OPTIMAPREP
BATCH AGUSTUS 2016 No. 1 - 175
1. Kolera
• Infeksi usus oleh Vibrio cholerae
– Bakteri anaerobik fakultatif,
– batang gram negatif yang melengkung
berbentuk koma,
– tidak membentuk spora
– Memiliki single, sheathed, polar flagellum
• Gejala klinis (sangat cepat (24-48 jam)):
– Diare sekretorik profuse, tidak berbau,
bersifat tidak nyeri, seperti warna air
cucian beras
– Muntah tidak selalu ada
– Dehidrasi berlangsung sangat cepat,
dengan komplikasi gagal ginjal akut, syok,
dan kematian
– Abdominal cramps
V. cholerae
activation of ion
accumulates in increase cAMP
channels
stomach
Erythromycin or
azithromycin DOC for
Ab for cholera pregnant women and
patients with Ciprofloxacin children
PAHO Doxycycline
moderate or severe Azithromycin Ciprofloxacin &
dehydration doxycycline as
second-line for
children
PPM IDAI
Klasifikasi Diare
5. Syok Hipovolemik
• Syok :sindroma klinis akibat kegagalan sistem sirkulasi dalam
mencukupi kebutuhan nutrien dan oksigen baik dari segi pasrokan
maupun utilisasinya untuk metabolisme seluler jaringan tubuh.
• Syok hipovolemik merupakan syok paling sering dijumpai pada anak
• Fase awal syok : kompensasi tubuh takikardia ekstrimitas dingin,
CRT memanjang pulsasi perifer melemah, TD masih normal
• Kompensasi gagal hipotermia/hipertermia. Penurunan kesadaran,
urin ↓, asidosis metabolik laktat meningkat
• Fase akhir : TD tidak terukur, nadi tidak teraba, kesadaran makin
turun, anuria dan MODS
6. THALASSEMIA
• Penyakit genetik dgn supresi produksi hemoglobin karena defek
pada sintesis rantai globin (pada orang dewasa rantai globin terdiri
dari komponen alfa dan beta)
• Diturunkan secara autosomal resesif
• Secara fenotip: mayor (transfusion dependent), intermedia (gejala
klinis ringan, jarang butuh transfusi), minor/trait (asimtomatik)
• Secara genotip:
– Thalassemia beta (kromosom 11, kelainan berupa mutasi) yang
mayoritas ditemukan di Indonesia
• Tergantung tipe mutasi, bervariasi antara ringan (++, +) ke berat (0)
– Thalassemia alfa (Kromosom 16, kelainan berupa delesi)
• -thal 2 /silent carrier state: delesi 1 gen
• -thal 1 / -thal carrier: delesi 2 gen: anemia ringan
• Penyakit HbH: delesi 3 gen: anemia hemolitik sedang, splenomegali
• Hydrops foetalis / Hb Barts: delesi 4 gen, mati dalam kandungan
• Pucat kronik
• Hepatosplenomegali
• Ikterik
• Perubahan penulangan
• Perubahan bentuk wajah
facies cooley
• Hiperpigmentasi kulit
akibat penimbunan besi
• Riwayat keluarga +
• Riwayat transfusi
• Ruang traube terisi
• Osteoporosis
• “Hair on end” pd foto
kepala
Diagnosis thalassemia
(cont’d)
• Pemeriksaan darah
– CBC: Hb , MCV , MCH , MCHC , Rt ,
RDW
– Apusan darah: mikrositik, hipokrom,
anisositosis, poikilositosis, sel target,
fragmented cell, normoblas +, nucleated
RBC, howell-Jelly body, basophilic
stippling
– Hiperbilirubinemia
– Tes Fungsi hati abnormal (late findings
krn overload Fe)
– Tes fungsi tiroid abnormal (late findings
krn overload Fe)
– Hiperglikemia (late findings krn overload
Fe)
– HbF , HbA2 n/, Tidak ditemukan HbA, thalassemia with target cells, hypochromia, Howell-Jolly
bodies, thrombocytosis, and nucleated RBCs.Image from
Hb abnormal (HbE, HbO, dll), Jenis Hb Stanley Schrier@ 2001 in ASH Image Bank 2001;
doi:10.1182/ashimagebank-2001-100208)
kualitatif
Hepatosplenomegali & Ikterik
Pucat
Hair on End
Robert D. Barker, Frank R. Greer, and The Committee of Nutrition. Diagnosis and Prevention of Iron Defiency and Iron Anemia i n Infants and Young Children (0-3 years of Age.
Pediatrics 2010; 126; 1040.
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis
Tatalaksana Berdasarkan IDAI
Penyerapan Besi (Fe)
• Fe2+ (banyak pada sumber hewani) lebih gampang
diserap darpada bentuk Fe3+ (banyak pada sumber
nabati)
• Beberapa makanan dan obat menghambat penyerapan
besi
• Menghambat: pH, Basa, beberapa antibiotik, teh (mengandung
tanin), kopi, suplemen kalsium, makanan yang mengandung
banyak kalsium seperti produk susu, antacida (karena membuat
pH lambung lebih basa)
• Konsumsi suplemen besi 2 jam sebelum atau 4 jam setelah
antasida
• Besi sebaiknya dikonsumsi 1-2 jam setelah mengkonsumsi makan
yang bisa menghambat penyerapan
• Tablet besi paling baik diserap di kondisi asam konsumsi
bersama 250 mg tablet vit C atau jus jeruk meningkatkan
penyerapan
Tatalaksana
– Absorbsi besi yang terbaik adalah pada saat
lambung kosong,
– Jika terjadi efek samping GI, pemberian besi dapat
dilakukan pada saat makan atau segera setelah
makan meskipun akan mengurangi absorbsi obat
sekitar 40%-50%
– Efek samping:
• Mual, muntah, konstipasi, nyeri lambung
• Warna feses menjadi hitam, gigi menghitam (reversibel)
10. Intersex
• Disorders of sexual development (DSD),
formerly termed intersex conditions
• Intersex is defined as a congenital anomaly of
the reproductive and sexual system (WHO)
• Ambiguous genitalia is a rare condition in
which an infant's external genitals don't
appear to be clearly either male or female.
http://www.mayoclinic.com/health/ambiguous-genitalia/DS00668
Classification
• True hermaphroditism (nama baru Ovotesticular DSD) - children who have:
– Both ovarian and testicular tissues.
– Both genders' internal reproductive organs.
– External genitalia that are partially ambiguous.
– Chromosomes that are either 46, XX, 46, XY, or a mixture (referred to as
"mosaic").
• Gonadal dysgenesis - children who have:
– An undeveloped gonad.
– Internal sex organs that are usually female.
– External genitals that may vary between normal female and normal male, with
the majority female.
– Chromosomes that are 45, X, 46, XY, 46, XX, or a mixture (referred to as
"mosaic").
• Pure gonadal dysgenesis - a female child who has a 46, XY karyotype,
underdeveloped gonads, internal female reproductive organs and female external
genitalia.
http://www.chw.org/display/PPF/DocID/22620/Nav/1/router.asp
Classification
• Pseudohermaphroditism - children who have questionable external
genitalia, but have only one gender's internal reproductive organs.
The term male (gonads are testes) or female (gonads are ovaries)
pseudohermaphrodite refers to the gonadal sex (the gender of the
internal reproductive organs).
• There are two primary causes of male pseudohermaphroditism
(nama baru 46,XY DSD)
– Androgen insensitivity syndrome
– 5-alpha-reductase deficiency
• There are a number of causes of female pseudohermaphroditism
(nama baru 46,XX DSD):
– Congenital adrenal hyperplasia (CAH)
– Overproduction of male hormones before birth
http://www.chw.org/display/PPF/DocID/22620/Nav/1/router.asp
Terminologi Lama dan Baru dari Jenis-Jenis DSD
Previous Revised
Female pseudohermaphrodite 46,XX DSD
Male pseudohermaphrodite 46,XY DSD
True hermaphrodite Ovotesticular DSD
XX male 46,XX testicular DSD
XY sex reversal 46,XY complete gonadal dysgenesis
Gender Dysforia in DSD
• Jenis kelamin biologis didapatkan seseorang saat lahir tergantung dari penampilan
atat genitalianya. Sedangkan identitas gender adalah jati diri jenis kelamin yang
dipercaya dan diyakini oleh individu tersebut.
• Disforia gender (gender dysphoria), sebelumnya dikenal sebagai gangguan identitas
gender, adalah suatu kondisi di mana seseorang mengalami ketidaknyamanan atau
rasa tertekan karena ada ketidakcocokan antara jenis kelamin biologis dengan
identitas gender mereka.
• Psychosexual outcomes in DSD have been most extensively studied in 46, XX CAH
(Congenital adrenal hyperplasia).
• These studies show that the vast majority of those raised as girls develop and
maintain a gender identity as girls/women across the lifespan.
• However, a less strong female identification, some gender discomfort, and even
gender dysphoria occur more often in this group than in women without CAH.
• Reviewing studies on psychosexual outcome in DSD up to 2007, de Vries and
colleagues reported that 10 of 217 (5%) of female-reared adolescent and adult
women with CAH experienced some form of gender dysphoria and made a complete
social gender transition (i.e., lived completely and permanently in the male role).
11&12. Malnutrisi Energi Protein
• Malnutrisi: Ketidakseimbangan seluler antara asupan dan kebutuhan
energi dan nutrien tubuh untuk tumbuh dan mempertahankan fungsinya
(WHO)
• Dibagi menjadi 3:
– Overnutrition (overweight, obesitas)
– Undernutrition (gizi kurang, gizi buruk)
– Defisiensi nutrien spesifik
• Malnutrisi energi protein (MEP):
– MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang)
– MEP derajat berat (gizi buruk)
• Malnutrisi energi protein berdasarkan klinis:
– Marasmus
– Kwashiorkor
– Marasmik-kwashiorkor
edema
rambut kemerahan, mudah
dicabut
kurang aktif, rewel/cengeng
pengurusan otot
Kelainan kulit berupa bercak
merah muda yg meluas &
berubah warna menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas (crazy
pavement dermatosis)
Marasmik-kwashiorkor
• Terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan
kwashiorkor secara bersamaan
Kwashiorkor Marasmus
Protein Karbohidrat
Lemak subkutan
2. Pemberian Antiretrovirus
– Ibu dengan HIV yang mengkonsumsi ARV menurunkan
resiko transmisi HIV melalui ASI angka penularan ↓
0,9%
3. Memanaskan ASI
– Bila ingin memberikan ASI, dapat dilakukan dengan
memerah ASI lalu memanaskannya sehingga virus HIV mati
– Metode flash heating ASI ditaruh dalam tempat
kemudian ditaruh di panci kecil berisi air kemudian
dipanaskan mendidih segera diangkat dan dibiarkan
dingin sampai suhu tubuh
– Cara ini tidak mengganggu kadar vitamin A, mnurunkan
kadar vitamin B2 dan B6
15. Resusitasi Neonatus
Kattwinkel J, Perlman JM. Part 15: neonatal resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for
Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909 –S919
Rekomendasi utama untuk resusitasi
neonatus:
• Penilaian setelah langkah awal ditentukan oleh penilaian simultan
dua tanda vital yaitu frekuensi denyut jantung dan pernapasan.
• Oksimeter digunakan untuk menilai oksigenasi karena penilaian
warna kulit tidak dapat diandalkan.
• Untuk bayi yang lahir cukup bulan sebaiknya resusitasi dilakukan
dengan udara dibanding dengan oksigen 100%.
• Oksigen tambahan diberikan dengan mencampur oksigen dan udara
(blended oxygen , dan pangaturan konsentrasi dipandu berdasarkan
oksimetri.
• Bukti yang ada tidak cukup mendukung atau menolak dilakukannya
pengisapan trakea secara rutin pada bayi dengan air ketuban
bercampur mekonium, bahkan pada bayi dalam keadaan depresi.
• Penjepitan talipusat harus ditunda sedikitnya sampai satu menit
untuk bayi yang tidak membutuhkan resusitasi. Bukti tidak cukup
untuk merekomendasikan lama waktu untuk penjepitan talipusat
pada bayi yang memerlukan resusitasi.
Pemberian Oksigen
• Target saturasi oksigen dapat dicapai dengan memulai
resusitasi dengan udara atau oksigen campuran
(blended oxygen) dan dilakukan titrasi konsentrasi
oksigen untuk mencapai SpO2 sesuai target.
• Jika oksigen campuran tidak tersedia, resusitasi
dimulai dengan udara kamar.
• Jika bayi bradikardia (kurang dari 60 per menit) setelah
90 detik resusitasi dengan oksigen konsentrasi rendah,
konsentrasi oksigen ditingkatkan sampai 100% hingga
didapatkan frekuensi denyut jantung normal.
Teknik Ventilasi dan Kompresi
• Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
• Jika bayi tetap apnu atau megap-megap, atau jika
frekuensi denyut jantung kurang dari 100 per menit
setelah langkah awal resusitasi, VTP dimulai.
• Pernapasan awal dan bantuan ventilasi
• Bantuan ventilasi harus diberikan dengan frekuensi
napas 40 – 60 kali per menit untuk mencapai dan
mempertahankan frekuensi denyut jantung lebih dari
100 per menit. Penilaian ventilasi awal yang adekuat
ialah perbaikan cepat dari frekuensi denyut jantung.
Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation a nd
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909–S919.
Teknik Ventilasi dan Kompresi
• Kompresi dada
• Indikasi kompresi dada ialah jika frekuensi denyut jantung kurang dari 60
per menit setelah ventilasi adekuat dengan oksigen selama 30 detik.
Untuk neonatus, rasio kompresi: ventilasi = 3:1 (1/2 detik untuk masing-
masing).
• Pernapasan, frekuensi denyut jantung, dan oksigenasi harus dinilai secara
periodik dan kompresi – ventilasi tetap dilakukan sampai frekuensi denyut
jantung sama atau lebih dari 60 per menit.
• Kompresi dada dilakukan pada 1/3 bawah sternum dengan kedalaman 1/3
dari diameter antero-posterior dada.
• Teknik kompresi: (1) teknik kompresi dua ibu jari dengan jari-jari
melingkari dada dan menyokong bagian punggung, (2) teknik kompresi
dengan dua jari dimana tangan lain menahan bagian punggung
• Pada kompresi, dada harus dapat berekspansi penuh sebelum kompresi
berikutnya, namun jari yang melakukan kompresi tidak boleh
meninggalkan posisi di dada.
Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation a nd
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909–S919.
16. Sepsis Neonatorum
• Sindrom klinik penyakit sistemik akibat infeksi
yang terjadi pada satu bulan pertama kehidupan.
Mortalitas mencapai 13-25%
• Jenis :
– Early Onset = Dalam 3 hari pertama, awitan tiba-tiba,
cepat berkembang menjadi syok septik ( Group B
Streptococcus (GBS))
– Late Onset = setelah usia 3 hari, sering diatas 1
minggu, ada fokus infeksi, sering disertai meningitis
(Coagulase-negative Staphylococcus)
• Tanda awal sepsis pada bayi baru lahir tidak
spesifik → diperlukan skrining dan pengelolaan
faktor risiko
Sepsis Neonatal. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010.
Kriteria Infeksi, SIRS, Sepsis, Sepsis Berat,
dan Syok Septik
Sindrom disfungsi Terdapat disfungsi multi organ meskipun telah mendapatkan pengobatan
multiorgan optimal
Goldstein B., Giroir B., Randolph A., Pedriatric Crit Care Med 2005; 6(1): 2-8.
