Universitas Alkhairaat
Palu
Disusun Oleh :
Mutmainnah Hasanuddin, S.Ked
(16 20 777 14 419)
PEMBIMBING :
dr. Amsyar Praja, Sp. A
1
BAB I
PENDAHULUAN
Juvenil Rheumatoid Arthritis (JRA) merupakan penyakit kronis yang merusak dan
menghancurkan sendi-sendi tubuh. Kerusakan disebabkan oleh peradangan yang
merupakan respon normal dari sistem kekebalan tubuh. Peradangan pada sendi
menyebabkan nyeri, kekakuan, dan bengkak serta gejala lainnya. Selain itu,
peradangan sering mempengaruhi organ lain dari sistem tubuh. Jika peradangan
tidak dihambat atau dihentikan, akhirnya akan menghancurkan sendi yang terkena
dan jaringan lainnya.1
Tipe JRA yang paling umum pada anak usia kurang dari 8 tahun adalah
pausiartikular. Tipe ini hanya mempengaruhi beberapa sendi, yakni kurang dari
lima sendi seperti sendi bahu, siku, pinggul, dan lutut. Gejala lain yang dapat
timbul adalah demam tinggi, ruam pada kulit, dan masalah lain yang disebabkan
oleh peradangan pada organ dalam seperti jantung, limpa, hati, dan saluran
pencernaan. Tipe ini merupakan 30% dari seluruh kasus JRA.1
Anak dengan JRA mungkin menderita komplikasi spesifik dari setiap jenis
JRA. Komplikasi yang paling sering berhubungan dengan efek samping dari obat,
terutama obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS), seperti ibuprofen. Bila sering
digunakan, obat ini dapat menyebabkan iritasi, rasa nyeri, dan pendarahan di
lambung dan usus bagian atas. Obat-obat tersebut juga dapat menyebabkan
kerusakan pada hati dan ginjal yang sering tidak bergejala sampai tahap yang
sangat parah. Selain itu, pertumbuhan anak bisa terganggu yang menyebabkan
anak gagal tumbuh. 1,2,3
2
Angka kematian pada penderita JRA sedikit lebih tinggi dari pada anak
normal. Angka kematian tertinggi terjadi pada JRA sistemik. Juvenile Rheumatoid
Arthritis (JRA) juga dapat berkembang menjadi penyakit lain, seperti Systemic
Lupus Erythematosus (SLE) atau skleroderma, yang memiliki angka kematian
yang lebih tinggi dari pada JRA pausiartikular atau poliartikular.1
Referat ini membahas tentang Juvenil Rheumatoid Arthritis (JRA) mulai dari
definisi sampai prognosis.
Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami tentang penyakit
JRA sehingga mampu menegakkan diagnosis pasien dengan JRA.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2Epidemiologi
Juvenile Rheumatoid Arthritis (JRA) pada anak bukan penyakit yang jarang,
namun frekuensi sebenarnya tidak diketahui. Penyakit ini terdapat pada semua ras
dan geografik, namun insidennya di seluruh dunia berbeda-beda. Insiden JRA
bervariasi antara 2 sampai 20 per 100.000 anak. JRA biasanya bermula sebelum
usia 16 tahun. Namun onset penyakit juga dapat terjadi lebih awal, dengan
frekuensi tertinggi antara usia 1-3 tahun. Perempuan lebih sering terkena dari pada
laki-laki.2,3
Angka kematian JRA sulit untuk dihitung tetapi diperkirakan kurang dari
1% di Eropa dan kurang dari 0,5% di Amerika Utara. Sebagian besar kematian
JRA di Eropa terkait dengan amiloidosis, dan di Amerika Serikat berhubungan
dengan infeksi.1
4
a. Pausiartikular : 30%
d. Onset sistemik : 5%
e. Psoriatik : 5%
g. undifferentiated : 10%
2.3 Etiologi
Etiologi JRA belum banyak diketahui, diduga terjadi karena respon yang
abnormal terhadap infeksi atau faktor lain yang ada di lingkungan. Peran
imunogenetik diduga memiliki pengaruh yang sangat kuat.4
5
Juvenile Rheumatoid Arthritis (JRA) merupakan penyakit autoimun
dimana sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang jaringan yang seharusnya
dilindungi. Namun, belum pernah ditemukan autoantibodi spesifik untuk JRA.
Penyebab yang mungkin adalah respon imun pejamu yang secara genetik rentan
terhadap suatu antigen (yang belum diketahui). Secara luas dipercaya bahwa
pemicu respon imun awal adalah suatu agen infeksius. Antigen Presenting Cell
(APC) menelan protein asing, mengolahnya, dan kemudian menyajikan peptida
antigenik melalui reseptor MHC klas II ke sel T-helper CD4+ yang mengenali
peptida antigenik melalui reseptor antigen sel T-klonotipik (TCR). Sel T-helper
yang sudah diaktifkan mengeluarkan berbagai sitokin dan merekrut sel T lain dan
sel B yang dipacu untuk berdiferensiasi menjadi sel plasma penghasil antibodi.
