Anda di halaman 1dari 1216

OPTIMA PREPARATION

SEMINAR BATCH III 2020


PA R T I
| DR. SEPRIANI | DR. YOLINA | DR. CEMARA |
| DR. AARON | DR. CLARISSA | DR. OKTRIAN | DR. REZA |
ILMU KESEHATAN
ANAK
1
• Bayi usia gestasi 28 minggu lahir secara SC
• Dua jam pasca dilahirkan, bayi mengalami
asfiksia berat.
• Pemeriksaan foto dada menunjukkan gambaran
granular, reticular, dan air bronkogram.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  HYALINE MEMBRANE DISEASE
JAWABAN:
C. HYALINE MEMBRANE DISEASE
• Pada soal bayi dgn usia gestasi 28 minggu
(<34 minggu)  risiko imaturitas paru dan
defisiensi surfaktan
• Bayi mengalami asfiksia berat + gambaran
Ro thoraks  retikulogranular (dengan kata
lain groundglass) + air bronkogram  dari
Faktor risiko, gejala, dan PX radiologi
menunjang diagnosis Hyaline Membran
Disease
• Sudden infant death syndrome  istilah yang digunakan untuk
menggambarkan kematian bayi yang tiba-tiba dan tidak terduga di bawah 1
tahun yang penyebabnya tidak jelas (meskipun setelah dilakukan autopsy,
review Riwayat klinis, dan penyelidikan di tempat kejadian). Kematian ini
sering terjadi selama tidur atau di area tidur bayi.
• Pneumonia neonatal  biasanya terdapat risiko infeksi perinatal, misalnya
korioamnionitis. Biasanya memiliki gejala ke arah distress pernapasan dan
sepsis
• Tuberkulosis kongenital  TB pada neonatus dengan penularan yang
dialami secara hematogen via vena umbilical, atau saat persalinan akibat
menelan cairan amnion/ secret servikovaginal, biasanya memiliki gejala
sepsis, distress napas, hepatomegaly, dan BBLR
• Penyakit jantung kongenital  biasanya memiliki onset gejala > 6 jam
setelah lahir, banyak diantaranya memiliki murmur, atau kelainan jantung
lainnya seperti gallop, perbedaan TD di keempat ekstrimitas
HMD
• Gangguan pernapasan yang disebabkan imaturitas paru dan defisiensi
surfaktan, terutama terjadi pada neonatus usia gestasi<34 minggu atau
berat lahir <1500 gram
• Gejala Klinis
– Sesak, merintih, takipnea, retraksi interkostal dan subkostal, napas
cuping hidung, dan sianosis yang terjadi dalam beberapa jam
pertama kehidupan.
– Bila gejala tidak timbul dalam 8 jam pertama kehidupan, adanya PMH
dapat disingkirkan.
• Sel kuboid yang disebut sel septal atau alveolar besar atau pneumosit
tipe II menghasilkan surfaktan untuk menurunkan tegangan permukaan
dan mempertahankan bentuk dan besar alveolus
• Terapi:
• Endotracheal (ET) tube
• Continuous positive airway pressure (CPAP)
• Surfactant replacement
• Broad spectrum antibiotic (Ampicillin) stop if there is no proof of infection
KLASIFIKASI HMD

Derajat I, Bercak retikulogranuler dengan air Derajat II, Bercak retikulogranular menyeluruh dengan
bronchogram air bronchogram

Derajat III, Opasitas lebih jelas, dengan Derajat IV, Seluruh lapangan paru terlihat putih (opak),
airbronchogram lebih jelas meluas kecabang di perifer. Tidak tampak airbronchogram, jantung tak terlihat,
Gambaran jantung menjadi kabur. disebut juga “White lung”
Distres Pernapasan pada Neonatus
KELAINAN GEJALA
Biasanya pada bayi matur, pertumbuhan janin terhambat, terdapat
Sindrom aspirasi staining mekonium di cairan amnion dan kulit, kuku, atau tali pusar.
mekonium Pada radiologi tampak air trapping dan hiperinflasi paru, patchy
opacity, terkadang atelektasis.
Pada bayi prematur, pada bayi dengan ibu DM atau kelahiran SC,
Respiratory distress
gejala muncul progresif segera setelah lahir. Pada radiologi tampak
syndrome (penyakit
gambaran diffuse “ground-glass” or finely granular appearance, air
membran hyalin)
bronkogram, ekspansi paru jelek.
Biasanya pada bayi matur dengan riwayat SC. Gejala muncul setelah
Transient tachypnea of lahir, kemudian membaik dalam 72 jam pasca lahir. Pada radiologi
newboorn tampak peningkatan corakan perihilar, hiperinflasi, lapangan paru
perifer bersih.

Terdapat risiko pneumonia (KPD, demam pada ibu, cairan amnion


Pneumonia neonatal berbau, dsb). Gejala meliputi gejala distress dan gejala sepsis.
Gambaran radiologis : Diffuse, relatively homogeneous infiltrates

Asfiksia perinatal
Asidemia pada arteri umbilikal, Apgar score sangat rendah, terdapat
(hypoxic ischemic
kelainan neurologis, keterlibatan multiorgan
encephalopathy)
2
• Anak laki-laki berusia 4 tahun dengan keluhan bercak biru yang terjadi
secara spontan pada sendi lutut kiri.
• Pernah mengalami perdarahan yang lama berhenti ketika suntik
imunisasi.
• Pada pemeriksaan diperoleh hemarthrosis, tanpa perdarahan yang
jelas.
• Laboratorium darah Hb 14 g/dL, leukosit 8,000/mL, trombosit
225,000/mL.

JENIS KELAINAN…
DIAGNOSIS  SUSPEK HEMOFILIA
JAWABAN:
C. KOAGULASI
• Pernah mengalami perdarahan yang lama berhenti ketika
suntik imunisasi  Riwayat perdarahan sebelumnya
• Keluhan bercak biru spontan sendi lutut kiri hemarthrosis
 tanda perdarahan profunda.
• Perdarahan profunda lebih mengarahkan kecurigaan pada
gangguan koagulasi, sedangkan perdarahan superfisial
seperti ekimosis lebih mengarah pada gangguan
hemostasis primer (agregasi platelet)
• Jenis kelamin laki-laki  ada kemungkinan gangguan
koagulasinya berupa hemofilia
• Trombosit 225,000/mL  normal, bukan merupakan
gangguan kuantitatif trombosit
• Kuantitatif trombosit (misalnya pada kelainan liver,
uremia, platelet release disorder) dan kualitatif
trombosit (kelainan dalam jumlah trombosit, misalnya
ITP) merupakan gangguan pada hemostasis primer
(proses agregasi platelet) dengan manifestasi
perdarahan superfisial
• Trombosis  proses pembentukan thrombus dalam
pembuluh darah, misalnya pada kasus DVT, STEMI
• Pembuluh darah  gangguan hemostasis akibat
patensi pembuluh darah contohnya pada kasus scurvy
dan
Spontaneous bleeding
(without injury)

SUPERFICIAL, MULTIPLE DEEP, SOLITARY


petechiae, hematoma,
purpura, hemarthrosis
ecchymoses

platelet disorder coagulation disorder


Kuliah Hemostasis FKUI.
Simple schematic diagram to diagnose hemostasic disorders

Kuliah Hemostasis FKUI.


Finding Disorders of Coagulation Disorders of Platelets or
Vessels
Petechiae Rare Characteristic
Deep dissecting Characteristic Rare
hematomas
Superficial ecchymoses Common; usually large Characteristic; usually
and small and
solitary multiple
Hemarthrosis Characteristic Rare
Delayed bleeding Common Rare
Sex of patient 80–90% of inherited forms Relatively more common
occur only in male patients in females
Positive family history Common Rare (exc. vWF , hereditary
hemorr.
telangiectasia)
3
• Seorang bayi usia 20 bulan mengalami muntah dan
berak lebih dari 10 kali per hari sejak 2 hari yang lalu,
tanpa ada lendir maupun darah.
• Dari pemeriksaan fisik didapatkan mata cekung, turgor
menurun, anak tampak malas minum, dan terlihat
letargi.
TEMUAN YANG SESUAI…
DIAGNOSIS  DIARE AKUT DEHIDRASI BERAT
JAWABAN:
A. PENINGKATAN VISKOSITAS DARAH
• Pasien 20 bulan muntah dan BAB lebih dari 10
kali per hari 2 hari yll  diare akut
• Dari pemeriksaan fisik didapatkan mata
cekung, turgor menurun, anak tampak malas
minum, dan terlihat letargi  dehidrasi berat
• Pada diare akut dengan dehidrasi berat terjadi
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)
terutama jika berlanjut pada syok hipovolemik
karena berkurangnya cairan dalam pembuluh
darah  menyebabkan peningkatan viskositas
darah
• Penurunan viskositas bisa terjadi pada kasus
penurunan hematokrit, berkebalikan dengan
peningkatan hematokrit yang menyebabkan
kenaikan viskositas darah
• Penurunan tekanan onkotik plasma biasanya
terjadi akibat penurunan kadar albumin dalam
darah
Viskositas Darah
• Viskositas dapat didefinisikan sebagai resistensi dari suatu cairan
terhadap aliran/flow.
• Resistensi yang ada dlm sirkulasi darah timbul akibat gesekan
antara elemen darah itu sendiri maupun antara lumen pembuluh
darah dengan darah.
• Viskositas darah bervariasi secara fisiologis karena perbedaan
hereditas, jenis kelamin, dan geografi.
• Viskositas darah terutama ditentukan oleh kadar hematokrit,
viskositas plasma, dan deformabilitas dan agregasi sel darah
merah.
• Hemokonsentrasi akibat pergeseran cairan yang keluar dari
pembuluh darah bisa menyebabkan peningkatan viskositas darah
Viskositas Darah
• Blood viscosity primarily determined by hematocrit levels and
plasma viscosity (plasma viscosity is determined mainly by the
concentration of plasma proteins).
• The deformability and aggregation of erythrocytes and the
interaction between blood cells are also important contributing
factors (increased erythrocyte deformability, decreased
erythrocyte aggregation caused decrease in blodd viscosity)
• Cholesterol and triglyceride levels were positively related to
blood viscosity; obesity, high sodium intake and aging also
increased blood viscosity.

https://link.springer.com/content/pdf/10.1007/s11434-012-5165-4.pdf
Viskositas Darah
• Men have a significantly higher blood viscosity than women due
to differences in hematocrit and the deormability and
aggregation of erythrocytes
• Geographical factors also affect blood viscosity. Compared with
low-altitude residents, high altitude-residents have higher levels
of hematocrit, blood viscosity, blood flow, and circulating nitric
oxide (NO) products
• Another factor that influences blood viscosity is temperature.
When blood gets cold, it becomes "thicker" and flows more
slowly. Therefore, there is an inverse relationship between
temperature and viscosity.

https://link.springer.com/content/pdf/10.1007/s11434-012-5165-4.pdf
4
• Seorang anak perempuan 9 tahun mengalami gusi
sering bengkak dan mudah berdarah disertai dengan
luka yang lama sembuh.
• Pada pemeriksaan fisik didapatkan hiperkeratosis
dan ekimosis perifolikular dan corkscrew hair pada
bulu tubuh.
DEFISIENSI VITAMIN…
DIAGNOSIS  SCURVY
JAWABAN:
B. VITAMIN C
• Keluhan gusi bengkak + mudah berdarah
disertai dengan luka yang lama sembuh +
hiperkeratosis dan ekimosis perifolikular +
corkscrew hair pada bulu tubuh  gejala
klinis defisiensi vitamin C, yang disebut
dengan scurvy
• Luka lama sembuh disebabkan karena
defisiensi Vitamin C mengganggu sintesis
dari kolagen dan jaringan ikat
• Defisiensi Vitamin A  menyebabkan
xeroftalmia
• Defisiensi Vitamin E  menyebabkan gangguan
neurologis (degenerasi spinocerebellar)
• Defisiensi vitamin B  tergantung dari jenis
vitamin B, misa defisiensi B1 menyebabkan
beri-beri, defisiensi vitamin B3 menyebabkan
pellagra
• Defisiensi Vitamin D  pada anak-anak
menyebabkan rakhitis
Scurvy
• Diakibatkan oleh defisiensi vitamin C
• Vit. C  Redox agent  mereduksi ion metal dan
membuang radikal bebas  memproteksi DNA,
protein, dan pembuluh darah dari radikal bebas
• Vit. C  triple helix formation dari kolagen 
defisiensi vit. C  gangguan sintesis kolagen
• Sintesis kolagen terganggu  poor wound healing
 area yang terkena: dentin, kulit, kartilago,
osteoid, dan pembuluh darah kapiler
Scurvy: Gejala Klinis
- follicular hyperkeratosis and - Cardiorespiratory symptoms,
perifollicular hemorrhage, with including dyspnea, hypotension,
petechiae and coiled hairs and sudden death have been
- Generalized systemic symptoms reported
are weakness, malaise, joint - Characteristic findings on
swelling, arthralgias, anorexia, magnetic resonance imaging
depression, neuropathy, and (MRI) are sclerotic and lucent
vasomotor instability metaphyseal bands, with
- Anemia periosteal reaction and adjacent
- impaired wound healing soft-tissue edema
- Ptekiae & ecchymoses
- gingivitis (with bleeding and
receding gums and dental
caries)
The gingival swelling and dusky color just above
two of the teeth indicate hemorrhage into the
gums of this patient with poor dentition. The
gingival abnormalities of scurvy occur only in the
presence of teeth, which presumably provide
portals of entry for microbes into the gums. One
hypothesis suggests that vitamin C deficiency
impairs neutrophil-mediated killing of bacteria,
leading to chronic gingivitis, which is then
complicated by bleeding from the fragile vessels
characteristic of scurvy.

Periodontal images of the patient


taken before periodontal treatment.
Extensive gingival overgrowth with
severe periodontal inflammation was
observed in the maxillary and
mandibular arches at the first visit
(July, 2008). Image from open access
article Omori K, Hanayama Y, Naruishi
K, Akiyama K, Maeda
Hair shaft abnormalities in scurvy. Some hairs are
bent in one or more places, creating the “swan-
neck” deformity. Some are coiled into
“corkscrew” hairs. These abnormalities probably
result from increased disulfide cross-linking of
hair keratins.

Anteroposterior radiograph of the lower


extremities shows ground-glass osteopenia, a
characteristic of scurvy.
In this example, the perifollicular
hyperkeratotic papules are quite
prominent, with surrounding
hemorrhage. These lesions have
been misinterpreted as "palpable
purpura," leading to the mistaken
clinical diagnosis of vasculitis.

Perifollicular hemorrhage
Tatalaksana Scurvy
- Jus jeruk setiap hari selama 7 hari
- Asam askorbat 3-5x100 mg/ hari sampai tercapai dosis
total 4 gram
- Asam askorbat sekali minum hanya boleh 100 mg karena
kemampuan usus dalam menyerap hanya 100 mg dalam
satu waktu
- Diet dengan kandungan vitamin C yang cukup
 Bayi 0-6 bulan: 40 mg/hari
 Bayi 7-12 bulan: 50 mg/hari
 Anak 1-3 tahun: 15 mg/hari
 Anak 4-8 tahun 25 mg/hari
5
• Anak 3 tahun keluhan lemas dan tampak pucat.
• PF ditemukan hepatomegali, splenomegali.
• Pemeriksaan laboratorium didapatkan gambaran anemia
mikrositik hipokrom.
• Riwayat mendapatkan transfusi darah berulang.
• Foto Rontgen didapatkan hair on end.

PX YG MENDUKUNG DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  THALASSEMIA
JAWABAN:
C. KADAR BILIRUBIN INDIREK DLM DARAH MENINGKAT
• Anak 3 tahun lemas pucat + PF ditemukan
hepatomegali, splenomegaly (organomegali) + lab
anemia mikrositik hipokrom + Riwayat
mendapatkan transfusi darah berulang + Ro hair
on end  curiga Thalassemia
• Thalasemia termasuk ke dalam anemia hemolisis
sehingga akan ditemukan peningkatan bilirubin
indirek dalam darah
• Peningkatan kadar B2  tidak ditemukan pada thalasemia
• Kadar urobilinogen urin menurun  karena merupakan ikterik
prehepatik, kadar urobilinogen urin seharusnya meningkat
• Penurunan kadar B1  tidak ditemukan pada thalasemia
• Peningkatan leukosit  Talasemia tidak secara langsung
memengaruhi leukosit dan. Jika terdapat temuan leukositosis pd
thalassemia, bisa dipikirkan 3 hal: 1. terdapat infeksi; 2.
Peningkatan jumlah neutrofil secara kronis, karena alasan yang
tidak selalu jelas (biasanya pada thalassemia mayor); 3. Alat
penghitung sel laboratorium mungkin salah mengklasifikasikan
eritrosit berinti (eritrosit muda) sebagai leukosit
Ikterus

Fundamentals of urine & body fluid analysis. 3rd ed. 2013.


Ikterus

Fundamentals of urine & body fluid analysis. 3rd ed. 2013.


ANAMNESIS + TEMUAN KLINIS

• Pucat kronik
• Hepatosplenomegali
• Ikterik
• Perubahan penulangan
• Perubahan bentuk wajah
 facies cooley
• Hiperpigmentasi kulit
akibat penimbunan besi
• Riwayat keluarga +
• Riwayat transfusi
• Ruang traube terisi
• Osteoporosis
• “Hair on end” pd foto
kepala
Diagnosis thalassemia
(cont’d)
• Pemeriksaan darah
– CBC: Hb , MCV , MCH , MCHC , Rt ,
RDW  
– Apusan darah: mikrositik, hipokrom,
anisositosis, poikilositosis, sel target,
fragmented cell, normoblas +, nucleated
RBC, howell-Jelly body, basophilic
stippling
– Hiperbilirubinemia
– Tes Fungsi hati abnormal (late findings
krn overload Fe)
– Tes fungsi tiroid abnormal (late findings
krn overload Fe)
– Hiperglikemia (late findings krn overload
Fe)

• Analisis Hb peripheral blood smear of patient with homozygous beta

– HbF , HbA2 n/, Tidak ditemukan HbA, thalassemia with target cells, hypochromia, Howell-Jolly
bodies, thrombocytosis, and nucleated RBCs.Image from
Hb abnormal (HbE, HbO, dll), Jenis Hb Stanley Schrier@ 2001 in ASH Image Bank 2001;
doi:10.1182/ashimagebank-2001-100208)
kualitatif
6
• Anak 3 tahun keluhan lemas dan tampak pucat.
• PF ditemukan hepatomegali, splenomegali.
• Pemeriksaan laboratorium didapatkan gambaran anemia
mikrositik hipokrom.
• Riwayat mendapatkan transfusi darah berulang.
• Foto Rontgen didapatkan hair on end.

PENYEBAB HAIR ON END…


DIAGNOSIS  THALASSEMIA
JAWABAN:
A. HIPERPLASIA DARI SUMSUM TULANG KRANIAL YANG
BERLEBIHAN UNTUK MEMPRODUKSI ERITROSIT
• Anak 3 tahun lemas pucat + PF ditemukan
hepatomegali, splenomegaly (organomegali) + lab
anemia mikrositik hipokrom + Riwayat mendapatkan
transfusi darah berulang + Ro hair on end  curiga
Thalassemia
• Foto Rontgen didapatkan hair on end  ditemukan
pada thalassemia akibat: hemolisis kronik 
hyperplasia sumsum tulang dari tulang kranial 
ruang diploic menebal, destruksi trabekula dengan
penebalan trabekula yang tersisa long, thin vertical
striations that resemble hairs standing on end
• Hemolisis kronik menyebabkan meningkatnya aktivitas
osteoblast  tidak ada hubungannya, justru thalassemia bisa
menyebabkan osteoporosis
• Kerusakan tulang akibat deposit rantai alfa globin  tidak tepat,
kelainan tulang pada thalassemia bisa disebabkan hyperplasia
sumsum tulang (menyebabkan hair on end, facies cooley, dan
osteoporosis)
• Penurunan kadar vitamin D  tidak menyebabkan hair on end
• Peningkatan bilirubin indirek  tidak menyebabkan gambaran
hair on end
Hepatosplenomegali & Ikterik

Pucat

Hair on End

Hair on End & Facies Skully

Excessive iron in a bone marrow preparation


Hair on End Appearance
• The radiographic features are due to marrow hyperplasia in response to
anaemia.
• The hair‐on‐end sign is a finding seen in the diploic space on skull radiographs
and has the appearance of long, thin vertical striations that resemble hairs
standing on end.
• The bony alterations are due to overactivity of the red marrow This marrow
hyperplasia widens the diploic space and thins the outer table.
• There is trabecular destruction with thickening of the residual trabeculae.
• The trabecular pattern within the diploe is sometimes perpendicular to the
curvature of the cranial vault.
• The alternating opaque, thickened trabeculae and radiolucent hyperplastic
marrow produce the hair‐on‐end appearance.

https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/j.1365-2141.2008.07404.x
Diploic Space
• The diploic space is the medullary
cavity of the skull (marrow-
containing area in the skull vault
between the inner and outer layers
of compact/dense bone) and a
location of normal physiologic
hematopoiesis in adults.
• Thus, expansion of this structure
most commonly occurs in the
setting of chronically increased
intramedullary hematopoiesis. The
widened appearance is most
commonly bilateral.
Hair‐on‐end appearance of the skull is a
characteristic feature of chronic haemolysis
usually seen in patients with thalassaemia and
sickle cell anaemia. It results from accentuated
vertical trabeculae between the inner and outer
tables of the skull because of excessive bone
marrow hyperplasia.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2082904/
7
• Anak laki-laki 5 tahun dgn pemeriksaan fisik ditemukan
thrill sistolik pada perabaan di parasternal kiri bawah
dan terdapat murmur pansistolik.
• Hasil pemeriksaan foto dada tampak pembesaran ruang
ventrikel kiri dan kanan, serta atrium kiri.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  VSD
JAWABAN:
C. VSD
• Anak dengan thrill sistolik + murmur pansistolik
pada perabaan di parasternal kiri bawah 
Pemeriksaan fisik sesuai dengan PJV ventricular
septal defect (VSD)
• Foto dada RVH + LVH + LAE  mendukung
pembesaran ruangan jantung sesuai VSD
• Dari PF dan RO, dapat disimpulkan jika ps
mengalami VSD
• Tetralogi fallot  murmur ejeksi sistolik, RO
sepatu boot
• ASD  wide fixed splitting S2, RO berupa RAE +
LAE + RVH
• Insufisiensi katup aorta  murmur diastolik ICS
2 sebelah kanan
• Stenosis katup mitral  murmur diastolik pada
apeks
Ventricular Septal Defect
VSD:
Pathophysiology & Clinical Findings
Pansystolic murmur & thrill
Flow across VSD
over left lower sternum.

If defect is large  3rd heart sound


Over flow across mitral valve
& mid diastolic rumble at the apex.

ECG: Left ventricular hypertrophy or


biventricular hypertrophy,
LA, LV, RV volume overload peaked/notched P wave
Ro: gross cardiomegaly

Dyspnea, feeding difficulties, poor


High systolic pressure & high growth, profuse perspiration,
pneumonia, heart failure.
flow to the lungs 
pulmonary hypertension Duskiness during crying or infection
Ph/: increased of 2nd heart sound

1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.


VSD

• Pada VSD akan


terlihat kardiomegali
terutama
pembesaran kedua
ventrikel, atrium kiri
dan artery pulmoner
• Juga peningkatan
corak bronkovaskular

Nelson’s textbook of pediatrics. 19th ed


8
• Anak perempuan 6 bulan dikeluhkan 2 bulan menderita
diare yang tak kunjung sembuh.
• Feses tidak disertai lender dan darah.
• Diare mulai ketika anak mendapatkan makanan
pendamping ASI dan susu formula.
• Feses bersifat asam dan reaksi benedict (+).
PENYEBAB DIARE…
DIAGNOSIS  DIARE AKUT
JAWABAN:
D. INTOLERANSI LAKTORA
• Anak 6 bulan diare kronik 2 bulan
• Feses tidak disertai lender dan darah  bukan disentri
• Diare mulai ketika anak mendapatkan makanan
pendamping ASI dan susu formula  makanan
mengandung laktosa
• Feses bersifat asam  karena laktosa difermentasi oleh
bakteri kolon menghasilkan asam laktat dan asam lemak
rantai pendek lainnya seperti asam asetat, asam butirat,
dan asam propionat
• Reaksi benedict (+)  menunjukkan adanya gula
pereduksi termasuk laktosa, glukosa, maupun galaktosa
• Jadi, penyebab diare yang paling mungkin ialah intoleransi
laktosa
• Virus  biasanya bersifat akut, bukan kronik
• Shigella  disentri (berdarah)
• Salmonella  Salmonella nontyphosa bisa
menyebabkan diare berdarah
• Keganasan  pada soal tidak terdapat tanda
keganasan
Patogenesis Intoleransi Laktosa
• Laktosa tidak dapat diabsorpsi sebagai disakarida, tetapi harus
dihidrolisis menjadi glukosa dan galaktosa dengan bantuan enzim laktase
di usus halus.
• Di kolon, laktosa akan difermentasi oleh bakteri kolon  menghasilkan
asam laktat dan asam lemak rantai pendek lainnya seperti asam asetat,
asam butirat, dan asam propionat  Fenomena ini menerangkan feses
yang cair, asam, berbusa dan kemerahan pada kulit di sekitar dubur
(eritema natum).
• Fermentasi laktosa oleh bakteri di kolon  menghasilkan beberapa gas
seperti hidrogen, metan dan karbondioksida  distensi abdomen, nyeri
perut, dan flatus.
• Selanjutnya, 80% dari gas tersebut akan dikeluarkan melalui rektum dan
sisanya akan berdifusi ke dalam sistem portal dan dikeluarkan melalui
sistem pernapasan.
• Feses sering mengapung karena kandungan gas yg tinggi dan juga berbau
busuk.
Pemeriksaan Penunjang
• Analisis tinja, prinsipnya ditemukan asam dan bahan pereduksi
dalam tinja setelah makan yg mengandung laktosa, ada 3 metode:
– Metode klini test (detects all reducing substances in stool; of primary
interest are glucose, lactose, fructose, galactose, maltose, and pentose)
– Kromatografi tinja
– pH tinja  tinja bersifat asam
• Uji toleransi laktosa: merupakan uji kuantitatif; memeriksa kadar
gula darah setelah konsumsi laktosa
• Pemeriksaan radiologis lactosa-barium meal
• Ekskresi galaktos pada urin
• Uji hidrogen napas  metode pilihan pada intoleransi laktosa
karena bersifat noninvasif, memiliki sensitivitas dan efektivitas yang
tinggi
• Biopsi usus dan pengukuran aktivitas laktase
Uji Benedict
• Uji kualitatif Benedict digunakan untuk menunjukkan adanya
monosakarida dan gula pereduksi.
• Gula pereduksi yang dapat diuji berupa monosakarida,
disakarida kecuali sukrosa
• Beberapa gula seperti glukosa disebut gula pereduksi karena
mereka mampu mentransfer hidrogen (elektron) ke senyawa
lain, proses yang disebut reduksi.
• Ketika gula pereduksi dicampur dengan larutan Benedict dan
dipanaskan, reaksi reduksi menyebabkan larutan Benedicts
berubah warna.
• Warna bervariasi dari hijau ke merah tua (bata) atau berkarat-
coklat, tergantung pada jumlah dan jenis gula.
9
• Anak 10 tahun demam selama lebih dari seminggu.
• Demam awalnya sore hari saja, tetapi sekarang demam terus
menerus.
• Mual dan nyeri perut serta sulit BAB.
• Widal titer O S. Typhii 1/640.
• Dokter puskesmas memberikan kloramfenikol selama 14 hari.

EFEK SAMPING KLORAMFENIKOL…


DIAGNOSIS  DEMAM TIFOID
JAWABAN:
B. ANEMIA
• Anak 10 tahun demam selama lebih dari
seminggu awalnya sore hari, sekarang demam
terus-menerus + Mual dan nyeri perut serta sulit
BAB + Widal titer O S. Typhii 1/640  curiga
demam tifoid
• Dokter puskesmas memberikan kloramfenikol
selama 14 hari  obat ini memiliki ES Aplastic
anemia, bone marrow depression,
granulocytopenia, hypoplastic anemia,
pancytopenia, thrombocytopenia
Chloramphenicol Adverse Reactions
• Central nervous system: Confusion, delirium, depression,
headache
• Dermatologic: Skin rash, urticaria
• Gastrointestinal: Diarrhea, enterocolitis, glossitis, nausea,
stomatitis, vomiting
• Hematologic & oncologic: Aplastic anemia, bone marrow
depression, granulocytopenia, hypoplastic anemia,
pancytopenia, thrombocytopenia
• Hypersensitivity: Anaphylaxis, angioedema, hypersensitivity
reaction
• Ophthalmic: Optic neuritis
• Miscellaneous: Drug toxicity (Gray syndrome), fever
Chloramphenicol Adverse Reactions

• Gray syndrome: Characterized by cyanosis,


abdominal distention, vasomotor collapse (often
with irregular respiration), and death. Reaction
appears to be associated with serum levels ≥50
mcg/mL (Powell 1982).

• Superinfection: Prolonged use may result in fungal or


bacterial superinfection, including C. difficile-
associated diarrhea (CDAD) and pseudomembranous
colitis; CDAD has been observed >2 months
postantibiotic treatment
10
• Anak 1 bulan dilakukan pemeriksaan kesehatan ruti.
• Anak merupakan anak kedua dengan BBL 3.100
gram, anak sehat, tidak ada keluhan saaat ini.
• Riwayat ibu saat hamil mengalami anemia defisiensi
besi (+).

MULAI SKRINING ANEMIA…


DIAGNOSIS  BAYI SEHAT SKRINING ADB
JAWABAN:
D. 9-12 BULAN
• Anak 1 bulan dilakukan pemeriksaan kesehatan
rutin.
• Anak 1 bulan dengan BBL 3.100 gram, anak sehat,
tidak ada keluhn + riwayat ibu saat hamil
mengalami anemia defisiensi besi (+)  bayi
termasuk populasi berisiko terkena ADB
• The American Academy of Pediatrics (AAP) dan CDC
di Amerika menganjurkan melakukan pemeriksaan
(Hb) dan (Ht) setidaknya satu kali pada usia 9-12
bulan dan diulang 6 bulan kemudian pada usia 15-
18 bulan atau pemeriksaan tambahan setiap 1
tahun sekali pada usia 2- 5 tahun.
Skrining Anemia Defisiensi Besi
• Setiap anak rentan terhadap defisiensi besi
dengan kelompok paling beresiko usia balita
(0-5 tahun)
• Kekurangan besi pada anak  mengganggu
tumbang, gangguan imunitas, dan gangguan
perkembangan otak
• Rekomendasi : suplementasi besi sebaiknya
diberikan pada anak balita, terutama usi 0-2
tahun
Skrining
• The American Academyof Pediatrics • Pemeriksaan tersebut dilakukan
(AAP) dan CDC di Amerika pada populasi dengan risiko tinggi,
menganjurkanmelakukan pemeriksaan misalnya:
(Hb) dan (Ht) setidaknya satu kali pada – Ibu ADB saat hamil
usia 9-12 bulan dan diulang 6 bulan – kondisi prematur
kemudian pada usia 15-18 bulan atau – berat lahir rendah
pemeriksaan tambahan setiap 1 tahun – anak dengan riwayatperdarahan
sekali pada usia 2- 5 tahun. – infeksi kronis
• Pada bayi prematur ataudengan berat – etnik tertentu dengan
prevalens anemia yang tinggi
lahir rendah yang tidak mendapat
– mendapat asi ekslusif
formula yang difortifikasi besi perlu
tanpa suplementasi
dipertimbangkan untuk melakukan
– mendapat susu sapi segar
pemeriksaan Hb sebelum usia 6 bulan pada usia dini
– dan faktor risiko lain
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
Skrining Anemia Defisiensi Besi
• Pada anak usia sekolah (5-12 tahun) dan
remaja laki – laki  pemeriksaan hanya
dilakukan pada anak yang memiliki riwayat
ADB
• Usia remaja, skrining dilakukan satu kali
antara usia 11-21 tahun ; diulang tiap 5-10
tahun sekali
Suplemen Besi

Rekomendasi Ikatan Dokter Indonesia


11
• Bayi perempuan 9 bulan dgn ibu mengidap Hepatitis B saat
hamil.
• Saat lahir bayi sudah mendapatkan suntikan profilaksis.
• Dari pemeriksaan didapatkan berat 3,5 kg, ikterus (-), afebris.
• Dari pemeriksaan lab didapatkan Hb 12gr/dl, leukosit
5200/mm3, trombosit 250.000, bilirubin urin (-), anti Hbs (+),
HbsAg (-).

STATUS IMUNOLOGIS BAYI…


DIAGNOSIS  BAYI LAHIR DGN IBU HEPATITIS B
JAWABAN:
C. SUDAH MEMILIKI KEKEBALAN
• Bayi perempuan 9 bulan dgn ibu mengidap
Hepatitis B saat hamil + Saat lahir os sudah
mendapatkan suntikan profilaksis  berarti sudah
mendapatkan Vaksin Hep B dan HBIG saat lahir
• Dari pemeriksaan didapatkan berat 3,5 kg, ikterus (-
), afebris  tidak terdapat gejala hepatitis
• Usia 9 bulan  sudah mendapatkan vaksin Hep B
setidaknya 3 kali
• Dilakukan serologi post vaksin Anti Hbs (+), HbsAg (-
)  sudah terbentuk kekebalan tubuh terhadap
virus Hepatitis B
• Terinfeksi hepatitis B  HbsAg harusnya positif
• Belum terinfeksi hepatitis B  pernyataan ini
benar, tetapi tidak menjelaskan status
kekebalan pasien pada soal
• Menderita hepatitis B akut  HbsAg harusnya
positif IgM anti Hbc (+)
• Menderita hepatitis B kronik  HbsAg harusnya
positif, IgG anti Hbc (+)
Bayi lahir dari ibu dengan
status HBsAg yang tidak Bayi lahir dari ibu dengan
diketahui : HBsAg positif:
• Diberikan vaksin rekombinan • Dalam waktu 12 jam setelah
(10 mg) secara intramuskular,
dalam waktu 12 jam sejak lahir, secara bersamaan
lahir. diberikan 0,5 ml HBIG dan
• Dosis ke dua diberikan pada vaksin rekombinan secara
umur 1-2 bulan dan dosis ke intramuskular di sisi tubuh
tiga pada umur 6 bulan (jika yang berlainan.
monovalen).
• Dosis ke dua diberikan 1-2
• Apabila pada pemeriksaan
selanjutnya diketahui HbsAg bulan sesudahnya, dan
ibu positif, segera berikan 0,5 dosis ke tiga diberikan pada
ml imunoglobulin anti usia 6 bulan (jika
hepatitis (HBIG) (sebelum monovalen)
usia 1 minggu).
POSTVACCINATION SEROLOGY
• Postvaccination serology should be obtained in
infants born to:
– Women who are HBsAg-positive
– Women whose prenatal HBsAg results were not available
at the time of delivery but who have other evidence
suggestive of hepatitis B infection (eg, presence of
hepatitis B deoxyribonucleic acid, positive hepatitis B e
antigen, known to have chronic hepatitis B)
– Women whose HBsAg-status cannot be determined (eg,
infants who were abandoned or safely surrendered
shortly after birth)
POSTVACCINATION SEROLOGY
• Postvaccination serology (both HBsAg and antibody to HBsAg
[anti-HBs]) should be obtained after receiving ≥3 doses of HepB
vaccine, usually at 9 to 12 months of age or one to two months
after the last dose of HepB vaccine if immunization is delayed.
• Serology should not be performed before nine months of age
because hepatitis B immune globulin (HBIG) may still be present;
it should not be performed sooner than four weeks after the last
dose of HepB vaccine because of the possibility of transient (<21
days) HBsAg-positivity related to the vaccine
12
• Bayi 9 bulan datang untuk jadwal imunisasi campak.
• Menurut ibunya pada usia 7 bulan bayi pernah demam
3 hari dan muncul ruam-ruam merah di muka dan wajah
setelah demam turun.

TINDAKAN YG HARUS DDILAKUKAN…


DIAGNOSIS  VAKSINASI BAYI SEHAT
JAWABAN:
C. DILAKUKAN IMUNISASI WALAUPUN SUDAH TERKENA
CAMPAK
• Bayi 9 bulan datang untuk jadwal imunisasi
campak.
• Menurut ibunya pada usia 7 bulan bayi pernah
demam 3 hari dan muncul ruam-ruam merah
di muka dan wajah setelah demam turun.
• Vaksin campak tetap diberikan, karena:
– Beberapa penyakit virus lain gejalanya mirip
campak, sehingga bisa saja riwayat penyakit saat 7
bulan lalu bukan campak
– Seandainya benar pernah menderita campak,
pemberian vaksin campak dapat memperkuat
kekebalan terhadap penyakit tersebut
Vaksin Campak
• Pada tahun 1963, telah dibuat dua jenis vaksin campak
– Vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan
dilemahkan (tipe Edmonston B)
– Vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan
(virus campak yang berada dalam larutan formalin yang
dicampur dengan garam aluminium)
• Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak
yang dilemahkan adalah 1000 TCID50 atau sebanyak
0,5 ml.
• Pemberian yang dianjurkan secara subkutan/
intramuskular.
Vaksin Campak
• Pada anak-anak di negara berkembang, antibodi maternal
akan hilang pada usia 9 bulan, dan pada anak-anak di
negara maju setelah 15 bulan.
• WHO menganjurkan pemberian imunisasi campak pada
bayi berumur 9 bulan di negara berkembang.
• Untuk negara maju imunisasi dianjurkan pada anak
berumur 12-15 bulan
• Imunisasi campak tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak
dengan imunodefisiensi primer, pasien TB yang tidak
diobati, pasien kanker atau transplantasi organ, mereka
yang mendapat pengobatan imunosupresif jangka panjang
atau anak immunocompromised yang terinfeksi HIV.
Reaksi KIPI Campak
• demam yang lebih dari 39,50C (5%-15%)
kasus, demam mulai dijumpai pada hari ke 5-6
sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2
hari.
• Ruam dapat dijumpai pada 5% resipen, timbul
pada hari ke 7-10 sesudah imunisasi dan
berlangsung selama 2-4 hari.
• Reaksi KIPI berat : ensefalitis dan ensefalopati
pasca imunisasi (1:1 milyar dosis vaksin.)
Bayi yang pernah sakit campak apakah perlu
divaksin campak pada umur 9 bulan ?
• Boleh. Karena beberapa penyakit virus lain gejalanya mirip
campak, sehingga orangtua bahkan dokter keliru, bahwa
penyakit yang disebabkan oleh virus lain dianggap
sebagaicampak.
• Seandainya benar-benar pernah menderita campak, bayi
tetap boleh diberikan vaksin campak, tidak merugikan bayi,
karena kekebalannya hanya bertahan beberapa tahun.
• Oleh karena itu semua anak balita dan usia sekolah di
daerah yang banyak kasus campak dan cakupan
imunisasinya masih rendah harus mendapat imunisasi
campak ulangan (penguat) agar kekebalannya bisa
berlangsung lama.

Soedjatmiko, Alan R. Tumbelaka. Buku Pedoman Imunisasi di Indonesia


13
• Anak usia 8 bulan diantar ke IGD karena mengalami muntah dan diare sejak 3
hari yang lalu.
• Pasien mengalami diare 10 kali dalam 1 sehari dengan volume 2-3 sendok teh,
feses cair, berbuih, darah dan lendir tidak ada.
• Tidak sanggup makan dan minum.
• Keadaan pasien apatis, nadi lemah, RR 36x/menit, T 36,9°C, akral hangat.
• Ubun-ubun sangat cekung, turgor kulit kembali sangat lambat serta bibir
kering.

TATALAKSANA AWAL…
DIAGNOSIS  DIARE AKUT DEHIDRASI BERAT
JAWABAN:
C. PEMBERIAN CAIRAN ISOTONIK IV 30 ML/KGBB
SELAMA 1 JAM
• Anak usia 8 bulan muntah dan diare sejak 3
hari 10 kali/ hari + tidak sanggup makan
dan minum + apatis + Ubun-ubun sangat
cekung, turgor kulit kembali sangat lambat
 diare akut dehidrasi berat
• Terpi yang diberikan adalah terapi C 
Pemberian cairan isotonik (RL) IV 30
ml/kgBB selama 1 jam dilanjutkan dengan
70 ml/kgBB selama 5 jam
Gejala dan tanda dehidrasi
14
• Anak 18 bulan ke IGD RS setelah mengalami
sesak napas setelah bermain dengan kacang
goreng kurang lebih 30 menit yang lalu.
• Dari pemeriksaan didapatkan anak kompos
mentis, sianosis, respirasi 52x/menit.

PENANGANAN AWAL…
DIAGNOSIS  CHOKING
JAWABAN:
C. HEIMLICH MANUVER
• Anak 18 bulan ksesak napas setelah
bermain dengan kacang goreng kurang +
kompos mentis, sianosis  choking
• Pertolongan awal yang bisa dilakukan pada
pasien tersedak masih sadar usia > 1 tahun
adalah Heimlich manuver
• Back blow  pertolongan awal choking pada usia < 1
tahun
• Trakeostomi  Langkah akhir yang dilakukan pada
foreign body aspiration jika benda asing tidak bisa
keluar dengan manuver, dan berloka di saluran napas
atas
• Triple airway maneuver  manajemen airway pada
kasus trauma
• Pemasangan nasopharyngeal airway  manajemen
airway pada kasus trauma pada pasien yang tidak
mampu mempertahankan patensi jalan napas
Tatalaksana
15
• Anak laki-laki 5 tahun keluhan pembengkakan
seluruh tubuh.
• Pembengkakan ini terjadi untuk kedua kalinya.
Pembengkakan pertama terjadi tahun lalu dan
sempat diberikan obat selam 8 minggu oleh dokter.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  SINDROM NEFROTIK
JAWABAN:
C. SINDROM NEFROTIK RELAPS JARANG
• Anak laki-laki 5 tahun keluhan
pembengkakan seluruh tubuh yang terjadi
untuk kedua kalinya.
• Pembengkakan pertama terjadi tahun lalu
dan sempat diberikan obat selam 8 minggu
oleh dokter  frekuensi relaps < 4 kali
dalam 1 tahun  sindrom nefrotik relaps
jarang
• Sindroma nefrotik idiopatik = sindrom nefrotik primer
(muncul bukan karena kelainan sekunder maupun
kongenital)
• Sindroma nefrotik resisten kortikosteroid  tidak
terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis penuh
(full dose) 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.
• Sindroma nefrotik relaps sering  relaps terjadi ≥ 2
kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau
≥ 4 kali dalam periode 1 tahun
• Sindroma nefrotik sensitive kortikosteroid  sindrom
nefrotik yang tertangani dengan pemberian steroid
Sindrom Nefrotik

• Sindrom nefrotik (SN) adalah suatu sindrom klinik


dengan gejala:
– Proteinuria massif (≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau
dipstik ≥ 2+)
– Hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL
– Edema
– Dapat disertai hiperkolesterolemia
• Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik,
dan sekunder (mengikuti penyakit sistemik antara lain
lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch
Schonlein)

KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK.


Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia
Definisi pada Sindrom Nefrotik

• Remisi : proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4


mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu
• Relaps : proteinuria ≥ 2+ (proteinuria ≥ 40 mg/m2
LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu
• Relaps jarang : relaps terjadi kurang dari 2 kali dalam 6
bulan pertama setelah respons awal atau kurang dari 4
kali per tahun pengamatan
• Relaps sering (frequent relaps) : relaps terjadi ≥ 2 kali
dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau ≥ 4
kali dalam periode 1 tahun
Definisi pada Sindrom Nefrotik

• Dependen steroid : relaps terjadi pada saat


dosis steroid diturunkan atau dalam 14 hari
setelah pengobatan dihentikan, dan hal ini
terjadi 2 kali berturut-turut
• Resisten steroid : tidak terjadi remisi pada
pengobatan prednison dosis penuh (full dose)
2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.

KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK.


Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia
16
• Anak 2 tahun rewel dan menangis kesakitan sejak kemarin, tidak mau makan
dan minum
• Pasien demam tinggi dan keluar cairan kehijauan dari telinganya.
• Imunisasi tidak lengkap.
• Pada pemeriksaan fisik N: 115x/menit, suhu: 39°C.
• Pada pemeriksaan neurologis GCS: 11, kaku kuduk (+), tonus otot meningkat,
tes babinsky (+/+) .
• Pada pemeriksaan LCS warna keruh sel 1100, protein meningkat, pada kultur
kuman ditemukan H. influenza

VAKSIN YANG BISA MENCEGAH PENYAKIT TSB…


DIAGNOSIS  MENINGITIS BAKTERIAL EC HIB
JAWABAN:
D. HIB
• Anak 2 tahun demam tinggi dan keluar cairan
kehijauan dari telinganya  otitis media
• Imunisasi tidak lengkap.
• Pada PF suhu: 39°C, GCS: 11, kaku kuduk (+),
tonus otot meningkat, tes babinsky (+/+) 
meningoensefalitis.
• LCS warna keruh sel 1100, protein meningkat,
pada kultur ditemukan H. influenza 
meningoensefalitis bakterial ec Haemophilus
influenza tipe B (Hib)
• Jadi, vaksin yang diberikan untuk mencegah
penyakit tersebut adah vaksin Hib
• Vaksin influenza memberikan perlindungan
terhadap infeksi virus influenza. Bentuk
“quadrivalent” memberikan perlindungan
terhadap virus influenza A (H1N1), virus
influenza A (H3N2), dan 2 jenis virus influenza
B.
Meningitis & ensefalitis
• Meningitis
– Meningitis bakterial: E. coli, Streptococcus grup B (bulan pertama
kehidupan); Streptococcus pneumoniae, H. influenzae, N.
meningitidis (anak lebih besar)
– Meningitis viral: paling sering pada anak usia < 1 tahun. Penyebab
tersering: enterovirus
– Meningitis fungal: pada imunokompromais
– Gejala klasik: demam, sakit kepala hebat, tanda rangsang
meningeal (+).
– Gejala tambahan: iritabel, letargi, muntah, fotofobia, gejala
neurologis fokal, kejang
• Ensefalitis: inflamasi pada parenkim otak
– Penyebab tersering: ensefalitis viral
– Gejala: demam, sakit kepala, penurunan kesadaran, dan defisit
neurologis lainnya (gejala fokal, kejang)

Hom J. Pediatric meningitis and encephalitis.


http://emedicine.medscape.com/article/802760-overview
Cairan serebrospinal pada infeksi SSP
Bact.men Viral men TBC men Encephali Encephal
tis opathy
Tekanan  Normal/   

Makros. Keruh Jernih Xantokrom Jernih Jernih

Lekosit > 1000 10-1000 500-1000 10-500 < 10

PMN (%) +++ + + + +

MN (%) + +++ +++ ++ -

Protein  Normal/  Normal Normal

Glukosa  Normal  Normal Normal

Gram Positif Negatif Negatif Negatif Negatif


/Rapid T.
Haemophilus Meningitis
Haemophilus influenzae is a nonmotile, • History: From 60-80% of children
Gram-negative, rod-shaped bacterium who develop Hib meningitis have
(coccobacilli; (0.5-1.5 micrometres). had otitis media or an upper
respiratory illness immediately
before the onset of meningitis
• Symptoms
– Altered cry
– Lethargy
– Nausea or vomiting
– Fever
– Headache
– Photophobia
– Meningismus
– Irritability
– Anorexia
– Seizures
Pediatric Bacterial Meningitis
Treatment
• Treatment:
– Supportive therapy: Fluid and electrolyte management
– Antimicrobial therapy
– Dexamethasone may help decrease the inflammatory response &
prevent hearing loss.
– Increased intracranial pressure (ICP) can be treated with mannitol.
– Anticonvulsant
• Prophylaxis:
– Hib Vaccine  prevention of Hemophilus Influenza type b meningitis
– PCV (Pneumococcal Conjugate Vaccine)  prevention of S. Pneumonia
meningitis
– Meningococcal vaccine  prevention of N. meningitidis meningitis
Haemophilus Meningitis Specific Therapy

• Ceftriaxone or cefotaxime is the treatment of


choice for ampicillin-resistant H. influenzae type b
(Hib) meningitis
– Ceftriaxone 100 mg/kg per day IV (maximum dose 4
g/day) in 1 or 2 divided doses, or
– Cefotaxime (if available) 200 mg/kg per day IV
(maximum dose 12 g/day) in 3 or 4 divided doses
• Patients with Hib meningitis should be treated for
7 to 10 days.

Emedicine | Uptodate 2018.


17
• Bayi laki-laki 1 bulan dibawa ke PKM guna imunisasi dan
penilaian tumbuh kembang.
• Hasil pemeriksaan kesadaran kompos mentis, tumbuh
kembang baik, vital sign dalam batas normal, auskultasi
dada didapatkan wide fixed splitting S2.

PX KONFIRMASI DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  ASD
JAWABAN:
B. ECHOCARDIOGRAPHY
• Bayi laki-laki 1 bulan dengan auskultasi
dada didapatkan wide fixed splitting S2 
Atrial Septal Defect
• Pemeriksaan penunjang yg baik untuk
konfirmasi diagnosis ASD ialah
echocardiography biasanya mengunakan
Transthoracic echocardiography (TTE)
• Elektrokardiografi dan foto thoraks  tidak selalu
dilakukan untuk menegakkan diagnosis ASD, tetapi
sering dilakukan sebagai evaluasi awal pada suspek
penyakit jantung
• Kateterisasi jantung  biasanya dilakukan jika ASD
sudah menimbulkan hipertensi pulmonal, untuk
menentukan strategi tatalaksana terbaik
• Gambaran darah tepi  tidak dipakai dlm penegakan
diagnosis PJB
Postnatal Diagnosis of ASD
• An isolated ASD may be clinically suspected based upon findings
on physical examination (midsystolic pulmonary flow or ejection
murmur and fixed splitting of the second heart sound) and
electrocardiogram (incomplete right bundle branch block. The
diagnosis is confirmed by echocardiography.
• Echocardiography — Echocardiography is the test of choice for
the diagnosis of ASD.
– Transthoracic echocardiography (TTE) is usually definitive in diagnosing
secundum ASDs.
– Shunt volume, shunt ratios, and pulmonary artery pressures can be
estimated with Doppler flow echocardiography.
– Transesophageal echocardiography (TEE) is often necessary to precisely
measure ASD margins. TEE is generally superior to TTE in measuring the
size and position of ASDs, diagnosing sinus venosus defects, assessing for
other abnormalities.
Examination
• Magnetic resonance imaging
– Can be helpful in selected cases with suspected associated defects or in
patients in whom there are inconclusive echocardiographic findings.
• Electrocardiogram findings
– Though not necessary to make the diagnosis of ASD, many patients
undergo electrocardiogram (ECG) as part of the initial evaluation for
suspected heart disease.
– May be normal in small shunt. Moderate to large shunting  prolonged
QRS complex, incomplete right bundle branch block), right axis deviation
• Chest radiograph findings
– Though not necessary to make the diagnosis of ASD, many patients have
a chest radiograph performed as part of the initial evaluation for
suspected heart disease or to evaluate pulmonary symptoms.
– The heart often has a characteristic triangular appearance.
– The right atrium and ventricle are usually enlarged, while the left atrium
and left ventricle are normal.
18
• Laki-laki usia 6 tahun dengan keluhan nyeri otot
sejak 1 minggu yang lalu.
• Sudah 1 bulan terakhir ibunya memberikan telur
setengah matang.
• Pada pemeriksaan fisik dijumpai kulit kering, rambut
jarang dan mudah rontok.
DEFISIENSI VITAMIN…
DIAGNOSIS  DEFISIENSI VITAMIN B7
JAWABAN:
E. BIOTIN
• Laki-laki usia 6 tahun dengan keluhan nyeri
otot sejak 1 minggu yang lalu + PF kulit
kering, rambut jarang dan mudah rontok 
gejala defisiensi vitamin B7 (biotin)
• Sudah 1 bulan terakhir ibunya memberikan
telur setengah matang  protein dari putih
telur (avidin) berikatan secara ireversibel
dengan biotin, sehingga vitamin tersebut
tidak dapat diserap  egg white injury
syndrome
• Tiamin  menyebabkan beri-beri (gejala
kardiovaskular dan/atau saraf)
• Niasin  menyebabkan pellagra (4D: diare, dermatitis,
demensia, death)
• Piridoksin  Anemia, weakness, insomnia, difficulty
walking, nasolabial seborrheic dermatitis, cheilosis,
stomatitis
• Riboflavin  Nonspecific symptoms including edema
of mucous membranes, angular stomatitis, glossitis,
and seborrheic dermatitis (eg, nose, scrotum)
Biotin Deficiency
Defisiensi Biotin (Vitamin B7)
• Defisiensi biotin (Vitamin B7) jarang terjadi karena :
– Kebutuhan harian yang sedikit (150-300 μg)
– biotin terdapat hampir di semua jenis makanan
– Flora normal usus mensintesis biotin
– Biotin mengalami proses recycle.
• Penyebab defisiensi Biotin :
– Konsumsi antikonvulsan tertentu (phenytoin, primidone,
carbamazepine)
– Penggunaan antibiotik spektrum luas
– Konsumsi putih-telur mentah dalam jumlah cukup banyak (Egg-white
injury syndrome). putih telur mentah berisi glycoprotein avidin yang
mempunyai afinitas tinggi terhadap biotin  berikatan secara
ireversibel  tidak bisa diserap usus  defisiensi
– Defisiensi enzim biotinidase (defek genetik)
Scheinfeld, NS. Biotin Deficiency. http://emedicine.medscape.com/article/984803-overview
Manifestasi Klinik
Timbul 3-5 minggu setelah onset defisiensi biotin:
• Kulit Kering
• Dermatitis seboroik
• Infeksi jamur
• Rash
• Brittle hair (mudah patah), rambut rontok, alopecia
• Gejala traktus gastrointestinal (Mual, muntah, anoreksia)

Dalam 1-2 minggu kemudian, timbul gejala neurologis :


• Depresi ringan
• Perubahan status mental
• Generalized Myalgia
• Hyperesthesia, paresthesia
Penatalaksanaan
• Deteksi dini dan pengobatan dengan biotin
• Dosis biotin terdapat dua pendapat :
– Injeksi Biotin IM 150 μg per hari gejala mulai hilang
dlm 3-5 hari, sembuh total dalam 3-5 bulan
– Dosis lebih tinggi 5-20 mg per hari IM. Gejala lebih
cepat tertangani
• Makanan kaya biotin : swiss chard, kuning-telur
mentah, hati, saskatoon berries, sayuran hijau,
dan kacang-kacangan
• Hentikan konsumsi telur setengah matang
Vitamin Deficiency syndrome
Water-soluble vitamins
Vitamin B1 Beriberi – Congestive heart failure (wet beriberi), aphonia, peripheral neuropathy, Wernicke
(thiamine) encephalopathy (nystagmus, ophthalmoplegia, ataxia), confusion, or coma
Vitamin B2 Nonspecific symptoms including edema of mucous membranes, angular stomatitis, glossitis, and
(riboflavin) seborrheic dermatitis (eg, nose, scrotum)
Pellagra – Dermatitis on areas exposed to sunlight; diarrhea with vomiting, dysphagia, mouth
Vitamin B3
inflammation (glossitis, angular stomatitis, cheilitis); headache, dementia, peripheral
(Niacin)
neuropathy, loss of memory, psychosis, delirium, catatonia

Anemia, weakness, insomnia, difficulty walking, nasolabial seborrheic dermatitis, cheilosis,


Vitamin B6 (pyridoxine) stomatitis

Vitamin B12 Megaloblastic anemia (pernicious anemia), peripheral neuropathy with impaired proprioception
(cobalamin) and slowed mentation
Folate (Vitamin B9) Megaloblastic anemia
Nonspecific symptoms including altered mental status, myalgia, dysesthesias, anorexia,
Biotin (Vitamin B7)
maculosquamous dermatitis
Nonspecific symptoms including paresthesias, dysesthesias ("burning feet"), anemia,
Pantothenate (Vit. B5)
gastrointestinal symptoms
Vitamin C Scurvy – fatigue, petechiae, ecchymoses, bleeding gums, depression, dry skin, impaired wound
(ascorbate) healing
Fat-soluble vitamins
Vitamin A Night blindness, xerophthalmia, keratomalacia, Bitot spot, follicular hyperkeratosis
Vitamin D Rickets, osteomalacia, craniotabes, rachitic rosary
Vitamin E Sensory and motor neuropathy, ataxia, retinal degeneration, hemolytic anemia
Vitamin K Hemorrhagic disease
19
• Anak lak-laki usia 2 tahun BB 15 kg dalam perawatan di RS atas
indikasi diare akut dehidrasi berat.
• Di IGD, ps diberikan terapi cairan C untuk dehidrasi berat
tersebut, zinc, dan probiotik.
• Keesokan harinya, kondisi pasien membaik, tidak lagi
mengalami diare ataupun muntah.
• Saat ini cairan infus pasien dalam hitungan maintenance.

CAIRAN MAINTENANCE (HOLIDAY SEGAR) SLM 1 HARI…


DIAGNOSIS  DIARE AKUT
JAWABAN:
D. 1.250 CC
• Anak lak-laki usia 2 tahun BB 15 kg 
cairan maintenance selama 1 hari :
• (10 kg x 100 cc/kgBB) + ( 5 kg x 50 cc/kgBB)
= 1.000 cc + 250 cc = 1.250 cc
Maintenance: Holiday-Segar Method
(Berlaku utk usia>4 minggu)
• Kebutuhan selama 24 jam:
10 kg pertama x 100 mL + 10 kg kedua + x 50
mL + sisanya x 20 mL
• ATAU kebutuhan per jam:
10 kg pertama x 4 mL + 10 kg kedua x 2 mL +
sisanya x 1 mL
20
• Anak 6 tahun keluhan utama sakit tenggorokkan yang sering
kambuh dan saat ini kencing berwarna seperti cucian daging.
• Dari pemeriksaan fisik didapatkan oedema periorbita +/+.
• Dari pemeriksaan urin didapatkan gross hematuria dan
proteinuria +1.
• Dari biopsy ginjal ditemukan epithelial crescent pada glomerulus.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  SINDROM NEFRITIK
JAWABAN:
D. RPGN (RAPIDLY PROGRESSING
GLOMERULONEPHRITIS)
• Anak 6 tahun sakit tenggorokan yang sering
kambuh + gross hematuria + edema periorbita
+/+; urinalisis gross hematuria dan proteinuria
+1  sindrom nefritik ec suspek GNAPS
• Dari biopsy ginjal ditemukan epithelial
crescent pada glomerulus  temuan biopsi
sesuai dengan Rapidly Progressing
Glomerulonephritis (RPGN)
• Sebagian Glomerulonefritis post streptokokal
bisa berkembang menjadi RPGN
• Glomerulonefritis membranoproliferative  GNAPS
memiliki gambaran patologis ini
• Lipoid nefrosis  nama lain minimal change
nephropathy, merupakan patologi tersering dari
sindrom nefrotik idiopatik di anak
• Glomerulosklerosis fokal segmental  gambaran
patologi tersering sindrom nefrotik pada dewasa
• Minimal Change Nefropathy  merupakan patologi
tersering dari sindrom nefrotik idiopatik di anak
Rapidly progressive GN
• Clinical syndrome manifested by features of glomerular
disease in the urine and by progressive loss of renal
function over a comparatively short period of time (days,
weeks or months).
• It is most commonly characterized morphologically by
extensive crescent formation
• RPGN occurs rarely in children.
• Causes of pediatric RPGN include:
– Primary GN − IgA nephropathy, MPGN, and anti-glomerular
basement membrane (GBM) disease
– Secondary GN − Granulomatosis with polyangiitis, lupus
nephritis, poststreptococcal GN, IgAV (HSP) nephritis, and
microscopic polyangiitis
UPTODATE. 2018
Glomerulonephritis, crescentic (RPGN). Compression of the glomerular tuft with a circumferential
cellular crescent that occupies most of the Bowman space. Rapidly progressive
glomerulonephritis (RPGN) is defined as any glomerular disease characterized by extensive
crescents (usually >50%) as the principal histologic finding and by a rapid loss of renal function
(usually a 50% decline in the glomerular filtration rate [GFR] within 3 mo) as the clinical
correlate.
Image courtesy of Madeleine Moussa, MD, FRCPC, Department of Pathology, London Health Sciences Centre, London, Ontario, Canada.
Rapidly progressive GN
• The presenting complaints in RPGN may be
similar to those in severe postinfectious
glomerulonephritis: the acute onset of
macroscopic hematuria, decreased urine
output, hypertension, and edema.
• More commonly, however, RPGN has an
insidious onset with the initial symptoms
being fatigue or edema

UPTODATE. 2018
RPGN Types
• Types — RPGN is usually due to one of three
disorders, which reflect different mechanisms of
glomerular injury:
– Immune complex: refers to glomerulonephritis associated
with deposition of immune complexes in the glomeruli.
• In most cases, the serologic and histologic findings will point to
the underlying disease, such as mesangial IgA deposits in IgA
nephropathy, antistreptococcal antibodies and subepithelial
humps in postinfectious glomerulonephritis, antinuclear
antibodies,
– Pauci-immune: a necrotizing glomerulonephritis with few
or no immune deposits by immunofluorescence and
electron microscopy.
– Anti-GBM antibody disease glomerular disease caused by
anti-GBM antibodies.
Treatment of RPGN in Post Strep GN
• Patients with poststreptococcal glomerulonephritis typically recover
spontaneously, although recovery may not be complete, particularly in adults.
• Although there is no evidence that aggressive immunosuppressive therapy has
a beneficial effect in patients with rapidly progressive crescentic disease,
patients with more than 30 percent crescents on renal biopsy are often treated
with methylprednisolone pulses.
• Empiric initial therapy consists of intravenous pulse methylprednisolone (500
to 1000 mg/day for three days) and consideration of plasmapheresis,
especially if the patient has hemoptysis.
• Plasmapheresis may be a beneficial addition to therapy for patients who
present with severe renal failure (serum creatinine >6 mg/dL) or those who
progress despite treatment.
• However, despite aggressive treatment, approximately half of the affected
children will develop end-stage renal disease (ESRD).