Kriteria SIRS Neonatorum
Skrining
• Kecurigaan besar sepsis bila :
– Bayi umur sampai dengan usia 3 hari
• Riwayat ibu dengan infeksi rahim, demam dengan
kecurigaan infeksi berat, atau ketuban pecah dini
• Bayi memiliki dua atau lebih gejala yang tergolong
dalam kategori A, atau tiga atau lebih gejala pada
kategori B
– Bayi usia lebih dari 3 hari
• Bayi memiliki dua atau lebih temuan Kategori A atau
tiga atau lebih temuan Kategori B
Kelompok Temuan berhubungan dengan Sepsis
Kategori A Kategori B
Kesulitan Bernapas (>60x/menit, retraksi Tremor
dinding dada, grunting, sianosis sentral,
apnea)
Kejang Letargi atau lunglai, malas minum
padahal sebelumnya minum dengan baik
Tidak sadar Mengantuk atau aktivitas berkurang
Suhu tubuh tidak normal (sejak lahir dan Iritabel, muntah, perut kembung
tidak memberi respons terhadap terapi)
atau suhu tidak stabil sesudah
pengukuran suhu selama tiga kali atau
lebih
Persalinan di lingkungan yang kurang Tanda-tanda mulai muncul setelah hari
higienis ke-empat
Kondisi memburuk secara cepat dan Air ketuban bercampur mekonium
dramatis
17. Tetralogi Fallot
ToF
18. Atrial Septal Defect
ASD:
Pathophysiology & Clinical Findings
The degree of L-to-R shunting is dependent on:
- the size of the defect,
- the relative compliance of the R and L ventricles, &
- the relative vascular resistance in the pulmonary & systemic circulations
Flow across the septal defect doesn’t produce murmur because the pressure gap
between LA & RA is not significant
1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.
ASD:
Pathophysiology & Clinical Findings
VERY SEVERE
PNEUMONIA
SEVERE PNEUMONIA
PNEUMONIA
bawah ke dalam atau memuntahkan
• Foto dada menunjukkan semuanya
infiltrat luas, konsolidasi • Kejang, letargis atau
tidak sadar
Selain itu bisa didapatkan pula • Sianosis
tanda berikut ini:
• Distres pernapasan
• takipnea berat
• Suara merintih (grunting)
pada bayi muda
• Pada auskultasi terdengar:
crackles (ronkii), Suara
pernapasan menurun, suara
napas bronkial
Tatalaksana Pneumonia
• rawat jalan
PNEUMONIA
http://php.med.unsw.edu.au/embryology
/index.php?title=File:Congenital_hypothyr
oidism.jpg
• Causes:
– Deficient production of thyroid
hormone
• Disgenesis congenital
Hypothyroidism
• Iodine deficiencyendemic goiter
– Defect in thyroid hormonal
receptor activity
Hipotiroid kongenital pada Anak
• Hipotiroid kongenital ditandai produksi hormon tiroid yang
inadekuat pada neonatus
• Penyebab:
– Defek anatomis kelenjar tiroid atau jalur metabolisme hormon
tiroid
– Inborn error of metabolism
• Merupakan salah satu penyebab retardasi mental yang
dapat dicegah. Bila terdeteksi setelah usia 3 bulan, akan
terjadi penurunan IQ bermakna.
• Tata laksana tergantung penyebab. Sebaiknya diagnosis
etiologi ditegakkan sebelum usia 2 minggu dan normalisasi
hormon tiroid (levotiroksin)sebelum usia 3 minggu.
Keterangan 6. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali
Cara membaca kolom umur: misal 2 u berarti mu r 2 bul an (60 har i) sd 2 bul an 29 har i (89 har i) dengan interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali, namun keduanya perlu
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januaril 2014 dan dapat diakses pada website IDAI (http : // booster 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada
idai.or.id/public-artices/kl ini k/i mu ni sasi /j adw al-imunisasi-anak-idai.html) anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
7. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen
Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2
1. Vaksin hepatit i s B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin rotavirus monovalen selesai
pemberian suntikan vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin hepatit i s B diberikan sebelum umur 16 minggu danatidk melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus
dan imunoglobulin hepatit i s B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Vaksinasi hepatit i s B pentavalen : dosis ke-1 diberikan umur 6-14 minggu, interval dosis ke-2 dan ke-3, 4-10 minggu;
selanjutnya dapat menggunakan vaksinihepatit Bs mon o valen atau vaksin kombinasi. dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32 minggu (interval minimal 4 minggu).
2. Vaksin polio. Pada saat lahir atau pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral 8. Vaksin varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik pada umur
(OPV-0). Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis
OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV. dengan interval minimal 4 minggu.
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, a optiml umur 2 bulan. Apabila 9. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang
p setia tahun.
diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunizatio
n ) pada anak umur kurang dari 9 tahun
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat diberikan diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6 - < 36 bulan, dosis 0,25 mL.
vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak umur lebih dari 7 tahun 10. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10 tahun. Vaksin
diberikan vaksin Td, dibooster setia p 10 t ahun. HPV bivalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan
5. Vaksin campak. Vaksin campak keduaa tidk perlu diberikan pada umur 24 bulan, apabila MMR interval 0,2,6 bulan.
sudah diberikan pada 15 bulan.
40. Vaksin HepB pada Bayi Baru lahir
41-43. Mumps (Parotitis Epidemica)
• Acute, self-limited, systemic
viral illness characterized by
the swelling of one or more
of the salivary glands,
typically the parotid glands.
• Caused by a specific RNA
virus, known as Rubulavirus,
genus Paramyxovirus.
• This Paramyxovirus is highly
infectious to nonimmune
individuals and is the only
cause of epidemic parotitis
Mumps (Parotitis Epidemica)
• The transmission mode is person to person via
respiratory droplets and saliva, direct contact, or
fomites.
• Incubation period of 16-18 days
• Prodromal symptoms : low-grade fever, malaise,
myalgias, headache, and anorexia; these symptoms can
last 3-5 days.
• After the prodromal period, one or both parotid glands
begin to enlarge. Initially, local parotid tenderness and
same-sided earache can occur
• Approximately one third of postpubertal male patients
develop unilateral orchitis.
• Komplikasi : Meningitis/encephalitis,
Sensorineural hearing loss/deafness, Guillain-Barr
é syndrome, Thyroiditis, Myocarditis, orchitis in
males who have reached puberty
• Treatment : Conservative, supportive (analgetics).
No antiviral agent is indicated for viral illness, as it
is a self-limited disease.
• Prevention : Vaccinating children with MMR
should be established and maintained in all
communities
Mumps
• Komplikasi : Meningitis/encephalitis, Sensorineural
hearing loss/deafness, Guillain-Barr é syndrome,
Thyroiditis, Myocarditis, orchitis (terjadi pada laki-laki
usia postpubertal)
– Rerata usia onset pubertas pada laki-laki adalah 12 tahun,
maka pada soal lebih tepat jawaban meningitis (ps. Masih
10 tahun)
• Treatment : Conservative, supportive (analgetics). No
antiviral agent is indicated for viral illness, as it is a self-
limited disease.
• Prevention : Vaccinating children with MMR should
be established and maintained in all communities
44. Acute Suppurative Parotitis
• Sialadenitis: inflammation of salivatory glands
• The major salivary glands are the paired parotid, submandibular,
and sublingual glands. The minor salivary glands line the mucosa of
the lips, tongue, oral cavity, and pharynx.
• Acute sialadenitis is a bacterial inflammation of the salivary gland.
• It typically affects one major salivary gland, most commonly the
parotid acute suppurative parotitis
• common in medically debilitated, hospitalized, or postoperative
patients.
• Retrograde bacterial contamination from the oral cavity is thought
to be the inciting etiology.
– Stasis of salivary flow secondary to dehydration or decreased oral
intake allows bacterial migration into the gland parenchyma.
• Predisposing factors for acute sialadenitis include diabetes mellitus,
hypothyroidism, renal failure, and Sjögren syndrome
Acute Suppurative Parotitis
• The most common bacterial cause of acute
sialadenitis is Staphylococcus aureus,
• Patients with acute sialadenitis typically
present with acute onset of pain and swelling
of the affected gland.
• Physical examination may reveal induration,
edema, and extreme localized tenderness.
• Massage of the gland may express pus from
the respective intraoral orifice
Treatment
• Management involves treating the infection and reversing
the underlying medical condition and predisposing factors.
• This includes stimulation of salivary flow by application of
warm compresses, administration of sialagogues such as
lemon drops or vitamin C lozenges,10 hydration, salivary
gland massage, and oral hygiene.
• Empiric antimicrobial therapy is initially directed at gram-
positive and anaerobic organisms, penicillin + beta-
lactamase inhibitors (e.g., amoxicillin-clavulanate
[Augmentin]) are recommended.
• Rarely, acute suppurative sialadenitis can lead to abscess
formation; surgical drainage is indicated in these cases.
http://www.aafp.org/afp/2014/0601/p882.html
Intraoral view of purulence emanating from
the parotid duct orifice in a patient with acute
suppurative parotitis.
45. Hand-Foot-Mouth
Disease
• Hand-foot-and-mouth disease (HFMD) is an acute viral illness that
presents as a vesicular eruption in the mouth, but it can also involve
the hands, feet, buttocks, and/or genitalia.
• Coxsackievirus A type 16 (CVA16) is the etiologic agent involved in
most cases of HFMD
• Physical findings: Initially, macular lesions appear on the buccal
mucosa, tongue, and/or hard palate ; rapidly progress to vesicles
that erode and become surrounded by an erythematous halo
– Lesions may also be found on the hands, feet, buttocks, and genitalia
– A fever of 38-39°C may be present for 24-48 hours
• Symtomps: Sore mouth or throat, Malaise, rarely, vomiting occurs in
HFMD cases caused by EV-71
Hand-Foot-Mouth Disease
• Management:
– adequate fluid intake to prevent dehydration
– Spicy or acidic substances may cause discomfort
– Intravenous hydration may be necessary if the patient
has moderate-to-severe dehydration or if discomfort
precludes oral intake
– antipyretics
– Pain treated with acetaminophen or ibuprofen
– Direct analgesia may also be applied to the oral cavity
via mouthwashes or sprays
Jadwal Imunisasi Anak Umur 0 – 18 tahun
46. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Tahun 2014
Umur pemberian vaksin
Jenis vaksin Bulan Tahun
Lahir 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 24 3 5 6 7 8 10 12 18
Hepatit
i s B 1 2 3
Polio 0 1 2 3 4 5
BCG 1 kali
DTP 1 2 3 4 5 6 (Td) 7(Td)
Hib 1 2 3 4
PCV 1 2 3 4
Rotavirus
e 1 2 3
Influ nza Ulangan 1 kaliptia tpahun
Campak 1 2 3
MMR 1 2
Tifoid Ulangan tia 3 t ahun
Hepatit
i s A 2 kali, interval 6-12 bulan
Varisela 1 kali
HPV 3 kali
Keterangan 6. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali
Cara membaca kolom umur: misal 2 u berarti mu r 2 bul an (60 har i) sd 2 bul an 29 har i (89 har i) dengan interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali, namun keduanya perlu
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januaril 2014 dan dapat diakses pada website IDAI (http : // booster 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada
idai.or.id/public-artices/kl ini k/i mu ni sasi /j adw al-imunisasi-anak-idai.html) anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
7. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen
Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2
1. Vaksin hepatit i s B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin rotavirus monovalen selesai
pemberian suntikan vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin hepatit i s B diberikan sebelum umur 16 minggu danatidk melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus
dan imunoglobulin hepatit i s B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Vaksinasi hepatit i s B pentavalen : dosis ke-1 diberikan umur 6-14 minggu, interval dosis ke-2 dan ke-3, 4-10 minggu;
selanjutnya dapat menggunakan vaksinihepatit Bs mon o valen atau vaksin kombinasi. dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32 minggu (interval minimal 4 minggu).
2. Vaksin polio. Pada saat lahir atau pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral 8. Vaksin varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik pada umur
(OPV-0). Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis
OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV. dengan interval minimal 4 minggu.
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, a optiml umur 2 bulan. Apabila 9. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang
p setia tahun.
diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunizatio
n ) pada anak umur kurang dari 9 tahun
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat diberikan diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6 - < 36 bulan, dosis 0,25 mL.
vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak umur lebih dari 7 tahun 10. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10 tahun. Vaksin
diberikan vaksin Td, dibooster setia p 10 t ahun. HPV bivalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan
5. Vaksin campak. Vaksin campak keduaa tidk perlu diberikan pada umur 24 bulan, apabila MMR interval 0,2,6 bulan.
sudah diberikan pada 15 bulan.
47. Laringomalasia
• Laringomalasia adalah kelainan kongenital dimana
epiglotis lemah
• Akibat epiglotis yang jatuh, akan menimbulkan stridor
kronik, yang diperparah dengan gravitasi (berbaring).
• Pada pemeriksaan laringoskopi direk dapat terlihat
laring berbentuk omega
• Laringomalasia biasanya terjadi pada anak dibawah 2
tahun, dimulai dari usia 4-6 minggu, memuncak pada
usia 6 bulan dan menghilang di usia 2 tahun.
• Sebagian besar kasus tidak memerlukan tatalaksana.
48. Difteri
• Penyebab : toksin Corynebacterium diphteriae
• Organisme:
– Basil batang gram positif
– Pembesaran ireguler pada salah satu ujung (club shaped)
– Setelah pembelahan sel, membentuk formasi seperti huruf cina atau palisade
• Gejala:
– Gejala awal nyeri tenggorok
– Bull-neck (bengkak pada leher)
– Pseudomembran purulen berwarna putih keabuan di faring, tonsil, uvula,
palatum. Pseudomembran sulit dilepaskan. Jaringan sekitarnya edema.
– Edema dapat menyebabkan stridor dan penyumbatan sal.napas
• Pemeriksaan :
– Pemeriksaan Gram & Kultur; sediaan berasal dari swab tenggorok, jika bisa
diambil dibawah selaput pseudomembran
– Kultur bisa menggunakan medium cystine tellurite blood agar (CTBA), medium
hoyle dan medium tinsdale, media loeffler
Mild Severe
intervention
stopped
continues
prolonged delayed
http://periobasics.com/wp-content/uploads/2013/01/Evaluation-of-bleeding-disorders.jpg
Bleeding Disorder
• Liver disease: mengalami kelainan hemostasis primer berupa
trombositopenia dan juga kelainan hemostasis sekunder
(koagulopati) karena liver adalah tempat utama penghasil
prokoagulan dan antikoagulan
• vWF disease terjadi akibat defisiensi faktor vWF yang bertugas
membangun jembatan adhesi platelet dengan dinding vaskular
yang terluka pada hemostasis primer dan memiliki tugas tambahan
mengikat dan menstabilisasi faktor VIII yang tidak stabil. Manifestasi
utama vWF disease adalah purpura (BT memanjang, APTT bisa
sedikit memanjang)
• HSP (henoch schonlein purpura) kelainan vaskulitis yang
diperantarai oleh IgA pada pembuluh darah kecil, ditandai dengan
adanya purpura, kelainan ginjal, kelainn GI (melena)
• Kawasaki disease: an acute febrile vasculitic syndrome of early
childhood Fever (Enanthem, Bulbar conjunctivitis, Rash, Internal
organ involvement, Lymphadenopathy, Extremity changes)
• Pada soal, terdapat gejala berupa ekimosis
dan purpura, maka jawaban yang tepat adalah
pilihan penyakit hemostasis primer yang
disbabkan oleh kelainan vaskular dan
trombosit, seperti HSP, ITP, DHF, von
willebrand disease
50. ITP
• Immune thrombocytopenic purpura (ITP, yang disebut
juga autoimmune thrombocytopenic purpura, morbus
Wirlhof, atau purpura hemorrhagica, merupakan
kelainan perdarahan akibat destruksi prematur
trombosit yang meningkat akibat autoantibodi yang
mengikat antigen trombosit.
