RICKETS
Disusun Oleh :
Rizkyyhulianti S (030.12.238)
Pembimbing :
“Rickets”
Telah di terima di setejui dan di sahkan oleh pembimbing, sebagai syarat untuk
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmatnya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Rickets”. Referat
ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Radiologi di Fakultas
membimbing penulis dalam menyusun referat ini, kepada dokter yang telah
Universitas Trisakti dan terimakasih juga kepada semua pihak yang telah membantu
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam referat ini. Penulis menerima
segala kritik dan saran sebagai pembelajaran dan semoga referat ini dapat bermanfaat.
3
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN......................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latarbelakang............................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 3
2.1 Anatomi.................................................................................... 3
2.2 Definisi..................................................................................... 5
2.3 Epidemiologi............................................................................ 6
2.4 Klasifikasi................................................................................ 6
2.5 Penegakan diagnosis................................................................ 8
2.6 Tatalaksana............................................................................... 19
2.7 Komplikasi............................................................................... 20
BAB III KESIMPULAN................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 23
4
BAB I
PENDAHULUAN
Tulang yang sedang bertumbuh atau imatur rentan terhadap defisiensi nutrisi dan
mencerminkan terjaganya mekanisme homeostatik dalam memelihara kalsium. Dua
kelainan yang sering terjadi pada tulang imatur ini adalah rickets dan hiperparatiroidisme,
yang pada umumnya sekunder akibat adanya kelainan ginjal kronis.
Rickets dapat terjadi secara kongenital ataupun akuisita. Penyebab yang biasa
dijumpai antara lain yaitu, karena defisiensi nutrisi terutama vitamin D, kalsium dan
fosfat, paparan sinar matahari yang kurang, status malabsorbsi yang melibatkan pankreas,
usus halus dan hepar, serta hidroliksasi yang abnormal.
5
epifisis. Seriring dengan perkembangan penyakit, pelebaran lempeng epifisis akan
semakin bertambah dan zona kalsifikasi provisional menjadi ireguler. Selanjutnya tampak
gambaran fraying dan iregularitas pada tulang spongiosa pada metafisis. Pemeriksaan CT
scan dan magnetic resonance imaging merupakan pemeriksaan lanjutan yang dapat
membantu mengevaluasi adanya fraktur, menilai densitas tulang, melihat pelebaran
epifisis serta Looser’s zone.
Adapun tujuan penulisan referat ini adalah untuk mempelajari gambaran rickets
secara lebih mendalam dikarenakan kasusnya yang jarang terjadi, sedangkan gambaran
radiologinya khas. Selain itu penulisan referat ini juga bertujuan untuk mempelajari
kaitan rickets dengan patofisiologinya, sehingga diharapkan pemahaman akan rickets
dapat lebih mendalam.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Diafisis atau batang adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder.
Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar.
Metafisis adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah
ini terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang
mengandung sel-sel hematopoetik. Metafisis juga menopang sendi dan
menyediakan daerah yang cukup luas untuk perlekatan tendon dan ligamen pada
epifisis. Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-
anak, dan bagian ini akan menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis
langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang yang bersatu dengan metafisis
sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti. Seluruh tulang diliputi oleh
lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang mengandung sel-sel yang dapat
berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang
panjang..(1)
7
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan
tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh.
Komponen-komponen nonseluler utama dari jaringan tulang adalah mineral-
mineral dan matriks organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat
membentuk suatu garam kristal (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks
kolagen dan proteoglikan. Mineral-mineral ini memampatkan kekuatan tulang.
Matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu osteoid. Sekitar 70% dari
osteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberikan daya rentang tinggi pada
tulang. Materi organik lain yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan
seperti asam hialuronat.(1)
Tulang terdiri dari dua komponen yaitu tulang kortikal atau kompakta dan
tulang trabekular atau spongiosa. Bagian-bagian tulang panjang terdiri dari
epifisis, metafisis dan diafisis. Diafisis atau batang adalah bagian tengah tulang
yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki
kekuatan yang besar.(1)
Metafisis adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang.