Pada dewasa, antigen MHC klas II HLA-DR4 dan HLA-DR1 dikaitkan dengan
peningkatan kerentanan terhadap JRA. Sedangkan pada anak, peningkatan
kerentanan terhadap JRA dikaitkan dengan HLA-DR5 dan HLA-DR8. Protein
MHC klas II ini mungkin sama-sama memiliki sekuen spesifik asam amino yang
berkaitan dengan cara menyajikan antigen tertentu yang kemudian menyebabkan
peningkatan kerentanan terjadinya radang sendi.6
Belum pernah berhasil diisolasi suatu agen infeksius tertentu yang secara
spesifik menyebabkan artritis walaupun sudah dilakukan riset intensif bertahun-
tahun. Mikroorganisme yang mungkin berperan sebagai agen infeksius antara lain
virus limfotropik sel T tipe 1, virus rubella, sitomegalovirus, herpesviridiae,
mikoplasma, dan virus Epstein-Barr (EBV). Epstein-Barr (EBV) adalah suatu
aktivator poliklonal sel B yang menghasilkan banyak immunoglobulin, termasuk
faktor reumatoid. Sebagian orang dewasa penderita artritis reumatoid terbukti
memperlihatkan peningkatan jumlah sel B yang terinfeksi oleh EBV dalam
sirkulasi serta penurunan respon sel T sitotoksik terhadap virus tersebut.6
6
kerusakan tulang rawan pada artritis, terbentuk autoantibodi terhadap bagian
kolagen yang mengalami degradasi. Autoantibodi ini bersama dengan faktor
reumatoid mengendap di tulang rawan dan berfungsi sebagai kemoatraktan dan
menyebabkan proses kerusakan secara terus-menerus. Sel T CD4+ aktif
berkumpul di dalam ruang sendi. Membran sinovial juga terkena. Makrofag dan
fibroblas menghasilkan interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor α (TNF-α)
yang menumpuk di membran sinovial. Sitokin-sitokin ini memiliki efek luas
terhadap banyak sel serta menyebabkan pengaktifan dan proliferasi sel T lebih
lanjut, peningkatan aktivitas prostaglandin dan protease penghancur matriks, serta
resorpsi tulang.6
Netrofil adalah sel utama dalam cairan sendi walaupun limfosit dan
makrofag merupakan sel predominan di membran sinovial. Kemoatraktan untuk
netrofil adalah C5a yang dihasilkan dari pengaktifan komplemen, leukotrien B4,
dan platelet activating factor. Netrofil dalam cairan sendi dengan cepat memakan
debris sel dan komplek imun. Pengaktifan netrofil menyebabkan terjadinya
degranulasi, pengeluaran protease, dan pembentukan rangsangan kemotaktik lebih
lanjut. Di cairan sendi, pengaktifan sistem komplemen, pengeluaran enzim
lisosom oleh netrofil, pembentukan oksidan reaktif, pembentukan kinin vasoaktif
oleh kalikrein, serta pengaktifan fibrinolisis dan jenjang pembekuan menyebabkan
terjadinya peradangan yang intensif. Rasa nyeri, peningkatan suhu, kemerahan,
dan efusi mencerminkan peradangan sendi akut.6
2.4 Klasifikasi
Pada tahun 1970, dua kriteria digunakan untuk mengklasifikasikan JRA pada anak
yaitu klasifikasi oleh American Collage of Rheumatology (ACR), dan European
League Against Rheumatism (EULAR). Pada tahun1993, klasifikasi ketiga
muncul dari International League of Association for Rheumatology (ILAR).
Karakteristik klinis JRA yang sering digunakan adalah oligoartritis, poliartritis
dan onset sistemik.2
7
Tabel 1.Karakteristik JRA tipe onset penyakit 2
8
2.5 Patofisiologi
Gen HLA merupakan faktor genetik penting pada JRA karena fungsi utama dari
gen ini sebagai APC ke sel T. Hubungan antara HLA dengan JRA berbeda-beda
tergantung subtipe JRA. Secara spesifik oligoartritis dihubungkan dengan
genHLA-A2, HLA-DRB1*11, dan HLA-DRB1*08. Faktor reumatoid positif pada
9
poliartritis berhubungan dengan gen HLA–DR4 pada anak, dan begitu juga pada
dewasa. Selain itu, adanya gen HLA-B27 meningkatkan risiko entesitis terkait
artritis. 7
Membran sinoval pada pasien JRA mengandung sel T, sel T yang teraktivasi sel
plasma, dan makrofag yang teraktivasi, yang didatangkan melalui suatu proses
neovaskularisasi. Antigen spesifik sel T berperan dalam patogenesis subtipe
artritis pada JRA. Sel T predominan adalah sel Th1. Sel ini akan mengaktivasi sel
B, monosit, makrofag dan fibroblas sinovial untuk memproduksi immunoglobulin
(Ig) dan mediator inflamasi. Sel B yang teraktivasi akan memproduksi
immunoglobulin termasuk faktor reumatoid dan antinuclear antibody (ANA). 7
Tumor necrosis factor (TNF) dan IL-1 diproduksi oleh monosit teraktivasi,
makrofag dan fibroblas sinovial. Mediator inflamasi ini sepertinya memiliki peran
penting dalam terjadinya JRA. Sitokin ini ditemukan meningkat pada cairan sendi
penderita JRA dan telah diketahui menstimulasi sel mesenkim seperti fibroblas
sinovial, osteoklast dan khondrosit untuk melepas matrix metaloproteinase (MTP)
10
yang mengakibatkan kerusakan jaringan. Pada kelinci percobaan, injeksi IL-1
pada sendi lutut mengakibatkan terjadinya degradasi pada kartilago. 7
Patogenesis dari JRA tipe sistemik berbeda-beda pada jenis JRA dalam berbagai
bagian seperti kurangnya keterkaitan antara tipe HLA serta tidak adanya
autoantibodi dan sel T reaktif. Penderita dengan penyakit tidak menunjukkan
tanda-tanda dari limfosit mediated antigen yang merupakan respon imun spesifik.
