Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

RICKETS

Disusun Oleh :

Nadhira Farah P (030.15.127)

Normalita Aulia S (030.15.143)

Rizkyyhulianti S (030.12.238)

Asya Aprilianti DP (030.14.021)

Vidya Nurfadhillah (030.13.200)

Pembimbing :

dr. Partogi Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 23 SEPTEMBER – 25 OKTOBER 2019


LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi referat dengan judul

“Rickets”

Telah di terima di setejui dan di sahkan oleh pembimbing, sebagai syarat untuk

menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Radiologi di Fakultas Kedokteran Universitas

Trisakti periode 23 September – 25 Oktober 2019.

Jakarta, 10 Oktober 2019

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat rahmatnya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Rickets”. Referat

ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Radiologi di Fakultas

Kedokteran Universitas Trisakti.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr.Partogi, Sp.Rad yang telah

membimbing penulis dalam menyusun referat ini, kepada dokter yang telah

membimbing penulis selama kepaniteraan klinik Ilmu Radiologi di Fakultas Kedokteran

Universitas Trisakti dan terimakasih juga kepada semua pihak yang telah membantu

dalam proses penyusunan referat ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam referat ini. Penulis menerima

segala kritik dan saran sebagai pembelajaran dan semoga referat ini dapat bermanfaat.

3
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN......................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latarbelakang............................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 3
2.1 Anatomi.................................................................................... 3
2.2 Definisi..................................................................................... 5
2.3 Epidemiologi............................................................................ 6
2.4 Klasifikasi................................................................................ 6
2.5 Penegakan diagnosis................................................................ 8
2.6 Tatalaksana............................................................................... 19
2.7 Komplikasi............................................................................... 20
BAB III KESIMPULAN................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 23

4
BAB I

PENDAHULUAN

Rickets merupakan suatu sindrom klinis yang menggambarkan spectrum kelainan


metabolik dengan abnormalitas gambaran radiologis dan histopatologis yang serupa,
yang disebabkan karena mineralisasi yang inadekuat atau lambat dari matriks organik
tersintesis baru (osteoid) pada tulang yang imatur sebelum fusi fisis.

Tulang yang sedang bertumbuh atau imatur rentan terhadap defisiensi nutrisi dan
mencerminkan terjaganya mekanisme homeostatik dalam memelihara kalsium. Dua
kelainan yang sering terjadi pada tulang imatur ini adalah rickets dan hiperparatiroidisme,
yang pada umumnya sekunder akibat adanya kelainan ginjal kronis.

Rickets aktif bermanifestasi hanya pada tulang yang mengalami pertumbuhan,


sehingga kelainan ini tampak pada periode pertama pertumbuhan yang berlangsung
cepat, yaitu usia antara 6 bulan dan 3 tahun. Tipe rickets yang kurang parah dapat tidak
bermanifestasi sampai usia pre-pubertas. Rickets dilaporkan semakin banyak terjadi pada
bayi prematur dengan berat badan lahir sangat rendah. Patogenesis hal ini kemungkinan
karena metabolik, nutrisional dan pada beberapa kasus karena iatrogenik.

Rickets dapat terjadi secara kongenital ataupun akuisita. Penyebab yang biasa
dijumpai antara lain yaitu, karena defisiensi nutrisi terutama vitamin D, kalsium dan
fosfat, paparan sinar matahari yang kurang, status malabsorbsi yang melibatkan pankreas,
usus halus dan hepar, serta hidroliksasi yang abnormal.

Rickets dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan radiologi turut berperan dalam menilai rickets, dan
dapat dilakukan dengan pemeriksaan foto polos, ultrasonografi (USG), CT Scan, Bone
scan dan MRI. Gambaran rickets pada foto polos tampak khas yaitu osifikasi yang
abnormal yang menyebabkan retardasi tulang dan osteopenia. Gambaran radiografi
paling awal pada rickets yaitu pelebaran lempeng epifisis disepanjang aksis longitudinal
tulang yang diikuti dengan penurunan densitas tulang pada sisi metafisis lempeng

5
epifisis. Seriring dengan perkembangan penyakit, pelebaran lempeng epifisis akan
semakin bertambah dan zona kalsifikasi provisional menjadi ireguler. Selanjutnya tampak
gambaran fraying dan iregularitas pada tulang spongiosa pada metafisis. Pemeriksaan CT
scan dan magnetic resonance imaging merupakan pemeriksaan lanjutan yang dapat
membantu mengevaluasi adanya fraktur, menilai densitas tulang, melihat pelebaran
epifisis serta Looser’s zone.
Adapun tujuan penulisan referat ini adalah untuk mempelajari gambaran rickets
secara lebih mendalam dikarenakan kasusnya yang jarang terjadi, sedangkan gambaran
radiologinya khas. Selain itu penulisan referat ini juga bertujuan untuk mempelajari
kaitan rickets dengan patofisiologinya, sehingga diharapkan pemahaman akan rickets
dapat lebih mendalam.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Gambar 1. Anatomi Tulang(1)