Daerah ini terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang
mengandung sumsum merah. Sumsum merah terdapat juga di bagian epifisis dan
diafisis tulang. Pada anak-anak, sumsum merah mengisi sebagian besar bagian
dalam dari tulang panjang, tetapi kemudian diganti oleh sumsum kuning sejalan
dengan semakin dewasanya anak tersebut. Metafisis juga menopang sendi dan
menyediakan daerah yang cukup luas untuk perlekatan tendon dan ligamen pada
epifisis. Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-
anak. Bagian ini akan menghilang pada tulang dewasa.(1)
Bagian epifisis yang letaknya dekat sendi tulang panjang bersatu dengan
metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti. Seluruh tulang
diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang mengandung sel-sel
yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal
tulang panjang.Tulang juga dapat dibedakan berdasarkan pola kolagen dalam
membentuk osteoid yaitu berbentuk anyaman dan lamelar. Tulang yang berbentuk
8
anyaman terbentuk saat osteoblas memproduksi osteoid secara cepat, misalnya
pada saat perkembangan janin dan penyembuhan fraktur. Selanjutnya tulang ini
akan diganti melalui proses remodelling untuk menjadi tulang dewasa dengan
bentuk lamelar.(1)
2.2 Definisi
9
histopatologis yang serupa yang disebabkan karena mineralisasi yang inadekuat
atau lambat dari matriks organik tersintesis baru (osteoid) pada tulang yang
imatur. Akibatnya tulang menjadi lunak dan mudah patah atau berubah bentuk.
Penyakit ini juga sering ditemui pada anak yang mengalami kurang gizi kronis
dan tidak memperoleh suplementasi vitamin D. Pemeriksaan radiologi atau
rontgen tulang juga dapat dilakukan. Pada pemeriksaan ini, dapat terlihat adanya
kepadatan tulang yang berkurang, terutama pada daerah epifisis tulang (daerah
pertumbuhan tulang).(2)
2.3 Epidemiologi
2.4 Klasifikasi
10
Status vitamin D tergantung pada jumlah vitamin D yang disintesis dalam kulit
dan kandungan vitamin D dari makanan. Sintesis kulit tergantung pada jumlah radiasi
UV yang diterima oleh kulit, area permukaan kulit yang terpapar, dan tingkat
pigmentasi melanin kulit. ASI biasanya hanya mengandung vitamin D dalam jumlah
kecil (40-60 IU/L) kecuali jika ibunya diberi vitamin D dosis tinggi, sehingga semua
bayi yang disusui harus ditambah vitamin D. Lintang area tempat tinggal juga
merupakan factor utama menentukan status vitamin D. Terutama pada musim dingin,
yang memiliki sintesis vitamin D kulit yang terbatas karena jumlah radiasi UV yang
mencapai bumi selama periode ini berkurang. Peran utama vitamin D adalah
mengoptimalkan penyerapan kalsium usus untuk memenuhi kebutuhan anak yang
sedang tumbuh, sehingga menjaga konsentrasi kalsium serum. Peran ini yang sangat
penting dalam patogenesis rickets, karena defisiensi vitamin D dapat menurunkan
absorbs kalsium yang tidak memadai sehingga mengakibatkan hiperparatiroidisme
sekunder dan hipofosfatemia.(5)
Hormon paratiroid dapat meningkat pada rickets defisiensi vitamin D.
Peningkatan hormone paratiroid pada rickets defisiensi vitamin D disebabkan oleh
efek langsung dari penurunan 25(OH)D dan penurunan konsentrasi 1.25(OH)2D
berikutnya yang dapat mengurangi penyerapan kalsium usus dan konsentrasi kalsium
serum.
Defisiensi Kalsium
Defisiensi kalsium merupakan salah satu factor risiko dari terjadinya rickets.
Asupan kalsium yang tidak mencakupi dapat berkaitan dengan factor genetik,
hormon, dan nutrisi lainnya. Hormon paratiroid biasanya dapat meningkat pada
rickets defisiensi kalsium.(5) Pada rickets defisiensi kalsium, penyerapan kalsium
yang tidak adekuat dari saluran gastrointestinal, dan terdapat berkurangnya
reabsorbsi fosfat usus dan peningkatan ekskresi fosfat ginjal yang akhirnya menjadi
hipofosfatemia.
