Anda di halaman 1dari 28

1

Sakit Kepala
Seorang perempuan berusia 20 tahun datang kepuskesmas karena
cephalgia yang hilang timbul sejak 5bulan terakhir.

Pasien adalah seorang

mahasiswa kedokteran di kota S. Nyeri dirasakan berdenyut ,timbul terutama pada


saat pasien menjalani ujian , dan makin lama terasa makin berat.
Step 1
1. Cephalgia : nyeri atau rasa tidak nyaman pada kepala.
Step 2
1.
2.
3.
4.
5.

Mengapa pasien mengalami cephalgia ?


Mengapa nyeri hilang timbul ?
Mengapa nyeri muncul pada saat ujian ?
Penyebab lain dari nyeri kepala pada kasus ?
Klasifikasi nyeri kepala cephalgia ?

Step 3
1. Mengapa pasien mengalami cephalgia
a. Ada peregangan pembuluh darah
b. Kontraksi otot kepala
c. Bisa karena aktifitas serat afferent primer menginvasi PD
d. Aktivitas berat
e. Degenerasi spinal
f. Kontraksi PD
g. Peregangan perioteum
2.

Mengapa nyeri hilang timbul


a. Karena tegang kepala bias gejala meningitis
b. Adanya masa intracranial dan malforasi PD

3. Mengapa nyeri muncul saat ujian


Dikarenakan

stress

pada

saat

ujian

karena

aktivitas

bertambah

,memengaruhi vaskulernya
4. Penyebab lain selain pada kasus
Disfungsi autopeni pembuluh darah kulit kepala menyebabkan nyeri
kepala migraine
5. klasifikasi nyeri kepala atau cephalgia
a. Migrain dengan aura, migraine tanpa aura, cluster headache,
tension headache
b. Primer : Asimtomatik
c. Sekunder : Jelas penyebabnya

Step 4
1.

2.

3.

Penyebab pasien terkena cephalgian


a. Peregangan peristoneum
b. Struktur cranium peka terhadap adanya peregangan cranium
c. Ekstrakranium (kulit,otot,a.frontalis,temporalis)
d. Intrakranium (piameter,duramter,N.Vestibularvochlearis,N.
Vagus)
Penyebab nyerinya hilang timbul
Struktur , vasodilatasi (thalamus)
merespon reseptor
s tepi
m. spinalis
Thalamus
sarafkranial :
delta A , delta B
serabut C (serabut saraf besar).
Penyebab nyeri muncul ketika sedang ujian berlangsung
Ketegangan
konstraksi otot tulang tengkorak
vasokontriksi
O2 berkurang

4.

5.

aliran PD ke otak menurun


hasil metabolik menumpuk

nyeri pada

daerah kepala
Penyebab lain selain yang terjadi pada kasus
Hormone estrogen menurun
keluar respon neurotransmitter dalam
serotonin dan opionud normal terhadap perubahan hormone
Klasifikasi cephalgia
Primer
a. TTH (Tension Type Headache)
TTH
karena tegang / konstraksi otot nyeri

kulit

kepala dahi
tegang.
b. Nyeri kepal pasca lumbal
a) beberapa jam setelah tindakan LP
b) mekanisme : terjadi kebocoran , lesi di dura lumbal. Fungsi
adanya dilapisi pelvis sinus dura pada otot-otot
c) Nyeri kepala inflamatorik
1. tumor , abses
2. manifestasi (nyerikepala,mual)
3. pergesernstruktur
Tumor
naik

intraktranium membesar
pergeseran struktur otak

tekanan intrakranium
nyeri

pada N.trigeminus
Sekunder
a. nyeri kepala berkaitan dengan trauma kepala lesi
b. berkaitan dengan neurovaskuler
c. infeksi

adanya taksi

Bagan
Non farmako

Pendekatan
klinis

Anamnesis

Pemeriksaan
fisik

Penatalaksaan

Cephalgia
Farmako

Faktor yang
mempengaruhi

Struktur
Psikis
Intrakranial

Fisik
Ekstrakranial
Faktorresiko :
-tumor
-hipertensi
-abses
Pemicu :
-haid
-infeksi
Step 5
1.Bagaimana struktur anatomidari intracranial danekstrakranial ?
2.Bagaimana patofisiologi berdasarkan klasifikasi ?
3.Bagaimana pendekatan klinis,terhadap keluhan pasien ?
4.Bagaimana penatalaksanaan terhadap cephalgia ?
Step 6
Belajar mandiri
Step 7
1. Struktur anatomi intracranial dan ekstrakranial
Sebelum membahas anatomi sakit kepala, akan membahas anatomi
otak secara garis besar terlebih dahulu. Walaupun merupakan keseluruhan
fungsi, otak disusun menjadi beberapa daerah yang berbeda. Bagian
bagian otak dapat secara bebas dikelompokkan ke dalam berbagai cara

berdasarkan perbedaan anatomis, spesialisasi fungsional, dan perkembangan


evolusi. (Harsono,2011)

(Gambar 1: Harsono 2011)


Otak terdiri dari (1) batang otak terdiri atas otak tengah, pons, dan
medulla, (2) serebelum, (3) otak depan (forebrain) yang terdiri atas
diensefalon dan serebrum. Diensefalon terdiri dari hipotalamus dan talamus.
Serebrum terdiri dari nukleus basal dan korteks serebrum.
Masing masing bagian otak memiliki fungsi tersendiri. Batang
otak berfungsi sebagai berikut: (1) asal dari sebagian besar saraf kranialis
perifer, (2) pusat pengaturan kardiovaskuler, respirasi dan pencernaan, (3)
pengaturan refleks otot yang terlibat dalam keseimbangan dan postur, (4)
penerimaaan dan integrasi semua masukan sinaps dari korda spinalis;
keadaan terjaga dan pengaktifan korteks serebrum, (5) pusat tidur.
Serebellum berfungsi untuk memelihara keseimbangan, peningkatan tonus
otot, koordinasi dan perencanaan aktivitas otot volunter yang terlatih.
(Harsono, 2011)
a. Hipotalamus
Hipotalamus berfungsi sebagai berikut: (1) mengatur banyak
fungsi homeostatik, misalnya kontrol suhu, rasa haus, pengeluaran urin,
dan asupan makanan, (2) penghubung penting antara sistem saraf dan
endokrin, (3) sangat terlibat dalam emosi dan pola perilaku dasar.
Talamus berfungsi sebagai stasiun pemancar untuk semua masukan