Tanda-tanda klinis dari JRA tipe sistemik juga dihubungkan dengan
granulositosis, trombositosis, dan peningkatan regulasi reaktan fase akut yang
menandakan aktivasi tidak terkontrol dari sistem imun didapat. Selama
manifestasi awal dari perjalanan penyakit ini, muncul infiltrasi perivaskular dari
netrofil dan monosit yang memproduksi sitokin proinflamasi yang berperan dalam
proses patogenesis penyakit.7
11
Data terbaru menunjukkan IL-1 memiliki peran utama dalam gejala klinis
JRA tipe sistemik. Pengobatan dengan reseptor antagonis IL-1 telah menunjukkan
perbaikan gejala klinis dan laboratorium pada pasien yang resisten terhadap
pengobatan anti-TNF. Monosit yang teraktivasi pada pasien dengan gejala
sistemik memiliki jumlah IL-1 yang lebih tinggi, dimana sekresi dari TNF dan
IL-6 tidak terlalu meningkat. Anggota lain dari IL-1 yaitu IL-18 ditemukan
meningkat tajam pada pasien dengan onset usia yang lebih besar dibandingkan
dengan pasien JRA lainnya. Interleukin-18 (IL-18) ditemukan lebih meningkat
pada serum anak dengan tipe sistemik dibandingkan dengan tipe poliartikular dan
pausiartikular. Konsentrasi IL-18 juga meningkat pada pasien serositis dan
hepatosplenomegali. 7
Dua sitokin anti-inflamasi yang paling dikenal pada JRA adalah IL-10 dan IL-4.
Interleukin-10 (IL-10) menunjukkan degradasi kartilago oleh antigen stimulated
mononuclear cell pada pasien dewasa dengan artritis. Polimorfonuklear (PMN)
dengan produksi IL-10 yang rendah berhubungan dengan artritis tipe berat. IL-4
menghambat aktivasi sel Th1 dan penurunan produksi dari TNF α, IL 1 dan
menghambat kehancuran kartilago. Interleukin-4 (IL-4) dan IL-10 menghambat
produksi dari sitokin inflamasi seperti IL-6 dan IL-8. Interleukin-4 (IL-4) dan IL-
10 yang tinggi pada sendi bermanifestasi sebagai pausiartikular yang ringan dan
12
non-erosif. Foxp3, CD4, CD25, dan sel T regulasi penting untuk pengontrolan
inflamasi. Defek pada X-linked pada foxp3 merupakan penyebab dari kondisi
multipel autoimun disebut juga imunodisregulasi, poliendokrinopati, dan
enteropati (IPEX syndrome). Kerusakan pada sel T regulasi juga merupakan
penyebab adanya kegagalan toleransi pada penyakit autoimun, meskipun belum
ada bukti yang menunjukkan adanya defek pada sel T regulasi pada JRA.
Penurunan jumlah sel T regulasi menyebabkan oligoartritis yang lebih berat. Pada
pasien dengan JRA ditemukan peningkatan jumlah T regulasi yang lebih tinggi di
sendi dibandingkan darah tepi, yang mengindikasikan terjadinya suatu proses
inflamasi.7
2.6.1 Poliartikular
Juvenile Rheumatoid Arthritis (JRA) tipe ini ditandai dengan keterlibatan banyak
sendi secara khas, yaitu ≥ 5 sendi, termasuk sendi kecil tangan. Biasanya tipe ini
terjadi pada 35% anak yang menderita JRA. Ada 2 subtipe JRA poliartikular,
yaitu poliartritis faktor reumatoid positif (20-30%) dan poliartritis dengan faktor
reumatoid negatif (5-10%). Penyakit dengan faktor reumatoid positif biasanya
dimulai pada akhir masa kanak-kanak. Pada artritis yang lebih berat sering timbul
nodul reumatoid dan vaskulitis reumatoid. Selama masa kanak-kanak, penyakit
tanpa faktor reumatoid bisa terjadi kapanpun, biasanya ringan dan jarang disertai
dengan nodul reumatoid. Anak perempuan lebih banyak terkena dari pada anak
laki-laki.4,8
Perjalanan penyakit ini bisa terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung hebat,
atau secara progresif lambat yang akhirnya dapat menimbulkan kekakuan sendi,
pembengkakan dan kehilangan gerakan. Pada sendi yang terkena ditemukan
tanda-tanda terjadinya proses inflamasi, seperti nyeri, bengkak, panas, penurunan
fungsi tetapi jarang terlihat memerah. Bengkak terjadi akibat edema periartikular,
efusi sendi, dan penebalan sinovial. Nyeri jarang dikeluhkan pada anak yang lebih
kecil. Gejala klinis terlihat dari berkurangnya pergerakan pada sendi yang terkena.
13
Hal ini dapat merupakan akibat dari spasme otot sendi yang mengalami efusi dan
proliferasi sinovial.8
14
Manifestasi ekstra-artikular JRA poliartikular tidak sehebat manifestasi
yang tampak pada JRA tipe sistemik. Kebanyakan penderita dengan penyakit
poliartikular yang aktif menderita malaise, anoreksia, iritabilitas, dan anemia
ringan. Demam ringan, hepatosplenomegali ringan, dan limfadenopati dapat
dijumpai. Bisa terjadi perikarditis dan iridosiklitis tetapi jarang. Nodulus
reumatoid dapat terjadi pada titik tekanan. Hal ini biasanya dijumpai pada
penderita dengan hasil uji aglutinasi positif terhadap faktor reumatoid. Vaskulitis
reumatoid kadang-kadang terjadi pada penderita dengan faktor reumatoid positif
sebagaimana pada penyakit sjogren. 9
2.6.2 Pausiartikular
Pada pausiartikular, sendi yang terkena terbatas pada ≤ 4 sendi selama 6 bulan
pertama sesudah timbulnya penyakit. Sendi yang terkena terutama sendi besar,
dan penyebarannya sering tidak simetris. Ada 2 subtipe dari pausiartikular ini,
yaitu tipe 1 terutama menyerang anak perempuan yang masih kecil pada saat
mulainya penyakit dan berisiko menderita iridosiklitis kronis. Tipe 2 terutama
menyerang anak laki-laki dengan usia yang lebih besar pada saat mulainya
penyakit dan lebih berisiko mengalami spondiloartropati. 4,8
15
lutut, pergelangan kaki, dan siku. Kadang-kadang ada keterlibatan tersendiri pada
sendi lainnya, seperti sendi temporomandibular, satu jari kaki atau tangan,
pergelangan tangan, atau leher. Pinggul dan tulang lingkar panggul biasanya tidak
terkena dan tidak disertai sakroilitis. Gambaran klinis dan histologi sinovial sendi
yang terkena tidak dapat dibedakan dari gambaran klinis dan histologi JRA. 4
16
ditemui. Kemungkinan juga dapat ditemukan radang pada tempat insersi tendon
pada tulang. Seiring berjalannya waktu, artritis pausiartikular tipe 2 ini
berkembang menjadi spondilitis ankilosa yang khas dengan keterlibatan spina
lumbodorsal, manifestasi sindroma reiter (hematuria atau piuria, uetritis,
iridosiklitis akut atau manifestasi mukokutan), atau adanya tanda-tanda penyakit
radang usus. 4
2.6.3 Sistemik
Penyakit tipe sistemik adalah jenis JRA yang paling berat tetapi sangat jarang
ditemui. Penyakit ini hanya terjadi pada 10% dari semua anak dengan JRA
dengan perbandingan yang sama antara kedua jenis kelamin. Penderita umumnya
datang dengan demam tinggi yang melonjak-lonjak selama beberapa minggu
disertai ruam-ruam yang cepat menghilang. Demam timbul setiap hari atau dua
kali sehari, sering melonjak hingga suhu 40oC- 41oC pada sore hari, dan sering
menurun dengan cepat sampai subnormal pada jam lain. Demam tinggi mungkin
berlangsung berbulan-bulan sebelum muncul temuan sendi yang objektif.