Hipofosfatemia
11
Rikets yang disebabkan oleh hipofosfatemia adalah bentuk rickets yang ditandai
dengan kadar serum fosfat yang rendah dan resistensi terhadap pengobatan
dengan radiasi ultraviolet atau konsumsi vitamin D.(6) Hipofosfatemia biasanya
disebabkan oleh gangguan penyerapan fosfat di usus dan atau peningkatan
ekskresi fosfat pada ginjal.(7) Pada hipofosfatemia yang berkepanjangan akan
mengakibatkan “irregularities bone” karena diketahui bahwa pemeliharaan kadar
fosfat penting untuk beberapa proses biologis, termasuk metabolisme energi,
perkembangan kerangka, dan integritas tulang. Selain itu, defisiensi fosfat dapat
mengganggu pemeliharaan kondrosit, menyebabkan blok neoformasi tulang, yang
menyebabkan pertumbuhan tertunda(8)
12
bulan normal.(9) Namun pada pasien dengan rakhitis terdapat penundaan
penutupan fontanel.(9) Craniotabes (area penipisan dan pelunakan tulang
tengkorak) dengan tulang ping pong pada bayi. Di dada, kelainan bentuk
melengkung menghasilkan apa yang disebut rosario rachitic di sepanjang
persimpangan costochondral.(4) Tulang rusuk melemah yang ditarik oleh
otot juga menghasilkan flaring di atas diafragma, yang dikenal sebagai alur
Harrison.(4) Tulang dada dapat ditarik menjadi deformitas payudara
merpati. Pada tulang panjang, meletakkan osteoid yang tidak dikalsifikasi
pada metafase menyebabkan penyebaran daerah-daerah tersebut,
menghasilkan kelainan bentuk, yang divisualisasikan pada radiografi
sebagai cupping dan flaring metaphyses. Penahan berat menghasilkan
(4,9)
deformitas seperti bengkok dan lutut. Usia dan berat badan anak
menentukan jenis dan lokasi kelainan, seperti: (9)
Pada bayi, kelainan bentuk ini terlihat pada tulang lengan bawah dan
tibia.
Pada balita, ada pembengkakan fisiologis normal pada tungkai (genu
varum).
Anak yang lebih besar memiliki genu valgum atau deformitas berangin
dari ekstremitas bawah (genu varum di satu sisi dan valgum di sisi
lain). Mungkin ada kyphosis atau scoliosis. Dalam kasus yang lebih
parah pada anak-anak yang lebih tua dari 2 tahun, pelunakan tulang
belakang mengarah ke kyphoscoliosis. Ujung-ujung tulang panjang
menunjukkan bahwa penebalan menonjol yang sama. Pada pergelangan
kaki, palpasi malleolus tibialis memberi kesan epifisis ganda (tanda
Marfan). Karena tulang panjang yang lunak dapat menekuk, mereka
mungkin patah di satu sisi korteks (yaitu, fraktur greenstick).
Pada orang dewasa, kelainan bentuk tulangnya tidak biasa; Namun,
pada wanita mungkin ada pelvis triradiate yang mempersulit persalinan
normal.
2. Manifestasi diluar Tulang Kerangka
13
Anak-anak mungkin memiliki gaya berjalan waddling (antalgic
gait), dapat pula ditemukan adanya hipoplasia email gigi. Anak-anak dapat
mengalami iritabilitas atau parestesia. Pada remaja dan dewasa, lempeng
pertumbuhan menyatu, dan karenanya kelainan bentuk tulang tidak
terlihat. Dengan demikian, sebagian besar pasien dewasa mungkin tidak
menunjukkan gejala.(9)
14
normal. Ketika indeks kecurigaan tinggi ada, radiografi pergelangan tangan
atau lutut harus diperoleh.
Konsentrasi serum PTH meningkat pada rakhitis kalsipenik. Sebaliknya,
dengan pengecualian yang jarang, konsentrasi PTH normal dalam rakitis
fosfopenik. Hiperparatiroidisme dikaitkan dengan aminoaciduria yang, oleh
karena itu, tidak terlihat pada riketsia hipofosfatemia familial (FHR).