• Umumnya terjadi pada anak usia 2-4 tahun, dengan
insiden 4-8 kasus per 100.000 anak per tahun.
• Patofisiologi: Peningkatan destruksi platelet di perifer,
biasanya pasien memiliki antibodi yang spesifik
terhadap glikoprotein membran platelet (IgG
autoantibodi pada permukaan platelet)
ITP: Cardinal Features
• Trombositopenia <100,000/mm3
• Purpura dan perdarahan membran mukosa
• Diagnosis of exclusion
• 2 jenis gambaran klinis
– ITP akut
• Biasanya didahului oleh infeksi virus dan menghilang dalam 3 bulan.
– ITP kronik
• Gejala biasanya mudah memar atau perdarahan ringan yang
berlangsung selama 6 bulan
• >90% kasus anak merupakan bentuk akut
• Komplikasi yang paling serius: perdarahan. Perdarahan
intrakranial penyebab kematian akibat ITP yg paling sering
(1-2% dr kasus ITP)
Anamnesis
• Umumnya trombositopenia terjadi 1-3 minggu setelah
infeksi virus, atau bakteri (infeksi saluran napas atas,
saluran cerna), bisa juga terjadi setelah vaksinasi rubella,
rubeola, varisela, atau setelah vaksinasi dengan virus hidup.
• Perdarahan yang terjadi tergantung jumlah trombosit
didalam darah. Diawali dengan perdarahan kulit berupa
petekie hingga lebam.
• Obat-obatan, misalnya heparin, sulfonamid,
kuinidin/kuinin, aspirin dapat memicu terjadinya
kekambuhan.
• Obat yang mengandung salisilat dapat meningkatkan risiko
timbulnya perdarahan.
• Pemeriksaan fisis
– Pada umumnya bentuk perdarahannya ialah purpura pada kulit
dan mukosa (hidung, gusi, saluran cerna dan traktus urogenital).
– Pembesaran limpa terjadi pada 10-20 % kasus.
• Pemeriksaan penunjang
• Darah tepi :
– Morfologi eritrosit, leukosit, dan retikulosit biasanya normal.
– Hemoglobin, indeks eritrosit dan jumlah leukosit normal.
– Anemia bisa terjadi bila ada perdarahan spontan yang banyak
– Trombositopenia. Besar trombosit umumnya normal, hanya
kadang ditemui bentuk trombosit yang lebih besar (giant
plalets),
– Masa perdarahan memanjang (Bleeding Time)
• Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang:
– Tidak perlu bila gambaran klinis dan laboratoris klasik.
– Dilakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang bila gagal terapi
selama 3-6 bulan, atau pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya pembesaran hepar/ lien/kelenjar getah bening dan pada
laboratorium ditemukan bisitopenia.
THT - KL
51. Rhinitis
Diagnosis Karakteristik
Rinitis alergi Riwayat atopi (+), gejala: bersin, hidung gatal, rinorea encer,
hidung tersumbat. Tanda: mukosa edema, basah, pucat atau
livid, dengan sekret encer.
Rinitis akut Panas, kering, gatal di hidung Bersin berulang, hidung
tersumbat, ingus encer+demam, sefalgia. Rinoskopi anterior:
mukosa merah & bengkak.
Rinosinusitis Hidung tersumbat, rinorea, post nasal drip, nyeri daerah sinus.
Rinoskopi anterior: mukosa edema & hiperemis.
Transiluminasi: sinus suram. Foto waters: air fluid level,
perselubungan, mukosa menebal.
Polip white-greyish/pale soft tissue containing fluid at meatus
medius. Symptoms: nasal obstruction, nasal discharge,
hyposmia, sneezing, pain, frontalache.
Deviasi septum Riwayat trauma hidung, nyeri kepala dan sekitar mata.
Rinoskopi anterior: deviasi bentuk C/S, dislokasi, krista, spina,
sinekia.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
TonsiloPharyngitis
• Modified Centor score and
management options using
clinical decision rule.
• Other factors should be
considered (e.g., a score of 1,
but recent family contact with
documented streptococcal
infection).
• Chronic tonsillitis
• Persistent sore throat, anorexia, dysphagia, &
pharyngotonsillar erythema
• Lymphoid tissue is replaced by scar
widened crypt, filled by detritus.
• Foul breath, throat felt dry.
• Hentikan perdarahan
– Bersihkan hidung dari darah & bekuan
– Pasang tampon sementara yang telah dibasahi adrenalin
1/5000-1/10000 atau lidokain 2%
– Setelah 15 menit, lihat sumber perdarahan
• Keloid
– May develop at the same piercing site on the lobe.
Kelainan Telinga Luar
• Pseudokista
• Benjolan di daun teling yang
disebabkan oleh kumpulan cairan
kekuningan di antara lapisan
perikondrium & tulang rawan
telinga.
Foto Deskripsi
Waters Maxillary, frontal, & ethmoidal sinus
Schedel PA & PA: frontal sinus
lateral Lateral: frontal, sphenoidal, & ethmoidal sinus
Rinitis vasomotor Gejala: hidung tersumbar dipengaruhi posisi, rinorea, bersin. Pemicu:
asap/rokok, pedas, dingin, perubahan suhu, lelah, stres. Tanda: mukosa
edema, konka hipertrofi merah gelap.
Rinitis hipertrofi Hipertrofi konka inferior karena inflamasi kronis yang disebabkan oleh
infeksi bakteri, atau dapat juga akrena rinitis alergi & vasomotor. Gejala:
hidung tersumbat, mulut kering, sakit kepala. Sekret banyak &
mukopurulen.
Rinitis atrofi / Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa
ozaena pada pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau,
hidung tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media &
inferior, sekret & krusta hijau.
Rinitis Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan vasokonstriktor
medikamentosa topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma edema,hipersekresi mukus.
Rinoskopi: edema/hipertrofi konka dengan sekret hidung yang
berlebihan.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
57.Ototoxic Medication
• Injury to the ear caused by medication
• Target damage:
– Cochlea
• Hearing loss
– Usually commencing with high frequencies but often eventually
progressing to the lower frequencies that encompass speech
– Unilateral or bilateral and may fluctuate in severity
• Tinnitusconstant or fluctuate
– Vestibulum
• Balance-related problems (e.g., disequilibrium)
– spinning sensation that is often aggravated by motion and is associated
with nausea
– Stria vascularis
• Epithelium that is uniquely able to produce endolymph in the
cochlea.
• Excessive endolymph is responsible for Meniere's syndrome.
• Faktor Risiko:
– Renal Impairmentmost of
the ototoxic medication s are
renally eliminated
– Defisiensi magnesium
– Aminoglycoside risk factors
• therapy that exceeds two
weeks in duration
• extremes of age
• family history of ototoxicity
• Peak and trough levels that
are elevated beyond those
required for a therapeutic
response.[
– Salicylates risk factors
• excessive doses
• increased age
• dehydration
Aminoglycoside
• Targetted cochlea and stria vascularis
• Examples: kanamycin, neomycin, amikacin,
streptomycin, gentamicin
• Neomycin is the worst offender relating to
cochleotoxicity
• It can cause congenital deafness, if administered to
pregnant women
• Topical otic preparation
– Aminoglycoside topical are especially toxic when instilled
into the ear Contraindication for patients with tympanic
membrane perforation, e.g acute otitis media
http://www.medscape.com/viewarticle/515901
58. Rhinitis
• Rhinitis atropi
– Primer/idiopatik/ozaena
• Infeksi bakteri kronik adalah salah satu penyebab utama,
tersering Klebsiella ozaena, lainnya: coccobacillus foetidus
ozaenae, Bacillus mucosus, Diphteroid bacillus, Bacillus
pertusis, H. ifluenzae, P. aeruginosa, & spesies proteus.
• Faktor lain: autoimun, gangguan hormonal, status gizi
kurang, defisiensi besi
• Triad diagnosis: foetor, krusta hijau, & cavum nasi lapang.
– Sekunder
• Timbul sekunder karena penyakit lain
Rhinitis atrofikans
• Rhinitis atrophy
– inflamasi hidung dengan karakteristik atrophy dari mukosa,
tulang turbinates dan saraf.
• Epitel kolumner bersilia dari mukosa nasal digantikan oleh
epitel gepeng berlapis
• Kavitas nasal dipenuhi krusta kehitaman, hijau dan
kering berbau, obstruksi pernafasan karena sekret
• Terdiri atas rinitis atrofi :
– Primer/idiopatik penyebab tidak diketahui
– Sekunder
• Infeksi bakteri kronis merupakan penyebab utama
Klebsiella ozaena, Cocobacillus foetidus ozaenae dll
• Penanganan irigasi nasal, pemindahan krusta, antibiotik
lokal
59. OTITIS MEDIA
Otitis media supuratif kronik
• Infeksi kronik dengan sekresi persisten/ hilang
timbul (> 2 bulan) melalui membran timpani
yang tidak intak.
• Petunjuk diagnostik:
– Otorea rekuren/kronik
– Penurunan pendengaran
– Perforasi membran timpani
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, & throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Media Supuratif Kronik
Klasifikasi OMSK:
• Tipe benign/mucosal:
– Tidak melibatkan tulang.
– Tipe perforasi: sentral.
– Th/: ear wash with H2O2 3% for 3-5 Large central perforation
days, ear drops AB & steroid,
systemic AB
• Tipe malignant/tulang:
– Melibatkan tulang atau
kolesteatoma.
– Tipe perforasi: marginal atau attic.
– Th/: mastoidektomi.
Cholesteatoma at attic
1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
type perforation
Otitis Media Supuratif Kronik
• Tanda dini OMSK tipe maligna:
– Adanya perforasi marginal atau atik,
– Tanda lanjut
• abses atau fistel aurikular,
• polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang
berasal dari dalam telinga tengah,
• terlihat kolesteatoma pada telinga tengah (sering
terlihat di epitimpanum),
• sekret berbentuk nanah & berbau khas,
• terlihat bayangan kolesteatoma pada foto mastoid.
Terapi OMSK
• OMSK tipe benigna: • OMSK tipe Maligna
– Secara umum terapi OMSK – Terapi medis OMSK bertujuan
jinak adalah konservatif. mengeringkan penyakit
– Obat yang dapat digunakan sebelum operasi atau
berupa obat cuci telinga menangani komorbiditas
H2O2 3% selama 3-5 hari, – Antibiotik yang digunakan
antibiotik (penggunaan adalah fluorokuinolon (tetes)
antara 1-2 minggu) dan karena tidak ototoksik.
antibiotik oral.
– Miringoplasti atau
timpanoplasti dapat
dilakukan setelah dua
bulan ketika keadaan
sekret sudah kering.
Otitis Media
• Tujuan operasi otitis media kronik:
– Eradikasi infeksi dan sekret, memperbaiki
membran timpani, memperbaiki pendengaran,
membuang kolesteatoma.
Handbook of otolaryngology–head and neck surgery. Thieme Medical Publishers, Inc. 2011.
60. Otitis Media
Otitis Media Akut
• Etiologi:
Streptococcus pneumoniae 35%,
Haemophilus influenzae 25%,
Moraxella catarrhalis 15%.
Perjalanan penyakit otitis media akut:
1. Oklusi tuba: membran timpani retraksi atau suram.
2. Hiperemik/presupurasi: hiperemis & edema.
3. Supurasi: nyeri, demam, eksudat di telinga tengah, membran
timpani membonjol.
4. Perforasi: ruptur membran timpani, demam berkurang.
5. Resolusi: Jika tidak ada perforasi membran timpani kembali
normal. Jika perforasi sekret berkurang.
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
61. Otitis Media
Otitis media efusi
– Obstruksi tuba Eustachius tekanan
negatif transudasi
– Penurunan pendengaran, tidak nyeri
jika tidak terinfeksi atau perubahan
tekanan yang cepat
– Jika masih ada udara perubahan
posisi kepala menimbulkan sensasi
lembab dengan suara gelembung
– Bisa ada tinnitus, desiran/gemuruh
nada rendah, atau tinitus pulsatil dari
suara arteri.
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, & throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
61. Otitis Media
• Chronic serous otitis media/glue ear/mucous OM
– If a serous effusion continues for weeks the
mucous glands of the middle ear & eustachian
tube tend to proliferate & secrete more actively
the fluid can progressively thicken “glue”
(gelatinous mucus).
– Findings:
• As fluid increases & thickens, with loss of any air
content, the drum may look darker, thick, or dull.
• The serous and mucous ear effusions are usually
sterile & do not cause the diffuse thick redness .
• Audiometry will document conductive hearing
loss.
– Th: myringotomy & inserting ventilation pipe
(Grommet)
1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. 3) Menner, a pocket guide to ear. 2003.
Hipertrofi Adenoid
• Gejala:
– Obstruksi nasal
– Rinorea
– Mendengkur
– Nafas lewat mulut
• Hipertrofi adenoid akan
menyebabkan oklusi
tuba sehingga terjadi
otitis media efusi
62. Abses Leher Dalam
Diagnosis Clinical Features
Therapy
Needle aspiration: if pus (-) cellulitis antibiotic. If pus (+) abscess .
If pus is found on needle aspirate, pus is drained as much as possible.
Abses Leher Dalam
• Peritonsillar abscess
Parapharyngeal abscess
Retropharyngeal abscess
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.
Buku Aja r THT-KL FKUI; 2007.
63. Kelainan Telinga Luar
• Noninfected pits
– Pinpoint hole in
front of the ear
or above tragus
– Nondraining
– Lacks swelling
http://emedicine.medscape.com/article/845288-overview#a8
Cysts
– Slowly enlarging preauricular mass
– Usually nontender if uninfected
– Associated pit usually adjacent to
cyst
http://emedicine.medscape.com/article/845288-overview#a8
• Preauricular Cyst
– A less severe congenital condition,
the preauricular cyst and/or sinus
tract, may occur just anterior to a
normally formed external ear.
– This usually presents as a small
fistula in the skin anterior to the
helix at the upper tragus.
– The associated sinus tract can
develop a dilated cyst with
repeated infection and abscess
formation.
– In problem cases, surgical
excision, with complete removal
of the tract, is the answer.