UPTODATE. 2018
21
• Bayi lahir secara SC dengan usia gestasi aterm tidak langsung
menangis dan tidak bernapas.
• Sudah dilakukan tindakan resusitasi lengkap hingga pemberian
epinefrin namun bayi tetap tidak bernapas dan tidak terdapat
denyut jantung spontan selama 10 menit.

TINDAKAN SELANJUTNYA…
DIAGNOSIS  RESUSITASI NEONATUS
JAWABAN:
A. MENGHENTIKAN RESUSITASI
• Bayi lahir secara SC dengan usia gestasi aterm
tidak langsung menangis dan tidak bernapas.
• Sudah dilakukan tindakan resusitasi lengkap
hingga pemberian epinefrin namun bayi tetap
tidak bernapas dan tidak terdapat denyut jantung
spontan selama 10 menit dianggap layak untuk
menghentikan resusitasi
Resusitasi
Neonatus
Kapan menghentikan resusitasi?

• Pada bayi baru lahir tanpa adanya denyut jantung, dianggap


layak untuk menghentikan resusitasi jika detak jantung tetap
tidak terdeteksi setelah dilakukan resusitasi selama 10 menit
(kelas IIb, LOE C).
• Keputusan untuk tetap meneruskan usaha resusitasi bisa
dipertimbangkan setelah memperhatikan beberapa faktor
seperti etiologi dari henti hantung pasien, usia gestasi, adanya
komplikasi, dan pertimbangan dari orangtua mengenai risiko
morbiditas.

Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909–S919.
22
• Anak perempuan 9 bulan dengan keluhan belum bisa
tengkurap.
• Pasien sering memuntahkan susu yang diminumnya tetapi
nafsu makan pasien masih baik.
• Pada pemeriksaan ditemukan makroglosus, anak menangis
keras, hernia umbilikal, dan gerakan anak yang menurun.

PEMERIKSAAN YANG DIPERLUKAN…


DIAGNOSIS  HIPOTIROID KONGENITAL
JAWABAN:
B. TSH, FT3, FT4
• Anak perempuan 9 bulan belum bisa
tengkurap + sulit menyusu + makroglosus,
anak menangis keras, hernia umbilikal, dan
gerakan anak yang menurun  bisa
ditemukan pada kasus hipotiroid kongenital
• Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan
ialah TSH, fT3, dan fT4
Hipotiroid Kongenital
• Hipotiroid kongenital adalah kelainan fungsi dari kelenjar
tiroid yang didapat sejak bayi baru lahir.
• Kondisi ini dapat terjadi karena kelainan anatomi atau
gangguan metabolisme pembentukan hormon tiroid
atau defisiensi iodium.
• Thyroid Releasing Hormone (TRH), iodium dan hormone
tiroksin (T4) bisa melewati plasenta
• Namun, antibodi (TSH receptor antibody) dan obat anti
tiroid yang dimakan ibu, juga dapat melewati plasenta.
Akan tetapi TSH dari ibu, tidak bisa melewati plasenta.

Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014


Gambaran klinis
• Most affected infants have few or no symptoms,
because their thyroid hormone level is only
slightly low. However, infants with severe
hypothyroidism often have a unique
appearance, including:
– Dull look
– Puffy face
– Thick tongue that sticks out
• This appearance usually develops as the disease
gets worse. The child may also have:
– Choking episodes
– Constipation
– Dry, brittle hair
– Jaundice
– Lack of muscle tone (floppy infant)
– Low hairline
– Poor feeding
– Short height (failure to thrive)
– Sleepiness
– Sluggishness

Neeonatal hypothyroidism. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002174/


Skrining
• Pengambilan spesimen darah yang paling ideal adalah ketika umur
bayi 48 sampai 72 jam.
• Namun, pada keadaan tertentu pengambilan darah masih bisa
ditolerir antara 24–48 jam (contoh: ibu pulang paksa).
• Akan tetapi, sebaiknya darah tidak diambil dalam 24 jam pertama
setelah lahir karena pada saat itu kadar TSH masih tinggi, sehingga
akan memberikan sejumlah hasil tinggi/positif palsu (false positive).
• Jika bayi sudah dipulangkan sebelum 24 jam, maka spesimen perlu
diambil pada saat kontrol, tepatnya saat bayi berusia 48 sampai 72
jam
• Sampel darah diteteskan di kertas saring dan diperiksa di
laboratorium
• Hasil sudah bisa diperoleh dalam 1 minggu

Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014


Skrining Hipotiroid (Kemenkes)
• Kadar TSH < 20 μU/mL berarti normal
– Jika kadar TSH antara ≥ 20 μU/mL , perlu pengambilan spesimen ulang
(resample) atau pemeriksaan sampel sekali lagi (DUPLO)
• Bila pada hasil ulang didapatkan:
– Kadar TSH < 20 μU/mL, maka hasil tersebut dianggap normal.
– Kadar TSH ≥ 20 μU/mL, maka harus dilakukan pemeriksaan TSH dan
FT4 serum
• Jika kadar serum neonatus TSH tinggi disertai kadar T4 atau FT4
rendah, maka dapat ditegakkan diagnosis hipotiroid (kongenital)
primer.
• Pengobatan dengan L-T4 diberikan segera setelah hasil tes
konfirmasi di atas.
• Pemberian tiroksin dikonsultasikan dengan dokter spesialis anak
konsultan endokrin.

Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014


23
• Bayi usia 23 bulan dgn keluhan muntah dan
mencret sejak 4 hari.
• Didapatkan BB 6,1 kg dan PB 78 cm, muka
seperti orang tua, hipotrofi otot dan subkutan
tipis, serta terdapat edema pada dorsum pedis.

KALORI PADA FASE TRANSISI…


DIAGNOSIS  GIZI BURUK MARASMIK-KWASHIORKOR
JAWABAN:
A. 120-150 KKAL/KGBB/HARI
• Bayi usia 23 bulan dgn keluhan muntah dan
mencret sejak 4 hari, BB 6,1 kg dan PB 78
cm, muka seperti orang tua, hipotrofi otot
dan subkutan tipis, serta terdapat edema
pada dorsum pedis  diagnosis marasmik
– kwashiorkor
• Kebutuhan kalori pada fase transisi dari
tatalaksana gizi buruk adalah 100-150
kkal/kgBB/hari  jawaban yang paling
tepat ialah A. 120-150 kkal/kgBB/hari
10 Langkah Utama Penatalaksaan Gizi Buruk
No Tindakan Stabilisasi Transisi Rehabilitasi Tindaklanjut
H 1-2 H 3-7 H 8-14 mg 3-6 mg 7-26
1. Atasi/cegah hipoglikemia

2. Atasi/cegah hipotermia

3. Atasi/cegah dehidrasi

4. Perbaiki gangguan elektrolit

5. Obati infeksi
6. Perbaiki def. nutrien mikro tanpa Fe + Fe

7. Makanan stab & trans

8. Makanan Tumb.kejar
9. Stimulasi

10. Siapkan tindak lanjut


KETENTUAN PEMBERIAN MAKAN
• Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah osmolaritas serta rendah
laktosa
• Berikal secara oral atau melalui NGT, hindari pemberian parenteral
• Formula awal F-75 diberikan sesuai standar WHO dan sesuai jadwal makan yang
dibuat untuk mencukupi kebutuhan zat gizi pada fase stabilisasi
• Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlah F-75 yang
dibutuhkan harus dipenuhi
• Apabila pemberian makan oral tidak mencapai kebutuhan minimal, berikan sisanya
melalui NGT
• Pada fase transisi, secara bertahap ganti F-75 dengan F-100

Fase stabilisasi
– Porsi kecil, osmolaritas rendah, rendah laktosa  F75
– Peroral/NGT
– Energi: 80-100 kkal/kgBB/hari
– Protein: 1-1,5 g/kgBB/hari
– Cairan: 130 mL/kgbb/hari
– Lanjutkan pemberian ASI setelah formula dihabiskan
Pemberian Makanan
• Fase stabilisasi (Inisiasi)
– Energi: 80-100 kal/kg/hari
– Protein: 1-1,5 gram/kg/hari
– Cairan: 130 ml/kg/hari atau 100 ml/kg/hari (edema)
• Fase transisi
– Energi: 100-150 kal/kg/hari
– Protein: 2-3 gram/kg/hari
• Fase rehabilitasi
– Energi: 150-220 kal/kg/hari
– Protein: 3-4 gram/kg/hari
8. Mencapai kejar-tumbuh
– Target peningkatan berat badan >10 g/kg/hari

Bila kenaikan berat badan <5g/kgBB/hari, lakukan penilaian ulang apakah target
asupan makanan memenuhi kebutuhan dan cek tanda-tanda infeksi
24
• Anak laki-laki 4 tahun, berat badan 15 kg, keluhan benjolan
diperut sebelah kanan sejak 1 tahun yang lalu.
• Benjolan makin membesar sejak 8 bulan yang lalu disertai
penurunan nafsu makan, berat badan yang menurun, tidak
terdapat nyeri kadang kencing campur darah.
• Pada pemeriksaan fisik didapatkan benjolan diperut sebelah
kanan terabamassa keras yang terfiksir.

PX RADIOLOGIS AWAL…
DIAGNOSIS  TUMOR WILMS
JAWABAN:
A. ULTRASONOGRAFI ABDOMEN
• Anak laki-laki 4 tahun, dgn massa abdomen
kanan keras terfiksir sejak 1 tahun
bertambah besar 8 bulan + penurunan
nafsu makan + BB menurun + hematuria 
tumor ganas di ginjal  pada anak tumor
ganas tersering adalah nefroblastoma
(Wilms tumor)
• Pemeriksaan radiologis awal untuk
assessment massa tumor intrabdomen
adalah USG
• Intravenous pielografi  pemeriksaan yang
biasanya digunakan untuk melihat bagtu
saluran kemih
• Angiografi ginjal  jarang digunakan untuk
diagnosis dan staging wilms tumor
• CT scan tanpa kontras  melihat ekstensi
tumor wilms, terutama dengan menggunakan
kontras
• CT scan dengan kontras  melihat ekstensi
tumor
Wilms tumor

• Wilms tumor • Merupakan tumor solid pada


renal terbanyak pada masa
Tumor ganas ginjal yang terjadi kanak-kanak, 5% dari jumlah
pada anak, yang terdiri dari sel kanker pada anak. (smith urology)
spindel dan jaringan lain. Disebut • Puncak usia adalah pada usia 3
juga adenomyosarcoma, tahun
embryoma of kidney, • Lebih sering unilateral ginjal
nephroblastoma,
renal carcinosarcoma . • Etiologi
– Non familial: 2 postzygotic
mutation pada single cell
– Familial : 1 preygotic mutation dan
The American Heritage® Stedman's Medical Dictionary subsequent post zygotic event
Copyright © 2002, 2001, 1995 by Houghton Mifflin Company.
Published by Houghton Mifflin Company. – Mutasi ini terjadi pada lengan
pendek kromosom 11 (11p13)
Patogenesis & Pathology Karakteristik
Prekurson wilms tumor (nephrogenic rest-NR)
tumor
• Perilobar NR dan intralobar NR
• Wilms tumor :
large, multi lobular, gray or tan in
color, focal area of hemorrhage
NR dormant untuk beberapa tahun and necrosis, biasanya terdapat
fibrous pseudocapsule
• Penyebarannya :
Renal mengalami involusi dan sclerosis 1. Direct extension  renal
capsule
2. Hematogenously  renal vein
atau vena cava
Wilms tumor 3. Lymphatic
• Metastasis : 85-95% ke paru, 10-
15% ke liver, 25% ke limf node
Histopatology : Blastemal, epithelial, regional
dan stromal element, tanpa anaplasia
Wilms tumor
Gejala Klinis Pemeriksaan penunjang
• Massa dan rasa sakit • Lab : Urinalisis : hematuria, anemia,
pada abdominal subcapsular hemorrhage. Jika sudah
• Macroscopic metastasis ke liver terdapat peningkatan
haematuria creatinin
• Hypertension • USG Abdomen  evaluasi awal masa
abdomen pada anak
• Anorexia, nausea,
vomit • CT abdominal/ MRI  lihat ekstensi tumor
– Contrast-enhanced CT or magnetic resonance
imaging (MRI) is recommended to further
evaluate the nature and extent of the mass,
including evidence of preoperative rupture or
ascites.
– CT or MRI also may detect small lesions of tumor
or nephrogenic rests in the opposite kidney,
which were not detected by ultrasonography.
• Chest xray  lihat metastasis ke paru
• Histologis dari jaringan Biopsi surgical excision
 diagnosis pasti nefroblastoma
• CT scan in a patient  Gross nephrectomy
with a right-sided specimen shows a Wilms
Wilms tumor with tumor pushing the
favorable histology. normal renal
parenchyma to the side.
25
• Bayi perempuan berusia 4 keluhan BAB 1x berdarah
dan muntah darah berwarna merah segar tadi pagi.
• Riwayat persalinan cukup bulan, ditolong dukun di
desa, BB 2850 g, TB 49 cm.
• Pada pemeriksaan fisik ditemukan petekie (+).

TERAPI YG DIBERIKAN…
DIAGNOSIS  VITAMIN K DEFICIENCY BLEEDING
JAWABAN:
C. VITAMIN K
• Bayi perempuan berusia 4 hari keluhan BAB 1x
berdarah dan muntah darah berwarna merah
segar tadi pagi + PF terdapat petekie 
manifestasi perdarahan pada bayi baru lahir
• Riwayat persalinan cukup bulan, ditolong
dukun di desa ada kemungkinan tidak
diberikan suntikan vitamin K1 IM
• Dari faktor risiko dan temuan klinis, diagnosis
kerja dari kasus ini adalah classic vitamin K
deficiency bleeding
• Terapi yang diberikan ialah injeksi vitamin K,
transfusi FFP
• Asam traneksamat  obat antifibrinolisis
• Vit. C  diberikan pada scurvy
• Kriopresipitate  Hanya mengandung faktor
pembekuan VIII, XIII, von Willebrand factor, dan
fibrinogen
• Carbazochrome  obat yang meningkatkan agregasi
platelet dan juga adhesi platelet membentukplatelet
plug dengan cara beriteraksi dgn α-adrenoreceptors
pada permukaan platelet
Vitamin K Deficiency Bleeding (VKDB)
Stadium Characteristic
Early-onset VKDB usually occurs during first 24 hours after birth. Baby born of
mother who has been on certain drugs: anticonvulsant,
antituberculous drug, antibiotics, VK antagonist anticoagulant.
Classic VKDB Occurs during 2 to 7 day of life when the prothrombin complex
is low. It was found in babies who do not received VKP or
VK supplemented.
Bleeding commonly occurs in the umbilicus, gastrointestinal
(GI) tract (ie, melena), skin, nose, surgical sites (ie, circumcision)
and, uncommonly, in the brain.
Late-onset VKDB / Late-onset vitamin K deficiency bleeding usually occurs
APCD (acquired between age 2-12 weeks; however, it can be seen as long as 6
prothrombin months after birth. This disease is most common in breastfed
complex disorder) infants who did not receive vitamin K prophylaxis at birth.
More than half of these infants present with acute intracranial
hemorrhages
Acquired Prothrombine Complex Deficiency
(APCD) dengan Perdarahan Intrakranial
• Acquired Prothrombine Complex Deficiency (APCD)
dengan Perdarahan Intrakranial merupakan
kelanjutan dari VKDB (late onset VKDB)
• Etiologinya adalah defisiensi vitamin K yang dialami
oleh bayi karena : (1) Rendahnya kadar vitamin K dalam
plasma dan cadangan di hati, (2) Rendahnya kadar
vitamin K dalam ASI, (3) Tidak mendapat injeksi vitamin
K1 pada saat baru lahir
• Mulai terjadi 8 hari-6 bulan, insidensi tertinggi 3-8
minggu
• 80-90% bermanifestasi menjadi perdarahan
intrakranial

Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010


APCD
• Diagnosis • Tatalaksana APCD
– Anamnesis : Bayi kecil yang – Pada bayi dengan kejang fokal, pucat,
sebelumnya sehat, tiba-tiba dan UUB membonjol, berikan
tampak pucat, malas minum, tatalaksana APCD sampai terbukti
bukan
lemah. Tidak mendapat vitamin K
saat lahir, konsumsi ASI, kejang – Vitamin K1 1 mg IM selama 3 hari
berturut-turut
fokal
– Transfusi FFP 10-15 ml/kgBB selama 3
– PF : Pucat tanpa perdarahan yang hari berturut-turut
nyata. Tanda peningkatan tekanan – Transfusi PRC sesuai Hb
intrakranial (UUB membonjol, – Tatalaksana kejang dan peningkatan
penurunan kesadaran, papil tekanan intrakranial (Manitol 0,5-1
edema), defisit neurologis fokal g/kgBB/kali atau furosemid 1
– Pemeriksaan Penunjang : Anemia mg/kgBB/kali)
dengan trombosit normal, PT – Konsultasi bedah syaraf
memanjang, APTT • Pencegahan : Injeksi Vitamin KI 1 mg
normal/memanjang. USG/CT Scan IM pada semua bayi baru lahir
kepala : perdarahan intrakranial
– Pada bayi dengan kejang fokal,
pucat, disertai UUB membonjol
harus difikirkan APCD sampai
terbukti bukan
Buku PPM Anak IDAI
26
• Laki-laki usia 5 thn demam, batuk, pilek, dan timbul bercak kemerahan sejak 3
hari SMRS muncul dari wajah ke badan dan punggung.
• Pasien belum pernah divaksinasi.
• Suhu 380C, kemerahan pada konjungtiva bilateral, dan sekret cair bening dari
mata dan hidung.
• Makulopapular rash (+) kemerahan superfisial. Pada pemeriksaan penunjang
Hb 11 g/dL, Ht 36 %, leukosit 3.000/mm3, trombosit 150.000/ mm3, basofil=
0%, eosinofil= 2%, batang= 3%, segmen= 40%, limfosit= 50%, monosit=5%.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  MORBILI
JAWABAN:
A. MORBILI
• Laki-laki usia 5 thn demam, batuk, pilek, Suhu 380C,
kemerahan pada konjungtiva bilateral, dan sekret
cair bening dari mata dan hidung Demam +
Cough, Coryzae, Conjunctivitis
• Tmbul bercak kemerahan dari wajah ke badan dan
punggung  eksantema akut
• Pasien belum pernah divaksinasi  faktor risiko
• Leukosit 3.000/mm3, limfosit= 50%  leukopenia
dengan limfositosis relative  infeksi virus
• Infeksi virus dengan gejala demam + 3C + FR belum
imunisasi  morbili
• Varicella  lesi kulit polimorfik mulai dari papul
kemerahan, vesikel jernih, vesikel isi pus, hingga
pecah dan meninggalkan krusta
• Rubella  asimtomatik, demam tidak tinggi,
limfadenopati postaurikula/ suboksipital
• Herpes simplek  lesi vesikel berkelompok
dengan dasar kemerahan
• Roseola infantum  demam tinggi mendadak,
turun mendadak, kemudia baru timbul rash
Morbili
Species: Measles morbillivirus • Masa infeksius: 1-2 hari
Genus: Morbillivirus
Family: Paramyxoviridae sblm prodromal s.d. 4 hari
Order: Mononegavirales setelah muncul ruam
Single-stranded, negative-sense, enveloped
(non-segmented) RNA virus • Prodromal
– Hari 7-11 setelah eksposure
• Kel yg rentan:
– Demam, batuk,
– Anak usia prasekolah yg blm konjungtivitis,sekret hidung.
divaksinasi (cough, coryza, conjunctivitis
– Anak usia sekolah yang gagal  3C)
imunisasi
• Enanthem  ruam
• Musin: akhir musim dingin/ kemerahan
musim semi
• Koplik’s spots muncul 2 hari
• Inkubasi: 8-12 hari sebelum ruam dan
bertahan selama 2 hari.
Morbili
KOMPLIKASI DIAGNOSIS & TERAPI
• Otitis Media (1 dari 10 penderita • Diagnosis:
campak pada anak)
• Diare (1 dari 10 penderita campak) – manifestasi klinis, tanda
• Bronchopneumonia (komplikasi patognomonik bercak Koplik
berat; 1 dari 20 anak penderita – isolasi virus dari darah, urin,
campak)
• Encephalitis (komplikasi berat; 1 atau sekret nasofaring
dari 1000 anak penderita campak) – pemeriksaan serologis: titer
• Pericarditis antibodi 2 minggu setelah
• Subacute sclerosing timbulnya penyakit
panencephalitis – late sequellae
due to persistent infection of the
CNS; 7-10 tahun setelahnya; 1:
100,000 orang)
27
• Anak laki-laki 8 thn dengan keluhan nyeri saat
menelan 2 hari yang lalu.
• Pasien juga demam suhu 390C , tonsil membesar,
hiperemis. Apusan tenggorok coccus berderat gram
(+).
• Pemeriksaan darah hemolisis sempurna.
KOMPLIKASI YANG BISA MUNCUL 2-3 MINGGU KMDN…
DIAGNOSIS  STREPTOCOCCAL (GABHS) TONSILITIS
JAWABAN:
C. DEMAM RHEUMATIK
• Anak laki-laki 8 thn dengan keluhan nyeri saat
menelan 2 hari + suhu 390C, tonsil membesar,
hiperemis  tonsillitis akut
• Apusan tenggorok coccus berderat gram (+) 
streptococcus
• Pemeriksaan darah hemolisis sempurna 
streptococcus beta hemolitikus
• streptococcus beta hemolitikus grup A bisa
menyebabkan komplikasi nonsupuratif berupa
demam rematik yang biasanya muncul 2-3
minggu setelah
• Syok septik  bisa disebabkan oleh golongan streptokokus,
terjadi ketika patogen masuk ke dalam peredaran darah
sistemik dan menyebabkan berbagai gangguan organ termasuk
kardiovaskular sehingga membutuhkan vasopressor
• Demam skarlatina  salah satu komplikasi yang bisa terjadi
pada GABHS, tetapi biasanya muncul dalam beberapa hari
setelah timbul gejala infeksi
• Penyakit jantung rematik  komplikasi lanjut dari demam
rematik, dimana kerusakan katup sudah menetap
• Infeksi sistem saraf pusat  bisa disebabkan oleh GABHS
dengan penyebaran kontinu dr infeksi telinga atau secara
hematogen, biasanya gejala bersifat akut
Streptococcus
• Streptococci are Gram-positive, nonmotile,
nonsporeforming, catalase-negative cocci that occur in
pairs or chains.
• Most require enriched media (blood agar).
• They are divided into three groups by the type of
hemolysis on blood agar:
– β-hemolytic (clear, complete lysis of red cells),
– α hemolytic (incomplete, green hemolysis),
– γ hemolytic (no hemolysis).
• Bacitracin sensitivity presumptively differentiates group A
from other β-hemolytic streptococci (B, C, G)
Suppurative Complication of GAS
Tonsilopharyngitis
• Tonsillopharyngeal cellulitis • Streptococcal bacteremia
or abscess • Osteomyelitis
• Impetigo - Purulent, honey- • Otitis media
colored, crusted skin lesions • Sinusitis
• Necrotizing fasciitis • Meningitis or brain abscess
• Cellulitis (a rare complication
resulting from direct
extension of an ear or sinus
infection or from
hematogenous spread)
The nonsuppurative complication
of GAS Tonsillopharyngitis
• Acute Rheumatic Fever - Defined by Jones criteria
– Acute rheumatic fever (ARF) is a sequela of streptococcal
infection—typically following 2 to 3 weeks after group A
streptococcal pharyngitis—that occurs most commonly in
children and has rheumatologic, cardiac, and neurologic
manifestations.
• Rheumatic heart disease - Chronic valvular damage,
predominantly the mitral valve
• Acute glomerulonephritis
• Scarlet fever
• Streptococcal toxic shock syndrome

Emedicine
28
• Anak perempuan usia 2 tahun muntah dan diare sejak 3 hari.
• Diare 4 kali dalam 1 sehari dengan volume 1/5 gelas, feses cair, berbuih, darah
dan lendir tidak ada.
• Anak tampak sakit sedang, nadi 100x/menit, RR 30x/menit, T 36,9°C, akral
hangat.
• Ubun-ubun kecil cekung, anak tampak haus, rewel, tapi masih mau minum.
• Dokter memberikan oralit untuk terapi cairannya.
• Sejak dari 10 tahun yang lalu didalam garam oralit ditambahkan glukosa dan
asam amino.

TUJUAN PENAMBAHAN GULA & GARAM PADA ORALIT…


DIAGNOSIS  DIARE AKUT
JAWABAN:
C. MENINGKATKAN PENYERAPAN NATRIUM & AIR
• Anak perempuan usia 2 tahun muntah dan diare sejak 3 hari dengan
Ubun-ubun kecil cekung, anak tampak haus, rewel, tapi masih mau
minum  diare akut dehidrasi ringan-sedang
• Dalam garam oralit ditambahkan glukosa tujuannya ialah
meningkatkan absorbsi dari natrium dan air.
– Na + / glukosa cotransporter 1 (SGLT1)  salah satu sistem yang
memungkinkan penyerapan natrium dan air di dalam usus.
– Transporter SGLT1 di sel vili usus ini fungsinya tidak terganggu dalam
diare (terutama jenis sekretorik, dimana peningkatan cAMP akan
meningkatkan sekresi Cl- dan H2O ke dalam lumen serta menghambat
absorbsi Na+ dan Cl-)  Kerja SGLT1 inilah yang digunakan oleh ORS
– Glukosa yang ada dalam ORS akan diterima masuk oleh SGLT-1 dan
dengan mekanisme co-transport coupling akan turut serta memasukkan
H2O  dengan kata lain, larutan ORS akan menstimulasi penyerapan
Na+ via transport glukosa di SGLT-1
– Komposisi glukosa : Natrium yang terbaik di ORS adalah 1 : 1
• Pengganti makanan  glukosa dalam ORS bukan
bertujuan sebagai pengganti makanan
• Menambah osmolaritas peningkatan osmolaritas di
lumen usus malah akan menyebabkan diare osmotik
• Mempercepat penyembuhan luka  ORS tidak
bertujuan untuk mempercepat penyembuhan luka di
saluran cerna
• Memicu aktifitas glut-4  Transporter Na + / glukosa
cotransporter 1 (SGLT1) yang memungkinkan
penyerapan natrium dan air di dalam usus, bukan Glut-
4
Oral Rehydration Solution
• In children with diarrhea due to gastroenteritis,
the sodium-coupled co-transport with glucose
and other carrier organic solutes remains
intact
• ORS is an orally ingested solution that
stimulates intestinal Na+ absorption by
Na+/glucose cotransporter 1 (SGLT1 [SLC5A1])
and Na+-coupled amino acid transporters.
– SGLT1 transport is preserved in electrolyte transport-
related (secretory) diarrheas such as those caused by
bacterial enterotoxins. Composition of presently
WHO-UNICEF
• The World Health Organization (WHO)- recommended oral
recommended ORS is hypoosmolar (245 rehydration solution

mOsm/L), with optimized glucose-to-Na+ ratios


to increase water absorption.
ORS Mechanism
• Simply giving a saline solution (water plus Na+) by mouth has no beneficial
effect because the normal mechanism by which Na+ is absorbed by the
healthy intestinal wall is impaired in the diarrhoeal state and if the Na+ is
not absorbed neither can the water be absorbed.
• In fact, excess Na+ in the lumen of the intestine causes increased
secretion of water and the diarrhoea worsens.
• If glucose (also called dextrose) is added to a saline solution a new
mechanism comes into play.
• The glucose molecules are absorbed through the intestinal wall -
unaffected by the diarrhoeal disease state - and in conjunction sodium is
carried through by a co-transport coupling mechanism.
• This occurs in a 1:1 ratio, one molecule of glucose co-transporting one
sodium ion (Na+).
Oral Rehydration Therapy
• Fluids with a molar ratio of glucose in excess of sodium (eg,
fruit juices, soda, or sports beverages) have the theoretical
potential of increasing diarrheal losses because the higher
unabsorbed glucose load will increase the osmolality in the
lumen, resulting in decreased water absorption.
• Fluids with excess sodium concentration compared with
glucose (eg, chicken broth) may also increase diarrheal losses,
as there are no organic solute to facilitate the transport of
sodium. Fluids with high sodium concentration also may result
in hypernatremia.
29
• Anak laki-laki 5 tahun mengalami panas tidak tinggi selama 3 hari.
• Suhu badan 37,80C, tekanan darah 100/70, nadi 100 kali/menit.
• Rumple leede (-)
• pembesaran kelenjar di retro aurikular dan servikal.
• Rash eritromakulopapular di seluruh tubuh.
• Terdapat petekie di area palatum.
• Pemeriksaan laboratorium Hb : 12,3 g/dl, Lekosit : 4.500 /µl,
Hematokrit : 36%, Trombosit : 120.000/µl.

DIAGNOSIS YANG TEPAT…


DIAGNOSIS  RUBELLA
JAWABAN:
D. RUBELLA
• Anak laki-laki 5 tahun mengalami panas tidak tinggi
selama 3 hari + Suhu badan 37,80C  subfebris
• PF:
– Rumple leede (-)  bukan infeksi dengue
– Pembesaran kelenjar di retro aurikular dan servikal
– Rash eritromakulopapular di seluruh tubuh 
eksantema akut
– Terdapat petekie di area palatum  kemungkinan
forchheimer spot
• Eksantema akut dgn demam subfebris,
limfadenopati, forchheimer spot  sesuai dengan
gejala rubela
• Dengue Fever dan DBD  demam bifasik,
mialgia, nyeri kepala/retroorbita, petekie,
manifestasi perdarahan lainnya, rumple leede
(+)
• Morbili  demam, 3C, koplik spot, ruam
makulopapular
• Exanthema Subitum
Rubella
• Togavirus • Asymptomatik hingga
• Yg rentan: orang dewasa 50%
yang belum divaksinasi • Prodromal
• Musim: akhir musim – Anak-anak: tidak bergejala
dingin/ awal musim semi. s.d. gejala ringan
– Dewasa: demam, malaside,
• Inkubasi 14-21 hari nyeri tenggorokan, mual,
• Masa infeksius: 5-7 hari anoreksia, limfadenitis
sblm ruam s.d. 3-5 hari oksipital yg nyeri.
setelah ruam muncul • Enanthem
– Forschheimer’s spots
petekie pada hard
palate
Rubella - komplikasi
• Arthralgias/arthritis pada
org dewasa
• Peripheral neuritis
• encephalitis
• thrombocytopenic purpura
(jarang)
• Congenital rubella
syndrome
– Infeksi pada trimester
pertama
– IUGR, kelainan mata, tuli,
kelainan jantung, anemia,
trombositopenia, nodul kulit.
30
• Anak laki-laki 3 tahun, mengalami hambatan pertumbuhan, berat badan selalu
di bawah normal.
• Anak tampak lemah dan kurang aktif.
• Sejak bayi, anak tersebut tidak menyusu lama, saat menangis wajahnya akan
berubah menjadi biru.
• Setelah mulai bisa berjalan dan berlari pasien sering terlihat sesak dan
menjadi biru, serta langsung meringkuk.
• Pada pemeriksaan rontgen didapatkan gambaran jantung seperti sepatu bot

KELAINAN YG TIDAK TERMASUK PD PENYAKIT INI…


DIAGNOSIS  TETRALLOGY OF FALLOT
JAWABAN:
E. COARCTASIO AORTA
• Anak laki-laki 3 tahun saat bayi tidak bisa menyusu
lama + gangguan pertumbuhan + sianosis Ketika
menangis  PJG sianotik
• Setelah mulai bisa berjalan dan berlari pasien sering
terlihat sesak dan menjadi biru, serta langsung
meringkuk  tet spell pada tetralogy of fallot
• Rontgen didapatkan gambaran jantung sepatu bot
 Tetrallogy of Fallot
• ToF terdiri dari: VSD, stenosis pulmonal, overriding
aorta, dan RVH
• Jadi, yang tidak termasuk ke dalam kelainan ToF
ialah Coarctasio aorta
Penyakit Jantung Kongenital
Sianotik: R-L shunt
TOF (Tetralogy of Fallot):
• Stenosis Katup Pulmonal, VSD, overriding aorta, RVH.
• Boot like heart pada foto radiografi.
• Gejala klinis Sesak + Sianotik, gangguan pertumbuhan,
dengan TET Spell (Berjongkok bila sesak untuk
meningkatkan aliran darah ke paru)
• Murmur bersifat Systolic ejection murmur di area
kanan atas border sternal karena Stenosis katup
pulmonal

Nelson’s textbook of pediatrics. 19th ed


Tetralogi Fallot
31
• Anak laki-laki 3 tahun lebih kecil dan kurus
dibanding teman-teman seusianya.
• Untuk memastikan keadaan gizinya dilakukan
pemeriksaan status gizi.

PEMERIKSAAN YG PALING BAIK…


DIAGNOSIS  PENGUKURAN STATUS GIZI
JAWABAN:
C. BERAT BADAN TERHADAP TINGGI BADAN
• Dalam keadaan normal, perkembangan BB akan
searah dg pertumbuhan TB dg kecepatan tertentu.
• Indeks BB/TB merupakan indeks yang independen
terhadap umur.
• Indeks BB/TB mrp indikator yang baik u/ menilai
status gizi saat ini (sekarang).
• Berdasarkan Rekomendasi Asuhan Nutrisi
Pediatrik dari IDAI, Penentuan status gizi dilakukan
berdasarkan berat badan (BB) menurut panjang
badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau
BB/TB).
• Tinggi badan terhadap usia  Lingkar lengan atas Tinggi badan
menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada kondisi normal, TB
tumbuh seiring pertambahan umur. Maka indeks TB/U menggambarkan
status gizi masa lalu.
• Berat badan terhadap usia  Indikator ini digunakan untuk menilai apakah
seorang anak beratnya kurang atau sangat kurang, tetapi tidak dapat
digunakan untuk mengklasifikasikan apakah seorang anak mengalami
kelebihan berat badan atau sangat gemuk. Anak dengan BB/U rendah dapat
disebabkan oleh pendek (stunting) atau kurus (thinness) atau keduanya
• Tebal lipatan kulit  Sebagai cadangan sumber energi, lemak tubuh diukur
melalui tebal lemak bawah kulit (TLBK) atau skinfold.
• Lingkar lengan atas  Ukuran yang menggambarkan persediaan cadangan
lemak tubuh  parameter yg labil  baik untuk menilai status gizi masa kini
tapi kekurangannya: a) Hanya dapat mengidentifikasi anak dengan KEP berat,
b) Sulit menemukan ambang batas, dan c) Sulit untuk melihat pertumbuhan
anak 2-5 tahun.
Penentuan Status Gizi
• Penentuan status gizi dilakukan berdasarkan berat badan (BB) menurut
panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau BB/TB).
• Grafik pertumbuhan yang digunakan sebagai acuan ialah grafik WHO 2006
untuk anak kurang dari 5 tahun dan grafik CDC 2000 untuk anak lebih dari 5
tahun.
• Grafik WHO 2006 digunakan untuk usia 0-5 tahun karena mempunyai
keunggulan metodologi dibandingkan CDC 2000.
– Subyek penelitian pada WHO 2006 berasal dari 5 benua dan mempunyai lingkungan yang
mendukung untuk pertumbuhan optimal.
• Untuk usia di atas 5 tahun hingga 18 tahun digunakan grafik CDC 2000 dengan
pertimbangan grafik WHO 2007 tidak memiliki grafik BB/TB dan data dari WHO
2007 merupakan smoothing NCHS 1981.
• Penentuan status gizi menggunakan cut off Z score WHO 2006 untuk usia 0-5
tahun dan persentase berat badan ideal sesuai kriteria Waterlow untuk anak di
atas 5 tahun.
1. Penilaian status Gizi
Algoritme penggunaan grafik pertumbuhan
Tentukan Usia pasien

0-5 tahun >5-18 tahun

Gunakan grafik BB/TB Gunakan grafik BB/TB


WHO 2006 CDC 2000

Z score >+1 BB/TB >110%

Usia <2 tahun Usia 2-5 tahun

Grafik IMT Grafik IMT Grafik IMT


WHO 2006 CDC 2000 CDC 2000
32
• Seorang anak laki-laki 2 tahun mengalami ISPA dan diare
sejak usia 11-12 bulan.
• Pasien sampai sekarang masih mengkonsumsi ASI.
• Usia 1 bulan pasien mengkonsumsi pisang lumat, usia 4
bulan diberi nasi bubur, usia 7 bulan diberi nasi tim, usia
10 bulan diberi nasi lengkap dewasa.
PERNYATAAN YANG SESUAI DENGAN KONDISI DI ATAS…
DIAGNOSIS  PEMBERIAN MPASI
JAWABAN:
D. PEMBERIAN MP ASI TIDAK TEPAT
• Seorang anak laki-laki 2 tahun mengalami ISPA dan
diare sejak usia 11-12 bulan  anak mudah infeksi
• Pasien sampai sekarang masih mengkonsumsi ASI
 baik
• Pemberian MP-ASI di soal tidak tepat karena terlalu
cepat:
– Usia 1 bulan pasien mengkonsumsi pisang lumat , usia
4 bulan diberi nasi bubur,  sebaiknya hanya ASI
eksklusif hingga 6 bulan
– usia 7 bulan diberi nasi tim  harusnya 9-12 bulan
– usia 10 bulan diberi nasi lengkap dewasa  harusnya >
12 bulan
Infant Feeding Practice
Rekomendasi WHO dan UNICEF, 2002, dalam Global Strategy for Infant
and Young Child Feeding :
• Memberikan ASI segera setelah lahir-1jam pertama
• Memberikan hanya ASI saja atau ASI Eksklusif sejak lahir sampai
umur 6 bulan
• Memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi mulai
umur 6 bulan
• Diberikan karena ASI tidak lagi mencukupi kebutuhan zat gizi
• Pengaturan MP-ASI agar tidak diberikan terlalu
dini/terlambat/terlalu sedikit/kurang nilai gizi
• Tetap memberikan ASI sampai anak umur 2 tahun atau lebih
Tahap Penyapihan
Panduan praktis mengenai kualitas, frekuensi, dan jumlah
makanan yang dianjurkan untuk bayi dan anak berusia 6-23
bulan yang diberi ASI on demand
Energi yang Jumlah rata-
Usia Tekstur Frekuensi
Dibutuhkan rata makanan
2-3 sendok
Mulai dengan bubur
makan,
6-8 kental/makanan yang 2-3 kali/hari Plus
200 kkal/hari tingkatkan
bulan dihaluskan. 1-2 kali snack
bertahap sampai
Buah dapat diberikan
125 ml
Makanan yang
dicincang halus dan
9-11 3-4 kali/hari Plus
300 kkal/hari makanan yang dapat 125 ml
bulan 1-2 kali snack
diambil sendiri oleh
bayi
Tiga perempat
12-23 3-4 kali/hari Plus
550 kkal/hari Makanan keluarga sampai satu
bulan 1-2 kali snack
cangkir 250 m
• Makanan lumat adalah jenis makanan yang
konsistensinya paling halus seperti bubur
susu dan nasi tim/bubur saring.
• Pada usia 9 bulan jenis buah yang boleh
diberikan: pisang, jeruk, alpukat, apel,
mangga harum manis, papaya, melon.
• Bubur Susu:
• Campurkan tepung beras 1-2 sdm dan
gula pasir 1-2 sdm menjadi satu ,
tambahkan susu/santan 5 sdm yang
sudah dicairkan dengan air 200 cc
sedikit-sedikit aduk sampai rata ,
kemudian masak di atas api kecil
sambil diaduk-aduk sampai matang.
33
• Anak perempuan 1 tahun Caucasian keluhan demam dan batuk berulang sejak
kelahirannya.
• Selama ini ia mendapat pengobatan antibiotika dari dokter.
• BAB anak berbau khas dan lebih banyak dari ukuran normal, serta berat
badannya tidak meningkat.
• Dari hasil pemeriksaan X-ray didapatkan bronkopneumonia, peningkatan
lemak pada feses dan peningkatan serum CI dengan pemeriksaan kuantitatif
pilocarpine iontophoresis sweat test.

PROTEIN YG GEN-NYA ALAMI MUTASI PD KASUS…


DIAGNOSIS  CYSTIC FIBROSIS
JAWABAN:
E. CFTR
• Anak perempuan 1 tahun demam dan batuk
berulang sejak kelahirannya, Ro sekarang BP 
ISPA berulang
• BAB anak berbau khas dan lebih banyak dari
ukuran normal, serta berat badannya tidak
meningkat, Peningkatan lemak pada feses 
gejala gastrointestinal, terjadi malabsorbsi,
insufisensi pankreas
• Peningkatan serum CI dengan pemeriksaan
kuantitatif pilocarpine iontophoresis sweat test 
Kriteria diagnosis Cystic fibrosis
• Pasien dengan CF memiliki transportasi klorida dan
natrium yang abnormal pada epitel, menghasilkan sekresi
kental di bronkus, saluran empedu, pankreas, usus, dan
sistem reproduksi  gejala pernapasan (ISPA berulang)
dan pencernaan (malabsorbsi, defisiensi vitamin,
insufisiensi pancreas, dll)
• CF disebabkan oleh mutasi pada gen tunggal besar pada
kromosom 7 yang mengkode protein cystic fibrosis
transmembrane conductance regulator (CFTR) protein
• Mutasi dari Tyrosine kinase receptor (RTK)  kelainan
developmental seperti akondroplasia dan keganasan
• GPCR  mutasi pada gen ini biasanya terkait dengan penyakit
endokrin, misalnya hipo/hiperparatiroid, diabetes insipidus,
kelainan paratiroid, dll
• Glycine receptor  mutasi pada reseptor ini bisa menyebabkan
Hyperekplexia (stiff baby syndrome or startle disease): triad of
generalized stiffness while awake, nocturnal myoclonus, and an
exaggerated startle reflex  often apparent at birth)
• ABC transporter  ATP-binding cassette transporters
merupakan golongan transporter superfamili yang memiliki 5
subfamili, salah satunya ialah ABCC, dimana CFTR berada dalam
kelompok subfamili ini (nama lain gen CFTR ialah ABCC7)
Cystic Fibrosis
• Cystic fibrosis (CF) is a an autosomal recessive disorder resulting in multisystem
disease affecting the lungs, digestive system, sweat glands, and the
reproductive tract.
• Patients with CF have abnormal transport of chloride and sodium across
secretory epithelia, resulting in thickened, viscous secretions in the bronchi,
biliary tract, pancreas, intestines, and reproductive system
• CF is caused by pathogenic variants in a single large gene on chromosome 7
that encodes the cystic fibrosis transmembrane conductance regulator (CFTR)
protein
• CFTR functions as a regulated chloride channel, which, in turn, may regulate
the activity of other chloride and sodium channels at the cell surface.
• An associated finding is an increased concentration of chloride in sweat
secretions, which constitutes one of the methods of diagnosis of CF.
• Progressive lung disease continues to be the major cause of morbidity and
mortality for most patients.
Cystic Fibrosis
• Gastrointestinal effects —
– Thickened secretions caused by CFTR malfunction cause the gastrointestinal
complications of CF.
– Impaired flow of bile and pancreatic secretions cause maldigestion and
malabsorption, as well as progressive liver and pancreatic disease, leading to
CF-related diabetes.
– Because of thickened intestinal secretions and maldigestion, CF patients are
prone to intestinal obstruction (distal intestinal obstruction syndrome or
intussusception) and to rectal prolapse.
– Constipation — Constipation is a common problem in individuals with CF,
occurring in 25 to 50 percent of patients, and is a common reason for
flatulence and abdominal pain
– Meconium ileus — Meconium ileus (MI) is a disorder of the neonate caused
by the obstruction of the small intestines at the level of the terminal ileum
with inspissated meconium. Infants with MI generally present during the first
three days of life with abdominal distension and failure to pass meconium,
with or without vomiting. Approximately 10 percent of patients with CF
present as neonates with MI. All infants with MI should have a definitive
diagnostic test for CF
Cystic Fibrosis
• Respiratory effects —
– CFTR malfunction in the respiratory epithelium is associated
with a variety of changes in electrolyte and water transport.
– The net result of these changes is an alteration in the rheology
of airway secretions, which become thick and difficult to clear.
• Chronic lung infection — The chronic airway obstruction
caused by viscous secretions is followed by progressive
pulmonary colonization with pathogenic bacteria,
including Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus,
and eventually P. aeruginosa and/or B. cepacia complex
bacteria.
Respiratory manifestations Gastrointestinal Genitourinary
manifestations
Chronic productive cough Bilateral absence of vas
Pancreatic insufficiency deferens
Sinusitis Distal intestinal obstruction
Male infertility
syndrome (DIOS)
Nasal polyposis
Meconium ileus Reduced female fertility
Bronchiolitis/asthma Cystic fibrosis-related Other
diabetes (CFRD)
Pseudomonas aeruginosa Hypochloremic,
infection of the respiratory Vitamin deficiencies hyponatremic alkalosis
tract Pseudotumor cerebri
Recurrent pancreatitis
Staphylococcal infection of Prolonged neonatal jaundice Osteoporosis
the respiratory tract
Biliary cirrhosis with portal
Bronchiectasis hypertension

Digital clubbing Dermatitis resembling


acrodermatitis enteropathica,
CF Clinical
Atypical mycobacterial with fatty acid and zinc Manifestation
infection deficiency
Allergic bronchopulmonary Rectal prolapse
aspergillosis
Volvulus in fetal life
Cystic Fibrosis Diagnostic Criteria
At least one of the following:

 One or more typical phenotypic features of CF:

o Chronic pulmonary disease

o Chronic sinusitis

o Characteristic gastrointestinal and nutritional abnormalities

o Salt loss syndromes

o Obstructive azoospermia

 History of cystic fibrosis in a sibling

 Positive newborn screening test

PLUS at least one:

 Elevated sweat chloride concentration

 Two CFTR variants known to cause CF on separate alleles*


 Abnormalities in nasal potential difference (NPD) testing that are
typical for CF (NPD testing measures abnormalities in ion
transport across the nasal epithelium)
Pemeriksaan Lab
• Pilocarpine iontophoresis (sweat chloride test)  diagnostic of CF
if sweat chloride is >= 60 mmol/L on two separate tests on
consecutive days.
• DNA testing may be useful for confirming the diagnosis and
providing genetic information for family members.
• Nasal potential difference/ NPD testing measures abnormalities in
ion transport across the nasal epithelium  Abnormalities in NPD
testing that are typical for CF [Patients with CFTR dysfunction have
a high potential difference in the basal state, a greater decline than
controls following amiloride, and minimal response to low chloride-
isoproterenol perfusion ]
Pemeriksaan Imaging
• Chest x-ray  focal atelectasis, peribronchial
cuffing, bronchiectasis, increased interstitial
markings, hyperinflation
• High-resolution chest CT scan: bronchial wall
thickening, cystic lesions, ring shadows
(bronchiectasis)
Tatalaksana
• Non Farmakologi
– Mucus clearance (using postural drainage techniques, chest
percussion)
– Encouragement of regular exercise and proper nutrition
– Psychosocial evaluation and counseling of patient and family
members.

• Farmakologis
– Antibiotic therapy based on results of Gram stain and culture
and sensitivity of sputum.
– Bronchodilators for patients with airflow obstruction.
– Long-term pancreatic enzyme replacement
34
• Anak laki-laki 2 tahun demam dan batuk “menyalak”. Batuk dimulai
tiba-tiba di tengah malam.
• Temperatur 37,9oC dan tampak cemas.
• Denyut jantung 160x/menit dan laju pernapasan 32x/menit.
• Nafas tampak kesulitan dan menggunakan bantuan otot bantu
pernapasan.
• Terdengar suara stridor yang cukup jelas.
• Pemeriksaan auskultasi paru tidak menunjukkan kelainan apapun.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  CROUP
JAWABAN:
C. CROUP
• Anak laki-laki 2 tahun demam dan batuk
“menyalak”  infeksi dengan gejala barking
cough
• Sulit bernapas + otot bantu pernapasan +
stridor  sumbatan jalan napas atas
• Pemeriksaan auskultasi paru tidak
menunjukkan kelainan apapun  tidak ada
wheezing/rhoki  bukan kelainan saluran
napas bawah
• Infeksi saluran napas atas akut yang
menyebabkan barking cough dan stridor ialah
croup
• Epiglotitis  distress napas, drooling, dysfagia,
stridor
• Abses peritonsilar  hot potato voice, trismus,
uvula terdorong kontralateral
• Asma terdapat pencetus, riwayat atopi,
wheezing
• Bronkiolitis  < 2 tahun dengan wheezing,
ekspirasi memanjang
Croup
• Croup (laringotrakeobronkitis viral) adalah
infeksi virus di saluran nafas atas yang
menyebabkan penyumbatan
• Croup generally affects the larynx and trachea,
although this illness may also extend to the
bronchi.
• Merupakan penyebab stridor tersering pada
anak
• Gejala: batuk menggonggong (barking cough),
stridor, demam, suara serak, nafas cepat disertai
tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
• Penyebab tersering ialah virus Parainfluenza tipe
1, 2, dan 3
– Paling sering tipe 1 dan 2 (terutama tipe 1) Steeple sign
Pemeriksaan
• Croup is primarily a clinical diagnosis
• Laboratory test results rarely contribute to confirming this
diagnosis. The complete blood cell (CBC) count may suggest a
viral cause with lymphocytosis
• Radiography : verify a presumptive diagnosis or exclude other
disorders causing stridor.
– The anteroposterior (AP) radiograph of the soft tissues of the neck
classically reveals a steeple sign (also known as a pencil-point sign
or wine bottle sign), which signifies subglottic narrowing
– Lateral neck view may reveal a distended hypopharynx (ballooning)
during inspiration
• Laryngoscopy is indicated only in unusual circumstances (eg,
the course of illness is not typical, the child has symptoms that
suggest an underlying anatomic or congenital disorder)
Klasifikasi dan Penatalaksanaan
Ringan Berat
• Gejala: • Gejala:
– Demam – Stridor saat istirahat
– Takipnea
– Suara serak
– Retraksi dinding dada bagian
– Batuk menggonggong bawah
– Stridor bila anak gelisah • Terapi:
• Terapi: – Steroid (dexamethasone) dosis
tunggal (0,6 mg/kg IM/PO)
– Rawat jalan dapat diulang dalam 6-24 jam
– Pemberian cairan oral, – Epinefrin 1:1000 2 mL dalam 2-
ASI/makanan yang sesuai 3 mL NS, nebulisasi selama 20
– Simtomatik menit

WHO. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. WHO; 2008.
35
• Anak laki-laki 11 tahun datang dengan keluhan pembengkakan
di daerah rahang bawah kanan dan kiri sampai ke pipi sehingga
telinga pasien tampak terangkat,
• Disertai malaise, demam, dan penurunan nafsu makan.
• Teman-teman di sekolahnya juga ada yang menderita keluhan
yang sama.
• Sakit gigi (-).

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  MUMPS
JAWABAN:
B. PAROTITIS EPIDEMIKA
• Anak laki-laki 11 tahun datang dengan keluhan
pembengkakan di daerah rahang bawah kanan dan kiri
sampai ke pipi sehingga telinga pasien tampak terangkat
 lokasi area kelenjar parotis
• Disertai malaise, demam, dan penurunan nafsu makan
 tanda infeksi
• Teman-teman di sekolahnya juga ada yang menderita
keluhan yang sama  menyebabkan outbreak  infeksi
virus
• Sakit gigi (-)  menyingkirkan bengkak akibat karies
dentis
• Infeksi kelenjar parotis yang menyebabkan outbreak
(karena mudah menular) adalah mumps (parotitis
epidemika)
Mumps (Parotitis
Epidemica)
• Acute, self-limited, systemic
viral illness characterized by the
swelling of one or more of the
salivary glands, typically the
parotid glands.
• Highly infectious to nonimmune
individuals and is the only cause
of epidemic parotitis.
• Taksonomi:
– Species: Mumps rubulavirus
– Genus: Rubulavirus
– Family: Paramyxoviridae
– Order: Mononegavirales
Mumps
• Salah satu penyebab parotitis • Penularan terjadi sejak 6 hari
• Satu-satunya penyebab parotitis sebelum timbulnya
yang mengakibatkan “occasional pembengkakan parotis sampai 9
outbreak” hari kemudian.
• Disebabkan oleh paramyxovirus, • Bisa tanpa gejala
dengan predileksi pada kelenjar • Masa inkubasi 12-25 hari, gejala
dan jaringan syaraf. prodromal tidak spesifik ditandai
• The transmission mode is person dengan mialgia, anoreksia,
to person via respiratory droplets malaise, sakit kepala dan demam
and saliva, direct contact, or ringan  Setelah itu timbul
fomites. pembengkakan
• Insidens puncak pada usia 5-9 unilateral/bilateral kelejar parotis.
tahun. • Gejala ini akan berkurang setelah
• Imunisasi dengan live attenuated 1 minggu dan biasanya
vaccine sangat berhasil (98%) menghilang setelah 10 hari.
Mumps
• Komplikasi : Meningitis/encephalitis, Sensorineural hearing
loss/deafness, Guillain-Barré syndrome, Thyroiditis,
Myocarditis, orchitis (terjadi pada laki-laki usia
postpubertal)
• Approximately one third of postpubertal male patients
develop unilateral orchitis.
• Prevention : Vaccinating children with MMR Jadwal IDAI
2017: jika sudah imunisasi campak 9 bulan, MMR diberikan
usia 15 bulan (interval minimal 6 bulan); jika belum
mendapat campak 9 bulan, MMR bisa diberikan usia 12
bulan
Mumps Treatment
• Conservative, supportive medical care is indicated for
patients with mumps.
• No antiviral agent is indicated, as mumps is a self-
limited disease.
• Encouraging oral fluid intake
• Refrain from acidic foods and liquids as they may cause
swallowing difficulty, as well as gastric irritation.
• Analgesics (acetaminophen, ibuprofen)
• Topical application of warm or cold packs to the
swollen parotid may soothe the area.
NEUROLOGI
36
• Laki-laki 18 thn sesak sejak 3 jam yang lalu. RR 32 x/menit.
• Sebelumnya pasien mengalami kebas dan kesemutan pada kedua
tangan dan kaki. Sejak 3 hari sebelumnya pasien mengalami kelemahan
pada kedua tungkai yang menjalar ke kedua lengan.
• Terdapat riwayat infeksi saluran pernapasan 2 minggu sebelumnya.
• Kesadaran compos mentis, pemeriksaan motorik terdapat kelumpuhan
keempat anggota gerak tanpa peningkatan reflex.

PENYEBAB TERSERING…
DIAGNOSIS GBS
JAWABAN:
E. LESI RADIX ANTERIOR DAN POSTERIOR
• Pasien mengalami kebas dan kesemutan pada
kedua tangan dan kaki serta kelemahan pada kedua
tungkai yang menjalar ke kedua lengan  pasien
mengalami defisit motorik dan sensorik yang
berjalan secara ascenden.
• Pemeriksaan motorik terdapat kelumpuhan
keempat anggota gerak tanpa peningkatan reflex 
kelumpuhan tipe LMN  neuropati perifer.
• Riwayat infeksi saluran pernapasan 2 minggu
sebelumnya  mengarahkan diagnosis GBS.
• Sesak napas  salah satu komplikasi GBS.
• Patomekanisme yang tepat  lesi radix anterior
dan posterior.
• Lesi vaskuler hemisfer serebri  defisit
neurologi yang dialami biasanya datang secara
tiba-tiba  misal pada stroke.
• Lesi sentral medulla spinalis  memberikan
gejala kelumpuhan motorik tipe UMN.
• Infeksi intrakranial  tidak dijelaskan adanya
ciri infeksi dari intrakranial, misal kejang/
penurunan kesadaran.
• Infeksi meningens  pasien akan mengalami
gejala demam, kaku kuduk, dsb.
SINDROMA GUILLAIN-BARRE (GBS)
• Penyebab paralisis akut akibat neuropati dimediasi imun yang biasanya
terjadi setelah infeksi saluran napas atau saluran cerna.
• Dikenal juga dengan acute imflamatory demyelinating polyneuropathy.
• Gastroenteritis akibat infeksi Campylobacter jejuni paling banyak
berhubungan dengan GBS.
• Gejala memburuk dalam hitungan hari hingga 3 minggu, diikuti periode
stabil kemudian proses penyembuhan ke fungsi normal atau mendekati
normal
• Ciri:
– Progressive ascending weakness, symmetric (kelemahan simetris mulai dari
ekstremitas distal ke proksimal)
– Arefleksia atau reflex menurun
– Diplegia fasial
– Kelemahan bisa hingga libatkan otot pernapasan (10-30%) hingga dibutuhkan
ventilasi mekanik
– Parestesia pada tangan dan kaki
– 70% pasien bisa diserta disfungsi otonom: takikardia, hipertensi bergantian
dengan hipotensi, ileus, retensi urin
– Varian GBS Miller Fisher: Opthalmoplegia dengan Ataxia dan Arefleksia
Sumber:
Ganti L, Goldstein JN. Neurologic Emergencies. Springer 2018.
PPK neurologi 2017
pencetus
Pemeriksaan Penunjang
• Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klini dan
pemeriksaan fisik
• Lumbal pungsi dan analisis CSF
– disosiasi albuminositologi (peningkatan protein tanpa
pleocytosis)
– Jumlah sel <10 mononuclear cell/mm3
• Pemeriksaan lain untuk singkirkan diagnosis banding:
– Lab lengkap: DPL, OT, PT, GDS, Elektrolit, Ur, Cr, antibody
glikolipid, serologi CMV/EBV/Mycoplasma, kadar kreatin
kinase
– MRI
– EMGadanya tanda demyelinisasi dari perlambatan
konduksi, perpanjangan latensi distal, perpanjangan
gelombang F, Blok konduksi atau berkurangnya respon
terhadap rangsang
Tatalaksana
• Perawatan intensif diperlukan bila terdapat
– gejala disoutonomia,
– berkurangnya Forced vital capacity (<20 mL/kg)
– Kelemahan otot bulbar
– Berkurangnya trigger napas
• Pemberian IVIG (efikasi lebih baik bila diberikan
1-2 minggu pertama onset)
– IVIG 0,4 gram/ kg BB/ hari selama 5 hari
• Plasmapheresis/ plasma exchange
• Terapi rehabilitasu untuk fisik, okupaso dan
wicara
Sumber:
Ganti L, Goldstein JN. Neurologic Emergencies. Springer 2018.
PPK neurologi 2017
37
• Pria, 23 tahun mengalami kecelakaan lalu lintas.
• Pasien terlempar dari sepeda motornya dan yang terkena aspal
pertama adalah tungkai. Kedua tangan pasien menjauhi kepala agar
menahan kepala tidak terkena aspal sehingga kedua tangannya yang
terkena aspal.
• Pada pemeriksaan tidak didapatkan luka pada lengan atas dan bawah,
terdapat luka robek pada telapak tangan.
• Kini pasien tidak dapat melakukan abduksi sendi bahu kiri.