sinaps, kesadaran kasar terhadap sensasi, beberapa tingkat kesadaran,


berperan dalam kontrol motorik.
b. Nukleus basal
Nukleus basal berfungsi untuk inhibisi tonus otot, koordinasi
gerakan yang lambat dan menetap, penekanan pola pola gerakan yang
tidak berguna.
c. Korteks serebrum
Korteks serebrum berfungsi untuk persepsi sensorik, kontrol
gerakan volunter, bahasa, sifat pribadi, proses mental canggih misalnya
berpikir, mengingat, membuat keputusan, kreativitas dan kesadaran diri.
Korteks serebrum dapat dibagi menjadi 4 lobus yaitu lobus
frontalis, lobus, parietalis, lobus temporalis, dan lobus oksipitalis.
Masing masing lobus ini memiliki fungsi yang berbeda beda.
(Harsono, 2011)

(Gambar 2: Harsono 2011)


Struktur peka nyeri pada extra dan intra cranium
a. Struktur peka nyeri extra cranium :
a) kulit kepala, periosteum,
b) vaskularisasi (a. frontalis, a.temporalis, a.occipitalis)
c) persyarafan (n.frontalis, n.temporalis, n.occipitalis mayor / minor)
d) otot-otot (m.frontalis, m.temporalis, m.occipitalis)
b. Struktur peka nyeri intracranium :
a) Duramater (sepanjang a.meningeal, sekitar sinus venosus, basis cranii,
dan tentorium serebelli)

b) Leptomenings sekitar arteri besar di basis cranii


c) Pada bagian proximal atau basal arteri, vena, saraf, tertentu
(N.Trigeminus,N. Facialis, N.Glosofaringeus, Nn. Spinales)
(Harsono, 2011)
Struktur yang tidak peka terhadap nyeri :
Tulang kepala, parenchym otak, ependym ventrikel, plexus
choroideus, sebagian besar duramater dan piamater yang meliputi
konveksitas otak.
Nyeri kepala dipengaruhi oleh nukleus trigeminoservikalis yang
merupakan nosiseptif yang penting untuk kepala, tenggorokan dan leher
bagian atas. Semua aferen nosiseptif dari saraf trigeminus, fasial,
glosofaringeus, vagus, dan saraf dari C1 3 beramifikasi pada grey matter
area ini. Nukleus trigeminoservikalis terdiri dari tiga bagian yaitu pars
oralis yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif dari
regio orofasial, pars interpolaris yang berhubungan dengan transmisi
sensasi taktil diskriminatif seperti sakit gigi, pars kaudalis yang
berhubungan dengan transmisi nosiseptif dan suhu.
(Harsono, 2011)
Terdapat over lapping dari proses ramifikasi pada nukleus ini
seperti aferen dari C2 selain beramifikasi ke C2, juga beramifikasi ke C1
dan C3. Selain itu, aferen C3 juga akan beramifikasi ke C1 dan C2. Hal ini
lah yang menyebabkan terjadinya nyeri alih dari pada kepala dan leher
bagian atas.
Nyeri alih biasanya terdapat pada oksipital dan regio fronto orbital
dari kepala dan yang jarang adalah daerah yang dipersarafi oleh nervus
maksiliaris dan mandibularis. Ini disebabkan oleh aferen saraf tersebut
tidak atau hanya sedikit yang meluas ke arah kaudal. Lain halnya dengan
saraf oftalmikus dari trigeminus. Aferen saraf ini meluas ke pars kaudal.
Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2, dan V3. V1 ,
oftalmikus, menginervasi daerah orbita dan mata, sinus frontalis,
duramater dari fossa kranial dan falx cerebri serta pembuluh darah yang
berhubungan dengan bagian duramater ini.

V2, maksilaris, menginervasi daerah hidung, sinus paranasal, gigi bagian


atas, dan duramater bagian fossa kranial medial. V3, mandibularis,
menginervasi daerah duramater bagian fossa cranial medial, rahang bawah
dan gigi, telinga, sendi temporomandibular dan otot menguyah (lihat
gambar 3).
Selain saraf trigeminus terdapat saraf kranial VII, IX, X yang
innervasi meatus auditorius eksterna dan membran timfani. Saraf kranial
IX menginnervasi rongga telinga tengah, selain itu saraf kranial IX dan X
innervasi faring dan laring.
Servikalis yang terlibat dalam sakit kepala adalah C1, C2, dan C3. Ramus
dorsalis dari C1 menginnervasi otot suboccipital triangle - obliquus
superior, obliquus inferiorda n rectus capitis posterior majorda n minor.
Ramus dorsalis dari C2 memiliki cabang lateral yang masuk ke otot leher
superfisial posterior, longis simus capitisda N.splenius sedangkan cabang
besarnya bagianuyh medial menjadi greater occipital nerve. Saraf ini
mengelilingi pinggiran bagian bawah dari obliquus inferior, dan balik ke
bagian atas serta ke bagian belakang melalui semispinalis capitis, yang
mana saraf ini di suplai dan masuk ke kulit kepala melalui lengkungan
yang dikelilingi oleh superior nuchal line dan the aponeurosis of trapezius.
Melalui oksiput, saraf ini akan bergabung dengan saraf lesser occipital
yang mana merupakan cabang dari pleksus servikalis dan mencapai kulit
kepala melalui pinggiran posterior dari sternokleidomastoid. Ramus
dorsalis dari C3 memberi cabang lateral ke longissimus capitisda n
splenius. Ramus ini membentuk 2 cabang medial. Cabang superfisial
medial adalah nervus oksipitalis ketiga yang mengelilingi sendi C2-3
zygapophysial bagian lateral dan posterior
Daerah sensitif terhadap nyeri kepala dapat dibagi menjadi 2
bagian yaitu intrakranial dan ekstrakranial. Intrakranial yaitu sinus
venosus, vena korteks serebrum, arteri basal, duramater bagian anterior,
dan fossa tengah serta fossa posterior. Ektrakranial yaitu pembuluh darah
dan otot dari kulit kepala, bagian dari orbita, membran mukosa dari rongga
nasal dan paranasal, telinga tengah dan luar, gigi, dan gusi. Sedangkan

daerah yang tidak sensitif terhadap nyeri adalah parenkim otak, ventrikular
ependima, dan pleksus koroideus.
(Harsono, 2011)
2. Patofiologi berdasarkan klasifikasi cephalgia (nyeri kepala)
Berdasarakan klasifikasinya,cephalgia terbagi menjadi primer dan
sekunder,berikut adalah tablenya