Infected pits - Cellulitis and abscess
• Red, swollen
• Draining purulent material
• Granulation around pit
• Tender
64. Tuberculous Laryngitis
• Its a chronic layngitis • Laryngeal involvement affects
• Secondary infection spread the posterior portion of the
from the initial site in the true vocal cords, the arytenoid
lungs cartilages, and the
• Tubercular nodule-like growths intraarytenoid space
are formed in the larynx tissue – nodular, exophytic lesion or an
area of mucosal ulceration
• usually seen in the 3rd to 4th – Formation of granulation tissue
decade in male and cellular swellingpseudo
• Risk factors: oedem
– consumption of tobacco • Most infection are sputogenic,
– Alcohol few are hematogenous, rarely
– malnutrition, lymphogenous
– immunodeficiency • Hematogenous mostly seen in
– being homeless. patients suffering from miliary
tuberculosis
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3476812/pdf/12070_2008_Article_111.pdf
Clinical Manifestation
• Hoarseness of voice • Diagnosis:
• Dysphagia or – Clinical manifestation
odynophagia – Sputum examination
• Stridor – Chest X-Ray
– Biopsy:
• Otalgia • Caseous necrosis and multiple
• Cough granuloma
• Weight loss • Treatment:
• Fever – Same as primary pulmonary
TB
• Night sweating
http://emedicine.medscape.com/article/763767-overview#a8
• Gejala:
– Nyeri
– Perdarahan
– Efek iritasirinitis, sinusitis, otitis media akut, tetanus, perforasi septum nasii
• Tata laksana:
– Bila benda dapat terlihat dan terjaangkau dengan mudah
• Instrumen Pinset bayonet, alligator forsep, hooked probe
– Benda yang kecil dan bulat
• Balloon catheters memakai folley catheters no. 5-8F
– Benda yang besar dan menyumbat total
• Tekanan positifekspiratory paksa pada hidung yang terkena
– Benda yang berbentuk sferis, licin dan mudah terlihat
• Suction
Balloon catheters
Pinset telinga
Abses Bezolds
• A rare complication of mastoiditis
• Pathogenesis:
– The mastoid tip is composed of thin-
walled air cells
– Accumulation of pus from the mastoiditis,
erodes the thin medial side of mastoid tip
• Clinical manifestation:
– The symptoms may present with acute or
chronically, with time of symptom onset to
diagnosis ranging from 3 days to 3 years
– neck pain
– neck mass
– post auricular pain
– Otalgia
– Otorrhea
– hearing loss
– Less commonly, fever, headache, hearing
loss, facial paralysis, or cervical
lymphadenopathy.
69. Audiologic Testing in Pediatric
• Brainstem evoked response audiometry:
– BERA is a series of scalp-recorded electrical potentials
generated in the auditory nerve and brainstem during the
first 10 to 20 ms after the onset of a transient stimulus.
– Can be used in infant, children, adults, & comatose patient.
• Otoacoustic emission:
– objective, noninvasive, and rapid measures used
to determine cochlear outer hair cell function.
– Evoked OAE are acoustic signals generated by the
cochlea in response to auditory stimulation.
Buku ajar THT KL FKUI
Current diagnosis & treatment in otolaryngology. 2nd ed. McGraw-Hill.
Audiologic Testing in Pediatric
• Pure tone audiometry:
– The audiogram is a graph that depicts threshold as a
function of frequency. Threshold is defined as the softest
intensity level that a pure tone (single frequency) can be
detected 50% of the time.
70. Difteri
• Penyebab : toksin Corynebacterium diphteriae
• Organisme:
– Basil batang gram positif
– Pembesaran ireguler pada salah satu ujung (club shaped)
– Setelah pembelahan sel, membentuk formasi seperti huruf cina
atau palisade
• Gejala:
– Gejala awal nyeri tenggorok
– Bull-neck (bengkak pada leher)
– Pseudomembran purulen berwarna putih keabuan di faring,
tonsil, uvula, palatum. Pseudomembran sulit dilepaskan. Jaringan
sekitarnya edema.
– Edema dapat menyebabkan stridor dan penyumbatan sal.napas
• Tes bisik
– Panjang ruangan minimal 6 meter
– Nilai normal: 5/6-6/6
– Nonvertiginous/nonvestibular
dizziness
• Imbalance, disekuilibrium (rasa
akan jatuh), sinkop/presinkop
(rasa akan pingsan, seperti
melayang)
• Penyebab: sistem nonvestibular
– Sistem propriospetif, sistem
visual
– Kardiovaskular (hipotensi,
anemia, aritmia)
– Psikogenik, hiperventilasi
Vertigo
• Sistem vestibular:
– Perifer: kanalis semisirkularis & organ otolitik
(sakula dan utrikula), nervus vestibularis
– Sentral: batang otak, serebelum, lobus temporal.
Vertigo
• Perbedaan vertigo sentral & perifer
• Otosklerosis
– Spongiosis tulang stapes (tersering) rigid tidak bisa menghantarkan
suara ke labirin
– Otosklerosis terkait faktor genetik, ¼-2/3 pasien memiliki saudara dengan
kelainan serupa.
– Rasio perempuan: laki-laki 2:1.
– Ketulian mulai timbul pada usia 10-30 tahun dan bersifat progresif.
Geographic tongue Bare patches on dorsal tongue Associated with fissured tongue,
surrounded by serpiginous, inversely associated with tobacco
raised, slightly discolored border use
Kandidosis Oral
JENIS KLINIS GAMBARAN KLINIS
Kandidosis Pseudomembran Akut • Plak putih serupa susu pada
(Thrush) mukosa --> Diangkat --> dasar
eritema
• Cara kerja : membunuh cacing, menghancurkan telur & larva cacing dengan
jalan menghambat pengambilan glukosa oleh cacing produksi ATP
sebagai sumber energi << kematian cacing
• Kontra Indikasi:
– Ibu hamil (teratogenik), menyusui
– Gangguan fungsi hati & ginjal, anak < 2 tahun
• Efek samping : perasaan kurang nyaman pada saluran cerna dan sakit
kepala, mulut terasa kering
Pirantel Pamoat
• Terapi:
• Antibiotika topikal:
• DOC: mupirocin (Bactroban), basitrasin, asam fusidat (Fucidin) dan
retapamulin (Altargo) 2x/hari selama 7 hari
• Alternatif: salep/krim klindamisin, gentamisin
• Antibiotika oral:
• Sefalosforin, amoxiclav, cloxacillin, dicloxaxillin, alternatif: eritromisin,
klindamisin
• DOC anak: Cephalexin http://emedicine.medscape.com/article/965254-overview
Gandahusada S, et al. Parasitologi Kedokteran. Balai Penerbit FKUI. Jakarta:2004
http://www.cdc.gov/parasites/taeniasis/gen_info/faqs.html
• Gejala klinisringan
– Perut tidak nyaman
nyeri ulu hati
– Mual dan muntah
– Nafsu makan turun
– Berat badan turun
• Diagnosis
– Ditemukan proglotid
bergerak aktif dlm tinja
– Eosinofilia
• Th/: Prazikuantel
http://www.cdc.gov/parasites/taeniasis/biology.html
Taenia sp. : Taeniasis
Taenia Solium Taenia Saginata
• Skoleks: mempunyai 4 batil isap • Skoleks: mempunyai 4 batil
dan rostelum dgn 2 baris kait
isap, tanpa kait-kait
• Gejala ec cacing: subklinis, nyeri
ulu hati, mencret, mual, • Gejala ec cacing: subklinis,
konstipasi, sakit kepala nyeri ulu hati, mencret,
mual, konstipasi, sakit
• Gejala ec sistiserkosis: kepala
pseudohipertrofi otot, miositis,
demam tinggi, eisonofilia,
epilepsi, meningoensefalitis,
hidrosefalus
Taenia sp. : Proglotid
Proglotid Keluar sendiri scr aktif Keluar bersama tinja 2-3 progl.
satu-satu
Matang Ovarium 2 lobus Ovarium trilobus
Gravid 15-30 cabang lateral 7-12 cabang lateral
∑ telur/proglotid 100.000 30.000-50.000
Larva Cystisercus bovis Cystisercus cellulose
Hospes perantara Sapi Babi dan manusia
Cara infeksi Makan daging sapi yg Makan daging babi yg mengandung
mengandung cystisercus cystisercus cellulose (mjd taeniasis)
bovis dan tertelan telur (mjd sistiserkosis)
79. Prurigo
• The term ‘prurigo‘
designates an intensely
pruritic skin lesions that
have no apparent cause
– characterized by dome-
shaped papules topped
with a small vesicle or
crust
– Secondary excoriation
due to scratching
• Faktor Risiko
– Pakaian terbuka, paparan terhadap serangga (kebun dll), hunian
padat, higienitas rendah, binatang peliharaan
• Tatalaksana
– Dinginkan lesi, losion kalamin atau anestesi lokal,
steroid topikal potensi sedang bila terdapat
urtikaria
– Reaksi anafilaksis injeksi adrenalin
http://www.dermnetnz.org/arthropods/bites.html
80. Verucca Vulgaris
• Verruca: hiperplasi epidermis akibat
pertumbuhan epithel yang disebabkan oleh
Human Papilloma Virus (”kutil” atau ”Warts”).
• Nama berdasarkan lokasinya yaitu
– Verruca Vulgaris (Common Warts) dengan predileksi
khususnya di ekstremitas bagian ekstensor
– Verruca Plantaris (Plantar Warts) dengan predileksi
pada telapak kaki
– Verruca Plana (Flat Warts) dengan predileksi pada
muka dan leher
– Condyloma Accuminata (Genital Warts).
• Pemeriksaan Fisik
– Tanda Patognomonis Papul hiperkeratotik berwarna
kulit sampai keabuan dengan permukaan verukosa.
– Papul ini dapat dijumpai pada kulit, mukosa dan kuku.
– Apabila permukaannya rata, disebut dengan veruka
plana.
– Dengan goresan dapat timbul autoinokulasi sepanjang
goresan (fenomena Koebner).
81. Pioderma: Erisipelas
• Penyakit infeksi akut oleh
Streptococcus beta hemolyticus,
menyerang epidermis dan dermis
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Erisipelas: Terapi
• Terapi simptomatik untuk nyeri dan demam
• Hidrasi oral
• Kompres dingin
• Elevasi dan imobilisasi tungkai yang terkena untuk
mengurangi bengkak, inflamasi, dan nyeri
• Kompres air garam: pada lesi ulkus dan nekrotik,
diganti tiap 2-12 jam
• Operasi: debridement bila ada
infeksi parah dengan nekrosis
atau gangren
http://emedicine.medscape.com/article/1052445-treatment
Pioderma: Selulitis
• Disebabkan oleh
staphylococcus atau
streptococcus, atau
infeksi jamur (jarang)
• Terapi
– Flucloxacillin, eritromisin,
clarithromycin
Pioderma: Selulitis vs Erisipelas
Penyakit Keterangan
Erisipelas -Infeksi akut oleh Streptococcus
-Mengenai dermis dan subkutan bagian atas
-Eritema merah cerah, batas tegas, pinggirnya meninggi, tanda
inflamasi (+)
-lymphangitis
-Predileksi: tungkai bawah
-Lab: leukositosis
-Jika sering residif dapat terjadi elefantiasis
Selulitis -Infeksi akut terutama oleh Staphylococcus
-Mengenai seluruh jaringan subkutan, difus
-Infiltrat difus (batas tidak tegas) di subkutan, tanda inflamasi (+)
-Predileksi: tungkai bawah
-Lab: leukositosis
Phlegmon Selulitis yang mengalami supurasi dan pecah
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 58-61
82. Psoriasis vulgaris
• Bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar berlapis-lapis dan transparan
• Predileksi
• Skalp, perbatasan skalp-muka, ekstremitas ekstensor (siku & lutut), lumbosakral
• Khas: fenomena tetesan lilin, Auspitz sign, Kobner sign
• Patofisiologi
– Genetik: berkaitan dengan HLA
– Imunologik: diekspresikan oleh limfosit T, sel penyaji antigen dermal, dan keratinosit
– Pencetus: stress, infeksi fokal, trauma, endokrin, gangguan metabolisme, obat,
alkohol, dan merokok
• Tata laksana
– Topikal: preparat ter, kortikosteroid, ditranol, tazaroen, emolien, dll
– Sistemik: KS, sitostatik (metotreksat), levodopa, etretinat, dll
– PUVA (UVA + psoralen)
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Psoriasis Vulgaris
Tanda dan Gejala
• Perburukan lesi skuama kronik
• Onset cepat pada banyak area kecil
dengan skuama dan kemerahan
• Baru terinfeksi radang tenggorokan
(streps), virus, imunisasi, obat
antimalaria, trauma
• Nyeri (terutama pada kasus psoriasis
eritrodermis atau pada sendi yang
terkena arthritis psoriasis)
• Pruritus
• Afebril
• Kuku distrofik
• Ruam yang responsif terhadap steroid
• Konjungtivitis atau blepharitis
http://emedicine.medscape.com/article/1943419-overview
Psoriasis Vulgaris: Tanda Khas
Tanda Penjelasan
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Steven
Johnson
Syndrome
treatment
UK Guidelines 2016
British Journal of Dermatology (2016)174
Recommendations
• The SJS/TEN MDT should be coordinated by a
specialist in skin failure, usually dermatology
and/or plastic surgery, and should include
clinicians from intensive care, ophthalmology
and specialist skincare nursing
• barrier-nursed in a side room controlled for
humidity, on a pressure-relieving mattress,
with the ambient temperature raised to
between 25 °C and 28°C
UK Guidelines 2016
British Journal of Dermatology (2016)174
• Monitor fluid balance carefully; catheterize if
appropriate/necessary.
• Fluid replacement can be guided by urine
output and other end-point measurements
lactate
• After establishing adequate IV fluid
replacement initially, oral administration of
fluids should be progressively increased,if
tolerated
UK Guidelines 2016
British Journal of Dermatology (2016)174
• Respiratory symptoms and hypoxaemia on
admission should prompt urgent discussion
with an intensivist and rapid transfer to the
ICU or burn centre, as deterioration requiring
mechanical ventilation is likely
• There is no conclusive evidence to
demonstrate the benefit of any one
(corticosteroids, IVIG, Cyclosporine)
intervention over conservative management
UK Guidelines 2016
British Journal of Dermatology (2016)174
Penggunaan Kortikosteroid pada SSJ
• Keadaan umum baik • Lesi menyeluruh
dan lesi tidak dengan KU buruk
menyeluruh – Dexametason 4-6 x 5 mg
– Prednison 30-40 mg sehari
sehari – Selama 2-3 hari
– Tappering off setiap hari
dikurangi 5 mg
– Setelah 5 mg
sehariganti prednison
oral, tappering off 20 mg
sehari, 10 mg sehari,
berhenti setelah 10 hari
• Efloresensi
– Makula hiperpigmentosis, umumnya simetris, warna coklat muda-tua, predileksi di daerah pipi,
dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu
• Tatalaksana
– Hentikan terapi hormon (bila ada), gunakan sunblock & produk kecantikan yang lembut
– Hidrokuinon 2-4% (krim atau lotion) selama 2-4 bulan
– Krim/gel/lotion asam azelaik 2x/hari (aman untuk kehamilan)
– Kortikosteroid krim
http://www.dermnetnz.org/colour/melasma.html
Manifestasi klinis
• Makula hiperpigmentasi
berwarna kecoklatan,
bahkan kadang biru atau
hitam
• Distribusi 1 dari 3
– Centrofacial dahi, dagu,
pipi, hidung dan bibir atas
– Malar hidung dan pipi
– Mandibula ramus
mandibula
• Lampu wood melanin
dapat divisualisasi
Melasma: Diagnosis Banding
MELASMA SUN-DAMAGE PIGMENTATION
• Melanosit merespon perubahan • Lentigo, keratosis seboroik,
hormonal kronik dan sulit freckles, sun spots, liver spots)
sembuh • Hanya dipermukaan kulit
• Dapat mengenai dermis • Muncul acak di semua area
wajah
• Plak coklat muda-tua di dahi,
pipi, dagu, atas bibir • Tidak simetris
• Berhubungan dengan perubahan
• Simetris tekstur kulit (keriput, garis)
• Diskolorisasi pekat dan • Tidak berhubungan dengan
mengenai epidermis-dermis hormon namun paparan
• Berhubungan dengan hormonal matahari
• Paparan matahari, panas, dan • Respon baik terhadap terapi
kelembaban dapat laser
memperparah • Tidak termasuk kondisi kronik
http://www.celibre.com/difference-between-melasma-and-sun-damage.aspx
Seborrheic keratosis
• The most common benign skin
neoplasm.