LETAK LESI?
DIAGNOSIS  CEDERA AKSILARIS
JAWABAN:
A. AKSILARIS
• Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas 
Kedua tangan pasien menjauhi kepala agar
menahan kepala tidak terkena aspal
sehingga kedua tangannya yang terkena
aspal  tidak dapat melakukan abduksi
sendi bahu kiri saraf yang paling mungkin
cedera  N. Axillaris Sinistra.
• Radial  mempersarafi lengan bawah bagian
lateral.
• Ulna  mempersarafi lengan bawah dan
tangan bagian medial.
• Medianus  mempersarafi otot flexor lengan
bawah dan 3 ½ jari bagian lateral.
• Plexus Brachialis  terdapat 3 tipe  total
paralisis, erb’s palsy, klumpke palsy.
INJURY TO AXILLARY NERVE

• Etiologi tersering  dislokasi bahu anterior.


• Lesi N. Axillaris  tidak ada innervasi ke m.
deltoid  tidak bisa abduksi sendi bahu.
38
• Pria 58 thn dengan keluhan nyeri punggung bawah sejak 6 jam
SMRS setelah pasien mendorong truk-nya.
• Nyeri hebat menjalar ke kaki kanan disertai jari kanan hilang
rasa. Nyeri semakin berat saat bersin dan batuk.
• PF: tes laseque < 70/ >70. Punggung kesan skoliosis dan
perabaan keras.
• MRI ditemukan bulging nucleus vertebrae L5.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS HNP
JAWABAN:
C. HERNIA NUCLEUS PULPOSUS
• Diagnosis HNP ditegakkan atas dasar:
– Adanya keluhan nyeri pinggang kanan yang
menjalar hingga kaki kanan, disertai hilang rasa
– Nyeri memberat saat bersin/ batuk dan muncul
setelah pasien kerja berat (mendorong truk)
– Pemeriksaan lasegue tungkai kanan (+)
– MRI ditemukan buldging nucleus di L5
• Fraktur vertebrae L5  tidak ada tanda-tanda fraktur, seperti
krepitasi. Pada MRI juga tidak terlihat fraktur.
• Spondilitis ankilosis  peradangan kronis yang menyerang
tulang belakang yang menyebabkan hilangnya kelenturan/
fleksibilitas dari struktur tersebut.
• Rheumatoid arthritis  peradangan kronis sendi multiple
simetris yang disebabkan rheumatoid antibody.
• Stenosis spinal  penyempitan ruang medulla spinalis yang
disebabkan berbagai etiologi, misalnya spondylosis, trauma.
Hernia Nukleus Pulposus
• Keluarnya nucleus
pulposus dari discus
melalui robekan annulus
fibrosus
– Keluar ke belakang/dorsal 
menekan medulla spinalis
– Mengarah ke dorsolateral 
menekan saraf spinalis
• Common causes:
– Heavy lifting
– Trauma
– Poor sitting posture
– Frequent bending forward
– Degenerative
Gejala Klinis
• Adanya nyeri di pinggang bagian bawah yang menjalar ke
bawah (mulai dari bokong, paha bagian belakang, tungkai
bawah bagian atas). Dikarenakan mengikuti jalannya N.
Ischiadicus yang mempersarafi kaki bagian belakang.
1. Nyeri mulai dari pantat, menjalar kebagian belakang lutut,
kemudian ke tungkai bawah. (sifat nyeri radikuler).
2. Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk,
mengangkat barang berat.
3. Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah disebelah L5 – S1
(garis antara dua krista iliaka).
4. Nyeri Spontan, sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi
berbaring ke duduk nyeri bertambah hebat. Sedangkan bila
berbaring nyeri berkurang atauhilang.

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Pemeriksaan
• Motoris
– Gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi tungkai yang nyeri dengan fleksi di sendi panggul
dan lutut, serta kaki yang berjingkat.
– Motilitas tulang belakang lumbal yang terbatas.
• Sensoris
– Lipatan bokong sisi yang sakit lebih rendah dari sisi yang sehat.
– Skoliosis dengan konkavitas ke sisi tungkai yang nyeri, sifat sementara.

Tes-tes Khusus
1. Tes Laseque (Straight Leg Raising Test = SLRT)
– Tungkai penderita diangkat secara perlahan tanpa fleksi di lutut sampai sudut 90°.
2. Tes Bragard: Modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama seperti tes
laseque dengan ditambah dorsofleksi kaki.
3. Tes Sicard: Sama seperti tes laseque, namun ditambah dorsofleksi ibu jari kaki.
4. Gangguan sensibilitas, pada bagian lateral jari ke 5 (S1), atau bagian medial dari ibu jari
kaki (L5).
5. Gangguan motoris, penderita tidak dapat dorsofleksi, terutama ibu jari kaki (L5), atau
plantarfleksi (S1).
6. Tes dorsofleksi : penderita jalan diatas tumit
7. Tes plantarfleksi : penderita jalan diatas jari kaki
8. Kadang-kadang terdapat gangguan autonom, yaitu retensi urine, merupakan indikasi
untuk segera operasi.
9. Kadang-kadang terdapat anestesia di perineum, juga merupakan indikasi untuk operasi.
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Straight leg raise test

• The knee is extended and the hip • Reproduction of symptoms in


is flexed until a complaint of pain the opposite leg being tested
or tightness is reached. is termed crossed straight
• The leg is then carefully returned leg and indicates a large
to the table and the contralateral central lumbar disc herniation
leg is tested in a similar fashion • Sensitivity of 28%-29% and a
• A positive test is demonstrated specificity of 88%-90% for
when reproduction of symptoms nerve root impingement
radiating down the leg is
produced at 30-70° of leg
elevation
• Sensitivity of 91% and specificity
of 26%
• If pain radiates below the knee,
L4-S1 nerve root impingement
has been identified
Pemeriksaan Penunjang
• Radiologi
– Foto X-ray tulang belakang. X-Ray tidak dapat menggambarkan
struktur jaringan lunak secara akurat. Nucleus pulposus tidak
dapat ditangkap di X-Ray dan tidak dapat mengkonfirmasikan
herniasi diskus maupun jebakan akar saraf. Namun, X-Ray dapat
memperlihatkan kelainan pada diskus dengan gambaran
penyempitan celah atau perubahan alignment dari vertebra.
– Myelogram mungkin disarankan untuk menjelaskan ukuran dan
lokasi dari hernia. Bila operasi dipertimbangkan maka
myelogram dilakukan untuk menentukan tingkat protrusi diskus.
– CT scan untuk melihat lokasi HNP
– Diagnosis ditegakan dengan MRI setinggi radiks yang dicurigai.
• EMG
– Untuk membedakan kompresi radiks dari neuropati perifer

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
X-Ray AP & Lateral View
MRI
39
• Pria 45 thn dengan keluhan nyeri pada daerah pipi kanan
sejak 3 hari yang lalu disertai rasa seperti ditusuk,
tersetrum dan terbakar selama beberapa detik sampai 4
menit.
• Keluhan bertambah berat bila pasien membasuh wajah
dan menggosok gigi.
LETAK LESI?
DIAGNOSIS  NEURALGIA TRIGEMINAL
JAWABAN:
E. TRIGEMINAL
• Keluhan nyeri pada daerah pipi kanan sejak
seperti ditusuk, tersetrum dan terbakar
serta bertambah berat bila pasien
membasuh wajah dan menggosok gigi 
neuralgia trigeminal.
• Saraf yang mengalami gangguan  N.
Trigeminalis.
• Fasialis  memiliki jaras motorik yang
mempersarafi otot-otot wajah dan kelopak
mata.
• Optikus  berperan dalam indera penglihatan.
• Okulomotorius  memiliki jaras motorik yang
mempersarafi otot-otot bola mata.
• Abdusens  kerusakan menyebabkan pasien
tidak dapat melirik ke arah lateral.
Neuralgia Trigeminal (Tic Douloureux)
40
• Wanita 55 thn dengan kelemahan pada kedua tungkai bawah sejak 3 bulan yang lalu
disertai tidak dapat BAK, rasa kebas dimulai dari ujung jari kaki sampai pusar.
• Keluhan diawali dengan nyeri punggung bawah.
• Riwayat batuk lama hingga 3 bulan dialami pasien dan telah meminum obat yang salah
satunya dapat menyebabkan urin berwarna merah sejak 2 bulan yang lalu.
• KU sakit sedang, terdapat benjolan pada vertebra thoracal IX (9) yang teraba keras.
• Pemeriksaan neurologis kekuatan motorik ektremitas atas 5/5, bawah 3/3. Reflex
patologis +/+, hipestesia setinggi thoracal 10 kebawah.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  SPONDILITIS TB
JAWABAN:
C. SPONDILITIS TB
• Pemeriksaan neurologis kekuatan motorik
ektremitas atas 5/5, bawah 3/3. Reflex
patologis +/+, hipestesia setinggi thoracal 10
kebawah  adanya defisit neurologis setinggi
T-10.
• Benjolan pada vertebra thoracal IX (9) yang
teraba keras  gibbus
• Riwayat batuk lama hingga 3 bulan dan minum
OAT.
• Diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah
spondilitis TB.
• Trauma medulla spinalis  tidak dijelaskan adanya
riwayat trauma.
• Myelitis transversalis  peradangan pada satu
bagian saraf tulang belakang. Kondisi ini ditandai
dengan rasa nyeri, kebas atau mati rasa, tungkai
atau lengan terasa lemah, serta gangguan buang
air kecil dan buang air besar  idiopatik.
• Abses medulla spinalis  abses pada medulla
spinalis biasanya disebabkan secara hematogen,
penyebab tersering adalah Staphylococcus dan
Streptococcus sp.
• Tumor metastasis  tidak ada riwayat keganasan.
SPONDILITIS TB
• Spondilitis TB dikenal dengan Pott’s disease adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang mengenai
tulang belakang. Bersifat kronis destruktif yang mengenai tulang vertebra.

Gejala:
• Adanya benjolan pada tulang belakang yang disertai oleh nyeri
• Terdapat Gejala – gejala TB
• Paraparesis, rasa kebas, baal, gangguan defekasi dan miksi

298
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Laboratorium
• Kelainan bentuk tulang belakang
• Pernapasan cepat • Hitung-jumlah lekosit dapat
• Infiltrat paru akan terdengar sebagai normal atau meningkat
ronkhi, kavitas akan terdengar sedikit, pada hitung jenis
sebagai suara amforik atau bronkial ditemukan monositosis
dengan predileksi di apeks paru
• Terdapat abses paravertebra yang • Laju Endap Darah (LED)
dapat teraba, bahkan terlihat dari biasanya meningkat
luar punggung berupa
pembengkakan • Peningkatan kadar C-
• Pada pemeriksaan neurologis bisa reactive protein (CRP)
didapatkan gangguan fungsi motorik,
sensorik, dan autonom
• Uji Mantoux positif pada
• Jika kelumpuhan sudah lama, otot sebagian besar pasien
akan atrofi , yang biasanya bilateral
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
• Radiologi hingga saat ini merupakan pemeriksaan
yang paling menunjang untuk diagnosis dini
spondilitis TB karena memvisualisasi langsung
kelainan fisik pada tulang belakang.
• Pada infeksi TB spinal, klinisi dapat menemukan
penyempitan jarak antar diskus intervertebralis,
erosi dan iregularitas dari badan vertebra, serta
massa paravertebral.
X-Ray

Terlihat lesi litik pada anterolateral


korpus vertebra yang menunjukan
tanda awal kerusakan karena
Spondylitis TB (panah putih)

302
303

Foto polos tulang vertebra menunjukkan


erosi end plate vertebra

Foto vertebra AP menunjukkan adanya


abses paravertebral
304

Foto polos lateral menunjukkan


terbentuknya gibbus oleh karena
kifosis torakolumbal

Foto lateral vertebra menunjukkan


adanya penyempitan diskus
intervertebralis dan erosi corpus
vertebra anterior
CT Scan

Gambaran CT scan tulang Gambaran CT scan non kontras


belakang dan toraks. (A) Terlihat vertebra potongan aksial tampak
fraktur kompresi pada vertebra abses pada m. psoas kiri dengan
torakal 3 dengan destruksi litik. kalsifikasi di tengah
MRI

Gambaran MRI vertebra terlihat adanya fraktur kompresi, kifosis di T5-T6, dan abses
paravertebral.
Gambaran MRI terlihat akumulasi Foto MRI menunjukkan destruksi
cairan di daerah dorsal yang korpus vertebra dan diskus
menggambarkan abses intervertebralis, serta abses
paravertebral paravertebral
Pemeriksaan Bakteriologi dan
Histopatologi
• Diperlukan pengambilan bahan melalui biopsi atau operasi.
Biopsi dapat dilakukan dengan cara fine needle aspiration
dengan tuntunan CT atau video assisted thoracoscopy.
• Pada pemeriksaan mikroskopik dapat dilakukan pewarnaan
Ziehl Nielsen, Tan Thiam Hok, Kinyoun-Gabbet atau dengan
metoda fluorokrom yang memakai pewarnaan auramine dan
rhodamine.
• Jumlah basil tuberkulosis yang didapatkan pada spondilitis
tuberkulosa lebih rendah bila dibandingkan dengan
tuberkulosis paru.
• Secara histopatologik, hasil biopsi memberi gambaran
granuloma epiteloid yang khas dan sel datia langerhans ,
suatu giant cell multinukleotid yang khas.
Pemeriksaan dengan Kultur
• Semua spesimen yang mengandung mikobakteria
harus di inokulasi melalui media kultur, karena :
kultur lebih sensitif dari pada pemeriksaan
mikroskopis.
• Kultur dapat melihat perkembangan organisme yang
diperlukan untuk identifikasi yang akurat dan dengan
pembiakan kuman dapat dilakukan resistensi tes
terhadap obat-obat anti tuberkulosa
TATALAKSANA
Penanganan spondilitis TB secara umum dibagi
menjadi dua bagian yang berjalan dapat secara
bersamaan, medikamentosa dan pembedahan.

Tujuan penatalaksanaan :
• mengeradikasi kuman TB
• mencegah dan mengobati defisit neurologis
• memperbaiki kifosis
Tatalaksana Medikamentosa
• The United States Centers for Disease Control merekomendasikan
pengobatan spondilitis TB pada bayi dan anak-anak setidaknya harus
selama 12 bulan.
• Regimen terapi OAT untuk pasien TB :
⁻ Kategori I : kasus baru TB paru / kasus baru dengan TB ekstraparu 
2HRZE(HRZS) fase inisial dilanjutkan 4HR fase lanjutan atau 2HRZE(HRZS)
fase inisial dilanjutkan 4H3R3 fase lanjutan, atau 2RHZE(HRZS) fase inisial
dilanjutkan 6HE fase lanjutan
⁻ Kategori II : kasus gagal pengobatan, relaps, drop-out, diberikan 2RHZES
fase inisial dilanjutkan 5HRE fase lanjutan, atau 2HRZES fase inisial
dilanjutkan 5H3R3E3 fase lanjutan.
• Terapi medikamentosa dikatakan gagal jika dalam 3–4 minggu, nyeri dan
atau defisit neurologis masih belum menunjukkan perbaikan setelah
pemberian OAT yang sesuai.
Penggunaan Steroid pada Spondilitis TB
• Pada PPK Neurologi 2016 penggunaan steroid termasuk ke dalam
tatalaksana spondilitis TB. Regimen dalam PPK Neurologi 2016:
– Obat anti TB oral
– Steriod: dexamethasone iv, dilanjut po
– Edukasi: pengobatan jangka panjang, perawatan di rumah,
– Diet:tinggi kalori dan protein
• Pada beberapa jurnal disebutkan peran steroid dalam terapi TB.
Penggunaan steroid bermanfaat pada infeksi TB di Sistem Saraf
Pusat dan perikarditis TB.
• Tidak ada anjuran mengenai penggunaan neurotropik, seperti:
citicolin, piracetam, meticobal, dsb; untuk terapi spondilitis TB.

1. Chhabra N, Dixit R, Aseri ML. Adjunctive Corticosteroid Therapy in Tuberculosis Management: A Critical
Reappraisal. IJPSR/Vol. II/ Issue I/January- March, 2011/10-15.
2. Khadiravan T & Dee[anjali S. Role of Corticosteroids in the Treatment of Tuberculosis: An Evidence-based Update.
JIPMER. 2010.
3. PPK Neurologis 2016
Pembedahan
Pada pasien yang direncanakan dioperasi, minimal 10 hari
sebelum operasi OAT harus sudah diberikan.
Indikasi pembedahan spondilitis TB :
1. Defisit neurologis akut, paraparesis, atau paraplegia
2. Deformitas tulang belakang yang tidak stabil atau disertai
nyeri, dalam hal ini kifosis progresif (30º untuk dewasa,
15º untuk anak-anak)
3. Tidak responsif kemoterapi selama 4 minggu
4. Abses luas
5. Biopsi perkutan gagal untuk memberikan diagnosis
6. Nyeri berat karena kompresi abses
41
• Pria 67 thn dengan keluhan kedua tangan sering gemetar
sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan tangan gemetar terutama
saat istirahat serta gerak menjadi lambat.
• Kemudian pada pemeriksaan neurologis ditemukan
hipomimia, ayunan tangan menghilang saat berjalan, serta
rigiditas pada lengan.
DIAGNOSIS?
DIAGNOSIS  PARKINSON
JAWABAN:
B. PARKINSON
• Diagnosis parkinson ditegakkan atas dasar:
– Adanya keluhan tremor dan gerak menjadi
lambat sejak 2 bulan yang lalu.
– PF: ditemukan hipomimia, ayunan tangan
menghilang saat berjalan, serta rigiditas pada
lengan.
• Tremor esensial  jenis tremor yang paling sering terjadi.
Belum diketahui secara pasti penyebab dari tremor ini, namun
umumnya tremor berkaitan dengan faktor keturunan.
Seseorang dengan orang tua yang menderita tremor esensial
lebih berisiko mengalami kondisi yang sama.
• Atetosis  kelainan gerak tubuh yang ditandai dengan gerakan
menggeliat atau meliuk yang lambat, berulang, dan tak sadar,
terutama di tangan, leher, jari, lengan, dan kaki.
• Korea  kelainan saraf otot yang menyebabkan pergerakan
tubuh yang tidak disadari dan tidak dapat diprediksi. Kelainan
ini berhubungan dengan gerak cepat dan tak terkoordinasi, yang
umumnya terjadi di bagian wajah, tangan, dan kaki.
• Balismus  gerakan otot yang datang secara kasar dan cepat,
terutama mengenai otot proksimal (berbeda dengan khorea
yang mengenai otot distal).
Parkinson
• Parkinson:
– Penyakit neuro degeneratif karena gangguan pada ganglia
basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman
dopamine dari substansia nigra ke globus palidus.
– Gangguan kronik progresif:
• Tremor  resting tremor, mulai pd tangan, dapat meluas hingga
bibir & slrh kepala
• Rigidity  cogwheel phenomenon, hipertonus
• Akinesia/bradikinesia  gerakan halus lambat dan sulit, muka
topeng, bicara lambat, hipofonia
• Postural Instability  berjalan dengan langkah kecil, kepala dan
badan doyong ke depan dan sukar berhenti atas kemauan sendiri
Parkinson Disease
Gejala dan Tanda Parkinson
Gejala awal tidak spesifik Gejala Spesifik

• Nyeri • Tremor
• Gangguan tidur • Sulit untuk berbalik badan
•Ansietas dan depresi di kasur
•Berpakaian menjadi lambat •Berjalan menyeret
•Berjalan lambat •Berbicara lebih lambat

Tanda Utama Parkinson :

1. Rigiditas : peningkatan tonus otot


2. Bradykinesia : berkurangnya gerakan spontan (kurangnya kedipan mata, ekspresi
wajah berkurang, ayunan tangan saat berjalan berkurang ), gerakan
tubuh menjadi lambat terutama untuk gerakan repetitif
3. Tremor : tremor saat istirahat biasanya ditemukan pada tungkai, rahang dan
saat mata agak menutup
4. Gangguan berjalan dan postur tubuh yang membungkuk
Penatalaksanaan Parkinson
• Prinsip pengobatan parkinson adalah
meningkatkan aktivitas dopaminergik di
jalur nigrostriatal dengan memberikan :
– Levodopa  diubah menjadi dopamine
di substansia nigra
– Agonis dopamine
– Menghambat metabolisme dopamine
oleh monoamine oxydase dan cathecol-
O-methyltransferase
– Obat- obatan yang memodifikasi
neurotransmiter di striatum seperti
amantadine dan antikolinergik

Wilkinson I, Lennox G. Essential Neurology 4th edition. 2005


42
• Pria 55 thn selalu melakukan pekerjaan berulang-ulang seperti
mengunci pintu berulang-ulang sejak 4 bulan yang lalu hal ini terus
terjadi dan semakin memburuk.
• Aktivitas sehari-hari baik masih bisa memimpin perusahaan. Sejak 1
bulan yang lalu pasien kadang tidak bisa mengucapkan beberapa kata
dan hal ini membuatnya kesal.
• Pemeriksaan fisik tidak ditemukan defisit neurologis. MMSE skor 22.
Pada pemeriksaan CT scan tidak ditemukan lesi patologis.

DIAGNOSIS?
DIAGNOSIS  MILD COGNITIVE IMPAIRMENT
JAWABAN:
E. MILD COGNITIVE IMPAIRMENT
• Diagnosis mild cognitive impairment
ditegakkan atas dasar:
– Adanya gangguan kognitif  sering lupa
mengucapkan beberapa kata dan melakukan
pekerjaan yang berulang-ulang.
– Pemeriksaan fisik tidak ditemukan defisit
neurologis. MMSE skor 22. Pada pemeriksaan
CT scan tidak ditemukan lesi patologis.
– Aktivitas sehari-hari baik, masih bisa
memimpin perusahaan.
• Delirium  gangguan mental serius dengan onset akut, biasanya
pada pasien dgn penyakit berat (misalnya infeksi SSP, tifoid toksik)
yang menyebabkan penderita mengalami kebingungan parah dan
berkurangnya kesadaran terhadap lingkungan sekitar.
• Demensia  penyakit yang mengakibatkan penurunan daya ingat dan
cara berpikir. Berbeda dengan MCI, pada demensia pasien tidak dapat
melakukan pekerjaan sehari-hari tanpa bantuan orang lain.
• Alzheimer  salah satu jenis dementia yang
mengakibatkan penurunan daya ingat, kemampuan berpikir dan
bicara, serta perubahan perilaku secara bertahap. Kondisi ini banyak
ditemukan pada orang-orang di atas 65 tahun.
• Space occupying lesion (SOL)  merupakan generalisasi masalah
tentang adanya lesi pada ruang intrakranial, khususnya yang
mengenai otak. Penyebabnya meliputi hematoma, abses otak dan
tumor otak.
Mild Cognitive Impairment

• Definition: clinically defined by an


impairment in one or more cognitive
domains for age, but do not meet criteria
for dementia (Petersen et al., 1999)
• Significance: Mild Cognitive Impairment
(MCI) is clinically identifiable precursor of
dementia, particularly Alzheimer’s disease
(AD)
Mild Cognitive Impairment

• Prevalence-population studies (Panza et al., 2005)


– ~3-5% for age 60 and older
– ~15% for age 75 and older
• Incidence (Bischkopf et al., 2002)
– Slightly higher for men than women
– Higher in older or with less education
• ~12-15 per 1000 person-years for 65 and older
• ~54 per 1000 person-years for age 75 and older
Mild Cognitive Impairment

• Established clinical consensus criteria (Winblad


et al., 2004)
1. Patient is not normal, but not demented (DSM-IV)
2. Evidence of cognitive deterioration for age
• Objective measured decline over time in cognitive
task performance, and/or
• Subjective report of decline by patient and/or
informant and objective cognitive deficits
3. Preserved activities of daily living and minimal to no
impairment on complex instrumental functions
Mild Cognitive Impairment
• Rate of progression to dementia:
– Mayo Study: 220 followed for 3-6 years
• ~12% per year (~1-2% for population)
– Religious Study: 211 followed for ~4.5 years
• 30% deceased (1.7x higher than w/o MCI)
• 34% converted to AD (3.1x higher than w/o
MCI) (Bennett et al., 2002)
• Can progress to AD, vascular dementia (Solfrizzi et al.,
2004), Lewy Body Dementia (Bennett et al., 2005)
Mild Cognitive Impairment

• Neuropsychological impairments initially


described for verbal and visual memory –
amnestic MCI (Petersen et al., 1999)
• Deficits now described in single or multiple
cognitive domains (e.g., language, visuospatial)
yielding (Petersen, 2004; Winblad et al., 2004; Lopez et al., 2005)
– Multidomain amnestic (multiple cognitive domains
including memory)
– Multidomain nonamnestic
– Single domain nonmemory
Pathology

• Possible etiologies are


– Degenerative, vascular, metabolic, traumatic,
psychiatric, or combination
• Pathology reflects condition as progresses
• If deceased prior to conversion to
dementia, pathology is intermediate
between normal and AD pathology
Deteksi Dini Demensia
• Dengan menggunakan mini mental state
examination (MMSE)/ Folstein test.

• Interpretasi skor MMSE:


– 24-30: kognitif normal
– 19-23: mild cognitive impairment
– 10-18: moderate cognitive impairment
Demensia
– <=9: severe cognitive impairment

Practical Guidelines for the Recognition and Diagnosis of Dementia,


J Am Board Fam Med May-June 2012 vol. 25 no. 3 367-382
43
• Pria 25 tahun, tidak bisa membuka mulut sejak 3 hari
SMRS.
• Pasien dikatakan sering mengorek gigi berlubang juga
dengan peniti.
• PF: ditemukan adanya trismus serta adanya rhesus
sardonicus.
DIAGNOSIS?
DIAGNOSIS  TETANUS
JAWABAN:
B. TETANUS
• Diagnosis tetanus ditegakkan atas dasar:
– Adanya keluhan tidak bisa membuka mulut
sejak 3 hari SMRS.
– Adanya riwayat sering mengorek gigi berlubang
juga dengan peniti.
– PF: ditemukan adanya trismus serta adanya
rhesus sardonicus.
• Artritis mandibula  radang persendian pada TMJ,
biasanya diakibatkan penyakit rematik.
• Temporomandibular disorders  disfungsi sendi TMJ,
dapat menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan. Rasa
sakit di rahang, kesulitan mengunyah, dan suara di sendi
rahang adalah beberapa gejala.
• Abses retrofaring  terkumpulnya nanah di ruang
retrofaring yang merupakan salah satu daerah potensial
di leher dalam.
• Malingering  penyimpangan perilaku yang
menyebabkan pelakunya mengaku sakit meski ia
sebenarnya dalam keadaan sehat, atau bertindak seolah-
olah penyakitnya lebih parah dari yang sesungguhnya,
dengan tujuan mendapatkan keuntungan pribadi.
Tetanus
• Tetanus: gangguan neuromuskular akut berupa
trismus, kekakuan dan kejang otot disebabkan oleh
eksotosin spesifik Clostridium tetani.
• Akibat komplikasi luka: Vulnus laceratum (luka
robek), Vulnus punctum (luka
tusuk), combustion (luka bakar), fraktur terbuka,
otitis media, luka terkontaminasi, luka tali pusat. 
tetanus prone wound
Tanda dan gejala
• Masa inkubasi: bervariasi antara 2 hari atau beberapa
minggu bahkan beberapa bulan, pada umumnya 8 – 12
hari.
• Suhu tubuh normal hingga subfebris
• Tetanus lokal  otot sekitar luka kaku
• Tetanus generalisata
– Trismus: sulit/tidak bisa membuka mulut
– Rhesus sardonicus
– Kaku otot kuduk, perut, anggota gerak
– Sukar menelan
– Opistotonus
• Kejang dalam keadaan sadar dan nyeri hebat.
• Sekujur tubuh berkeringat.
Stadium klinis
Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Albleet’s :
1. Grade 1 (ringan)
– Trismus ringan sampai sedang, spamisitas umum, tidak ada penyulit
pernafasan, tidak ada spasme, sedikit atau tidak ada disfagia.
2. Grade 2 (sedang)
– Trismus sedang, rigiditas lebih jelas, spasme ringan atau sedang
namun singkat, penyulit pernafasan sedang dengan takipneu.
3. Grade 3 (berat)
– Trismus berat, spastisitas umum, spasme spontan yang lama dan
sering, serangan apneu, disfagia berat, spasme memanjang spontan
yang sering dan terjadi refleks, penyulit pernafasan disertai dengan
takipneu, takikardi, aktivitas sistem saraf otonom sedang yang terus
meningkat.
4. Grade 4 (sangat berat)
– Gejala pada grade 3 ditambah gangguan otonom yang berat, sering
kali menyebabkan “autonomic storm”.
Diagnosis dan Komplikasi
• Diagnosis
– Klinis
– Pewarnaan gram

• Komplikasi
– Anoksia otak
– fraktur vertebra
– Aspirasi, penumonia
– Low intake, Dehidrasi
– Disfungsi otonom: hiper/hipotensi, hiperhidrosis
– Kematian
44
• Perempuan 16 thn dengan keluhan kehilangan
kesadaran yang biasanya terjadi selama 15 detik,
tetapi kemudian pasien akan sadar kembali serta
dapat melakukan aktivitas seperti biasa.
• Keluhan tidak disertai mulut mengecap.
TATALAKSANA?
DIAGNOSIS  KEJANG ABSANS
JAWABAN:
C. OBAT UNTUK HAMBAT KANAL KASLIUM TIPE T
• Keluhan kehilangan kesadaran yang
biasanya terjadi selama 15 detik, tetapi
kemudian pasien akan sadar kembali serta
dapat melakukan aktivitas seperti biasa 
kejang absans.
• Obat antiepilepsi yang efektif untuk kejang
absans antara lain etosuksimid yang
bekerja menghambat kanal kalsium tipe T.
• Obat untuk hambat kanal natrium  fenitoin,
gabapentin, pregabalin  memperburuk bangkitan
kejang absans.
• Obat untuk hambat kanal kalium  tidak diketahui
OAE yang memilki mekanisme ini.
• Obat yang berikatan dengan reseptor GABA 
benzodiazepine dan barbiturates  memperburuk
bangkitan kejang absans.
• Obat yang menurunkan kadar GABA  efek
kebalikan dari asam valproat. Asam valproat efektif
juga dalam pengobatan kejang absans, mekanisme
kerjanya dengan meningkatkan neurotransmitter
GABA.
Pilihan Terapi Sindrom Epilepsi Etosuksimid: tidak tersedia di Indonesia

Level of confidence:
A: efektif sebagai monoterapi; B: sangat mungkin sebagai monoterapi; C: mungkin efektif sebagai
monoterapi; D: berpotensi untuk efektif sebagi monoterapi
Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Perdossi. 2014
45
• Laki-laki 25 tahun penurunan kesadaran
• 2 jam SMRS kecelakaan, tidak memakai helm
• Pingsan sebentar kemudian siuman lagi
• 1 jam di rumah pasien mengeluh pusing, muntah-muntah dan
akhirnya tak sadarkan diri
• GCS E3V3M5, pupil anisokor, dan terdapat vulnus ekskoriasi
pada regio temporal kiri

KEMUNGKINAN PERDARAHAN…
DIAGNOSIS  PERDARAHAN EPIRDURAL
JAWABAN:
A. EPIDURAL
• Laki-laki dengan kondisi terdapat cedera
kepala setelah kecelakaan motor, ditemukan
adanya:
– Penurunan kesadaran  GCS 11
– Ada lucid interval  pingsan kemudian siuman
dan kembali penurunan kesadaran dalam 2 jam
– Pupil anisokor
– Cedera daerah temporal (ada luka temporal)
• Kondisi mengarah pada perdarahan epidural
• Biasanya sering akibat rupture arteri meningea
media
• Subdural  perdarahan antara korteks serebri dan
duramater, rupture bridging vein, gejala klinis
biasanya tidak terlalu hebat kecuali ada efek massa
bisa sebabkan nyeri kepala, muntah, kejang, dan
penurunan kesadaran
• Subarachnoid  bisa ditemukan penurunan
kesadaran, nyeri kepala hebat, tanda rangsang
meningeal
• Intraserebral  terdapat penurunan kesadaran
gradual, muntah, nyeri kepala gradual
• Intraventrikuler  bisa ditemukan penurunan
kesadaran gradual, nyeri kepala, kejang
Hematoma Intrakranial
• Jenis:
– Hematoma ekstradural (hematoma epidural)
– Hematoma subdural
– Hematoma intraparenkimal:
• Hematoma subarakhnoid
• Hematoma intraserebral
• Hematoma intraserebellar

Konsensus nasional penanganan trauma kapitis.


PERDOSSI 2006.
EPIDURAL HEMATOM
• Pengumpulan darah diantara tengkorak dg
duramaterantara tabula interna – duramater
• Biasanya berasal dari arteri yg pecah oleh
karena ada fraktur atau robekan langsung.
– Ruptur arteri meningeal media, arteri meningeal
anterior atau sinus venosus
• Gejala (trias klasik) :
1. Interval lusid.
2. Hemiparesis/plegia.
3. Pupil anisokor.
 Diagnosis akurat dg CT scan kepala : perdarahan
bikonveks atau lentikuler di daerah epidural.
PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006
EPIDURAL
HEMATOM

Epidural Pemeriksaan:
• CT Scan: gambaran
hiperdens antara
tulang tengkorak dan
duramater, umumnya
daerah temporal,
bikonveks
HEMATOM
HEMATOM EPIDURAL HEMATOM SUBDURAL
SUBARAKHNOID

• Lucid interval • SDH akut : kurang dari • Kaku kuduk


• Kesadaran makin 7 hari • Nyeri kepala
menurun • SDH subakut : 7-21 hr • Bisa didapati
• Late hemiparesis pasca trauma. gangguan kesadaran
kontralateral lesi • SDH khronis : > 21 • Akibat pecah
• Pupil anisokor hari. aneurisme berry
• Babinsky (+) • Gejala: sakit kepala
kontralateral lesi disertai /tidak disertai
• Fraktur daerah penurunan kesadaran
temporal * akibat robekan
* akibat pecah a. bridging vein
meningea media
46
• Laki-laki 26 tahun jatuh dari sepeda motor 1 hari yang lalu
• Penurunan kesadaran
• Ada hematom disekitar kedua mata (racoon eyes)
• Battle sign pada belakang telinga
• Muntah 3 kali

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  FRAKTUR BASIS CRANII
JAWABAN:
A. FRAKTUR BASIS CRANII
• Pada pasien 1 hari setelah kecelakaan
tampak ada kondisi cedera kepala dengan
ditemukan:
– Racoon eyes
– Battle sign
– Penurunan kesadaran dan muntah  tanda
peningkatan TIK
• Kondisi diatas sesuai  fraktur basis craniii
• Perdarahan epidural  ada lucid interval, pupil
anisokor, hemiparesis/plegia
• Perdarahan subdural  gejala klinis biasanya tidak
terlalu hebat kecuali ada efek massa bisa sebabkan
nyeri kepala, muntah, kejang, dan penurunan
kesadaran
• Fraktur calvaria cranii  jenis fraktur cranium,
terdapat fraktur os calvaria (termasuk parietal
bone, squamosal temporal bone, calvarial
sphenoid, calvarial occipital, frontal bone)
• Perdarahan subarchnoid  bisa ditemukan
penurunan kesadaran, nyeri kepala hebat, tanda
rangsang meningeal
Fraktur basis cranii
• Fraktur yang terjadi pada
tulang yang membentuk
dasar tengkorak
• Terbagi atas:
– fossa anterior
– fossa media
– fossa posterior
• Fraktur pada masing-
masing fossa akan
memberikan manifestasi
yang berbeda
Skull Base Anatomy
Fraktur basis cranii
(fossa anterior)
• Dibatasi oleh
– os.spenoid, procesus clinoidalis
anterior, dan jagum spenoidalis
• Manifestasi / tanda gejalanya terjadi
perlahan 12-24 jam
• Tanda dan gejala:
– Ekimosis periorbital (Racoon
Eyes/brill hematome)
– Tidak disertai cedera local
– Hematome subconjungtiva
– Anosmia (Gangguan
N.Olfactorius)
– Rhinorea (Kebocoran CSS) 
terdapat `Halo - sign`
– Gangguan Visus (Gg.N.optikus)
Fraktur basis cranii
(fossa media)
• Dibatasi oleh:
– os.temporalis, procesus clinoidalis
posterior, dan dorsum sella
• Tanda-gejala
– Echymosis mastoid (battle sign)
– Otorrhea
– Hematotimpanum
– Sakit kepala
– Gangguan visus dan gerak bola
mata
• 25% Gangguan N.VII dan N.VIII
Fraktur basis cranii
(fossa posterior)

• Merupakan dasar
kompartemen infratentorial
• Sering tidak disertai tanda yang
jelas namun segera
menimbulkan kematian

Penekanan batang otak


47
• Laki-laki 32 tahun kecelakaan motor 30 menit
• Kondisi penurunan kesadaran
• Rangsang nyeri dapat membuka mata
• Mengerang bila diberikan rangsang nyeri
• Ekstremitas dalam posisi ekstensi dengan rangsang nyeri

BERAPA GCS PASIEN…


DIAGNOSIS  CEDERA KEPALA BERAT
JAWABAN:
C. E2V2M2
• Kondisi penurunan kesadaran setelah
kecelakaan  hitung GCS
– Membuka mata dengan rangsang nyeri  2
poin
– Mengerang dengan rangsang nyeri  2 poin
– Posisi deserebrasi  2 poin
• GCS pasien E2 M2 V2
Glasgow Coma Scale
• Glasgow Coma Scale (GCS) adalah skala yang
dipakai untuk menentukan/ menilai tingkat
kesadaran pasien, mulai dari sadar sepenuhnya
sampai keadaan koma. Teknik penilaian dengan
ini terdiri dari tiga penilaian terhadap respon
yang ditunjukkan oleh pasien setelah diberi
stimulus tertentu, yakni respon buka mata,
respon motorik terbaik, dan respon verbal. Setiap
penilaian mencakup poin-poin, di mana total poin
tertinggi bernilai 15.
Jenis Pemeriksaan Nilai
Respon buka mata (Eye Opening, E)
· Respon spontan (tanpa stimulus/rangsang) 4
· Respon terhadap suara (suruh buka mata) 3
· Respon terhadap nyeri (dicubit) 2
· Tida ada respon (meski dicubit) 1
Respon verbal (V)
• Berorientasi baik 5
• Berbicara mengacau (bingung) 4
• Kata-kata tidak teratur (kata-kata jelas dengan substansi tidak jelas dan 3
non-kalimat, misalnya, “aduh… bapak..”)
• Suara tidak jelas (tanpa arti, mengerang) 2
• Tidak ada suara 1
Respon motorik terbaik (M)
• Ikut perintah 6
• Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang 5
nyeri) 4
• Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang) 3
• Fleksi abnormal (dekortikasi: tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas
dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri) 2
• Ekstensi abnormal (deserebrasi: tangan satu atau keduanya extensi di sisi
tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri) 1
• Tidak ada (flasid)
48
• Pria 25 tahun tidak sadarkan diri sejak kecelakaan 2 hari
yang lalu
• Nyeri kepala hebat dan muntah sejak 1 hari yang lalu
• KU TSB, TD 190/110mmHg, RR 24x/mnt, GCS E3M4V3
• Pupil ka/ki 3mm/3mm
• Kaku kuduk (+)
PENYEBAB…
DIAGNOSIS  CEDERA KEPALA
JAWABAN:
D. PERDARAHAN SUBARACHNOID
• Pasien kondisi penurunan kesadaran
gradual + nyeri kepala hebat + muntah 
curiga adanya peningkatan TIK  terjadi
setelah kecelakaan  curiga traumatic
brain injury seperti perdarahan
• Ada kaku kuduk  tanda ditemukan pada
perdarahan subarachnoid
Hematoma Subarakhnoid Traumatik
• Perdarahan di rongga subarakhnoid antara arakhnoid dan
piamater yang normalnya terisi CSF
• CT scan terdpt lesi hiperdens yg mengikuti arah girus-girus
serebri daerah yang berdekatan dengan hematom.
• Gejala dan tanda:
– Tanda rangsang meningeal +, ex: Kaku kuduk
– Muntah
– Nyeri kepala hebat tiba-tiba  thunderclap
– Penurunan kesadaran secara cepat
– Fotofobia
• Penyebab tersering malformasi arteri vena, aneurisma
Berry
• Penatalaksanaan :
– perawatan dengan medikamentosa dan tidak dilakukan operasi
Konsensus nasional penanganan trauma kapitis. PERDOSSI 2006.
Siddiq F. subarachnoid hemorrhage. Uptodate. 2018
CT Scan non-contrast showing blood in basal
cisterns (SAH) – so called “Star-Sign”

CT Scan courtesy: University of Texas Health Science Center at San Antonio, Department of Neurosurgery

8/5/2020© 2009, American Heart Association. All rights


reserved.
49
• Laki-laki 21 tahun alami episode hilang kesadaran dalam 2 tahun
terakhir
• Tidak ada tanda-tanda yang mendahului sebelum pasien hilang
kesadaran, sering terluka karena episode ini
• Tiba-tiba berhenti mengerjakan pekerjaannya, memandang dengan
pandangan kosong, tubuhnya mengencang kemudian kelojotan
keempat anggota gerak
• Lidah pasien tergigit saat kejang, kadang mengompol

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  EPILEPSI
JAWABAN:
D. KEJANG EPILEPSI
• Pasien episode hilang kesadaran dalam 2
tahun terakhir, berulang  ada kejang
grand mal
– Tatapan kosong terpaku  tubuh mengencang
(tonik)  kelojotan keempat ekstremitas
(klonik)
• Bangkitan/kejang berulang  sesuai
kondisi kejang epilepsi
• Syncope  pingsan, hilang kesadaran
sementara
• Tetanus  gangguan neuromuscular akut,
terdapat kaku dan kejang otot
• Stroke  biasanya akan ada deficit neurologis
selain kejang dialami
Epilepsi
• Definisi:
– suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan
(seizure) berulang akibat dari adanya gangguan
fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan
oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan
di neuron-neuron secara paroksismal, dan
disebabkan oleh berbagai etiologi.

Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010


Epilepsy - Classification
• Focal seizures – account
for 80% of adult epilepsies
- Simple partial seizures
- Complex partial seizures
- Partial seizures secondarilly
generalised

• Generalised seizures
(include absance type)

• Unclassified seizures
Klasifikasi International League
Against Epilepsy (ILAE)
KEJANG FOKAL
KEJANG PARSIAL SEDERHANA KEJANG PARSIAL KOMPLEKS KEJANG PARSIAL MENJADI
KEJANG GENERALISATA
SEKUNDER
• Kesadaran tidak terganggu , • Terdapat gangguan • Kejang parsial sederhana
dengan gangguan salah kesadaran walaupun atau kompels yang menjadi
satu atau lebih dari : diawali kejarng parsial kejang umum
1. Gejala motorik : kedutan sederhana
wajah atau salah satu sisi • Bisa disertai otomatisme :
2. Gejala somatosensorik : - Mengecap-ngecap bibir
mendengar musik, - Mengunyah
parestesia - Gerakan berulang pada
3. Gejala psikis : rasa takut, tangan
visi panoramik • Bisa tanpa otomatisme :
4. Gejala otonom : muntah, - Tatapan terpaku
berkeringat, dilatasi pupil
5. Kejang tubuh (gerakan
Klasifikasi International League
Against Epilepsy (ILAE)
KEJANG UMUM

Kejang Absans (Petit mal)


• Hilangnya kesadaran sesaat disertai amnesia
• Bisa disertai atau tanpa aura dan halusinasi

Kejang Atonik
• Hilangnya tonus mendadak pada otot leher, badan, dan anggota badan

Kejang Tonik-Klonik (Grand mal)


• Kejang diawali oleh hilangnya kesadaran lalu terjadi fase tonik (kekakuan umum) diikuti fase klonik
(kelojotan)
• Terdapat gangguan fungsi otonom (air liur, dilatasi pupil, disfugsi kandung kemih dan usus

Kejang Mioklnik
• Kejang yang terjadi pada sekelompok otot bilateral involunter secara mendadak
• Kedutan pada bahu, leher, lengan atas dan kaki
50
• Wanita usia 27 tahun mata kiri tidak dapat membuka sejak 1
minggu yang lalu
• Pandangan ganda
• Pupil ka/ki: 2 mm/3 mm
• Refleks cahaya langsung (RCL) ka/ki: +/-, refleks konsesual ka/ki
+/-
• Tes akomodasi terganggu

PENYEBAB KELUHAN…
DIAGNOSIS  PARESIS N. III KIRI
JAWABAN:
B. PARESIS N. III KIRI
• Wanita usia 27 tahun terdapat:
– Lagoftalmus: mata kiri tidak dapat membuka
sejak 1 minggu yang lalu  terjadi bila ada
paresis N. III
– Diplopia + Gangguan akomodasi  gangguan
saraf menginervasi otot ekstraokuler
– Pupil ka/ki: 2 mm/3 mm, refleks cahaya
langsung (RCL) ka/ki: +/-, refleks konsesual
ka/ki +/-  paresis N. III sinistra
• Kondisi sesuai dengan paresis N. III sinistra
Cranial Nerve
Relative Afferent
Pupillary Defect (RAPD)
• The physiological basis of the RAPD test is that, in
healthy eyes, the reaction of the pupils in the right and
left eyes are linked  consensual light reflex.
• light reflex pathway has two parts :
1. The afferent part of the pathway (red) refers to the
nerve impulse/message sent from the pupil to the brain
along the optic nerve when a light is shone in that eye.
2. The efferent part of the pathway (blue) is the
impulse/message that is sent from the mid-brain back to
both pupils via the ciliary ganglion and the third cranial
nerve (the oculomotor nerve), causing both pupils to
constrict, even though only one eye is being stimulated
by the light
Broadway DC. Relative Afferent Pupillary Defect. Community Eye Health Journal | VolUME 25 ISSUES 79 & 80 | 2012
Pemeriksaan refleks cahaya pada Paresis N. III
Sinsitra:
• Pupil OD: RCL (+); RCTL (+)
• Pupil OS: RCL (-); RCTL (-)
51
• Wanita 40 tahun mulutnya mencong sejak 3 jam yang lalu
• Setelah mengendarai sepeda motor
• Sudut mulut tertarik ke arah kanan saat tersenyum, mata
kiri tidak dapat menutup sempurna, tidak ada kerutan
pada dahi kiri

SARAF MUNGKIN TERKENA…


DIAGNOSIS  PARESIS N. VII FASIALIS SINISTRA PERIFER
JAWABAN:
C. PARESIS N. VII FASIALIS SINISTRA PERIFER
• Pasien dengan keluhan adanya mulut mencong
mendadak 3 jam SMRS, gambaran keluhan:
– Sudut mulut tertarik ke kanan saat senyum  mulut sisi kiri
lumpuh karena tidak tertarik saat senyum
– Mata kiri tidak dapat menutup sempurna  gangguan otot
orbicularis oculi dipersarafi N. fascialis
– Tidak ada kerutan pada dahi kiri  menunjukkan lesi
perifer, kalau sentral akan ada kerutan dahi
• Pada kasus ditanyakan adalah saraf yang terkena 
diagnosis topis kasus
• Keluhan tampak mengarah pada lesi perifer (tidak ada
kerutan dahi kiri dan mulut sisi kiri lumpuh ) lesi
ipsilateral dari klinis  mengarahkan pada paresis N.
fascialis sinistra perifer
N. VII (Facialis)
Motorik Sensorik Otonom
• Mempersa • Pengecap Mempersarafi
rafi otot pada 2/3 Kelenjar
frontalis, anterior lakrimal,
orbikularis lidah submandibula
okuli, • Mempersa , submaksila
orbikularis rafi
oris sensoris
• Mempersa palatum
rafi otot mole dan
stapedius durum
• Mempersa
rafi
sensoris
pada kulit
aurikula
Manifestasi Klinis

• Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah


mendapat persarafan dari korteks motorik kontralateral,
sedangkan yang mengurus bagian atas mendapat
persarafan dari kedua sisi korteks motorik (kontralateral)
Lesi sentral dan perifer
a) Lesi pada bagian sentral,
yang lumpuh adalah
bagian bawah dari wajah
b) Lesi bagian perifer, yang
lumpuh adalah semua
otot sesisi wajah dan
mungkin juga termasuk
saraf yang mengurus
pengecapan dan salivasi
52
• Wanita 50 tahun keluhan nyeri kepala terutama sekitar
mata sebelah kanan hilang timbul sejak 1 minggu
• Timbul malam hari, nyeri kepala sebelah hebat, terutama
sekitar bola mata dan pelipis
• Mata merah, berair, dan hidung berair

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  CLUSTER TYPE HEADACHE
JAWABAN:
D. CLUSTER TYPE HEADACHE
• Pasien dengan nyeri kepala ciri:
– Nyeri kepala sebelah kanan hebat
– Hilang timbul, muncul malam hari  ada
periodesitas
– Sekitar bola mata dan pelipis  lokasi nyeri
pada kluster
– Disertai injeksi konjungtiva, rinorea ipsilateral
• Sesuai dengan nyeri kepala kluster (Cluster
type headache)
• Migren dengan aura  karakteristik nyeri migraine
berdenyut, namun ada gejala aura (visual, sensory,
motoric, brainstem, retinal)
• Migren tanpa aura  nyeri kepala primer kualitas
vascular (berdenyut), unilateral, bisa disertai
fotofobia atau fonofobia selama nyeri kepala
• Neuralgia trigeminal  nyeri wajah akibat
rangsangan stimulus yang umumnya tidak
sebabkan nyeri
• Tension Type Headache  nyeri kepala primer,
nyeri bilateral atau terasa menekan atau mengikat
Sumber: .
PPK neurologi 2017

Cluster Type Headache (Klaster)

• Periodesitas (sering pada malam hari, berulang setiap hari pada waktu tertentu
yang sama, selama minguan atau bulanan)
• Bila ada deficit neurologis atau tidak membaik denga pengobatan 3 bulan lebih,
bisa diindikasikan pemeriksaan CT scan atau MRI kepala + kontras.
53
• Laki-laki 65 tahun mendadak mengalami kelemahan pada
tubuh bagian kiri, mulut mencong, bicara pelo (dysartria) sejak
3,5 jam yang lalu
• Hemiparese sinistra, parese N VII dan XII sentral, reflex
babinski +, TD 140/100 mmHg, kesadaran compos mentis
• Riwayat perokok berat
• Hendak berikan trombolitik

DASAR PERTIMBANGAN TROMBOLITIK…


DIAGNOSIS  STROKE ISKEMIK
JAWABAN:
B. GOLDEN PERIODE TERAPI KURANG DARI 6 JAM
• Pada pasien dengan stroke iskemik:
– CT scan tidak ada perdarahan
– Onset kelemahan tubuh mendadak + paresis N
VII dan XII sentral 3,5 jam lalu  fase akut
• Dilakukan trombolitik mengingat golden
periode terapi kurang dari 6 jam 
diberikan alteplase 0,6-0,9 mg/kgBB
Stroke
Manajemen Umum Stroke Akut
(PPK Neurologi, 2016)
A. Stabilisasi jalan nafas dan pernapasan
– Bebaskan jalan nafas:
• Triple maneuver.
• Pasang pipa orofaring.
• Suction (hati-hati pada peninggian TIK)
• Pertimbangkan intubasi atau pasang LMA bila SKG ≤ 8
– Terapi oksigen  Nilai oksigenasi  Target O2 Sat > 95%.
B. Stabilisasi hemodinamik (infus kristaloid)
– Stroke  datang terlambat  dehidrasi??.
– Lakukan rehidrasi IV 50 – 150 cc/jam
– Pilih cairan isotonik, jangan berikan cairan hipotonik karena akan
menyebabkan/memperberat edema otak
– Bila TIK ↑, hati-hati kelebihan cairan.
– Pantau elektrolit setiap hari dan segera terapi bila ada kelainan.
C. Pengendalian tekanan intrakranial (manitol, furosemide, jika diperlukan)
• Tinggikan posisi kepala 300
• Leher dalam posisi lurus
• Hindari cairan hipotonik
• Hindari demam.
• Jaga normovolemia
• Rapid sequence intubation
D. Pengendalian kejang (terapi anti kejang jika diperlukan)
E. Analgetik dan antipiterik, jika diperlukan
F. Gastroprotektor, jika diperlukan
G. Manajemen nutrisi
H. Pencegahan DVT dan emboli paru : heparin atau LMWH
Tatalaksana Spesifik Stroke Iskemik
A. Trombolisis intravena :
• alteplase dosis 0.6-0.9 mg/kgBB, pada stroke iskemik onset
<6 jam
B. Terapi endovascular :
• trombektomi mekanik, pada stroke iskemik dengan oklusi
karotis interna atau pembuluh darah intrakranial, onset <8
jam
C. Manajemen hipertensi
• Stroke iskemik TDS > 220 mmHg atau TDD > 120 mmHg; dan
stroke hemoragik TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg,
berikan obat antihipertensi,.
• Penurunan TD hendaklah perlahan-lahan (maksimal 25 %
dalam 1 hari pertama pada Stroke iskemik kecuali akan
dilakukan trombilisis).
• Berikan obat antihipertensi parenteral dengan dosis titrasi
(pilihan obat Nicardipin atau Diltiazem)
• Pantau TD secara berkala.
D. Manajemen gula darah insulin
• Stroke  hiperglikemia reaktif (akibat defisiensi insulin relatif).
• Hiperglikemia  neurotoksik  infark meluas  outcome buruk.
• Turunkan GD dengan target <150 gr/dL dengan pemberian insulin
E. Pencegahan stroke sekunder
• antiplatelet :aspirin, clopidogrel, cilostazol
• atau antikoagulan : warfarin, dabigatran, rivaroxaban
F. Neroprotektor
• citicholin, piracetam, pentoxyfiline, DLBS 1033
G. Perawatan di Unit Stroke
H. Neurorestorasi / Neurorehabilitasi
54
• Pria 18 tahun keluhan sesak nafas sejak 3 jam yang lalu
• Kesemutan dan kebas pada kedua lengan dan kaki disertai
kelemahan dimulai dari tungkai menjalar ke lengan sejak 3 hari
yang lalu
• Infeksi saluran pernapasan 2 minggu yang lalu
• Kelemahan motorik pada keempat anggota gerak, reflex
fisiologis menurun

TERAPI YANG SESUAI…


DIAGNOSIS  GUILLAIN-BARRE SYNDROME
JAWABAN:
C. IMUNOGLOBULIN
• Pada pasien terdapat:
– Paralisis ascendens progresif
– Arefleksia/ Refleks menurun
– Sesak nafas  curiga paralisis otot pernapasan
– Riwayat infeksi saluran pernapasan 2 minggu lalu
• Sesuai dengan kondisi Guillain-Barre Syndrome
• Tatalaksana  pemberian IVIG atau
immunoglobulin
• Antikolinesterase  inhibitor
asetilkolinesterase diberikan pada kondisi
misalnya myasthenia gravis
• Antibiotik  pada GBS bukan disebabkan
infeksi bacterial
Sindroma Guillain-Barre (GBS)
• Penyebab paralisis akut akibat neuropati dimediasi imun yang biasanya
terjadi setelah infeksi saluran napas atau saluran cerna.
• Dikenal juga dengan acute imflamatory demyelinating polyneuropathy.
• Gastroenteritis akibat infeksi Campylobacter jejuni paling banyak
berhubungan dengan GBS.
• Gejala memburuk dalam hitungan hari hingga 3 minggu, diikuti periode
stabil kemudian proses penyembuhan ke fungsi normal atau mendekati
normal
• Ciri:
– Progressive ascending weakness, symmetric (kelemahan simetris mulai dari
ekstremitas distal ke proksimal)
– Arefleksia atau reflex menurun
– Diplegia fasial
– Kelemahan bisa hingga libatkan otot pernapasan (10-30%) hingga dibutuhkan
ventilasi mekanik
– Parestesia pada tangan dan kaki
– 70% pasien bisa diserta disfungsi otonom: takikardia, hipertensi bergantian
dengan hipotensi, ileus, retensi urin
– Varian GBS Miller Fisher: Opthalmoplegia dengan Ataxia dan Arefleksia
Sumber:
Ganti L, Goldstein JN. Neurologic Emergencies. Springer 2018.
PPK neurologi 2017
Tatalaksana
• Perawatan intensif diperlukan bila terdapat
– gejala disoutonomia,
– berkurangnya Forced vital capacity (<20 mL/kg)
– Kelemahan otot bulbar
– Berkurangnya trigger napas
• Pemberian IVIG (efikasi lebih baik bila diberikan
1-2 minggu pertama onset)
– IVIG 0,4 gram/ kg BB/ hari selama 5 hari
• Plasmapheresis/ plasma exchange
• Terapi rehabilitasu untuk fisik, okupaso dan
wicara
Sumber:
Ganti L, Goldstein JN. Neurologic Emergencies. Springer 2018.
PPK neurologi 2017
55
• Pria 40 tahun nyeri pada pergelangan tangan kanan
• Sulit menggerakkan ibu jari tangan kanan dan
kesemutan pada ibu jari dan telunjuk tangan kanan
• Tukang ukir selama 10 tahun
• Atrofi otot tenar tangan kanan
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  CTS
JAWABAN:
E. CARPAL TUNNEL SYNDROME
• Pasien dengan nyeri pergelangan tangan
kanan:
– Sulit gerakkan ibu jari dan kesemutan ibu jari
serta telunjuk tangan kanan  sesuai
persarafan nervus medianus
– Atrofi otot thenar
• Faktor resiko  pekerjaan tukang ukir
• Diagnosis sesuai dengan Carpal Tunnel
Syndrome
• Poliartritis nodosa  vaskulitis sistemik, bisa ada keluhan
demam, malaise, myalgia, arthralgia di sendi besar (tidak ada
keluhan ini pada kasus)
• Osteoarthritis  degenerasi sendi, ada nyeri sendi, kekakuan
sendi kurang dari 30 menit, biasanya sendi wight bearing 
tidak dipilih pada kasus mengingat
• Penyakit gout  nyeri sendi disertai kemerahan, bengkak,
panas di sendi (tidak ada tanda radang sendi di kasus)
• Reumatoid artritis  penyakit sistemik inflamasi kronik, ada
demam ,lemas, poliartritis perifer simetrik terutama PIP dan
MCP, sendi merah dan bengkak, serta deformitas sendi
Carpal Tunnel Syndrome
Gejala
• Nyeri, kesemutan dan perasaan geli
pada daerah yang dipersarafi oleh
nervus medianus
• Nyeri memberat pada malam hari
dan dapat membangunkan pasien
dari tidur.
• Nyeri dan parastesi dapat menjalar
ke lengan bawah, siku hingga bahu
• Kekuatan menggenggam berkurang
• Atrofi otot tenar
• Untuk mengurangi gejala biasanya
pasien akan mengguncang –
guncang kan tangannya seperti saat
memegang termometer (flicktest)
Pemeriksaan fisik
• Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-
gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan
menyokong diagnosa CTS.
• Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya
atrofi otot-otot thenar.
• Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot
• Wrist extension test/ prayer test.
• Torniquet test. Dilakukan pemasangan tomiquet dengan menggunakan
tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik.
Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong
diagnosis.
ILMU BEDAH
56
• Wanita, 30 tahun, mengalami luka bakar 2,5 jam yang lalu.
• Pasien tampak agitasi, TD 90/40 mmHg, nadi 112x/menit, BB
40 kg, seluruh akral dingin dan parestesia pada tangan kanan.
• Selain itu, terdapat jelaga di lubang hidung dan sputum, lepuh
dan eritema pada kulit muka, leher bagian depan, kedua
lengan atas, terdapat luka pucat dan kering pada seluruh
lengan bawah kanan dan kedua paha.