1
2
3

PRIMER
migrain
1
nyeri kepala tension (Tension
Type Headache)
2
nyeri kepala cluster
3

SEKUNDER
nyeri kepala berhubungan dengan cedera
kepala
nyeri kepala berhubungan dengan gangguan
vaskuler
nyeri kepala berhubungan denagn gangguan
intrakranial non vaskuler
4 nyeri kepela berhubunggan dengan infeksi
non cephalic
5 nyeri kepala atau nyeri wajah dengan
gangguan tengkorak, leher, mata, hidung,
gigi, mulut, atau struktur-struktur wajah
kranium
6 neuralgia cranialis, nyeri batang syaraf dan
nyeri deafness
Tabel 1 Klasifikasi Cephalgia

Primer
A. Migren
Migren adalah gangguan periodik yang ditandai oleh nyeri kepala
unilateral (kadang bilateral) yang dapat disertai muntah dan gangguan
visual. Patofisiologi yang mendasari migren diawali dengan gejala
neurologis awal-aura (gejala visual, sensorik, dan fenomena lainnya)
memnunjukan fase vasokontriksi intraserebral. Aura lebih mungkin
merupakan penyebaran gelombang depolarisasi melalui korteks serebri.
Nyeri kepala mungkin disebabkan oleh terjadinya vasodilatasi setelah
vasokontriksi terutama pada pembuluh darah ekstraserebral kulit kepala
dan dura.
Patofisiologi
Patofisologi migren bisa dikarenakan berbagai sebab diantaranya:

10

a. Nyeri kepala migren disebabkan oleh terjadinya vasodilatasi setelah


vasokontriksi terutama pada pembuluh darah ekstraserebral kulit
kepala dan dura.
b. Teori vaskular
Vasokontriksi intrakranial dibagian korteks dalam terjadinya migren
dengan aura. Pendapat ini diperkuat dengan adanya nyeri kepala
disertai denyut yang sama dengan jantung. Pembuluh darah yang
mengalami kontriksi terutama terletak di perifer otak akibat aktivitas
saraf nonseptif setempat. Teori ini sesuai observasi bahwa pembuluh
darah ekstrakranial mengalami vasodilatasi sehingga akan teraba
denyut jantung.
c. Teori Cortikal Spreading Depression (CSD)
Patofisologi dengan aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron
disubstansia migren yang menyebar dengan kecepatan 2-6 mm/ menit.
Penyebaran ini diikuti degan gelombang supresi neuron dengan pola
yang

sama

sehingga

memebentuk

vasodilatasi

yang

diikuti

vasokontriksi. Prinsip neurokimia CSD adalah pelepasan atas asam


amino eksitatorik seperti glutamat dari jaringan neural yang dapat
mengakibatkan terjadinya depolarisasi dan pelepasan neurotransmitter
lagi. CSD pada aura akan menstimulasi nervus trigeminus nukleus
kaudatus dan mulai terjadi migren.
Pada migren tanpa aura, pada neuron juga mungkin merangsang
nukleus kaudalis kemudian menginisiasi migren.
Gejala Klinis
Serangan nyeri kepala timbul secara tiba-tiba dan biasanya unilateral
(80%), paroksismal dan rekuren. Nyeri kepala dirasakan sebagai nyeri
kepala yang berdenyut, menusuk-nusuk rasa kepala mau pecah, rasa
mual dan terkadang hingga muntah. Migrain biasanya mulai pada usia
pubertas dan jarang mulai terjadi setelah usia 40 tahun.
Migren berdasarkan gambaran klinis dibagi menjadi:
a. Migren tanpa aura (migren umum)
Pada kasus ini tidak terdapat auta, tetapi pasien mungkin
mengalami gejala prodromal yang tidak jelas. Nyeri kepala dapat

11

terjadi saat bangun tidur, dan gejala yang lain sama dengan migren
tipe klasik.
Kriteria diagnosis migren tanpa aura:
1. Sekurang-kuranganya tidak ada serangan tambahan
2. Serangan nyeri kepala berlangsung antara 4-72 jam, diantara
serangan tidak ditandai nyeri kepala.
3. Nyeri kepala yang terjadi sekurang-kurangnya dua dari
karakteristik sebagai berikut:
a. Lokasi unilateral
b. Sifatnya berdenyut
c. Intensitas sedang sampai berat
d. Diperberat oleh kegiatan fisik
4. Selama serangan sekurang-kurangnya

ada

satu

dari

karakterisktik sebagai berikut:


a. Mual dengan muntah
b. Fotofobia
5. Sekurang-kurangnya ada satu dari karakterisktik dibawah ini:
a. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak
menunjukan adanya kelainan organik
b. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga ada
kelainan organik, tetapi pemeriksaan neuro-imaging dan
pemeriksaan tambahan lainnya tidak meunjukan kelainan
b. Migren dengan aura
Bersifat kronik dengan bentuk serangan dengan gejala
neurologik (aura) yang berasal dari korteks serebri dan batang otal,
dan biasanya berlangsung selama 5-20 menit dan berlangsung tidak
lebih dari 60 menit. Aura dapat berupa gangguam mata
homonimus, gejala hemisensorik hemiparesis, disfagia atau
gabungan dari gangguan trsebut.
Kriteria migren dengan aura diantaranya:
1. Sekurang-krangnya 2 seangan
2. Sekurang-kurangnya terdapat 2 dari 4 karakterikstik
tersebut dibawah ini:
a. Satu atau lebih gejala aura reversibel yang menunjukan
disfungsi hemisfer dan atau batang otak
b. Sekyrang-kurangnya satu gejala aura berkembang lebih
dari 4 menit atau 2 atau lebih gejala aura terjadi
bersama-sama