Pendekatan diagnostik untuk dugaan rakhitis adalah dengan menggunakan
pengukuran serum fosfor anorganik (Pi) dan PTH untuk membedakan
kalsipenik dari rakhitis fosfopenik.(9)
Kadar Level Vitamin D(9)
Cara terbaik untuk menilai status vitamin D adalah mengukur kadar 25
(OH) D. Ketika 25 (OH) D kadar turun, penyerapan kalsium usus turun,
yang mengarah ke penurunan kalsium serum. Ini menyebabkan peningkatan
PTH serum, yang menstimulasi konversi 25 (OH) D menjadi 1,25 (OH) 2D,
dan dengan demikian mempertahankan penyerapan kalsium. [47] Dengan
demikian, level optimal 25 (OH) D didefinisikan sebagai level yang
menyebabkan penekanan PTH maksimal dan penyerapan kalsium
maksimum. Konsentrasi 25 (OH) D optimal juga dapat didefinisikan secara
klinis, seperti tingkat yang diperlukan untuk pengurangan fraktur. Tidak ada
konsensus tentang konsentrasi 25 (OH) D optimal untuk kesehatan tulang.
Institute of Medicine (IOM) mendukung 25 (OH) D konsentrasi di atas 20
ng / mL. National Osteoporosis Foundation, International Osteoporosis
Foundation, dan American Geriatric Society menyarankan bahwa tingkat
minimum 30 ng / mL diperlukan pada orang dewasa yang lebih tua untuk
meminimalkan risiko jatuh dan patah tulang. Semua setuju bahwa kadar
lebih rendah dari 20 ng / mL adalah suboptimal untuk kesehatan tulang.
Tingkat serum 25 (OH) D optimal untuk kesehatan ekstraskeletal tidak
ditetapkan. Tingkat serum atas yang aman juga belum ditentukan. Ada
peningkatan risiko patah tulang dan beberapa kanker (mis. Pankreas,
prostat) dan kematian dengan tingkat di atas 30-48 ng / mL. [50] Tinjauan
sistematis IOM lebih memilih mempertahankan konsentrasi serum 25 (OH)
15
D antara 20 dan 40 ng / mL, sedangkan yang lain lebih menyukai
mempertahankan kadar 25 (OH) D antara 30 dan 50 ng / mL.
Standar yang saat ini diterima untuk mendefinisikan status vitamin D pada
anak-anak dan remaja adalah: kecukupan vitamin D: 25 (OH) D ≥ 20 ng /
mL; insufisiensi vitamin D: 25 (OH) D antara 15 dan 20 ng / mL; dan
defisiensi vitamin D: 25 (OH) D ≤ 15 ng / mL. Kekurangan parah
didefinisikan sebagai level <5 ng / mL. Cut-off ini mungkin perlu direvisi
jika studi pediatrik masa depan menunjukkan kemanjuran tingkat 25 (OH)
D yang lebih tinggi. Individu dengan kadar 25 (OH) D 100 ng / mL telah
ditetapkan secara sewenang-wenang karena memiliki kelebihan vitamin D
dan di atas 150 ng / mL dianggap keracunan. Tes vitamin D
2. Radiologi
16
polos dapat dijumpai tampak gambaran yang khas yaitu sebagai berikut: di kepala
dapat tampak gambaran frontal bossing, wormian bones, maupun craniotabes;
pada genu dapat tampak genu varum maupun genu valgum; pada tibia akan
tampak saber shin, pada pelvis dapat dijumpai gambaran triradiate pelvis serta
epifisi caput femur yang mengalami slipped; pada thorax dapat dijumpai gambaran
rachitic rosary dan pectus carinatum. Selain itu juga dapat dijumpai fraktur
greenstick, skoliosis, keterlambatan erupsi gigi dan hipoplasia enamel gigi.(11,13)
17
Gambar 4. Rickety Rosary. Pelebaran pada costa anterior ditunjukkan dengan jelas (tanda
panah).