Lonjakan demam sering disertai oleh ruam makular berwarna salem yang cepat
menghilang, terutama timbul di badan dan paha sebelah dalam. Tiap-tiap makular
tidak kembali muncul di tempat yang sama pada lonjakan demam berikutnya.
Ruam sering memperlihatkan fenomena Koebner, yaitu kemampuan untuk
memicu timbulnya lesi dengan menggosok kulit secara lembut.6
Selain itu, penderita yang usianya lebih besar sering mengeluh artralgia
dan/atau mialgia yang parah. Penurunan nafsu makan dan iritabilitas juga sering
dikeluhkan. Adanya limfadenopati generalisata mungkin cukup menonjol
sehingga memberi kesan kuat akan adanya keganasan. Hepatosplenomegali juga
dapat sebagai tanda keganasan.6
17
lain mengalami serangan demam, ruam, dan keluhan sendi secara intermitten
sepanjang masa kanak-kanak dan bahkan sampai masa dewasa tetapi di antara
serangan mungkin terdapat masa normal.6
2.7 Diagnosis
18
f. Artritis psoriasis juvenil
1. Sistemik
2. Oligoartritis
a. Persisten
b. Extended
3. Poliartritis ( faktor reumatoid negatif )
4. Poliartritis ( faktor reumatoid positif )
5. Artritis psoriasis
6. Artritis terkait entesitis
7. Artritis Lain
a. Tidak memenuhi kategori
b. Memenuhi lebih dari satu kategori
Artritis sistemik
Definisi: artritis dengan demam atau didahului oleh demam paling sedikit 2
minggu, yang terekam sebagai demam quotidian minimal 3 hari, disertai satu atau
lebih tanda berikut:5
1. Ruam eritem evanescent, tidak menetap (non-fixed)
2. Pembesaran kelenjar getah bening generalisata
3. Hepatomegali atau splenomegali
4. Serositis.
Eksklusi: eksklusi untuk klasifikasi artritis sistemik tidak dicantumkan,
tetapi bila tidak ditemukan tanda klasik penyakit sistemik, maka kemiripan
dengan penyakit infeksi atau keganasan harus disingkirkan dengan pemeriksaan
laboratorium yang tepat. 5
Deskriptor:
1 Usia pada saat onset penyakit
2. Pola artritis selama periode onset (selama 6 bulan pertama sakit)
a. oligoartritis
19
b. poliartritis
c. artritis timbul setelah 6 bulan pertama kelainan sistimik
3. Pola artritis selama perjalanan penyakit (setelah 6 bulan pertama sakit)
a. oligoartritis
b. poliartritis
c. tanpa artritis setelah 6 bulan pertama sakit
4. Gambaran penyakit sistimik setelah 6 bulan
5. Adanya faktor reumatoid (FR)
6. Kadar protein C-reaktif. 5
Oligoartritis
Definisi: artritis pada 1-4 sendi dalam 6 bulan pertama sakit. Terdapat 2 kategori:
1. Oligoartritis persisten: mengenai tidak lebih dari 4 sendi selama perjalanan
penyakit
2. Oligoartritis extended: secara kumulatif mengenai 5 sendi atau lebih setelah 6
bulan pertama sakit. 5
Eksklusi:
1. Riwayat psoriasis dalam keluarga, paling sedikit pada tingkat 1 atau 2 pedigri,
dengan konfirmasi oleh dermatologis
2. Riwayat penyakit dalam keluarga yang secara medis terbukti berhubungan
dengan HLA-B27 paling tidak pada tingkat 1 atau 2 pedegri
3. FR positif
4. Anak lelaki HLA-B27 positif dengan onset artritis setelah usia 8 tahun
5. Artritis sistemik. 5
Deskriptor:
1. Usia pada saat onset artritis dan psoriasis
2. Pola artritis pada saat 6 bulan dan kunjungan klinik terakhir
a. hanya sendi besar
b. hanya sendi kecil
c. predominan pada tungkai: (i) tungkai atas predominan, (ii) tungkai bawah
predominan, (iii)tidak ada predominansi tungkai atas atau bawah
d. keterlibatan sendi spesifik (paha, leher)
20
e. simetri artritis
3. Adanya uveitis anterior (akut atau kronik)
4. Adanya ANA
5. Alel protektif atau predisposisi HLA kelas I atau II. 5
Poliartritis FR negatif
Definisi: artritis mengenai 5 sendi atau lebih selama 6 bulan pertama sakit, uji FR
negatif. 5
Eksklusi:
1. Faktor Reumatoid positif
2. Artritis sistemik. 5
Deskriptor:
1. Usia saat onset artritis
2. Simetri artritis
3. Adanya ANA
4. Adanya uveitis (akut atau kronik). 5
Poliartritis FR positif
Definisi: artritis mengenai 5 sendi atau lebih selama 6 bulan pertama sakit, dengan
uji FR positif pada dua kali pemeriksaan dengan jarak paling sedikit 3 bulan. 5
Eksklusi:
1. Uji Faktor Reumatoid negatif pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak paling
sedikit 3 bulan
2. Artritis sistemik.5
Deskriptor:
1. Usia saat onset artritis
2. Simetri artritis
3. Adanya ANA
4. Karakter imunogenetik (sebanding dengan populasi artritis reumatoid dewasa).5
21
Artritis psoriatik
Definisi:
1. Artritis dan psoriasis, atau
2. Artritis dan paling sedikit terdapat 2 dari tanda:
a. daktilitis
b. kelainan kuku (pitting atau onikolisis)