12

c. Tida ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60


menit, bila lebih dari satu gejala aura terjadi, durasinya
lebih lama.
d. Nyeri kepala mengikuti gejala aura berlangsung interval
bebas nyeri kurang dari 60 menit, tetapi kadang dapat
terjadi sebelum aura.
3. Sekurang-kurangnya terdapat satu dari krakteristik dibawah
ini:
a. Riwayat., pemeriksaan fisik dan neurologik tidak
menunjukan kelainan organik.
b. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neirologik diduga
menunjukan

kelainan

organik,

tetapi

dengan

pemeriksaan neuro imaging dan pemeriksaan tambahan


lainnya tidak menunjukan kelainan.
Migren dengan aura dibagi menjadi:
a. Migren dengan aura tipikal
b. Migren dengan aura diperpajang
c. Migren hemiplegia familial
d. Migren dengan aura termasuk hemiparesis denga kriteria klinik
yang sama seperti diagnosis klinik aura biasanya, dan kurangkirangnya seorang keluargaterdekan mempuyai riwayat migren
yang sama.
e. Migren basilaris
Migren dengan aura yang jelas berasal dari batang otak atau
dari kedua lobi oksipitales. Kriteria klinik sama dengan aura yang
lainnya dengan tambahan dua atau lebih gejala aura diantaranya:
a. Gangguan lapangan penglihatan temporal dan nasal bilateral
b. Disatria
c. Vertigo
d. Tinitus
e. Penguranga pendengaran
f. Diplopis
g. Ataksia
h. Parestesia bilateral
i. Parestesia bilateral dan penurunan kesadaran
f. Migren aura tanpa nyeri kepala
g. Migren dengan awitan aura akut
B. Tension Type Headache
Tension Type Headache adalah nyeri kepala tegang otot merupakan
nyeri kepala yang timbul karena kontraksi terus-menerus otot-otot

13

kepala dan tengkuk (m. Splenius kapitis, m. Temporalis, m. Masseter,


m. Sternokleidomastoideus, m. Trapezius, m. Servikalis posterior, dan
m. Levator skapulae).
Gejala Klinis
Nyeri kepala dirasakan seperti kepala berat, pegal, seperti diikat tali
yang melingkari kepala, kencang dan menekan. Kadang-kadang
disertai nyeri kepala berdenyut. Sakit kepala dapat terjadi 30 menit
sampai 7 hari. Bila berlangsung lama, pada palpasi dapat diketemukan
daerah-daerah yang membenjol, keras dan nyeri tekan.
Nyeri kepala yang timbul akibat kontraksi terus menerus otot-otot
kepala dan tengkuk karena ketegangan jiwa, misalnya kecemasan
kronik atau depresi: nyeri kepala kontraksi/tegang otot primer, atau
karena rangsangan langsung striktur peka nyeri, nyeri acuan (refered
pain), secara refleks: nyeri kepala kontraksi otot sekunder, misalnya
karena perangsangan fisik, kelainan pada mata, THT, leher, gigi dan
mulut.

(Gambar 3 : Isselbacher 2013)


Patofiologi
Patofisiologi tension type headache dihubungkan sesuai terjadinya
tension type headache yaitu:
a) Disfungsi sistem saraf pusat lebih berperan dari pada sistem saraf
perifer dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada

14

tension type headache episodik sedangkan disfungi sistem saraf


pusat mengarah pada tension type headache kronik.
b) Disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter dan
permanen tanpa disertai iskemia otot, transimisi nyeri tension type
headache melalui nukleus trigeminoservikalis pars kaudalis yang
akan mensitasi second order neuron.
C. Cluster Headache
Nyeri unilateral, lokasi orbital, supraorbital, temporal. Sakit kepala
ini biasa terjadi dalam waktu yang singkat dan berulang secara
periodic, awitan 15 menit sampai 3 jam dan ada periode bebas
nyeri. Tipe cluster dalam 4-8 minggu terjadi sakit kepala 1-2 kali
perhari selama sakit.
Gejala Klinis
Sakit kepala yang tanpa disertai aura, lokasi disekitar dan
dibelakang salah satu mata. Sakitnya sangat berat , lamanya sekitar
20-60 menit . Sakit kepala ini kadang dapat disertai hidung
mampet , hidung seperti flu dan salah satu mata merah, sakit
sampai kepala.
Patofisiologi
Patofisiologi cluster headache dapat timbul karena vasodilatasi
oleh salah satu cabang arteri karotus eksterna yang diperantarai
oleh histamin intrinsik. Serangan cluster headache merupakan
gangguan kondisi fisiologi otak dan struktur yang berkaitan
dengannya yang ditandai dengan disfungsi hipotalamus yang
menyebabkan kelainan fungsi otonom. Hal ini menimbulkan
defisiensi autoregulasi dari vasomotor dan gangguan respon
kemoreseptor pada korpus karotikus terhadap kadar oksigen yang
turun. Pada kondisi ini, serangan dapat dipicu oleh kadar yang
terus menurun. Batang otak yang terlibat setinggi pons dan medulla
oblongata. Serta nervus trigeminus, nervus facialis, nervus
glosopharyngeus,nervus vagus.
Sekunder