18
Gambar 6. Tampak robekan yang nyata di garis metafisis
19
Gambar 8. Tampak “bowing” pada tulang tibia dan femur disertai pemendekan
tulang
Gambar 9. Gambaran
triradiate pelvis serta epifisis caput femur yang mengalami slipped
20
Foto CT-Scan
Foto MRI
21
3. Densitas Tulang
Beberapa penelitian telah menunjukkan penurunan kepadatan tulang,
pinggul, dan lengan bawah secara nyata [yang diukur dengan dual-energy
absorptiometry-X-ray (DXA) energi-ganda) pada pasien-pasien dengan
osteomalacia yang berhubungan dengan kekurangan vitamin D. Namun,
kepadatan mineral tulang (BMD) tidak diperlukan untuk diagnosis
osteomalacia, dan penurunan BMD tidak membedakan osteoporosis dari
osteomalacia. Sebaliknya, BMD cenderung normal atau meningkat (terutama
tulang belakang lumbar) pada orang dewasa dengan XLH. (9)
4. Biopsi Tulang
Biopsi tulang dengan pelabelan tetrasiklin adalah cara paling akurat untuk
mendiagnosis osteomalacia / rakhitis. Namun, jarang dilakukan karena invasif
dan diagnosis biasanya dapat dibuat dari kombinasi temuan klinis dan
laboratorium. Karakteristik histomorfometrik osteomalacia meliputi: Waktu
jeda mineralisasi yang berkepanjangan, pelipatan osteoid yang melebar, dan
peningkatan volume osteoid. Semua fitur ini diperlukan untuk diagnosis karena
gangguan lain mungkin menunjukkan salah satu dari temuan ini. Lapisan
osteoid lebar yang mencerminkan pergantian tinggi dapat dilihat dengan
hipertiroidisme, penyakit Paget, dan hiperparatiroidisme. Namun, tingkat
apposisi mineral meningkat pada kelainan ini berbeda dengan osteomalacia.(9)
22
o Fontanel terbuka
o Rosario rachitic
o Pembengkakan sendi
Interpretasi:
2. Sindrom Jansen
a. Sindrom Jansen merupakan salah satu bentuk dominan autosomal
langka dari dwarfisme tungkai pendek di mana bayi datang dengan
chondroplasia metafisis. Pada penyakit ini terdapat pembungkukan
kaki, bertubuh lebih pendek, dan gaya jalan melenggang (waddling
gait). Pada Sindrom Jansen tidak terdapat kelainan pada level serum
kalsium, fosfat, alkalin fosfatase atau metabolisme vitamin D.(3)
2.7 Tatalaksana
Terapi yang adekuat dapat memulihkan pertumbuhan skeletal dan
menyebabkan resolusi tanda radiografik rickets. Beberapa sediaan vitamin D
dapat digunakan untuk terapi rickets dosis yang dibutuhkan juga tergantung
dari diagnosis.(6)
23
Rickets biasanya diterapi dengan 1,25 hidroksi vitamin D dan
suplementasi kalsium. The American Academy of Pediatrics
merekomendasikan suplementasi vitamin D 400 IU/hari untuk semua bayi
yang mendapat ASI, dimulai segera setelah lahir dan diberikan sampai bayi
mendapat formula lebih dari 500mL/hari atau susu yang difortifikasi vitamin D
(untuk usia >1 tahun). Efek samping toksik kelebihan vitamin D adalah
hiperkalsemia, kelemahan otot, poliuria, dan nefrokalsinosis.(6)
Kebutuhan kalsium pada anak-anak dengan rickets lebih besar dari pada
anak-anak normal karena terdapat istilah “hungry bones” atau tulang yang
lapar pada anak dengan rickets. Dosis harian optimal untuk pengobatan anak-
anak dengan asupan kalsium makanan biasa <300 mg/hari adalah 1000 mg.
Beberapa anak butuh terapi >24 minggu untuk sembuh total dari rickets,(6)
Pada rickets hipofosfatemik, suplementasi fosfat harus disertai dengan
suplementasi vitamin D untuk mensupresi hiperparatiroidisme sekunder.
Rickets nutrisional ditatalaksana dengan vitamin D dosis tinggi tunggal atau
vitamin D dosis kecil secara multipel.(6)
2.8 Komplikasi
24
Jika tidak diobati dengan baik, rakitis dapat menyebabkan beberapa
komplikasi, antara lain: (16)
Keterlambatan pertumbuhan.