c. riwayat psoriasis dalam keluarga, paling sedikit pada tingkat 1 atau 2
pedegri, dengan konfirmasi oleh dermatologis. 5
Eksklusi:
1. Faktor Reumatoid positif
2. Artritis sistemik. 5
Deskriptor:
1. Usia saat onset artritis atau psoriasis
2. Pola artritis pada saat 6 bulan setelah onset sakit, dan kunjungan klinik terakhir
a. hanya sendi besar
b. hanya sendi kecil
c. predominan pada tungkai: (i) tungkai atas predominan, (ii) tungkai bawah
predominan, (iii)tidak ada predominansi tungkai atas atau bawah
d. keterlibatan tulang punggung
e. keterlibatan sendi sakroiliaka
f. keterlibatan sendi glenohumerus
g. keterlibatan sendi paha
h. keterlibatan sendi sternoklavikula
i. artritis simetri
3. Perjalanan penyakit
a. oligoartritis
b. poliartritis
4. Adanya ANA
5. Uveitis anterior
a. kronik
b. uveitis dengan karakteristik mata nyeri, kemerahan, atau fotofobia
6. Deskriptor HLA. 5
22
Artritis yang berhubungan dengan entesitis
Definisi:
1. Artritis dan entesitis, atau
2. Artritis atau entesitis dengan paling sedikit 2 dari tanda:
a. nyeri sendi sakroiliaka dan/atau nyeri punggung inflamasi
b. adanya HLA-B27
c. riwayat penyakit dalam keluarga yang secara medis terbukti berhubungan
HLA-B27 paling tidak pada tingkat 1 atau 2 pedigri.
d. uveitis anterior yang biasanya berhubungan dengan mata nyeri, kemerahan,
atau fotofobia
e. onset artritis pada anak lelaki setelah usia 8 tahun. 5
Eksklusi:
1. Psoriasis, paling sedikit pada tingkat 1 atau 2 pedigri, dengan konfirmasi oleh
dermatologis
2. Artritis sistemik. 5
Deskriptor:
1. Usia saat onset artritis
2. Pola artritis pada saat 6 bulan dan kunjungan klinik terakhir hanya sendi besar
a. hanya sendi kecil
b. predominansi pada tungkai: (i) tungkai atas predominan, (ii) tungkai bawah
predominan, (iii) tidak ada predominansi tungkai atas atau bawah
d. keterlibatan tulang punggung
e. keterlibatan sendi sakroiliaka
f. keterlibatan sendi glenohumerus
g. keterlibatan sendi paha
3. Simetri artritis
4. Perjalanan penyakit
a. oligoartritis
b. poliartritis
5. Adanya penyakit inflamasi usus. 5
23
Artritis lain
Definisi: Artritis pada anak dengan penyebab tidak diketahui yang menetap paling
sedikit 6 minggu, tetapi:
1. Tidak memenuhi kriteria salah satu kategori, atau
2. Memenuhi kriteria lebih dari satu kategori. 5
Eksklusi: Pasien yang memenuhi kriteria salah satu kategori. 5
Beberapa proses infeksi seperti artritis septik, artritis reaktif dan osteomielitis
dapat menunjukkan manifestasi artritis. Pada artritis septik, jaringan sinovial
terinfeksi secara langsung oleh bakteri, virus ataupun agen infeksi lain. Diagnosis
didapatkan dari anamnesis yang cermat, pemeriksaan kultur dari cairan sinovial,
kultur darah dan pemeriksaan serologis. Pasien yang menderita artritis septik
dapat melibatkan lebih dari satu sendi namun tidak harus menunjukkan adanya
tanda sepsis ataupun tanda penyakit sistemik. Beberapa anak yang menderita
onset akut harus dicurigai menderita artritis septik.11
24
manifestasi gastroenteritis harus dievaluasi lebih lanjut. Anak umumnya memiliki
histokompatibilitas antigen HLA B27.11
25
Nyeri pada tumit setelah aktivitas berat merupakan penyebab tersering dari nyeri
tumit pada anak yang lebih besar dan remaja. Kondisi ini dapat menunjukkan
efusi pada lutut yang kadang-kadang mirip dengan artritis. Beberapa sindrom
genetik dan kongenital yang mempengaruhi sistem muskuloskeletal mirip dengan
artritis, seperti pada dislokasi panggul kongenital, dan displasia epifisis serta
metafisis. Diagnosis dari berbagai kondisi non-inflamasi tersebut dapat dibedakan
dari artritis dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat, riwayat
keluarga lengkap dan pemeriksaan radiologi sendi dan tulang.11
Penyakit reumatik anak lainnya dapat mirip dengan artritis. Diagnosis pada
kondisi ini biasanya didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Semuanya
biasanya menunjukkan gejala dan tanda yang berbeda.11
26
penyakit reumatoid yang fatal seperti lupus dermatomiositis maupun demam
reumatik sebelum menetapkan diagnosis dari JRA.11
Tidak ada uji diagnostik yang spesifik. Pemeriksaan laboratorium dipakai sebagai
penunjang diagnosis. Bila ditemukan Anti Nuclear Antibody (ANA), Faktor
Reumatoid (FR) dan peningkatan C3 serta C4 maka diagnosis JRA menjadi lebih
sempurna.1
Selama penyakit aktif, LED dan CRP biasanya meningkat. Anemia pada