15

A. Peningkatan tekanan intrakranial


Nyeri kepala yang disebabkan oleh peningkatan tekanan
intrakranial, misalnya yang disebabkan oleh tumor serebral,
umumnya terjadi pada saat bangun atau dapat membangunkan
pasien dari tidurnya. Pada siang hari gejala dapat membaik. Nyeri
mendadak didaerah oksipital atau adanya trauma kepala.
Keluhan-keluhan itu timbul setelah mengidap trauma
kapitis, maka perhatian dan analisa harus diarahkan kepada
kemungkinan

adanya

perdarahan

subdural

akut,

shunt

arteriovenosa post traumatik, whiplash injury dan kerusakan kulit


kepala setempat.
Gejala Klinis
Nyeri

kepala

diperberat

saat

bersin,

mengejan,

membungkuk, mengangkat beban atau berbaring yang dapat


meningkatkan tekanan intrakranial. Terdapat mual dan muntah.
Muntah yang proyektil (effortless vomiting) dengan atau tanpa
disertai mual adalah gejala masa pada fosa posterior, dekat dengan
ventrikel otak keempat,yang mengiritasi pusat muntah.
Walaupun tanpa tanda-tanda neurologis, pasien dengan nyeri
kepala oksipital pada pagi hari sebaliknya dilakukan CT scan untuk
menyingkirkan kemungkinan masa intrakranial. Nyeri kepala dapat
merupakan gejala yang relatif ringan dan gejala neurologis lain
lebih dominan. Gejala dan tanda definitif dari peningkatan tekanan
intrakranial akibat lesi massa.
Nyeri kepala juga dapat disebabkan oleh tekanan
intrakranial yang rendah. Ciri dan nyeri kepala ini berhubungan
dengan postur tubuh, nyeri akan membaik dengan cepat jika
berbaring (Ginsberg, 2008).
B. Nyeri kepala pasca fungsi lumbal
Sakit kepala ini mungkin disebabkan oleh penurunan
tekanan intrakranial akibat bocornya selaput arakhnoid, sehingga
likuor

serenrospinalis

tetap

merembes

keluar

ruang

subarakhnoidal. Sifat sakit kepala pasca pungsi lumbal ialah bukan


nyeri tetapi perasaan tidak enak dikepala, kadang bersifat nyeri

16

tumpul berdenyut. Lokasinya ialah bitemporal atau suboksipital,


bahkan

servikal

bagian

atas.

Duduk

dan

berdiri

dapat

membangkitkan sakit kepala akan tetapi dengan berbaring akan


meredakan nyeri kepala tersebut. Jika menggelengkan kepala dapat
memperberat sakit kepala. (Price,2013)
Gejala Klinis
Pasien biasanya merasakan pusing saat tiba-tiba mengalami
pergantian posisi dari duduk ke posisi berdiri ataupun sebaliknya.
C. Hipertensi intrakranial idiopatik (benigna)
Kondisi ini umumnya terjadi pada wanita muda dengan
obesitas.

Terdapat

gejala

dan

tanda

peningkatan

tekanan

intrakranial tanpa adanya lesi massa yang diidentifikasi pada


pencitraan kepal dengan CT scan atau MRI. Patofisiologi ini masih
belum dimengerti benar, tetapi mungkinmeliputi gangguan
absorbsi cairan serebrospinal.
Gejala Klinis
Pasien mengeluhkan nyeri kepala pada pagi hari, muntah
dan kadang gangguan penglihatan khasnya adalah diplopia dan
pandangan visual menjadi kabur (hilangnya penglihatan bilateral
yang tiba-tiba, dan sementara pada perubahan postur). Sering juga
ditemukan gejala tinitus.
Gambaran klinis klinisnya dikenal sebagai TIA (Transient
Ischemic Attack) yang dapat berupa hemiparesis, hemiparestesia,
afasia atau hemianopia yang semuanya cepat sembuh kembali.
Selama

keadaan-keadaan

tersebut

diatas

berlangsung

atau

sebelumnya sakit kepala sesisi (ipsilateral) seringkali sudah


dirasakan. Sifatnya ialah berdenyut. Adakalanya sakit kepala itu
dirasakan

beberapa

bulan

sebelum

suatu

stroke

terjadi.

Bahwasanya sakit kepala itu harus dianggap sebagai manifestasi


dari TAKI, dapat dibuktikan oleh adanya kelainan vaskular pada
konjungtiva bulbi/ palpebrale ipsilateral. Disitu terlihat arteri dan

17

vena yang berukuran sedang dalam keadaan vasodilatasi. Hal


demikian merupakan reaksi vaskular terhadap hipoksia iskemik.
Pemeriksaan menunjukan edema papil bilateral. Palsi nervus
kranialis

keenam

unilateral

atau

bilateral

juga

dapat

memperlihatkan tanda lokalisasi yang salah dari peningkatan


tekanan intrakranial, tetapi tidak ada tanda-tandaneurologis fokal
lain yang ditemukan. CT scan otak dapat menyingkirkan lesi massa
dan memperlihatkan ukuran ventrikel otak yang normal atau kecil
(kebalikan dari hidrosefalus). Fungsi lumbal (aman dilakukan jika
massa intrakranial telah disingkirkan pada pencitraan) untuk
pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukan peningkatan
tekanan intrakranial (seringkali sangat tinggi, lebih dari 40cm
cairan serebrospinal) dengan kandungan cairan serebrospinal yang
normal.
Kondisi ini dapat sembuh sendiri, membaik sempurna
dengan penurunan berat badan, dan setelah satu atau beberapa kali
fungsi lumbal. Akan tetapi, keadaan ini menjadi kronis pada
beberapa pasien dan mengacam penglihatan akibat atrofi optik
sekunder. Pada keadaan ini dapat dilakukan terapi medikamentosa
dengan inhibitor karbonat anhidrase asetozolamid, dieuritik
lainnya, misalnya klortalidon atau kortikosteroid mungkin dapat
berhasi. Akan tetapi kadang diperlukan intervensi bedah baik untuk
mengeluarkan cairan serbrospinal melalui pirau lumboperitoneal
atau untuk melindungi nervus optikus melalui prosedur fenetrasi
(insisi selubung nervus optikus).
Adanya ancaman penglihatan membuat istilah benigna untuk
keadaan ini menjadi kurang tepat, tetapi belumdapat ditemukan
istilah lain untuk kondisi ini, misalnya istilah seperti pseudotumor
serebri. Sesuai definisnya hipertensi intrakranial benigna adalah
idiopatik, tetapi sindrom yang sama dapat merupakan gejala dari
(Ginsberg, 2008) :
a) Trombosis sinus venosus intrakranial
b) Hipervitaminosis A
c) Gangguan metabolisme kalsium
d) Systemic lupus erythematosus (SLE)