Kejang-kejang.
Kelainan pada gigi.
Kelainan tulang.
Pelengkungan tulang belakang yang abnormal.
25
BAB III
KESIMPULAN
Ricket merupakan suatu penyakit perlunakan tulang yang khas pada anak akibat
dalam tubuh.Kelainan mineralisasi pada tulang imatur dominan terjadi pada ujung tulang yang
bertumbuh dimana osifikasi enkhondral berperan, yang memberikan gambaran klasik rickets.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) memperkirakan 5 per 1.000.000 anak
berusia antara 6 bulan sampai 5 tahun memiliki rakhitis.(2)Secara umum defisiensi nutrisi
26
adalah penyebab utama rakhitis, diikuti oleh vitamin D-dependen, tahan vitamin D, dan
rakhitis ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: kosep klinis proses-proses penyakit. Carter MA.
Anatomi dan fisiologi tulang dan sendi. 6thed. Jakarta: EGC; 2005. Hal 1357-1359.
2. Ernawati, F. and Budiman, B. Status Vitamin D Terkini Anak Indonesia Usia 2,0-12,
9 Tahun. Gizi Indon, 38(1), p.73 . 2015
3. Palacio C, Olney R. Rickets. Epocrates by BMJ.2019 (diaksespada 10 Oktober 2019).
Available at: https://online.epocrates.com/diseases/63511/Rickets/Key-Highlights
4. Schwarz SM. Rickets. Medscape. 2017 (diaksespada 10 Oktober 2019). Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/985510-overview#a4
27
5. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, 2009. Nelson Textbook of
Pediatrics, 18th Edition, Saunders Elsevier Inc, 41-42; 675-89.
6. Thandrayen K. Pettifor J. The roles of vitamin D and dietary calcium in nutritional
rickets. Elsevier. 2018 (Dikases 10 Oktober 2019) At:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6019962/pdf/main.pdf
7. Chan J. Hypophosphatemic Rickets. Medscape. 2018. (Diakses 10 Oktober 2019)
At:https://emedicine.medscape.com/article/922305-overview#a1
8. Liliane M. Abreu A. Nogueira P. Hypophosphatemic Rickets: Case Report. Scielo.
2018. (Diakses 10 Oktober 2019) At:http://www.scielo.br/scielo.php?
script=sci_arttext&pid=S0103-05822018000200242&lng=en&nrm=iso&tlng=en
9. Sahay M, Sahay R. Rickets-vitamin D Deficiency and Dependency. Idian J
EndocrinolMetab. 2012;16(2):164-76.
10. Bonakdarpour A. Systematic approach to metabolic disease of bone. In:
Bonakdarpour A, editor. Diagnostic imaging of musculoskeletal diseases: a
systematic approach. Springer; 2015.pp 15-50.
11. Manaster BJ, May DA, Disler DG. Musculoskeletal imaging. 3rd ed. Mosby; 2014.pp
373-82.
12. Cheema JI, Grissom LE, Harcke HT. Radiographic characteristics of lower
extremitybowing in children. Radiographics. 2013;23:871-80.
13. Babyn P. Metabolic bone disorders. In: Daldrup HE, Gooding CA, editor. Essentials
of pediatric radiology. Cambridge University Press; 2013. Pp 25666.
14. Donelly LF, Jones BV, O’Hara SM, Anton CG, Benton C, Westra SJ, et al.
Diagnostic imaging pediatrics. 1st ed. Amirsys Inc; 2015.
15. Fukumoto S, Ozono K, Michigami T, Minagawa M, Okozaki R, Sugimoto T, et al.
Pathogenesis and diagnostic criteria for rickets and osteomalacia —Proposal by an
expert panel supported by Ministry of Health, Labour and Welfare, Japan, The
Japanese Society for Bone and Mineral Research and The Japan Endocrine Society.
Endocrine J. 2015;62(8):665-71.
16. Sahay, M. Sahay, R. Rickets-Vitamin D Deficiency and Dependency. Indian Journal
of Endocrinology and Metabolism. 2012
28