Diafisis atau batang adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder.
Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar.
Metafisis adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah
ini terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang
mengandung sel-sel hematopoetik. Metafisis juga menopang sendi dan
menyediakan daerah yang cukup luas untuk perlekatan tendon dan ligamen pada
epifisis. Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-
anak, dan bagian ini akan menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis
langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang yang bersatu dengan metafisis
sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti. Seluruh tulang diliputi oleh
lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang mengandung sel-sel yang dapat
berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang
panjang..(1)

7
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan
tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh.
Komponen-komponen nonseluler utama dari jaringan tulang adalah mineral-
mineral dan matriks organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat
membentuk suatu garam kristal (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks
kolagen dan proteoglikan. Mineral-mineral ini memampatkan kekuatan tulang.
Matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu osteoid. Sekitar 70% dari
osteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberikan daya rentang tinggi pada
tulang. Materi organik lain yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan
seperti asam hialuronat.(1)

Tulang terdiri dari dua komponen yaitu tulang kortikal atau kompakta dan
tulang trabekular atau spongiosa. Bagian-bagian tulang panjang terdiri dari
epifisis, metafisis dan diafisis. Diafisis atau batang adalah bagian tengah tulang
yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki
kekuatan yang besar.(1)

Metafisis adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang.
Daerah ini terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang
mengandung sumsum merah. Sumsum merah terdapat juga di bagian epifisis dan
diafisis tulang. Pada anak-anak, sumsum merah mengisi sebagian besar bagian
dalam dari tulang panjang, tetapi kemudian diganti oleh sumsum kuning sejalan
dengan semakin dewasanya anak tersebut. Metafisis juga menopang sendi dan
menyediakan daerah yang cukup luas untuk perlekatan tendon dan ligamen pada
epifisis. Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-
anak. Bagian ini akan menghilang pada tulang dewasa.(1)

Bagian epifisis yang letaknya dekat sendi tulang panjang bersatu dengan
metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti. Seluruh tulang
diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang mengandung sel-sel
yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal
tulang panjang.Tulang juga dapat dibedakan berdasarkan pola kolagen dalam
membentuk osteoid yaitu berbentuk anyaman dan lamelar. Tulang yang berbentuk
8
anyaman terbentuk saat osteoblas memproduksi osteoid secara cepat, misalnya
pada saat perkembangan janin dan penyembuhan fraktur. Selanjutnya tulang ini
akan diganti melalui proses remodelling untuk menjadi tulang dewasa dengan
bentuk lamelar.(1)

Gambar 2. Gambaran anatomi pada rickets(1)

Gambaran paling awal pada rickets yaitu pelebaran lempeng epifisis


disepanjang aksis longitudinal tulang yang diikuti dengan penurunan densitas
tulang pada sisi metafisis lempeng epifisis. Seriring dengan perkembangan
penyakit, pelebaran lempeng epifisis akan semakin bertambah dan zona
kalsifikasi provisional menjadi ireguler. Selanjutnya tampak gambaran fraying
dan iregularitas pada tulang spongiosa pada metafisis.(1)

2.2 Definisi

Rickets merupakan suatu sindrom klinis yang menggambarkan


spektrum kelainan metabolik abnormalitas gambaran radiologis dan

9
histopatologis yang serupa yang disebabkan karena mineralisasi yang inadekuat
atau lambat dari matriks organik tersintesis baru (osteoid) pada tulang yang
imatur. Akibatnya tulang menjadi lunak dan mudah patah atau berubah bentuk.
Penyakit ini juga sering ditemui pada anak yang mengalami kurang gizi kronis
dan tidak memperoleh suplementasi vitamin D. Pemeriksaan radiologi atau
rontgen tulang juga dapat dilakukan. Pada pemeriksaan ini, dapat terlihat adanya
kepadatan tulang yang berkurang, terutama pada daerah epifisis tulang (daerah
pertumbuhan tulang).(2)

2.3 Epidemiologi

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) memperkirakan 5 per


1.000.000 anak berusia antara 6 bulan sampai 5 tahun memiliki rakhitis. (3) Secara
umum defisiensi nutrisi adalah penyebab utama rakhitis, diikuti oleh vitamin D-
dependen, tahan vitamin D, dan rakhitis ginjal.(3) Di daerah yang cerah, seperti di
Timur Tengah sekalipun rakhitis masih merupakan masalah kesehatan utama.(4)
Hal ini dapat terjadi ketika bayi dibundel dalam pakaian dan tidak terpapar sinar
matahari juga menghindari paparakn sinar matahari.(4) Di beberapa bagian Afrika,
kekurangan kalsium, fosfor, atau keduanya dalam makanan juga dapat
menyebabkan rakhitis, terutama di masyarakat di mana jagung dominan dalam
makanan.(4) Pada orang berkulit lebih gelap memerlukan ebih banyak paparan
sinar matahari daripada orang yang berkulit lebih terang, untuk mengubah vitamin
D. bioaktif.(3) Frekuensi rakhitis telah meningkat secara internasional. Alasan yang
mungkin termasuk rekomendasi untuk anak-anak untuk memakai tabir surya saat
di luar ruangan dan kecenderungan bagi anak-anak untuk menghabiskan lebih
banyak waktu di dalam ruangan, menonton televisi atau bermain game elektronik,
daripada bermain di luar.(3,4)