18

e) Efek

samping

obat-obatan

meliputi

tertasiklin

dan

kortikosteroid (paradoksikal, karena kortikosteroid juga


digunakan untuk terapi keadaan ini)
D. Iritasi meningeal
Meningismus adalah iritasi meningen misalnya akibat
proses inflamasi (seperti pada meningitis akut) atau darah
(perdarahan subaracnoid) yang menyebabkan sakit kepala hebat
pada oksipital atau global disertai muntah, diekserbasi oleh cahaya
terang (fotofobia) dan kaku kuduk (nuchal rigidity).
Pada perdarahan subaracnoid, umumnya onset nyeri sangat
tiba-tiba (dalam beberapa detik) dan hebat dan pasien dapat
kehilangan kesadaran. Pada meningitis bakterial, onset nyeri
kepala juga akut, akan tetapi biasanya terjadi perburukan dalam
hitungan menit dan jam.
Gejala Klinis
Gejala klinis pada penderita biasanya adanya sakit kepala
yang berat, demam tinggi, muntah-muntah dan nyeri kuduk, dapat
juga disertai adanya penurunan kesadaran (delirium). Gejala-gejala
lain yang dapat ditemukan ialah adanya, fotofobia, paresis saraf
otak

(pada

meningitis),

hemiparesis,

monoparesis

(pada

ensefalitis), kejang fokal (pada ensefalitis dan meningoensefalitis),


kejang umum (meningitis dan ensefalitis), dan papiledema
bilateral.
E. Nyeri Kepala Inflamatorik Traksi
Nyeri kepala inflamatorik traksi biasanya disebabkan
penyakit organik. Massa yang berasal dari manapun misalnya
(tumor, bekuan darah, abses) dapat menyebabkan traksi dan
pergeseran struktur-struktur peka nyeri. Nyeri kepal adalah gejala
utama pada tumor otak (primer atau metastatik) dan sering dengan
pertumbuhan tumor, nyeri menjadi lebih sering dan lebih parah.
Pada saat sebagian besar pasien dengan tumor kepala datang
dengan nyeri kepala, vertigo dan tanda-tanda neurologik fokal
lainnya merupakan manifestasi yang sering dijumpai pada
hematom subdura kronik. Massa intrakranium yang cepat

19

membesar dan menyebabkna peningkatan TIK dapat menggeser


struktur-struktur otak sehingga timbul nyeri kepala.

Nyeri kepala adalah gejala yang berkaitan dengan banyak


proses peradangan . meningitis, ensephalitis dan infeksi sinus, gigi,
hidung, atau mata sering disertai gejala nyeri kepala. Traksi
dibagian-bagian otak yang melekat, terurama nervus trigeminus
dan hipoglosus, besar kemungkinannya menyebabkan nyeri kepala.
Nyeri kepala juga merupakan gejala pada penyakit imunologik
tertentu, terutama periarteritis nodosa dan arteritis sel raksasa
(Sylvia, 2013).

20

(Gambar 4 : International Headache Society)


3. Pendekatan klinis
Perkenalkan diri anda pada pasien dan binalah rapport. Bersikaplah
simpatik , dengarkan pasien dan biarkan pasien menceritakan riwayatnya
tanpa merasa diinterupsi. Jelaskan pada pasien bahwa Anda akan mencatat
hasil anamnesis mereka. Duduklah menghadap pasien agar tercipta kontak
mata yang baik.
Anamnesis
Anamnesis khusus nyeri kepala meliputi :
1) jenis nyeri
berat,mengikat,tertarik,berpindah-pindah,berdenyut,rasa kosong.
2) awitan (onset)
onset pada orang tua peningkatan TIK (hidrocephalus, tumor,
perdarahan sub arachnoid)
kronis tension headache, post trauma, neurosis, sinusitis

21

akut perdarahan non trauma, meningitis, glaucoma


3) frekuensi (periodisitas)
terus-menerus tension headache
episode migren
4) lama nyeri
migren dalam jam
tension headache hari-bulan
neuralgia trigeminal menyengat, detik-menit
5) kapan nyeri
cluster headache: sewaktu tidur nyeri waktu bangun tidur
tension headache: siang dan sore lebih sering, rangsangan emosi
migren; pencetus cahaya, cuaca, alkohol
neuralgia trigeminal: tecetus waktu menelan, bicara, sikat gigi
6) kualitas dan intensitas
migren: denyut hebat (susah kerja)
cluster headache: denyut seperti bor
tension headache: seperti memakai topi baja berat
7) gejala penyerta
migren: muntah, vertigo, diplopia
cluster: ptosis ipsilateral, mioasis, konjungtiva merah
tension headache: foto dan fonofobia.
Tanyakan pula tentang faktor presipitasi, faktor yang memperberat atau
mengurangi nyeri kepala, pola tidur, faktor emosional/ stress, riwayat
keluarga, riwayat trauma kepala, riwayat penyakit medik (peradangan
selaput otak, hipertensi, demam tifoid, sinusitis, glaucoma dan
sebagainya), riwayat operasi, riwayat alergi, prahaid (pada wanita),
riwayat pemakaian obat (analgetik, narkotik, penenang, vasodilator dll)
Pemeriksaan khusus meliputi palpasi pada tengkorak untuk mencari
kelainan bentuk, nyeri tekan dan benjolan. Palpasi pada otot untuk
mengetahui tonus dan nyeri tekan daerah tengkuk. Perabaan arteri
temporalis superfisialis dan arteri carotis komunis. Pemeriksaan leher,
mata, hidung, tenggorok, telinga, mulut dan gigi geligi perlu dilakukan.