• Occur in aging population (>40
yo)
• Diagnosis is easy to make
clinically, biopsy is usually not
necessary
• Tend to occur on trunk most
often, but can appear on head
and extremities
• tend to occur in sun-exposed
areas
• Lesions contained entirely in
epidermis
Pigment accumulating in the skin cells (keratinocytes)
Freckles
Lentigo
Nevus
85. Dermatitis Seboroik/Ptiriasis Sika
• Segolongan kelainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi
dan berpredileksi di tempat-tempat seboroik
• Etiologi: belum diketahui pasti
– Kelainan konstitusi berupa status seboroik yang diturunkan
– Pertumbuhan Pityrosporum ovale yang berlebihan
– Proliferasi epidermis yang meningkat
– Faktor predisposisi: kelelahan, stres emosional, infeksi, defisiensi imun
• Gejala: eritema, skuama agak kekuningan yang berminyak
• Predileksi: kepala, scalp, dahi, postaurikular, leher, lipat
nasolabial, liang telinga luar, dada, areola mammae, lipatan
mammae, interskapular, umbilikus, lipat paha, anogenital
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Faktor Risiko
• Genetik.
• Faktor kelelahan.
• Stres emosional.
• Infeksi.
• Defisiensi imun.
• Pria > wanita
• Usia bayi bulan 1 dan usia
18-40 tahun.
• Kurang tidur.
Dermatitis Seboroik
Fakto Risiko
• Hormonal
• Malassezia sp. Pada kulit
• Kekurangan nutrisi
• Gangguan SSP
• Genetik
Dermatitis Seboroik: Terapi
• Anti inflamasi (imunomodulator)
– Steroid topikal atau inhibitor calcineuron
– Shampo seperti fluocinolon (Synalar), solusio steroid topikal,
losio yang dioleskan pada kulit kepala atau krim pada kulit
• Keratolitik
– Tar, asam salisiklik dan shampo zinc pyrithion
• Anti Fungi
– Gel ketokonazol (Nizoral) 1x/hari dalam dua minggu
– Satu kali sehari regimen desonide (Desowan) dermatitis
seboroik pada wajah
– Shampo selenium sulfide (Selsun) atau azole dapat dipakai 2-
3x/minggu
– Ketokonazole (krim atau gel foaming) dan terbinfin (Lamisil) oral
dapat berguna
– Anti jamur topikal lainnya seperti ciclopirox (Loprox) dan
flukonazole (Diflucan) mempunyai efek anti inflamasi juga
86. Reaksi Kusta
Lepra Tuberkuloid Bentuk stabil dari lepra, lesi minimal, gejala lebih
ringan. Tipe yg termasuk TT (Tuberkuloid polar), Ti (
Tuberkuloid indenfinite), BT (Borderline Tuberkuloid)
Reaksi Reversal Lesi bertambah aktif (timbul lesi baru, lesi lama
menjadi kemerahan), +/- gejala neuritis. Umum
pada tipe PB
Eritema Nodusum Nodul Eritema, nyeri, tempat predileksi lengan dan
Leprosum tungkai, Umum pada MB
Fenomena Lucio Reaksi berat, eritematous, purpura, bula, nekrosis
serta ulserasi yg nyeri
Reaksi Kusta: Tipe 1
(Reaksi Reversal)
• Patofisiologi
– Terjadi peningkatan respon kekebalan seluler secara cepat terhadap kuman
kusta dikulit dan syaraf berkaitan dengan terurainya M.leprae yang mati
akibat pengobatan yang diberikan
Reaksi Kusta: Tipe 2
• Diperkirakan 50% pasien kusta tipe LL Dan 25% pasien kusta tipe BL mengalami
episode ENL
• Umumnya terjadi pada 1-2 tahun setelah pengobatan tetapi dapat juga timbul
pada pasien kusta yang belum mendapat pengobatan Multi Drug Therapy
(MDT)
http://emedicine.medscape.com/article/1075227-treatment
Oral Leukoplakia
• Definition: a whitish
patch or plaque that
cannot be characterized
clinically or pathologically
as any other disease, and
is not associated with
any physical or chemical
causative agent, except
the use of tobacco.
• between 5% and 25% of
these lesions are
premalignant
Etiology Histopathology
No etiologic factor can be identified for most • Features highly variable
persistent oral leukoplakias (idiopathic – Ranging from
leukoplakia). Known causes of leukoplakia hyperkaratosis and
include the following: hyperplasia to atrophy and
– Trauma (eg, chronic trauma from a sharp severe dysplasia
or broken tooth or from mastication may – Significant intrapathologist
cause keratosis) and interpathologist
– Tobacco use: Chewing tobacco is variation in diagnosing
probably worse than smoking. dysplasia
– Alcohol – Molecular studies
– Infections (eg, candidosis, syphilis,
indicated
Epstein-Barr virus infection): Epstein-Barr • Pada pemeriksaan
virus infection causes a separate and kerokan leukoplakia,
distinct non–premalignant lesion termed tidak ditemukan jamur
hairy leukoplakia.
– Chemicals (eg, sanguinaria)
– Immune defects: Leukoplakias appear to
be more common in transplant patients.
Erythroleukoplakia
Verrucous or Nodular Leukoplakia
Carcinoma(leukoplakia appearing)
Leukoplakia Treatment
• Stopping risk faktor such as tobacco, alcohol
• Surgical treatment if persists
– scalpel, laser or freezing (cryotherapy)
– Hystopathologic review of the tissue
• Medical treatment not effective
88.Paronychia
• Localized superficial infection • If extends to overlying
or abcess of the lateral nail proximal nail: eponychia
fold • S. aureus
• Most common infection in the – Thumb sucking/nail biting –
anaerobes
hand – Chronic – candida
• Caused by frequent trauma to
area
– Nail biting
– Manicuring
– Dishwashing
– Finger sucking (children
• Swelling and tenderness of the
soft tissue next to the nail fold
• May have associated cellulitis
Management:
• If no frank abscess
frequent hot soaks & antibiotics
• If pus is present
incision and drainage
– Follow up 24-48 h.
– Most resolve in 5-10 days
• If pus has tracked beneath the nail
remove an adjacent longitudinal section
• If eponychia is resulted
remove the entire nail plate
89. Cutaneous Anthrax
• 95% of all cases globally
• Incubation: 2 to 3 days
• Spores enter skin through open wound or
abrasion
• Papule → vesicle → ulcer → eschar
• Case fatality rate 5 to 20%
• Untreated – septicemia and death
Day 4
Day 6
Day 6
Day 10
Center for Food Security and Public Health,
Iowa State University, 2011
The Organism
• Bacillus anthracis
• Large, gram-positive, non-
motile rod
• Two forms
– Vegetative, spore
• Over 1,200 strains
• Nearly worldwide distribution
Sumber: http://cid.oxfordjournals.org/content/early/2014/06/14/cid.ciu296.full
90. Cutaneous Larva Migrans
(Creeping Eruption)
• Peradangan berbentuk linear,
berkelok-kelok, menimbul dan
progresif
• Penyebab: Ancylostoma braziliense
dan Ancylostoma caninum
• Larva masuk kulit, menimbulkan rasa
gatal dan panas, diikuti lesi linear
berkelok-kelok, menimbul,
serpiginosa membentuk terowongan
• Gatal hebat pada malam hari
• Th/:
– Topikal: Tiabendazol cream 10-
15%,salep albendazol 2%, kloretil
spray
– Oral: Albendazol 400mg dosis
tunggal selama 3 hari berturut
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
91. Tatalaksana Malaria
Tatalaksana Malaria Vivaks dan Ovale
• Lini pertama
– Menggunakan ACT: artesunat + amodiakuin atau
dihydroartemisinin piperakuin (DHP)
– Dosis: sama seperti malaria falciparum, namun
primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0.25
mg/kgBB
• Malaria malariae
– ACT 1x/hari selama 3 hari
• Malaria Mix
– ACT
– Dosis primakuin hari pertama 0.75 mg/kgBB
– Hari 2-14 primakuin dosis 0.25 mg/kgBB
92. Neurodermatitis
• Nama lain: Liken Simplek kronikus/Liken Vidal sebuah
peradangan kulit kronis, gatal, sirkuskripta
• Penebalan kulit akibat gesekan atau garukan berulang
• Gatal (dengan atau tanpa penyebab patologis kulit)
garukan berulang trauma mekanis likenifikasi
• Daerah
– Kulit kepala, belakang leher, tungkai atas atau bawah, vulva dan
skrotum
• Etiologi
– Tercetus oleh alergi atau stress
• Terapi
– Steroid topikal
– Atasi penyebab
http://emedicine.medscape.com/article/1123423-treatment
Etiopatogenesis
• Etiology
– Multiple; Atopic dermatitis, insect bite, psychogenic
Dasar pruritus garukan likenifikasi
ok pelepasan mediator /
aktivitas enzim
Peneliti lain :
Garukan respon thdp stres emosional
Neurodermatitis: Tatalaksana
• Tata laksana neurodermatitis:
– Edukasi bahwa garukan akan memperburuk lesi
– Antipruritus: antihistamin dengan efek sedatif
– Kortikosteroi topikal atau intalesi
– Ter yang mempunyai efek antiinflamasi
96. LIKEN SIMPLEK KRONIS
Sinonim
– Neurodermatitis Sirkumkripta
– Liken Vidal
Definisi
– Peradangan kulit kronis
– Gatal >>> ok garukan /
– Sirkumskrip gosokan berulang
– Likenifikasi
Gejala Klinis
Subjektif : Ukuran :
• Sangat gatal lentikular – plakat
– malam → gangguan tidur
Lesi :
Objektif : tunggal / multipel
Lokasiditemukan pada
daerah yang mudah digaruk
tengkuk, sisi leher, tungkai Efloresensi
bawah, pergelangan/punggung Std awal : edem,
kaki, kepala, paha medial, eritem, papul
ekstensor lengan, skrotum /
vulva berkelompok
Bentuk : lonjong Std lanjut : likenifikasi,
hiperpigmentasi,
skuama kering
PENGOBATAN
UMUM
– Garukan / -
KHUSUS :
Antihistamin
efek sedatif
Topikal
KS : potensi kuat
KS + TER
KS intra lesi
93. Tuberkulosis Kutis: Klasifikasi
• Berdasarkan penyebaran infeksi
– Eksogen, endogen, limfogen, dan hematogen
Skrofuloderma • Penyebaran pada kelenjar limfe, terutama superfisial (leher, lipat paha,
ketiak)
• Pembesaran KGB tanpa nyeri & tanda radang membesar & berkonfluensi
lunak & kenyal (abses dingin) pecah fistel ulkus memanjang: livid,
bergaung, dasar berupa jaringan granulasi & pus seropurulen, ada jembatan
kulit
TB Orifisialis • TB kutis sekitar orifisium
• Akibat kontak langsung dengan sputum
• Nyeri, tepi tidak rata (punched-out), dasar tertutupi pseudomembran fibrin
& mudah berdarah
TB Miliaris • Pada TB paru yang sudah menyebar (meningen)
Akut • Lokasi tersering: badan
• Makula & papul eritema multipel, ukuran < 5 mm, meninggalkan sikatrik
• PX/ diaskopi: apple jelly colour
http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_219Pendekatan%20Klinis%20Infeksi%20Tuberkulosis%20pada%20Kulit.pdf
Tuberkulosis Kulit: Gambaran Klinis
JENIS TB GAMBARAN KLINIS
KUTIS
TB Gumosa • Infiltrasi subkutan, lunak, berbatas tegas, kronis, destruktif
• Akibat penyebaran mikrobakteria yang dorman secara hematogen
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Cold Abses
Fistel Sikatrik → skin bridge
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Tuberculous Chancre
• Afek primer : papul,
pustule, ulkus indolen,
menggaung,
disekitarnya livide
• Masa tunas: 2-3 minggu
Limfangitis, limfadenitis
setelah afek primer
• (tuberculin positif)
Semua di atas: komplek
primer
Ulkus dengan indurasi
TUBERKULOSIS KUTIS VERUKOSA
• Berbeda dgn skrofuloderma, penjalaran tipe verukosa
terjadi secara eksogen
• Kuman masuk melalui kulit pada orang yang sudah
terinfeksi TB (primer)
• Predileksi : punggung tangan, tungkai bawah, kaki
(tempat yang lebih sering terkena trauma)
• Gambaran klinisnya khas sekali: Bentuk bulan sabit
akibat penjalaran serpiginosa
• Papul lentikuler diatas kulit yang eritematosa
• Dapat pula menjalar ke perifer sehingga terbentuk
sikatriks di tengah
TB Kutis
Verukosa
TB Kutis Gumosa
• Secara hematogen
(dari paru) infiltrate
subkutan, batas tegas,
menahun melunak,
destruktif
• DD: guma sifilis,
frambusia, mikosis
profunda
TB Kutis Orifisialis/ ulserosa
• Di sekitar orifisium:
– TB paru ulkus di mulut, bibir
– TB saluran cerna ulkus di sekitar anus
– TB saluran kemih ulkus pada genital
• Disebabkan karena kekebalan sangat
kurang
• Didapatkan ulkus menggaung, dinding
livide
94. Ulkus pada Tungkai Bawah
Penyakit Keterangan
Ektima • Infeksi pioderma pada kulit dengan karakteristik berbentuk krusta disertai ulserasi
• Ulkus superfisial dengan gambaran “punched out appearance” atau berbentuk cawan dengan
dasar merah dan tepi meninggi
Ulkus • Ulkus tropikum adalah ulkus yang cepat berkembang dan nyeri, biasanya pada tungkai
tropikum bawah, dan lebih sering ditemukan pada anak-anak kurang gizi di daerah tropik
• Bentuk ulkus lonjong atau bulat, tertutup oleh jaringan nekrotik dan secret serosanguinolen
yang banyak dan meleleh
Ulkus • Dasar ulkus terlihat jaringan granulasi atau bahan fibrosa. Dapat juga terlihat eksudat yang
Varikosum banyak. Kulit sekitarnya tampak merah kecoklatan akibat hemosiderin
/stasis • Kulit sekitar luka mengalami indurasi, mengkilat, dan fibrotik
vena • Daerah predileksi yaitu daerah antara maleolus dan betis, tetapi cenderung timbul di sekitar
maleolus medialis
Ulkus Statis/varikosum (Eksem Venosum)
• Ulkus pada tungkai bawah, yang
disebabkan oleh gangguan aliran
darah vena
• Predileksi
– Maleolus medialis
• Faktor risiko
– Usia tua, obesitas, trauma pda
tungkai, DVT, flebitis,
• Soliter, dangkal, tertutup jaringan
nekrotik, tepi tidak meninggi,
jaringan sekitar hiperpigmentasi
• Terapi
– Elevasi tungkai, antibiotik, atasi
penyebab
LOCATION Distal lower leg, medial malleolus. Distal lower leg/feet/toes, lateral
malleolus, anterior tibial area.
PAIN May be present. Usually improves Usually painful especially with leg
with leg elevation. elevation.
SKIN CHANGES Flaking, dry, hyperpigmented. Thin, shiny, hairless, yellow nails.
3.
95.
CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013
96. Kusta/Morbus Hansen
• Penyakit infeksi kronik akibat infeksi
Mycobacterium leprae
• Gejala klinis:
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Tuberculoid Lepromatous
• Makula hipopigmentasi hipestesi yang • Nodul atau papul sewarna dengan
berbatas tegas, berjumlah beberapa lesi. kulit atau sedikit eritematosa.
Makula memiliki tepi yang meninggi dengan
ukuran dari yang kecil hingga dapat • Lesi membesar; Lesi baru muncul
menutupi seluruh badan. dan berkonfluens.
• Tepi Eritematosa atau keunguan dengan • Later: symmetrically distributed
hipopigmentasi pada bag. tengah. Berbatas nodules, raised plaques, diffuse
tegas dan meninggi, seringkali annular dan dermal infiltrate, which on face
membesar pada ba.tepi, dengan daerah results in loss of hair (lateral
sentral menjadi atropi atau terdepresi. eyebrows and eyelashes) and
• Lesi lanjut anestetik, tidak adanya adneksa leonine facies (lion's face).
kulit (sweat glands, hair follicles). test
pinprick, temperature, vibration • Bilaterally symmetric involving
• Dapat mengenai berbagai daerah termasuk
earlobes, face, arms, and buttocks,
muka. or less frequently the trunk and
• May be a thickened nerve on the edge of the lower extremities.
lesion; large peripheral nerve enlargement • More extensive nerve involvement
frequent (ulnar).
Wolff K. Fitzpatrick’s color atlas & synopsis of clinical dermatology, 5th ed. McGraw-Hill; 2007.
Tipe Lesi Batas Permukaan BTA Lepromin
I Makula Jelas Halus agak - +
hipopigmentasi berkilat,
anestesi
TT Makula eritematosa Jelas Kering - + kuat
bulat/lonjong, bagian bersisik,
tengah sembuh anestesi
BT Makula eritematosa Jelas Kering +/- + lemah
tidak teratur, mula- bersisik,
mula ada tanda anestesi
kontraktur
BB Plakat, dome-shaped, Agak Agak kasar, + -
punched-out jelas agak berkilat
BL Makula infiltrat merah Agak Halus + -
jelas berkilat
LL Makula infiltrat difus Tidak Halus + kuat -
berupa nodus simetri, jelas berkilat
saraf terasa sakit
97. Malaria the disease
• Malaria tertiana: 48h
between fevers (P. vivax
and ovale)
Fase Infeksi
• Acute Phase
– Rarely seen in humans
– Occurs only when a large number of metacercariae are ingested at once.
– After 4-7 days after ingestion: Fever, tender hepatomegaly, and abdominal pain the most frequent
symptoms
– vomiting, diarrhea, urticaria (hives), anemia, and may all be present.
– Caused by the migration of the F. hepatica larvae throughout the liver parenchyma., the larvae
penetrate the liver capsule
– Migration continues for 6-8 weeks until the larvae mature and settle in the bile ducts.
• Chronic Phase
– Much more common in human populations
– Biliary cholic, abdominal pain, tender hepatomegaly, and jaundice, severe anemia (In children)
– These symptoms reflect the biliary obstruction and inflammation caused by the presence of the large
adult worms and their metabolic waste in the bile ducts.
– Inflammation of the bile ducts eventually leads to fibrosis and a condition called "pipestem liver", a
term describing the white appearance of the biliary ducts after fibrosis portal cirrhosis and death.
• Halzoun
– a type of Fasciola hepatica infection in which the worm settles in the pharynx
– This occurs when an individual consumes infected raw liver.
– The young adult worms then attach themselves to the pharyngeal mucosa which causes considerable
pain, edema, and bleeding that can interfere with respiration
– The adults can live in the biliary ducts, causing symptoms for up to 10 years.
• Ectopic Infection
– Ectopic infections through normal transmission are infrequent but can occur in the peritoneal cavity,
intestinal wall, lungs, subcutaneous tissue, and very rarely in other locations.
Fasciola Hepatica: Siklus Hidup
Fasciola Hepatica: Telur pada Mikroskopik
• DOC: Triclabendazole
– Dosis: 10 mg/kg/dosis, dalam 2 dosis terpisah 12-
24 jam
• Alternatif: Nitazoxanide
– Untuk fase kronik
– 2x500 mg/hari selama 7 hari
Nama cacing Gejala Klinis Morfologi Bentuk
Manifestations
1. Demam dan menggigil yang tiba-tiba
2. Malaise
3. muntah
4. Nyeri pinggang
5. Nyeri dan nyeri ketok Costovertebral
6. Urinary frequency, dysuria
99. Mikrobiologi
SIM : Sulfide
indole motility
1. Gram negatif, dapat memfermentasi laktosa
2. Gram negatif, dapat memfermentasi laktosa
3. Gram positiftidak tumbuh koloni
4. Gram negatif, tidak dapat memfermentasi laktosa
Tes indentifikasi (IMViCIndol, metil, Voges,citrat)
Identifikasi bakteri enterobactericeae
Dyavaiah M, et.al Microbial Keratitis in Contact Lens Wearers. JSM Ophthalmol 3(3): 1036 (2015)
Bacterial keratitis Fungal keratitis Acanthamoba
Risk factor - Sleeping with CLs among Possible risk factors of CL storage cases and poor
CL wearers fungal keratitis are ocular hygiene practices such as usage
- Patients with diabetes injury, long-term therapy of homemade saline rinsing
mellitus, dementia or with topical or systemic solutions and rinsing of lenses
chronic alcoholism steroids, with tap water Other risk
appeared to be at higher immunosuppressive agents, factors include CL solution
risk and underlying diseases reuse/topping off, rub to clean
- Trauma was rarely a such as pre-existing corneal lenses, shower wearing lenses,
factor surface abnormality and lens replaced (quarterly), age of
wearing CLs case at replacement (<3
months), extended wear and
lens material type
Clinical The predominant clinical CL associated Fusarium Itching, redness, pain, burning
manifestation features reported in keratitis include central sensation, ring infiltrate in
bacterial keratitis were lesions, paraxial lesions, and corneal, multiple
eye pain and redness the peripheral lesions in the pseudodendritic lesions, loss of
with a decrease in visual eye [31]. Patients with vision. Painless acantamoeba
acuity and stromal Candida infections were keratitis fotofobia but no
infiltration reported to have a severe ocular pain
visual outcome
Congenital abnormal eye present at birth, epiphora, photophobia, and blepharospasm, buphtalmus
glaucoma development, (>12 mm)
congenital infection
Secondary Drugs (corticosteroids) Sign and symptoms like the primary one. Loss of vision
glaucoma Eye diseases (uveitis,
cataract)
Systemic diseases
Trauma
Absolute glaucoma end stage of all types of glaucoma, no vision, absence of pupillary light
reflex and pupillary response, stony appearance. Severe eye pain. The
treatment destructive procedure like cyclocryoapplication,
cyclophotocoagulation,injection of 100% alcohol
http://emedicine.medscape.com/articl e/1206147
Mekanisme Glaukoma
Angle-closure (acute) glaucoma
• The exit of the aqueous humor fluid is sud
• At least 2 symptoms:
– ocular pain
– nausea/vomiting
– history of intermittent blurring of vision with halos
• AND at least 3 signs:
– IOP greater than 21 mm Hg
– conjunctival injection
– corneal epithelial edema
– mid-dilated nonreactive pupil
– shallower chamber in the presence of occlusiondenly
blocked
http://emedicine.medscape.com/article/798811
Open-angle (chronic) Glaucoma
http://emedicine.medscape.com/article/1206147
Tatalaksana Glaukoma Akut
• Tujuan : merendahkan tekanan bola mata secepatnya kemudian bila tekanan normal dan
mata tenang → operasi
• Supresi produksi aqueous humor
– Beta bloker topikal: Timolol maleate 0.25% dan 0.5%, betaxolol 0.25% dan 0.5%,
levobunolol 0.25% dan 0.5%, metipranolol 0.3%, dan carteolol 1% dua kali sehari dan
timolol maleate 0.1%, 0.25%, dan 0.5% gel satu kali sehari (bekerja dalam 20 menit,
reduksi maksimum TIO 1-2 jam stlh diteteskan)
– Pemberian timolol topikal tidak cukup efektif dalam menurunkan TIO glaukoma akut
sudut tertutup.
– Apraclonidine: 0.5% tiga kali sehari
– Brimonidine: 0.2% dua kali sehari
– Inhibitor karbonat anhidrase:
• Topikal: Dorzolamide hydrochloride 2% dan brinzolamide 1% (2-3 x/hari)
• Sistemik: Acetazolamide 500 mg iv dan 4x125-250 mg oral (pada glaukoma akut
sudut tertutup harus segera diberikan, efek mulai bekerja 1 jam, puncak pada 4
jam)
Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006
Tatalaksana Glaukoma Akut
• Fasilitasi aliran keluar aqueous humor
– Analog prostaglandin: bimatoprost 0.003%, latanoprost 0.005%, dan travoprost 0.004%
(1x/hari), dan unoprostone 0.15% 2x/hari
– Agen parasimpatomimetik: Pilocarpine
– Epinefrin 0,25-2% 1-2x/hari
• Pilokarpin 2% setiap menit selama 5 menit,lalu 1 jam selama 24 jam
– Biasanya diberikan satu setengah jam pasca tatalaksana awal
– Mata yang tidak dalam serangan juga diberikan miotik untuk mencegah serangan
• Pengurangan volume vitreus
– Agen hiperosmotik: Dapat juga diberikan Manitol 1.5-2MK/kgBB dalam larutan 20% atau urea
IV; Gliserol 1g/kgBB badan dalam larutan 50%
– isosorbide oral, urea iv
• Extraocular symptoms:
– analgesics
– antiemetics
– Placing the patient in the supine position → lens falls away from the iris decreasing pupillary
block
• Pemakaian simpatomimetik yang melebarkan pupil berbahaya
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007. &
emedicine
108. Normal Tension Glaukoma
• Normal Tension Glaukoma yang terdapat pada satu ujung
spektrum glaukoma sudut terbuka kronis merupakan bentuk yang
tersering menyebabkan pengecilan lapangan pandang bilateral
progressif asimptomatik yang muncul perlahan dan sering tidak
terdeteksi sampai terjadi pengecilan lapangan pandang yang
ekstensif.
• Tipe glaukoma dimana nervus optic rusak dan kehilangan
kemampuan melihat dan lapangan pandang, muncul pada
glaukoma sudut terbuka namun tekanan intra okuler yang normal
(<22 mmHg)
Bayonetting sign
109-110. PTERIGIUM
• Pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva,
bersifat degeneratif dan invasif
• Terletak pada celah kelopak bagian nasal
ataupun temporal konjungtiva yang meluas
ke daerah kornea
• Mudah meradang
• Etiologi: iritasi kronis karena debu, cahaya
matahari, udara panas
• Keluhan : asimtomatik, mata iritatif, merah,
mungkin terjadi astigmat (akibat kornea
tertarik oleh pertumbuhan pterigium), tajam
penglihatan menurun
• Tes sonde (-) ujung sonde tidak kelihatan
pterigium
• Pengobatan : konservatif; Pada pterigium
derajat 1-2 yang mengalami inflamasi,
pasien dapat diberikan obat tetes mata
kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari
selama 5-7 hari. Pada pterigium derajat 3-4
dilakukan tindakan bedah
DERAJAT PTERIGIUM
• Derajat 1: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea
• Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak
lebih dari 2 mm melewati kornea
• Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak
• melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal
(diameter pupil sekitar 3-4 mm)
• Derajat 4: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil
sehingga mengganggu penglihatan
PTERIGIUM – DIAGNOSIS BANDING
111. MENENTUKAN JENIS ASTIGMATISME BERDASARKAN
KEDUDUKANNYA DI RETINA
berakomodasi (dalam kondisi cahaya atau • Miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa :
lebih refraktif dari rata-rata: – Kongenital : sejak lahir dan menetap pada
masa anak-anak.
kelengkungan kornea terlalu besar
– Miopia onset anak-anak : di bawah umur
• Dapat ditolong dengan menggunakan 20 tahun.
kacamata negatif (cekung)
– Miopia onset awal dewasa : di antara
umur 20 sampai 40 thn.
– Miopia onset dewasa : di atas umur 40
tahun (> 40 tahun).
KELAINAN REFRAKSI – KOREKSI MIOPIA
• Pada miopia, pemilihan kekuatan
lensa untuk koreksi prinsipnya adalah
dengan dioptri yang terkecil dengan
visual acuity terbaik.
• Pemberian lensa dgn kekuatan yg
lebih besar akan memecah berkas
cahaya terlalu kuat sehingga bayangan
jatuh di belakang retina, akibatnya
lensa mata harus berakomodasi agar
bayangan jatuh di retina.
• Sedangkan lensa dgn kekuatan yg
lebih kecil akan memecah berkas
cahaya dan jatuh tepat di retina tanpa
lensa mata perlu berakomodasi lagi.
113. Presbiopia
Pemeriksaan dengan
kartu Jaeger untuk
melihat ketajaman
penglihatan jarak
dekat.
– The card is held 14
inches (356 mm) from
the persons's eye for
• Koreksi→ lensa positif untuk menambah
kekuatan lensa yang berkurang sesuai usia the test. A result of
• Kekuatan lensa yang biasa digunakan: 14/20 means that the
+ 1.0 D → usia 40 tahun person can read at 14
+ 1.5 D → usia 45 tahun inches what someone
+ 2.0 D → usia 50 tahun with normal vision can
+ 2.5 D → usia 55 tahun read at 20 inches.
+ 3.0 D → usia 60 tahun
http://www.ivo.gr/files/items/1/145/51044.jpg
114. Herpes Zooster Ophtalmicus
• Herpes zoster ophthalmicus occurs when the
varicella-zoster virus is reactivated in the
ophthalmic division of the trigeminal nerve
• The virus damages the eye and surrounding
structures by secondary perineural and
intraneural inflammation of sensory nerves
• Although herpes zoster ophthalmicus most often
produces a classic dermatomal rash, a minority of
patients may have only ophthalmic findings,
limited mainly to the cornea
Shaikh S, Cristopher N. Evaluation and Management of Herpes zooster ophtalmicus. (Am Fam Physician 2002;66:1723-30,1732.
115-116. Konjungtivitis
Conjunctivitis is swelling (inflammation) or infection of
the membrane lining the eyelids (conjunctiva)
• Herpes simpleks virus (HSV) keratitis, sama dengan penyakit herpes simpleks
lainnya dapat ditemukan dalam dua bentuk: primer atau rekuren.
• Kebanyakan infeksi HSV pada kornea disebabkan oleh HSV tipe 1, namun
pada balita dan orang dewasa, dapat juga disebabkan oleh HSV tipe 2. Lesi
kornea yang disebabkan kedua virus tersebut tidak dapat dibedakan.
• Kerokan dari lesi epitel pada keratitis HSV mengandung sel-sel raksasa berinti
banyak.
• Virus dapat dibiakkan di dalam membran khorioallantoik embrio telur ayam
dan di dalam jaringan seperti sel-sel HeLa .
• Identifikasi akurat virus dilakukan menggunakan metode PCR
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007
• Tanda dan gejala:
– Infeksi primer biasanya berbentuk
blefarokonjungtivitis vesikular, kadang disertai
keterlibatan kornea. Umumnya self-limmited tanpa
menyebabkan kerusakan mata yang signifikan.
– Iritasi, fotofobia, peningkatan produksi air mata,
penurunan penglihatan, anestesi pada kornea,
demam.