TX AWAL?
DIAGNOSIS  LUKA BAKAR DGN TRAUMA INHALASI
JAWABAN:
E. INTUBASI
• Pasien pada kasus ini mengalami luka bakar (tidak disebutkan
penyebabnya) 2,5 jam yang lalu.
• Pasien tampak agitasi, TD 90/40 mmHg, nadi 112x/menit, BB 40
kg, seluruh akral dingin dan parestesia pada tangan kanan.
• Terdapat jelaga di lubang hidung dan sputum, lepuh dan
eritema pada kulit muka, leher bagian depan  dapat
disimpulkan pasien mengalami trauma inhalasi.
• Disertai lepuh pada kedua lengan atas, terdapat luka pucat dan
kering pada seluruh lengan bawah kanan dan kedua paha 
luka bakar derajat II - III.
• Dapat disimpulkan pasien mengalami trauma inhalasi disertai
dengan luka bakar derajat II – III di lengan dan paha. Tindakan
yang pertama kali harus dilakukan pada kasus ini adalah
intubasi umtuk mengamankan jalan napas.
• Oksigen 6-8 lpm  pemberian oksigen diawali
dengan mengamankan jalan napas terlebih dahulu
agar efektif.
• Eskarotomi lengan kanan  dilakukan setelah
primary survey selesai dilakukan.
• IVFD 1000-2000 cc secepatnya  pada luka bakar
pemberian cairan diberikan dengan rumas tertentu
misal formula Baxter dan dapat ditambahkan
perkiraan kekurangan cairan pada pasien dengan
pertimbangan beberapa indikator antara lain nadi
dan tekanan darah.
• Formula Baxter secepatnya  kebutuhan cairan
dengan rumus Baxter diberikan 50% pada 6 jam
pertama dan 50% pada 18 jam berikutnya.
Tindakan Penyelamatan Segera pada
Luka Bakar

• Kontrol Airway
• Menghentikan
proses luka bakar
• Pemsangan akses
intravena
Tatalaksana Emergency luka Bakar

Emergency Management of Severe Burns (EMSB) COURSE MANUAL 17th edition Feb
2013
Australia and New Zealand Burn Association Ltd 1996
Inhalation Injury
• Antisipasi gangguan respirasi pada korban luka bakar yang
memiliki luka di :
– Kepala, wajah, atau dada
– Rambut hidung, atau alis terbakar
– Suara serak, takipnea atau keluar air liur yang banyak(pasien
kesulitan untuk menelan air liur)
– Kehilangan kesadaran di lokasi kejadian
– Mukosa Nasal atau Oral berwarna merah atau kering
– Jelaga pada mulut atau hidung
– Batuk dengan sputum kehitaman
– Lokasi kebakaran yang tertutup atau terdapat riw.terperangkap
• Semua pasien yang terperangkap dalam api memiliki
kemungkinan keracunan CO atau mengalami hipoksia
Inhalation Injury Management
• Airway, Oxygenation and Ventilation
• Airway Control – Penilaian awal karena sering terhadap edema jalan napas
• Ventilator – Pertimbangkan Intubasi awal dengan RSI(rapid sequence
• Chest intubation)Ventilator
• Inflamasi dari alveolimengurangi oxigenasi
physiotherapy • After intubated, patients with inhalation injury should receive
• Suctioning mechanical ventilation
– Recommended HFPV (High frequency percussion ventilation)
• Therapeutic – Trend for less barotrauma, less VAP, less sedation
bronchoscopy – Bila terdapat keragu-raguan oxygenate and ventilate
• Pharmacologic – Bronkodilator dapat dipertimbangkan bila terdapat
bronkospasm
adjuncts
– Diuretik tidak sesuai untuk pulmonary edema
• Circulation
– Tatalaksana syok
– IV Access
• LR/NS large bore, multiple IVs
• Titrate fluids to maintain systolic BP and perfusion
– Avoid MAST/PASG
57
• Perempuan, berusia 20 tahun, dengan keluhan adanya
benjolan pada payudara kanan, tidak ada nyeri. Pasien
tidak sadar kalau benjolannya membesar.
• Pada pemeriksaan benjolan ada di mamae dextra kuadran
laterosuperior, diameter 2 cm, padat, kenyal, rata, mobile,
dan berbatas tegas. KGB axilla tidak membesar.
DIAGNOSIS?
DIAGNOSIS  FAM
JAWABAN:
B. FAM
• Diagnosis FAM pada kasus ini, ditegakkan
atas dasar:
– Usia pasien yang masih 20 tahun.
– Benjolan soliter yang bersifat jinak, hal
tersebut dilihat dari PF yang menunjukkan:
benjolan ada di mamae dextra kuadran
laterosuperior, diameter 2 cm, padat, kenyal,
rata, mobile, KGB axilla tidak membesar.
• Nekrosis lemak  suatu kondisi timbulnya kerusakan pada jaringan lemak payudara
yang terjadi secara spontan, akibat trauma / cedera pada payudara, atau karena
terapi radiasi. Gejala nekrosis lemak di payudara, diantaranya: muncul massa /
benjolan yang teraba keras, tidak membesar, terkadang nyeri, dan bisa disertai
perubahan kulit disekitar benjolan misalnya kulit tertarik atau keriput.
• Fibrokistik mamae  pertumbuhan jaringan fibrosa yang abnormal, sehingga lebih
menonjol dibanding jaringan lemak. Jaringan fibrosa juga membentuk jaringan parut
dan jaringan ikat. Biasanya menimpa wanita dalam rentang usia 30-50 tahun.
• Papiloma interduktal  tumor jinak yang terbentuk di duktus, yaitu saluran yang
membawa susu dari kelenjar susu (lobulus) ke puting payudara. Tumor ini terbentuk
dari jaringan fibrosa, kelenjar, dan pembuluh darah. Paling sering menimpa wanita
usia 35-55 tahun.
• Karsinoma interduktal pertumbuhan sel abnormal pada jaringan yang melapisi
suatu organ. Pertumbuhan ini umumnya terbatas pada jaringan tersebut. Namun bila
dibiarkan, kumpulan sel abnormal ini bisa tumbuh dan berkembang menjadi kanker,
lalu menyebar ke jaringan normal yang ada di sekitarnya.
Fibroadenoma
• Most common benign tumor of
breast.
• Benign tumors that represent a
hyperplastic or proliferative process in
a single terminal ductal unit.
• Young females:15 -25yrs of age.
• Aberration in normal development of
a lobule.
• Cause -unknown.
• 10% of disappear spontaneously each
year.
• Most stop growing after they reach 2-
3 cm.
• Clinical features • Treatment
• Watchfull waiting
– Painless swelling • Excision of the lump
– Smooth, firm, non- • In pericanalicular type -
tender periareolar incision
• Intracanalicular-
– Well-localized submammary incision
– Moves freely within the
breast tissue- breast
mouse.
– Axillary LN not enlarged.
THE BREAST LUMP
Tumors Onset Feature
Invasive Ductal Carcinoma , Paget’s disease (Ca Insitu),
Peau d’orange , hard, Painful, not clear border,
Breast cancer 30-menopause
infiltrative, discharge/blood, Retraction of the
nipple,Axillary mass
Fibroadenoma They are solid, round, rubbery lumps that move freely in
< 30 years
mammae the breast when pushed upon and are usually painless.
lumps in both breasts that increase in size and
Fibrocystic
20 to 40 years tenderness just prior to menstrual bleeding.occasionally
mammae
have nipple discharge
Localized breast erythema, warmth, and pain. May be
Mastitis 18-50 years
lactating and may have recently missed feedings.fever.
intralobular stroma . “leaf-like”configuration.Firm,
Philloides smooth-sided, bumpy (not spiky). Breast skin over the
30-55 years
Tumors tumor may become reddish and warm to the touch.
Grow fast.
occurs mainly in large ducts, present with a serous or
Duct Papilloma 45-50 years
bloody nipple discharge
58
• Pria, 20 tahun dengan lengan kiri atas terpasang gips. Gips
dipasang 2 hari yang lalu akibat fraktur pada daerah tersebut.
• Gips dipasang oleh dukun urut patah tulang.
• Sekarang pasien mengeluh nyeri pada lengan kirinya yang
semakin bertambah kuat dan terasa terutama bila digerakkan,
jari-jari tangan tampak pucat dan capillary refill memanjang.

TINDAKAN SEGERA?
DIAGNOSIS  SINDROM KOMPARTEMEN
JAWABAN:
A. MEMBUKA GIPS
• Pasien dengan riwayat fraktur pada lengan
kiri atas dan sudah dipasang gips.
• Pada pasien ditemukan gejala sindrom
kompartemen yaitu nyeri dan pucat pada
daerah distal. Terdapat gejala yaitu 5P
(Pain, Pallor, Parestesia, Paralisis, dan
Pulselessness).
• Dapat disimpulkan diagnosis yang tepat
pada kasus ini adalah sindrom
kompartemen. Yang harus dilakukan
membuka gips yang menyebabkan tekanan
intrakompartemen meningkat.
• Mengganti gips  dilakukan apabila sindrom
kompartemen teratasi dan jenis fraktur yang
dialami merupakan hairline fractured.
• Memberikan pain-killer  terapi supportif 
kurang tepat.
• Fasiotomi  dilakukan apabila setelah
membuka gips gejala tidak kunjung berkurang.
• Eskarotomi  dilakukan pada kasus luka bakar
derajat 3.
Compartment Syndrome
59
• Laki-laki, 20 tahun tidak sadarkan diri karena kecelakaan lalu lintas.
• Kesadaran GCS 3 (E1V1M1) dan adanya trauma pada daerah wajah
terutama hidung dan mulut.
• Airway tidak clear, terdapat banyak darah pada rongga mulut.
• Breathing spontan, frekuensi napas 40X/ menit, gurgling (+).
• Tekanan darah 70X/ palpasi, Nadi 120X/ menit, tekanan dan isi kurang
penuh. Akral dingin.

PENYEBAB OBSTRUKSI LANGSUNG JALAN NAPAS?


DIAGNOSIS  TRAUMA KEPALA DAN WAJAH
JAWABAN:
B. PERDARAHAN JALAN NAPAS
• Laki-laki, 20 tahun tidak sadarkan diri
karena kecelakaan lalu lintas.
– Didapatkan kesadaran GCS 3 (E1V1M1) dan
adanya trauma pada daerah wajah terutama
hidung dan mulut.
– Airway tidak clear, terdapat banyak darah pada
rongga mulut.
• Melihat kondisi pasien seperti di atas,
penyebab obstruksi jalan napas langsung
adalah perdarahan jalan napas.
• Hilangnya tonus otot lidah akibat cedera
cervical  tidak disebutkan adanya tan-tanda
cedera cervical pada soal.
• Penurunan tekanan darah  tidak tepat.
• Cedera kepala berat  tidak secara langsung
menyebabkan obstruksi jalan napas. Pada
cedera kepala berat, pasien tidak sadar
sehingga lidah jatuh ke belakang dan dapat
menyumbat jalan napas.
• Lidah tergigit  tidak tepat.
ATLS Coursed 9th Edition
Cervical in-line immobilization
Indikasi Airway definitif
60
• Laki-laki, 23 tahun, datang mengalami kecelakaan lalu lintas.
• Didapatkan kesadaran alert, cemas, sesak napas tidak stridor.
TD 110/70 mmHg, nadi 110X/ menit, frekuensi napas 32X/
menit.
• PF: dari inspeksi terdapat memar dan ketinggalan gerak pada
hemitoraks kanan, perkusi hipersonor/ sonor, auskultasi
vesikuler (-)/ (+).

MASALAH UTAMA?
DIAGNOSIS  PNEUMOTHORAX
JAWABAN:
B. BREATHING
• Diagnosis pneumothorax ditegakkan atas
dasar:
– Adanya riwayat trauma akibat lalu lintas.
– Pasien tampak sesak, laju napas 32x/ menit.
– PF: dari inspeksi terdapat memar dan
ketinggalan gerak pada hemitoraks kanan,
perkusi hipersonor/ sonor, auskultasi vesikuler
(-)/ (+).
• Pneumothorax menyebabkan gangguan
ventilasi. Gangguan ventilasi termasuk ke
dalam gangguan breathing.
• Airway
• Circulation
• Disability
• Environment

PILIHAN JAWABAN LAIN TIDAK TEPAT


Management of Trauma Patient
Initial Assessment
Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan yang
cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan
sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat.
Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment ( penilaian awal ).

Penilaian awal meliputi:


1. Persiapan
2. Triase
3. Primary survey (ABCDE)
4. Resusitasi
5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi
6. Secondary survey
7. Tambahan terhadap secondary survey
8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan
9. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik

ATLS Coursed 9th Edition


B. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi
1. Penilaian
a) Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan
kontrol servikal in-line immobilisasi
b) Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
c) Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali
kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris
atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera
lainnya.
d) Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
e) Auskultasi thoraks bilateral
2. Pengelolaan
a) Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12
liter/menit)
b) Ventilasi dengan Bag Valve Mask
c) Menghilangkan tension pneumothorax
d) Menutup open pneumothorax
e) Memasang pulse oxymeter
3. Evaluasi

ATLS Coursed 9th Edition


61
• Laki-laki, 60 tahun, dengan keluhan nyeri seluruh bagian
perutnya yang disertai dengan mual dan muntah.
• Sebelumnya 2 hari yang lalu, ia mengalami nyeri ulu hati.
• Diketahui memiliki riwayat minum obat anti nyeri lututnya.
• PF: ditemukan febris, defans muscular umum di seluruh lapang
perut. Dan dari laboratorium ditemukan leukositosis.
• Ro Abdomen: free air abdomen pada sub diafragma kanan.

DIAGNOSIS?
DIAGNOSIS  PERITONITIS
JAWABAN:
E. PERITONITIS SEKUNDER EC PERFORASI ULKUS
LAMBUNG
• Peritonitis merupakan reaksi radang pada rongga
peritoneum, yang diakibatkan reaksi pada
intraabdomen seperti kebocoran viscus ataupun
reaksi radang akibat infeksi sistemik seperti
peritonitis TB.
• Pada pasien ditemukan defans muskluar umum dan
ditemukan free air abdomen pada sub diafragma
kanan dipikirkan terjadinya kebocoran viscus pada
ulkus peptikum yang perforasi.
• Pada pasin juga ditemukan factor resiko yaitu
meminum obat-obatan anti nyeri yang biasanya
golongan NSAID, yang memiliki efek samping
menghambat prostaglanding lambung, yang
efeknya mengurangi sekresi mucus lambung.
• Sehingga diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah
peritonitis sekunder ec perforasi ulkus lambung.
• Peritonitis primer  peritonitis yang bermula
memang akibat infeksi pada peritoneum.
• Peritonitis tersier  infeksi intra abdominal
yang persisten atau rekuren walaupun sudah
dilakukan tatalaksana adekuat.
• Perforasi appendix  tidak ada gejala
appendisitis yang dijelaskan pada pasien.
• Peritonitis sekunder ec perforasi appendix 
tidak ada gejala appendisitis yang dijelaskan
pada pasien.
PERITONITIS

• Peritonitis
– Peradangan dari peritoneum
– Disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur atau reaksi inflamasi
peritoneum terhadap darah(pada kasus trauma abdomen)
• Jenis:
– Peritonitis Primer
• Disebabkan oleh penyebaran infeksi dari peradaran darah dan
pembuluh limfe ke peritoneumpenyakit hati
• Cairaan terkumpul pada rongga peritoneum, menghasilkan lingkungan
yang cocok untuk pertumbuhan bakteri
• Jarang terjadi  kurang dari 1% dari seluruh kasus peritonitis
– Peritonitis Sekunder
• Lebih sering terjadi
• Terjadi ketika infeksi menyebar dari traktus bilier atau GIT

http://www.umm.edu/altmed/articles/peritonitis-000127.htm#ixzz28YAqqYSG
PERITONITIS

• Peritonitis Sekunder
– Bakteri, enzim, atau cairan empedu mencapai
peritoneum dari suatu robekan yang berasal dari
traktus bilier atau GIT
– Robekan tersebut dapat disebabkan oleh:
• Pancreatitis
• Perforasi appendiks
• Ulkus gaster
• Crohn's disease
• Diverticulitis
• Komplikasi Tifoid
Gejala dan Tanda
• Distensi dan nyeri pada Tanda
abdomen • BU berkurang atau
• Demam, menggigil absenusus tidak dapat
• Nafsu makan berkurang berfungsi
• Mual dan muntah • Perut seperti papan
• Peningkatan frekuensi • Peritonitis primerasites
napas dan nadi
• Nafas pendek
• Hipotensi
• Produksi urin berkurang
• Tidak dapat kentut atau BAB
X-Ray Normal
Gambaran radiologis pada peritonitis:
a. Adanya kekaburan pada cavum abdomen
b. Preperitonial fat dan psoas line menghilang
c. Adanya udara bebas subdiafragma atau
d. Adanya udara bebas intra peritoneal
62
• Bayi laki-laki usia 10 hari, dengan keluhan kembung perut sejak
5 hari yang lalu.
• Diketahui pasien pertama kali BAB saat usia 3 hari dengan BAB
berwarna kehijauan dan lengket. Pasien sudah tidak bisa BAB
selama 4 hari.
• Dari pemeriksaan radiologis barium enema ditemukan
penyempitan segmen distal colon.

DIAGNOSIS?
DIAGNOSIS  HIRSCHSPRUNG DISEASE
JAWABAN:
D. HIRSCHSPRUNG DISEASE
• Diagnosis Hirschsprung Disease ditegakkan
atas dasar:
– Bayi usia 10 hari dengan keluhan kembung dan
tidak bisa BAB
– Adanya keterlambatan keluar mekonium
– Dari pemeriksaan radiologis barium enema
ditemukan penyempitan segmen distal colon.
• Divertikel  kantung kecil yang terdapat pada dinding usus,
salah satu bagian dari sistem pencernaan. Menimbulkan gejala
apabila mengalami peradangan, antara lain: nyeri perut, feses
bercampur darah, mual dan muntah.
• Involusi colon  ukuran colon lebih kecil dari yang seharusnya
 biasa akibat proses peradangan kronis, misal pada IBD.
• Involusi anorektal  ukuran anus rectum lebih kecil dari
ukurang yang seharusnya.
• Invaginasi  suatu keadaan darurat medis yang melibatkan
obstruksi usus. Dapat berakibat fatal jika tidak diobati. Hal ini
terjadi paling sering pada anak-anak. Gejala berupa menangis
keras tiba-tiba, yang terjadi setiap 15-20 menit, muntah, dan
tinja bercampur darah dan lendir.
HISRCHSPRUNG DISEASE
• Tanda – tanda klinis:
– Keterlambatan mekonium
– Tanda obstruksi letak rendah
– Mekonium keluar, tanda obstruksi menghilang 
obstruksi berulang obstipasikronik.
– Mutlak dilakukan colok dubur --> jika tidak ada
hambatan mekanik
Hirschsprung
• Suatu kelainan bawaan
berupa aganglionik usus,
mulai dari spinchter ani
interna kearah proksimal
dengan panjang yang
bervariasi, tetapi selalu
termasuk anus dan setidak-
tidaknya sebagian rectum
dengan gejala klinis berupa
gangguan pasase usus.
• Tidak terdapat ganglion
Meisner dan Auerbach
CLINICAL FEATURES
1. Failure to pass meconium in 4. TOXIC MEGACOLON : Fever,
the 1st 24h of life Abdominal distension, Bile
– 98% of neonates pass stained vomitous, Explosive
meconium in the first 24 hours diarrhoea, Dehydration,
of age.. Any newborn who fails Shock.
to pass meconium in the first
24-48 hours of life should be 5. Spontanous perforation
evaluated for possible occurs in 3%,specially if long
Hirschsprung's disease. segment aganglionosis.
2. Neonatal Intestinal 6. Chronic constipation patients
obstruction may have chronic
– symptoms include bilious constipation in response to
vomiting, abdominal distension changes in feeding. And may
and refusal to feed. have Growth retardation.
3. Recurrent Enterocolitis Multiple fecal masses on
– mainly in the 1st three months abdominal examination.
of life.
63
• Laki-laki usia 61 tahun dengan keluhan nyeri pinggang kanan
bawah sejak 2 hari yang lalu, disertai mual dan muntah.
• Pasien jarang minum dan tiap buang air kecil sering merasa
tidak tuntas.
• PF: TD 140/90 mmHg, nyeri ketok CVA kanan (+). Lab urin
didapatkan Ca Oksalat (+++), kreatinin 2,31 mg/dL.

PX PENUNJANG?
DIAGNOSIS  BATU SALURAN KEMIH
JAWABAN:
C. CT NON-CONTRAST
• Adanya nyeri pinggang kanan disertai mual
dan muntah, adanya riwayat jarang minum,
pada pemeriksaan nyeri ketok CVA kanan (+),
lab urin didapatkan Ca Oksalat (+++)
mengarahkan diagnosis pada batu saluran
kemih/ urolithiasis.
• Pemeriksaan penunjang yang paling tepat
adalah CT Non-Contrast yang memiliki tingkat
akurasi tinggi tanpa membebani ginjal.
• Batasan penggunaan cairan kontras intravena:
nilai ureum <50 mg/dL dan/ atau creatinine
<1,2 mg/dL.
• USG  sangat bergantung pada operator.
• CT Urografi  gold standard, namun perlu
dipertimbangkan fungsi ginjal pasien.
• BNO IVP  butuh persiapan, dan mengingat
fungsi ginjal dari pasien yang sudah geriatri,
dengan riwayat hipertensi, dan kreatinin 2,31.
• Cystografi  tidak tepat.
Urolithiasis
• Urolitiasis  pembentukan batu
didalam sistem traktus urinarius
sehingga menimbulkan
manifestasi sesuai dengan
derajat penyumbatan yang
terjadi ginjal, ureter, kandung
kemih atau uretra.
• Gejala umum:
– Nyeri pada area flank
– Gejala iritatif saat BAK
– Nausea
– Hematuria  bila terjadi obstruksi
• Jenis batu saluran kemih:
– Kalsium Oksalat (56,3%),
– Kalsium Fosfat 9,2%,
– Batu Struvit 12,5%,
– Batu Urat 5,5% dan
– sisanya campuran.
https://www.uptodate.com/contents/diagnosis-and-acute-management-of-suspected-
nephrolithiasis-in-adults
Modalitas radiologi dalam diagnosis
Modalitas Sensitivitas (%) Spesifisitas (%) Kelebihan Kekurangan

USG 19 97 Terjangkau Kurang baik dalam visualisasi batu


ureter
Baik untuk melihat hidronefrosis

Tidak meradiasi
BNO 45-59 71-77 Terjangkau dan murah Kurang baik untuk melihat batu di
ureter media dan batu radiolusen
Digunakan sebagai pemeriksaan awal

IVP 64-87 92-94 Terjangkau Kualitas foto bervariasi

Memberikan informasi yang adekuat Butuh persiapan dan penggunaan


tentang batu (lokasi, radiodensitas, & kontras
ukuran), anatomi, dan fungsi kedua
ginjal
CT non-kontras 95-100 94-96 Paling definitif dan spesifik Mahal dan kurang terjangkau

Tidak menunjukkan derajat obstruksi Tidak mengukur fungsi ginjal


dengan jelas

Memberikan informasi tentang


kondisi selain sistem genitourinari
CT-urografi 100 100 Paling sensitif dan spesifik, dengan Mahal dan kurang terjangkau
dengan kontras mengevaluasi fungsi ginjal
cairan kontras intravena
Batasan penggunaan cairan kontras intravena:
• Nilai ureum <50 mg/dL dan/ atau
• Creatinine <1,2 mg/dL.
https://www.uptodate.com/contents/diagnosis-and-acute-management-of-suspected-
nephrolithiasis-in-adults

CT Scan tanpa kontras

• Diagnostik yang akurat


• 99% batu termasuk batu radiolusen akan
terlihat
• Membedakan komposisi batu
• Mengenal secondary sign
• Mahal dan tidak tersedia pada setiap daerah
CT Scan normal batu pelvis renal batu ureter
staghorn stone pelvocalic ginjal kiri. dilatasi ureter ,pelvocalic proximal ureter
64
• Laki-laki 24 tahun, mengalami kecelakaan lalu lintas 1 jam yang lalu.
• Pasien mengeluh nyeri saat menarik napas di bagian dada kanan.
• PF: nampak jejas di dada kanan. Pada pergerakan dada kanan
tertinggal.
• Pada pemeriksaan radiologis, tampak bayangan berkabut (opak) merata
di lapangan paru kanan dan gambaran paru kiri normal.

DIAGNOSIS?
DIAGNOSIS  HEMATOTHORAX DEXTRA
JAWABAN:
B. HEMATOTHORAX DEXTRA
• Diagnosis hematothorax dextra ditegakkan
atas dasar:
– Adanya riwayat trauma dada akibat kecelakaan
lalu lintas.
– PF: nampak jejas di dada kanan. Pada
pergerakan dada kanan tertinggal.
– Pada pemeriksaan radiologis, tampak bayangan
berkabut (opak) merata di lapangan paru
kanan dan gambaran paru kiri normal.
• Pneumothorax dextra  pasien mengeluhkan
sesak, pada perkusi didapatkan hipersonor, dan Ro
Paru menunjukkan gambaran radiolusen avaskular
pada lapang paru yang terkena.
• Efusi pleura dextra  biasanya bukan akibat
trauma. Etilogi tersering adalah TB paru atau
kanker paru.
• Flail chest dextra  pernapasan paradoksal,
terdapat fraktur segmental pada tulang iga
multipel.
• Tension pneumothorax dextra  kondisi yang
mengancam, pasien mengalami sesak berat,
hipitensi, JVP meningkat, dan trakea terdorong ke
sisi yang sehat.
HEMATOTHORAX
65
• Laki-laki 30 tahun ddalam kondisi tidak sadar.
• Dikatakan bahwa pasien telah menjadi korban tabrak lari satu
jam yang lalu.
• PF: didapatkan tekanan darah 90/60 mmHg, nadi >120x/menit,
laju napas 30x/ menit. Didapatkan fraktur terbuka di kedua
femur. Perkiraan kehilangan darah 30-40%.

KLASIFIKASI SYOK PERDARAHAN?


DIAGNOSIS  SYOK HIPOVOLEMIK
JAWABAN:
C. III
• Pasien dalam kondisi tidak sadar, dengan
PF: didapatkan tekanan darah 90/60
mmHg, nadi >120x/menit, laju napas 30x/
menit, didapatkan fraktur terbuka di kedua
femur, dan perkiraan kehilangan darah 30-
40%.
• Dapat disimpulkan pasien dalam kondisi
syok akibat kehilangan darah grade III.
• I
• II
• IV
• V

PILIHAN JAWABAN LAIN TIDAK TEPAT


Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah (Syok Hemoragik)
Volume Perdarahan Fraktur Femur
66
• Anak laki – laki 10 tahun dengan keluhan luka yang cukup dalam pada
tumit kaki kanannya akibat terjatuh dari sepeda motor.
• Diketahui status imunisasi pasien telah mendapatkan imunisasi DPT
lengkap pada saat bayi dengan booster pada waktu sekolah 4 tahun
yang lalu.
• Diketahui juga pasien telah mendapat imunisasi tetanus boster 6 bulan
yang lalu.

TATALAKSANA?
DIAGNOSIS  VULNUS LACERATUM
JAWABAN:
E. TIDAK DIBERIKAN IMUNISASI
• Anak laki – laki 10 tahun dengan keluhan luka
yang cukup dalam pada tumit kaki kanannya
akibat terjatuh dari sepeda motor.
• Diketahui pasien mendapatkan imunisasi
lengkap DPT dan baru mendapatkan booster
tetanus 6 bulan yang lalu.
• Berarti pasien memiliki luka “kotor” dengan
status imunisasi lengkap (booster<5 tahun yll)
 sehingga pilihan jawaban yang tepat untuk
kasus ini adalah tidak diberikan imunisasi.
• Tetanus toxoid  jika status imunisasi buruk
dengan luka bersih, atau status imunisasi baik tapi
booster >10 thn dengan luka bersih, atau status
imunisasi baik tapi booster > 5 tahun dengan luka
kotor
• Tetanus immune globulin (equine)
• Tetanus immune globulin (human)
• Tetanus toxoid dan tetanus immune globulin
(human) pada tempat yang berbeda  pada kasus
status imunisasi buruk dengan luka kotor

PILIHAN JAWABAN LAIN TIDAK TEPAT


Manajemen Luka Tetanus
Dosis Profilaksis:
• HTIG250-500 IU
• ATS  1500 IU
67
• Wanita usia 65 tahun datang ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan
pergelangan tangan kanan bengkak dan nyeri. Pasien mempunyai
riwayat tersandung, dan terjatuh dengan menahan tubuh dengan
tangan.
• Pasien mengalami kejadian tersebut 3 hari yang lalu.
• Pemeriksaan fisik didapatkan angulasi ke arah dorsal, bengkak pada
pergelangan tangan, lengan kanan lebih pendek, pergerakan terbatas.

DIAGNOSIS?
DIAGNOSIS  FRAKTUR COLLES
JAWABAN:
A. FRAKTUR COLLES
• Pada pasien ditegakkan fr. Colles karena
ditemukan usia tua  osteoporosis, fraktur
pada distal radioulnar dan terdapat
angulasi ke dorsal, pasien terjatuh pada
posisi telapak tangan dorsofleksi.
• Fr. Galleazi  fraktur radius distal disertai
dislokasi atau subluksasi sendi radioulnar distal.
• Fr. Montegia  fraktur ulna sepertiga proksimal
disertai dislokasi ke anterior dari kapitulum
radius.
• Dislokasi sendi radiocarpal  tidak tepat, pada
soal sudah dijelaskan terdapat angulasi, pilihan
lebih mengarah pada fraktur.
• Dislokasi sendi distal radioulnar  tidak tepat,
pada soal sudah dijelaskan terdapat angulasi,
pilihan lebih mengarah pada fraktur.
FRAKTUR ANTEBRACHII
• Fraktur Galeazzi
– fraktur radius distal disertai dislokasi atau subluksasi sendi
radioulnar distal.
• Fraktur Monteggia
– fraktur ulna sepertiga proksimal disertai dislokasi ke
anterior dari kapitulum radius.
• Fraktur Colles:
– fraktur melintang pada radius tepat diatas pergelangan
tangan dengan pergeseran dorsal fragmen distal.
• Fraktur Smith:
– Fraktur smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior
(volar), karena itu sering disebut reverse Colles fracture.
Fraktur Monteggia
Fraktur Galeazzi

Fraktur Colles
Fraktur Smith
68
• Laki-laki 78 tahun datang ke poliklinik mengeluh bila berjalan kaki
terasa sakit hingga sulit untuk melangkah. Kadang-kadang terjatuh.
• Keluhan yang lain adalah kalau mau buang air kecil tercecer sebelum
sampai ke toilet. Keluhan sudah berlangsung sejak 2 tahun yang lalu.
• RT: TSA baik, ampula tidak kolaps, nyeri tekan tidak ada, protat teraba
kenyal, nyeri tidak ada. Sarung tangan: feses ada, darah dan lender
tidak ada.

DIAGNOSIS?
DIAGNOSIS  INKONTINENSIA FUNGSIONAL
JAWABAN:
D. FUNGSIONAL
• Masalah utama pada pasien adalah ketika
ingin BAK selalu tercecer sebelum sampai di
toilet  inkontinensia urin.
• Pada soal dijelaskan bahwa pasien memiliki
ganguan muskuloskeletal  kaki terasa sakit
hingga sulit berjalan dan terkadang jatuh.
• Hasil pemeriksaan RT dalam batas normal.
• Dari 3 poin di atas dapat disimpulkan jenis
inkontinensia yang dialami pasien adalah
inkontinensia fungsional akibat gangguan
muskolskeletal.
• Stres  Akibat meningkatnya tekanan intraabdominal,
seperti pada saat batuk, bersin atau berolah raga. Umumnya
disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul.
• Urgensi  Dikaitkan dengan sensasi keinginan berkemih
akibat dengan kontraksi detrusor tak terkendali (detrusor
overactivity). Masalah-masalah neurologis sering dikaitkan
dengan inkontinensia urin urgensi ini, meliputi stroke,
penyakit Parkinson, demensia dan cedera medula spinalis.
• Overflow  Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan
dengan distensi kandung kemih yang berlebihan. Hal ini
disebabkan oleh obstruksi anatomis, seperti pembesaran
prostat, faktor neurogenik pada diabetes melitus atau
sclerosis multiple, yang menyebabkan berkurang atau tidak
berkontraksinya kandung kemih, dan faktor-faktor obat-
obatan.
• Campuran  memiliki lebih dari satu etiologi.
Inkontinensia Urin
• Kondisi kesehatan dimana pasien tidak dapat mengendalikan
kandung kemihnya dan seringkali buang air kecil tanpa
disengaja atau urin yang terus keluar.
• Faktor risiko:
– Kelebihan berat badan terutama orang dengan BMI 30 kg/m2 atau lebih
berat akan menyebabkan regangan konstan pada kandung kemih dan otot-
otot sekitarnya. Pada gilirannya akan menyebabkan kebocoran urin, misalnya
ketika batuk atau bersin.
– Merokok akan meningkatkan risiko terkena inkontinensia urin karena merokok
dapat menyebabkan kandung kemih terlalu aktif karena efek nikotin pada
dinding kandung kemih.
– Konsumsi kafein dan alkohol akan meningkatkan risiko inkontinensia urin
karena keduanya bersifat diuretik, yang menyebabkan kandung kemih terisi
dengan cepat dan memicu keinginan untuk sering buang air kecil.
Urinary Incontinence

Acute chronic

• Stress UI
• Overflow UI
• Urgency UI --- OAB
• Functional UI
• Mixed UI
BASICS MECHANISMS

Three basic mechanisms serves as “final


common pathways” in nearly all causes
of incontinence :
• Urge incontinence
 Hyperactive / irritable bladdder
• Stress incontinence
 Urethral incompetence
• Overflow bladder
INKONTINENSIA URGENSI

Urodynamics Made Easy – third


INKONTINENSIA STRESS

Urodynamics Made Easy – third


INKONTINENSIA STRESS

Urodynamics Made Easy – third edition


Inkontinensia Fungsional
• Tidak terkendalinya pengeluaran urin akibat
faktor-faktor di luar saluran kemih.
• Penyebab tersering adalah demensia berat,
masalah muskuloskeletal berat, faktor
lingkungan yang menyebabkan kesulitan
untuk pergi ke kamar mandi, dan faktor
psikologis.
Inkontinensia Keterangan
Stress Akibat meningkatnya tekanan intraabdominal, seperti pada saat batuk, bersin
atau berolah raga. Umumnya disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul.

Urgensi Dikaitkan dengan sensasi keinginan berkemih akibat dengan kontraksi detrusor
tak terkendali (detrusor overactivity). Masalah-masalah neurologis sering
dikaitkan dengan inkontinensia urin urgensi ini, meliputi stroke, penyakit
Parkinson, demensia dan cedera medula spinalis. Pasien mengeluh tak cukup
waktu untuk sampai di toilet setelah timbul keinginan untuk berkemih sehingga
timbul peristiwa inkontinensia urin. Inkontinensia tipe urgensi ini merupakan
penyebab tersering inkontinensia pada lansia di atas 75 tahun.
Overflow Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi kandung kemih
yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi anatomis, seperti
pembesaran prostat, faktor neurogenik pada diabetes melitus atau sclerosis
multiple, yang menyebabkan berkurang atau tidak berkontraksinya kandung
kemih, dan faktor-faktor obat-obatan. Pasien umumnya mengeluh keluarnya
sedikit urin tanpa adanya sensasi bahwa kandung kemih sudah penuh.
Fungsional Memerlukan identifikasi semua komponen tidak terkendalinya pengeluaran urin
akibat faktor-faktor di luar saluran kemih. Penyebab tersering adalah demensia
berat, masalah muskuloskeletal berat, faktor lingkungan yang menyebabkan
kesulitan untuk pergi ke kamar mandi, dan faktor psikologis.
69
• Laki-laki berusia 20 tahun, dengan riwayat trauma akibat
kecelakaan sepeda motor.
• Pasien mengeluh tidak bisa BAK.
• PF: didapatkan darah keluar dari OUE disertai dengan
pembengkakan skrotum dan terdapat gambaran butterfly
appreance pada daerah perineum pasien, buli pasien juga
teraba penuh. Pemeriksaan RT dalam batas normal.

DIAGNOSIS?
DIAGNOSIS  RUPTUR URETRA ANTERIOR
JAWABAN:
A. RUPTUR URETRA ANTERIOR
• Diagnosis ruptur uretra uretra anterior,
ditegakkan atas dasar:
– Adanya riwayat trauma akibat KLL.
– Ada keluhan retensio urin.
– Didapatkan darah keluar dari OUE disertai
dengan pembengkakan skrotum dan terdapat
gambaran butterfly appreance pada daerah
perineum pasien, buli pasien juga teraba
penuh.
– Pemeriksaan RT dalam batas normal.
• Ruptur uretra posterior  jarang terjadi
butterfly hematom. Pemeriksaan RT didapatkan
prostat melayang.
• Torsio testis  keluhan nyeri pada testis secara
tiba-tiba, phren sign (-).
• Ruptur buli  jejas di area suprapubik,
hematuria. Perlu dipastikan dengan
pemeriksaan systogram.
• Hidrokel  pembesaran di area skrotum, tidak
nyeri, tes transluminasi (+).
http://urology.iupui.edu/papers/reconstructive_bph/s0094014305001163.pdf

Trauma Uretra
• Curiga adanya trauma
pada traktus urinarius
bag.bawah, bila:
– Terdapat trauma
disekitar traktus
urinarius terutama
fraktur pelvis
– Retensi urin setelah
kecelakaan
– Darah pada muara OUE
– Ekimosis dan hematom
perineal
Uretra Anterior:
• Anatomy:
– Bulbous urethra
Uretra Posterior :
– Pendulous urethra • Anatomy
– Fossa navicularis – Prostatic urethra
• Etiologi: – Membranous urethra
– Straddle type injuries • Etiologi:
– Intrumentasi – Fraktur tulang Pelvis
– Fractur penis • Gejala klinis:
• Gejala Klinis: – Darah pada muara OUE
– Disuria, hematuria – Nyeri Pelvis/suprapubis
– Hematom skrotal – Perineal/scrotal hematom
– Hematom perineal akan timbul bila terjadi robekan – RT Prostat letak tinggi atau
pada fasia Buck’s sampai ke dalam fasia melayang
Colles‘‘butterfly’’ hematoma in the perineum • Radiologi:
– will be present if the injury has disrupted Buck’s – Pelvic photo
fascia and tracks deep to Colles’ fascia, creating a
– Urethrogram
characteristic ‘‘butterfly’’ hematoma in the
perineum • Therapy:
• Therapy: – Cystostomi
– Cystostomi – Delayed Repair
– Immediate Repair
• Don't pass a diagnostic • Retrograde
catheter up the patient's urethrography
urethra because: – Modalitas pencitraan yang
– The information it will give utama untuk mengevaluasi
will be unreliable. uretra pada kasus trauma
– May contaminate the dan inflamasi pada uretra
haematoma round the
injury.
– May damage the slender
bridge of tissue that joins
the two halves of his
injured urethra

Posterior urethral rupture above the


intact urogenital diaphragm
following blunt trauma

http://ps.cnis.ca/wiki/index.php/68._Urinary
70
• Laki-laki umur 40 tahun dalam kondisi setengah
sadar akibat trauma dada yang dialami saat KLL.
• Dari pemeriksaan didapat TD 80/50 mmHg, nafas
32x/menit, bunyi jantung terdengar jauh, JVP 5 +
5 cm H2O, dan pulsus paradoksus.

DIAGNOSIS?
DIAGNOSIS  CARDIAC TAMPONADE
JAWABAN:
E. CARDIAC TAMPONADE
• Pada pasien didapatkan adanya trauma
dada akibat KLL dan ditemukan gejala trias
beck (hipotensi, JVP meningkat, dan suara
jantung menjauh), sehingga tamponade
jantung dapat ditegakkan.
• Congestive heart failure  merupakan penyakit
kronis, etiologi bukan dari trauma dada.
• Ruptur aorta thoracalis  jarang terjadi, tidak
ditemuakn trias beck.
• Pleural effusion  penyebab tersering TB paru
ataupun Ca Paru.
• Pericarditis  tidak ditemukan tanda-tanda
infeksi pada pasien ataupun faktor risiko yang
sesuao untuk perikarditis.
http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
Cardiac Tamponade
Gejala Pemeriksaan Fisik
• Takipnea dan DOE, rest • Takikardi
air hunger • Hypotension shock
• Weakness • Elevated JVP with blunted
• Presyncope y descent
• Dysphagia • Muffled heart sounds
• Batu • Pulsus paradoxus
• Anorexia – Bunyi jantung masih
terdengar namun nadi
• (Chest pain) radialis tidak teraba saat
inspirasi
• (Pericardial friction rub)
http://www.learningradiology.com/archives2007/COW%20274-Pericardial%20effusion/perieffusioncorrect.html

“Water bottle configuration"


bayangan pembesaran jantung
yang simetris
• Dicurigai Tamponade jantung:
– Echocardiography
– Pericardiocentesis
• Dilakukan segera untuk
diagnosis dan terapi
• Needle pericardiocentesis
– Sering kali merupakan pilihan
terbaik saat terdapat kecurigaan
adanya tamponade jantung atau
terdapat penyebab yang
diketahui untuk timbulnya
tamponade jantung

http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
71
• Bayi laki-laki berusia 10 bulan dengan keluhan penis
terlihat abnormal.
• PF: ditemukan, dorsal penis hampir menempel ke kulit
abdomen, tampak mukosa uretra pada dorsal penis
dengan efek meluas dari skrotum sampai dengan gland
penis, dan celah tulang pubis tampak melebar.
DIAGNOSIS?
DIAGNOSIS  EPISPADIA
JAWABAN:
E. EPISPADIA
• OUE terletak di dorsal penis  epispadia.
• Pepispadia serin disertai gangguan struktur
yang lain, seperti dorsal penis hampir
menempel ke kulit abdomen dan celah
tulang pubis tampak melebar.
• Hipospadia panesratal
• Hipospadia penile shaft
• Hipospadia penoscrotal
• Hipospadia perineal

PILIHAN JAWABAN LAIN TIDAK TEPAT


Epispadia
EpispadiaOUE berada di dorsum penis
• Penis lebar, pendek dan melengkung
keatas (dorsal chordee)
• Penis menempel pada tulang pelvis
• Tulang pelvis terpisah lebar
• Classification:
• the glans (glanular)
• along the shaft of the penis (penile)
• near the pubic bone (penopubic)

http://www.genitalsurgerybelgrade.com/urogenital_surgery
_detail.php?Epispadias-4
http://emedicine.medscape.com/article/1015227

Hypospadia
• OUE berada pada ventral penis
• Three anatomical
characteristics
• An ectopic urethral
meatus
• An incomplete prepuce
• Chordee ventral
shortening and curvature
72
• Laki-laki berusia 45 tahun dengan keluhan nyeri pada
tungkai kanan dan tidak dapat diluruskan. Tiga puluh
menit yang lalu pasien mengalami kecelakaan lalu lintas.
• Pemeriksaan fisik didapatkan tungkai kanan tidak dapat
diluruskan, sendi panggul flexi, adduksi dan endorotasi.

DIAGNOSISI?
DIAGNOSIS  DISLOKASI PANGGUL POSTERIOR
JAWABAN:
B. DISLOKASI PANGGUL KE POSTERIOR
• Pasien mengalami KLL.
• Pemeriksaan fisik didapatkan tungkai
kanan tidak dapat diluruskan, sendi panggul
flexi, adduksi dan endorotasi  dislokasi
panggul ke arah posterior.
• Dislokasi sendi panggul ke anterior  sangat
jarang terjadi. Ekstensi panggul, posisi tungkai
abduksi dan eksorotasi.
• Fraktur collum femoris  tidak ditemukan
tanda-tanda fraktur.
• Fraktur femur 1/3 proksimal  tidak ditemukan
tanda-tanda fraktur.
• Fraktur intertronkanter  tidak ditemukan
tanda-tanda fraktur.
DISLOKASI SENDI PANGGUL
Posterior Hip Dislocation
soundnet.cs.princeton.edu

Anterior Hip Dislocation


Gejala
• Nyeri pada sendi
panggul
• Tidak dapat berjalan
atau melakukan
adduksi dari kaki.
• The leg is externally
rotated, abducted,
and extended at the
hip

netterimages.com
Tatalaksana Dislokasi Sendi Panggul:
Reposisi
• Bila pasien tidak memiliki komplikasi lain:
– Berikan Anestetic atau sedative dan manipulasi
tulang sehingga kembali pada posisi yang
seharusnya reduction/reposisi
• Pada beberapa kasus, reduksi harus dilakukan
di OK dan diperlukan pembedahan
• Setelah tindakan, harus dilakukan
pemeriksaan radiologis ulang atau CT-scan
untuk mengetahui posisi dari sendi.
73
• Laki-laki 45 tahun, dengan keluhan penurunan kesadaran
setelah mengalami kecelakaan sepeda motor tunggal.
• Pada pemeriksaan didapatkan cephal hematom pada regio
temporal kiri 15cm.
• Pemeriksaan neurologis: GCS 7, hemiparesis dextra, pupil
anisokor 5mm/3mm.
• TD :170/80mmHg, nadi 60 x/menit, RR 26 x/menit irregular.

TX AWAL?
DIAGNOSIS  TRAUMA KEPALA
JAWABAN:
B. INTUBASI ENDOTRAKEAL
• Pasien mengalami trauma kepala pasca
kecelakaan sepeda motor.
• Dari penjelasan dapat disimpulkan pasien
mengalami cedera kepala berat yang ditunjukkan
dari GCS 7 disertai tanda-tanda peningkatan TIK
(pupil anisokor, trias cushing  tensi meningkat,
bradikardia, dan pernapasan irregular).
• Pada kondisi tersebut pasien tidak dapat
mempertahankan patensi jalan napas, seringkali
lidah jatuh ke belakang menutupi jalan napas.
Sehingga tatalaksana awal yang tepat adalah
intubasi endotracheal.
• Pasang iv line  setelah Airway dan Breathing
dievaluasi.
• Ventilator  dapat diberikan setelah ETT
terpasang.
• Antihipertensi  tangani dulu penyebab
tekanan TIK.
• Observasi neurologi  diperlukan, dilakukan
setelah ABC selesai dievaluasi.
ATLS Coursed 9th Edition
Cervical in-line immobilization
Indikasi Airway definitif
74
• Saat ini anda adalah seorang dokter jaga IGD Rumah Sakit di
sebuah tempat terpencil. Ada sebuah musibah didaerah tsb.
• Anda sedang melayani 5 pasien dibantu seorang perawat.
Terdapat kabar bahwa akan ada 5 orang pasien lagi yang
sedang dlm perjalanan menuju UGD tersebut.
• Kemudian anda menghubungi dokter specialis yang saat itu
kebetulan sedang tidak bertugas.

APA YG ANDA LAKUKAN?


DIAGNOSIS  TRIAGE
JAWABAN:
C. MELAKUKAN TRIAGE KEGAWATDARURATAN
• Pada soal dijelaskan banyak pasien yang
datang bersamaan dan kekurangan tenaga
medis, sementara berada tempat terpencil.
• Pada kondisi tersebut untuk efisiensi dan
meningkatkan angka keberhasilan
perawatan maka tindakan yang perlu
dilakukan adalah triage.
• Memberi oksigen dan resusitasi cairan
• Memberi infus cairan kristaloid
• Merujuk pasien ke ICU
• Merujuk pasien ke specialis terdekat

PILIHAN JAWABAN LAIN TIDAK TEPAT


Triage
Triage Priorities
1. Red- prioritas utama
– memerlukan penanganan
segeraberkaitan dengan kondisi
sirkulasi atau respirasi

2. Yellow- prioritas kedua


– Dapat menunggu lebih lama, sebelum
transport (45 minutes)

3. Green- Dapat berjalan


– Dapat menunggu beberapa jam untuk
transport

4. Black- Meninggal
– Akan meninggal dalam penanganan
emergensi memiliki luka yang
mematikan

*** mark triage priorities (tape, tag)


Triage Category: Red
• Red (Highest) Priority: • Gangguan Airway dan
Pasien yang breathing
memerlukan • Perdarahan banyak dan
tidak terkontrol
penanganan segera dan
transport secepat- • Decreased level of
consciousness
cepatnya
• Severe medical problems
• Shock (hypoperfusion)
• Severe burns
Yellow Green
• Yellow (Second) Priority:
Pasien yang penanganan • Green (Low) Priority:
dan traportnya dapat Pasien yang
ditunda sementara waktu penanganan dan
• Luka bakar tanpa gangguan
airway transportnya dapat
• Trauma tulang atau sendi ditunda sampai yang
besar atau trauma multiple terakhir
tulang
• Fraktur Minor
• Trauma tulang belakang
dengan atau tanpa • Trauma jaringan lunak
kerusakan medula spinalis Minor
Immediate

Patients Delayed START


Deceased
Simple Triage And Rapid Treatment
• It is a simple step-by-step• If you can walk, go stand
triage and treatment over there!
method to be used by the
first rescuers responding
to a multi casualty • All of Ya’ll, go over there!
incident. It allows these (Texas version )
rescuers to identify victims
at greatest risk for early • Mark green
death and to provide basic
stabilization maneuvers
START Algorithm (Airway/Breathing)

RESPIRATIONS/VENTILATIONS

NONE
YES

REPOSITION AIRWAY

ASSESS RESPIRATIONS/VENTILATIONS

NONE YES > 30/MINUTE <30/MINUTE


ASSESS
DECEASED IMMEDIATE IMMEDIATE PERFUSION
Immediate

Patients Delayed

Deceased
START Algorithm (Circulation)

PERFUSION

<2 SECONDS > 2 SECONDS


ASSESS CONTROL
MENTAL STATUS BLEEDING

IMMEDIATE

Immediate

Patients Delayed

Deceased
START Algorithm (Disability)

MENTAL STATUS

FOLLOWS FAILS TO FOLLOW


SIMPLE SIMPLE
COMMANDS COMMANDS

DELAYED IMMEDIATE

Immediate

Patients Delayed

Deceased
75
• Pasien bayi usia 3 hari dibawa ibunya dengan
keluhan mual-muntah setiap diteteki beberapa
jam, menurut ibunya sejak lahir perut bayi sudah
besar dan makin kembung sampai saat ini,
pasien pernah BAB, terdapat retensi kehijauan.
DIAGNOSIS?
DIAGNOSIS  ATRESIA DUODENAL
JAWABAN:
E. ATRESIA DUODENAL
• Diagnosis atresia duodenal ditegakkan atas
dasar:
– Usia bayi yang baru 3 hari.
– Terdapat muntah kehijauan setelah beberapa
jam diberi ASI.
– Gambaran Ro Abdomen  Double Bubble.
• Ileal atresia  gambaran Ro Abdomen: Triple
Bubble.
• Ileus obstruksi  perut kembung, mual dan
muntah. Ro Abdomen: Hearing Bone + Step
Ladder.
• Hypertrophic piloric stenosis  Single Bubble
Sign.
• Annular pancreas  perut kembung dan biilous
vomitting. Sulit dinilai dengan Ro Abdomen.
Atresia Duodenum
GIT Congenital Malformation
Disorder Clinical Presentation
Hirschprung Congenital aganglionic megacolon (Auerbach's Plexus)
Fails to pass meconium within 24-48 hours after birth,chronic constipation
since birth, bowel obstruction with bilious vomiting, abdominal distention,
poor feeding, and failure to thrive, Chronic Enterocolitis.
RT:Explosive stools .
Criterion standardfull-thickness rectal biopsy.
Treatment  remove the poorly functioning aganglionic bowel and create
an anastomosis to the distal rectum with the healthy innervated bowel
(with or without an initial diversion)

Anal Atresia Anal opening (-), The anal opening in the wrong place,abdominal
distention, failed to pass meconium,meconium excretion from the fistula
(perineum, rectovagina, rectovesica, rectovestibuler).
Low lesionthe colon remains close to the skin stenosis anus, or the
rectum ending in a blind pouch.
High lesionthe colon is higher up in the pelvis fistula
Hypertrophic Hypertrophy and hyperplasia of the muscular layers of the pylorus
Pyloric functional gastric outlet obstruction
Stenosis Projectile vomiting, visible peristalsis, and a palpable pyloric tumor(Olive
Disorder Clinical Presentation

Oesophagus Congenitally interrupted esophagus


Atresia Drools and has substantial mucus, with excessive oral secretions,.
Bluish coloration to the skin (cyanosis) with attempted feedings
Coughing, gagging, and choking, respiratory distressPoor feeding
Intestine Atresia Malformation where there is a narrowing or absence of a portion
of the intestine
Abdominal distension (inflation), fails to pass stools, Bilious
vomiting

http://en.wikipedia.org/wiki/ http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth
Ileal atresia. Upright Jejunal atresia: The “triple
radiograph of the abdomen bubble” sign on the erect
Duodenal atresia. Doble demonstrates many dilated plain abdominal
buble sign loops of bowel and air-fluid radiograph.
levels
76
• Laki-laki 18 tahun, dengan keluhan nyeri pada tungkai
bawah setelah 1 jam SMRS.
• Pasien baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas.
• Pada pemeriksaan fisik didapatkan deformitas pada
tungkai bawah, krepitasi (+), dan nyeri sumbu 1/3
proksimal. Arteri dorsalis pedis teraba lemah.
DIAGNOSIS?
DIAGNOSIS  FRAKTUR CRURIS
JAWABAN:
C. FRAKTUR CRURIS DGN RUPTUR A. TIBIALIS
• Adanya riwayat KLL, pemeriksaan fisik
didapatkan deformitas pada tungkai bawah,
krepitasi (+), dan nyeri sumbu 1/3
proksimal  fraktur cruris.
• Arteri dorsalis pedis teraba lemah  ada
kemungkinan ruptur arteri tibialis anterior.
• Fraktur kruris dengan instabilitas sendi pergelangan kaki 
tidak didapatkan tanda instabilitas pergelangan kaki.
• Fraktur kruris dengan instabilitas sendi genu  tidak ada tanda-
tanda instabilitas genu
• Fraktur kruris dengan ruptur tendon achiles  harus dinilai
lebih lanjut, misal pemeriksaan thompson, dsb.
• Fraktur kruris dengan kompartemen sindrom  tidak dijelaskan
tanda 5P.
FRAKTUR CRURIS
• Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas
tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya,
yang di sebabkan karena trauma atau tenaga fisik
yang terjadi pada tulang tibia dan fibula.
• Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk
patah tulang tibia dan fibula yang biasanya
terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis,
atau persendian pergelangan kaki
FRAKTUR TIBIA
FRAKTUR FIBULA
• Lokasi tersering adalah
2-5 cm dari bagian
distal malleolus lateral.
• Biasanya berkaitan
dengan fraktur dislokasi
ankle joint.
FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA
77
• Laki-laki usia 35 tahun, dengan keluhan nyeri hebat di ujung jari kaki
kanan dan kiri sejak 3 bulan terakhir. Nyeri diperberat dengan aktivitas
dan hilang jika istirahat.
• Diketahui pasien merokok 2 bungkus sehari sejak usia 14 tahun.
• Pada pemeriksaan fisik terlihat ujung jari berwarna kehitaman, teraba
dingin. Riwayat penyakit kencing manis dan darah tinggi disangkal.