22

Pemeriksaan neurologis lengkap, ditekankan pada fungsi saraf otak


termsuk funduskopi, fungsi motorik, sensorik serta koordinasi.
Nyeri kepala dapat primer berupa migren, nyeri kepala cluster, nyeri
kepala tegang otot, dan sekunder seperti nyeri kepala pasca trauma, nyeri
kepala organik sebagai bagian penyakit lesi desak ruang (tumor otak,
abses, hematom subdural dll), perdarahan subarachnoid, neuralgia
trigeminus pasca herpetik, penyakit sistemik (anemia, polisitemia,
hipertensi, hipotensi dll), sesudah pungsi lumbal, infeksi intrakranial
sistemik, penyakit hidung dan sinus paranasal, akibat bahan toksis dan
penyakit mata.
Nyeri kepala yang menunjukkan tanda bahaya dan memerlukan
evaluasi penunjang:
nyeri kepala hebat pertama kali yang timbul mendadak
nyeri kepala yang paling berat yang pernah dialami
nyeri kepala berat yang progresif selama beberapa hari atau minggu
nyeri kepala yang timbul bila latihan fisis, batuk, bersin, atau
membungkuk.
Nyeri kepala yang disertai penyakit umum atau demam, mual,
muntah atau kaku kuduk
Nyeri kepala yang disertai gejala neurologis (afasia, koordinasi
buruk, kelemahan fokal atau rasa baal, mengantuk, fungsi intelek
menurun, perubahan keperibadian dan penurunan visus).
Pemeriksaan Tambahan
1) Rontgen foto kepala melihat struktur tengkorak
2) Rontgen foto servikal menentukan adanya spondiloartrosis dan fraktur
servikal
3) CT Scans/ MRI pada nyeri kepala yang menunjukkan kemungkinan
penyakit intrakranial (tumor, perdarahan subarachnoid, AVM dll)
4) EEG dilakukan bila ada riwayat kejang, kesadaran menurun, tauma
kepala atau presinkop
5) Foto sinus paranasal melihat adanya sinusitis

23

6) Angiografi untuk kasus spesifik seperti aneurisma


7) LP infeksi, perdarahan intracranial
8) EMG kontraksi otot yang terus menerus pada tengkuk, belakang dan
depan kepala
9) Laboratorium pemeriksaan kimia darah
10) Pemeriksaan neurologis meliputi :
Pemeriksaan kaku kuduk
Kaku kuduk diperiksa dengan melakukan fleksi leher pasien secara
pasif dan menilai tahanan pasien. Meningismus juga dapat dinilai
dengan tanda kernig (nyeri dan tahanan terdapat ekstensi lutut pasif
dengan panggul dalam keadaan fleksi). Pada beberapa pasien,terutama
anak, kaku kuduk dapat disebabkan oleh massa fosa posterior dan
bukan proses meningeal difus, tetapi biasanya pada keadaan ini tanda
kernig negatif (Ginsberg, 2008)

4. Penatalaksanaan pada pasien cephalgia


Secara umum penatalaksanaan cephalgia terbagi
Farmakalogi
a) Penggunaan obat analgesik
Metode pengobatan yang paling umum kronis adalah penggunaan
obat. Banyak orang mencoba untuk mencari bantuan dari obat-obatan
analgesik nyeri seperti aspirin, asetaminofen, senyawa aspirin,
ibuprofen, dan narkotika. Namun demikian ada beberapa jenis obat
seperti Ergotamin (Cafergot), triptans (Imitrex), dan prednisone
(Deltasone) bila digunakan dalam jangka panjang dapat
mengakibatkan peningkatan sakit kepala. Obat penghilang rasa sakit
tersebut hanya membantu sementara, tetapi sakit kepala menjadi lebih
re-aktif dan tumbuh dalam intensitas bila digunakan terus-menerus
(sakit kepala rebound). Ini benar-benar dapat membuat tubuh kurang
responsif terhadap pengobatan pencegahan. Oleh karena itu, obat

24

analgesik sering disarankan untuk sakit kepala yang tidak kronis di


alami.
b) Profilaksis (pencegahan) obat
Obat-obatan yang umum yang paling sering digunakan untuk
mengobati chepalgia kronis disebut obat-obatan profilaksis, yang
digunakan untuk mencegah sakit kepala. Obat-obatan profilaksis
direkomendasikan untuk pasien sakit kepala kronis karena percobaan
bervariasi membuktikan bahwa obat mengurangi frekuensi, keparahan,
dan kecacatan yang berhubungan dengan sakit kepala kronis.
Mayoritas obat profilaksis bekerja dengan menghambat atau
meningkat neurotransmissions di otak, sering mencegah otak dari
menafsirkan sinyal rasa sakit.
Pencegahan obat-obatan termasuk gabapentin (gabapentin), Tizanidine
(Zanaflex), fluoxetine (Prozac), amitriptyline (Elavil), dan topiramate
(Topamax). Dalam pengujian, gabapentin ditemukan untuk
mengurangi jumlah hari sakit kepala per bulan sebesar 9,1% .
Tizanidine ditemukan untuk mengurangi frekuensi sakit kepala ratarata per minggu, intensitas sakit kepala, dan durasi sakit kepala berarti.
Melalui penelitian, Fluoxetine menghasilkan peringkat suasana hati
lebih baik dan peningkatan yang signifikan dalam-bebas hari sakit
kepala. Satu studi menemukan bahwa frekuensi sakit kepala selama
jangka waktu 28 hari menurunkan untuk pasien sakit kepala kronis
pada penggunaan topiramate. Obat lain untuk mencegah sakit kepala
adalah toksin botulinum tipe A (BoNTA atau BOTOX), yang diberikan
melalui suntikan.
Non-Farmakologi
a) Terapi Fisik
Dalam terapi fisik, pasien bekerja sama dengan ahli terapi untuk
membantu mengidentifikasi dan mengubah kebiasaan fisik atau
kondisi yang mempengaruhi sakit kepala kronis. Terapi fisik untuk
sakit kepala harian kronis berfokus pada tubuh bagian atas,
termasuk punggung atas, leher, dan wajah. Therapist menilai dan
meningkatkan tubuh postur pasien, yang dapat memperburuk sakit