2.4 Klasifikasi

Terdapat dua faktor yang bertanggungjawab untuk terjadinya rickets adalah


defisiensi vitamin D dan defisiensi kalsium.(5)
 Defisiensi Vitamin D

10
Status vitamin D tergantung pada jumlah vitamin D yang disintesis dalam kulit
dan kandungan vitamin D dari makanan. Sintesis kulit tergantung pada jumlah radiasi
UV yang diterima oleh kulit, area permukaan kulit yang terpapar, dan tingkat
pigmentasi melanin kulit. ASI biasanya hanya mengandung vitamin D dalam jumlah
kecil (40-60 IU/L) kecuali jika ibunya diberi vitamin D dosis tinggi, sehingga semua
bayi yang disusui harus ditambah vitamin D. Lintang area tempat tinggal juga
merupakan factor utama menentukan status vitamin D. Terutama pada musim dingin,
yang memiliki sintesis vitamin D kulit yang terbatas karena jumlah radiasi UV yang
mencapai bumi selama periode ini berkurang. Peran utama vitamin D adalah
mengoptimalkan penyerapan kalsium usus untuk memenuhi kebutuhan anak yang
sedang tumbuh, sehingga menjaga konsentrasi kalsium serum. Peran ini yang sangat
penting dalam patogenesis rickets, karena defisiensi vitamin D dapat menurunkan
absorbs kalsium yang tidak memadai sehingga mengakibatkan hiperparatiroidisme
sekunder dan hipofosfatemia.(5)
Hormon paratiroid dapat meningkat pada rickets defisiensi vitamin D.
Peningkatan hormone paratiroid pada rickets defisiensi vitamin D disebabkan oleh
efek langsung dari penurunan 25(OH)D dan penurunan konsentrasi 1.25(OH)2D
berikutnya yang dapat mengurangi penyerapan kalsium usus dan konsentrasi kalsium
serum.

 Defisiensi Kalsium
Defisiensi kalsium merupakan salah satu factor risiko dari terjadinya rickets.
Asupan kalsium yang tidak mencakupi dapat berkaitan dengan factor genetik,
hormon, dan nutrisi lainnya. Hormon paratiroid biasanya dapat meningkat pada
rickets defisiensi kalsium.(5) Pada rickets defisiensi kalsium, penyerapan kalsium
yang tidak adekuat dari saluran gastrointestinal, dan terdapat berkurangnya
reabsorbsi fosfat usus dan peningkatan ekskresi fosfat ginjal yang akhirnya menjadi
hipofosfatemia.

 Hipofosfatemia

11
Rikets yang disebabkan oleh hipofosfatemia adalah bentuk rickets yang ditandai
dengan kadar serum fosfat yang rendah dan resistensi terhadap pengobatan
dengan radiasi ultraviolet atau konsumsi vitamin D.(6) Hipofosfatemia biasanya
disebabkan oleh gangguan penyerapan fosfat di usus dan atau peningkatan
ekskresi fosfat pada ginjal.(7) Pada hipofosfatemia yang berkepanjangan akan
mengakibatkan “irregularities bone” karena diketahui bahwa pemeliharaan kadar
fosfat penting untuk beberapa proses biologis, termasuk metabolisme energi,
perkembangan kerangka, dan integritas tulang. Selain itu, defisiensi fosfat dapat
mengganggu pemeliharaan kondrosit, menyebabkan blok neoformasi tulang, yang
menyebabkan pertumbuhan tertunda(8)

2.5 Penegakan diagnosis


I. ANAMNESIS
Pada anamnesis biasanya anak tersebut mungkin tidak menunjukkan gejala
atau mungkin mengalami nyeri, iritabilitas, keterlambatan dalam tonggak
motorik, dan pertumbuhan yang buruk.(9) Keringat yang meningkat adalah
temuan umum pada bayi muda dengan rakhitis kalsipenik dan mungkin
disebabkan oleh nyeri tulang. Dapat pula ditanyakan faktor-faktor resiko yang
dapat mendukung terjadinya rakhitis seperti riwayat diet, riwayat pengobatan,
dan riwayat penyakit hati atau ginjal dan malabsorpsi. Perlu diketahui pula
penyebab dari rakhitis tersebut.(9)