umumnya dijumpai, biasanya dengan angka retikulosit rendah dan uji Coomb
negatif. Selain itu ditemukan peningkatan sel darah putih. Trombositosis dapat
terjadi terutama pada penyakit. Analisis urin normal, selama terapi non-steroid
mungkin ditemukan sedikit eritrosit dan sel tubuler ginjal. Terdapat kenaikan
fraksi α2-dan gamma globulin dalam serum dan penurunan albumin. Salah satu
atau semua kadar imunoglobulin serum dapat naik.8
Cairan sinovial pada JRA tampak seperti berawan dan biasanya berisi
jumlah protein yang naik. Jumlah sel dapat bervariasi dari 5000-80.000 sel/mm3;
sel-sel tersebut terutama netrofil. Kadar glukosa pada cairan sendi mungkin
rendah; kadar komplemen mungkin normal atau menurun.8
Faktor reumatoid adalah kompleks IgM-anti IgG pada dewasa dan mudah
dideteksi, sedangkan pada JRA lebih sering IgG-anti IgG yang lebih sukar
27
dideteksi laboratorium. Anti-Nuclear Antibody (ANA) lebih sering dijumpai pada
JRA. Kekerapannya lebih tinggi pada penderita wanita muda dengan oligoartritis
dengan komplikasi uveitis. Pemeriksaan imunogenetik menunjukkan bahwa HLA
B27 lebih sering pada tipe oligoartritis yang kemudian menjadi spondilitis
ankilosa. HLA B5 B8 dan BW35 lebih sering ditemukan di Australia.1
2.9.2 Radiologi
Gambaran agak khas pada tipe oligoartritis dapat terlihat berupa erosi
tulang pada fase lanjut, pengecilan diameter tulang panjang, serta atrofi jaringan
lunak regional sekunder. Kauffman dan Lovell mengajukan beberapa gambaran
radiologik yang menurut mereka khas untuk JRA sistemik, yaitu a)tulang panjang
yang memendek, melengkung, dan melebar, b)metafisis mengembang, dan
c)fragmentasi iregular epifisis pada masa awal sakit yang kemudian secara
bertahap bergabung ke dalam metafisis. 1
28
Gambar 2.Rontgen sendi pergelangan tangan.12
Perempuan 7 tahun dengan JRA tipe pausiartikular sejak usia 3 tahun. Gangguan pertumbuhan
ulnar dengan subluksasi ke tulang karpal, fraktur kompresi pada epifisis radius distal, destruksi
dan fusi tulang metacarpal.
29
membedakan inflamasi sinovial dengan cairan sinovial. Sarana MRI dapat
digunakan untuk menilai aspek inflamasi dan destruktif dari penyakit artritis.
Berlawanan dengan foto rontgen, pemeriksaan MRI dapat digunakan untuk
mendeteksi inflamasi jaringan lunak dan perubahan tulang pada fase awal, selain
itu dapat menilai progresifitas penyakit.1
2.10 Penatalaksanaan
Dasar pengobatan JRA adalah suportif, bukan kuratif. Tujuan pengobatan adalah
mengontrol nyeri, menjaga kekuatan dan fungsi otot serta rentang gerakan (range
of motion), mengatasi komplikasi sistemik, memfasilitasi perkembangan dan
pertumbuhan yang normal. Karena itu pengobatan dilakukan secara terpadu untuk
mengontrol manifestasi klinis dan mencegah deformitas dengan melibatkan dokter
anak, ahli fisioterapi, latihan kerja, pekerja sosial, bila perlu konsultasi pada ahli
bedah dan psikiatri.2
Pengelolaan nyeri kronik pada anak tidak mudah. Masalahnya sangat kompleks,
karena pada umumnya anak-anak belum dapat mengungkapkan nyeri. Obat anti
inflamasi non-steroid (OAINS) merupakan anti nyeri pada umumnya yang dapat
ditoleransi dengan baik oleh anak-anak. Selain untuk mengurangi nyeri, OAINS
juga dapat digunakan mengontrol kaku sendi. Efek analgesiknya juga sangat
cepat.2
30
analgetik, dan antiinflamasi serta aman untuk penggunaan jangka panjang pada
anak. Selain itu obat ini juga menghambat sintesis prostaglandin. Sebagian besar
anak dengan tipe oligoartritis dan sedikit poliartritis mempunyai respon baik
terhadap pengobatan OAINS tanpa memerlukan tambahan obat lini kedua.2
a. Tolmetin
b. Naproksen
31
c. Ibuprofen
d. Diklofenak
Diklofenak dapat diberikan pada anak yang tidak dapat OAINS lain karena
adanya efek samping pada lambung. Dosis yang diberikan adalah 2-3
mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 dosis. 2,4
2.10.2 Analgetik
Walaupun bukan obat antiinflamasi, asetaminofen dalam 2-3 kali pemberian dapat
bermanfaat untuk mengontrol nyeri atau demam terutama pada penyakit sistemik.
Obat ini tidak boleh diberikan untuk waktu lama karena dapat menimbulkan
kelainan ginjal.2
2.10.3 Imunosupresan
32
2.10.4 Obat Antireumatik Kerja Lambat
Golongan ini terdiri dari obat antimalaria (hidroksiklorokuin), preparat emas oral
dan suntikan, penisilamin, dan sulfasalazin. Obat golongan ini hanya diberikan
untuk poliartritis progresif yang tidak menunjukan perbaikan dengan OAINS.