25

kepala. Selama sesi latihan, terapis menggunakan terapi manual,


seperti pijat, peregangan, atau gerakan bersama untuk melepaskan
ketegangan otot. Metode lain untuk mengendurkan otot termasuk
penggunaan rangsangan panas, kantong es, dan rangsangan
listrik. Terapis juga mengajarkan penderita sakit kepala kronislatihan di rumah untuk memperkuat dan peregangan otot-otot yang
dapat memicu sakit kepala. Dalam terapi fisik, pasien harus
mengambil peran aktif untuk berlatih latihan dan melakukan
perubahan atau dia gaya hidupnya untuk itu menjadi perbaikan.
b) Relaksasi
Relaksasi membantu untuk mengurangi ketegangan internal, yang
memungkinkan seseorang untuk mengendalikan sakit kepala yang
dipicu oleh stres.Latihan relaksasi mencakup 2 metode yaitu :
1. Metode Fisik
Relaksasi otot progresif dan teknik pernapasan dalam.
2. Metode Mental
Meditasi, relaksasi membantu tubuh untuk melepas lelah,
mencegah pembentukan sakit kepala.
c) Biofeedback
Biofeedback sering digunakan untuk mengevaluasi efektivitas
pelatihan relaksasi. Salah satu biofeedback tes paling umum adalah
electromyograph (EMG), yang mengevaluasi aktivitas listrik yang
dihasilkan oleh otot. Biofeedback juga dapat mengukur aktivitas
otak listrik melalui uji yang disebut electroencephalograph (EEG).
Tes lain, yang disebut termograf, mengukur suhu kulit, karena
ketika seseorang santai mereka telah meningkatkan aliran darah
dan temperatur yang lebih tinggi. Cara lain adalah BVP
biofeedback, yang mengajar pasien bagaimana mengatur dan
mengurangi amplitudo nadi dengan membatasi arteri. Ketika
tegang, seseorang meningkatkan aktivitas kelenjar keringat, yang
diukur dengan pengujian electrodermograph tangan. Metode
Biofeedback telah terbukti dapat digunakan. Sebuah penelitian
yang melibatkan lima belas sesi perawatan ditemukan bahwa

26

biofeedback berhasil dalam mengurangi baik frekuensi dan tingkat


keparahan sakit kepala di debit dan dari waktu ke waktu.
Biofeedback memungkinkan penderita sakit kepala untuk
mengidentifikasi masalah dan kemudian berusaha untuk
menguranginya.
d) Perubahan dalam diet
Banyak penderita sakit kepala kronis gagal untuk mengenali
makanan atau minuman sebagai faktor sakit kepala, karena
konsumsi mungkin tidak konsisten menyebabkan sakit kepala atau
sakit kepala bisa tertunda. Banyak bahan kimia dalam makanan
tertentu dapat menyebabkan sakit kepala kronis, termasuk kafein,
monosodium glutamat (MSG), nitrit, nitrat, tyramine, dan alkohol.
Beberapa makanan dan minuman yang penderita sakit kepala
kronis disarankan untuk menghindari termasuk minuman
berkafein, coklat, daging olahan, keju dan produk susu fermentasi,
kacang, dan alkohol.
e) Terapi perilaku dan terapi psikologis
Psikologi dan terapi perilaku mengidentifikasi situasi stress dan
mengajarkan pasien dengan sakit kepala kronis bereaksi berbeda,
mengubah perilaku mereka, atau menyesuaikan sikap untuk
mengurangi ketegangan yang mengarah ke sakit kepala. Perlakuan
terutama berfokus pada emosional, mental, perilaku, dan faktorfaktor sosial sebagai dampak sakit kepala mereka. Pasien hanya
disarankan untuk menghindari stres ketika mereka berbagi beban
atau masuk akal dengan orang lain.
Sedangkan penatalaksaan secara klasifikasi :
Primer
1 Migrain :
a) Istirahat total, mengurangi atau menghindari faktor pencetus
dan kompres dingin.
b) Simtomatik : misalnya metoklopramid 10 mg peroral atau
parenteral atau bisa juga domperidon 10 mg peroral bila
mengeluh mual.

27

c) Abortif : asetosal tablet dosis 600-1500mg/hari, ergotamin


1mg/ kofein 100mg tablet.
d) Sedativum hipnotikum, golongan benzodiazepin atau barbiturat
peroral atau parenteral.
e) Preventif
Latihan pengendoran otot-otot misalnya latihan relaksasi,
psikoterapi, yoga, semedi, biofeedback, manipulasi servikal, tusuk
jarum, dll.
2

Tension Type Headache


Secara Farmakologik :
Analgetikum, anxiolitik, antidepresan
Secara non-Farmakologik :
latihan pengendoran otot-otot, misalnya latihan relaksasi,
akupuntur, yoga, psikoterapi, semedi dll.
Tipe Cluster
Terapi; abortif : O2 inhalasi jam, ergot alkaloid, sumatripan dan
pengobatan preventif : veramil, ergot alkaloid, indomethazin

(NSAID)
Sekunder
1. Hipertensi intrakranial idiopatik (benigna)
Pemberian obat untuk mencegah terjadinya embolisasi dari trombus
didalam arteri karotis interna.
Pemberian obat untuk mencegah oklusi arteri karotis interna (dapat
diberikan aspirin dosis 2 x 300mg/ hari).
2. Pasca fungsi lumbal
Pencegahan ialah dengan mempergunakan jarum pungsi lumbal yang
halus dan tajam (18G). Selain itu, setelah pungsi lumbal penderita
disuruh berbaring telungkup selama 4 jam dan kemudian beristirahat
mutlak ditempat tidur selama 24 jam. Istirahat total ditempat tidur
selama 3 sampai 5 hari dan minum sebanyak mungkin. Dapat juga
diberikan analgetika dan mobilisasi diatur secara bertahap.

28

DAFTAR PUSTAKA
Ginsberg, Lionel. 2008. Lecture Notes Neurologi. Edisi ke Delapan.
Erlangga : Jakarta.
Hartono. 2011. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gadjah Mada University Press
: Yogyakarta
International Headache Society. 2014. Classification of Cephalgia. Sage
Publish : London
Widoyono. 2012. Gangguan Kesadaran di Bidang Penyakit Syaraf.
Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas :
Padang.
Price Sylvia Adreson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. EGC. Jakarta
Sritharan, Kaji. 2011. Ragam Topik OSCE. EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai