linked
hypophosphatemic rickets.1
Mekanisme lain adalah adanya kehilangan kalsium dan magnesium, asidosis
metabolik yang disebabkan karena hilangnya bikarbonat, renal osteodystrophy (jika
renal disease berlanjut sehingga produksi 1,25-dihydroxyvitamin D3 menjadi
berkurang),serta adanya penurunan reabsorpsi kalsium dan phosphat.1

23
Terapi sama dengan X-linked hypophosphatemia yaitu dengan pemberian
phosphat dan vitamin D per oral. Imbalans elektrolit yang disebabkan penyakit lain perlu
dimonitor dan diterapi. Penyakit ginjal yang mendasarinya juga perlu mendapat terapi
apabila memungkinkan.1

IX.7. HYPOPHOSPHATASIA
Hypophosphatasia merupakan suatu kondisi yang menunjukkan gambaran klinis
rickets. Hypophosphatasia disebabkan karena defisiensi alkaline phosphatase. Secara
klinis defisiensi alkaline phosphatase menyebabkan gangguan mineralisasi tulang yang
menyebabkan gambaran rickets pada anak-anak atau osteomalacia pada dewasa. Fraktur
patologis dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa. Selain itu dapat terjadi
pembentukan abnormal dari dental cementum yang menyebabkan gigi tanggal. Gigi
primer akan tanggal lebih awal dengan resorpsi akar gigi minimal. Gejala klinis yang lain
adalah kegagalan pertumbuhan, peningkatan tekanan intra cranial dan craniosynostosis.1

IX.8.RENAL OSTEODYSTROPHY
Renal osteodystrophy menggambarkan perubahan tulang pada penderita penyakit
ginjal stadium terminal. Gambaran klinis adalah adanya hiperparathyroidism disertai
rickets atau osteomalacia.1
Gagal ginjal menyebabkan klirens phosphate darah inadekuat pada saat fungsi
ginjal kurang dari 25% sampai 30% dari normal. Hiperphosphatemia akan mempengaruhi
keseimbangan cairan sehingga terjadi hipokalsemia yang memacu glandula parathyroid
memproduksi PTH, sehingga menimbulkan hyperparathyroidism sekunder. Akibatnya
akan terjadi perubahan pada tulang yaitu erosi subperiosteal dan brown tumor. Erosi
subperiosteal merupakan gambaran klasik pada sisi radial phalanx medial digiti 2 dan 3
manus pada orang dewasa. Pada anak-anak gambaran tersebut terlihat pada sisi lateral
dari distal radius dan ulna serta sisi medial dari proksimal tibia. Stimulasi yang terus-
menerus dari glandula parathyroid menyebabkan timbulnya hyperplasia kelenjar sehingga
kondisi hiperparathyroid tetap terjadi walaupun penderita penyakit ginjal stadium
terminal tersebut telah menjalani transplantasi ginjal.1

24
Gambaran lain dari renal osteodystrophy adalah rickets. Apabila ginjal tidak dapat
memproduksi 1,25-dihydroxyvitamin D3 secara adekuat maka akan terjadi gambaran
rickets (klinis maupun radiologis) pada renal osteodystrophy. Manifestasi klinis dapat
berupa deformitas varus atau valgus pada genu dan ankle. Gambaran radiologis berupa
pelebaran dan deformitas pada growth plate serta adanya Looser zones.
Terapi renal osteodystrophy meliputi : 1
 Restriksi asupan phosphate
 Phosphate binding agents, terutama yang mengandung kalsium
 Vitamin D, terutama calcitriol, untuk menurunkan hiperparathyroidism sekunder
serta terapi rickets atau osteomalacia
 Mengembalikan fungsi ginjal dengan transplantasi ginjal sehingga dapat
memperbaiki kelainan musculoskeletal

X. PENCEGAHAN
Rickets merupakan penyakit yang dapat dicegah. Tindakan pencegahan yang
dapat dilakukan antara lain dengan 4
1. paparan sinar matahari yang adekuat
paparan sinar matahari 20 menit sehari pada bayi kulit putih dapat
mencegah terjadinya rickets tetapi pada bayi kulit berwarna diperlukan
waktu lebih lama.
2. asupan vitamin D yang adekuat yaitu 10 mcg atau 400 IU per oral tiap hari
3. asupan kalsium dan phosphat yang adekuat dalam diet

25
Tabel 1 : sumber makanan yang mengandung vitamin D 5

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Alman BA, Howard AW. Metabolic and endocrine abnormalites. In: Morrissy RT,
Weinstein SL, editors. Lovell & Winter’s Pediatric Orthopaedics. 6th ed.
Lippincott Williams & Wilkins, 2006. P 168-205.
2. Rijn R,McHugh K. Rickets. Download at : www.emedicine.com updated Feb,
2007.
3. Tachdjian MO. Pediatric Orthopedics. 2nd ed. Saunders Philadelphia,1990.P 897-
917.
4. Greer FR,Finberg L. Rickets. Download at : www.emedicine.com updated Jun,
2008.
5. Holick MF. Vitamin D deficiency. New England Journal of Medicine.
Massachusetts Medical Society. 2007; 357 : 266-81.
6. Petra M, Papadopoulos A,Digas G. Anticonvulsant drug- induced rickets and
multiple slipped epiphyses in a child treated non-operatively: A case report. Acta
Orthop.Belg.2008,74,413-417
7. Solomon L. Apley’s System Orthopaedics and Fracture. 8th ed. Oxford
Butterworth-Heinemann. 2001. P 105-132.
8. Plotkin H , Finberg L. Disorders of bone mineralization. Download at :
www.emedicine.com. Updated Aug 2007.
9. Flynn WF,Lane JM, Cornell CN. Metabolic bone disease. In : Chapman MW,
editor. Chapman’s Orthopaedic Surgery. 3rd ed. Lippincott William & Wilkins.
2001. Chapter 131. P 3488-3490.
10. Delahay JN, LauermanWC. Children’s orthopaedics. In : Wiesel SW,Delahay JN,
editors. Essentials of orthopaedic surgery. 3rd d. Springer Science Bussiness
Media. 2007. P 169-256.
11. Thompson JC. Netter’s concise atlas of orthopaedic anatomy. 1st ed. MediMedia
USA. 2002. P 295.

27
28

Anda mungkin juga menyukai