DIAGNOSIS?
DIAGNOSIS  THROMBOANGITIS OBLITERANS
JAWABAN:
A. THROMBOANGITIS OBLITERANS
• Diagnosis Thromboangitis Obliterans,
ditegakkan atas dasar:
– Keluhan nyeri hebat di ujung jari kaki kanan
dan kiri sejak 3 bulan terakhir, diperberat
dengan aktivitas dan hilang jika istirahat.
– Diketahui pasien merokok 2 bungkus sehari
sejak usia 14 tahun.
– Pada pemeriksaan fisik terlihat ujung jari
berwarna kehitaman, teraba dingin.
– Riwayat penyakit kencing manis dan darah
tinggi disangkal  bukan akibat aterosklerosis
• Raynaud phenomenon arteri yang lebih kecil yang
memasok darah ke kulit mengerut berlebihan akibat
dingin, sehingga membatasi suplai darah ke daerah yang
terkena. Jari tangan, jari kaki, telinga, atau ujung hidung
mati rasa dan terasa dingin sejuk saat suhu dingin atau
stres. Kondisi ini sering disertai dengan perubahan warna
kulit.
• Acute limb ischimia  gejala klaudikasio intermiten
disertai 6P.
• Critical limb ischemia  kondisi penyakit arteri perifer
(PAP) tungkai bawah yang paling berat dimana
didapatkan nyeri iskemik saat istirahat, dan ulserasi
akibat insufisiensi arteri atau gangren.
• Compartement syndrome  Tekanan mengurangi aliran
darah sehingga otot dan saraf kekurangan nutrisi.
2. Buerger’s Disease
(Thrombangiitis Obliterans)
• Secara khusus dihubungkan dengan merokok
• Terjadi Oklusi pada arteri muskular, dengan predileksi pada
pembuluh darah tibial
• Presentation
– Nyeri tidak dipengaruhi aktivitas
– Gangrene
– Ulceration
• Recurrent superficial thrombophlebitis (“phlebitis migrans”)
• Dewasa muda, perokok berat, tidak ada faktor risiko
aterosklerosis yang lain
• Angiography - diffuse occlusion of distal extremity vessels
• Progresivitas – dari distal ke proximal
• Remisi klinis dengan penghentian merokok
Buerger’s treatment
• Rawat RS
• Memastikan diagnosis dan arterial imaging.
• Vasoactive dilation is done during initial
admission to hospital, along with debridement of
any gangrenous tissue.
• Tatalaksana selanjutnya diberikan bergantung
keparahan dan derajat nyeri
• Penghentian rokok menurunkan insidens
amputasi dan meningkatkan patensi dan limb
salvage pada pasien yang melalui surgical
revascularisation
CT-angiografi menunjukan stenosis
segmental arteri tungkai bawah
Vasoactive drugs
• Nifedipine dilatasi perifer dan meningkatkan
aliran darah distal
– Diberikan bersamaan dengan penghentian rokok,
antibiotik dan iloprost
• Pentoxifylline and cilostazol have had good
effects, although there are few supportive data.
Pentoxifylline has been shown to improve pain
and healing in ischaemic ulcers. Cilostazol could
be tried in conjunction with or following failure of
other medical therapies (e.g., nifedipine).
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/1148/treatment/step-by-
step.html
Disease Pathophysiology Symptoms Physical Workup
Peripheral Arterial narrowing Claudication Abnormal Ankle Brachial
Artery  Decreased with exertion, in lower Index.
Occlusive blood flow = Pain severe occlusion extremity Duplex
Disease ischemic pain at pulse Ultrasound.
Pain results from rest. mottling & Digital
an imbalance Pain reproduced cyanosis Subtraction
between supply by elevating the Angiography
and demand of leg. Buerger Test: Gold
blood flow Elevate the leg Standard
to 45° - and Intervention
look for pallor at the same
time
Buerger Combination of Pain or Enlarged, red, An angiogram
acute tenderness not tender cord- or arteriogram
affected by
inflammation and exercise like veins. of the
thrombosis of the Numbness and Discoloration extremities.
arteries and veins tingling in the Two or more A Doppler
limbs. limbs affected
in the hands and ultrasound.
Skin ulcers or
feet gangrene of the
digits.
Disorder Onset Etiology Clinical Feat.
Buerger Disease chronic Segmental vascular Intermitten claudicatio,Smoking
inflammation
Polyarteritis nodosa acute immune complex– Fever,Malaise,Fatigue,Anorexia,
induced disease weight loss,Myalgia,Arthralgia in large
necrotizing joints,polyneuropathy, cerebral
inflammatory lesions ischemia, rash, purpura, gangrene,
small and medium- Abdominal pain, does not involve the
sized arteries lungs

Vasculitis hypersensitif Acute/ Circulating immune a small vessel vasculitis,usually affect


chronic complexes → skin, but can also affect joints,
drugs,food,other gastrointestinal tract, and the kidneys
unknown cause → itching, a burning sensation, or
pain, purpura
Wegener chronic autoimmune tissue destruction of upper
granulomatosis respiratory tract (sinuses, nose, ears,
and trachea [the “windpipe”]), the
lungs, and the kidneys
Takayasu arteritis chronic unknown of systolic blood pressure difference
inflammatory (>10 mm Hg) between arms,
proscess pulselessness,bruit a.carotid
Fixed
mottling &
cyanosis

Discoloration and necrosis of finger tips


78
• Pria 50 thn dengan keluhan keluar darah segar yang
menetes saat buang air besar.
• Keluhan disertai dengan keluarnya benjolan saat BAB yang
dapat dimasukkan kembali dengan jari pasien.
• Pada colok dubur teraba massa lunak yang dapat
digerakkan didalam lumen anal
DIAGNOSIS?
DIAGNOSIS  HEMORRHOID INTERNA GRADE III
JAWABAN:
C. HEMORRHOID INTERNA GRADE III
• Keluhan keluar darah segar yang menetes
saat buang air besar disertai dengan
keluarnya benjolan saat BAB yang dapat
dimasukkan kembali dengan jari pasien 
hemorrhoid interna grade III.
• Hemorrhoid interna grade I  tidak ada
benjolan yang keluar dari anus, biasanya hanya
keluar darah segar yang menetes, jarang
disertai nyeri.
• Hemorrhoid interna grade II  benjolan keluar
dari anus namun dapat masuk sendiri secara
spontan.
• Hemorrhoid interna grade IV  benjolan terasa
nyeri akibat adanya trombus.
• Hemorrhoid eksterna  benjolan terletak
dibawah linea dentata.
Hemoroid
Grading Hemoroid Interna
(Banov, 1985)
• Grade I hemorrhoids project into the anal canal and often bleed but do
not prolapse

• Grade II hemorrhoids may protrude beyond the anal verge with straining
or defecating but reduce spontaneously when straining ceases (ie, return
to their resting point by themselves)

• Grade III hemorrhoids protrude spontaneously or with straining and


require manual reduction (ie, require manual effort for replacement into
the anal canal)

• Grade IV hemorrhoids chronically prolapse and cannot be reduced; these


lesions usually contain both internal and external components and may
present with acute thrombosis or strangulation
79
• Laki-laki umur 50 tahun dengan keluhan terdapat benjolan
pada perut kanan bawah sebesar telor ayam, benjolan
dirasakan terutama saat melompat lompat dan sakit pada
perabaan.
• Benjolan dirasakan sudah ada sejak 6 bulan yang lalu.
• Pada pemeriksaan teraba benjolan di atas ligamentum
inguinale.

DIAGNOSIS?
DIAGNOSIS  HERNIA INGUINALIS
JAWABAN:
B. HERNIA INGUINALIS
• Diagnosis Hernia Inguinalis ditegakkan, atas
dasar:
– Terdapat benjolan pada perut kanan bawah
sebesar telor ayam, benjolan dirasakan
terutama saat melompat dan sakit pada
perabaan sejak 6 bulan yang lalu.
– Pada pemeriksaan teraba benjolan di atas
ligamentum inguinale.
• Hernia Femoralis  benjolan berada di bawah
ligamentum inguinal.
• Hernia scrotalis  merupakan perpanjang dari
hernia inguinalis lateral.
• Hernia umbilicalis  berada di area umbilikal.
• Hernia hiatal  Hiatal hernia dapat tidak
memiliki gejala. Dalam beberapa kasus,
mungkin terkait dengan heartburn dan rasa
tidak nyaman di perut.
HERNIA

HERNIA HIATALHERNIA DIAFRAGMATIKA

/VENTRAL HERNIA
INGUINAL HERNIA
• Most common
• Most difficult to understand
• Congenital ~ indirect
• Acquired ~ direct or indirect
• Direk • Indirek
• usually no peritoneal sac • has peritoneal sac
• medial to epigastric vessels • lateral to epigastric vessels
• Timbul karena adanya defek atau kelemahan • mengikuti kanalis inguinalis
pada fasia transversalis dari trigonum Hesselbach • Karena adanya prosesus vaginalis persistent
• segitiga Hasselbach, daerah yang dibatasi oleh • The processus vaginalis outpouching of
• Inferior : ligamentum inguinale, peritoneum attached to the testicle that trails
• Lateral: pembuluh darah epigastrika behind as it descends retroperitoneally into the
inferior scrotum.
• Medial : tepi otot rectus
Hernia Inguinalis vs Hernia Femoralis

Hernia Femoralis Hernia Inguinalis


Terletak di inferolateral Terletak di supero-medial dari
ligamentum inguinal dan ligamentum inguinal &
tuberculum pubicum tuberculum pubicum
Lebih banyak dialami Lebih banyak dialami laki-laki
perempuan
Isi kantong hernia: omentum Isi kantong hernia: usus
Lebih sering mengalami Lebih jarang mengalami
strangulasi strangulasi
80
• Wanita umur 50 tahun datang ke tempat Praktek Anda dengan
keluhan keluar cairan dari putting susu disertai darah.
• Riwayat penggunaan kontrasepsi oral dengan siklus menstruasi
normal.
• Pada pemeriksaan fisis tidak didapatkan benjolan, tidak ada
retraksi papil, tidak ada pembesaran kelenjar.

DIAGNOSIS?
DIAGNOSIS  PAPILLOMA INTRADUKTAL
JAWABAN:
A. PAPILLOMA INTRADUKTAL
• Diagnosis Papilloma Intraduktal ditegakkan
atas dasar:
– Adanya keluhan keluar cairan dari putting susu
disertai darah.
– Riwayat penggunaan kontrasepsi oral dengan
siklus menstruasi normal.
– Pada pemeriksaan fisis tidak didapatkan
benjolan, tidak ada retraksi papil, tidak ada
pembesaran kelenjar.
• Fibrokistik  pertumbuhan jaringan fibrosa yang
abnormal, sehingga lebih menonjol dibanding
jaringan lemak. Jaringan fibrosa juga membentuk
jaringan parut dan jaringan ikat. Biasanya menimpa
wanita dalam rentang usia 30-50 tahun.
• FAM  usia 20-30 tahun, benjolan biasanya soliter,
massa kenyal padat, berbatas tegas, mobile.
• Tumor Phyloides  jenis tumor payudara yang
langka. Pola sel mereka menyerupai daun, dan
nama “phyllodes” berasal dari kata Yunani yang
berarti “seperti daun.” Tumor phyllodes dapat
tumbuh dengan cepat, tetapi mereka tidak selalu
menyebar di luar payudara.
• Mastitis  peradangan payudara.
Papilloma Intraduktal
• Papilloma intraduktal adalah pertumbuhan
menyerupai kutil dengan disertai tangkai yang
tumbuh dari dalam payudara yang berasal dari
jaringan glandular dan jaringan fibrovaskular.
• Epidemiologi: terjadi pada wanita pada masa
reproduktif akhir, atau post-menopause. Usia
rerata 48 tahun.
http://radiopaedia.org/

Gejala dan Tanda


• Hampir 90% dari Papilloma Intraduktus adalah dari tipe
soliter dengan diameternya kurang dari 1cm
dan sering timbul pada duktus laktiferus dan hampir
70% dari pasien datang dengan nipple discharge yang
serous dan bercampur darah.
• Ada juga pasien yang datang dengan keluhan massa
pada area subareola walaupun massa ini lebih sering
ditemukan pada pemeriksaan fisis.
• Massa yang teraba sebenarnya adalah duktus yang
berdilatasi.
• Papilloma Intraduktus multiple biasanya tidak gejala
nipple discharge dan biasanya terjadi pada duktus yang
kecil. Diperkirakan hampir 25% dari Papilloma
Intraduktus multiple adalah bilateral.
http://radiopaedia.org/

Etiologi dan Patogenesis


• Etiologi dan patogenesis dari penyakit ini masih belum jelas.
• There are associated predisposing risk factors:
– Genderwith women having a higher risk than men
– Obesity
– alcohol consumption
– contraceptive use
– lifetime estrogen exposure
– physical inactivity
– the patient's reproductive history
• Dari kepustakaan dikatakan bahwa, Papilloma Intraduktus ini terkait
dengan proliferasi dari epitel fibrokistik yang hiperplasia.
• Ukurannya adalah 2-3 mm dan terlihat seperti broad-based atau
pedunculated polypoid epithelial lesion yang bisa mengobstruksi
dan melebarkan duktus terkait.
• Kista juga bisa terbentuk hasil dari duktus yang mengalami
obstruksi. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519539/
Pemeriksaan Radiologis
• Mammografi
• Biasanya gambaran normal
• Gambaran yang dapat ditemukan dilatasi duktus soliter maupun
multipel, massa jinak sirkumskripta (sering di subareola), atau
kalsifikasi.
• Galactography
• Gambaran abnormalitas ductus: filling defect, ectasia, obstruksi,
atau irregularitas. Tidak spesifik
• Dapat evaluasi jumlah, lokasi, penyebaran, dan jarak dari areola.
• USG
• Gambaran terlihat jelas sebagai nodul padat atau massa
intraduktal dapat pula berupa kista dalam duktus.
• Colour doppleruntuk melihat vaskularisasi.

http://radiopaedia.org/
• Galactogram
USG
• Atas: nodul solid dalam
duktus
• Bawah: nodul
bertangkai dengan
dilatasi duktus
Tatalaksana dan Prognosis
• Papilloma intraduktal solitereksisi
• Menurut komuniti dari College of American
Pathologist, wanita dengan lesi ini mempunyai
risiko 1,5 – 2 kali untuk terjadinya karsinoma
mammae.
81
• Laki-laki usia 49 tahun mengeluhkan rasa nyeri di bawah
kemaluan dan BAK menjadi sering sejak 5 bulan terakhir.
• Suhu afebris. Pada pemeriksaan fiisk ditemukan
pemeriksaan rectal toucher nodul (-), pembesaran prostat
(+) difus, nyeri tekan ringan.
• Lab. cairan prostat 28 leukosit/ LPB.

DIAGNOSIS?
DIAGNOSIS  CHRONIC BACTERIAL PROSTATITIS
JAWABAN:
C. CHRONIC BACTERIAL PROSTATITIS
• Diagnosis chronic bacterial prostatitis
ditegakkan atas dasar:
– Keluhan rasa nyeri di bawah kemaluan dan BAK
menjadi sering sejak 5 bulan terakhir.
– Suhu afebris. Pada pemeriksaan fiisk
ditemukan pemeriksaan rectal toucher nodul (-
), pembesaran prostat (+) difus, nyeri tekan
ringan.
– Lab. cairan prostat 28 leukosit/ LPB.
• Siphilis  Sifilis terjadi dalam beberapa bertahap, dan
gejalanya bervariasi pada setiap tahap. Tahap pertama
melibatkan luka tanpa rasa sakit pada alat kelamin,
dubur, atau mulut. Setelah sakit awal sembuh, tahap
kedua ditandai dengan ruam. Kemudian, tidak ada gejala
sampai tahap akhir yang mungkin terjadi beberapa tahun
kemudian. Tahap akhir ini dapat mengakibatkan
kerusakan otak, saraf, mata, atau jantung.
• Acute bacterial prostatitis  gejala inflamasi sangat
jelas.
• BPH  gejala LUTS, RT: pool atas prostat tidak teraba.
• Adenoma prostat  hematuria. RT: prostat bernodul.
Prostatitis
• Incidence/prevalence: 4% -11%
• 8-12% of urologist office visits
• Life time prevalence 14.8%
• most common urological diagnosis in men <50
• Quality of Life is dismal (depressing) !
• Sukar disembuhkan  masalah rumit
• Prostat  sekretnya memiliki anti bakteriel
• Drach, fair, Meares & Stamey (1978)  Klasifikasi
Sindroma Prostatitis
1. Prostatitis akut bakteriel
2. Prostatitis kronis bakteriel
3. Prostatitis non bakteriel
4. Prostatodinia
Aetiology

• Gram –ve enterobacteria account for 90% of


acute bacterial prostatitis
– E. coli, Klebsiella, Serratia, Pseudomonas
• Enterococcus (gram +ve) 5 – 10%, and Staphs.
• Role of anaerobes are unknown.
• Anti-Chlamydial antibodies in 30% of chronic
prostatitis, but < 1% culture organism.
Aetiology
• Altered Prostatic Host Defence - phimosis;
unprotected penetrative anal rectal intercourse;
acute epididymitis; indwelling urethral catheters
and condom catheter drainage.
• Dysfunctional Voiding.
• Intraprostatic Ductal Reflux – stones, carbon
particles (Kirby et al 1982).
• Pelvic Floor Musculature Abnormalities.
• Interstitial Cystitis.
• Psychological Cause
Investigation
• Physical
– Signs of infection
– abdomen tenderness
– DRE (anal tone, prostate, pain).
• Examination of Urine.
• Urodynamics (Video)
– Rule out other cause – obstruction, OAB, dyssynergia.
• Cystoscopy?
• TRUS
– Abscess, medial cysts, SV obstruction.
– Not diagnostic for Chronic Prostatitis.
– Biopsy of no clinical benefit to management.
Classification
Category II – Chronic Bacterial Prostatitis.

• 5 – 15% of Prostatitis
• Recurrent UTI’s in 25 – 40%
• May be asymptomatic between episodes or have a long
history of CPPS.
• Treat with Antibiotics
• sesuai hasil kultur
• Fluoroquinolones (Cipro- Levo- and Ofloxacine) most effective.
• 12 weeks of treatment.
• 60 – 85% bacteriological cure.
• 40% symptom cure.
PROSTATITIS KRONIS BAKTERIEL

• Lanjutan Prostatitis akut yang tidak


tersembuhkan, kadang-kadang tanpa riwayat
akut.
• Gejala & tanda-tanda klinis
- bervariasi
- sebagian asymptomatik
- umumnya mengalami urgensi, frekwensi,
nokturi & disuri + nyeri perineal
- RT : Prostat bisa boggy, indurasi atau normal
- hematuri terminal, hemospermi & discharge
urethra kadang-kadang ditemukan
Laboratorium
• Pada yang kronis
– sukar dibedakan dengan prostatitis non bakteriel & prostatodinia
– kultur urin D/ pasti.
• Cara pengambilan sampel urin (STAMEY)
– 4 macam spesimen
• VB1 : 10 ml urin pertama
• VB2 : 200 ml urin berikutnya  ambil 10ml
• EPS : sekret prostat setelah massage
• VB3 : 10 ml urin pertama setelah
• EPSVB3  kultur
– bakteri (+) Prostatitis
– kultur (-)  Prostatitis non bakteriel atau Prostatodinia
Examination of Urine
CLASSIC STAMEY 4 GLASS TEST

Wagenlehner, F M E; Naber, K G; Bschleipfer, T; Brähler, E; Weidner, W


Prostatitis and Male Pelvic Pain Syndrome: Diagnosis and Treatment
Dtsch Arztebl Int 2009; 106(11): 175-83; DOI: 10.3238/arztebl.2009.0175
http://www.aafp.org/afp/2010/0815/p397.html
82
• laki-laki berusia 20 tahun datang ke IGD Rumah Sakit dengan
keluhan buah zakar sebelah kanan nyeri mendadak saat
bangun tidur. Nyeri dirasakan kurang lebih sudah 4 jam.
• Riwayat trauma di area pelvis maupun nyeri saat kencing
disangkal.
• Pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada skrotum kanan,
nyeri juga tidak berkurang saat skrotum diangkat ke cranial.

DIAGNOSIS?
DIAGNOSIS  TORSIO TESTIS DEXTRA
JAWABAN:
A. TORSIO TESTIS DEXTRA
• Diagnosis torsios testis ditegakkan atas
dasar:
– Keluhan buah zakar sebelah kanan nyeri
mendadak saat bangun tidur. Nyeri dirasakan
kurang lebih sudah 4 jam.
– Riwayat trauma di area pelvis maupun nyeri
saat kencing disangkal.
– Pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada
skrotum kanan, nyeri juga tidak berkurang saat
skrotum diangkat ke cranial (Phren sign
negatif).
• Varicocele dextra  massa seperti cacing di
area skrotum, biasanya tidak terasa nyeri.
• Hernia scrotalis dextra  merupakan bagian
dari hernia inguinalis lateral, tidak
menimbulkan gejala apabila tidak terjadi
strangulata.
• Epididimoorchitis dextra  phren sign (+).
• Varicocele terinfeksi dextra  tanda
peradangan sangat jelas, terjadi
pembengkakan, merah, nyeri, dan suhu teraba
lebih hangat dibangingkan kulit sekitar.
Torsio Testis
Gejala dan tanda:
• Nyeri hebat pada skrotum yang mendadak
• Pembengkakan skrotum
• Nyeri abdomen
• Mual dan muntah
• Testis terletak lebih tinggi dari biasanya atau
pada posisi yang tidak biasa
Phren Sign
RINGDAHL ERIKA,et al. Testicular Torsion
Am Fam Physician. 2006 Nov 15;74(10):1739-1743. Columbia, Missouri. In
http://www.aafp.org/afp/2006/1115/p1739.html
Ultrasound
• Normal: homogenous symmetric

Late ischemia/infarct: Early ischemia: enlargement, no Δ


hypoechoic echogenicity

• Hemorrhage: hyperechoic areas


in an infarcted testis,
heterogenous, extra testicular
fluids
• Penurunan Vaskularisasi
http://emedicine.medscape.com/article/2036003-treatment#a1156

Tatalaksana Torsio Testis


• Manual detorsion
– Dapat dilakukan saat pasien di IGD dan merupakan terapi
sementara
– Cara manual detorsion
• Seperti Opening of a book bila dokter berdiri di kaki pasien
• Sebagian besar torsio testis , terpelintir kearah dalam dan medial, sehingga
manual detorsion akan memutar testis kearah luar dan lateral
• Bila testis kiri yang terkena, dokter memegang testis dengan ibu jari dan
telunjuk kanan kemudian memutar kearah luar dan lateral 180derajat
• Rotasi testis mungkin memerlukan pengulangan 2-3 kali sampai detorsi
terpenuhi
– Bila berhasil (dikonfirmasi dengan USG color Doppler dan gejala
yang membaik)  terapi definitif masih harus dilakukan sebelum
keluar dari RS
• Surgical detorsion  Terapi definitif
• Untuk memfiksasi testis
• Tetap dilakukan walaupun,manual detorsion berhasil
• CITO bila manual detorsion tidak berhasil dilakukan
• Bila testis yang terkena sudah terlihat, testis dibungkus
kassa hangatuntuk memperbaiki sirkulasi dan menentukan testis
masih hidup atau tidak
• Orchiectomy  Bila testis telah nekrosis
83
• Anak laki-laki 6 tahun dengan keluhan utama
bengkak pada ujung penis sejak satu hari yang lalu.
• Pada pemeriksaan fisik didapat ujung kulit penis
terlipat ke belakang glans penis dan tidak dapat
dikembalikan, glan penis tampak membengkak,
berwarna merah kebiruan.

DIAGNOSIS?
DIAGNOSIS  PARAFIMOSIS
JAWABAN:
C. PARAFIMOSIS
• Pada pemeriksaan fisik didapat ujung kulit
penis terlipat ke belakang glans penis dan
tidak dapat dikembalikan, glan penis
tampak membengkak, berwarna merah
kebiruan  parafimosis.
• Epispadia  OUE di dorsal.
• Hipospadia  OUE di ventral penis.
• Tumor penis  jarang terjadi, keluhan berupa
benjolan/ massa yang ada di penis.
• Fimosis  preputium menguncup tidak dapat
ditarik ke arah proksimal.
Phimosis vs Paraphimosis
Phimosis Paraphimosis
• Prepusium tidak dapat • Prepusium tidak dapat
ditarik kearah proksimal ditarik kembali dan
• Fisiologis pada neonatus terjepit di sulkus
• Komplikasiinfeksi koronarius
– Balanitis • Gawat darurat bila
– Postitis – Obstruksi vena
– Balanopostitis superfisial  edema dan
nyeri  Nekrosis glans
• Treatment penis
– Dexamethasone 0.1% (6
weeks) for spontaneous
• Treatment
retraction – Manual reposition
– Dorsum incisionbila – Dorsum incision
telah ada komplikasi
Parafimosis
• Prepusium yang diretraksi Tatalaksana Parafimosis
hingga sulkus koronarius • Mengembalikan prepusium
tidak dapat dikembalikan secara manual dengan
pada posisi semula. memijat glans penis selama
3-5 menit untuk
• Retraksi prepusium ke prox mengurangi edema.
secara berlebihan  tidak • Bila tidak berhasil, perlu
dapat dikembalikan seperti dilakukan dorsum insisi.
semula  menjepit penis • Setelah edema dan reaksi
 obstruksi aliran balik inflamasi hilang 
vena superfisial  edema, sirkumsisi.
nyeri  nekrosis glans
penis.
Paraphimosis
• Tight preputial ring is
trapped behind the
glans after retraction
– Very painful
– Edematous preputial skin
and glans
– Urinary retention
• Requires immediate
attention
– Pain
– Possible necrosis
• Management
– Compression
– Dorsal slit
84
• Anak laki-laki berusia 3 tahun dengan kantung
buah zakar sebelah kiri kosong.
• Dari pemeriksaan didapatkan testis sisi kiri di
daerah inguinal.

DIAGNOSIS?
DIAGNOSIS  KRIPTORKISMUS
JAWABAN:
E. KRIPTORKISMUS
• Kantung buah zakar sebelah kiri kosong.
• Dari pemeriksaan didapatkan testis sisi kiri
di daerah inguinal  kriptorkismus.
• Fimosis  preputium menguncup tidak dapat
ditarik ke arah proksimal.
• Hidrokel  pembesaran di area skrotum, tidak
nyeri, tes transluminasi (+).
• Hernia Skrotalis  merupakan perpanjang dari
hernia inguinalis lateral.
• Varikokel  massa seperti cacing di area
skrotum, biasanya tidak terasa nyeri.
Kriptorkismus
• Undesensus testis adalah suatu keadaan
dimana setelah usia 1 tahun, satu atau kedua
testis tidak berada di dalam kantung skrotum,
tetapi masih berada di salah satu tempat
sepanjang jalur desensus normal.
• Kriptorkismus : cryptos (Yunani) 
tersembunyi Dan orchis (latin)  testis
Klasifikasi
• Undesensus testis sesungguhnya ( true undescended) :
• testis mengalami penurunan parsial melalui jalur yang normal,
tetapi terhenti.
• Dibedakan menjadi teraba (palpable) dan tidak teraba
( impalpable)
• Testis ektopik :
• testis mengalami penurunan di luar jalur penurunan yang
normal.
• Testis retractile:
• testis dapat diraba/dibawa ke dasar skrotum tetapi akibat
refleks kremaster yang berlebihan dapat kembali segera ke
kanalis inguinalis, bukan termasuk UDT yang sebenarnya.

686
Komplikasi
1. Hernia. Sekitar 90% penderita kriptorkismus menderita hernia inguinalis
ipsilateral yang disebabkan oleh kegagalan penutupan prosesus vaginalis.
2. Torsi. Terjadi karena abnormalnya jaringan yang menjangga testis yang
kriptorkismus dan tingginya mobilitas testis16 serta sering terjadi setelah
pubertas.
3. Trauma. Testis yang terletak di atas pubic tubercle mudah terjadi injuri oleh
trauma.
4. Neoplasma. Testis yang mengalami kriptorkismus pada dekade ke-3 atau ke-42,
mempunyai kemungkinan keganasan 20–30 kali lebih besar daripada testis yang
normal.
– Kejadian neoplasma lebih besar terhadap testis intra abdominal yang tidak diterapi, atau yang
dikoreksi secara bedah saat/setelah pubertas, bila dibandingkan dengan yang intra kanalikular.
– Neoplasma umumnya jenis seminoma.
– Namun, ada laporan bahwa biopsi testis saat orchiopexy akan meningkatkan risiko keganasan.
5. Infertilitas. Kriptorkismus bilateral yang tidak diterapi akan mengalami infertilitas
lebih dari 90% kasus, sedangkan yang unilateral 50% kasus. Testis yang berlokasi
di intra abdominal dan di dalam kanalis inguinalis, akan mengurangi
spermatogenik, merusak epitel germinal.
6. Psikologis. Perasaan rendah diri terhadap fisik atau seksual akibat tidak adanya
testis di skrotum
85
• Laki-laki 28 tahun mengalami kecelakaan lalu lintas, posisinya terjepit
antara jok dan bangku.
• Pasien mengeluh nyeri di perut bagian bawah. Dari lubang penis keluar
darah.
• Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/80, HR
100x/menit, RR 20x/menit, buli-buli penuh, dan terdapat nyeri ketok
suprapubik.
• Hasil pemeriksaan X-Ray menunjukkan fraktur pada regio pelvis.

TINDAKAN?
DIAGNOSIS  RUPTUR URETRA
JAWABAN:
A. PUNKSI SUPRAPUBIS DAN URETROGRAFI
• Dengan adanya darah yang menetes dari
OUE, perlu dipikirkan adanya suatu ruptur
uretra. Hal ini didukung dengan adanya
trauma di area pelvis akibat KLL dan hasil
Rontgen menunjukkan fraktur pelvis.
• Dari soal dijelaskan bahwa buli-buli pasien
penuh, sehingga tindakan yang harus
segera dilakukan pada pasien ini adalah
punksi suprapubis dan uretrografi.
• Dari pemeriksaan didapatkan testis sisi kiri
di daerah inguinal  kriptorkismus.
• Pemeriksaan urografi intravena  lebih tepat
urografi retrograde.
• USG kandung kemih  tidak begitu sensitif
pada kasus trauma buli, dan pada kasus ini
kecurigaan besar pada ruptur uretra.
• Pemeriksaan fungsi ginjal  kurang diperlukan.
• Kateterisasi uretra  kontraindikasi.
http://urology.iupui.edu/papers/reconstructive_bph/s0094014305001163.pdf

Trauma Uretra
• Curiga adanya trauma
pada traktus urinarius
bag.bawah, bila:
– Terdapat trauma
disekitar traktus
urinarius terutama
fraktur pelvis
– Retensi urin setelah
kecelakaan
– Darah pada muara OUE
– Ekimosis dan hematom
perineal
Uretra Anterior:
• Anatomy:
– Bulbous urethra
Uretra Posterior :
– Pendulous urethra • Anatomy
– Fossa navicularis – Prostatic urethra
• Etiologi: – Membranous urethra
– Straddle type injuries • Etiologi:
– Intrumentasi – Fraktur tulang Pelvis
– Fractur penis • Gejala klinis:
• Gejala Klinis: – Darah pada muara OUE
– Disuria, hematuria – Nyeri Pelvis/suprapubis
– Hematom skrotal – Perineal/scrotal hematom
– Hematom perineal akan timbul bila terjadi robekan – RT Prostat letak tinggi atau
pada fasia Buck’s sampai ke dalam fasia melayang
Colles‘‘butterfly’’ hematoma in the perineum • Radiologi:
– will be present if the injury has disrupted Buck’s – Pelvic photo
fascia and tracks deep to Colles’ fascia, creating a
– Urethrogram
characteristic ‘‘butterfly’’ hematoma in the
perineum • Therapy:
• Therapy: – Cystostomi
– Cystostomi – Delayed Repair
– Immediate Repair
• Don't pass a diagnostic • Retrograde
catheter up the patient's urethrography
urethra because: – Modalitas pencitraan yang
– The information it will give utama untuk mengevaluasi
will be unreliable. uretra pada kasus trauma
– May contaminate the dan inflamasi pada uretra
haematoma round the
injury.
– May damage the slender
bridge of tissue that joins
the two halves of his
injured urethra

Posterior urethral rupture above the


intact urogenital diaphragm
following blunt trauma

http://ps.cnis.ca/wiki/index.php/68._Urinary
Uretrografi

Ruptur Parsial

Ruptur total
86
• Seorang pria usia kira-kira 30an, sedang dalam perjamuan
makan dan tiba-tiba ia tersedak.
• Kebetulan ada seorang dokter disana, dokter menyuruh
pria itu untuk batuk sekeras kerasnya dan telah dilakukan
Heimlich maneuver 5 kali, tetapi tidak berhasil.
• Lalu pria itu tidak sadarkan diri dan tampak tidak
bernapas.

TINDAKAN?
DIAGNOSIS  CHOKING
JAWABAN:
E. MELAKUKAN RESUSITASI JANTUNG PARU
• Pasien tersedak di suatu perjamuan makan.
• Telah dilakukan Heimlich maneuver 5 kali,
tetapi tidak berhasil.
• Lalu pasien tidak sadarkan diri dan tampak
tidak bernapas.
• Tindakan yang harus dilakukan dalam
kondisi tersebut adalah melakukan
resusitasi jantung paru.
• Merogoh semampunya dengan jari  hanya
jika benda asing dapat terlihat.
• Heimlich maneuver  tidak tepat.
• Pemasangan ETT  kondisi di lapangan tanpa
alat yang memadai.
• Memberikan bantuan napas  kurang tepat,
sebaiknya dilakukan resusitasi jantung paru.
Tatalaksana
87
• Wanita 25 tahun mengalami kecelakaan lalu lintas satu
jam yang lalu.
• Pasien mengalami trauma di area wajah. Wajah pasien
penuh dengan darah hingga hidung dan mulut.
• Pada pemeriksaan didapatkan penurunan kesadaran GCS
E3M4V1, TD 110/70mmHg, nadi 94x/ menit, laju napas
30x/ menit, ditemukan suara seperti berkumur.

TINDAKAN?
DIAGNOSIS  TRAUMA KEPALA DAN WAJAH
JAWABAN:
E. SUCTION DAN PASANG COLLAR NECK
• Pasien mengalami trauma kepala dan trauma
wajah akibat kecelakaan lalu lintas.
• Kesadaran pasien menurun GCS E3M4V1,
wajah pasien hingga hidung dan mulut penuh
darah, terdengar suara berkumur, laju napas
30x/ menit.
• Pada pasien yang mengalami trauma kepala
perlu dipasang collar neck karena dicurigai
disertai dengan cedera cervical.
• Hidung dan mulut pasien yang penuh darah
serta didapatkan suara seperti berkumur 
menunjukkan adanya obstruksi jalan napas 
dalam hal ini diperlukan suction untuk
membebaskan jalan napas.
• Resusitasi cairan  nadi dan tekanan darah
dalam batas normal.
• ETT sulit dipasang apabila rongga mulut
pasien penuh darah, perlu suction terlebih
dahulu.
• NGT  tidak tepat.
• Rujuk segera ke Sp. Bedah  tidak tepat.
ATLS Coursed 9th Edition
Cervical in-line immobilization
Indikasi Airway definitif
88
• Laki-laki usia 25 tahun tertabrak sepeda motor saat jalan
sore.
• Keadaan umum pasien tampak kesakitan, kesadaran
komposmentis.
• Pada pemeriksaan status lokalis didapatkan hematom dan
deformitas di paha kanan, krepitasi (+), nyeri tekan (+),
dan nyeri sumbu (+).

PX PENUNJANG?
DIAGNOSIS  FRAKTUR FEMUR
JAWABAN:
B. RONTGEN 2 SISI
• Pada pemeriksaan status lokalis didapatkan
hematom dan deformitas di paha kanan,
krepitasi (+), nyeri tekan (+), dan nyeri
sumbu (+)  fraktur femur.
• Pemeriksaan rontgen pada fraktur
ekstrimitas dianjurkan mengambil dari 2
arah yang berbeda, sehingga pemeriksaan
yang tepat adalah Rontgen 2 sisi.
• Rontgen 1 sisi
• Rontgen lateral
• Rontgen anterior
• Rontgen posterior

PILIHAN JAWABAN LAIN TIDAK TEPAT


X-Ray Yang Adekuat
• Pemeriksaan Penunjang: pencitraan
radiologi (foto X-Ray, CT-Scan, dan
sebagainya)
• Syarat suatu X-Ray yang baik/ adekuat
untuk diagnosis fraktur:
– Two Views: dilakukan foto dengan
setidaknya 2 proyeksi, misal AP dan
lateral.
– Two Joints: meliputi 1 sendi di bagian
proksimal dan 1 sendi di bagian distal
deformitas.
– Two Limbs: dilakukan pada dua
ekstremitas sebagai perbandingan
(terutama pada anak-anak).
– Two Injuries: dilakukan pemeriksaan
x-ray pada tulang lain yang berkaitan
dengan mekanisme cedera (misal
cedera parah pada femur sebaiknya
juga memeriksa coxae dan sakrum). (a,b) two views; (c,d) two occasions; (e,f ) two joints;
(g,h) two limbs
– Two Occasions: pada jenis fraktur -Apley’s System of Orthopaedics and Fractures, 9th
biasanya sulit dideteksi pada awal edition-
cedera, justru menjadi jelas setelah
beberapa minggu.
89
• Laki-laki usia 21 tahun dengan keluhan bengkak pada tungkai
kanan disertai dengan nyeri dan tungkai kanan sulit untuk
digerakkan.
• Dua minggu yang lalu, pasien mengalami fraktur di tungkai kanan
akibat kecelakaan dan datang ke dukun urut untuk berobat.
• Pada foto rontgen didapatkan reaksi periosteal menipis, fokus litik
dikelilingi tepi yang sklerotik, dan tampak osteolitik.

DIAGNOSIS?
DIAGNOSIS  OSTEOMIELITIS
JAWABAN:
A. OSTEOMIELITIS PASCA FRAKTUR
• Pada foto rontgen didapatkan reaksi periosteal menipis,
fokus litik dikelilingi tepi yang sklerotik, dan tampak
osteolitik  merupakan gambaran rontgen dari Abses
Brodie
• Pada pasien juga ditemukan adanya keluhan bengkak pada
tungkai kanan disertai nyeri dan sulit untuk digerakkan
serta adanya riwayat fraktur dua minggu yang lalu.
• Dengan gambaran tersebut diatas diagnosis yang tepat
pada kasus ini adalah osteomyelitis subakut. Namun
pilihan tersebut tidak ada pada pilihan jawaban, sehingga
jawaban yang dipilih adalah osteomyelitis pada fraktur
oleh karena pertanyaan yang ditanyakan adalah diagnosis
bukan suatu temuan rontgen.
• Abses brodie merupakan slah satu bentuk gambaran
radiologis dari osteomyelitis subakut, bukan suatu
diagnosis.
• Ostesarkoma pasca fraktur  gambarab
rontgen  sunburst appearance.
• Abses Brodie  pertanyaan mengenai
diagnosis, bukan temuan dari rontgen.
• Sarkoma Ewing  gejala berupa nyeri tulang,
pembengkakan lokal, dan nyeri. Rontgen 
codman triangle.
• Fibrosarkoma  tumor langka yang bersifat
maligna dan berasal dari sel mesenkim.
Osteomyelitis
• Osteomyelitis is an inflammation of bone caused by an
infecting organism.
• It may remain localized, or it may spread through the
bone to involve the marrow, cortex, periosteum, and
soft tissue surrounding the bone.
• Based on the duration and type of symptoms:
Local signs (Acute)
• Calor, rubor, dolor, tumor
• Heat, red, pain or tenderness, swelling
• Initially, the lesion is within the medually cavity,
there is no swelling, soft tissue is also normal.
• The merely sign is deep tenderness.
• Localized finger-tip tenderness is felt over or
around the metaphysis.
• It is necessary to palpate carefully all metaphysic
areas to determine local tenderness,
pseudoparalysis
SUBACUTE HEMATOGENOUS
OSTEOMYELITIS
• More insidious onset and lacks the severity of
symptoms
• Diagnosis typically is delayed for more than 2
weeks.
• a pathogen is identified only 60% of the time
• S. aureus and Staphylococcus epidermidis
• The diagnosis often must be established by an
open biopsy and culture
Brodie’s abcess
• Bone abscess containing pus
or jelly like granulation tissue
surrounded by a zone of
sclerosis
• Age 11-20 yrs, metaphyseal
area, usually upper tibia or
lower femur
• Deep boring pain, worse at
night, relieved by rest
• Circular or oval luscency
surrounded by zone of
sclerosis
• Treatment:
– Conservative if no doubt - rest
+ antibiotic for 6 wks.
– if no response – surgical
evacuation & curettage, if large
cavity - packed with cancellous
bone graft
Chronic osteomyelitis
• If any of sequestrum, abscess cavity, sinus tract
or cloaca is present. (Dead bone is present)

• Hematogenous infection with an organism of


low virulence may be present by chronic onset.
– Infection introduced through an external wound
usually causing a chronic osteomyelitis.
– It is due to the fact that the causative organism can lie
dormant in
– avascular necrotic areas occasionally becoming
reactive from a flare up.
90
• Laki-laki, berusia 20 tahun, dengan keluhan nyeri pinggan
sejak 1 minggu yang lalu.
• Pernah mengalami kecelakaan lalu lintas 1 bulan yang lalu.
• Dari pemeriksaan rongent didapatkan : gambar foto lateral
lumbosakral didapatkan fraktur Proc. Spinosus L5.

DIAGNOSIS?
DIAGNOSIS  SPONDILISIS
JAWABAN:
D. SPONDILISIS
• Dari pemeriksaan rongent didapatkan :
gambar foto lateral lumbosakral didapatkan
fraktur Proc. Spinosus L5  spondilisis.
• Spondilosis = spondiloarthrosis  proses
degeneratif pada tulang belakang.
• Spondilitis  peradangan pada tulang
belakang.
• Spondilolistesis  pergeseran suatu segmen
vertebrae terhadap segmen di atasnya,
biasanya akibat dari spondilisis.
Spondylolysis
• Spondylolysis
– Also known as pars defect
– Also known as pars fracture
– Dengan atau tanpa
spondylolisthesis
– Fraktur atau defek pada
vertebra, biasanya pada
bag.posterior, paling sering
pada pars interarticularis
• Spondylolisthesis
• pergeseran vertebra kedepan terhadap segment yang
lebih rendah, yang biasa terjadi pada lumbal vertebra
ke 4 atau ke 5 akibat kelainan pada pars interartikularis.
• Spondylolisy
• interupsi yang terjadi dibagian pars interarticularis,
namun dapat terjadi juga dibagian lateral.
• Spondilitis
• Inflamasi pada tulang vertebrae yang bisa disebabkan
oleh beberapa hal, misalnya proses infeksi, imunitas.

Vookshoor A, Spondilolisthesis, spondilosis and spondilysis


• Nyeri radikuler, seperti
tersengat listrik yang menjalar
Gejala
Spondylolisthesis
dari punggung ke tungkai.
• Baal, kesemutan
• Kelemahan otot tungkai
bawah
• Inkontinensia urin/ alvi, dapat
merupakan gejala cauda
equina syndrome
• Lower back pain
• Muscle tightness (tight
hamstring muscle)
• Stiffness
• Tenderness in the area of the
slipped disc
ILMU PENYAKIT
MATA
91
• Laki-laki 15 tahun mata merah sejak 3 hari lalu
• Banyak kotoran mata
• Tidak terdapat penurunan tajam penglihatan, tidak
terdapat mual dan muntah, tidak ada riwayat trauma mata
• Keluhan yang sama di Sekolah

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  KONJUNGTIVITIS
JAWABAN:
D. KONJUNGTIVITIS
• Pada pasien terdapat mata merah tanpa
penurunan visus (visus normal) + secret
mata banyak + keluhan serupa di Sekolah
 sesuai dengan kondisi infeksi pada mata
• Paling mungkin  konjungtivitis dari opsi
 mata merah visus normal
• Opsi lain (uveitis, iritis, keratitis, iridoskilitis)
akan ada penurunan visus
• Uveitis  mata merah, dapat ditemukan
penurunan visus, nyeri mata, terdapat
fotofobia
• Iritis  uveitis anterior, nyeri mata, ada
fotofobia
• Keratitis  mata merah, nyeri mata,
penurunan visus
• Iridosiklitis  uveitis anterior, inflamasi pada
iris (iritis) dan badan siliar (siklitis)
MATA MERAH
ANAMNESIS

MATA MERAH MATA MERAH MATA TENANG


MATA TENANG VISUS
VISUS NORMAL VISUS TURUN VISUS TURUN
TURUN MENDADAK
• struktur yang PERLAHAN
mengenai media
bervaskuler 
refraksi (kornea, • uveitis posterior • Katarak
sklera konjungtiva •
uvea, atau perdarahan vitreous • Glaukoma
• tidak • Ablasio retina • retinopati
seluruh mata)
menghalangi • oklusi arteri atau vena penyakit sistemik
media refraksi retinal • retinitis
• neuritis optik pigmentosa
• Keratitis
• Konjungtivitis murni • neuropati optik akut • kelainan refraksi
• Keratokonjungtivitis
• Trakoma karena obat (misalnya
• Ulkus Kornea
• mata kering, etambutol), migrain,
• Uveitis
tumor otak
xeroftalmia • glaukoma akut
• Pterigium • Endoftalmitis
• Pinguekula • panoftalmitis
• Episkleritis
• skleritis
Conjunctivitis
• Inflammationor infection of the
conjunctiva  conjunctivitis
• Characterized by : dilatation of
the conjunctival vessels, resulting
in hyperemia and edema of the
conjunctiva, typically with
associated discharge
• Viral conjunctivitis is the most
common cause of infectious
conjunctivitis both overall and in
the adult population
• Bacterial conjunctivitis is the
second most common cause and
is responsible for the majority
(50%-75%) of cases in children
The conjunctiva is a thin membrane covering the sclera
(bulbar conjunctiva, labeled with purple) and the inside
of the eyelids (palpebral conjunctiva, labeled with blue

Azari A, Barney N. Conjunctivitis A Systematic Review of Diagnosis and Treatment. JAMA: 310(16).2013
Classification
• infectious and noninfectious
causes.
– Infectious : Viruses, bacteria  the
most common infectious causes.
– Noninfectious conjunctivitis :
allergic, toxic, and cicatricial
conjunctivitis, as well as
inflammation secondary to
immunemediated diseases and
neoplastic processes.1
• Acute, hyperacute, and chronic
according to the mode of onset
and the severity of the clinical
response.
• Primary or secondary to systemic
diseases such graft-vs-host
disease, and Reiter syndrome,
Konjungtivitis
Pathology Etiology Feature Treatment
Bacterial staphylococci Acute onset of redness, grittiness, topical antibiotics
streptococci, burning sensation, usually bilateral Artificial tears
gonocci eyelids difficult to open on waking,
Corynebacter diffuse conjungtival injection,
ium strains mucopurulent discharge, Papillae
(+)
Viral Adenovirus Unilateral watery eye, redness, Days 3-5 of → worst, clear
herpes discomfort, photophobia, eyelid up in 7–14 days without
simplex virus edema & pre-auricular treatment
or varicella- lymphadenopathy, follicular Artificial tears →relieve
zoster virus conjungtivitis, pseudomembrane dryness and inflammation
(+/-) (swelling)
Antiviral →herpes simplex
virus or varicella-zoster virus

http://www.cdc.gov/conjunctivitis/about/treatment.html
Pathology Etiology Feature Treatment
Fungal Candida spp. can Not common, mostly occur in Topical antifungal
cause immunocompromised patient,
conjunctivitis after topical corticosteroid and
Blastomyces antibacterial therapy to an
dermatitidis inflamed eye
Sporothrix
schenckii
Vernal Allergy Chronic conjungtival bilateral Removal allergen
inflammation, associated atopic Topical antihistamine
family history, itching, Vasoconstrictors
photophobia, foreign body
sensation, blepharospasm,
cobblestone pappilae, Horner-
trantas dots
Inclusion Chlamydia several weeks/months of red, Doxycycline 100 mg PO
trachomatis irritable eye with mucopurulent bid for 21 days OR
sticky discharge, acute or Erythromycin 250 mg
subacute onset, ocular irritation, PO qid for 21 days
foreign body sensation, watering, Topical antibiotics
unilateral ,swollen lids,chemosis
,Follicles
92
• Anak perempuan 5 tahun keluhan mata kanan
bengkak dan tampak merah sejak 1 minggu lalu
• Kelopak mata merah, kotoran mata serta adanya
eksudat lengket menempel ke bulu mata
• Konjungtiva hiperemis
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  BLEPHARITIS
JAWABAN:
E. BLEPHARITIS
• Anak dengan mata kanan bengkak +
kelopak mata merah  radang pada
kelopak mata
• Terdapat kotoran mata serta eksudat
lengket menempel di bulu mata +
konjungtiva hiperemis  sesuai dengan
kondisi blepharitis
• Blepharospasm  dystonia fokal, ada gerakan
repetitive/kontraksi orbicularis oculi dan otot
frontalis
• Blepharoptosis  ptosis, abnormal low-lying
upper eyelid margin with the eye in primary gaze
• Blepharochalasis  rare syndrome consisting of
recurrent bouts of upper eyelid edema associated
with thinning, stretching, and fine wrinkling of
the involved skin
Blepharitis
• Inflammation of the eyelids Physical examination:
• Signs and symptoms: • Skin  erythema, papules, pustules
(rosacea)
– Redness/irritation • Eyelids  abnormal eyelid position,
– Burning/tearing hyperemia, ulceration, scaling,
scarring
– Itching • Eyelashes  malposition/
– Crusting of eyelashes misdirection, loss, pediculosis nits,
– Loss of eyelashes (madarosis_ cylindrical sleeves, collarettes
• Tarsal conjunctiva 
– Eyelid sticking dilation/inflammation of meibomian
– Blurring/fluctuating vision glands, capping of meibomian
orifices, papillary/folicular reaction
– Contact lens intolerance • Bulbar conjunctiva  hyperemia,
– Photophobia phylctenules, follicles
– Increased frequency of blinking • Cornea  epithelial defect, edema,
infiltrates

Clinical Ophthalmology. Kanski. 7th ed.


Blepharitis
• Terdiri dari blefaritis anterior dan • Tx blefaritis seboroik: perbaikan
posterior hygiene mata dengan cara:
• Blefaritis anterior: radang – kompres hangat untuk evakuasi
dan melancarkan sekresi kelenjar
bilateral kronik di tepi palpebra
– tepi palpebra dicuci + digosok
– Blefaritis stafilokokus: sisik perlahan dengan shampoo bayi
kering, palpebra merah, untuk membersihkan skuama
terdapat ulkus-ulkus kecil – pemberian salep antibiotik
sepanjang tepi palpebra, bulu eritromisin (bisa digunakan
mata cenderung rontok  kombinasi antibioti-KS)
antibiotik stafilokokus • Blefaritis posterior:
– Blefaritis seboroik: sisik • peradangan palpebra akibat difungsi
berminyak, tidak terjadi kelenjar meibom bersifat kronik dan
bilateral
ulserasi, tepi palpebra tidak
• Kolonisasi stafilokokus
begitu merah
• Terdapat peradangan muara meibom,
– Blefaritis tipe campuran sumbatan muara oleh sekret kental
93
• Wanita 38 tahun keluhan bengkak berulang pada
kelopak mata kirinya sejak 3 bulan yang lalu
• Tidak nyeri
• Biopsi lesi didapatkan sel radang kronis dan
peradangan granulomatosa kelenjar Meibom
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  KALAZION
JAWABAN:
D. KALAZION
• Terdapat bengkak kelopak mata 3 bulan +
tidak nyeri + temuan biopsy sel radang
kronis dan peradangan granulomatosa
kelejar meibom  khas ditemukan pada
Kalazion
• Pada hordeolum, benjolan akan disertai
tanda inflamasi
• Hordeolum  radang supuratif kelenjar kelopak
mata akibat infeksi Staphylococcus pada kelenjar
sebasea, bisa nyeri, merah, mengenai kelenjar
Meibom (hordeolum interna) dan kelenjar
Zeiss/Moll (hordeolum ekstrena)
• Xanthelasma  ada plak kekuningan pada daerah
sekitar kelopak mata atas dan bawah, simetris
• Dakrioadenitis  peradangan kelenjar lakrimalis
di supratemporal orbita dan lobus palpebra,
biasanya nyeri dan ada bengkak 1/3 lateral
kelopak mata
Kalazion
• Inflamasi idiopatik, steril, dan kronik dari kelenjar Meibom
• Ditandai oleh pembengkakan yang tidak nyeri, muncul berminggu-
minggu.
• Dapat diawali oleh hordeolum, dibedakan dari hordeolum oleh
ketiadaan tanda-tanda inflamasi akut.
• Pada pemeriksaan histologik ditemukan proliferasi endotel asinus
dan peradangan granullomatosa kelenjar Meibom
• Tanda dan gejala:
– Benjolan tidak nyeri pada bagian dalam kelopak mata. Kebanyakan
kalazion menonjol ke arah permukaan konjungtiva, bisa sedikit merah.
Jika sangat besar, dapat menekan bola mata, menyebabkan
astigmatisma.
• Tatalaksana: steroid intralesi (bisa membuat remisi terutama untuk
kalazion lesi kecil), Insisi dan kuretase untuk lesi kecil; eksisi
(pengangkatan granuloma untuk lesi yang besar)

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia:
McGraw-Hill, 2007.
94
• Wanita 40 tahun nyeri mata kanan disertai mual dan muntah
• Penglihatan buram tiba-tiba sejak 1 hari yang lalu, sebelumnya
seperti melihat pelangi di sekitar lampu
• Visus OD 1/300, OS 6/6
• Injeksi siliar, kornea oedema, bilik mata depan dangkal dan
pupil mid-dilatasi

PEMERIKSAAN TEPAT PERTAMA KALI…


DIAGNOSIS  GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP
JAWABAN:
A. TEKANAN BOLA MATA
• Penurunan visus mendadak + mata merah terdapat
injeksi siliar  mata merah visus turun mendadak
• Didahului melihat halo + visus turun 1/300 + temuan
edema kornea + bilik mata depan dangkal + pupil mid
dilatasi  sesuai kondisi glaucoma akut sudut tertutup
• Pemeriksaan pertama dilakukan  ukur TIO (tekanan
bola mata) untuk menegakkan diagnosis glaucoma
• Pada pasien  tidak jelas adanya gangguan lapang
pandang  tidak dipilih opsi C sebagai pemeriksaan
pertama
• Funduskopi dapat dilakukan setelah pemeriksaan TIO
pertama
• Lapang pandang  dilakukan juga pada kondisi glaucoma  akan ada
penurunan lapang pandang akibat peningkatan TIO sebabkan penekanan
aliran darah ke saraf optic dan retina. Pada kasus curiga glaucoma akut,
pemeriksaan pertama yang tepat, adalah memastikan dulu bahwa TIO
benar meningkat, setelahnya dilanjutkan pemeriksaan tes lapang pandang
bila ada gejala gangguan lapang pandang
• Funduskopi  penting dilakukan setelah lakukan tonometry untuk nilai
diskus optikus pada kondisi glaucoma (tetap pemeriksaan pertama TIO
dulu)
• Shadow test  dilakukan pada kondisi curiga katarak serta pada glaucoma
dimana bisa nilai COA dangkal pada glaucoma sudut tertutup
• Gerakan bola mata  terjadi keterbatasan gerak bola mata pada kondisi
paralisis otot mata hingga thyroid opthlalmopathy, tidak rutin dilakukan
pada glaukoma
Glaukoma
• Glaukoma adalah penyakit
saraf mata yang berhubungan
dengan peningkatan tekanan
bola mata (TIO Normal : 10-21
mmHg)
• Ditandai : meningkatnya
tekanan intraokuler yang
disertai oleh pencekungan
diskus optikus dan pengecilan
lapangan pandang
• TIO tidak harus selalu tinggi,
Tetapi TIO relatif tinggi untuk
individu tersebut.
Mekanisme Penurunan Visus
Dan Lapang Pandang
• Peningkatan TIO akan menekan aliran
darah ke saraf optik dan retina
sehingga serabut saraf optik menjadi
iskemik dan mati.
• Mekanisme utama penurunan
penglihatan dan gangguan lapang
pandangpada glaukoma adalah
• Apoptosis sel ganglion retina
yang menyebabkan penipisan
lapisanserat saraf dan lapisan
inti dalam retina serta
berkurangnya akson di nervus
optikus.
• Kerusakan jaringan dimulai dari
perifer menuju ke fovea sentralis.
• Hal ini menyebabkan penurunan
lapang pandang yang dimulai dari
derah nasal atas dan sisa terakhir
pada temporal.
• Discus optikus menjadi atrofik, disertai
pembesaran cawan optik.
Jenis-jenis Glaukoma
• Berdasarkan mekanisme :
– Sudut terbuka
– Terjadinya peningkatan aquas humor dan
gangguan akses aquas humor ke system
drainase.
– Pada genioskopi tampak COA sedang
– Sudut tertutup
– gangguan aliran keluar aquas humor akibat
kelainan system drainase.
– Pada genioskopi tampak COA dangkal,
injeksi kornea, injeksi silier
Glaukoma
• Pemeriksaan
– Tonometri: mengukur tekanan Intraokuler (TIO)
– Funduskopi untuk menilai diskus optikus: pembesaran
cekungan diskus optikus dan pemucatan diskus
– Lapang pandang
– Gonioskopi: menilai sudut kamera anterior
95
• Laki-laki 60 tahun penglihatan mata kiri kabur sejak 6 jam
yang lalu
• Nyeri mata dan nyeri kepala, serta mual dan muntah
• Pernah di diagnosa katarak immature pada kedua mata
• Dilatasi pembuluh darah pericorneal, corneal edema, serta
bilik depan dangkal
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  GLAUCOMA SEKUNDER
JAWABAN:
E. GLAUCOMA SEKUNDER
• Pasien laki-laki usia 60 tahun  mengalami
penurunan tajam penglihatan mendadak +
nyeri kepala + nyeri mata + mual dan muntah
 curiga glaucoma
• Didukung temuan dilates pembuluh darah
pericorneal, edema kornea, dan bilik depan
dangkal  glaucoma sudut tertutup
• Pada pasien ada riwayat katarak immature 
lensa mencembung  sebabkan penutupan
bilik mata  terjadi glaucoma sekunder
• Scleritis  ada injeksi sklera, namun mata merah
tidak disertai penurunan visus mendadak
• Keratitis  ada penurunan visus dan mata merah
serta nyeri, namun akan ditemukan adanya
infiltrate pada kornea
• Corneal ulcer  ditemukan ada defek berupa
ulkus pada kornea
• Anterior uveitis  mata merah disertai
penurunan visus dan nyeri, namun biasanya
akana da fotofobia
GLAUKOMA SEKUNDER
• Glaucoma sekunder merupakan glaukoma yang diketahui
penyebab yang menimbulkannya. Hal tersebut disebabkan
oleh proses patologis intraokular yang menghambat aliran
cairan mata (cedera, radang, tumor, penyakit sistemik)
• Glaukoma sekunder bisa terjadi akibat lensa seperti :
 Luksasi lensa anterior, dimana terjadi gangguan pengaliran cairan mata ke
sudut bilik mata, COA dangkal
 Katarak imatur, dimana akibat mencembungnya lensa akan menyebabkan
penutupan sudut bilik mata, COA dangkal (glaukoma fakomorfik)
 Katarak hipermatur, dimana bahan lensa keluar dari lensa sehingga menutupi
jalan keluar cairan mata, COA normal/dalam (glaukoma fakolitik)
 Phacoanaphylactic glaucoma, COA dalam
 Lens particle glaucoma, COA dalam

Ilyas, Sidarta., 2004. Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
GLAUCOMA PHACOMORPHIC
• Cataract maturation is associated with anteroposterior
lens diameter increase  Progressive enlargement of
the lens  peripheral iridotrabecular apposition.