– Kebanyakan unilateral, namun pada 4-6% kasus dapat
bilateral
– Lesi: Superficial punctate keratitis -- stellate erosion --
dendritic ulcer -- Geographic ulcer
• Dendritic ulcer: Lesi yang paling khas pd keratitis HSV.
Berbentuk linear, bercabang, tepi menonjol, dan memiliki
tonjolan di ujungnya (terminal bulbs), dapat dilihat dengan
tes flurosensi.
• Geographic ulcer. Lesi defek epitel kornea berbentuk spt
amuba
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007
• Tatalaksana:
– Dokter umum: RUJUK SEGERA
– Debridement
– Antivirus topikal,
kortikosteroid (pertimbangan
khusus)
• Topical antiviral: trifluridine 1%
8x/day (watch for epithelial
toxicity after 1 week fo therapy),
acyclovir 3% drops initially
5x/day gradually tapering down
but continued for at least 3 days
after complete healing; if
resistant, consider ganciclovir
0.15% gel initially 5x/day.
– Bedah
– Mengontrol reaktivasi HSV:
hindari demam, pajanan sinar
matahari berlebihan,
imunosupresi, dll
Keratitis herpes zoster
• Bentuk rekuren dari keratitis Varicella
• Lesi pseudodenditik: lesi epitel yang menonjol dengan ujung
mengerucut, sedikit tonjolan pada ujungnya (terminal bulbs)
Keratitis varicella
• Bentuk infeksi primer pada mata dari virus Varicella
• Ciri khas: lesi pseudodendritik disertai lesi pada stroma kornea
dan uveitis
Keratitis marginal
• Keratitis non infeksius, sekunder setelah konjungtivitis bakteri, terutama Staphylococcus
• Keratitis ini merupakan hasil dari sensitisasi tubuh terhadap produk bakteri. Antibodi dari
pembuluh darah di limbus bereaksi dgn antigen yang terdifusi ke dalam epitel kornea
Keratitis bakteri
• Biasanya unilateral, terjadi pd org dengan penyakit mata sebelumnya atau mata
org yang menggunakan kontak lens
• Infiltrat stroma berwarna putih, edema stroma, pembentukan hipopion
A
119. ULKUS KORNEA
• Gejala Subjektif
• Ulkus kornea adalah hilangnya – Eritema pada kelopak mata dan
sebagian permukaan kornea konjungtiva
akibat kematian jaringan kornea – Sekret mukopurulen
– Merasa ada benda asing di mata
• ditandai dengan adanya infiltrat – Pandangan kabur
supuratif disertai defek kornea – Mata berair
– Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi
bergaung, dan diskontinuitas ulkus
jaringan kornea yang dapat – Silau
terjadi dari epitel sampai stroma. – Nyeri
– nfiltat yang steril dapat menimbulkan
• Etiologi: Infeksi, bahan kimia, sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada
perifer kornea dan tidak disertai dengan
trauma, pajanan, radiasi, sindrom robekan lapisan epitel kornea.
sjorgen, defisiensi vit.A, obat-
obatan, reaksi hipersensitivitas, • Gejala Objektif
– Injeksi siliar
neurotropik
– Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan
adanya infiltrat
– Hipopion
• Ulkus kornea pneumokokal Ulkus kornea
– Streptokokus pneumonia
– Muncul 24-48 jam setelah
inokulasi pd kornea yg abrasi
Bakterial
– Khas sebagai ulkus yang • Ulkus kornea stafilokokus
menjalar dari tepi ke arah – Ulkus sering indolen, mungkin disertai
tengah kornea (serpinginous). sedikit infiltrat dan hipopion
– Ulkus seringkali superfisial
– Ulkus bewarna kuning keabu-
– Obat: vankomisin
abuan berbentuk cakram
dengan tepi ulkus yang • Ulkus kornea pseudomonas
– Pseudomonas aeruginosa
menggaung.
– Awalnya berupa infiltrat kelabu/ kuning di
– Ulkus cepat menjalar ke tempat yang retak
dalam dan menyebabkan – Terasa sangat nyeri
perforasi kornea, karena – Menyebar cepat ke segala arah krn adanya
eksotoksin yang dihasilkan enzim proteolitik dr organisme
oleh streptokok pneumonia. – Infiltrat dan eksudat mungkin berwarna
hijau kebiruan
– Efek merambat ulkus – Berhubungan dengan penggunaan soft
serpiginosa akut lens
–
– Obat: mofifloxacin, Obat: mofifloxacin, gatifloxacin,
siprofloksasin, tobramisin, gentamisin
gatifloxacin, cefazolin
An inflammatory or more seriously, infective condition of the cornea
involving disruption of its epithelial layer with involvement of the
corneal stroma
Causative Agent Feature Treatment
Fungal Fusarium & candida species, conjungtival Natamycin,
injection, satellite lesion, stromal infiltration, amphotericin B,
hypopion, anterior chamber reaction Azole derivatives,
Flucytosine 1%
Protozoa infection associated with contact lens users swimming in
(Acanthamoeba) pools
Viral HSV is the most common cause, Dendritic Acyclovir
lesion, decrease visual accuity
Staphylococcus Rapid corneal destruction; 24-48 hour, stromal Tobramycin/cefazol
(marginal ulcer) abscess formation, corneal edema, anterior in eye drops,
segment inflammation. Centered corneal ulcers. quinolones
Pseudomonas
Traumatic events, contact lens, structural (moxifloxacin)
Streptococcus malposition
connective tissue RA, Sjögren syndrome, Mooren ulcer, or a
disease systemic vasculitic disorder (SLE)
120. Komplikasi keratitis
• Chronic corneal inflammation
• Chronic or reccurant viral infection of cornea
• Corneal ulcers
• Permanent vision loss
• Irregular astigmatism: Another possible complication
of these infections is uneven healing of the stroma,
resulting in irregular astigmatism.
• Corneal perforation: This is one of the most feared
complications of bacterial keratitis that may result in
secondary endophthalmitis and possible loss of the
eye.
121. Keratitis/ulkus Fungal
• Gejala nyeri biasanya dirasakan diawal, namun lama-lama
berkurang krn saraf kornea mulai rusak.
• Pemeriksaan oftalmologi :
– Grayish-white corneal infiltrate with a rough, dry texture and feathery
borders; infiltrat berada di dalam lapisan stroma
– Lesi satelit, hipopion, plak/presipitat endotelilal
– Bisa juga ditemukan epitel yang intak atau sedikit meninggi di atas
infiltrat stroma
• Faktor risiko meliputi :
– Trauma mata (terutama akibat tumbuhan)
– Terapi steroid topikal jangka panjang
– Preexisting ocular or systemic immunosuppressive diseases
Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.
Keratitis/ ulkus Fungal
• Meskipun memiliki karakteristik, terkadang sulit membedakan
keratitis fungal dengan bakteri.
– Namun, infeksi jamur biasanya localized, dengan “button appearance”
yaitu infiltrat stroma yang meluas dengan ulserasi epitel relatif kecil.
• Pd kondisi demikian sebaiknya diberikan terapi antibiotik
sampai keratitis fungal ditegakkan (mis. dgn kultur, corneal
tissue biopsy).
Stromal infiltrate
Ulkus kornea Jamur
Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya
infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi).
125. KATARAK-SENILIS
• Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang • 4 stadium: insipien, imatur (In some patients, at
terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 this stage, lens may become swollen due to
tahun continued hydration ‘intumescent cataract’),
matur, hipermatur
• Epidemiologi : 90% dari semua jenis katarak • Gejala : distorsi penglihatan, penglihatan
• Etiologi :belum diketahui secara pasti kabur/seperti berkabut/berasap, mata tenang
multifaktorial: • Penyulit : Glaukoma, uveitis
Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan • Tatalaksana : operasi (ICCE/ECCE)
pengaruh genetik
Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi
yang sangat kuat mempunyai efek buruk
terhadap serabu-serabut lensa.
Faktor imunologik
Gangguan yang bersifat lokal pada lensa,
seperti gangguan nutrisi, gangguan
permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi
cahaya matahari.
Gangguan metabolisme umum
OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
126. Kontrasepsi: Kondom
• Terbuat dari karet sintetis yang tipis, berbentuk silinder,
dengan muaranya berpinggir tebal, yang digulung rata
• Standar kondom: ketebalan 0,02 mm
• Cara Kerja
– Mencegah sperma masuk ke saluran reproduksi wanita
– Sebagai alat kontrasepsi
– Pelindung terhadap infeksi atau transmisi mikroorganisme
penyebab PMS
• Manfaat
– Angka kegagalan rendah (2-12 kehamilan/100/tahun)
– Tidak mengganggu ASI dan hormon lainnya
– Mencegah penularan PMS
– Mengurangi insiden kanker serviks
– Mencegah ejakulasi dini dan imunoinfertiitas
127. Efek Samping KB Suntik
Depo provera (progesteron)
• Medroxyprogesterone
– Menghambat ovulasi, pengentalan mukus dan lapisan
uterus, dapat meringankan nyeri endometriosis
• Efektivitas: 99%
• Sebaiknya penggunaan tidak > 2 tahun
pengeroposan tulang
• Diberikan IM/3 bulan
• Efek samping
– Siklus menstruasi iregular atau tidak haid (paling sering)
– Sakit kepala, depresi, pusing, jerawat, perubahan napsu
makan, kenaikan BB
https://www.drugs.com/depo-provera.html
128. Kontrasepsi AKDR
• Efektifitasnya tinggi (0,6-0,8 % kehamilan)
• Efektif segera setelah pemasangan
• Metode jangka panjang ( 10 tahun proteksi dari CuT -380A dan
tidak perlu diganti)
• Tidak mempengaruhi hubungan seksual
• Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk
hamil
• Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380A)
• Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
• Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus
(bila tidak terjadi infeksi)
• Digunakan pada usia produktif (15-49 tahun) sampai menopause
(1 tahun atau lebih setelah haid terakhir )
• Tidak ada interaksi dengan obat-obat
129. AKDR: Infeksi
http://www.medscape.com/viewarticle/718183_5
DIAGNOSIS PERDARAHAN SERVIKS BESAR UTERUS GEJALA LAIN
Abortus imminens Sedikit-sedang Tertutup lunak Sesuai usia • Tes kehamilan +
kehamilan • Nyeri perut
• Uterus lunak
Abortus insipiens Sedang-banyak Terbuka lunak Sesuai atau lebih • Nyeri perut >>
kecil • Uterus lunak
Abortus inkomplit Sedikit-banyak Terbuka lunak Lebih kecil dari usia • Nyeri perut >>
kehamilan • Jaringan +
• Uterus lunak
Abortus komplit Sedikit-tidak ada Tertutup atau Lebih kecil dari usia • Sedikit atau
terbuka lunak kehamilan tanpa nyeri
perut
• Jaringan keluar
±
• Uterus kenyal
Abortus septik Perdarahan berbau Lunak Membesar, nyeri • Demam
tekan • leukositosis
Missed abortion Tidak ada Tertutup Lebih kecil dari usia • Tidak terdapat
kehamilan gejala nyeri
perut
• Tidak disertai
ekspulsi jaringan
konsepsi
130 & 131
132. Jenis Abortus
• Dua jenis abortus
– Abortus spontan dan abortus provokatus
• Abortus spontan
– terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis, disebut juga
keguguran (miscarriage)
• Abortus provokatus
– Sengaja sengaja dilakukan tindakan (Cunningham
dkk.,2010)
Abortus Provokatus: Bentuk
• Abortus provokatus medisinalis
– Dilakukan atas dasar indikasi vital
– Tindakan harus disetujui oleh tiga orang dokter yang merawat ibu
hamil (Dokter yang sesuai dengan indikasi penyakitnya, Dokter
anestesi, Dokter ahli Obstetri dan Ginekologi)
– Indikasi vital
• Penyakit ginjal, jantung, penyakit paru berat, DM berat,
karsinoma
• Janin • Janin
– Adanya gawat janin – Sama seperti pada ekstraksi
vakum
• Waktu
– Nullipara: 3 jam dengan anelgesi
lokal, 2 jam tanpa anelgesi lokal
– Multipara: 2 jam dengan anelgesi
lokal, 1 jam tanpa anelgesi lokal
135. Pil KB
• Apabila lupa minum pil KB satu hari minum
begitu ingat
• Apabila lupa minum pil KB dalam 2 hari
minum 2 pil sekaligus di hari saat ingat dan 2
pil lagi keesokan harinya
• Bila lupa minum lebih dari 2 hari gunakan
kondom saat berhubungan dan ganti dengan
kontrasepsi lain (kontrasepsi darurat)
136. Plasenta
Plasenta Previa
Previa
• Gejala dan Tanda
• Perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri serta berulang
• Darah: merah segar
• Bagian terbawah janin belum masuk PAP dan atau disertai dengan
kelainan letak karena letak plasenta previa berada di bawah janin
(Winkjosastro, 2002).
• Pemeriksaan
• Risiko plasenta akreta >> pada
kehamilan dengan plasenta
previa
• USG: >> lakuna plasenta pada 15-
20 minggu gambaran moth-
eaten atau swiss cheese
http://www.acog.org/Resources-And-Publications/Committee-Opinions/Committee-on-
Obstetric-Practice/Placenta-Accreta
137. Distosia Kelainan Tenaga
• His Normal: mulai dari fundus menjalar ke korpus, dominasi di fundus
dan disertai relaksasi yang merata
• Faktor predisposisi
– Primigravida, terutama primi tua
– Kelainan letak janin/disporposi fetopelviks
– Peregangan rahim yang berlebihan: gemeli, hidramnion
Inersia Uteri: Tatalaksana
1. Periksa keadaan serviks, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian
terbawah janin dan keadaan janin
G E J A L A & TA N DA TERAPI
• Syok • Reposisi dalam anestesi
• Fundus uteri sama sekali setelah syok teratasi
tidak teraba atau teraba • Bila plasenta belum lepas
lekukan pada fundus plasenta jangan dilepaskan
• Kadang tampak sebuah dulu sebelum reposisi
massa yang merah diluar dapat menimbulkan
vulva fundus yang
terbalik; atau teraba massa perdarahan banyak
berpermukaan kasar dalam • Reposisi dapat dilakukan
vagina manual atau operasi
• Perdarahan
139. Prolaps Uteri
Definisi
•Penurunan uterus dari posisi anatomis yang seharusnya
Komplikasi
•Keratinasi mukosa vagina dan portio, ulkus dekubitus, hipertrofi serviks,
gangguan miksi & stres inkontinensia, ISK, infertilitas, gangguan partus,
hemoroid, inkarserasi usus
140. Asam Folat dan Kehamilan
• Dosis
– Untuk defisiensi asam folat: 250-1000 mcg (microgram)
per hari
– Untuk wanita hamil dalam menghindari defek pada tube
nerual: Minimal 400 mcg asam folat per hari
– Wanita dengan riwayat kehamilan sebelumnya memiliki
komplikasi defek tube neural biasanya mengkonsumsi 4mg
asam folat per hari pada sebulan pertama sebelum
kehamilan dan diteruskan hingga 3 bulan setelah konsepsi
Spina bifida
141. Induksi & Akselerasi Persalinan
• Definisi
– Induksi: upaya menstimulasi uterus untuk memulai persalinan
– Augmentasi atau akselerasi: meningkatkan frekuensi, lama, dan
kekuatan kontraksi uterus dalam persalinan. (Saifuddin, 2002)
• Mekanik
– Kateter Transservikal (Kateter Foley)
– Dilator Servikal Higroskopik (Batang Laminaria)
– Stripping membrane
– Induksi Amniotomi
– Stimulasi putting susu
142. Kehamilan Ektopik Terganggu
• Kehamilan yang terjadi
diluar kavum uteri
• Gejala/Tanda:
– Riwayat terlambat
haid/gejala & tanda hamil
– Akut abdomen
– Perdarahan pervaginam
(bisa tidak ada)
– Keadaan umum: bisa baik
hingga syok
– Kadang disertai febris
– Tidak ada kantong gestasi
143. Mola Hidatidosa: Manifestasi Klinis
TIPE KOMPLIT T I P E PA R S I A L
• Perdarahan pervaginam • Seperti tipe komplit hanya
setelah amenorea lebih ringan
• Uterus membesar secara • Biasanya didiagnosis
abnormal dan menjadi lunak sebagai aborsi inkomplit/
• Hipertiroidism missed abortion
• Kista ovarium lutein • Uterus kecil atau sesuai usia
• Hiperemesis dan pregnancy kehamilan
induced hypertension
• Tanpa kista lutein
• Peningkatan hCG 100,000
mIU/mL
Mola Hidatidosa: Diagnosis
• Pemeriksaan kadar hCG
sangat tinggi, tidak sesuai usia
kehamilan
• Premenopause
• Pada akhir premenopause: respon ovarium thd FSH << kadar estrogen <<
• Perimenopause
• Kadar estrogen menurun drastis gejala premenopause: hot flashes, vagina kering,
keringat malam, dan libido <<
• Menopause
• Gejala: hot flashes, keringat malam, vagina kering, mood swing, libido <<, BB >>, nyeri
kepala, keriput, depresi, menstruasi tidak teratur/berhenti
http://www.menopause-faq.com/premenopause-signs-and-symptoms.htm
146. Indikasi SC (Mochtar R, 2002: 118)
Indikasi Ibu
•Plasenta previa sentralis/lateralis (posterior)/totalis, CPD, partus lama, ruptur uteri
mengancam, partus tak maju, distosia serviks. pre-eklampsia dan hipertensi, disfungsi uterus,
distosia jaringan lunak
Indikasi Janin
•Letak lintang, letak bokong, presentasi rangkap bila reposisi tidak berhasil, presentasi dahi dan
muka (letak defleksi) bila reposisi dengan cara-cara lain tidak berhasil
•Gemelli menurut Eastman, sectio caesarea dianjurkan
– Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu (shoulder presentation)
– Bila terjadi interlok (locking of the twins)
– Distosia oleh karena tumor
– Gawat janin
Kelainan Uterus
•Uterus arkuatus
•Uterus septus
•Uterus duplekus
• Terdapat tumor di pelvis minor yang mengganggu masuk kepala janin ke pintu atas panggul
147. Hipotiroid dan Kehamilan
• Gejala
– Rasa lelah, kenaikan BB, konstipasi (serupa dengan gejala
hamil)
• Pada kehamilan
– Thyroid binding globulin meningkat akibat kenaikan kadar
estrogen penyesuaian dosis levotiroksin: kadar >>
http://www.aafp.org/afp/2014/0215/p273.html
148. Palpasi Leopold
1. Leopold I: Mengetahui letak fundus uteri dan bagian lain yang terdapat pada
bagian fundus uteri
2. Leopold II: Menentukan punggung dan bagian kecil janin di sepanjang sisi
maternal
3. Leopold III: Membedakan bagian persentasi dari janin dan sudah masuk dalam
pintu panggul
4. Leopold IV: Mengetahui sejauh mana bagian presentasi sudah masuk PAP dan
Memberikan informasi tentang bagian presentasi: bokong atau
kepala,sikap/attitude, (fleksi atau ekstensi), dan station (penurunan bagian
presentasi)
149. Partus Lama
• Definisi (Syarifuddin, AB.,2002)
– Fase laten lebih dari 8 jam
– Persalinan telah berlangsung 12 jam/ lebih, bayi belum lahir
– Dilatasi serviks dikanan garis waspada persalinan aktif
• Etiologi
– Kelainan letak janin
– Kelainan-kelainan panggul
– Kelainan his
– Pimpinan partus yang salah
– Janin besar atau ada kelainan kongenital
– Primitua
– Perut gantung, grandemulti
– Ketuban pecah dini
150. Kala II Persalinan
• Dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir
dengan lahirnya bayi. Disebut sebagai kala pengeluaran bayi
http://www.cdc.gov/parasites/toxoplasmosis/health_professionals/
153. Cracked Nipple
• Perawatan puting payudara
– Jangan digosok terlalu keras atau menggunakan sabun
meningkatkan kekeringan dan iritasi
– Apabila basah/terlalu lembab diangin-anginkan
• Tatalaksana
– Gunakan ASI/lanolin/krim untuk melembabkan
– Tetap susui bayi
– Gunakan nipple shield sebagai alternatif terakhir karena
dapat mengurangi produksi ASI
154. Karakteristik beberapa IMS
Penyakit/Pemeriksa Karakteristik Gambaran
an
Gonorrhea/Gram Duh purulen kadang-kadang disertai darah.
Diplokokus gram negatif.
Alternatif:
Ceftizoxime (500 mg IM, SD) atau
Cefotaxime (500 mg IM, SD) atau
Spectinomycin (2 g IM, SD)
Atau Cefotetan (1 g IM, SD) + probenecid (1 g PO,
SD) atau
Cefoxitin (2 g IM, SD) + probenecid (1 g PO, SD)
Longo DL. Harrison’s principles of internal medicine, 18th ed. McGraw-Hill;2012.
157. KPD: Tatalaksana
KETUBAN PECAH DINI
MASUK RS
• Antibiotik
• Batasi pemeriksaan dalam
• Observasi tanda infeksi & fetal distress
PPROM
• Observasi:
PROM
• Temperatur
• Fetal distress
• Kelainan Obstetri
Kortikosteroid
• Fetal distress
Letak Kepala
• Letak sungsang
• CPD
• Riwayat obstetri buruk Indikasi Induksi
• Grandemultipara • Infeksi
• Elderly primigravida • Waktu
• Riwayat Infertilitas
• Persalinan obstruktif
Berhasil
• Persalinan pervaginam
Gagal
Sectio Caesarea • Reaksi uterus tidak ada
• Kelainan letak kepala
• Fase laten & aktif memanjang
• Fetal distress
• Ruptur uteri imminens
• CPD
158. KISTA BARTHOLIN
Kelenjar Bartholin: Kista Duktus Bartholin:
• Bulat, kelenjar seukuran kacang • Kista yang paling sering
terletak didalam perineum pintu
masuk vagina arah jam 5 & jam 7 • Disebabkan oleh obstruksi
• Normal: tidak teraba sekunder pada duktus akibat
• Duktus: panjang 2 cm & terbuka inflamasi nonspesifik atau
pada celah antara selaput himen trauma
& labia minora di dinding lateral
posterior vagina • Kebanyakan asimptomatik
159. Pemeriksaan pada Plasenta Previa
• Pemeriksaan luar
– Bagian terbawah janin biasanya belum masuk PAP, ada kelainan letak janin
– Pemeriksaan inspekulo: perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum
• USG
– Biometri janin, indeks cairan amnion, kelainan kongenital, letak dan derajat
maturasi plasenta. Lokasi plasenta sangat penting karena hal ini berkaitan
dengan teknik operasi yang akan dilakukan
• Laboratorium
– Darah perifer lengkap
– Bila dilakukan PDMO atau operasi, perlu diperiksa faktor pembekuan darah,
waktu perdarahan dan gula darah sewaktu pemeriksaan lainnya dilakukan
atas indikasi medis
160. Medikamentosa Kehamilan: TT
• Didahului dengan skrining untuk mengetahui jumlah dosis dan status) imunisasi TT
yang telah diperoleh selama hidupnya
• Pemberian tidak ada interval maks, hanya terdapat interval min antar dosis TT
• Jika ibu belum pernah imunisasi atau status imunisasinya tidak diketahui, berikan
dosis vaksin (0,5 ml IM di lengan atas) sesuai tabel berikut
• Penanganan
– Pengeluaran plasenta secara manual
– Kuretase
– Uterotonika
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/150/jtptunimus-gdl-fujifatmaw-7485-2-babii.pdf
162. KB Hormonal dan Menopause
http://lib.unnes.ac.id/2137/1/4249.pdf
163. MH pada Kehamilan
• MH tereksaserbasi selama kehamilan harus
diterapi
• WHO: standar rejimen pengobatan MH dapat
dilanjutkan selama kehamilan dan masa
menyusui
• * Thalidomid
– Dulu digunakan untuk tatalaksana hiperemesis
gravidarum
– Peningkatan insiden cacat kongenital (t.u amelia)
http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Jh2988e/10.html
164. Kontrasepsi AKDR
• Efektifitasnya tinggi (0,6-0,8 % kehamilan)
• Efektif segera setelah pemasangan
• Metode jangka panjang ( 10 tahun proteksi dari CuT -380A dan
tidak perlu diganti)
• Tidak mempengaruhi hubungan seksual
• Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk
hamil
• Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380A)
• Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
• Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus
(bila tidak terjadi infeksi)
• Digunakan pada usia produktif (15-49 tahun) sampai menopause
(1 tahun atau lebih setelah haid terakhir )
• Tidak ada interaksi dengan obat-obat
165. Pre Eklampsia & Eklampsia: Kejang
• Pencegahan dan Tatalaksana Kejang
– Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD
• MgSO4
– Eklampsia untuk tatalaksana kejang
– PEB pencegahan kejang
• Dosis
– MgSO4 IV: 4 gram selama 20 menit untuk dosis awal
lanjutkan 6 gram selama 6 jam untuk dosis rumatan
– MgSO4 IM: 5 gram pada bokong kiri dan 5 gram pada bokong
kanan
• Syarat pemberian MgSO4
– Terdapat refleks patella, tersedia kalsium glukonas, dan jumlah
urin minimal 0,5 ml/kgBB/jam
Indikasi Janin
•Letak lintang, letak bokong, presentasi rangkap bila reposisi tidak berhasil, presentasi dahi dan
muka (letak defleksi) bila reposisi dengan cara-cara lain tidak berhasil
•Gemelli menurut Eastman, sectio caesarea dianjurkan
– Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu (shoulder presentation)
– Bila terjadi interlok (locking of the twins)
– Distosia oleh karena tumor
– Gawat janin
Kelainan Uterus
•Uterus arkuatus
•Uterus septus
•Uterus duplekus
• Terdapat tumor di pelvis minor yang mengganggu masuk kepala janin ke pintu atas panggul
167. Hipertiroid pada Kehamilan
• DOC (PTU dan methimazole)
– PTU (utama)
• Efek teratogenik <<
• Efek samping: Hipotiroid pada janin
– Methimazole (jarang digunakan di Indonesia)
• efek teratogenik berupa sindrom teratogenik ‘embriopati
metimazole’ yang ditandai dengan atresi esofagus atau koanal
• Β blocker (propanolol)
– Mengurangi gejala akut hipertiroid
– Efek samping pada kehamilan akhir: hipoglikemia pada
neonatus, apnea, dan bradikardia yang biasanya bersifat
transien dan tidak lebih dari 48 jam
– Dibatasi sesingkat mungkin dan dalam dosis rendah (10-15
mg per hari)
Abalovich M, Amino N, Barbour LA, Cobin RH, Leslie J, Glinoer D, et al. Management of Thyroid Dysfunction during Pregnancy and
Postpartum. J. Endocrinol. Metabolism. 2007; 92(8): S1-S47
168. Kandidosis Vagina
• Gejala
– Mengenai mukosa vulva (labia minora) dan vagina.
– Bercak putih, kekuningan, heperemia, leukore seperti
susu pecah, dan gatal hebat
– Dapat meluas ke kulit sekitar: lesi madidans dan satelit
– Dapat mengakibatkan infeksi saluran kemih
169. Pre Eklampsia & Eklampsia
• Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik
– Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum
usia kehamilan 20 minggu)
– Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau
trombosit <100.000 sel/uL pada usia kehamilan > 20
minggu
• Eklampsia
– Kejang umum dan/atau koma
– Ada tanda dan gejala preeklampsia
– Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,
perdarahan subarakhnoid, dan meningitis)
MAL Mulai segera • Manfaat kesehatan bagi ibu • Harus benar-benar ASI eksklusif
dan bayi • Efektivitas berkurang jika sudah
mulai suplementasi
Kontrasepsi • Jangan sebelum 6-8mg • Akan mengurangi ASI • Merupakan pilihan terakhir bagi
Kombinasi pascapersalinan • Selama 6-8mg pascapersalinan klien yang menyusui
• Jika tidak menyusui mengganggu tumbuh • Dapat diberikan pada klien dgn
dapat dimulai 3mg kembang bayi riw.preeklamsia
pascapersalinan • Sesudah 3mg pascapersalinan
akan meningkatkan resiko
pembekuan darah
Kontrasepsi • Bila menyusui, jangan • Selama 6mg pertama • Perdarahan ireguler dapat
Progestin mulai sebelum 6mg pascapersalinan, progestin terjadi
pascapersalinan mempengaruhi tumbuh
• Bila tidak menyusui kembang bayi
dapat segera dimulai • Tidak ada pengaruh pada ASI
AKDR • Dapat dipasang • Tidak ada pengaruh terhadap • Insersi postplasental
langsung ASI memerlukan petugas terlatih
pascapersalinan • Efek samping lebih sedikit khusus
pada klien yang menyusui
Kondom/Sper • Dapat digunakan setiap Tidak pengaruh terhadap laktasi Sebaiknya dengan kondom dengan
misida saat pascapersalinan pelicin
171. Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
Gejala dan tanda Gejala dan tanda yang Diagnosis
yang selalu ada Kadang-kadang ada kemungkinan
• Plasenta belum lahir setelah 30 menit • Tali pusat putus akibat traksi Retensio plasenta
• Perdarahan segera (P3) berlebihan
• Uterus kontraksi baik • Inversio uteri akibat tarikan
• Perdarahan lanjutan
• Pemeriksaan abdominal
• Pemeriksaan perineal
• Pemeriksaan spekulum untuk serviks dan
vagina
• Pemeriksaan bimanual
• Pemeriksaan plasenta
173. Hiperemesis Gravidarum
Emesis gravidarum:
• NVP without complication, frequency is usually <5 x/day
• 70% of patients: Began between the 4th and 7th menstrual week
• 60% of patients: resolution by 12 weeks . 99% of patienst by 20 weeks
Grade 1 Low appetite, epigastrial pain, weak, pulse 100 x/min, systolic BP low, signs of
dehydration (+)
Grade 2 Apathy, fast and weak pulses, icteric sclera (+), oliguria, hemoconcentration,
aceton breath
Grade 3 Somnolen – coma, hypovolemic shock, Wernicke encephalopathy.
1. http://student.bmj.com/student/view-article.html?id=sbmj.c6617. 2. http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview#a0104. 3.
Bader TJ. Ob/gyn secrets. 3rd ed. Saunders; 2007. 4. Mylonas I, et al. Nausea and Vomiting in Pregnancy. Dtsch Arztebl 2007; 104(25): A 1821–6.
174. Kehamilan Gemelli: Diagnosis
Anamnesis
• Ibu mengatakan perut tampak lebih buncit dari seharusnya
umur kehamilan
• Gerakan janin lebih banyak dirasakan ibu hamil
• Uterus terasa lebih cepat membesar
• Pernah hamil kembar atau terdapat riwayat keturunan