II. PEMERIKSAAN FISIK


Manifestasi rakhitis awalnya terlihat di lengan bawah, lutut, dan persimpangan
costochondral yang merupakan tempat pertumbuhan tulang yang cepat. (9) Kadang-
kadang, displasia skeletal dapat disalahartikan sebagai rakhitis karena gambaran
klinis rakhitis dan displasia skeletal dengan keterlibatan metafisis dapat serupa. (9)
Namun, serum fosfor anorganik dan konsentrasi PTH biasanya normal pada anak-
anak dengan displasia tulang.(9)
1. Manifestasi pada Tulang Kerangka
Perubahan kerangka serupa pada rakitis kalsipenik dan fosfopenik. (9)
Normalnya fontanel anterior tertutup pad usia 18 bulan dan posterior 3

12
bulan normal.(9) Namun pada pasien dengan rakhitis terdapat penundaan
penutupan fontanel.(9) Craniotabes (area penipisan dan pelunakan tulang
tengkorak) dengan tulang ping pong pada bayi. Di dada, kelainan bentuk
melengkung menghasilkan apa yang disebut rosario rachitic di sepanjang
persimpangan costochondral.(4) Tulang rusuk melemah yang ditarik oleh
otot juga menghasilkan flaring di atas diafragma, yang dikenal sebagai alur
Harrison.(4) Tulang dada dapat ditarik menjadi deformitas payudara
merpati. Pada tulang panjang, meletakkan osteoid yang tidak dikalsifikasi
pada metafase menyebabkan penyebaran daerah-daerah tersebut,
menghasilkan kelainan bentuk, yang divisualisasikan pada radiografi
sebagai cupping dan flaring metaphyses. Penahan berat menghasilkan
(4,9)
deformitas seperti bengkok dan lutut. Usia dan berat badan anak
menentukan jenis dan lokasi kelainan, seperti: (9)
 Pada bayi, kelainan bentuk ini terlihat pada tulang lengan bawah dan
tibia.
 Pada balita, ada pembengkakan fisiologis normal pada tungkai (genu
varum).
 Anak yang lebih besar memiliki genu valgum atau deformitas berangin
dari ekstremitas bawah (genu varum di satu sisi dan valgum di sisi
lain). Mungkin ada kyphosis atau scoliosis. Dalam kasus yang lebih
parah pada anak-anak yang lebih tua dari 2 tahun, pelunakan tulang
belakang mengarah ke kyphoscoliosis. Ujung-ujung tulang panjang
menunjukkan bahwa penebalan menonjol yang sama. Pada pergelangan
kaki, palpasi malleolus tibialis memberi kesan epifisis ganda (tanda
Marfan). Karena tulang panjang yang lunak dapat menekuk, mereka
mungkin patah di satu sisi korteks (yaitu, fraktur greenstick).
 Pada orang dewasa, kelainan bentuk tulangnya tidak biasa; Namun,
pada wanita mungkin ada pelvis triradiate yang mempersulit persalinan
normal.
2. Manifestasi diluar Tulang Kerangka

13
Anak-anak mungkin memiliki gaya berjalan waddling (antalgic
gait), dapat pula ditemukan adanya hipoplasia email gigi. Anak-anak dapat
mengalami iritabilitas atau parestesia. Pada remaja dan dewasa, lempeng
pertumbuhan menyatu, dan karenanya kelainan bentuk tulang tidak
terlihat. Dengan demikian, sebagian besar pasien dewasa mungkin tidak
menunjukkan gejala.(9)

Gambar 3. Gambaran Manifestasi Rikets(9)

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium
 Alkaline phosphatase (ALP)(9)
ALP merupakan penanda yang sangat baik dari aktivitas penyakit karena
berpartisipasi dalam mineralisasi tulang dan tulang rawan lempeng
pertumbuhan. Kadar ALP biasanya 500 IU / L pada neonatus dan 1000 IU /
L pada anak-anak hingga usia 9 tahun dan menurun setelah pubertas.
Konsentrasi ALP serum meningkat pada rakhitis hipokalsemia dan
hipofosfatemik. ALP dapat digunakan untuk menyaring rakhitis, dengan
peringatan bahwa rakhitis kadang-kadang dilaporkan dengan tingkat ALP

14
normal. Ketika indeks kecurigaan tinggi ada, radiografi pergelangan tangan
atau lutut harus diperoleh.
 Konsentrasi serum PTH meningkat pada rakhitis kalsipenik. Sebaliknya,
dengan pengecualian yang jarang, konsentrasi PTH normal dalam rakitis
fosfopenik. Hiperparatiroidisme dikaitkan dengan aminoaciduria yang, oleh
karena itu, tidak terlihat pada riketsia hipofosfatemia familial (FHR).
Pendekatan diagnostik untuk dugaan rakhitis adalah dengan menggunakan
pengukuran serum fosfor anorganik (Pi) dan PTH untuk membedakan
kalsipenik dari rakhitis fosfopenik.(9)
 Kadar Level Vitamin D(9)
Cara terbaik untuk menilai status vitamin D adalah mengukur kadar 25
(OH) D. Ketika 25 (OH) D kadar turun, penyerapan kalsium usus turun,
yang mengarah ke penurunan kalsium serum. Ini menyebabkan peningkatan
PTH serum, yang menstimulasi konversi 25 (OH) D menjadi 1,25 (OH) 2D,
dan dengan demikian mempertahankan penyerapan kalsium. [47] Dengan
demikian, level optimal 25 (OH) D didefinisikan sebagai level yang
menyebabkan penekanan PTH maksimal dan penyerapan kalsium
maksimum. Konsentrasi 25 (OH) D optimal juga dapat didefinisikan secara
klinis, seperti tingkat yang diperlukan untuk pengurangan fraktur. Tidak ada
konsensus tentang konsentrasi 25 (OH) D optimal untuk kesehatan tulang.
Institute of Medicine (IOM) mendukung 25 (OH) D konsentrasi di atas 20
ng / mL. National Osteoporosis Foundation, International Osteoporosis
Foundation, dan American Geriatric Society menyarankan bahwa tingkat
minimum 30 ng / mL diperlukan pada orang dewasa yang lebih tua untuk
meminimalkan risiko jatuh dan patah tulang. Semua setuju bahwa kadar
lebih rendah dari 20 ng / mL adalah suboptimal untuk kesehatan tulang.
Tingkat serum 25 (OH) D optimal untuk kesehatan ekstraskeletal tidak
ditetapkan. Tingkat serum atas yang aman juga belum ditentukan. Ada
peningkatan risiko patah tulang dan beberapa kanker (mis. Pankreas,
prostat) dan kematian dengan tingkat di atas 30-48 ng / mL. [50] Tinjauan
sistematis IOM lebih memilih mempertahankan konsentrasi serum 25 (OH)

15
D antara 20 dan 40 ng / mL, sedangkan yang lain lebih menyukai
mempertahankan kadar 25 (OH) D antara 30 dan 50 ng / mL.
Standar yang saat ini diterima untuk mendefinisikan status vitamin D pada
anak-anak dan remaja adalah: kecukupan vitamin D: 25 (OH) D ≥ 20 ng /
mL; insufisiensi vitamin D: 25 (OH) D antara 15 dan 20 ng / mL; dan
defisiensi vitamin D: 25 (OH) D ≤ 15 ng / mL. Kekurangan parah
didefinisikan sebagai level <5 ng / mL. Cut-off ini mungkin perlu direvisi
jika studi pediatrik masa depan menunjukkan kemanjuran tingkat 25 (OH)
D yang lebih tinggi. Individu dengan kadar 25 (OH) D 100 ng / mL telah
ditetapkan secara sewenang-wenang karena memiliki kelebihan vitamin D
dan di atas 150 ng / mL dianggap keracunan. Tes vitamin D

2. Radiologi

Pemeriksaan radiologi turut berperan dalam menilai rickets, dan dapat


dilakukan dengan pemeriksaan foto polos, CT scan, magnetic resonance imaging
(MRI), skintigrafi, bone scan dan ultrasonografi (USG).

a. Pemeriksaan foto polos

Perubahan radiologis pada rickets diilustrasikan dengan baik pada tulang


panjang. Meskipun terjadi perubahan pada tulang secara umum, namun lokasi
pertama dan paling nyata dijumpai dimana pertumbuhan tulang berlangsung
sangat cepat seperti pergelangan tangan, lutut, costochondral junction, femur
distal dan proksimal, tibia proksimal, humerus proksimal dan radius distal.(10,11,12)

Pada rickets, terjadi osifikasi yang abnormal yang menyebabkan retardasi


tulang dan osteopenia. Gambaran radiografi paling awal pada rickets yaitu
pelebaran lempeng epifisis disepanjang aksis longitudinal tulang yang diikuti
dengan penurunan densitas tulang pada sisi metafisis lempeng epifisis. Seriring
dengan perkembangan penyakit, pelebaran lempeng epifisis akan semakin
bertambah dan zona kalsifikasi provisional menjadi ireguler. Selanjutnya tampak
gambaran fraying dan iregularitas pada tulang spongiosa pada metafisis. Pada foto

16
polos dapat dijumpai tampak gambaran yang khas yaitu sebagai berikut: di kepala
dapat tampak gambaran frontal bossing, wormian bones, maupun craniotabes;
pada genu dapat tampak genu varum maupun genu valgum; pada tibia akan
tampak saber shin, pada pelvis dapat dijumpai gambaran triradiate pelvis serta
epifisi caput femur yang mengalami slipped; pada thorax dapat dijumpai gambaran
rachitic rosary dan pectus carinatum. Selain itu juga dapat dijumpai fraktur
greenstick, skoliosis, keterlambatan erupsi gigi dan hipoplasia enamel gigi.(11,13)

b. Pemeriksaan radiologi lain

Pemeriksaan CT scan dapat membantu mengevaluasi adanya fraktur dan


menilai densitas tulang. Pemeriksaan MRI merupakan pemeriksaan yang optimal
untuk melihat pelebaran epifisis dengan meningkatnya sinyal T2, menghilangnya
zona kalsifikasi provisional serta mendeteksi Looser’s zone. Lebar epifisis normal
berkisar 0,9-1,9 mm, sedangkan pada rickets dapat melebar menjadi 2,5-3 mm.
Pemeriksaan skintigrafi dapat memperlihatkan cortical infractions yang kemudian
akan berkembang menjadi Looser’s zones. Pemeriksaan bone scan menggunakan
technetium 99m methylene diphosphonate (MDP) dapat menunjukkan adanya area
peningkatan uptake bilateral dan simetris, yang akan memperlihatkan inital flare
up setelah terapi awal. Pemeriksaan ultrasonografi dapat membantu mengevaluasi
epifisis caput femur yang mengalami slipped serta berperan dalam mengevaluasi
ginjal.(13,14)

Foto Polos / Konvensional

17
Gambar 4. Rickety Rosary. Pelebaran pada costa anterior ditunjukkan dengan jelas (tanda
panah).

Gambar 5. Tampak “cupping” (perlengkungan) pada metafisis, robekan dan


pemiringan pada tulang radius dan ulna bagian distal

18
Gambar 6. Tampak robekan yang nyata di garis metafisis

Gambar 7. Tampak seluruh garis metafisis


keluar dengan pelebaran dari lempeng epifisis. Ini juga dinamakan karakteristik
“bowing” (membungkuk) dan pemendekan dari tulang kaki

19
Gambar 8. Tampak “bowing” pada tulang tibia dan femur disertai pemendekan
tulang

Gambar 9. Gambaran
triradiate pelvis serta epifisis caput femur yang mengalami slipped

20
Foto CT-Scan

Gambar 10. Tampak kelainan bentuk “pigeon chest”

Foto MRI

Gambar 11. Tampak pelebaran epifisis

21
3. Densitas Tulang
Beberapa penelitian telah menunjukkan penurunan kepadatan tulang,
pinggul, dan lengan bawah secara nyata [yang diukur dengan dual-energy
absorptiometry-X-ray (DXA) energi-ganda) pada pasien-pasien dengan
osteomalacia yang berhubungan dengan kekurangan vitamin D. Namun,
kepadatan mineral tulang (BMD) tidak diperlukan untuk diagnosis
osteomalacia, dan penurunan BMD tidak membedakan osteoporosis dari
osteomalacia. Sebaliknya, BMD cenderung normal atau meningkat (terutama
tulang belakang lumbar) pada orang dewasa dengan XLH. (9)
4. Biopsi Tulang
Biopsi tulang dengan pelabelan tetrasiklin adalah cara paling akurat untuk
mendiagnosis osteomalacia / rakhitis. Namun, jarang dilakukan karena invasif
dan diagnosis biasanya dapat dibuat dari kombinasi temuan klinis dan
laboratorium. Karakteristik histomorfometrik osteomalacia meliputi: Waktu
jeda mineralisasi yang berkepanjangan, pelipatan osteoid yang melebar, dan
peningkatan volume osteoid. Semua fitur ini diperlukan untuk diagnosis karena
gangguan lain mungkin menunjukkan salah satu dari temuan ini. Lapisan
osteoid lebar yang mencerminkan pergantian tinggi dapat dilihat dengan
hipertiroidisme, penyakit Paget, dan hiperparatiroidisme. Namun, tingkat
apposisi mineral meningkat pada kelainan ini berbeda dengan osteomalacia.(9)

Kriteria Diagnosis Rakitis(15)


a. Perubahan titik pada rontgen (Bekam dan fraktur metafisis, pelebaran
lempeng epifisis)
b. Fosfatase alkali tinggi
c. Hipofosfatemia atau hipokalsemia d
d. Tanda-tanda klinis
o Kelainan bentuk tulang seperti genu varum dan valgum
o Kelengkungan tulang belakang yang abnormal,
o Craniotabes

22
o Fontanel terbuka
o Rosario rachitic
o Pembengkakan sendi

Interpretasi:

 Dikatakan rakitis secara pasti jika kriteria a sampai d terpenuhi


 Dikatakan kemungkinan memiliki rakitis jika memiliki kriteria a, b dan
salah satu dari c dan atau d

2.6 Diagnosis banding


1. Hypophosphatasia
a. Penyakit tulang metabolik yang langka seperti hypophosphatasia
merupakan gangguan resesif autosomal yang secara radiografi
menyerupai rakhitis.(3) Pada penyakit ini terdapat penurunan aktifitas
dari serum alkalin fosfatase.(3)

2. Sindrom Jansen
a. Sindrom Jansen merupakan salah satu bentuk dominan autosomal
langka dari dwarfisme tungkai pendek di mana bayi datang dengan
chondroplasia metafisis. Pada penyakit ini terdapat pembungkukan
kaki, bertubuh lebih pendek, dan gaya jalan melenggang (waddling
gait). Pada Sindrom Jansen tidak terdapat kelainan pada level serum
kalsium, fosfat, alkalin fosfatase atau metabolisme vitamin D.(3)

2.7 Tatalaksana
Terapi yang adekuat dapat memulihkan pertumbuhan skeletal dan
menyebabkan resolusi tanda radiografik rickets. Beberapa sediaan vitamin D
dapat digunakan untuk terapi rickets dosis yang dibutuhkan juga tergantung
dari diagnosis.(6)
23
Rickets biasanya diterapi dengan 1,25 hidroksi vitamin D dan
suplementasi kalsium. The American Academy of Pediatrics
merekomendasikan suplementasi vitamin D 400 IU/hari untuk semua bayi
yang mendapat ASI, dimulai segera setelah lahir dan diberikan sampai bayi
mendapat formula lebih dari 500mL/hari atau susu yang difortifikasi vitamin D
(untuk usia >1 tahun). Efek samping toksik kelebihan vitamin D adalah
hiperkalsemia, kelemahan otot, poliuria, dan nefrokalsinosis.(6)
Kebutuhan kalsium pada anak-anak dengan rickets lebih besar dari pada
anak-anak normal karena terdapat istilah “hungry bones” atau tulang yang
lapar pada anak dengan rickets. Dosis harian optimal untuk pengobatan anak-
anak dengan asupan kalsium makanan biasa <300 mg/hari adalah 1000 mg.
Beberapa anak butuh terapi >24 minggu untuk sembuh total dari rickets,(6)
Pada rickets hipofosfatemik, suplementasi fosfat harus disertai dengan
suplementasi vitamin D untuk mensupresi hiperparatiroidisme sekunder.
Rickets nutrisional ditatalaksana dengan vitamin D dosis tinggi tunggal atau
vitamin D dosis kecil secara multipel.(6)

Daily dose for 90 Maintenance daily


Age Single dose, IU
days, IU dose, IU
< 3 months 2000 - 400
3 – 12 months 2000 50.000 400
>12 months to 12
3000 – 6000 150.000 600
years
>12 years 6000 300.000 600

Tabel 1. Dosis terapi vitamin D untuk rickets(6)

2.8 Komplikasi

24
Jika tidak diobati dengan baik, rakitis dapat menyebabkan beberapa
komplikasi, antara lain: (16)

 Keterlambatan pertumbuhan.
 Kejang-kejang.
 Kelainan pada gigi.
 Kelainan tulang.
 Pelengkungan tulang belakang yang abnormal.

Infeksi pernapasan seperti bronkhitis dan bronkhopneumonia sering ada


pada bayi rakhitis dan atelektasis paru sering disertai dengan deformitas dada
berat. Anemia karena defisiensi besi atau infeksi yang menyertai sering timbul
pada rakhitis berat.(16)

Jika jumlah vitamin D yang diberikan cukup, penyembuhan mulai dalam


beberapa hari dan membaik perlahan-lahan sampai struktur tulang kembali
normal. Pada banyak keadaan, pembesaran epifisis tulang panjang, termasuk
tulang iga dan deformitas tengkorak menghilang hanya sesudah pengobatan
berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Bahkan pembengkokan kaki yang agak
berat dapat menghilang dalam beberapa tahun tanpa osteotomi. Pada kasus
yang telah lanjut mungkin ada perubahan penulangan yang berat dalam bentuk
kaki lengkung, kaki pengkor keluar, lengkungan lengan atas, deformitas dada
dan kolumna vertebralis, pelvis rakhitis, dan pembengkokan leher femur
kebawah, serta pendek badannya.(16)

Rakhitis sendiri bukan merupakan penyakit yang mematikan, tetapi


komplikasi dan infeksi yang menyertai seperti pneumonia, tuberkulosis dan
enteritis yang lebih mungkin menyebabkan kematian pada anak rakhitis dari
pada anak normal.(16)

25
BAB III
KESIMPULAN

Ricket merupakan suatu penyakit perlunakan tulang yang khas pada anak akibat

abnormalitas semua reaksi biokimiawi sintetik (anabolik) maupun degradatif (katabolik) di

dalam tubuh.Kelainan mineralisasi pada tulang imatur dominan terjadi pada ujung tulang yang

bertumbuh dimana osifikasi enkhondral berperan, yang memberikan gambaran klasik rickets.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) memperkirakan 5 per 1.000.000 anak
berusia antara 6 bulan sampai 5 tahun memiliki rakhitis.(2)Secara umum defisiensi nutrisi

26
adalah penyebab utama rakhitis, diikuti oleh vitamin D-dependen, tahan vitamin D, dan
rakhitis ginjal.