• When the iridotrabecular apposition raises the


intraocular pressure (IOP) enough to cause the signs
and symptoms of an acute attack of secondary angle-
closure glaucoma  acute phacomorphic angle-
closure/phacomorhpic glaucoma
Glaukoma Fakolitik
• Glaukoma yang terjadi akibat penutupan sudut bilik mata oleh bagian
lensa yang lisis ini disebut glaukoma fakolitik,
• Pasien mengeluh sakit kepala berat, mata sakit, tajam pengelihatan hanya
tinggal proyeksi sinar.
• Examination reveals a markedly elevated IOP, microcystic corneal edema,
prominent cell and flare reaction without keratic precipitates (KP), and an
open anterior chamber angle.
• The lack of KP (keratic Precipitate) helps distinguish phacolytic glaucoma
from phacoantigenic glaucoma.
• Management Patients with phacolytic glaucoma should be treated initially
with topical cycloplegia, topical steroids (to reduce inflammation), and
aqueous suppressants (to reduce intraocular presure).
• Cataract extraction is the definitive treatment for phacolytic glaucoma
96
• Pria 68 tahun keluhan penglihatan silau semakin
memberat sejak 1 tahun terakhir, pada mata kanannya
• Tidak sakit maupun merah
• Sulit membedakan terang gelap, penglihatan berkabut
• Kekeruhan lensa
• Shadow test (-)
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  KATARAK
JAWABAN:
B. KATARAK
• Pasien usia lanjut 68 tahun keluhan
terutama mata kanan  penglihatan silau +
sulit membedakan terang gelap +
penglihatan seperti berkabut  curiga
kondisi katarak senilis
• Pada pasien shadow test negative + tampak
kekeruhan lensa  katarak matur
• Glaucoma  peningkatan TIO, sebabkan penurunan
tajam penglihatan dan lapang pandang
• Diabetes retinopati  mata tenang, visus turun
perlahan, kerusakan retina karena komplikasi diabetes,
gejala floaters, penglihatan kabur, sulit melihat di
malam hari
• Macula distrofi  kondisi autosomal resesif sebabkan
distrofi stroma kornea, sehingga tampak opasitas pada
stroma kornea, fotosensitivitas
• Retinitis pigmentosa  mata tenang visus turun
perlahan, bisa ada temuan deposit bercak hitam pada
retina, spikula (+)
Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006

KATARAK-SENILIS
• Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang • 4 stadium: insipien, imatur (In some patients, at
terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 this stage, lens may become swollen due to
tahun
continued hydration  ‘intumescent cataract’),
matur, hipermatur
• Epidemiologi : 90% dari semua jenis katarak • Gejala : distorsi penglihatan, penglihatan
• Etiologi :belum diketahui secara pasti  kabur/seperti berkabut/berasap, mata tenang
multifaktorial: • Penyulit : Glaukoma, uveitis
 Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan • Tatalaksana : operasi (ICCE/ECCE)
pengaruh genetik
 Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi
yang sangat kuat mempunyai efek buruk
terhadap serabu-serabut lensa.
 Faktor imunologik
 Gangguan yang bersifat lokal pada lensa,
seperti gangguan nutrisi, gangguan
permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi
cahaya matahari.
 Gangguan metabolisme umum
97
• Pria berusia 35 tahun riwayat DM diketahui sejak 10 tahun
yang lalu
• Funduskopi: media jernih, papil normal, retina datar, tidak
ada neovascularization, dot haemorrhages (+), hard
exudates (+), macula edema (-), foveal reflex normal

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  DIABETIC RETINOPATHY
JAWABAN:
B. NONPROLIFERATIVE DIABETIC RETINOPATHY
• Pasien usia 35 tahun dengan Riwayat DM 
rentan alami komplikasi DM pada mata
• Temuan funduskopi :
– Dot hemorrhage  perdarahan bentuk titik, garis,
bercak dekat mikroaneurisma
– Hard exudate  deposit lipoprotein akibat edema
jaringan retina
– Edema macula (-)  tidak sebabkan gangguan
penglihatan pada pasien
• Sesuai dengan retinopati DM non-proliferatif
• Retinopati DM proliferative  umumnya ada
neovaskularisasi (pada kasus tidak ada), hingga
perdarahan vitreous, serta penurunan tajam
penglihatan dan floaters
• Retinal detachment  akan ada penurunan tajam
penglihatan mendadak, fotopsia, defek lapang
pandang, serta floater, disertai funduskopi ditemukan
ada robekan retina
• CRVO  kelainan retina akibat sumbatan akut vena
retina sentral, ada penglihatan hilang mendadak, vena
dilatasi dan berkelok, perdarahan dot dan flame
shaped, cotton wool spot, dapat disertai dengan atau
tanpa edema papil
• CRAO  kelainan retina akibat sumbatan akut arteri
retina sentral, penglihatan mendadak, ditemukan pada
funduskopi cherry red spot
RETINOPATI DIABETIK
Signs and Symptoms Pemeriksaan :
• Seeing spots or floaters in the • Tajam penglihatan
field of vision • Funduskopi dalam keadaan
• Blurred vision pupil dilatasi : direk/indirek
• Foto Fundus
• Having a dark or empty spot in
• USG bila ada perdarahan
the center of the vision vitreus
• Difficulty seeing well at night
• On funduscopic exam : cotton
wool spot, flame Tatalaksana :
hemorrhages, dot-blot • Fotokoagulasi laser
hemorrhages, hard exudates
RETINOPATI DIABETIK
• Riwayat DM yang lama, biasa > 20 tahun
• Mata tenang visus turun perlahan
• Pemeriksaan Oftalmoskop
– Mikroaneurisma (penonjolan dinding kapiler)
– Perdarahan dalam bentuk titik, garis, bercak yang letaknya dekat
dengan mikroaneurisma di polus posterior (dot blot hemorrhage)
– Dilatasi vena yang lumennya ireguler dan berkelok
– Hard exudate (infiltrasi lipid ke dalam retina akibat dari peningkatan
permeabiitas kapiler), warna kekuningan
– Soft exudate (cotton wall patches) adalah iskemia retina tampak
sebagai bercak kuning bersifat difus dan warna putih
– Neovaskularisasi
– Edema retina
KLASIFIKASI:
1. RETINOPATI DIABETIK NONPROLIFERATIF
• ditandai dengan kebocoran darah dan serum pada
pembuluh darah kapiler
• menyebabkan edema jaringan retina dan
terbentuknya deposit lipoprotein (hard exudates)
• Tidak menyebabkan gangguan penglihatan 
mengenai makula
• Edema makula  penebalan daerah makula
sebagai akibat kebocoran kapiler perifoveal
Nonproliferative Diabetic Retinopathy
• Retinal vascular related abnormalities such as
microaneurysms, intraretinal hemorrhages, venous
dilatation, and cotton wool spot
• Increased retinal vascular permeability  result in
retinal thickening (edema) and lipid deposits (hard
exudate)
• Severe NPDR :
– Venous abnormalities (dilatation, beading and loops),
more severe and extensive vascular leackage (increased
retinal hemorrhage and exudation)
– This patient should be considered candidates for
treatment with panretinal photocoagulation

American Academy of Ophtalmology. Diabetic retinopathy. 2014


KLASIFIKASI:
2. RETINOPATI DIABETIK PROLIFERATIF

• ditandai dengan adanya proliferasi jaringan


fibrovaskular atau neovaskularisasi pada
permukaan retina & papil saraf optik serta vitreus
• Proliferasi  respon dari oklusi luas pembuluh
darah kapiler retina yang menyebabkan iskemia
retina
• menyebabkan gangguan penglihatan sampai
kebutaan melalui mekanisme;
– Perdarahan vitreus
– Tractional retinal detachment
– Glaukoma neovaskular
98
• Laki-laki 45 tahun penglihatan mata menurun ketika
membaca
• Nyeri mata maupun kondisi mata merah disangkal
• Pada pemeriksaan mata bagian anterior hingga
posterior tidak ditemukan adanya kelainan
KOREKSI LENSA…
DIAGNOSIS  PRESBIOPIA
JAWABAN:
B. +1.50 SD
• Pada pasien usia 45 tahun  mata tenang
visus turun perlahan + tidak ditemukan ada
kelainan  curiga presbyopia
• Presbiopia akibat berkurangnya daya
akomodasi seiring pertambahan usia
• Koreksi dengan kacamata baca  usia 45
tahun  kekuatan lensa +1.50 Dioptri
Presbiopia
• Merupakan keadaan berkurangnya daya akomodasi
pada usia lanjut
• Penyebab:
– Kelemahan otot akomodasi
– Lensa mata tdk kenyal / berkurang elastisitasnya akibat
sklerosis lensa
• Diperlukan kacamata baca atau adisi :
– + 1.0 D : 40 thn
– + 1.5 D : 45 thn
– + 2.0 D : 50 thn
– + 2.5 D : 55 thn
– + 3 .0 D : 60 thn

Sumber: Ilmu Penyakit Mata. Sidarta Ilyas. 2000.


Presbiopia
Pemeriksaan dengan
kartu Jaeger untuk
melihat ketajaman
penglihatan jarak
dekat.
– The card is held 14
inches (356 mm) from
the persons's eye for
the test. A result of
• Koreksi→ lensa positif untuk menambah 14/20 means that the
kekuatan lensa yang berkurang sesuai usia
person can read at 14
• Kekuatan lensa yang biasa digunakan: inches what someone
+ 1.0 D → usia 40 tahun
+ 1.5 D → usia 45 tahun with normal vision can
read at 20 inches.
+ 2.0 D → usia 50 tahun
+ 2.5 D → usia 55 tahun
+ 3.0 D → usia 60 tahun
http://www.ivo.gr/files/items/1/145/51044.jpg
99
• Laki-laki 30 tahun melakukan pemeriksaan mata
• Sakit kepala dan pandangan kabur
• Visus 6/15, dengan pinhole membaik
• Lensa spheris positif visus jadi 6/6

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  HIPERMETROPIA
JAWABAN:
D. HIPERMETROPIA
• Pasien dengan penurunan tajam
penglihatan (visus 6/15) + sakit kepala +
dengan pinhole membaik  gangguan
refraksi
• Koresi dengan lensa sferis positif visus jadi
6/6  ditemukan pada kondisi
hipermetropia
• Astigmatisme  cahaya masuk kedalam mata
secara parallel tidak difokuskan pada satu titik di
retina, kornea berbentuk seperti bola rugby,
kekuatan refraksi di kedua meridian berbeda
• Anisometropia  kondisi perbedaan gangguan
refraksi kedua mata belum terkoreksi, memiliki
risiko jadi amblyopia
• Presbiopia  kurangnya daya akomodasi mata
pada usia lanjut, membutuhkan koreksi lensa
positif
• Miopia  near-sightedness, cahaya masuk
difokuskan di depan retina, butuh koreksi lensa
sferis negatif
HIPERMETROPIA
• Gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar
sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik
fokusnya terletak di belakang retina (di belakang
makula lutea)
• Etiologi :
– sumbu mata pendek (hipermetropia aksial),
– kelengkungan kornea atau lensa kurang (hipermetropia
kurvatur),
– indeks bias kurang pada sistem optik mata (hipermetropia
refraktif)
• Gejala : penglihatan jauh dan dekat kabur, sakit kepala,
silau, rasa juling atau diplopia

Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas ; dasar – teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata, sidarta Ilyas
HIPERMETROPIA
• Pengobatan : Pemberian lensa sferis
positif akan meningkatkan kekuatan
refraksi mata sehingga bayangan
akan jatuh di retina
• koreksi dimana tanpa siklopegia
didapatkan ukuran lensa positif
maksimal yang memberikan tajam
penglihatan normal (6/6), hal ini
untuk memberikan istirahat pada
mata.
• Jika diberikan dioptri yg lebih kecil,
berkas cahaya berkonvergen namun
tidak cukup kuat sehingga bayangan
msh jatuh dibelakang retina,
akibatnya lensa mata harus
berakomodasi agar bayangan jatuh
tepat di retina.
• Contoh bila pasien dengan +3.0 atau
dengan +3.25 memberikan tajam
penglihatan 6/6, maka diberikan
kacamata +3.25
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
100
• Wanita 25 tahun nyeri kepala selama 3 bulan
terakhir
• Mata pasien dapat dikoreksi dengan lensa -8.00
D untuk mata kiri dan lensa -2.00 D untuk mata
kanan
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  ANISOMETROPIA
JAWABAN:
B. ANISOMETROPIA
• Keluhan nyeri kepala akibat gangguan
refraksi  pada mata ditemukan
perbedaan gangguan refraksi:
– OS: koreksi lensa - 8.00 D
– OD: koreksi lensa - 2.00 D
• Sesuai dengan definisi kondisi
anisometropia
• Astigmatisme  cahaya masuk kedalam mata
secara parallel tidak difokuskan pada satu titik
di retina, kornea berbentuk seperti bola rugby,
kekuatan refraksi di kedua meridian berbeda
• Hemeralopia  night blindness pada
xeroftalmia
• Heterotropia  strabismus, yakni adanya
deviasi mata sebabkan mata tidak segaris satu
sama lain, karena ganguan koordinasi otot
ekstraokular
Anisometropia
• Definition: a difference in refractive error
between their two eyes
• Children who have anisometropia are known
to be at risk of amblyopia.
• However there is considerable variability
among professional groups and clinician
investigators as to which aspects of refractive
error should be used to define anisometropia
Associations between Anisometropia, Amblyopia, and Reduced Stereoacuity in a School-Aged Population with a High Prevalence of Astigmatism
Dobson et al. Investigative Ophthalmology & Visual Science, October 2008, Vol. 49, No. 10. 4427-4436
Anisometropic & Amblyopia
• When the magnitude of anisometropia exceeded 1.75 D,
the more myopic eye was almost always the sighting
dominant eye.
• Anisometropic amblyopia is the second most common
cause of amblyopia (present as single cause in 37% of cases
and present concomitantly with strabismus in an additional
24% of clinical populations.)
• Anisometropic amblyopia occurs when unequal focus
between the two eyes causes chronic blur on one retina.
• Anisometropic amblyopia can occur with relatively small
amounts of asymmetric hyperopia or astigmatism.
• Larger amounts of anisomyopia are necessary for
amblyopia to develop.

Ocular characteristics of anisometropia Stephen J Vincent. Institute of Health and Biomedical Innovation School of Optometry Queensland University of Technology &
http://eyewiki.aao.org/Anisometropic_Amblyopia & Treatment of Anisometropic Amblyopia in Children with Refractive Correction . Pediatric Eye Disease Investigator Group. Ophthalmology
2006;113:895–903
Antimetropia
No. Terms Definition
1 Antimetropia a sub‐classification of anisometropia, is a rare refractive
condition in which one eye is myopic and the fellow eye is
hyperopic
2 Anisometropia unequal, uncorrected refractive error (e.g., astigmatism > 1.50
D; hyperopia > 1.00 D; myopia > than 3.00 D
3 Anisekonia It is a binocular condition, so the image in one eye is perceived
(unequal as different in size compared to the image in the other eye.
images)
4 Myopia Near-sightedness, also known as short-sightedness
and myopia, is a condition of the eye where light focuses in
front of, instead of on, the retina.
5 Amblyopia The medical term used when the vision in one of the eyes is
reduced because the eye and the brain are not working
together properly. The eye itself looks normal, but it is not
being used normally because the brain is favoring the other
eye. This condition is also sometimes called lazy eye
101
• Laki-laki 50 tahun mata terdapat selaput berwarna merah
hingga tepi anak matanya
• Bekerja sebagai tukang kebun, sering terpapar matahari
• Matanya sering berair dan mengganjal
• Jaringan fibrovascular berbentuk segitiga dari bagian nasal
hingga melewati limbus kornea ke tepi pupil mata
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  PTERIGIUM
JAWABAN:
C. PTERIGIUM GRADE III
• Pasien laki-laki terdapat:
– Mata berair dan mengganjal
– Jaringan fibrovascular berbentuk segitiga dari
bagian nasal hingga lewati limbus ke tepi pupil
mata
• Sesuai kondisi pterygium derajat III
• Faktor resiko: paparan radiasi sinar UV
• Pada pterygium grade II melewati limbus
kornea namun tidak lebih dari 2 mm (tidak
melewati tepi pupil)
• Pinguecula  benjolan berwarna kekuningan
pada konjungtiva, namun tidak tumbuh
melewati kornea
• Pseudopterigium  pelekatan konjungtiva ke
korena perifer, biasanya karena inflamasi
sebelumnya, bisa di berbagai kuadran kornea
Pterigium
• Berasal dari Bahasa Yunani, yaitu pterygos yang
artinya sayap kecil.
• Pertumbuhan fibrovaskular yang bersifat
degenerative dan invasive – biasanya berbentuk
segitiga, tumbuh dari bagian nasal atau temporal
konjungtiva yang meluas hingga ke area kornea
sehingga puncak segitiga berada di kornea.
• Mudah meradang
• Etiologi:
– iritasi kronis karena debu, cahaya matahari, udara panas
• Faktor risiko:
– Radiasi ultraviolet (terutama UV-B)
– Genetik
– Pajanan debu atau iritan
Pterigium: Tanda dan Gejala
• Pada tahap awal biasanya
asimtomatik, namun bisa juga
teradapat tanda-tanda dry eye:
– mata iritatif,
– mata merah,
– perasaan mengganjal pada mata
• Progresif
– jaringan fibrovaskular semakin
besar, terlihat jelas,
– Astigmatisma (akibat kornea
tertarik oleh pertumbuhan
pterigium),
– tajam penglihatan menurun
• Tes sonde (-)  ujung sonde tidak
kelihatan pterigium
DERAJAT PTERIGIUM
• Derajat 1: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea
• Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak
lebih dari 2 mm melewati kornea
• Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak
• melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal
(diameter pupil sekitar 3-4 mm)
• Derajat 4: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil
sehingga mengganggu penglihatan
102
• Bayi laki-laki berusia 7 hari keluhan mata merah dan
bernanah sejak 2 hari yang lalu
• Konjungtiva hiperemis, secret mukopurulen, dan adanya
follicular hipertrofi
• Pewarnaan Giemsa ada inocular bodies yang berwarna
ungu
ETIOLOGI PENYAKIT MATA…
DIAGNOSIS  KONJUNGTIVITIS NEONATORUM
JAWABAN:
C. CHLAMYDIA TRACHOMATIS
• Neonatus usia 7 hari  mata merah
bernanah + konjungtiva hiperemis + secret
mukopurulen + folikular hipertrofi 
konjungtivitis neonatorum curiga infeksi
bakterial
• Pewarnaan Giemsa pada secret  badan
inklusi warna ungu  ditemukan pada
konjungtivitis oleh Chlamydia trachomatis
• Neisseria gonorrhoeae  biasanya muncul 5
hari pertama, secret purulent bilateral,
ditemuakn adanya diplokokkus Gram negative
intraseluler
• Staphylococcus aureus, Streptococcus
pneumonia, Haemophilus sp  onset 2-5 hari,
biasanya unilateral, secret purulent, krusta
KONJUNGTIVITIS NEONATAL
• Bacterial conjunctivitis contracted by newborns during delivery
• Cause:
– Neisseria gonorrhoeae ( inkubasi 2-7 hari)
– Chlamydia trachomatis (inkubasi 5-14 hari)
– S. Aureus (inkubasi nongonokokal dan nonklamidial 5-14 hari)
• Mucopurulent discharge
• Chlamydial  less inflamed  eyelid swelling, chemosis, and
pseudomembrane formation
• Complication in chlamydia infection  pneumonia (10-20% kasus)
• Blindness in chlamydia rare and much slower to manifes than
gonococcal  caused by eyelid scarring and pannus
• Terapi konj. Klamidial  oral erythromycin (50 mg/kg/d divided qid)
for 14 days (because of the significant risk for life-threatening
pneumonia)

http://emedicine.medscape.com/article
Neisseria gonorrhoeae Chlamydia trachomatis
• manifests in the first five days of life • 5 to 12 days after birth
• marked bilateral purulent • Mucopurulent discharge
• discharge • less inflamed  eyelid swelling,
• local inflammation  palpebral chemosis, and
• edema • pseudomembrane formation
• Complication  diffuse epithelial
• Complication  pneumonitis
edema and ulceration, perforation of
the cornea and endophthalmitis (range 2 weeks – 19 weeks after
• Gram-negative intracellular
delivery)
diplococci on Gram stain • Blindness rare and much
• Culture  Thayer-Martin agar slower to menifest caused by
eyelid scarring and pannus
Konjungtivitis Inklusi/Klamidia
• Disebabkan oleh infeksi Chlamydia trachomatis.
• Gejala dan tanda :
– Mata merah, pseudoptosis, bertahi mata (terutama pagi hari)
– Papila dan folikel pada kedua konjungtiva tarsus (terutama inferior)
– Keratitis superfisial mungkin ditemukan tapi jarang
Pemeriksaan Mikroskopis
• Inklusi klamidia dapat ditemukan pada
kerokan konjungtiva yang dipulas dengan
Giemsa
• Tidak selalu ditemukan
• Pada sediaan pulasan Giemsa, inklusi tampak
sebagai massa sitoplasma biru atau ungu
gelap yang sangat halus, yang menutupi inti
sel epitel.
103
• Wanita 50 tahun keluhan mata kanan terasa
nyeri dan perih, kemerahan
• Konjungtiva hiperemis serta infiltrate kornea
abu-abu, tepi tidak rata, disertai lesi satelit (+)
• Hipopion
PENYEBAB…
DIAGNOSIS  KERATITIS FUNGAL
JAWABAN:
B. INFEKSI JAMUR
• Pada pasien terdapat keluhan mata merah
dan nyeri, dengan gambaran:
– Infiltrat kornea abu-abu, tepi tidak rata
– Lesi satelit  khas di jamur
– Hipopion
• Sesuai dengan kondisi keratitis/ulkus fungal
 disebabkan infeksi jamur
• Infeksi virus  secret serous, pada HSV
(etiologic tersering) bisa ada lesi dendritik
• Infeksi streptokokus, stafilokokus  secret
mukopurulen, kelopak mata menempel,
destruksi cepat kornea dalam 24-48 jam
KERATITIS/ULKUS FUNGAL
(ULKUS JAMUR)
• Gejala  nyeri biasanya dirasakan diawal, namun lama-lama
berkurang karena saraf kornea mulai rusak.
• Pemeriksaan oftalmologi :
– Grayish-white corneal infiltrate with a rough, dry texture and feathery
borders; infiltrat berada di dalam lapisan stroma
– Lesi satelit, hipopion, plak/presipitat endotelilal
– Bisa juga ditemukan epitel yang intak atau sedikit meninggi di atas
infiltrat stroma

Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.
Keratitis/ ulkus Fungal
• Meskipun memiliki karakteristik, terkadang sulit membedakan
keratitis fungal dengan bakteri.
– Namun, infeksi jamur biasanya localized, dengan “button appearance”
yaitu infiltrat stroma yang meluas dengan ulserasi epitel relatif kecil.
• Pd kondisi demikian sebaiknya diberikan terapi antibiotik
sampai keratitis fungal ditegakkan (mis. dgn kultur, corneal
tissue biopsy).

Stromal infiltrate
Ulkus kornea Jamur

Lesi satelit (panah merah) pada


keratitis jamur

Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya
infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi).

Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.


104
• Wanita 33 tahun mata merah serta nyeri
• Konjungtiva hiperemis
• Pemeriksaan fluorescein didapatkan ulkus
bergaung serta infiltrat berbentuk dendritik (+)

PENYEBAB…
DIAGNOSIS  KERATITIS HERPES SIMPLEKS
JAWABAN:
A. INFEKSI HSV
• Keluhan mata merah dan nyeri  konjungtiva
hiperemis + pemeriksaan fluorescein
ditemukan ulkus bergaung  keratitis
• Temuan infiltrate dendritic  khas pada
keratitis herpes simpleks
• Pada keratitis herpes simplex bisa dirasakan
nyeri pada mata. Namun bila terjadi rekurensi
(cukup umum), bisa sebabkan hypoesthesia
kornea
• Penyebab  infeksi HSV
• Infeksi bakteri Streptococcus  secret mukopurulen dan
kelopak mata menempelm destruksi kornea cepat
• Alergi  biasanya sebabkan konjungtivitis, ada mata merah,
secret mucoid, dapat ditemukan giant papilla pada
konjungtivitis atopi
• Infeksi chlamydia  secret mukopurulen lengket, bisa
sebabkan trakoma (awalnya konjungtivitis folikular kronik,
berkembang jadi bentuk parut konjungtiva hingga parut
kornea), ada Herbert’s pits patognomonik pada trakoma
• Acanthamoeba  secret mukopurulen lengket, biasanya
berkaitan dengan pengguna lensa kontak yang berenang di
kolam renang umum, bisa ditemukan lesi pseudodendritik
multiple, bisa ada ring infiltrate di kornea
Keratitis Herpes Simpleks
• Herpes simpleks virus (HSV) keratitis, sama dengan penyakit herpes simpleks
lainnya dapat ditemukan dalam dua bentuk: primer atau rekuren.
• Kebanyakan infeksi HSV pada kornea disebabkan oleh HSV tipe 1, namun
pada balita dan orang dewasa, dapat juga disebabkan oleh HSV tipe 2. Lesi
kornea yang disebabkan kedua virus tersebut tidak dapat dibedakan.
• Kerokan dari lesi epitel pada keratitis HSV mengandung sel-sel raksasa berinti
banyak.
• Virus dapat dibiakkan di dalam membran khorioallantoik embrio telur ayam
dan di dalam jaringan seperti sel-sel HeLa .
• Identifikasi akurat virus dilakukan menggunakan metode PCR
• Patients with herpes simplex virus (HSV) keratitis may report the following:
Pain, Photophobia, Blurred vision, Tearing, Redness

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007
https://emedicine.medscape.com/article/1194268-clinical
• Tanda dan gejala:
– Infeksi primer biasanya berbentuk blefarokonjungtivitis
vesikular, kadang disertai keterlibatan kornea. Umumnya
self-limmited tanpa menyebabkan kerusakan mata yang
signifikan.
– Iritasi, fotofobia, peningkatan produksi air mata,
penurunan penglihatan, demam.
– Multiple recurrences may result in corneal hypoesthesia or
anesthesia, ulceration, permanent scarring, and decreased
vision.
– Kebanyakan unilateral, namun pada 4-6% kasus dapat
bilateral
– Lesi: Superficial punctate keratitis -- stellate erosion --
dendritic ulcer -- Geographic ulcer
• Dendritic ulcer: Lesi yang paling khas pd keratitis HSV. Berbentuk
linear, bercabang, tepi menonjol, dan memiliki tonjolan di
ujungnya (terminal bulbs), dapat dilihat dengan tes flurosensi.
• Geographic ulcer. Lesi defek epitel kornea berbentuk spt amuba

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007
105
• Pria 25 tahun penurunan tajam penglihatan kiri setelah
terkena bola tenis 1 hari yang lalu
• Mata merah dan pegal
• Visus mata kiri 6/48
• Hematoma palpebral, perdarahan subkonjungtiva, khemosis,
peningkatan TIO, perdarahan setinggi ½ tinggi COA, reflex pupil
positif, lensa jernih

PENYEBAB PENURUNAN VISUS…


DIAGNOSIS  TRAUMA MEKANIK BOLA MATA
JAWABAN:
E. HIFEMA
• Pada pasien  kejadian trauma pada bola mata setelah
terkena bola tenis  penurunan tajam penglihatan
• Pada pasien terdapat:
– Hematoma palpebra
– Perdarahan subkonjungtiva  umumnya tidak sebabkan
penurunan visus, tapi harus evaluasi funduskopi lanjut
– Khemosis konjungtiva  inflamasi pada konjungtiva,
sebabkan khemosis, namun tidak berperan dalam
penurunan visus
– Peningatan TIO  bisa efek dari perdarahan COA atau
hifema
– Perdarahan setinggi ½ COA  Hifema grade 2  menutupi
pupil pada aksis penglihatan  penurunan visus
• Sesuai dengan kondisi penurunan visus akibat Hifema
Hifema
• Kondisi ketika darah masuk terkumpul pada bilik mata depan,
antara kornea dan iris
• Paling sering disebabkan ruptur pembuluh darah iris atau
badan siliaris anterior
• Bisa terjadi perdarahan sekunder dalam 3-5 hari setelah
kejadian karena lisis bekuan darah serta retraksi pada
pembuluh darah
• Diagnosis:
1. Penurunan tajam penglihatan mendadak tergantung derajat hifema
2. Ditemukan darah pada bilik mata depan, bisa dengan pemeriksaan slit lamp
3. Gonioskopi untuk menilai luas trauma bisa ditunda sampai setelah fase akut 5
hari
Hifema
Gejala&Tanda: • Kerusakan struktur sekitar:
• + darah COA dan peningkatan TIO  Abrasi kornea
• Penurunan visus  Anisokoria dan iridodialisis
• Nyeri mata dengan konstriksi pupil  Subluksasi lensa & gangguan
pada penyinaran cahaya langsung mobilitas lensa (fakodonesis)
dan konsensual  fotofobia  Gangguan sudut mata 
glaukoma sudut
• Tanda ruptur bola mata  terbuka/tertutup
emergency!!!  Sinekia
– Penurunan visus signifikan • Diagnostik
– Pupil eksentrik • Inspeksi visual  penlight dan slit
– Penurunan/Peningkatan kedalaman lamp
bilik mata depan signifikan • Cek Faktor predisposisi: sickle cell
– Keluarnya vitreous hemoglobinopathy, gangguan
– Prolaps eksternal uvea atau struktur pembekuan darah, dll
internal lainnya • Imaging:
– Perdarahan subkonjungtiva luas • CT orbital  curiga open globe,
– Seidel’s sign  menilai kebocoran COA benda asing, fraktur orbita
dengan fluoresensi • Ultrasound biomicroscopy
Andreoli CM, Gardiner MF. Traumatic hyphema:
clinical feature and diagnosis. Uptodate: 2018.
• Hifema spontan  bisa perdarahan
Penyebab spontan atau trauma minor pada
pasien risiko perdarahan, seperti:
Hifema Traumatik • Rubeosis iridis (penderita
retinopati diabetes, central
• Trauma tumpul  peningkatan TIO, retinal vein occlusion, carotid
stretching bola mata & tekanan dari occlusive disease)
posterior disalurkan ke sekitar iris • Tumor intra ocular
 “robekan” stuktur pada sudut • Tumor iris (juvenile
COA  perdarahan badan siliar xanthogranuloma)
atau iris • Keratouveitis (herpes zoster)
• Trauma Penetrasi  kerusakan • Leukemia
langsung daerah iris • Gangguan pembekuan
darahHemofilia
• Penggunaan anti platelet
(aspirin, warfarin).
• Melanoma iris, retinoblastoma,
tumor lainnya

Andreoli CM, Gardiner MF. Traumatic hyphema:


clinical feature and diagnosis. Uptodate: 2018.
106
• Laki-laki 32 tahun penglihatan kabur pada mata sebelah
kanan sejak 1 hari yang lalu secara tiba-tiba
• Seperti melihat tirai bambu yang melayang-layang
• Tidak ada nyeri maupun mata merah.
• OD 1/300 tidak terkoreksi, OS 1/60 terkoreksi dgn S -7,00
= 6/6
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  ABLASIO RETINA
JAWABAN:
D. ABLASIO RETINA
• Pasien dengan visus turun mendadak, mata
tenang  keluhan seperti melihat tirai
bamboo melayang-layang, tanpa nyeri 
curiga ablasio retina
• Kondisi visus OD 1/300 tidak terkoreksi 
bukan gangguan refraktif
• Ada factor resiko myopia tinggi 
kelengkungan bola mata ekstrem  terjadi
retinal detachment
• Klinis dan factor resiko  sesuai kondisi
Ablasio Retina
• Ulkus kornea  adanya infiltrat supuratif
disertai defek kornea bergaung, dan
diskontinuitas jaringan kornea
• Retinitis Pigmentosa  pada funduskopi
dapat ditemukan deposit bercak kehitaman,
penurunan visus perlahan
• Episkleritik  inflamasi episklera, ada rasa
nyeri ringan-sedang, keluar air mata, tidak
pengaruhi visus
Ablasio Retina
• Definition :
– Multilayer neurosensory retina separates from the underlying retinal
pigment epithelium and choroid.
• This separation can occur passively due to accumulation of fluid
between these two layers, or it may occur actively due to vitreous
traction on the retina, such as with diabetic traction retinal
detachment.
• Separation between the neurosensory retina and the underlying
choroidal circulation results in ischemia and rapid and progressive
photoreceptor degeneration
• Retinal detachments can be :
– Rhegmatogenous (caused by a break in the retina; “rhegma” is Greek
for tear)
– Nonrhegmatogenous (caused by leakage or exudation from beneath
the retina [exudative retinal detachment]
– Vitreous traction pulling on the retina [traction retinal detachment]).
Ablasio Retina
• Anamnesis: • Funduskopi : adanya
– Riwayat trauma robekan retina, retina yang
– Riwayat operasi mata terangkat berwarna keabu-
– Riwayat kondisi mata abuan, biasanya ada fibrosis
sebelumnya (cth: uveitis, vitreous atau fibrosis
perdarahan vitreus, miopia preretinal bila ada traksi.
berat) Bila tidak ditemukan
– Durasi gejala visual & robekan kemungkinan suatu
penurunan penglihatan
ablasio nonregmatogen
• Gejala & Tanda:
– Fotopsia (kilatan cahaya) 
gejala awal yang sering
– Defek lapang pandang 
bertambah seiring waktu
– Floaters
Pathogenesis Myopia Tinggi menjadi
Retinal Detachment

Myopia yang tinggi menyebabkan kelengkungan bola mata yang ekstrim sehingga menyebabkan
Robekan di retina, robekan tersebut terisi oleh cairan vitreous yang terus menerus yang menggese
Lapisan retina dan membuat robekan semakin luas
Shroff Eye Centre. 2012
107
• Bayi laki-laki berusia 6 bulan mata kanannya berair
terus dan keluar sekret berwarna kekuningan
• Tampak secret berwarna kekuningan pada punctum
ductus nasolakrimalis kanan, bengkak kemerahan di
regio inframedial
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  DAKRIOSISTITIS
JAWABAN:
A. DAKRIOSISTITIS
• Bayi laki-laki dengan epifora OD + keluar
secret kekuningan pada punctum ductus
nasolakrimalis kanan (pus punctum
lacrimal) + tanda radang (bengkak dan
kemeraha) di inferomedial  sesuai
dengan kondisi dakriosistitis
• Dakrioadenitis  biasanya ada
pembengkakan di supratemporal orbita dan
lobus palpebral
• Obstruksi ductus nasolakrimalis  epifora
saja, namun tidak sampai keluar secret
kekuningan atau pus dan punctum
nasolakrimalis
DAKRIOSISTITIS
• Partial or complete obstruction of the
nasolacrimal duct with inflammation due to
infection (Staphylococcus aureus or
Streptococcus B-hemolyticus), tumor, foreign
bodies, after trauma or due to
granulomatous diseases.
• Clinical features :
– epiphora, acute, unilateral, painful inflammation of
lacrimal sac, pus from lacrimal punctum, fever,
general malaise, pain radiates to forehead and
teeth
• Diagnosis :
– Anel test(+) :not dacryocystitis, probably skin
abcess;
– Anel test (-) or regurgitation (+) : dacryocystitis.
– Swab and culture
• Treatment :
– Systemic and topical antibiotic, irrigation of
lacrimal sac, Dacryocystorhinotomy
Dakriosistitis
108
• Laki-laki 50 tahun penglihatan mata kiri kabur mendada
• Riwayat hipertensi tidak terkontrol dan
hiperkolesterolemia
• Visus OS 1/60, pinhole tetap
• Funduskopi didapatkan flame hemorrhage (+) di keempat
kuadran, hard exudate (+), cotton wool spot (+)
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  CENTRAL RETINAL VEIN OCCLUSION
JAWABAN:
B. CENTRAL RETINAL VEIN OCCLUSION
• Mata tenang visus turun mendadak dengan
temuan mengarah pada CRVO, yakni
– Visus OS 1/60 pinhole tetap
– Flame hemorrhage di ke-4 kuadran
– Hard exudate
– Cotton wool spot
• Usia 50 tahun + Riwayat HT tidak terkontrol
serta hiperkolesterolemia  factor resiko
CRVO
• Amaurosis fugax  kehilangan penglihatan tiba-tiba
secara transient/sementara tanpa adanya nyeri,
biasanya monokular, dan terkait penyakit
kardiovaskular
• Central retinal artery occlusion  penurunan visus
mendadak, amaurosis fugax, bisa ada cherry red spot
hingga berlanjut temuan appil atrofi kemudian
• Ablasio retina  seperti tertutup tirai, gejala fotopsia
dan floaters diawal
• Retinopati hipertensif  mata tenang visus turun
perlahan, tanda AV crossing – cotton wol spot- hingga
edema papil, copperwire, silverwire
OKLUSI VENA RETINA SENTRALIS
(CENTRAL RETINA VEIN OCCLUSION)

• Kelainan retina akibat • Predisposisi :


sumbatan akut vena – Usia diatas 50 thn
retina sentral yang – Hipertensi sistemik 61%
ditandai dengan – DM 7% -Kolestrolemia
penglihatan hilang – TIO meningkat
mendadak. – Periphlebitis (Sarcouidosis,
Behset disease)
– Sumbatan trombus vena
retina sentralis pada
daerah posterior lamina
cribrosa)
Central Retinal Vein Occlusion
• Findings
– Dilated and tortuous retinal
veins
– Swollen optic disc All four quadrants
– Intra-retinal hemorrhages
– Retinal edema
Central Retinal Vein Occlusion
• Non-ischemic CRVO
– Less dilation and vascular
tortuosity
– Dot and flame
hemorrhages in all
quadrants
– Less or no disk swelling

– Angiogram shows
• Delayed A-V transit time
• Leakage
• Minimal capillary dropout
– Neovascularization is rare
Central Retinal Vein Occlusion

• Ischemic CRVO
– Extensive hemorrhage
– Retinal edema
– Marked venous dilation
– Cotton-wool spots
– Angiogram show
• Widespread capillary nonprofusion

– Visual prognosis poor


• Only 10% have >20/400 vision

– NVI (neovascularization of iris)


• As high as 60% of eyes
• Occurs 3-5 months post occlusion
– “the three month glaucoma”
Defini dan gejala

Oklusi arteri Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan
sentral emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant
retina cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara
oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang
memperlihatkan bercak merah cherry(cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang
timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus
mendadak biasanya disebabkan oleh emboli
Oklusi vena Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan
sentral penglihatan hilang mendadak.
retina Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke
4 kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil

Ablatio suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). Gejala:floaters,
retina photopsia/light flashes, penurunan tajam penglihatan, ada semacam tirai tipis berbentuk
parabola yang naik perlahan-lahan dari mulai bagian bawah hingga menutup

Retinopati suatu kondisi dengan karakteristik perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang
hipertensi menderita hipertensi. Mata tenang visus turun perlahan dengan tanda AV crossing –
cotton wol spot- hingga edema papil; copperwire; silverwire

Amaurosis Kehilangan penglihatan tiba-tiba secara transient/sementara tanpa adanya nyeri,


Fugax biasanya monokular, dan terkait penyakit kardiovaskular
109
• Anak perempuan 2 tahun mata kanannya terlihat
warna putih ketika anak di foto dengan kamera
• Pada pemeriksaan mata didapatkan cat’s eye
reflex

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  RETINOBLASTOMA
JAWABAN:
B. RETINOBLASTOMA
• Anak usia 2 tahun dengan warna putih di
mata kanan  cat’s eye reflex/ leukocoria
 sering ditemukan pada kondisi
retinoblastoma
• Retinoblastoma  kondisi keganasan
intraocular paling sering
• Katarak congenital  perubahan pada kebeningan
struktur lensa mata, pada saat kelahiran bayi atau
segera setelah bayi lahir, tampak keruh/buram di lensa
terlihat sebagai bintik putih jika dibandingkan dengan
pupil hitam yang normal dan dapat dilihat dengan
mata telanjang
• Macula kornea  kondisi autosomal resesif, ada
distrofi stroma kornea sehingga bisa tampak opasitas
putih keabuan pada stroma kornea
• Korpus alienum  benda asing pada mata, biasanya
ada riwayat trauma
• Strabismus  juling/ kondisi mata tidak sejajar satu
sama lain
Retinoblastoma
• Tumor ganas intraokular masa Clinical features
kanak yg paling sering • Leukocoria (60%): The pupil of the
• Puncak insidens antara usia 1-2 eye appears white instead of red
tahun when light shines into it (known as
• Berasal dari retinoblas yang "cat's eye reflex" or "white eye").
kehilangan fungsi gen supresor • strabismus (20%)
tumor Rb. • White, round retinal mass with
• Lebih dari 90% kasus merupakan endophytic (towards vitreous),
sporadik. exophytic (toward RPE/choroid),
• Gambaran histologis: pola mixed, or diffuse infiltrating growth
abnormal retinoblasts : Flexner– pattern.
Wintersteiner rosettes, Homer- • Pain or redness in the eye.
Wright rosettes, dan fleurettes. • An enlarged or dilated pupil
• Blurred vision or poor vision
• Different colored irises
Retinoblastoma
110
• Wanita 40 tahun mengalami penurunan penglihatan
sejak 3 hari, nyeri dan mata merah berair
• Didiagnosis alami lepra
• Injeksi siliar, flare bilik mata depan (+), dan keratic
presipitat (+)
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  UVEITIS ANTERIOR
JAWABAN:
A. UVEITIS AKUT
• Pasien 40 tahun dengan mata merah visus turun
dengan ciri sesuai pada kondisi uveitis anterior
– Mata merah berair + nyeri
– Injeksi siliar
– Bilik mata depan: flare dan ada keratic presipitat
• Onset gejala 3 hari lalu  sesuai dengan kondisi
uveitis akut
• Faktor resiko  kelainan sistemik berupa lepra
• Pada kasus, gejala mengarah ke uveitis anterior 
tidak dipilih opsi B (uveitis posterior), opsi C (uveitis
intermediate), dan opsi D (uveitis posterior dan
intermediate)
• Choroiditis dan vitritis  posterior uveitis, penglihatan kabur
tanpa nyeri dan mata merah
• Pars planitis  peradangan pars plana termasuk dalam
intermediate uveitis dimana inflamasi pada vitreous, bisa
diikuti vitritis. Gejala penurunan visus tanpa nyeri dan mata
merah, ditemukan bercak putih akibat agregasi sel inflamasi
dan jar. fibrovaskular (snowbank)
• Endophtalmitis  mata merah visus turun, inflamasi pada
uvea dan retina, bisa ada hipopion dan edema konjungtiva
UVEITIS
•Uveitis :
–inflamasi di uvea
yaitu iris, badan siliar
dan koroid yang
dapat menimbulkan
kebutaan.
–Di negara maju,
10% kebutaan pada
populasi usia
produktif adalah
akibat uveitis
Klasifikasi
• The International Uveitis Study Group (IUSG) dan The
Standardization of Uveitis Nomenclatur (SUN) membagi uveitis
berdasarkan anatomi, etiologi, dan perjalanan penyakit
• Anatomi :
– uveitis anterior, uveitis intermediet, uveitis posterior, dan panuveitis
• Etiologi:
– infeksi (bakteri, virus, jamur, dan parasit), non-infeksi, dan idiopatik.
• Perjalanan penyakit
– Akut (onset mendadak dan durasi kurang dari empat minggu),
– Rekuren (episode uveitis berulang),
– Kronik (uveitis persisten atau kambuh sebelum tiga bulan setelah
pengobatan dihentikan), dan
– Remisi (tidak ada gejala uveitis selama tiga bulan atau lebih)

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
Uveitis Anterior
• Inflamasi pada iris (iritis)
dan badan siliar (siklitis).
Bila dua-duanya disebut
iridosiklitis
Etiologi:
• Kelainan Sistemik
– Lepra, Rheumatoid
Arthritis, spondiloartropati,
artritis idiopatik juvenil,
kolitis ulseratif, penyakit
chron, penyakit whipple
• Infeksi
– virus herpes simpleks
(VHS), virus varisela zoster
(VVZ), tuberkulosis, dan
sifilis
Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol.
4, No. 1, April 2016
Diagnosis Uveitis Anterior
• Gejala Klinis : • Tanda
– mata merah – injeksi siliar akibat
– visus turun akibat kekeruhan vasodilatasi arteri siliaris
cairan akuos dan edema posterior longus dan arteri
kornea walaupun uveitis tidak siliaris anterior yang
selalu menyebabkan edema memperdarahi iris serta
kornea badan siliar.
– Nyeri tumpul berdenyut, dan – Bilik mata depan : pelepasan
fotofobia akibat spasme otot sel radang, pengeluaran
siliar dan sfingter pupil protein (cells and flare) dan
– Jika disertai nyeri hebat, endapan sel radang di endotel
perlu dicurigai peningkatan kornea (presipitat keratik).
tekanan bola mata. – Presipitat keratik halus 
– Spasme sfingter pupil inflamasi nongranulomatosa;
mengakibatkan miosis dan – Presipitat keratik kasar 
memicu sinekia posterior. inflamasi granulomatosa

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
KULIT & PARASIT
111
• Perempuan, 25 tahun, keluhan gatal-gatal dan
kemerahan di siku, lutut dan pantatnya sejak 5 bulan
ini
• Disertai ketombe yang muncul bersamaan dengan
gatal-gatal dan kemerahan di tubuhnya.
• PF: skuama tebal berlapis
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  PSORIASIS VULGARIS
JAWABAN:
C. PSORIASIS VULGARIS
• Diagnosis pasien ini adalah Psoriasis
vulgaris karena terdapat gejala:
– Perempuan, 25 tahun
– gatal-gatal dan kemerahan di ekstremitas
ekstensor (siku, lutut), lumbosacral (pantat)
dan scalp (ketombe) sejak 5 bulan ini
– PF: skuama tebal berlapis
• Dermatitis seboroikPada dermatitis seboroik,
skuama yang ditemukan berupa skuama kuning
dan beminyak
• Tinea korporis tanda khasnya adalah adanya
central healing dgn bagian tepi lebih aktif
• Liken planus kelainan inflamatorik kronik pada
kulit, mukosa, kuku, dan rambut dgn ciri 4P 
Pruritic, Purple, Polygonal, Papules or plaques, dgn
ada garis putih (Wickhams striae), tanpa adanya
skuama
• Dermatitis atopixerosis hingga likenifikasi pada
daerah predileksi yakni lipatan fleksura terutama
antecubiti dan fossa poplitea serta bokong dan
paha.
Psoriasis Vulgaris

• Bercak eritema berbatas tegas dengan skuama


kasar berlapis-lapis dan transparan
• Predileksi  Skalp, perbatasan skalp-muka,
ekstremitas ekstensor (siku & lutut), lumbosakral
• Patofisiologi:
– Genetik: berkaitan dengan HLA
– Imunologik: diekspresikan oleh limfosit T, sel penyaji
antigen dermal, dan keratinosit
– Pencetus: stress, infeksi fokal, trauma, endokrin,
gangguan metabolisme, obat, alkohol, dan merokok
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai
Penerbit FKUI; 2010.
Psoriasis Vulgaris
Tanda dan Gejala:
• Perburukan lesi skuama kronik
• Onset cepat pada banyak area kecil
dengan skuama dan kemerahan
• Baru terinfeksi radang tenggorokan
(streps), virus, imunisasi, obat
antimalaria, trauma
• Nyeri (terutama pada kasus psoriasis
eritrodermis atau pada sendi yang
terkena arthritis psoriasis)
• Pruritus
• Afebril
• Kuku distrofikpitting nail
• Ruam yang responsif terhadap steroid
• Konjungtivitis atau blepharitis
• Geographic tongue Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit
FKUI; 2010.
Psoriasis Vulgaris: Tanda Khas

Tanda Penjelasan

Fenomena Skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada


tetesan lilin goresan, seperti lilin yang digores, akibat berubahnya indeks
bias.

Fenomena Tampak serum atau darah berbintik-bintik akibat


Auspitz papilomatosis dengan cara pengerokan skuama yang
berlapis-lapis hingga habis.

Fenomena Kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis yang timbul


Kobner akibat trauma pada kulit sehat penderita psoriasis, kira-kira
muncul setelah 3 minggu.
Tipe Psoriasis
Tipe
Plak • Bentuk paling umum
Psoriasis • Lesi meninggi dasar kemerahan dan tertutup sisik putih (sel kulit mati)
• Predileksi: kulit kepala, lutut, siku, punggung, dan kulit yang sering
terkena trauma
• Terasa gatal dan nyeri, dapat retak dan berdarah
Psoriasis • Tersering kedua
Gutata • Lesi berbentuk titik/ plak kecil seperti tetesan air
• Dimulai pada masa anak-dewasa muda, dapat merupakan kelanjutan
dari infeksi streptokokus.
Inverse • Lesi berwarna merah, pada lipatan kulit
Psoriasis • Tampak licin dan mengkilat
• Dapat muncul bersama tipe lain
Psoriasis • Pustul berwarna putih (bula steril) dikelilingi dasar kemerahan
Pustular • Isi pus adalah sel darah putih
• Tidak menular
• Paling sering muncul di tangan dan kaki
Nail • Perubahan warna kuku menjadi kuning-kecoklatan, permukaan menjadi
Psoriasis tidak rata (sering berbentuk pit kecil multipel)
112
• Laki-laki, 30 tahun, keluhan bercak merah bersisik
tebal bentuk oval pada daerah siku dan lutut
• PF: pitting nail (+)
• Dermatologi: adanya plak eritema disertai skuama
tebal yang berlapis-lapis seperti mika
KELAINAN PADA STATUS GENERALISATA YANG DAPAT
DITEMUKAN…
DIAGNOSIS  PSORIASIS VULGARIS
JAWABAN:
C. GEOGRAPHIC TINGUE
• Diagnosis pasien ini adalah Psoriasis
vulgaris karena terdapat gejala:
– Laki-laki, 30 tahun, bercak merah bersisik tebal
bentuk oval pada daerah siku dan lutut
– PF: pitting nail (+)
– Dermatologi: adanya plak eritema disertai
skuama tebal yang berlapis-lapis seperti mika
• Pada psoriasis, manifestasi ekstra kutan
yang dapat ditemukan adalah adanya
Geographical Tongue
• Cradle cap manifestasi dermatitis seboroik
yang berat pada bayi, biasanya pada bayi baru
lahir
• Fascies leonina, Claw hand, Drop
footkomplikasi pada lepra
Psoriasis Vulgaris
Tanda dan Gejala:
• Perburukan lesi skuama kronik
• Onset cepat pada banyak area kecil
dengan skuama dan kemerahan
• Baru terinfeksi radang tenggorokan
(streps), virus, imunisasi, obat
antimalaria, trauma
• Nyeri (terutama pada kasus psoriasis
eritrodermis atau pada sendi yang
terkena arthritis psoriasis)
• Pruritus
• Afebril
• Kuku distrofikpitting nail
• Ruam yang responsif terhadap steroid
• Konjungtivitis atau blepharitis
• Geographic tongue Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit
FKUI; 2010.
113
• Wanita 25 tahun, keluhan kulit kering dan terkelupas
pada daerah perut, dan punggung sejak 6 bulan
yang lalu.
• PF: adanya lesi berupa makula eritem, plak dengan
ukuran multipel dengan lesi skuama berwarna
keputihan yang berlapis

SEDIAAN OBAT…
DIAGNOSIS  PSORIASIS VULGARIS
JAWABAN:
C. SALEP
• Diagnosis pasien ini adalah Psoriasis vulgaris karena
terdapat gejala:
– Keluhan kulit kering dan terkelupas pada daerah perut, dan
punggung sejak 6 bulan yang lalu.
– PF: adanya lesi berupa makula eritem, plak dengan ukuran
multipel dengan lesi skuama berwarna keputihan yang
berlapis
• Pada pasien ini, tampak terdapat kulit kering,
terkelupas dengan skuama yang tebal (berlapis) di
bagian perut dan punggung (tidak daerah lipatan atau
daerah yang berambut)
• Pada kulit seperti ini, maka sediaan obat yang tepat
adalah Salep, karena memiliki efek emolien yang
lebih baik daripada krim, dan daya penetrasi yang
kuat
• Salah satu bahan dasar salep adalah senyawa
hidrokarbon, contohnya petrolatum
• Gel tidak dipilih karena tidak memiliki efek
emolien, bahkan sebaliknya dapat
menyebabkan makin kering
• Krimtidak dipilih karena efek emolien tidak
sekuat salep
• Bedak dan Bedak kocok tidak dipilih krn daya
penetrasinya lemah, cocok untuk kelainan kulit
yang superfisial
Treatment of Psoriasis (Fitzpatrick)
• Avoid environmental trigger: stress, alcohol,
drugs.
• Treatments extensive, include emollients, salicylic
acid, coal tar, anthralin, corticosteroids,
methotrexate
• emollient creams, parafin, petrolatum, hydrogenated
oils reduce scaling, best applied after bathing
• Salicyclic acid is a keratinolytic, softens scales.
• Coal tar and corticisteroids are anti-inflammatory
and reduce proliferation
• Used in combination with UV light (Goekerman regimen)
Vehikulum Topikal
• Obat topikal terdiri dari
vehikulum (bahan pembawa)
dan zat aktif.
• Secara umum, zat pembawa
dibagi atas 3 kelompok:
cairan, bedak, dan salep.
• Ketiga pembagian tersebut
merupakan bentuk dasar zat
pembawa yang disebut juga
sebagai bentuk monofase.
• Kombinasi bentuk monofase
ini berupa krim, pasta, bedak
kocok dan pasta pendingin.
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007. |
MDVI Vol.39. No.1. Tahun 2012: 25-35 | CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012
Salep
• Sediaan semisolid yang dapat digunakan pada kulit maupun
mukosa.
• Salep dipakai untuk dermatosis yang kering dan tebal (proses
kronik), termasuk likeni kasi, hiperkeratosis, dermatosis dengan
skuama berlapis, pada ulkus yang telah bersih.
• memiliki efek sebagai emolien, efek oklusi, dan mampu
bertahan pada permukaan kulit dalam waktu lama tanpa
mengering.
• Penetrasi paling kuat
• Salep tidak dipakai pada radang akut, terutama dermatosis
eksudatif karena tidak dapat melekat, juga pada daerah
berambut dan lipatan karena menyebabkan perlekatan.
Bedak
• vehikulum solid/padat yang memiliki efek mendinginkan,
menyerap cairan serta mengurangi gesekan pada daerah
aplikasi
• Bedak memberikan efek sangat superfisial karena tidak
melekat erat sehingga hampir tidak mempunyai daya
penetrasi.
• Bedak dipakai pada daerah yang luas, pada daerah lipatan.
• Diberikan pada dermatosis yang kering dan superfisial
• Berguna untuk mempertahankan vesikel/bula agar tidak
pecah

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007. |
MDVI Vol.39. No.1. Tahun 2012: 25-35 | CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012
Zat Pembawa Bifasik
• Krim
– Sediaan semisolid yang mengandung satu atau lebih zat aktif yang
terdispersi dalam suatu medium pendispersi dan membentuk emulsi.
– Krim dapat dibagi menjadi krim oil-in-water dan krim water-in-oil.
– Krim water-in-oil mengandung air kurang dari 25 persen dengan minyak
sebagai medium pendispersi.
– Krim oil-in-water mengandung air lebih dari 31 persen. Bentuk yang paling
sering dipilih dalam dermatoterapi.
– Sediaan ini dapat dengan mudah diaplikasikan pada kulit, mudah dicuci,
kurang berminyak, dan relatif lebih mudah dibersihkan bila mengenai
pakaian.
– Krim dipakai pada lesi kering dan superfisial, lesi pada rambut, daerah
intertriginosa. Bisa dipakai untuk lesi yang luas
– Kontaindikasi: dermatitis madidans
Vehikulum Lainnya
• Gel
– Sediaan semisolid yang mengandung molekul kecil maupun besar yang
terdispersi dalam cairan dengan penambahan suatu gelling agent.
– Bahan dasar tmsk bahan yang larut air (water soluble based) dan tidak
mengandung minyak.  sangat mudah dicuci, tidak mewarnai pakaian, tidak
memerlukan pengawet, dan kurang oklusif
– Konsentrasi pada permukaan kulit lebih tinggi dan membatasi penyerapan ke
dalam kulit, misalnya pada berbagai antifungal dan antibiotik topikal.
– sediaan gel memilliki keistimewaan mampu berpenetrasi lebih jauh dari krim,
Sangat baik dipakai untuk area berambut, Disukai secara kosmetika.
– Kekurangan: efek protektifnya yang rendah  bukan untuk emolien, dapat
menyebabkan kulit kering + panas bila kandungan alkoholnya tinggi.
• Linimen/ pasta pendingin (campuran cairan, bedak, salep)
– Sediaan ini telah jarang digunakan karena efeknya seperti krim.
Jenis Vehikulum Topikal
Vehikulum Keterangan

Solusio • membersihkan kulit yang sakit dari debris (pus, krusta dan
sebagainya) dan sisa-sisa obat topikal yang pernah dipakai
• tujuan pengobatan ialah keadaan yang membasah menjadi
kering, permukaan menjadi bersih
Bedak kocok (Losio) Untuk dermatosis yang kering, superfisial dan agak luas, serta
dermatosis pada keadaan sub akut
Bedak pemberian bedak ialah dermatosis yang kering dan superfisial,
mempertahankan vesikel atau bula agar tidak pecah

Salep/ointment dermatosis yang kering dan kronik, dermatosis yang dalam dan kronik
dan dermatosis yang bersisik dan berkrusta, dan ulkus bersih
Krim indikasi kosmetik (tidak lengket, mudah dicuci, mudah menyebar, dan
tidak mengotori baju), dermatosis yang subakut dan luas, dan boleh
digunakan di daerah yang berambut
114
• Anak, 10 tahun, keluhan gatal di anusnya, sudah 2 minggu
yang lalu
• gatal memberat dan mengganggu tidur kalau malam hari
• PF Anal: eksoriasis dan didapatkan sesuatu berwarna
putih berbentuk silinder ukuran ± 1 cm dan bergerak-
gerak

PEMERIKSAAN PENUNJANG…
DIAGNOSIS  OXYURIASIS
JAWABAN:
B. GRAHAM SCOTCH ADDESIVE TAPE
• Diagnosis pasien ini adalah Oxyuriasis karena
terdapat gejala:
– Anak, 10 tahun, keluhan gatal di anusnya, sudah 2
minggu yang lalu
– gatal memberat dan mengganggu tidur kalau
malam hari
– PF Anal: eksoriasis dan didapatkan sesuatu
berwarna putih berbentuk silinder ukuran ± 1 cm
dan bergerak-gerak
• Pada oxyuriasis, pemeriksaan penunjang yang
dilakukan adalah Graham scotch addesive
tape, untuk mendapatkan telur Oxyuris
vermicularis
• Direct smear pemeriksaan langsung feses
untuk melihat adanya trofozoit yang motil dan
kista
• Concentrate tidak ada pemeriksaan ini
• Floating  tidak ada pemeriksaan ini
• Harada mori pemeriksaan untuk menemukan
Strongyloidosis stercoralis
Oksiuriasis (Cacing Kremi)
• Nama lain: Enterobius
vermicularis

• Gejala
– Gatal di sekitar dubur
(terutama pada malam hari
pada saat cacing betina
meletakkan telurnya), gelisah
dan sukar tidur
– Pemeriksaan: perianal swab
dengan Scotch adhesive tape
– Telur lonjong dan datar pada
satu sisi, bening

DOC: Mebendazole 500 mg SD


Alternatif: Albendazole 400 mg SD
Hamil atau usia < 2 tahun: Pyrantel pamoat 11
mg/kgBB
2 minggu setelahnya diberikan lagi dosis sama
Nama cacing Cacing dewasa Telur

Dinding tebal 2-3 lapis, bergerigi,


Ascaris lumbricoides berisi unsegmented ovum

kulit radial dan mempunyai 6 kait


Taenia solium didalamnya, berisi onkosfer dan
embriofor

ovale biconcave dengan dinding


Enterobius vermicularis
asimetris berisi larva cacing

ovale dengan sitoplasma jernih berisi


Ancylostoma duodenale
segmented ovum/ lobus 4-8
Necator americanus
mengandung larva

coklat kekuningan, duri terminal,


Schistosoma
transparan, ukuran 112-170 x 40-70
haematobium
µm

Tempayan dengan 2 operkulum atas-


Trichuris trichiura bawah
DOC Antihelmintik
JENIS CACING DOC ANTIHELMINTIK Keterangan

1. Albendazol 400 mg PO SD
Pada infeksi gabungan
2. Mebendazol 2x100 mg selama 3
Ascaris lumbricoides askaris dan cacing tambang
hari atau 500 mg PO SD
 DOC: Albendazol
3. Pyrantel Pamoat 10 mg/kg PO
Cacing Tambang (ancylostoma 1. Albendazol 400 mg PO SD
Duodenale & Necator Americanus) 2. Mebendazole 2x 100 mg selama 3 hari atau 500 mg SD PO
1. Mebendazol 500 mg PO SD atau 2x100 selama 3 hari
Trichuris Trichiura
2. Albendazole 400 mg PO qDay x 3 days
Schistosoma japonicum, S. mekongi • Prazikuantel 60 mg/kg PO dibagi 3 dosis selama satu hari
Schistosoma mansoni, S. • Prazikuantel 40 mg/kg PO dibagi 2 dosis selama satu hari
hematobium, S intercalatum
Semua rejimen diulang dalam waktu 2 minggu
1. Mebendazol 100 mg PO SD
Enterobius vermicularis
2. Albendazol 400 mg PO SD
3. Pyrantel Pamoat 11 mg/kg PO
1. Prazikuantel 5-10 mg/kg SD
Taeniasis (T. Solium & Saginata) 2. Niclosamide 2 g PO SD (adults) and 50 mg/kg orally PO SD
(children).
Albendazole 15 mg/kg/hari dibagi 2 dosis selama 10-14 hari
Cysticercosis (T. Solium)
± Prazikuantel 50-100 mg/kg/d divided q8hr PO for 14 days
115
• Wanita, 27 tahun, keluhan pada ketiaknya benjolan
yang lama-kelamaan mengeluarkan nanah
• PF: nodus yang kemudian melunak menjadi abses
dan memecah membentuk fistel dan sinus yang
multiple.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  HIDRAADENITIS SUPURATIVA
JAWABAN:
D. HIDRAADENITIS SUPURATIVA
• Diagnosis pasien ini adalah Hidraadenitis
Supurativa karena terdapat gejala:
– Adanya benjolan pada ketiak yang
mengeluarkan nanah
– PF: nodus yang kemudian melunak menjadi
abses dan memecah membentuk fistel dan
sinus yang multiple.
• Karbunkel kumpulan dari beberapa furunkel,
tidak membentuk fistel
• Eriseplas ditandai dengan adanya eritema
berwarna merah cerah, berbatas tegas. Predileksi:
tungkai bawah, terdapat gejala konstitusi: demam,
malaise, dan ada keterlibatan limfatik
• Furunkel peradangan folikel rambut dan jaringan
sekitarnya berupa papul, vesikel atau pustul
• SelulitisInfiltrat difus kemerahan dengan batas
tidak tegas
Hidradenitis suppurativa
• Infeksi kelenjar apokrin kronik (dahulu), sekarang
diperkirakan sebagai chronic follicular occlusive
disease involving the follicular portion of
folliculopilosebaceous units
• Lokasi area aksila (tersering), perianal, perineal,
inguinal,bokong, mammae, inframammae
• Patogenesis: belum jelas, terkait follicular
occlusion, follicular rupture, and an associated
immune response
• Faktor yang terkait: trauma mekanik, genetik,
merokok, obesitas
• Perlu dilakukan klasifikasi Hurley dan PA Scale
(Hidradenitis Suppurativa Physician global
asessment scale) untuk menentukan terapi
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 61-62 | Uptodate 2019
Hidradenitis suppurativa
• Ruam berupa nodus dan tanda inflamasi yang nyeri (+) lalu melunak menjadi abses,
pecah membentuk fistel dan sinus yang multiple, hingga jaringan sikatriks
• Tiga gambaran klinis utama yang mendukung diagnosis:
– Lesi yang khas (beberapa nodul yang meradang yang dalam, tombstone comedo,
saluran sinus, abses dan / atau skar fibrotik)
– Lokasi khas (khususnya, aksila, pangkal paha, daerah inframammae; seringkali distribusi
bilateral)
– Relaps dan kronik
• Pilihan Terapi:
– antibiotik topikal dan/atau sistemik
• Clindamycin 1% solution/gel 2x/hari selama 12 minggu dan/atau
• Tetracycline 2x500 mg p.o untuk 4 bulan atau
• Clindamycin 2x300 mg p.o dengan Rifampin 2x600 mg p.o selama 10 minggu
– TNF-alpha inhibitors: Adalimumab atau infliximab
– Zinc gluconate
– Kortikosteroid intralesi
– Intervensi bedah
Typical hidradenitis lesions. Inflammatory nodules in the right axillary region (A). Sinus
tract on the left arm (B). Abscess and draining fistula on the right axilla (C). Tombstone
comedone on the abdominal area (D). Fistula without drainage in the inguinal and
proximal lower left leg regions (E). Inguinal, vulvar, and proximal lower legs severe
retracting scars (F).
116
• Wanita ,usia 30 tahun keluhan keluar lendir
berwarna kuning kehijauan dari kemaluannya,
disertai rasa gatal dan perih sejak 3 hari yang lalu
• Pada pemeriksaan ginekologis didapatkan
strawberry appearance pada portio dan lendir
kuning kehijauan

KUMAN PENYEBAB…
DIAGNOSIS  TRIKOMONIASIS
JAWABAN:
A. TRICHOMONA VAGINALIS
• Diagnosis pasien ini adalah Trikomoniasis
karena terdapat gejala:
– keluar lendir berwarna kuning kehijauan dari
kemaluannya, disertai rasa gatal dan perih
sejak 3 hari yang lalu
– Pada pemeriksaan ginekologis didapatkan
strawberry appearance pada portio
• Kuman penyebab trikomoniasis adalah
Trichomona vaginalis
• Chlamydia Trachomatis menyebabkan
limfogranuloma venereum yang ditandai adanya
pembesaran KGB inguinal yang disebut bubo
bertingkat
• Oxyluris Vermicularistdk menyebabkan adanya
vaginal discharge
• Neisseria Gonnorhea ditandai dgn adanya duh
tubuh purulent dgn pemeriksaan mikroskpik dapat
ditemukan diplokokus gram negatif
• Candida Albicanskeluhan gatal yang amat sangat,
bau duh tubuh asam dan tampak berwarnaputih
kekuningan spt susu basi
Trikomoniasis
• Infeksi saluran urogenital bagian bawah oleh Trichomonas vaginalis, bisa
bersifat akut/kronik, penularan biasanya melalui hubungan seksual (dapat
juga melalui pakaian atau karena berenang)
• Gejala klinis:
– Pada wanita:
• Sekret vagina seropurulen berwana kekuningan, kuning-hijau, berbau tidak enak, berbusa
• Dinding vagina kemerahan, terdapat abses yang tampak sebagai granulasi berwarna merah
(strawberry appearance), dispareunia, perdarahan pascakoitus, perdarahan intermenstrual
– Pada laki-laki: gambaran klinis lebih ringan, mirip uretritis nongonore
• Pemeriksaan:
– Sediaan basah : tropozoit bergerak aktif
– Pemeriksaan pewarnaan Giemsa
• Pengobatan:
– Topikal: cairan irigasi (H2O, asam laktat), supositoria/gel trikomoniasudal
– Sistemik: metronidazol (2x 500 mg selama 7 hari atau 2 g single dose),
tinidazol
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
TRIKOMONIASIS
• Oval, panjang 4-32 μm dan lebar 2,4-14,4 μm,
memiliki flagella; Tidak memiliki bentuk kista
• Discharge: Keputihan kuning-kehijauan, berbusa,
berbau busuk
• Gejala: Gatal, Dispareunia, Disuria
• Pemeriksaan mikroskopik: motile trichomonads
dan leukosit
• Kultur: media Diamond
• Ph 5-6
• Tanda khas: Strawberry cervix
• Terapi Metronidazole (PPK Perdoski 2017)
– 2 gram, dosis sekali minum (single dose; DOC CDC 2015)
– 500 mg 2 kali sehari selama 7 hari
– Dapat digunakan untuk kehamilan trimester berapapun
Vaginal Discharge
Patologi Candida Trikomonas BV Gonorre Chlamydia
Warna Putih seperti Kuning keabuan Kuning Non spesifik,
santan kehijauan keruh (pus) ada darah

Bau Asam Seperti ikan Amis, ikan Purulen mukopurulen


busuk
Serviks Bercak putih Strawberry Putih homogen, Edema Edema serviks,
menempel cervix melekat serviks rapuh
pada serviks
Px/ Pseudohifa, Parasit Clue cell Diplokokus PMN > 30/LPB
blastospora berflagel gram (-)
intrasel
Terapi

Habif T.P. Clinical Dermatology A Color Guide To Diagnosis and Therapy. Sixth edition. 2016
117
• Pasien laki-laki usia 20 tahun, keluhan utama
keluar nanah dari kemaluan
• Tidak ada nyeri tekan perut bagian bawah
• Pemeriksaan mikroskopis  banyak leukosit dan
neutrofil, tidak ditemukan bakteri.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  URETRITIS NON GONOKOK
JAWABAN:
A. URETRITIS NON GONOKOK
• Diagnosis pasien ini adalah Uretritis Non
Gonokok karena terdapat gejala:
– Pasien laki-laki keluar nanah dari kemaluan
– Tidak ada nyeri tekan perut bagian bawah
– Pemeriksaan mikroskopis  banyak leukosit
dan neutrofil, tidak ditemukan bakteri.
• Sistitis akut dan sistitis intersisialtidak dipilih
krn tidak terdapat keluhan saat BAK
(dysuria,anyang2an) dan pada PF tidak
ditemukan nyeri tekan perut bawah
• Uretritis gonokok  tidak dipilih karena pada
pemeriksaan tidak ditemukan bakteri
• Prostatitis akut terdapat keluhan nyeri pada
pelvis, dan keluhan saat berkemih, seperti
dysuria, frekuensi, retensi urin disertai dgn
gejala sistemik
Uretritis Non GO
• Merupakan inflamasi pada uretra yang disebabkan
oleh etiologi non-spesifik
• Sebagian besar kasus disebabkan oleh infeksi
Chlamydia trachomatis, Mycoplasma genitalium,
Ureaplasma urealyticum, Trichomonas vaginalis,
anaerobes, Herpes simplex virus (HSV) dan adenovirus
• Gejalanya berupa discharge, dysuria dan atau nyeri
pada uretra.
Diagnosis Uretritis Non GO
• Diagnosis pada kasus ini dibuat berdasarkan temuan duh
tubuh uretra yang mengindikasikan inflamasi namun
pemeriksaan gram tidak menunjukkan adanya kuman gram
negatif atau diplococcus
• Semua laki-laki yang terkonfirmasi memiliki penyakit ini harus
diuji untuk chlamydia dan gonorrhea
• Temuan lain yang menyokong diagnosis adalah ditemukannya
sel PMN pada urin atau MN jika penyebabnya infeksi virus
• Pewarnaan Gram:

 Tidak dijumpai kuman gram negatif atau diplococcus


Urethritis NonGO (NGU)
• Anamnesis Laki-laki: • Pemeriksaan klinis Laki-laki:
– Nyeri saat buang air kecil – Duh tubuh uretra spontan, atau
– Keluar duh tubuh uretra diperoleh dengan pengurutan/massage
– Bisa asimtomatik uretra
– Disuria
• Perempuan:
– Dapat asimtomatik
– Keputihan
– 70-95% asimtomatik
• Perempuan:
– Duh tubuh vagina
• Dapat terjadi komplikasi pada laki-
– Duh tubuh endoserviks mukopurulen
laki yaitu epididimitis, orkitis, dan
– Ektopia serviks disertai edema, serviks
infertilitas serta komplikasi pada rapuh, mudah berdarah
perempuan yaitu penyakit radang – Disuria, bila mengenai uretra
panggul, bartolinitis, infertilitas,
– 70-95% asimtomatik
perihepatitis (inflammation of the
liver capsule and adjacent
peritoneal surfaces).