Hidroksiklorokuin dapat bermanfaat sebagai obat tambahan OAINS untuk anak
besar dengan dosis awal 6-7 mg/kgBB/hari, dan setelah 8 minggu diturunkan
menjadi 5 mg/kgBB/hari. Pemberian hidroksiklorokuin harus didahului dengan
pemeriksaan mata, khususnya keadaan retina, lapangan pandang, dan warna. Oleh
karena itu, penggunaan obat ini jarang diberikan pada anak di bawah usia 4-7
tahun karena adanya kesulitan tindak lanjut pada pemeriksaan mata. Bila setelah 6
bulan pengobatan tidak diperoleh perbaikan maka hidroksiklorokuin harus
dihentikan.2
2.10.5 Kortikosteroid
Diberikan bila terdapat gejala penyakit sistemik, uveitis kronik, atau untuk
suntikan intraartikular. Penggunaan kortikosteroid tunggal tidak dianjurkan untuk
menekan inflamasi sendi, namun dosis rendah dapat digunakan pada anak dengan
poliartritis berat yang tidak berespon dengan terapi lain. Dosis rendah prednison
(0,1-0,2 mg/kgBB) dapat digunakan sebagai agen “jembatan” dalam terapi inisial
anak yang sakit sedang atau berat yang sebelumnya menggunakan obat
antiinflamasi kerja lambat. Untuk gejala penyakit sistemik berat yang tak
terkontrol diberikan prednison 0,25-1 mg/kgBB/hari dosis tunggal (maksimal 40
mg) atau dosis terbagi pada keadaan yang lebih berat. Bila terjadi perbaikan klinis
maka dosis diturunkan perlahan dan prednison dihentikan. Efek samping yang
33
dapat terjadi pada pemakaian jangka panjang antara lain sindrom cushing,
penekanan pertumbuhan, fraktur, katarak, gejala gastrointestinal dan defisiensi
glukokortikoid. 2
2.10.7 Psikoterapi
34
melakukan tugas yang tidak menyenangkan. Terapis harus dapat meyakinkan
semua orang yang berinteraksi dengan anak pengidap RJA untuk menghadapi
anak tersebut secara normal sesuai anak seusianya dan menekankan indepedensi
serta pendewasaan sebanyak mungkin. Bila hal itu tidak dilakukan, anak mungkin
akan makin mengalami regresi atau imatur seiring dengan waktu.6
2.10.8 Nutrisi
Nutrisi dan vitamin suplemen (vitamin B dan asam folat) menjadi aspek penting
dalam penatalaksanaan jangka panjang, karena adanya proses retardasi
pertumbuhan dan kerusakan mineralisasi tulang akibat penyakit dan pemberian
kortikosteroid.2
35
IU dan kalsium 400 mg, sedangkan kalsium 800 mg digunakan pada anak lebih
dari 10 tahun.4
2.10.9 Bedah
Terapi bedah dilakukan hanya pada sebagian kecil JRA yakni pada kasus dimana
terdapat deformitas sendi, ketidakmampuan bergerak atau nyeri yang parah.
Pembedahan adalah pilihan pengobatan yang harus dipertimbangkan bila tidak
ada perbaikan dengan obat maupun terapi fisik serta tidak dapat berjalan dan
mengerjakan pekerjaan sehari-hari. 1
Beberapa prosedur pembedahan yang sering digunakan untuk
memperbaiki deformitas sendi, diantaranya dengan:
Membebaskan jaringan lunak pada kontraktur, dengan memotong otot
yang berdempet pada sendi yang bengkok. Setelah otot dan jaringan yang
memendek lainnya dibebaskan, sendi yang terlibat akan kembali ke posisi
yang lebih normal.
Penggantian sendi total dilakukan bila terpaksa, dimana sendi yang terlibat
telah sangat rusak yakni sangat sulit atau bahkan sudah tidak bisa untuk
berjalan. Hal penting yang harus dipertimbangkan adalah umur anak,
jumlah sendi yang terlibat, dan dampaknya terhadap mobilitas anak. 1
Prosedur bedah lainnya yang telah digunakan untuk penanganan JRA,
namun hanya direkomendasikan pada beberapa kasus, yakni:
Osteotomi, membuang jaringan pada tulang untuk memberikan struktur
yang normal pada sendi. Osteotomi dapat direkomendasikan pada anak
dengan kontraktur sendi yang parah.
Epifisiodesis, dimana bagian dari tulang panjang tumbuh terjadi dibuang
untuk mencegah pertumbuhan lebih lanjut dari tulang.
Sinovektomi atau tenosinovektomi, prosedur ini jarang dilakukan pada
JRA. Sinovektomi adalah operasi penggantian dari sinovium
tendosinovektomi sedangkan adalah operasi pada jaringan yang
menyelimuti tendon untuk mengurangi inflamasi sendi.
Artrodesis, jarang dilakukan pada anak. Prosedur ini dilakukan pada anak
yang terjadi fusi pada dua tulangnya, sehingga sendi tidak mampu
bergerak lebih luas. 1
36
Hal yang harus diperhatikan sebelum pembedahan dilakukan adalah usia
anak, dan apakah tulang mereka masih tumbuh. Saat mempertimbangkan
penggantian sendi total, sangat penting untuk memikirkan kebutuhan penggantian
total pada sendi lainnya dalam 10-20 tahun berikutnya. Waktunya tergantung pada
umur anak, kemungkinan hidup dengan sendi pengganti, dan kemungkinan
kehilangan kekuatan otot dan tulang bila pembedahan ditunda terlalu lama.1
2.11 Prognosis
37
terhadap keseluruhan baik. Sekurang-kurangnya 75% penderita JRA akhirnya
mengalami penyembuhan lama tanpa deformitas sisa atau kehilangan fungsi.