Terdapat dua faktor yang bertanggungjawab untuk terjadinya rickets adalah


defisiensi vitamin D dimana Status vitamin D tergantung pada jumlah vitamin D yang
disintesis dalam kulit dan kandungan vitamin D dari makanan. dan defisiensi kalsium,
Defisiensi kalsium merupakan salah satu factor risiko dari terjadinya rickets. Asupan
kalsium yang tidak mencakupi dapat berkaitan dengan factor genetik, hormon, dan nutrisi
lainnya. Hormon paratiroid biasanya dapat meningkat pada rickets defisiensi kalsium.

Rickets dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan radiologi turut berperan dalam menilai rickets, dan
dapat dilakukan dengan pemeriksaan foto polos, ultrasonografi (USG), CT Scan, Bone
scan dan MRI. Pemeriksaan CT scan dan magnetic resonance imaging merupakan
pemeriksaan lanjutan yang dapat membantu mengevaluasi adanya fraktur, menilai
densitas tulang, melihat pelebaran epifisis serta Looser’s zone.
Terapi yang adekuat dapat memulihkan pertumbuhan skeletal dan menyebabkan
resolusi tanda radiografik rickets. Beberapa sediaan vitamin D dapat digunakan untuk
terapi rickets dosis yang dibutuhkan juga tergantung dari diagnosis. Rickets biasanya
diterapi dengan 1,25 hidroksi vitamin D dan suplementasi kalsium.

DAFTAR PUSTAKA

1. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: kosep klinis proses-proses penyakit. Carter MA.
Anatomi dan fisiologi tulang dan sendi. 6thed. Jakarta: EGC; 2005. Hal 1357-1359.
2. Ernawati, F. and Budiman, B. Status Vitamin D Terkini Anak Indonesia Usia 2,0-12,
9 Tahun. Gizi Indon, 38(1), p.73 . 2015
3. Palacio C, Olney R. Rickets. Epocrates by BMJ.2019 (diaksespada 10 Oktober 2019).
Available at: https://online.epocrates.com/diseases/63511/Rickets/Key-Highlights
4. Schwarz SM. Rickets. Medscape. 2017 (diaksespada 10 Oktober 2019). Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/985510-overview#a4

27
5. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, 2009. Nelson Textbook of
Pediatrics, 18th Edition, Saunders Elsevier Inc, 41-42; 675-89.
6. Thandrayen K. Pettifor J. The roles of vitamin D and dietary calcium in nutritional
rickets. Elsevier. 2018 (Dikases 10 Oktober 2019) At:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6019962/pdf/main.pdf
7. Chan J. Hypophosphatemic Rickets. Medscape. 2018. (Diakses 10 Oktober 2019)
At:https://emedicine.medscape.com/article/922305-overview#a1
8. Liliane M. Abreu A. Nogueira P. Hypophosphatemic Rickets: Case Report. Scielo.
2018. (Diakses 10 Oktober 2019) At:http://www.scielo.br/scielo.php?
script=sci_arttext&pid=S0103-05822018000200242&lng=en&nrm=iso&tlng=en
9. Sahay M, Sahay R. Rickets-vitamin D Deficiency and Dependency. Idian J
EndocrinolMetab. 2012;16(2):164-76.
10. Bonakdarpour A. Systematic approach to metabolic disease of bone. In:
Bonakdarpour A, editor. Diagnostic imaging of musculoskeletal diseases: a
systematic approach. Springer; 2015.pp 15-50.
11. Manaster BJ, May DA, Disler DG. Musculoskeletal imaging. 3rd ed. Mosby; 2014.pp
373-82.
12. Cheema JI, Grissom LE, Harcke HT. Radiographic characteristics of lower
extremitybowing in children. Radiographics. 2013;23:871-80.
13. Babyn P. Metabolic bone disorders. In: Daldrup HE, Gooding CA, editor. Essentials
of pediatric radiology. Cambridge University Press; 2013. Pp 25666.
14. Donelly LF, Jones BV, O’Hara SM, Anton CG, Benton C, Westra SJ, et al.
Diagnostic imaging pediatrics. 1st ed. Amirsys Inc; 2015.
15. Fukumoto S, Ozono K, Michigami T, Minagawa M, Okozaki R, Sugimoto T, et al.
Pathogenesis and diagnostic criteria for rickets and osteomalacia —Proposal by an
expert panel supported by Ministry of Health, Labour and Welfare, Japan, The
Japanese Society for Bone and Mineral Research and The Japan Endocrine Society.
Endocrine J. 2015;62(8):665-71.
16. Sahay, M. Sahay, R. Rickets-Vitamin D Deficiency and Dependency. Indian Journal
of Endocrinology and Metabolism. 2012

28

Anda mungkin juga menyukai