PPK Perdoski. 2017


Pemeriksaan Penunjang
• Spesimen dari duh tubuh genital:
– Sediaan apus Gram:
• Jumlah leukosit PMN >5/LPB (laki-laki) atau >30/LPB
(perempuan)
• Tidak ditemukan etiologi spesifik
– Sediaanbasah: Tidak ditemukan Trichomonas vaginalis
– Tambahan: Pada infeksi chlamydia trachomatis,
dengan pewarnaan giemsa bisa didapatkan badan
inklusi intrasitoplasmik berwarna basofilik
• Untuk menentukan infeksi Chlamydia
trachomatis, bila memungkinkan, dilakukan
pemeriksaan cara:
– Nucleic Acid Amplification Test (NAAT)
PPK Perdoski. 2017
neutrophilic conjunctivitis and epithelial
cells with intra-cytoplasmic inclusion
bodies (marked with arrow) characteristic
of chlamydial infection.
Tatalaksana
• Obat pilihan:
– Azitromisin 1 gram per oral dosis tunggal (A,1) atau
– Doksisiklin 2x100 mg/hari, peroral selama 7 hari (A,1)
• Obat alternatif
– Eritromisin 4x500 mg/hari peroral selama 7 hari (A,1)
• Catatan: Doksisiklin tidak boleh diberikan pada
ibu hamil, menyusui, atau anak dibawah 12 tahun

PPK Perdoski. 2017


PPK PERDOSKI 2017
118
• Perempuan 25 tahun, keluhan tedapat banyak
keluar cairan dari kemaluan
• Laboratorium hasil gram negative, diplococcus

MEDIA PERTUMBUHAN…
DIAGNOSIS  URETRITIS GONOKOK
JAWABAN:
B. AGAR THAYER MARTIN
• Diagnosis pasien ini adalah Uretritis
Gonokok karena terdapat gejala:
– Perempuan 25 tahun, keluhan tedapat banyak
keluar cairan dari kemaluan
– Laboratorium hasil gram negative,
diplococcus
• Penyebab dari urethritis Gonokok adalah
Neisseria gonorrhea
• Media pertumbuhan untuk Neisseria
gonorrhea adalah agar Thayer martin
lebih spesifik untuk N. gonorrhea
• agar darah digunakan pada membedakan
bakteri yang dapat menghemolisis darah
• agar coklat dapat digunakan untuk
menumbuhkan N. gonorrhoea, namun tidak
spesifik, bakteri gram negative lain dapat
tumbuh juga, sehingga lebih dipilih agar Thayer
martin yang lebih spesifik
• agar Lowenstein-Jensendigunakan untuk
menumbuhkan Mycobacterium Tb
• agar Saborauduntuk menumbuhkan jamur
Gonorrhea
• Gonore IMS yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae
(N.gonorrhoeae) suatu kuman Gram negatif, berbentuk biji
kopi, terletak intrasel
Gejala klinis
• Laki-laki:
 Gatal pada ujung kemaluan
 Nyeri saat kencing
 Keluar duh tubuh berwarna putih atau kuning kehijauan
kental dari uretra
• Perempuan:
 Keputihan
 Atau asimtomatik
• Pada keduanya didapatkan adanya riwayat kontak seksual
sebelumnya (coitus suspectus).
PPK PERDOSKI 2017
Pemeriksaan Fisik Gonorrhea
• Laki-laki:
 Orifisium uretra hiperemis, edema, dan ektropion disertai disuria
 Duh tubuh uretra mukopurulen
 Infeksi rektum pada pria homoseksual dapat menimbulkan duh tubuh anal
atau nyeri/rasa tidak enak di anus/perianal
 Infeksi pada faring biasanya asimtomatik
• Perempuan:
 Seringkali asimtomatik
 Serviks hiperemis, edema, kadang ektropion
 Duh tubuh endoserviks mukopurulen
 Dapat disertai nyeri pelvis/perut bagian bawah
 Infeksi pada uretra dapat menyebabkan disuria
• Komplikasi
 Laki-laki: epididimitis, orkitis, dan infertilitas
 Perempuan: penyakit radang panggul, bartolinitis, dan infertilitas.

PPK PERDOSKI 2017


• Diagnosis :
– NAAT (nucleic acid amplification testing)  pemeriksaan pilihan untuk diagnosis mikrobiologi
– Pemeriksaan sediaan langsung dengan pewarnaan Gram  diplokokus gram negatif
intra/ekstraselular
– Kultur dengan Agar Thayer Martin  tetap penting periksa terutama untuk kecurigaan resistensi
– Tes oksidase  oksidase (+)

Media Kultur Kegunaan


Mc-Conkey Bersifat selektif dan diferensiasi. Untuk
menumbuhkan bakteri gram negatif dan
membedakan bakteri gram negatif yang
dapat memfermentasi laktosa dengan
yang tidak. Bakteri yang dapat
memfermentasi laktosamemunculkan
warna pink
TCBS (Thiosulfate- Media selektif untuk menumbuhkan
citrate-bile salts- Vibrio cholera dan jenis vibrio lainnya
sucrose)
Agar Darah Untuk membedakan bakteri berdasarkan
kemampuan menghemolisis darah
Saboroud Agar Menumbuhkan jamur dermatofita dan
jenis jamur lainnya
Thayer-Martin agar Untuk menumbuhkan Neisseria, yaitu
Neisseria gonorrhoe dan Neisseria
meningitidis
Tatalaksana Gonorrhea
• DOC: sefiksim 400 mg per oral, dosis tunggal
• Obat alternatif:
• Seftriakson 250 mg injeksi IM dosis tunggal
• Kanamisin 2 gram injeksi IM, dosis tunggal
• Jika sudah komplikasi bartolinitis, prostatitis:
 DOC: sefiksim 400 mg peroral selama 5 hari
 Obat alternatif:
 Levofloksasin 500 mg per oral 5 hari
 Kanamisin 2 gram injeksi intramuskular 3 hari
 Seftriakson 250 mg injeksi intramuskular 3 hari
• Infeksi gonokokus dan infeksi Chlamydia trachomatis hampir selalu
bersamaan  sebaiknya diberikan juga pengobatan untuk infeksi
Chlamydia.

PPK PERDOSKI 2017


119
• Pria, 20 tahun, keluhan bintik-bintik berair pada
wajah, sejak 2 hari yang lalu disertai demam.
• Awalnya pada daerah badan lalu ke tangan dan
wajah
• PF: papul dan vesikel diseluruh tubuh
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  VARISELLA
JAWABAN:
A. VARISELLA
• Diagnosis pasien ini adalah Varisella karena
terdapat gejala:
– Pria, 20 tahun, keluhan bintik-bintik berair
pada wajah, sejak 2 hari yang lalu disertai
demam.
– Awalnya pada daerah badan lalu ke tangan dan
wajah
– PF: papul dan vesikel diseluruh tubuh
• Herpes zoster vesikel hanya pada 1 sisi tubuh
dan sesuai dermatome, dgn keluhan sangat nyeri
dan panas
• Impetigo bullosagambaran berupa vesikobulosa
dgn lesi bula hipopion(bula kendur), diakibatkan
oleh infeksi S. aureus
• Dermatitis kontakdisebabkan adanya kontak dgn
benda iritan atau allergen, lesi terbatas pada
daerah yang terkena kontak (tidak seluruh tubuh)
• Veruka vulgariskelainan berupa papul berjonjot
Varicella (Chicken Pox)
• Infeksi akut oleh virus varicella zoster yang • Terapi Antivirus sistemik:
menyerang kulit dan mukosa – Antivirus dapat diberikan pada: anak,
• Transmisi secara aerogen dewasa, pasien yang tertular orang
• Gejala serumah, neonatus dari ibu yang menderita
– Masa inkubasi 14-21 hari varisela 2 hari sebelum sampai 4 hari
– Gejala prodromal: demam subfebris, malaise, sesudah melahirkan.
nyeri kepala
– Bermanfaat terutama bila diberikan <24
– Disusul erupsi berupa papul eritematosa 
vesikel tetesan air (tear drops)  pustul  jam setelah timbulnya erupsi kulit.
krusta – Asiklovir: dosis bayi/anak 4x10-20 mg/kg
– Predileksi: badan  menyebar secara (maksimal 800 mg/hari) selama 7 hari,
sentrifugal dewasa: 5x800 mg/hari selama 7 hari5 (A,1),
• Pemeriksaan atau
– Percobaan Tzanck ditemukan sel datia berinti – Valasiklovir: untuk dewasa 3x1 gram/hari
banyak
selama 7 hari.
• Terapi Topikal
– Lesi vesikular: diberi bedak agar vesikel tidak • Simtomatik: Antipiretik bila demam dan
pecah, dapat ditambahkan mentol 2% atau Antipruritus: antihistamin yang
antipruritus lain4
mempunyai efek sedatif9
– Vesikel yang sudah pecah/krusta: salep
antibiotik

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
120
• Laki-laki 28 tahun, keluhan luka di kemaluan
sejak seminggu.
• PF: luka dengan dasar bersih, dinding tidak
menggaung, kulit sekitar tidak terdapat tanda
peradangan akut

KUMAN PENYEBAB…
DIAGNOSIS  ULKUS DURUM
JAWABAN:
A. TREPONEMA PALLIDUM
• Diagnosis pasien ini adalah Ulkus durum
karena terdapat gejala:
– luka di kemaluan sejak seminggu.
– PF: luka dengan dasar bersih, dinding tidak
menggaung, kulit sekitar tidak terdapat tanda
peradangan akut
• Kuman penyebab ulkus durum adalah
Treponema pallidum
• Nisseria gonorheapenyebab dari GO, ditandai
dengan duh tubuh purulent, dan ditemukan
diplokokus gram negatif
• Trichomonas vaginalis penyebab trikomoniasus,
ditandai dgn duh tubuh berwarna kuning
kehijauan, perih dan menyebabkan servisitis dgn
penampakan strawberry appearance
• Clamidya trachomatispenyebab dari
limfogranuloma venereum, ditandai dgn adanya
pembesaran KGB inguinal yang disebut dgn bubo
bertingkat
• Gardnella vaginalis penyebab dari bacterial
vaginosis, ditandai dgn adanya duh tubuh yang
basa, whiff test positif dan ditemukan clue cell
Treponema palidum
• Stadium:
– Primary Syphilis: ulkus durum (dasar bersih dan tidak nyeri)
– Secondary Syphilis : Lesi kulit (luka yang muncul selain pada alat
kelamin juga ditemukan pada tangan, kaki dan muka). Selain luka,
penderita juga mengalami demam, perasaan lelah dan pembengkakan
alat kelamin.
– Latent Syphilis: tidak ditemukan gejala fisik sama sekali.
– Late Syphilis: Syphilis telah menyerang organ-organ dalam tubuh
manusia seperti jantung, otak, dan sumsum tulang belakang.
• Pemeriksaan : VDRL TPHA
• Pemeriksaan mikroskop
– mikroskop lapangan gelap melihat pergerakkan Treponema
– Pewarnaan Burri (tinta hitam)  tidak adanya pergerakan Treponema
(T. pallidum telah mati)  kuman berwarna jernih dikelilingi oleh
lapangan yang berwarna hitam.
Ulkus Genital pada IMS
Ulkus Durum Ulkus Mole (Chancroid)
• Treponema pallidum (spiral) • Haemophilus ducreyi
• Dasar bersih (kokobasil, gram negatif)
• Tidak nyeri (indolen) • Dasar kotor, mudah berdarah
• Sekitar ulkus keras (indurasi) • Nyeri tekan
• Soliter • Lunak
• Multipel
• Tepi ulkus menggaung
Pemeriksaan Penunjang Ulkus Kelamin

SIFILIS CANCHROID
• Lapang pandang gelap  • Pewarnaan Gram: kokobasil,
bakteri berbentuk spiral gram negatif, “school of
• TSS (Tes serologis Sifilis): fish”)
VDRL & TPHA
121
• Perempuan, 25 tahun, keluhan adanya benjolan
di kemaluan seperti jengger ayam
• PF: benjolan dengan ukuran lentikuler, numular,
tidak gatal dan tidak nyeri, bertangkai di labia
mayor dan minor

PENYEBAB…
DIAGNOSIS  KONDILOMA AKUMINATA
JAWABAN:
D. HPV
• Diagnosis pasien ini adalah Kondiloma
akuminata karena terdapat gejala:
– keluhan adanya benjolan di kemaluan seperti
jengger ayam
– PF: benjolan dengan ukuran lentikuler,
numular, tidak gatal dan tidak nyeri, bertangkai
di labia mayor dan minor
• Penyebab Kondiloma akuminata adalah
HPV
• Nisseria gonorheapenyebab dari GO, ditandai
dengan duh tubuh purulent, dan ditemukan
diplokokus gram negatif
• Trichomonas vaginalis penyebab trikomoniasus,
ditandai dgn duh tubuh berwarna kuning
kehijauan, perih dan menyebabkan servisitis dgn
penampakan strawberry appearance
• Clamidya trachomatispenyebab dari
limfogranuloma venereum, ditandai dgn adanya
pembesaran KGB inguinal yang disebut dgn bubo
bertingkat
• Gardnella vaginalis penyebab dari bacterial
vaginosis, ditandai dgn adanya duh tubuh yang
basa, whiff test positif dan ditemukan clue cell
Kondiloma Akuminata
• Genital warts / “jengger ayam”
• Infeksi HPV  fibroepitelioma kulit
dan mukosa  berupa vegetasi
bertangkai dengan permukaan
berjonjot tersebar kosmopolit.
• Penularan kontak kulit
• Faktor risiko: Fluor albus, laki-laki
tidak disirkumsisi, higienitas kurang
• Predileksi:
– Laki-laki: perineum, sekitar anus,
sulkus koronarius, glans, OUR,
frenulum, korpus
– Perempuan: vulva, vagina, porsio uteri
Ghadishah D. Condyloma acuminatum. Emedicine. 2018.
Menaldi SL, Bramono K. Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. 2014.
Kondiloma Akuminata
Manifestasi KA
• Bentuk akuminata  daerah lipatan lembab,
vegetasi bertangkai dan papilomatosa
(berjonjot), awalnya kemerahan lalu kehitaman,
kutil bersatu seperti kembang kol
• Bentuk papul  daerah keratinisasi sempurna
(korpus penis, vulva lateral, perianal,
perineum), papul halus licin tersebar diskret
• Bentuk datar  makula atau tak tampak
kelainan, baru tampak dengan asam asetat atau
kolposkopi
• Keganasan:
– Giant condyloma Buschke-Lowenstein 
vegetasi besar
– Papulosis Bowenoid  likenoid warna
coklat kemerahan Ghadishah D. Condyloma acuminatum. Emedicine. 2018.
Menaldi SL, Bramono K. Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. 2014.
Pemeriksaan Penunjang IMS ec
Penyakit Pemeriksaan
Virus Gambaran

Herpes Simpleks • Tzank Test: Multinucleated


giant cells
• Cytopathiceffect (+)

Genital Warts • Tzank Test: Koilosit


• Cytopathic effect (+)

MolluskumKontagiosum • Tzank Test: Badan inklusi


intrasitoplasma
• Cytopathiceffect (+)
Kondiloma Akuminata
• Pemeriksaan:
– Tes asam asetat 5%  warna lesi acetowhite
– Kolposkopi
– Histopatologi  gambaran papilomatosis, akantosis, pemenjangan
dan penebalan rete ridges, parakeratosis, dan koisilositosis
• Tata Laksana:
– Kemoterapi:
• podofilin 25%  lesi permukaan verukosa, tidak boleh pada
hamil&menyusui serta lesi luas
• podofilotoksin 0,5%  tidak boleh pada hamil
• asam triklorasetat 80-90%  lesi genital eksterna, serviks, dan di dalam
anus, boleh hamil
– Krioterapi  lesi genital eksterna, vagina, serviks, meatus uretra,
dan di dalam anus
– Imunoterapi  krim imiquimod bila lesi luas dan resisten
– Pembedahan:
• Elektrokauterisasi  lesi anogenital, terutama ukuran besar
• Bedah skalpel  eksisi  lesi sangat besar sehingga menimbulkan
obstruksi atau tidak dapat dilakukan terapi lain Ghadishah D. Condyloma
acuminatum. Emedicine. 2018.
• Bedah laser CO2  lesi anogenital, vagina, serviks, lesi besar Kutil Anogenital. Perdoski.
2017.
122
• Bayi laki-laki berusia 4 bulan, keluhan di kulit
pasien muncul bintik-bintik kemerahan di lipat
leher, dada dan punggung.
• Bayi menjadi rewel dan ingin menggaruk.
• PF: lesi multipel berupa papul milier kemerahan
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  MILIARIA
JAWABAN:
C. MILIARIA
• Diagnosis pasien ini adalah Miliaria karena
terdapat gejala:
– Bayi laki-laki berusia 4 bulan, keluhan di kulit
pasien muncul bintik-bintik kemerahan di lipat
leher, dada dan punggung.
– Bayi menjadi rewel dan ingin menggaruk.
– PF: lesi multipel berupa papul milier
kemerahan
• Folikulitis pioderma pada folikel rambut
• Milia Bintik-bitnik putih yang muncul akibat
adanya keratin yang terjebak dibawah
permukaan kulit, biasanya pada wajah dan pada
bayi baru lahir
• Steatokistomaditandai dengan munculnya
banyak kista dermal yang berasal dari kelenjar
sebum, biasanya pada saat pubertas
• Trikoepiteliomatumor jinak dari folikel
rambut, dapat muncul single atau multiple, di
wajah dan setelah pubertas
Miliaria
• Penyumbatan pada kelenjar keringat akibat peningkatan kelembaban dan panas
serta oklusi kulit
MILIARIA PATOFISIOLOGI KLINIS
Miliaria • penyumbatan terjadi di stratum korneum (superfisial)
kristalina • vesikel miliar (1-2 mm) subkorneal, tanpa tanda radang,
(sudamina) mudah pecah dan deskuamasi dalam beberapa hari.
• Neonatus < 2 minggu atau dewasa dengan demam
Miliaria • penyumbatan di epidermis (stratum spinosum/mid-
rubra epidermis)  papul eritematosa yang gatal
(prickly • merupakan jenis tersering, vesikel miliar atau papulovesikel
heat) di atas dasar eritematosa, tersebar diskret.
• Bila papul menjadi pustul  miliaria pustulosa
• Neonatus usia 1-3 minggu dan dewasa di lingkungan lembab
Miliaria • Obstruksi duktus terjadi di dermal-epidermal junction 
profunda papul sewarna kulit
• merupakan kelanjutan miliaria rubra, berbentuk papul
putih, tanpa tanda radang
• Dewasa di iklim tropis atau terkena miliaria rubra berulang
Miliaria • Di Stratum spinosum/mid-epidermis
pustulosa • Terjadi infeksi sekunder sehingga muncul pustul
Miliaria Kristalina
• Pada miliaria kristallina, obstruksi bersifat sangat superfisial di
stratum korneum, menghasilkan vesikel jernih kecil yang mudah
pecah. Biasa tidak gatal. Lebih sering pada bayi

Textbook of Dermatology. 6th ed


Medline.Gov
Miliaria Rubra
• Pada miliaria rubra, terjadi obstruksi epidermis bagian
dalam dan menghasilkan papul eritematosa yang sangat
gatal. Miliaria Rubra dapat menjadi Miliaria Pustulosa

Miliaria Rubra Miliaria Pustulosa


Textbook of Dermatology. 6th ed
Medline.Gov
Miliaria Profunda
• Pada miliaria profunda, obstruksi ductus terjadi pada perbatasan
dermis dan epidermis. Keringat masuk ke dermis papiler dan
menghasilkan papul sewarna kulit dan dapat bersifat asimptomatik.

Textbook of Dermatology. 6th ed


Medline.Gov
123
• Laki-laki, tidak sadar, panas tinggi bersifat naik
turun, disertai keringat dingin dan menggigil.
• Hb 9, leukosit 13.000.
• Pemeriksaan darah tepi: Plasmodium dengan
‘’Sausage Shape’’
JENIS MALARIA…
DIAGNOSIS  MALARIA BERAT
JAWABAN:
A. MALARIA FALSIPARUM
• Diagnosis pasien ini adalah Malaria berat
karena terdapat gejala:
– Penurunan kesadaran, panas tinggi bersifat
naik turun, disertai keringat dingin dan
menggigil.
– Anemia (Hb 9), leukosit 13.000.
– Pemeriksaan darah tepi: Plasmodium dengan
‘’Sausage Shape’’
• Malaria yang dapatr menyebabkan malaria
berat dan plasmodium sausage shape
adalah Malaria falsiparum
• Malaria ovale dan malaria vivax tidak
menyebabkan malaria berat, morfologi:
terdapat schuffner dots
• Malaria duplextidak ada istilah ini
• Malaria MalariaeMorfologi: band form
Klasifikasi Malaria
Jenis Malaria Etiologi Keterangan
Malaria Falciparum / Plasmodium falciparum Periode tidak panas tiap 12
malaria tropikana jam, demam muncul tiap 24,
36 atau 48 jam
Malaria ovale / tertiana Plasmodium ovale • Terutama di daerah Afrika,
sifatnya ringan dan self
limiting
• Tidak panas tiap 36 jam,
demam muncul tiap 48 jam
Malaria vivax / tertiana Plasmodium vivax Tidak panas tiap 36 jam,
demam muncul tiap 48 jam

Malaria malariae / Plasmodium malariae Tidak panas selama 60 jam,


quartana demam muncul tiap 72 jam
Malaria knowlesi Plasmodium knowlesi Parasit malaria terutama di
monyet, dapat menginfeksi
manusia juga
Malaria Berat
Kriteria laboratorium malaria berat:
• Hipoglikemi (gula darah <40 mg%)
• Asidosis metabolik (bikarbonat plasma <15 mmol/L).
• Anemia berat (Hb <5 gr% untuk endemis tinggi, <7gr% untuk endemis
sedang-rendah), pada dewasa, Hb<7gr% atau hematokrit
<15%)
• Hiperparasitemia (parasit >2 % eritrosit atau 100.000 parasit /μL di
daerah endemis rendah atau > 5% eritrosit atau 100.0000 parasit
/μl di daerah endemis tinggi) 5
• Hiperlaktemia (asam laktat >5 mmol/L)
• Hemoglobinuria
• Gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >3 mg%)
Cerebral Malaria

• Possible cause:
• Binding of
parasitized red cells
in cerebral capillaries
→ sekuestrasi →
severe malaria
•  permeability of the
blood brain barrier
• Excessive induction
ofcytokines

http://www.microbiol.unimelb.edu.au
Tatalaksana malaria berat di Faskes Rawat
• Artesunat intravena merupakan pilihan utama. Jika
tidak tersedia dapat diberikan kina drip.
• Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60
mg serbuk kering asam artesunik dan pelarut dalam
ampul yang berisi natrium bikarbonat 5%.
• Keduanya dicampur kemudian diencerkan dengan
Dextrose 5% atau NaCL 0,9% sebanyak 5 ml sehingga
didapat konsentrasi 60 mg/6ml (10mg/ml). Obat
diberikan secara bolus perlahan-lahan.
• Artesunat diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgbb
intravena sebanyak 3 kali jam ke 0, 12, 24. Selanjutnya
diberikan 2,4 mg/kgbb intravena setiap 24 jam sehari
sampai penderita mampu minum obat.
124
• Laki-laki, keluhan kulit melepuh yang dialami setelah
minum obat.
• PF: tampak vesikel dan bula berukuran 2-3 cm yang
mudah pecah dan erosi yang meliputi >30% luas
permukaan tubuh, disertai bibir erosi kehitaman

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  NET
JAWABAN:
C. NET
• Diagnosis pasien ini adalah NET karena
terdapat gejala:
– Laki-laki, keluhan kulit melepuh yang dialami
setelah minum obat.
– PF: tampak vesikel dan bula berukuran 2-3 cm
yang mudah pecah dan erosi (epidermolysis)
yang meliputi >30% luas permukaan tubuh,
disertai bibir erosi kehitaman
• Dermatitis kontak iritan, Dermatitis kontak
alergi, Pemfigustidak berhubungan minum
obat
• SJS epidermolysis yang terjadi < dari 10% luas
permukaan tubuh
Erupsi Obat Alergi: Klasifikasi
• EOA ringan • EOA berat
– Urtikaria dengan atau – Pustular eksantema
tanpa angioedema generalisata akut (PEGA)
– Erupsi eksantematosa – Eritroderma
– Dermatitis medikamentosa – Sindrom Stevens-Johnson
– Erupsi purpurik (SSJ)
– Eksantema fikstum (fixed – Nekrolisis epidermal
drug eruption/FDE) toksik (NET) atau sindrom
– Eritema nodosum Lyell
– Eritema multiforme – Drug Reaction with
Eosinophilia and Systemic
– Lupus eritematosus Symptoms (DRESS)
– Erupsi likenoid
PPK PERDOSKI 2017
Nekrolisis epidermal
• Nekrolisis epidermal mencakup Sindrom Stevens-
Johnson (SSJ) dan Nekrolisis Epidermal Toksik (NET).
• Merupakan reaksi mukokutaneus yang mengancam
jiwa.
• Ditandai dengan nekrosis dan pelepasan epidermis
yang ekstensif.
• Kedua kondisi ini digolongkan sebagai varian keparahan
dari proses yang serupa, karena adanya kesamaan
temuan klinis dan histopatologis.
• Perbedaan terdapat pada keparahan yang ditentukan
berdasarkan luas area permukaan kulit yang terkena
PPK Perdoski 2017
Nekrolisis epidermal
• Penyebab terpenting adalah
penggunaan obat.
• Jangka waktu dari pemberian
obat sampai timbul kelainan
kulit: segera, beberapa saat
atau jam atau hari atau hingga
8 minggu.
Kriteria:
• SSJ dan NET ditandai dengan - SSJ (<10% luas
permukaan tubuh),
keterlibatan kulit dan - SSJ overlap NET (10-
membran mukosa. 30%)
- NET (>30%)

PPK Perdoski 2017


Nekrolisis epidermal
• Kelainan kulit yaitu: eritema, vesikel, papul, erosi, eskoriasi,
krusta kehitaman, kadang purpura, dan epidermolisis.
• Tanda Nikolsky positif pada kedua tipe ini.
• Kelainan mukosa (setidaknya pada dua tempat): biasanya
dimulai dengan eritema, erosi dan nyeri pada mukosa oral,
mata dan genital.
• Kelainan mata berupa konjungtivitis kataralis, purulenta, atau
ulkus.
• Kelainan mukosa oral berupa erosi hemoragik, nyeri yang
tertutup pseudomembran putih keabuan dan krusta.
• Kelainan genital berupa erosi yang dapat menyebabkan
sinekia (perlekatan).
• Gejala ekstrakutaneus: demam, nyeri dan lemah badan,
keterlibatan organ dalam
PPK Perdoski 2017
Manifestasi Klinis

A. Early eruption. Erythematous


dusky red macules (flat atypical
target lesions) that progressively
coalesce and show epidermal
detachment.

B. Early presentation with


vesicles and blisters, note the
dusky color of blister roofs,
strongly suggesting necrosis of
the epidermis.

C. Advanced eruption. Blisters


and epidermal detachment have
led to large confluent erosions.

D. Full-blown epidermal
necrolysis characterized by large
erosive areas reminiscent of
scalding.
SSJ vs TEN
Clinical Features that Distinguish SJS, SJS-TEN Overlap, and TEN

Clinical entitiy SJS SJS-TEN overlap TEN


Primary lesions • Dusky red • Dusky red • Poorly
lesion lesions delineated
• Flat • Flat atypical erythematous
atypical targets plaques
targets • Epidermal
detachment
• Dusky red
lesions
• Flat atypical
targets
Distribution • Isolated • Isolated lesions • Isolated
lesions • Confluence (++) lesions (rare)
• Confluenc on face and • Confluence
e (+) on trunk (+++) on face,
face and trunk, and
trunk elsewhere
Mucosal Yes Yes Yes
involvement
Systemic Usually Always Always
symptoms
Detachment (% < 10 10-30 >30
body surface
Harr T, French LE. Toxice Epidermal Necrolysis and Steven-Johnson area)
Syndrome. Oprhanet Journal of Rare Disease. 2010.
Tatalaksana
• Topikal
– mencegah kulit terlepas lebih banyak, infeksi mikroorganisme, dan
mempercepat reepitelialisasi:
• Dapat diberikan pelembab berminyak seperti 50% gel petroleum dengan 50% cairan
parafin.
• Sistemik:
- Kortikosteroid sistemik: deksametason intravena dengan dosis setara
prednisone
 1-4 mg/kgBB/hari untuk SSJ.
 3-4 mg/kgBB/hari untuk SSJ-NET
 4-6 mg/kgBB/hari untuk NET.
- Analgesik
• Pilihan lain:
- Intravenous immunoglobulin (IVIg) dosis tinggi dapat diberikan segera
setelah pasien didiagnosis NET dengan dosis 1 g/kgBB/hari selama 3 hari
• Kombinasi IVIg dengan kortikosteroid sistemik dapat mempersingkat waktu
penyembuhan, tetapi tidak menurunkan angka mortalitas.
• Antibiotik sistemik sesuai indikasi
PPK Perdoski 2017
Tatalaksana

PPK Perdoski 2017


125
• Laki-laki,14 tahun, gatal disela jari tangan, terutama
malam hari
• Ada 3 saudara serumah yang memiliki sakit yang sama
• Pemeriksaan dermatologi: papul, eritem, hiperpigmentasi
disela jari tangan, pergelangan dan penis.

TINDAKAN PENCEGAHAN KEKAMBUHAN…


DIAGNOSIS  SKABIES
JAWABAN:
C. MENGOBATI SAUDARA PASIEN SEKALIAN
• Diagnosis pasien ini adalah Skabies karena
terdapat gejala cardinal skabies:
– Gatal di malam hari
– Ada 3 saudara serumah yang memiliki sakit
yang sama
– Pemeriksaan dermatologi: papul, eritem,
hiperpigmentasi disela jari tangan, pergelangan
dan penis (predileksi scabies)
• Untuk mencegah kekambuhan dari scabies,
maka 3 saudara yang serumah harus
diobati di saat yang sama
• PILIHAN JAWABAN LAIN TIDAK TEPAT
Scabies
• Penyakit kulit akibat infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei
var. hominis
• Termasuk dalam infeksi menular seksual
• Transmisi: langsung (skin to skin) dan tidak langsung
• Diagnosis perkiraan (presumtif)1-3 apabila ditemukan trias:
 Lesi kulit pada daerah predileksi.
• Lesi kulit: terowongan (kunikulus) berbentuk garis lurus atau berkelok, warna putih
atau abu-abu dengan ujung papul atau vesikel. Apabila terjadi infeksi sekunder
timbul pustul atau nodul.
• Daerah predileksi pada tempat dengan stratum korneum tipis, yaitu: sela jari
tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak, areola
mamae, umbilikus, bokong, genitalia eksterna, dan perut bagian bawah. Pada bayi
dapat mengenai wajah, skalp, telapak tangan dan telapak kaki.
 Gatal terutama pada malam hari (pruritus nocturnal).
 Terdapat riwayat sakit serupa dalam satu rumah/kontak.
• Diagnosis pasti apabila ditemukan: tungau, larva, telur atau kotorannya
melalui pemeriksaan penunjang (mikroskopis).
• Terdapat 2 tipe, yaitu Classic Scabies dan Crusted (Norwegian) Scabies

PERDOSKI 2017
Temuan klinis

• Kanalikuli

• Sarcoptes scabiei
Prinsip Tatalaksana
• Classic Scabies
- DOC: Permethrine cream 5% (anak usia<2 bulan tidak boleh) dioleskan
pada kulit dan didiamkan selama 8 jam.
- Krim lindane 1% dioleskan pada kulit dan dibiarkan selama 8 jam. Tidak
boleh digunakan pada bayi, anak kecil, dan ibu hamil.
- Salep sulfur 5-10%, dioleskan selama 8 jam, 3 malam berturut-turut.
- Krim krotamiton 10% dioleskan selama 8 jam pada hari ke-1,2,3, dan 8.
- Emulsi benzil benzoat 10% dioleskan selama 24 jam penuh

PPK PERDOSKI 2017


Algoritma Skabies
(PERDOSKI 2017)
126
• Perempuan 30 tahun keluhan bercak merah di
dada, perut dan punggung dan gatal dijumpai.
• PF: makula eritem oval dengan sumbu panjang
sesuai garis kulit dan dijumpai skuama kolerat
pada permukaan lesi

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  PTIRIASIS ROSEA
JAWABAN:
D. PTIRIASIS ROSEA
• Diagnosis pasien ini adalah Ptiriasis Rosea
karena terdapat gejala :
– Perempuan 30 tahun keluhan bercak merah di
dada, perut dan punggung dan gatal dijumpai.
– PF: makula eritem oval dengan sumbu panjang
sesuai garis kulit (pola pohon Cemara terbalik)
dan dijumpai skuama kolerat pada permukaan
lesi
• Dermatitis seborrhoikKelainan yang terjadi pada
area kulit yang banyak kelenjar sebasea,
manifestasi berupa lesi eritematosa, berbatas
tegas, dengan skuama berminyak
• Ptiriasis versicoloradanya macula
hipopigmentasi dgn skuama halus, dapat disertai
gatal, disebabkan oleh Malasezzia furfur.
• Ptiriasis vulgaristidak ada istilah ini
• Psoriasi pustulosa salah satu jenis Psoriasis yang
ditandai dgn adanya pustul berwarna putih (bula
steril) dikelilingi dasar kemerahan, paling sering
muncul di tangan dan kaki
Pitiriasis Rosea
• Etiologi: tidak jelas, diduga virus karena self limiting
• Gejala klinis:
1. Gatal ringan
2. Pitiriasis (skuama halus)
3. Lesi khas Lesi yang pertama muncul:
Herald Patch

• Lokasi di badan
• Soliter
• Oval dan annular
• Diameter ± 3 cm
• Lesi eritema dan skuama halus di pinggirnya
(skuama kolaret)
• Gambaran lesi seperti lesi pertama
hanya lebih kecil dan semakin banyak
• Susunan sejajar costae seperti pohon
cemara terbalik
• Timbul serentak atau dalam beberapa
hari 4-10 hari setelah lesi pertama:
• Predileksi: badan, lengan atas
proksimal, dan paha atasseperti
Pohon cemara terbalik
pakaian renang wanita jaman dahulu Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI
Ptiriasis Rosea: Tatalaksana
• Umumnya dapat sembuh spontan
• Topikal (bila gatal mengganggu):
– Larutan anti pruritus seperti calamine lotion (B1)
– Kortikosteroid topikal (C3)
• Sistemik:
– Apabila gatal mengganggu: antihistamin misalnya setirizin 1x10 mg p.o (B1)
– Kortikosteroid sistemik (C3)
– Eritromisin oral 4x250 mg selama 14 hari (A1)  walau grade A1 berdasarkan
1 systematic review dan 1 RCT (subyek sedikit), penelitian lanjutan (clinical
trial tanpa blinding dengan subyek yang lebih banyak) tidak menemukan
adanya perbedaan  conflicting findings,
– Asiklovir 3x400 mg p.o selama 7 hari (indikasi bila awal perjalanan penyakit
disertai flu-like symptoms atau keterlibatan kulit yang luas) (B1)  tidak rutin
disarankan dan data penelitian terbatas
– Fototerapi: narrowband UV-B dengan dosis tetap sebesar 250 mJ/cm3 (B1) 
tidak rutin disarankan dan data penelitian terbatas

Studberg DL, et al. Pityriasis Rosea. American Family Physician. 2004 Jan 1;69(1):87-91
http://emedicine.medscape.com/article/1107532-treatment#d8 | Uptodate 2019
127
• Perempuan berusia 35 tahun, keluhan rambut
berketombe dan dijumpai bercak putih disertai gatal pada
ketiak, lipat paha dan lipat dada
• PF: lesi makula eritem dan skuama piriformis kekuningan
pemeriksaan dengan kertas sigaret hasil (+).

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  DERMATITIS SEBOROIK
JAWABAN:
E. DERMATITIS SEBOROIK
• Diagnosis pasien ini adalah Dermatitis
Seboroik karena terdapat gejala :
– rambut berketombe dan dijumpai bercak putih
disertai gatal pada ketiak, lipat paha dan lipat
dada
– PF: lesi makula eritem dan skuama piriformis
kekuningan pemeriksaan dengan kertas sigaret
hasil (+)menandakan bahwa skuamanya
berminyak
• Eritroderma  Penyakit inflamasi kulit yang
ditandai dgn adanya kemerahan (eritema)dan
skuama pada hampir seluruh kulit
• Psoriasis inversa  Jenis psoriasis yang ditandai
dgn Lesi berwarna merah, pada lipatan kulit,
Tampak licin dan mengkilat
• Psoriasis Vulgaris  sebabkan kondisi plak
disertai skuama berlapis lapis serta lesi kronik.
• Pityriasis rosea  gatal pada lesi dengan
skuama halus, serta lesi khas awal Herald Patch
Dermatitis seboroik
• Definisi: Kelainan kulit papuloskuamosa kronis yang umum dijumpai
pada anak dan dewasa
• Kondisi kulit kronik, bisa terjadi pada semua usia, ada
kecenderungan kambuh dan hilang spontan
• Terjadi pada area kulit yang banyak kelenjar sebasea, manifestasi
berupa lesi eritematosa, berbatas tegas, dengan skuama berminyak
• Seborrhoeic dermatitis has been reported to be associated with
several conditions, including HIV (Gupta & Bluhm,
2004; Mastrolonardo et al., 2003; Maietta et al., 1990). In HIV-
infected patients the prevalence is much higher and occurs early in
the course of HIV disease (Wiwanitkit, 2004), with a mean CD4
count at presentation of higher than 400. The presentation can also
be much more severe and/or diffuse
Manifestasi Klinis
Predileksi: ditemukan pada area kulit yang memiliki banyak kelenjar sebasea
seperti wajah, kulit kepala, telinga, tubuh bagian atas dan fleksura (inguinal,
inframammae, dan aksila)
• Klinis:
– Pada bayi biasanya terjadi pada 3 bulan pertama kehidupan. Sering disebut cradle
cap. Keluhan utama biasanya berupa sisik kekuningan yang berminyak dan
umumnya tidak gatal.
– Pada anak dan dewasa, biasanya yang menjadi keluhan utama adalah kemerahan
dan sisik di kulit kepala, lipatan nasolabial, alis mata, area post aurikula, dahi dan
dada. Area kulit yang kemerahan biasanya gatal.
– Pasien juga dapat mengeluhkan ketombe (Pitiriasis sika). Keluhan dapat memburuk
jika terdapat stressor atau cuaca dingin.
• Untuk singkirkan infeksi jamur bila ragu  kerokan kulit dengan pewarnaan
KOH

PERDOSKI 2017
Dermatitis Seboroik

Fakto Risiko
• Hormonal
• Malassezia sp. pada kulit
• Kekurangan nutrisi
• Genetik
128
• Perempuan, 30 tahun, keluhan gatal pada kulit
punggung tangan sejak 6 hari yang lalu
• Pasien berkebun tanpa menggunakan sarung tangan
• PF: papul eritema berkonfluen dengan gambaran
linear dan berkelok-kelok sepanjang 5 cm.

ORGANISME PENYEBAB…
DIAGNOSIS  CREEPING ERUPTION
JAWABAN:
A. ANCYLOSTOMA BRAZILIENSIS
• Diagnosis pasien ini adalah Creeping eruption
karena terdapat gejala :
– gatal pada kulit punggung tangan setelahberkebun
tanpa menggunakan sarung tangan
– PF: papul eritema berkonfluen dengan gambaran
linear dan berkelok-kelok sepanjang 5 cm.
• Creeping eruption disebabkan oleh
Ancylostoma caninum dan Ancylostoma
braziliensis
• Yang terdapat di pilihan jawaban adalah A.
Ancylostoma braziliensis
• Oxyuris vermicularisditandai dgn gatal
perianal terutama saat malah hari
• Trichuris trichiuradapat menyebabkan
prolapse rekti
• Toxocara canissebagian besar asimptomatik,
namun dapat menyebabkan visceral larva
migrans dan ocular larva migrans
• Necator americanusmenyebabkan anemia,
factor risikonya adalah tidak memakai alas kaki
saat berkebun atau bertani
Cutaneus larva Etiologi: Ancylostoma braziliense dan
Ancylostoma caninum

migrans
Dalam 5-10 hari jadi
filariform
Ke manusia hanya bisa
menginfeksi kulit

Berkembangbiaknya di hewan

Menetas dalam 1-2 hari

Telur di tanah

Faktor resiko: TIDAK MEMAKAI ALAS KAKI, atau


berhubungan dengan tanah dan pasir (tentara,
petani, anak-anak bermain tanpa alas kaki)
A. caninum dan A. braziliense
• Kedua cacing ini termasuk dalam hookworm, satu keluarga dengan
Ancylostoma duodenale dan Necator americanus.
• Akan tetapi, A. caninum dan A. braziliense tidak menimbulkan gejala seberat
A. duodenale maupun necator.
• Kedua cacing ini mempenetrasi kulit dan biasanya hanya menyebabkan lesi
kulit serpiginosa.
• Ancylostoma caninum mempunyai tiga pasang gigi, sedangkan Ancylostoma
braziliense kapsul bukalnya memanjang dan berisi dua pasang gigi sentral
• A. caninum dapat menyebabkan manifestasi lebih jauh berupa infeksi pada
saluran cerna yang menimbulkan suatu enteritis eosinofilik dan dapat
menginvasi mata sehingga menimbulkan diffuse unilateral subacute
neuroretinitis.
• Ancylostoma braziliense endemik pada anjing dan kucing
– sering ditemukan di sepanjang Pantai Atlantik Amerika Utara bagian tenggara,
Teluk Meksiko, Laut Karibia, Uruguay, Afrika (Afrika Selatan, Somalia, Republik
Kongo, Sierra Leone), Australia, dan Asia
Manifestasi klinis
– Lesi kulit biasanya muncul dalam 1-5 hari setelah
pajanan berupa plak eritematosa, vesikular berbentuk
linear dan serpiginosa.
– Lebar lesi kira-kira 3 mm dengan panjang 15-20 cm.
Lesi dapat tunggal atau multipel yang terasa gatal
bahkan nyeri.
– Predileksi kelainan ini pada kaki dan bokong.
– Karena infeksi ini memicu reaksi inflamasi eosinofilik,
pada beberapa pasien dapat disertai dengan wheezing,
urtikaria, dan batuk kering

PPK PERDOSKI 2017


Gejala dan temuan klinis
Larva masuk ke kulit

Gejala:
1. Peradangan berbentuk Lesi serpiginosa
- linear
- berkelok-kelok
- menimbul
- Progresif
2. Gatal di malam hari
• Terapi
• DOC: Tiabendazole  sediaan oral sudah ditarik dari peredaran dipilih sediaan
krim atau lotion 15% 2-3x/hari selama 5 hari
• Alernatif: Albendazole 1x400 mg selama 3 hari, Cryotherapy, Kloretil
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 125-126
PPK PERDOSKI 2017
129
• Laki-laki berusia 15 tahun, keluhan gatal pada
paha kanan dan kiri sejak 2 minggu yang lalu
• malas ganti baju
• PF: lesi berdiameter 2 cm pada paha dalam, tepi
eritem, tengah tenang.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  TINEA CRURIS
JAWABAN:
B. TINEA CRURIS
• Diagnosis pasien ini adalah Tinea Cruris
karena terdapat gejala :
– gatal pada paha kanan dan kiri sejak 2 minggu
yang lalu
– Higiene buruk
– PF: lesi berdiameter 2 cm pada paha dalam,
tepi eritem, tengah tenang (central healing)
• Psoriasis sebabkan kondisi plak disertai
skuama berlapis lapis serta lesi kronik
• Ptiriasis versicolor adanya macula
hipopigmentasi dgn skuama halus, dapat
disertai gatal, disebabkan oleh Malasezzia
furfur.
• Dermatitis kontakdisebabkan adanya kontak
dgn benda iritan (DKI) atau allergen (DKA), lesi
terbatas pada daerah yang terkena kontak
(tidak seluruh tubuh)
Tinea Kruris
• Penyebab tersering: T. rubrum.
• Sedangkan untuk spesies lain yang juga sering
menjadi penyebab adalah
E.floccosum and T.interdigitale (dulu dikenal
sebagai T. mentagrophytes)
• Gejala : Ruam kemerahan yang gatal di paha
bagian atas dan inguinal.
• Pemeriksaan fisik :
Lesi serupa tinea korporis berupa plak anular
berbatas tegas dengan tepi meninggi yang
dapat pula disertai papul dan vesikel.
Predileksi: inguinal, dapat meluas ke
suprapubis, perineum, perianal dan bokong.
Sering disertai gatal dengan maserasi atau
infeksi sekunder
• Pemeriksaan KOH akan menunjukkan adanya
hifa yang bersegmentasi
PPK Perdoski 2017
Tinea Korporis
• Penyebab tersering: T. rubrum.
• Gejala : ruam yang gatal di badan,
ekstremitas atau wajah.
• Pemeriksaan fisik :
 Mengenai kulit berambut halus
 Keluhan gatal terutama bila
berkeringat
 Klinis tampak lesi berbatas tegas,
polisiklik, tepi aktif karena tanda
radang lebih jelas, dan polimorfi yang
terdiri atas eritema, skuama, dan
kadang papul dan vesikel di tepi,
normal di tengah (central healing)

PPK Perdoski 2017


Tatalaksana Tinea Korporis dan Kruris (PERDOSKI
2017)
• Topikal:
 Obat pilihan: golongan alilamin (krim terbinafin, butenafin) sekali
sehari selama 1-2 minggu.
• Alternatif:
 Golongan azol: misalnya, krim mikonazol, ketokonazol, klotrimazol
2 kali sehari selama 4-6 minggu.

• Sistemik  Diberikan bila lesi kronik, luas, atau sesuai indikasi. Obat
pilihan:
 Terbinafin oral 1x250 mg/hari (hingga klinis membaik dan hasil
pemeriksaan laboratorium negatif) selama 2 minggu.
• Alternatif: (urutan berdasarkan prioritas)
1. Griseofulvin oral 500 mg/hari atau 10-25 mg/kgBB/hari selama 2-4
minggu.
2. Ketokonazol 200 mg/hari
3. Itrakonazol 2x100 mg/hari selama 2 minggu.

PPK Perdoski 2017


130
• Laki-laki, 50 tahun, keluhan gatal di punggung
kaki, hilang timbul sejak 5 tahun yang lalu,
semakin memberat 2 bulan ini.
• Pasien adalah seorang bankir yang memiliki
masalah dalam pekerjaannya.

PENGOBATAN…
DIAGNOSIS  NEURODERMATITIS
JAWABAN:
A. EMOLIEN DAN KORTIKOSTEROID TOPIKAL
• Diagnosis pasien ini adalah
Neurodermatitis karena terdapat gejala :
– Laki-laki, 50 tahun, keluhan gatal di punggung
kaki, hilang timbul sejak 5 tahun yang lalu,
semakin memberat 2 bulan ini.
– Pasien adalah seorang bankir yang memiliki
masalah dalam pekerjaannya (stress pekerjaan)
• Terapi yang diberikan pada neurodermatitis
adalah emolien dan kortikosteroid topikal
• Pada kasus neurodermatitis, tidak
diperlukan pemberian antibiotic baik
topical maupun oral, kecuali bila memang
ada tanda-tanda infeksi sekunder sebagai
akibat dari garukan
• Pada kasus ini, tidak ditemukan tanda-
tanda infeksi sekunder
Liken Simpleks Kronikus
• Nama lain: Liken Vidal atau neurodermatitis
sirkumskripta
• Penebalan kulit akibat gesekan atau garukan berulang
• Gatal (dengan atau tanpa penyebab patologis kulit) 
garukan berulang  trauma mekanis  likenifikasi
• Daerah: daerah yang mudah dijangkau oleh tangan
seperti kulit kepala, tengkuk, ekstremitas ekstensor,
pergelangan tangan dan area anogenital, meskipun
dapat timbul di area tubuh manapun.
• Etiologi
– Rangsangan pruritogenik dari alergi atau stress

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI
Gambaran klinis

• Lesi likenifikasi umumnya tunggal tetapi dapat lebih dari satu dengan ukuran
lentikular hingga plakat.
• Stadium awal berupa eritema dan edema atau papul berkelompok.
• Akibat garukan terus menerus timbul plak likenifikasi dengan skuama dan
eskoriasi, serta hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.
• Bagian tengah lesi menebal, kering dan berskuama, sedangkan bagian tepi
hiperpigmentasi.

PPK Perdoski. 2017


Tatalaksana
• Topikal
– Emolien dapat diberikan sebagai kombinasi dengan kortikosteroid
topikal atau pada lesi di vulva dapat diberikan terapi tunggal krim
emolien (C,4)
– Kortikosteroid topikal: dapat diberikan kortikosteroid potensi kuat
seperti salep klobetasol propionat 0,05%, satu sampai dua kali sehari
(C,4)
– Calcineurin inhibitor topikal seperti salep takrolimus 0,1%, atau krim
pimekrolimus 0,1% dua kali sehari selama 12 minggu (C,4) Preparat
antipruritus nonsteroid yaitu: mentol, pramoxine (C,4)
• Sistemik
– Antihistamin sedatif (A,1) efek sedatif agar mengurangi sifat
menggaruk
– Antidepresan trisiklik (A,1)
• Tindakan: Kortikosteroid intralesi (triamsinolon asetonid) (C,4)
• Menghindari menggaruk lesi

PPK Perdoski. 2017


ILMU PSIKIATRI
131
• Wanita, 19 tahun, dibawa oleh teman-temannya karena
dikatakan kesurupan.
• Saat sedang menjalani ujian, pasien tiba-tiba berteriak-
teriak dan kemudian berbicara dengan suara pria dewasa
yang mengaku penunggu gedung kampus.
• Pasien kemudian berbicara memberi nasehat tentang
pembangunan sekolah.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  TRANS DISOSIATIF
JAWABAN:
D. TRANS DISOSIATIF
• Pasien dibawa oleh teman-temannya
karena dikatakan kesurupan saat sedang
ujian, tiba-tiba berteriak, berbicara dan
bersikap menjadi orang lain  mengarah
pada gangguan disosiasi yaitu trans
disosiatif
• Pilihan A  pasien tidak dapat mengingat
kejadian atau pengalaman yang berhubungan
dengan kejadian traumatis
• Pilihan B  Konversi histeri
• Pilihan C  pasien kehilangan perasaan
mengenai realitas diri sendiri
• Pilihan E  mendadak kehilangan seluruh
ingatan, pergi dari rumah dan menjadi identitas
baru
Dissociative (Conversion) Disorder
• Gangguan disosiatif disebut juga dengan konversi karena
dahulu dianggap terjadi hilangnya asosiasi antara berbagai
proses mental seperti:
– Identitas diri
– Memori
– Fungsi sensorik dan motoric
• Disosiasi adalah cara pikiran untuk menanggulangi stress
berlebih  salah satu bentuk denial.
• Didahului oleh stressor/trauma.
• DSM-V:
1. Gangguan depersonalisasi/derealisasi
2. Amnesia disosiatif
3. Fugue disosiatif
4. Gangguan identitas disosiatif
5. Gangguan disosiatif lainnya
Gangguan Disosiatif
(Gangguan Konversi)
PPDGJ III
• Kehilangan sebagian atau seluruh dari integrasi normal (di bawah kendali
kesadaran) dari hal-hal berikut:
– Ingatan masa lalu
– Awareness of identity and immediate sensations
– Kontrol gerakan tubuh

• Klasifikasi:
– Amnesia disosiatif
– Fugue disosiatif
– Stupor disosiatif
– Gangguan trans dan kesurupan
– Gangguan motorik disosiatif
– Konvulsi disosiatif
– Anestesia dan kehilangan sensorik disosiatif
– Gangguan disosiatif campuran
– Gangguan disosiatif lainnya: sindrom Ganser, kepribadian ganda, YDT
Conversion Disorder
Diagnostic Criteria
• One or more symptoms of altered voluntary motor or
sensory function
• Clinical findings provide evidence of incompatibility
between the symptom and recognized neurological or
medical conditions
• The symptom/deficit is not better explained by another
medical or mental disorder
• The symptom/deficit causes clinically significant
distress or impairment in social, occupational, or other
important areas of functioning or warrants medical
evaluation.
Gangguan Konversi

DSM IV. American Psychiatric Association.