Hanya sedikit yang tetap dengan cacat deformitas sendi. Kelemehan pada
penderita terutama diakibatkan oleh penyakit sendi pinggul berat, sebagaimana
hilangnya visus karena iridosiklitis. Di Eropa, amiloidosis mengenai sekitar 5%
penderita JRA tetapi di Amerika Serikat komplikasi ini jarang ditemui.8,13
Dengan terapi yang tepat, anak dengan segala bentuk dari artritis akan
selalu membaik seiring waktu. Sebagian besar anak dengan artritis tumbuh normal
tanpa kesulitan berarti. Biasanya untuk kasus berat dengan pengobatan yang tepat,
terapi fisik dan okupasi yang tepat dan operasi yang tepat bila diperlukan,
sebenarnya tidak satu pun pasien yang membutuhkan kursi roda. Anak dengan
penyakit onset sistemik cenderung berespon baik dengan pengobatan medis atau
berkembang menjadi poliartikular berat yang cenderung resisten dengan
pengobatan medis, dengan penyakit persisten hingga dewasa.13
Saat ini telah banyak kemajuan signifikan dalam pengobatan anak dengan
artritis. Kemajuan pengobatan selama 20 tahun terakhir ini terutama dengan
ditemukannya steroid intraartikular, metotreksat, dan pengobatan biologik telah
didapatkan kemajuan dramatis dari prognosis anak dengan artritis. Hampir semua
anak dengan JRA dapat hidup produktif. Namun, banyak pasien, khususnya yang
memiliki penyakit poliartikular, mungkin memiliki masalah penyakit aktif saat
dewasa, dengan mencapai remisi terus-menerus pada sebagian kecil pasien.13
2.12 Komplikasi
Beberapa komplikasi penting dapat terjadi akibat JRA. Namun dengan tetap
memantau keadaan anak dan pemberian pengobatan dapat menurunkan resiko dari
komplikasi-komplikasi berikut:13
Uveitis (inflamasi pada mata) merupakan komplikasi yang sering tanpa gejala.
Biasanya terjadi pada anak perempuan yang memiliki hasil ANA positif. Bila
kondisi ini tidak ditangani dengan baik, dapat menyebabkan terjadinya katarak,
38
glaukoma bahkan kebutaan. Uveitis terkait JRA biasanya asimptomatik. Skrining
terhadap uveitis telah dilakukan selama beberapa tahun dan telah membantu
menurunkan prevalensi pasien yang kehilangan penglihatan.13
2. Deformitas tulang
Inflamasi sinovitis dan efek destruksinya pada sendi dapat menyebabkan berbagai
komplikasi neurologis pada pasien rheumatoid arthritis. Kompresi yang berlokasi
pada saraf median di pergelangan tangan merupakan neuropati yang paling
banyak dilaporkan pada pasien rheumatoid arthritis dewasa. Dalam suatu
penelitian didapatkan bahwa saraf median tidak terpengaruh pada pasien dengan
JRA. Namun, perlu penelitian lebih lanjut dengan sampel lebih besar sehingga
dapat mengevaluasi struktur pada carpal tunner. 13
3. Gangguan pertumbuhan
4. Kontraktur sendi
Pada lutut, dapat terjadi kekakuan lutut, deformitas sendi dan kerusakan sendi.
Komplikasi pada tulang leher mengakibatkan anak mengalami kesulitan
menekukkan kepala ke depan. Komplikasi pada tulang punggung berupa
keterbatasan gerakan punggung. 13
5. Lainnya
Perkarditis dapat terjadi dengan gejala terseringnya berupa nafas pendek yang
tidak dapat dijelaskan. Dapat juga terjadi anemia atau kelainan darah sejenisnya.
Inflamasi dari arteri pada tangan dan kaki yang dapat mengganggu sirkulasi dan
menyebabkan kerusakan serius pada jari tangan dan jari kaki. Selain itu pernah
juga dilaporkan terjadinya inflamasi hepar. 13
39
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Juvenile rheumatoid arthritis (JRA) adalah peradangan kronis pada sendi yang
onsetnya terjadi sebelum usia 16 tahun dan menetap lebih dari 6 minggu. Juvenil
Rheumatoid Arthritis (JRA) merupakan penyakit kronis yang merusak dan
menghancurkan sendi-sendi tubuh. Kerusakan disebabkan oleh peradangan yang
menyebabkan nyeri, kekakuan, dan bengkak pada sendi. Peradangan sering
mempengaruhi organ lain dari sistem tubuh. Jika peradangan tidak dihambat atau
dihentikan, akhirnya akan menghancurkan sendi yang terkena dan jaringan
lainnya.
Angka kematian tertinggi pada anak-anak dengan JRA terjadi pada pasien
JRA sistemik yang menunjukkan gejala-gejala sistemik. Dasar pengobatan JRA
adalah suportif, bukan kuratif. Modalitas terapi yang digunakan adalah
farmakologi maupun non farmakologi. Modalitas farmakologi diantaranya obat
anti inflamasi nonsteroid (OAINS), analgetik, imunosupresan, obat antireumatik
kerja lambat, dan kortikosteroid. Sedangkan modalitas non farmakologi yaitu
fisioterapi, latihan fisik, nutrisi, dan terapi bedah.
40
DAFTAR PUSTAKA
8. Kliegman R, Stanton BF, Geme JW, Schor NF, Behrman RE, Arvin A.
Artritis Reumatoid Juvenil. Juvenile Idiopathic Arthritis. Dalam:
Kliegman Robert M ... [et al.]. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th
edition. Philadelphia: Elsevier. 2011; 2671-2689.
10. Woo P, Laxer RM, Sherry DD. Juvenile Idiopathic Arthritis (JIA). Dalam:
Pediatric Rheumatology in Clinical Practice. London: Springer. 2007; 23-
46.
41
12. Cantani A. Autoimmnune Diseases. Dalam: Dr. Ute Heilmann,
Heidelberg, Germany. Pediatric Allergy, Asthma and Immunology. Roma:
Springer. 2007; 1075-84.
42