Amnesia disosiatif
• Hilangnya daya ingat biasanya tentang hal penting yang
baru terjadi, tanpa gangguan mental organik
• Membedakan dengan malingering amnesia buatan
biasanya tentang problem yang jelas (keuangan, proses
hukum, dll)

Fugue disosiatif
• Terdapat ciri-ciri amnesia disosiatif
• Melakukan perjalanan tertentu lebih dari yang umum
dilakukan sehari-hari

Stupor disosiatif
• Sangat berkurang/hilangnya gerakan-gerakan volunter
dan respon normal terhadap rangsangan luar
• Tidak ada gangguan fisik ataupun gangguan jiwa lain
Gangguan trans dan kesurupan
• Kehilangan sementara aspek penghayatan akan identitas diri dan
kesadaran terhadap lingkungan
• Individu berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan
gaib, atau kekuatan lain
• Gangguan trans involunter dan bukan merupakan aktivitas biasa

Gangguan motorik disosiatif


• Ketidak mampuan untuk menggerakan seluruh atau sebagian dari
anggota gerak

Konvulsi disosiatif
• Gerakan-gerakan seperti kejang, tanpa kehilangan kesadaran, sangat
jarang disertai lidah tergigit, luka serius karena terjatuh, dll. Tanpa
kelainan organik.

Anestesia dan kehilangan sensorik disosiatif


• Anestesi batas tegas
• Kehilangan sensorik yang tidak mungkin disebabkan oleh kerusakan
neurologis
• Penglihatangangguan visus atau tunnel vision. Tuli atau anosmia sangat
jarang
Gangguan Disosiasi (DSM-V)
Gangguan Depersonalisasi: Kehilangan/perubahan temporer dalam
depersonalisasi/de perasaan yang biasa mengenai realitas diri sendiri.
realisasi Derealisasi: Perasaan tidak nyata mengenai dunia luar.

Amnesia disosiatif Tidak bisa mengingat detail personal yang penting dan
pengalaman yang berhubungan dengan kejadian traumatis
atau sangat menekan & tidak disebabkan oleh penyebab
organik.
Fugue disosiatif “Fugure”  melarikan diri (bahasa Yunani). Individu
kehilangan seluruh ingatannya dan secara mendadak
meninggalkan rumah serta memiliki identitas baru.

Gangguan Memiliki dua atau lebih kepribadian yang berbeda atau


identitas disosiatif kepribadian pengganti (alter)  masing-masing memiliki
persepsi dan interaksi berbeda terhadap lingkungannya
Gangguan Disosiasi (DSM-V)
Gangguan 1. Gangguan Trans: Adanya kehilangan sementara aspek
disosiatif penghayatan akan identitas diri dan kesadaran akan
lainnya lingkungannya. Dalam beberapa kejadian, individu berperilaku
seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib,
malaikat, atau “kekuatan lain”.
2. Gangguan Motorik Disosiatif: Ketidakmampuan menggerakkan
seluruh atau sebagian anggota gerak.
3. Konvulsi Disosiatif: Pseudo seizures, dapat sangat mirip dengan
kejang dalam hal gerakannya akan tetapi sangat jarang disertai
dengan lidah tergigit, mengompol, atau kehilangan kesadaran.
4. Kehilangan Sensorik Disosiatif: Gejala anestesi pada kulit
seringkali mempunyai batas-batas tegas yang menggambarkan
pemikiran pasien mengenai kondisi tubuhnya dan bukan kondisi
klinis sebenarnya.
5. Gangguan Disosiatif Campuran: Campuran dari gangguan-
gangguan disosiatif
6. Stupor Disosiatif
Tatalaksana Gangguan Konversi
• Psikoterapi
– Hargai keluhan pasien seakan keluhan tersebut benar-
benar ada
– Pendampingan kepada pasien, eksplorasi stresor yang
dihadapi dan coping mechanism yang sesuai
– Dapat bersifat individual saja, atau bisa juga melibatkan
keluarga

• Hipnosis
– Tujuannya adalah untuk mengeksplorasi pikiran pasien
dan mengurangi gejala
– Beberapa penelitian eksperimental menemukan bahwa
tidak ada perbedaan outcome antara pasien yang
dilakukan hipnosis dan yang tidak dilakukan hipnosis
Advances in Psychiatric Treatment (2006), vol. 12, 152–157
Tatalaksana Gangguan Konversi
• Tatalaksana medikamentosa meliputi:
– Antidepresan
– Haloperidol
– Electroconvulsive therapy (ECT)

http://emedicine.medscape.com/article/287464-medication
132
• Anak laki-laki 3 tahun, di bawa ibunya karena belum
bisa bicara, bila ditinggal sendiri tidak menangis
• Tidak ada komunikasi dengan orang lain, tidak
respon saat dipanggil dan tidak ada kontak mata
• Anaknya lebih suka main sendiri dan melakukan hal
yang sama berulang-ulang
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  AUTISME
JAWABAN:
A. AUTISME
• Pasien usia 3 tahun, mengalami gangguan
komunikasi (belum bisa bicara), gangguan
interaksi sosial (tidak ada komunikasi
dengan orang lain, tidak respon saat
dipanggil), dan perilaku repetitive
(melakukan hal yang sama berulang) 
sesuai dengan gejala autisme
• Pilihan B  ditandai dengan adanya penurunan fungsi
intelektual, adaptasi sosial, dan masa perkembangan.
• Pilihan C  terdapat gangguan interaksi sosial dan perilaku
repetitif tetapi tidak ada masalah komunikasi (tidak ada
keterlambatan bicara)
• Pilihan D  gangguan yang ditandai keterlambatan
perkembangan di satu area tertentu, contoh gangguan belajar
(gangguan membaca, gangguan matematika)
• Pilihan E  perkembangan normal dalam 2 tahun pertama,
kemudian akan terjadi kemunduran dari berbagai kemampuan
di berbagai bidang seperti Bahasa dan komunikasi, social, play
motorik, bowel & bladder function, serta munculnya Gerakan
stereotipi
Autism Spectrum Disorder (ASD)
Asperger, PDD-NOS, Autism
PDD-NOS Autism Asperger
Impaired social interaction Impaired social interaction Impaired social interaction

OR AND AND

Impaired communication Impaired communication Normal communication/


language development
OR AND
AND
Restricted repetitive and Restricted repetitive and
stereotyped patterns or stereotyped patterns or Restricted repetitive and
behaviors behaviors stereotyped patterns or
behaviors
Gejala Autisme
Gangguan Komunikasi Gangguan Interaksi Sosial
• Keterlambatan perkembangan • Hendaya perilaku nonverbal:
bicara tanpa usaha komunikasi – Tidak respon saat dipanggil
non verbal – Tidak ada kontak mata
• Yang bisa bicara  sulit – Eksprsi wajah dan postur tubuh
memulai atau mempertahankan kaku
percakapan dengan orang lain • Asyik sendiri
• Bahasa stereotipik, • Tidak ada keinginan berbagi
pengulangan, aneh kesenangan dengan orang lain
• Tidak memahami pembicaraan • Tidak ingin mengadakan
orang lain hubungan emosional dan sosial
• Kurang variasi dan spontanitas timbal balik
dalam permainan role play • Tidak dapat merasakan yang
dirasakan orang lain
Gejala Autisme
Gangguan Perilaku Gangguan Emosi
• Acuh tak acuh terhadap • Tertawa, menangis, marah tanpa
lingkungan sebab
• Preokupasi dengan 1 pola • Emosi tak terkendali: temper
perilaku atau minat stereotipik tantrum
(misal tertarik dengan benda • Rasa takut yang tidak wajar
bergerak, kelekatan pada benda
tertentu)
• Manerisme motorik stereotipik
repetitif (jalan mondar-mandir,
berlarian, berlompatan, dll)
• Perilaku agresif atau menyakiti
diri sendiri
• Melamun atau bengong
Autisme – Gangguan Sensoris
• Menjilat atau mencium benda, tidak mau
mengunyah
• Menutup telinga bila menengar suara tertentu
• Tidak suka memakai baju dengan tekstur kasar
• Sensitif terhadap sentuhan tertentu
• Tahan terhadap rasa sakit
• Melirik-lirik
• Keseimbangan terganggu
Tatalaksana
• Multidisipliner:
– psikiater, dokter anak, dokter rehabilitas medik,
psikolog, pedagog, terapis okupasi, terapis wicara

• Tujuan terapi:
– Mengurangi, mengubah perilaku yang tidak
dikehendaki
– Meningkatkan kemampuan belajar,
berkomunikasi, kemampuan membantu diri
Tatalaksana
Psikofarmaka Non farmakologi
• Untuk gejala iritabilitas • Terapi perilaku
– Membantu mempelajari
• Risperidon 0.01 mg/kgBB 2x perilaku yang diharapkan dan
sehari, tappering up sesuai membuang perilaku yang
kebutuhan bermasalah
• Terapi okupasi
• Aripiprazole 2,5-10 mg dosis – Melatih koordinasi dan
tunggal kekuatan motorik halus
• Terapi wicara
– Melatih bahasa reseptif dan
ekspresi
– Memperbaiki artikulasi
– Berdialog dan berkomunikasi
verbal
133
• Seorang pria, 48 tahun, minum alkohol lebih dari 4 botol satu
malam dan konsumsi hingga 10 botol pada akhir pekan.
• Satu tahun yang lalu surat ijin mengemudinya telah ditahan
akibat mabuk saat mengemudi. Ia mengaku coba henti minum
pada beberapa kesempatan tapi tidak bisa.
• Pasien telah didiagnosa alami ulkus gaster karena banyak
minum alkohol. Pasien merasa dirinya tidak bisa tidur malam
jika tidak minum lebih dari 3 botol sehari.

GAMBARAN YANG MENGARAHKAN PADA KETERGANTUNGAN ALKOHOL…

DIAGNOSIS  KETERGANTUNGAN ALKOHOL


JAWABAN:
A. PASIEN TIDAK MAMPU HENTI KEBIASAAN MINUM MESKI KEINGINAN YANG BESAR
UNTUK HENTI MINUM
• Pasien 48 tahun minum alkohol lebih dari 4 botol
satu malam dan konsumsi hingga 10 botol pada
akhir pekan.
– Satu tahun yang lalu surat ijin mengemudinya telah
ditahan akibat mabuk saat mengemudi.
– Ia mengaku coba henti minum pada beberapa
kesempatan tapi tidak bisa.
– Pasien telah didiagnosa alami ulkus gaster karena
banyak minum alkohol
– Pasien merasa dirinya tidak bisa tidur malam jika tidak
minum lebih dari 3 botol sehari.
• Di antara beberapa gejala tersebut yang
merupakan gambaran bahwa pasien mengalami
ketergantungan alkohol adalah adanya keinginan
dan usaha untuk berhenti minum tetapi tidak bisa.
Substance Abuse
(Penyalahgunaan Obat)
WHO DSM IV
• Substance abuse:
Non-medical or unsactioned patterns of use
of psychoactive substances, irrespective of
consequences.
• Polysubstance abuse:
Abuse of more than one psychoactive
substance
• Psychoactive substance:
Substances that when taken in or
administered into one’s system, affect
mental processes, e.g. Cognition or affect.
• Substance misuse:
Use of a substance for a purpose (usually
medical purpose), but not consistent with
legal or medical guidelines
Substance Abuse vs Dependence
(DSM IV)
SUBSTANCE ABUSE SUBSTANCE DEPENDENCE
• Leading to clinically • Leading to clinically
significant impairment or significant impairment or
distress distress
• failure to fulfill major role • Criteria substance abuse +
obligations at work, school, • Tolerance (increased
or home amounts of the substance
• Recurrent substance-related to achieve intoxication or
legal problems desired effect)
• Continued substance use • Withdrawal
despite having persistent or
recurrent social or
interpersonal problems
Tolerance vs Dependence vs
Addiction
Category Description
Tolerance • Diminished response to a drug that is the result of repeated use
• People can develop tolerance to both illicit drugs and prescription
medications (not necessarily a sign of addiction)
• For example, patients with chronic pain frequently develop
tolerance to some effects of prescription pain medications
without developing an addiction to them.
Dependence • A physical condition in which the body has adapted to the
presence of a drug
• If an individual with drug dependence stops taking that drug
suddenly, that person will experience withdrawal syndrome
Addiction • Chronic, relapsing brain disease that is characterized by
compulsive drug seeking and use, despite harmful consequences
• an uncontrollable or overwhelming need to use a drug, and this
compulsion is long-lasting and can return unexpectedly after a
period of improvement
Intoksikasi Vs Putus Obat Vs Toleransi
• Gejala yang timbul akibat
Intoksikasi mengkonsumsi NAPZA dalam jumlah
yang menimbulkan tanda dan gejala.

• Gejala yang timbul akibat mengurangi


Putus Obat atau menghentikan konsumsi NAPZA.

• Kebutuhan dosis zat NAPZA lebih


Toleransi besar untuk menimbulkan gejala.
TINGKAT PENGGUNAAN NAPZA
(Schaeffer’s Model)

Experimental:
Curiousity, social events,
often not repeated

Recreational/ Social:
Rebellion, being social, Intense/ Abuse:
having fun, confidence High dose over
time,dependence developing
Situational:
Certain activities, used for coping Compulsive/ Dependence:
Out of control, dependence,
interferes with family and work

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3625617/
5 steps of drug abuse
• Experimental use
- Masih mencoba-coba dengan motif ingin tahu/penasaran
• Recreational use
- Menggunakan obat bersama-sama dengan teman,
motifnya adalah kesetiakawanan
• Situational use
- Hanya pada situasi tertentu, yaitu jika gagal ujian, stres
emosional akibat masalah keluarga
• Abuse
- Digunakan untuk jangka waktu lama untuk mengurangi
kecemasan, kekecewaan, kesedihan, dll
• Addiction
- Penderita sulit menghentikan penggunaan karena sudah
terjadi ketergantungan
134
• Pasien 50 tahun, sering marah tak menentu, bicara
lebih banyak dan cepat, tetapi sulit dimengerti oleh
keluarganya.
• melihat arwah tetangganya yang telah meninggal.
• TD 160/100 dan denyut nadi 128x/menit, injeksi
konjungtiva (+).
PENYEBAB KONDISI PASIEN…
DIAGNOSIS  INTOKSIKASI KANABIS
JAWABAN:
A. INTOKSIKASI KANABIS
• Pasien dibawa dengan gejala sering marah,
bicara lebih banyak dan cepat tetapi sulit
dimengerti (asosiasi longgar), melihat
arwah tetangganya (halusinasi), dengan
masalah pada tanda vital (tekanan darah
meningkat, takikardi), dan tampak injeksi
konjungtiva  mengarah pada intoksikasi
kanabis.
• Pilihan B  agitasi, miosis, bicara tidak jelas,
terjadi setelah pemakaian zat
• Pilihan C  flu-like symptoms (rhinorrhea,
diaphoresis), nyeri perut, diare, mual dan muntah,
midriasis, hipertensi ringan dan takikardi,
insomnia, restless leg syndrome
• Pilihan D  bicara tidak jelas, inkoordinasi,
nystagmus, penurunan kesadaran
• Pilihan E  tidak dipilih, karena pada withdrawal
alcohol tipe halusinosis, tanda vital umumnya
normal  berbeda dengan soal, dimana terdapat
peningkatan TD dan takikardi.
Other sign &
Toxidrome Mental status Pupils Vital signs Examples of toxic agents
Symptoms

Hyperthermia, Cocaine, amphetamines,


Hyperalert, Diaphoresis,
SYMPATHO tachycardia, ephedrine,
agitation, tremors,
-MIMETIC/ Mydriasis hypertension, widened pseudoephedrine,
hallucinations, hyperreflexia,
STIMULANT pulse pressure, phenylpropanolamine,
paranoia seizures
tachypnea, hyperpnea theophylline, caffeine

Hallucinations,
Cannabis, Phencyclidine,
perceptual
LSD, mescaline,
distortions, Hyperthermia,
HALLUCINO Mydriasis psilocybin, designer
depersonaliza- tachycardia, Nystagmus
GENIC (usually) amphetamines (eg,
tion, hypertension, tachypnea
MDMA ["Ecstasy"],
synesthesia,
MDEA)
agitation
Bradypnea, apnea Hyporeflexia, Opioids (eg, heroin,
CNS depression, characteristic; may pulmonary morphine, methadone,
OPIOID Miosis
coma develop: hypothermia, edema, needle oxycodone,
bradycardia, hypotension marks hydromorphone),

Often normal, but may


CNS depression, develop: hypothermia, Benzodiazepines,
SEDATIVE-
confusion, Variable bradycardia, Hyporeflexia barbiturates, alcohols,
HYPNOTIC
stupor, coma hypotension, apnea, zolpidem
bradypnea
Zat Withdrawal Syndrome (Putus Obat)

 Minor withdrawal symptoms — CNS hyperactivity: insomnia, tremulousnes, mild anxiety,


Gastrointestinal upset, anorexia, headache, diaphoresis, palpitations (onset 6 to 36 hours after last
drink)
 Withdrawal seizures — Single or brief flurry of generalized tonic-clonic seizures, short postictal period;
Alkohol status epilepticus rare (onset 6 to 48 hours after last drink)
 Alcoholic hallucinosis — Visual, auditory, and/or tactile hallucinations with intact orientation and
normal vital signs (onset 12 to 48 hours after last drink)
 Delirium tremens — Delirium, agitation, tachycardia, hypertension, fever, diaphoresis (onset 48 to 96
hours after last drink)
 Gastrointestinal distress – Abdominal cramps, diarrhea, nausea, and/or vomiting
 Flu-like symptoms – Lacrimation, rhinorrhea, diaphoresis, shivering, and piloerection (goosebumps)
 Sympathetic nerve and central nervous system arousal – Mydriasis, mild hypertension and
Opioid
tachycardia, anxiety and irritability, insomnia, agitation, restless leg syndrome, general restlessness,
tremor, and, less frequently, low grade temperature and tactile sensitivit
 Other – Yawning, sneezing, anorexia, dizziness, myalgias/arthralgias, and leg cramps

Benzodiazepin Tremors, anxiety, perceptual disturbances, dysphoria, psychosis, seizures


Kanabis/ Irritability, anger, anxiety, depression, restlessness, sleep difficulty (eg, insomnia, vivid or disturbing
ganja/ dreams), decreased appetite or weight loss, abdominal pain, shakiness or tremors, sweating, fever or chills,
marijuana headache
 Prominent psychological features, but is rarely medically serious.
Kokain -  Symptoms include dysphoric mood, depression, suicidal thoughts, anxiety, fatigue, difficulty
amfetamin concentrating, anhedonia, craving, increased appetite, increased sleep, insomnia, and increased
dreaming.
Signs Of Cannabis Intoxication
In Adolescents And Adults
• Tachycardia
• Increased blood pressure or, especially in the
elderly, orthostatic hypotension
• Increased respiratory rate
• Conjunctival injection (red eye)
• Dry mouth
• Increased appetite
• Nystagmus
• Ataxia
• Slurred speech
uptodate

Cannabis Intoxication Management


• The management of cannabis (marijuana) intoxication consists of
supportive care.
• Gastrointestinal decontamination not recommended
• Mild intoxication
– Mild intoxication with dysphoria can be a common presentation in either
naïve or chronic marijuana users after ingestion or inhalation of a high-
potency product such as an edible or concentrate.
– Most patients can be managed:
• with a dimly lit room, reassurance, and decreased stimulation.
• Short-acting benzodiazepines (eg, lorazepam) can be helpful in controlling symptoms
of anxiety and have a low side effect profile.
• Severe intoxication
– Severe physiologic effects are rare after cannabis use and their presence
should prompt the clinician to consider coingestion of other recreational drugs
including cocaine, amphetamines, and phencyclidine or coexisting mental
illness.
– Marked agitation or combativeness not responsive to reassurance and
benzodiazepines may necessitate the use of other medications, depending
upon the cause, and is rarely encountered with intoxication from cannabis
alone.
• Most symptoms after acute marijuana use in adults and adolescents
resolve within a few hours and will not require hospital admission.
135
• Pria berusia 35 tahun, seorang petugas keamanan,
mengaku bahwa saat ini ia sedang berpacaran
dengan istri atasannya, mengaku setiap malam
bermimpi didatangi oleh wanita tersebut dan
mengatakan ingin menikah dengannya.
• setiap pagi ia selalu menaruh bunga mawar untuk
istri atasannya tersebut.
GEJALA YANG PALING MENONJOL…
DIAGNOSIS 
JAWABAN:
D. WAHAM EROTOMANIA
• Pasien petugas keamanan, mengaku sedang
berpacaran dengan istri atasannya, setiap
malam mengaku didatangi oleh wanita
tersebut dan ingin menikah dengannya,
setiap pagi selalu menaruh bunga mawar
 ada keyakinan bahwa seseorang sangat
mencintainya  waham erotomania
Jenis Waham
Waham Karakteristik
Bizzare keyakinan yang keliru, mustahil dan aneh
Sistematik keyakinan yang keliru atau keyakinan yang tergabung dengan satu
tema/kejadian.
Nihilistik perasaan yang keliru bahwa diri dan lingkungannya atau dunia tidak ada
atau menuju kiamat.
Somatik perasaan yang keliru yang melibatkan fungsi tubuh.
Paranoid termasuk didalamnya waham kebesaran, waham kejaran/presekutorik,
waham rujukan (reference), dan waham dikendalikan.
Kebesaran/ keyakinan atau kepercayaan, biasanya psikotik sifatnya, bahwa dirinya
grandiosity adalah orang yang sangat kuat, sangat berkuasa atau sangat besar.
Kejar/ mengira bahwa dirinya adalah korban dari usaha untuk melukainya, atau
persekutorik yang mendorong agar dia gagal dalam tindakannya.
Rujukan/ selalu berprasangka bahwa orang lain sedang membicarakan dirinya dan
delusion of kejadian-kejadian yang alamiah pun memberi arti khusus/berhubungan
reference dengan dirinya
Jenis Waham
Waham Karakteristik
Kendali keyakinan yang keliru bahwa keinginan, pikiran, atau perasaannya
dikendalikan oleh kekuatan dari luar. Termasuk di dalamnya:
thought of withdrawal, thought of broadcasting, thought of
insertion.
Thought of withdrawal waham bahwa pikirannya ditarik oleh orang lain atau
kekurangannya.
Thought of insertion/ waham bahwa pikirannya disisipi oleh orang lain atau kekuatan
sisip pikir lain.
Thought of waham bahwa pikirannya dapat diketahui oleh orang lain, tersiar
broadcasting/ siar pikir di udara.
Cemburu keyakinan yang keliru yang berasal dari cemburu patologis
tentang pasangan yang tidak setia.
Erotomania keyakinan yang keliru, biasanya pada wanita, merasa yakin bahwa
seseorang sangat mencintainya.
Waham Bizzare Waham non-bizzare
• Keyakinan yang mustahil, aneh • Keyakinan yang salah dan gigih
tidak dapat dimegerti bukan dipertahankan , tapi dapat
berasal dari pengalama hidup. diterima pada budaya tertentu.
• Bersifat non-sensical • Contoh : Seseorang yakin ada
• Inkomprehensif orang yang berniat membunuh
• Contoh : “thought broadcasting” presiden.
dan dikontrol oleh orang mati, • Bersifat sistematis dan koheren,
merasa seseorang memindahkan bisa diterima oleh logika.
organ tubuhnya dengan organ • Kejadian tertentu dapat
tubuh orang lain tanpa dihubung-hubungkan dan
meninggalkan bekas, dapat digunakan sebagai bukti.
mengontrol cuaca, dapat
berkomunikasi dengan alien.

Cermolacce, M., Sass, L., & Parnas, J. (2010). What is Bizarre in Bizarre Delusions? A
Critical Review. Schizophrenia Bulletin, 36, 667–679.
Nakaya M. et al. Bizzare Delusions and DSM IV Skizofenia. Psychiatry and Clinical
Neurosciences (2002), 56, 391–395 Hagen E. Non-bizarre Delusions as Strategic Deception.
136
• Pasien 45 tahun keluhan dadanya terasa seperti tertekan dan
terikat, terkadang timbul perasaan nyeri di dada sebelah kiri,
nyeri kepala hingga tengkuk bahkan ke perut.
• Pasien sering merasa gelisah, jantung berdebar dan sering
mengeluarkan keringat dingin.
• Pada pemeriksaan penyakit dalam, neurologik, EEG, EKG dan
rontgen paru-paru, dokter tidak menemukan adanya kelainan.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  GANGGUAN SOMATOFORM
JAWABAN:
D. GANGGUAN SOMATOFORM
• Pasien merasa dadanya seperti tertekan
dan terikat, nyeri di dada kiri, nyeri kepala
tengkuk, hingga perut
• Sering gelisah, jantung berdebar, keringat
dingin
• Hasil pemeriksaan tidak ada kelainan 
sesuai dengan kondisi gangguan
somatoform
• Pilihan A, B, E  pada pemeriksaan oleh dokter
menunjukkan tidak ada kelainan, sehingga
pilihan ini tidak dipilih.
GANGGUAN SOMATOFORM
CHARACTERISTIC
• Somatoform disorders are characterized by the
occurrence of one or more physical complaints for
which appropriate medical evaluation reveals no
explanatory physical pathology or pathophysiologic
mechanism, or, when pathology is present, the
physical complaints or resulting impairment are
grossly in excess of what would be expected from the
physical findings.

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV (DSM-IV)


GANGGUAN SOMATOFORM (F45)
Gangguan somatoform adalah kelainan di mana orang memiliki gejala gangguan
fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang ditemukan menjadi penyebabnya.

DIAGNOSIS KARAKTERISTIK
Gangguan somatisasi Banyak keluhan fisik (4 tempat nyeri, 2 GI tract, 1 seksual, 1
pseudoneurologis).
Hipokondriasis Keyakinan ada satu penyakit fisik yang serius

Disfungsi otonomik Bangkitan otonomik: palpitasi, berkeringat, tremor, flushing.


somatoform

Nyeri somatoform Nyeri menetap yang tidak terjelaskan.

Gangguan Dismorfik Tubuh Preokupasi adanya cacat pada tubuhnya


Jika memang ada kelainan fisik yang kecil, perhatian pasien
pada kelainan tersebut akan dilebih-lebihkan

PPDGJ
Somatoform Disorders Management
• The initial steps in treating somatoform disorders:
– Discuss the possibility of the disorder with the patient early in
the work-up
– Rule out organic pathology  confirm the psychiatric diagnosis
• Cognitive behavior therapy has been found to be an
effective treatment of somatoform disorders.
– Focuses on cognitive distortions, unrealistic beliefs, worry, and
behaviors that promulgate health anxiety and somatic
symptoms
• Antidepressants are commonly used to treat depressive or
anxiety disorders and may be part of the approach to
treating the comorbidities of somatoform disorders.
137
• Pasien 28 tahun, selalu berbohong kepada orang lain, baru-
baru ini melakukan tindak penipuan pada kakak ibunya.
• Sejak SMA  melakukan perbuatan yang melanggar hukum.
• Afeknya: datar dan bersikap tidak peduli pada lingkungannya
• Pemeriksaan fisik: tidak didapatkan gejala psikosis maupun
depresi.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  GANGGUAN KEPRIBADIAN TIPE ANTISOSIAL
JAWABAN:
D. GANGGUAN KEPRIBADIAN TIPE ANTISOSIAL
• Pasien 28 tahun, selalu berbohong,
melakukan tindak penipuan, sejak SMA
sering melanggar hukum, afek datar dan
tidak peduli  mengarah pada gangguan
kepribadian tipa antisosial
• Pilihan B  Introvert, suka menyendir, afek
terbatas
• Pilihan C  mudah curiga dan sering berpikiran
buruk
Gangguan Kepribadian Dissosial
(F60.2)
• Pedoman diagnostik (PPDGJ III)  dibutuhkan paling sedikit 3
dari hal berikut:
– Bersikap tidak peduli dengan perasan orang lain
– Sikap yang amat tidak bertanggung jawab dan berlangsung terus
menerus (persisten) serta tidak peduli terhadap norma,
peraturan dan kewajiban sosial
– Tidak mampu memelihara suatu hubungan agar berlangsung
lama, meskipun tidak ada kesulitan mengembangkannya
– Toleransi terhadap frustasi sangat rendah dan ambang yang
rendah untuk melampiaskan agresi, termasuk tindakan
kekerasan
– Tidak mampu mengalami rasa salah dan menarik manfaat dari
pengalaman, khususnya dari hukuman
– Sangat cenderung menyalahkan orang lain atau menawarkan
rasionalisasi yang msauk akal untuk perilaku yang membuat
pasien konflik dengan masyarakat.
Gangguan Kepribadian Antisosial (DSM IV)
GANGGUAN KEPRIBADIAN
Ciri Khas Masing-masing Gangguan Kepribadian
Gangguan Kepribadian Cluster A (ditandai dengan perilaku/ tindakan yang eksentrik):
• Paranoid: mudah curiga, sering berpikiran buruk
• Skizotipal: penampilan dan kepercayaan aneh/ magis
• Skizoid: introvert, suka menyendiri, afek terbatas

Gangguan Kepribadian Cluster B (orang yang cenderung emosional):


• Antisosial: suka melanggar peraturan, mudah marah
• Borderline/ ambang: moodnya tidak stabil, perilaku impulsive
• Histrionik: ‘drama-queen’
• Narsistik: hanya peduli diri sendiri, kurang empati

Gangguan Kepribadian Cluster C (orang yang cenderung mudah cemas):


• Avoidant/ cemas menghindar: hipersensitif terhadap pandangan negatif orang lain
• Dependen: tidak bisa mengambil keputusan sendiri, harus dirawat orang lain
• Anankastik: kaku, perfeksionis, sangat taat aturan
Diagnosing Personality Disorder
• Personality disorder is an enduring pattern of thinking, feeling, and
behaving that is relatively stable over time.
• The features of a personality disorder usually become
recognizable during adolescence or early adult life, 18 years of
age.
• Personality disorder categories may be applied with children or
adolescents in those relatively unusual instances in which the
individual's particular maladaptive personality traits appear to be
pervasive, persistent, and unlikely to be limited to a particular
developmental stage or another mental disorder.
• For a personality disorder to be diagnosed in an individual younger
than 18 years, the features must have been present for at least 1
year.
• Exception for above rule is antisocial personality disorder which
cannot be diagnosed in individuals younger than 18 years.

DSM 5
Skizoid/
Paranoid/
Skizotipal
138
• Pria 20 tahun, dilaporkan warga suka menunjukan
penisnya didepan siswi-siswi SMU
• Pria ini mengatakan memperoleh gairah seksual bila
memamerkan alat kelaminnya ke orang lain. Namun
ia tidak punya keinginan memperkosa lebih jauh.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  GANGGUAN EKSHIBISIONISME
JAWABAN:
E. GANGGUAN EKSHIBISIONISME
• Pasien ada gairah seksual ketka
memperlihatkan atau memamerkan alat
kelamin kepada orang lain (memamerkan
penis ke siswi SMU) tanpa ajakan untuk
berhubungan  sesuai dengan gangguan
ekshibisionisme
Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.

SEXUAL DISORDER (PARAFILIA)


Diagnosis Karakteristik
Fetishism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the
use of nonliving objects (e.g., female undergarments).
Frotteurism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving
touching and rubbing against a nonconsenting person.
Masochism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the
act (real, not simulated) of being humiliated, beaten, bound, or
otherwise made to suffer.
Sadism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving acts
(real, not simulated) in which the psychological or physical suffering
(including humiliation) of the victim is sexually exciting to the person.
Voyeurism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the
act of observing an unsuspecting person who is naked, in the process
of disrobing, or engaging in sexual activity.
Necrophilia Necrophilia is an obsession with obtaining sexual gratification from
cadavers.
Diagnosis Karakteristik
Pedophilia Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving
sexual attraction to prepubescent children (generally 13 years or
younger) and the pedophilia must at least 16 years or older and at
least 5 years older than the child
Eksibisionis Seseorang yang selalu ingin memperlihatkan kemaluannya/genital
kepada orang lain (biasanya orang asing) untuk mendapatkan
kepuasan seksual
Troilisme Kepuasan seksual didapatkan dengan menyaksikan seseorang yang
sedang melakukan aktivitas seksual dengan orang lain, orang yang
ditonton mengetahui hal tersebut
Zoophilia Preferensi seksual/keinginan untuk melakukan hubungan seksual
pada hewan
Bestiality: hubungan seksual dengan hewan (sudah melakukan)
Pedoman Diagnosis Ekshibisionisme
(DSM-IV)
Gangguan parafilia
• Gangguan parafilia:
– kondisi gangguan/penyimpangan seksual menyangkut dorongan
seksual yang intens melibatkan objek hingga aktivitas tidak lazim yang
diperlukan untuk mengalami gairah seksual dan orgasme
• Fetishistic disorder/Fetishisme
– Mengandalkan objek benda mati sebagai rangsangan untuk bangkitkan
keinginan seksual dan berikan kepuasan seksual
– Kebanyakan benda atau objek fetish adalah ekstensi tubuh manusia:
pakaian, sepatu, dll
– Objek fetish sumber utama yang penting sekali untuk respon seksual
yang memuaskan atau untuk memperoleh gairah seksual
• Transfetisism/Transvestisme fetishistik
– Munculnya gairah seksual dengan melakukan cross-dressing
– Pakaian lawan jenis tidak hanya untuk dipakai, namun untuk ciptakan
penampilan lawan jenis (biasanya lebih dari satu barang, termasuk
rambut palsu dan make up, beda dengan fetishisme)
Fetishism and Transvestic Fetishism
• Fetishism
– Mendapatkan kepuasaan seksual dari benda-benda mati
(i.e., inanimate and/or tactile)
– Numerous targets of fetishistic arousal, fantasy, urges, and
desires
• Transvestic Fetishism
– Mendapatkan rangsangan seksual dengan memakai
pakaian dari lawan jenis
– Laki-laki yang mengalami gangguan ini biasa menunjukkan
perilaku yang lebih maskulin sebagai kompensasi
– Sebagian besar tidak didapatkan perilaku kompensasi
– Many are married and the behavior is known to spouse
Transvestic Fetishism
• Juga dikenal sebagai transvestism atau cross-dressing
• Karakteristik:
– Fantasi, kebutuhan (urges), atau perilaku yang melibatkan
memakai baju dari lawan jenis untuk mendapatkan rangsangan
atau kepuasaan seksual
• Tipikal pasien dengan transvestism laki-laki heteroseksual
yang mulai memakai baju lawan jenis saat anak-anak atau
remaja
• Sering salah diagnosis dengan gangguan identitas gender
(transsexualism)keduanya memiliki pola yang berbeda
• The development of the disorder seems to follow the
behavioral principles of operant conditioning

1122 Comer, Abnormal Psychology, 7e


Gangguan parafilia
• Voyeuristic disorder/ Voyeurisme
– Kecenderungan berulang atau menetap untuk
mengintip/melihat orang yang lakukan hubungan seksual
atau berperilaku intim seperti sedang membuka pakaian,
tanpa disadari orang bersangkutan (yang diintip)
• Ekshibisionisme
– Memperoleh gairah seksual dengan memperlihatkan atau
memamerkan alat kelamin kepada orang asing atau banyak
orang di tempat umum tanpa ajakan atau niat
berhubungan lebih akrab
• Frotteuristic
– Memperoleh gairah seksual dengan menyentuh atau
menggesekkan genital pada orang lain tanpa persetujuan
Gangguan parafilia
• Sexual masochism disorder
– Muncul gairah seksual intens bila disakiti,
dipermalukan, diikat, dipukuli
• Sexual sadism disorder
– Muncul gairah seksual intens bila melihat orang
lain menderita atau menyakiti orang lain
• Pedofilia
– Muncul gairah seksual intens melibatkan aktivitas
seksual dengan anak anak (usia ≤13 tahun)
139
• Pasien 22 tahun, sering merasa pusing dan rasa
cemas disertai keluhan dada berdebar, merasa
sesak, berkeringat, dialami jika berada di ruangan
tertutup.
• Gangguan ini muncul selama 6 bulan terakhir.

JENIS GANGGUAN PADA PASIEN…


DIAGNOSIS  GANGGUAN FOBIA
JAWABAN:
B. GANGGUAN FOBIA
• Pasien 22 tahun, sering pusing dan cemas
disertai keluhan dada berdebar, merasa
sesak, berkeringat, terutama di ruangan
tertutup  ada ketakutan yang berlebihan
dan persisten terhadap situasi spesifik (di
ruangan tertutup)  sesuai dengan
gangguan fobia
• Pilihan A  tidak dipilih karena tidak ada gejala
psikotik seperti halusinasi, waham, perilaku aneh.
• Pilihan C  adanya tanda depresi seperti anergi,
anhedonia, afek depresi
• Pilihan D  muncul serangan panik tanpa ada
provokasi dari stimulus apapun, gejala takikardia,
palpitasi, dispnea, berlangsung selama 20-30
menit.
• Pilihan E  kecemasan yang berlangsung terus
menerus setiap hari, disertai khawatir akan nasib
buruk, ketegangan motork, dsb.
Ansietas
Diagnosis Characteristic
Gangguan panik Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan perasaan akan
datangnya kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya
provokasi dari stimulus apapun & ada keadaan yang relatif bebas dari
gejala di antara serangan panik.
Tanda fisis:Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat.
Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang melebihi 1 jam.
Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan.
Gangguan fobik Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi,
antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera, dan
kematian.
Gangguan Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku dalam waktu
penyesuaian <3 bulan dari awitan stresor. Tidak berhubungan dengan duka cita
akibat kematian orang lain.
Gangguan cemas Ansietas berlebih terus menerus berlangsung setiap hari sampai bbrp
menyeluruh minggu disertai Kecemasan (khawatir akan nasib buruk), ketegangan
motorik (gemetar, sulit berdiam diri, dan sakit kepala), hiperaktivitas
otonomik (sesak napas, berkeringat, palpitasi, & gangguan
gastrointestinal), kewaspadaan mental (iritabilita).
FOBIA
• Fobia adalah penolakan berdasarkan
ketakutan terhadap benda atau situasi yang
dihadapi, yang sebetulnya tidak berbahaya
dan penderita mengakui bahwa ketakutan itu
tidak ada dasarnya (DSM IV-TR).

• Terdapat 3 jenis fobia: Agorafobia, fobia sosial,


dan fobia khas/ spesifik.
Pedoman Diagnosis Fobia Spesifik
• Ketakutan yang jelas, persisten, berlebihan dan tidak beralasan
ketika terdapat objek/situasi yang ditakutkan atau mengantisipasi
objek/situasi tersebut.
• Paparan terhadap stimulus akan mencetuskan respon ansietas
segera—dapat berupa serangan panik.
• Individu menyadari bahwa ketakutannya berlebihan dan tidak
beralasan.
• Situasi yang menakutkan akan dihindari atau dihadapi dengan
merasa sangat cemas/stress.
• Tindakan menghindar, cemas, dan distress dalam situasi tersebut
secara signifikan mengganggu rutinitas individu,
pekerjaan/Pendidikan, aktivitas social atau hubungan, atau terdapat
distress karena memiliki fobia tersebut.
• Pada individu berusia < 18 tahun, gejala berlangsung selama
minimal 6 bulan.

DSM-IV-TR
Beberapa Jenis Fobia Spesifik
yang Sering Ditemui
FOBIA FOBIA TERHADAP:
Arachnofobia Laba-laba

Aviatofobia Terbang

Klaustrofobia Ruang tertutup

Akrofobia Ketinggian

Astrafobia/ brontofobia Badai-Petir

Nekrofobia Kematian

Aichmofobia Jarum suntik atau benda tajam lainnya

Androfobia Laki-laki
Ginofobia Perempuan
Latrofobia Tenaga Medis (dokter/perawat)
Iatrofobia Takut untuk pergi berobat
Tatalaksana Fobia Spesifik
• Medikamentosa
– Tidak terlalu berperan
– Obat yang digunakan: short actiing benzodiazepine pada
kondisi yang sudah dapat diduga akan terjadi fobia.
Contoh: pada pasien fobia ketinggian, dapat diberikan
diazepam sesaat sebelum akan naik pesawat.

• Cognitive Behavior Therapy


– Terapi kognitif: pasien fobia dibantu mengendalikan
pikiran negatifnya mengenai hal yang menjadi fobianya
dan dibantu melihat situasi sesuai dengan realita.
– Terapi perilaku: dengan terapi desensitisasi

 Terapi desensitisasi merupakan terapi paling spesifik dan


efektif untuk fobia spesifik.
Terapi Desensitisasi
• Desentisasi yaitu suatu cara untuk mengurangi
rasa takut atau cemas pasien dengan jalan
memberikan rangsangan yang membuatnya takut
atau cemas sedikit demi sedikit rangsangan
tersebut diberikan terus, sampai pasien tidak
takut atau cemas lagi.

• Menggunakan prinsip counterconditioning, yaitu


respons yang tidak diinginkan digantikan dengan
tingkah laku yang diinginkan sebagai hasil latihan
yang berulang-ulang.
Jenis Fobia Karakteristik

Agorafobia Kecemasan berada di dalam situasi di mana ia kemungkinan sulit


meloloskan diri atau di mana ia mungkin tidak terdapat pertolongan
jika mendapatkan serangan panik yang tidak diharapkan. Biasanya
situasi yang membuat cemas seperti berada di luar rumah sendirian,
berada di keramaian.

Fobia sosial Ketakutan yang jelas dan menetap situasi sosial atau tampil didepan
orang yang belum dikenal atau situasi yang memungkinkan ia dinilai
oleh orang lain atau menjadi pusat perhatian. Ada perasaan takut
bahwa ia akan berperilaku memalukan atau menampakkan gejala
cemas atau bersikap yang dapat merendahkan dirinya.

Fobia khas/ Ketakutan yang berlebihan dan persisten terhadap objek atau situasi
spesifik spesifik, seperti ketakutan terhadap tempat tertutup ( Claustrophobia),
atau ketakutan terhadap binatang kecil yang menjijikkan seperti tikus,
ulat, dan lain-lain.
140
• Laki-laki 45 tahun sudah 1 bulan tidak mau makan
• Sejak 4 bulan merasa ketakutan bahwa istri dan anak-
anaknya akan membunuh pasien
• Mendengar suara yang mengancam akan menyakiti
• Yakin akan dibunuh meski disangkal orang sekitar
• Tidak bekerja sejak alami gangguan
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  SKIZOFRENIA PARANOID
JAWABAN:
A. SKIZOFRENIA PARANOID
• Pasien usia 45 tahun  kondisi terdapat:
– Waham kejar: yakin bahwa istri dan anaknya
akan membunuh dirinya, meski dikonfrontasi
(orang sekitar memberi penyangkalan)
– Halusinasi: mendengar suara ingin sakiti dirinya
– Gangguan fungsi sosial: tidak bekerja
• Kondisi waham + halusinasi dialami > 1
bulan  kriteria A diagnosis skizofrenia
• Diagnosis sesuai pada skizofrenia tipe
paranoid
• Skizofrenia undifferentiated  terdapat gejala psikotik,
tidak memenuhi kriteria paranoid, hebefrenik, maupun
katatonik
• Gangguan waham menetap  biasanya delusi bersifat
non-bizarre setidaknya durasi 1 bulan dan tidak ada
kondisi memenuhi kriteria A diagnosis skizofrenia
• Gangguan waham induksi  ada dua orang atau lebih
alami waham/sistem waham yang sama, saling dukung
dalam keyakinan waham
• Gangguan kepribadian paranoid  gangguan
kepribadian (pola berpikir hingga perilaku relative
stabil sepanjang waktu), dimana mudah curiga dan
sering berpikiran buruk, biasanya mulai ada sejak
dewasa muda
Skizofrenia (DSM 5)
Kriteria Diagnosis
A. Terdapat 2 atau lebih gejala berikut yang berlangsung selama 1 bulan (atau kurang
jika berhasil diobati). Salah satu gejala harus merupakan gejala no 1, 2, atau 3:
1. Waham
2. Halusinasi
3. Bicara tidak terorganisasi (inkoherensia, dsb)
4. Perilaku aneh atau katatonik
5. Gejala negatif (ekspresi/emosi datar, tidak berminat melakukan apapun)
B. Terdapat gangguan fungsi sosial dalam pekerjaan, hubungan interpersonal atau
kemampuan mengurus diri berkurang dibandingkan dengan sebelum onset gejala
C. Gejala bertahan selama minimal 6 bulan, dalam 6 bulan tersebut sudah meliputi 1
bulan gejala yang memenuhi kriteria A dan fase prodromal. Fase prodromal dapat
berupa gejala negatif atau beberapa gejala pada kriteria A dalam level yang tidak
terlalu berat.
D. Bukan merupakan gangguan skizoafektif atau bipolar dengan ciri psikotik, karena:
1. Tidak terdapat episode depresi mayor atau manik pada saat gejala timbul
2. Jika terdapat gangguan mood, hanya terjadi singkat selama periode sakit
E. Gangguan tidak disebabkan oleh efek obat-obatan atau kondisi medis lain.
F. Jika terdapat riwayat spektrum autism atau gangguan komunikasi masa kanak,
diagnosis skizofrenia ditegakkan apabila gejala waham atau halusinasi yang jelas
ditambah gejala pada kriteria A lainnya sudah berlangsung selama 1 bulan.
Klasifikasi Skizofrenia (DSM V)
• Paranoid: Terdapat waham dan halusinasi auditori, namun
tidak terdapat perilaku aneh atau afek yang datar/tidak
sesuai. Tema waham umumnya waham rujukan atau
waham kebesaran, tetapi dapat juga berupa waham
cemburu atau yang bersifat somatisasi.
• Disorganized: disebut juga skizofrenia hebefrenik. Terdapat
gangguan pikiran dan afek yang datar.
• Katatonik: pasien dapat tidak bergerak dalam waktu yang
lama atau menunjukkan gerakan yang tidak bertujuan.
Gejala meliputi stupor dan fleksibilitas serea.
• Tidak terdiferensiasi: terdapat gejala psikotik namun belum
memenuhi kriteria untuk tipe paranoid, hebefrenik, atau
katatonik.
• Residual: terdapat gejala positif dengan intensitas yang
rendah.
141
• Perempuan 20 tahun mengurung diri di dalam
kamar dan sudah 2 bulan tidak pergi untuk kuliah
• Sering berbicara sendiri dan bicara tidak nyambung
• Halusinasi auditorik,waham, afek inappropriate,
serta produksi miskin isi pikir
PENGOBATAN TEPAT…
DIAGNOSIS  SKIZOFRENIA
JAWABAN:
C. RISPERIDON
• Pasien terdapat:
– Halusinasi auditorik: sering bicara sendiri
– Waham
– Inkoheren
– Gejala negative: afek inappropriate, malas
aktivitas/tidak minat lakukan apapun, produksi miskin
isi pikir
• Sesuai dengan kriteria A diagnosis skizofrenia dan
berlangsung >1 bulan  diagnosis skizofrenia
• Pemberian antipsikotik  pilihan pertama 
antipsikotik atipikal/ generasi kedua  Risperidon
• Haloperidol dan chlorpromazine 
antipsikotik gen 1st dengan efek samping
ekstrapiramidal lebih besar  alternative bila
tidak bisa gunakan antipsikotik gen 2nd
• Amitriptilin  antidepresan golongan trisiklik
• Fluoxetin  antidepresan golongan SSRI
Skizofrenia (DSM 5)
Kriteria Diagnosis
A. Terdapat 2 atau lebih gejala berikut yang berlangsung selama 1 bulan (atau kurang
jika berhasil diobati). Salah satu gejala harus merupakan gejala no 1, 2, atau 3:
1. Waham
2. Halusinasi
3. Bicara tidak terorganisasi (inkoherensia, dsb)
4. Perilaku aneh atau katatonik
5. Gejala negatif (ekspresi/emosi datar, tidak berminat melakukan apapun)
B. Terdapat gangguan fungsi sosial dalam pekerjaan, hubungan interpersonal atau
kemampuan mengurus diri berkurang dibandingkan dengan sebelum onset gejala
C. Gejala bertahan selama minimal 6 bulan, dalam 6 bulan tersebut sudah meliputi 1
bulan gejala yang memenuhi kriteria A dan fase prodromal. Fase prodromal dapat
berupa gejala negatif atau beberapa gejala pada kriteria A dalam level yang tidak
terlalu berat.
D. Bukan merupakan gangguan skizoafektif atau bipolar dengan ciri psikotik, karena:
1. Tidak terdapat episode depresi mayor atau manik pada saat gejala timbul
2. Jika terdapat gangguan mood, hanya terjadi singkat selama periode sakit
E. Gangguan tidak disebabkan oleh efek obat-obatan atau kondisi medis lain.
F. Jika terdapat riwayat spektrum autism atau gangguan komunikasi masa kanak,
diagnosis skizofrenia ditegakkan apabila gejala waham atau halusinasi yang jelas
ditambah gejala pada kriteria A lainnya sudah berlangsung selama 1 bulan.
GEJALA POSITIF DAN NEGATIF PADA
SKIZOFRENIA
GEJALA POSITIF GEJALA NEGATIF

• Halusinasi • Afek datar


• Waham • Alogia (minim bicara
• Disorganisasi pikiran meskipun sudah diajak
• Gangguan psikomotor berkomunikasi)
• Anhedonia
• Malas beraktivitas (avolition)
• Tidak mau bergaul (asociality)

http://www.nimh.nih.gov/health/publications/schizophrenia-booklet-12-2015/index.shtml
Terapi Antipsikotik
• Antipsikotik generasi pertama (tipikal)
• antagonis reseptor dopamin D2
• Contoh: haloperidol dan chlorpromazine
• Efek samping: lebih sering menyebabkan gejala
ekstrapiramidal, neuroleptic malignant syndrome
• Sebagai alternatif jika antipsikotik generasi kedua tidak bisa
digunakan
• Antipsikotik generasi kedua (atipikal)
• afinitas rendah terhadap reseptor D2, afinitas tinggi terhadap
reseptor 5HT
• Contoh: risperidone, clozapine, dan olanzapine
• Efek samping neurologis (-)
• Efek samping metabolik (+)
• Obat pilihan pertama
142
• Wanita 30 tahun selalu ingin keluar jalan-jalan dan berbelanja,
berbicara banyak, bisa tidak tidur berhari-hari
• Sudah selama 2 minggu terakhir
• Tidak dapat bekerja
• Ada periode sedih berkepanjangan hingga disertai keinginan
bunuh diri beberapa bulan yang lalu
• Datang dengan dandanan tebal dan lipstick merah

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  BIPOLAR DENGAN EPISODE KINI MANIK
JAWABAN:
D. BIPOLAR DENGAN EPISODE KINI MANIK
• Pasien wanita datang dengan:
– Manik: kebutuhan tidur berkurang, bicara
banyak, peningkatan aktivitas, banyak belanja
– Menimbulkan disfungsi sosial: tidak bekerja
– Mood meningkat selama >1 minggu
– Ada periode depresi mayor sebelumnya:sedih,
keinginan bunuh diri
• Sesuai dengan diagnosis gangguan afektif
bipolar, kini episode manik  bipolar tipe 1
GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR

1 atau lebih
1 atau lebih Gangguan
Gangguan episode
episode afektif
mood mania atau
depresi bipolar
hipomania

Dengan/ tanpa Episode kini


psikosis? manik/ depresi?
Pedoman Diagnosis Gangguan Bipolar
(PPDGJ-III)
• Ditandai setidaknya 2 episode yang menunjukkan
pada 1 waktu tertentu terjadi peninggian mood dan
energi (mania/hipomania), dan pada 1 waktu lain
berupa penurunan mood dan energi (depresi).
• Ada periode penyembuhan sempurna antar
episode.
• Manik terjadi tiba-tiba, lamanya antara 2 minggu-5
bulan.
• Depresi biasanya terjadi selama 6 bulan-1 tahun.
Bipolar Tipe I (DSM 5) Bipolar Tipe II (DSM 5)
Minimal 1 episode yang memenuhi Minimal terdapat 1 episode yang
kriteria manik memenuhi kriteria hipomanik dan
minimal satu episode depresi mayor
Dapat diikuti atau diawali oleh episode Tidak pernah mengalami episode
hipomanik atau depresi mayor manik
Bukan merupakan kelainan Bukan merupakan kelainan
skizoafektif, skizofrenia, gangguan skizoafektif, skizofrenia, gangguan
waham, atau kelainan psikotik lainnya waham, atau kelainan psikotik lainnya

Gejala depresi dan afek yang tidak


dapat diprediksi akibat alterasi antara
periode depresi dan hipomania
menyebabkan distres sosial,
pekerjaan, dan area fungsional lain.
Episode Manik (DSM 5)
A. Mood meningkat secara abnormal dan persisten, iritabel,
disertai peningkatan aktivitas atau energi, berlangsung selama
minimal 1 minggu dan terjadi sepanjang hari, hampir setiap
hari.
B. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi,
terdapat min. 3 gejala (4 jika hanya terdapat mood iritabel):
1. Percaya diri meningkat/grandiositas
2. Kebutuhan tidur berkurang
3. Bicara banyak
4. Flight of ideas
5. Mudah terdistraksi
6. Peningkatan aktivitas bertujuan atau agitasi psikomotor
7. Keterlibatan berlebihan pada aktivitas yang berpotensi memiliki
konsekuensi (banyak belanja, investasi, dll)
C. Gangguan menyebabkan disfungsi sosial
D. Bukan akibat efek obat-obatan atau kondisi medis lain.
Episode Hipomanik (DSM 5)
A. Mood meningkat secara abnormal dan persisten, iritabel, disertai
peningkatan aktivitas atau energi, berlangsung selama minimal 1
minggu dan terjadi sepanjang hari, hampir setiap hari.
B. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi, terdapat
min. 3 gejala (4 jika hanya terdapat mood iritabel):
1. Percaya diri meningkat/grandiositas
2. Kebutuhan tidur berkurang
3. Bicara banyak
4. Flight of ideas
5. Mudah terdistraksi
6. Peningkatan aktivitas bertujuan atau agitasi psikomotor
7. Keterlibatan berlebihan pada aktivitas yang berpotensi memiliki konsekuensi
(banyak belanja, investasi, dll)
C. Gangguan tidak menimbulkan perubahan fungsional individu
D. Gangguan mood dapat diobservasi oleh orang lain
E. Gangguan tidak menimbulkan disfungsi sosial atau pekerjaan dan
tidak membutuhkan hospitalisasi. Jika ada gejala psikotik  manik
F. Bukan akibat efek obat-obatan atau kondisi medis lain.
Episode Depresi Mayor (DSM 5)
A. Terdapat minimal lima dari gejala-gejala berikut yang timbul selama 2 minggu dan
menimbulkan perubahan fungsional individu:
1. Afek depresi sepanjang hari
2. Kehilangan minat untuk beraktivitas
3. Penurunan berat badan tanpa diet, peningkatan berat badan, atau
perubahan pola makan
4. Insomnia atau hipersomnia
5. Agitasi psikomotor atau retardasi
6. Fatigue/merasa tidak berenergi
7. Merasa tidak berguna/merasa bersalah
8. Gangguan konsentrasi
9. Pikiran berulang tentang kematian, ide atau percobaan bunuh diri
Gejala yg harus ada adalah salah satu dari: afek depresi atau kehilangan minat
B. Gejala menimbulkan distres sosial, pekerjaan, area fungsional lain secara
signifikan
C. Bukan akibat efek obat-obatan atau kondisi medis lain.
143
• Laki-laki 21 tahun selalu melakukan hal berulang ulang
• Selama 3 bulan terakhir mencuci tangan berulang-ulang
sebelum makan karena cemas kuman tertelan
• Menghabiskan waktu hingga 1 jam lebih
• Apabila tidak dilakukan, muncul perasaan tidak tenang
yang sangat mengganggu
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF
JAWABAN:
B. GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF
• Pada pasien usia 21 tahun terdapat:
– Obsesif: pemikiran berlebihan berupa takut
akan kotor, takut kuman tertelan
– Kompulsi: perilaku berulang-ulang, misalnya
mencuci tangan berulang
– Bertujuan mengurangi
kecemasan/kekhawatiran
• Kondisi bila dilakukan menyebabkan
perasaan tidak tenang dan mengganggu 
gangguan obsesif kompulsif (OCD)
• Gangguan cemas menyeluruh  free floating
anxiety
• Gangguan waham menetap  delusi bersifat
non-bizarre setidaknya durasi 1 bulan dan tidak
ada kondisi memenuhi kriteria A diagnosis
skizofrenia
• Gangguan stress pasca trauma  ada flashback
kejadian traumatic persisten, gejala dialami
selama 1-6 bulan setelah kejadian trauma berat
• Gangguan afektif  berupa gangguan mood
pada pasien
DSM-5 Diagnostic Criteria for Obsessive-
Compulsive Disorder
A. Presence of obsessions, compulsions, or both:
(300.3)
Obsessions are defined by (1) and (2):
1. Recurrent and persistent thoughts, urges, or impulses that are experienced, at
some time during the disturbance, as intrusive and unwanted, and that in
most individuals cause marked anxiety or distress.
2. The individual attempts to ignore or suppress such thoughts, urges, or images,
or to neutralize them with some other thought or action (i.e., by performing a
compulsion).
Compulsions are defined by (1) and (2):
1. Repetitive behaviors (e.g., hand washing, ordering, checking) or mental acts
(e.g., praying, counting, repeating words silently) that the individual feels
driven to perform in response to an obsession or according to rules that must
be applied rigidly.
2. The behaviors or mental acts are aimed at preventing or reducing anxiety or
distress, or preventing some dreaded event or situation; however, these
behaviors or mental acts are not connected in a realistic way with what they
are designed to neutralize or prevent, or are clearly excessive.
• Note: Young children may not be able to articulate the aims of these behaviors or
mental acts.
DSM-5 Diagnostic Criteria for Obsessive-
Compulsive Disorder (300.3)
B. The obsessions or compulsions are time-consuming
(e.g., take more than 1 hour per day) or cause
clinically significant distress or impairment in social,
occupational, or other important areas of functioning.
C. The obsessive-compulsive symptoms are not
attributable to the physiological effects of a substance
(e.g., a drug of abuse, a medication) or another
medical condition.
D. The disturbance is not better explained by the
symptoms of another mental disorder
Contoh pikiran dan perilaku OCD
• Contoh obsesi:
• Etiologi – Ketakutan akan kotor
– Genetik – Keraguan berlebihan terhadap
agama/kepercayaan
– Lingkungan – Pemikiran berlebihan tentang
– Abnormalitas neurotransmisi seksExcessive doubts about
serotonin (5-HT) pada otak religion
– Pemikiran untuk merorganisir
barang dengan cara tertentu
– Imajinasi akan menyakiti diri
sendiri/ agresi
• Contoh kompulsi
– Berdoa terus menerus
– Memegang barang terus menerus
– Menata barang terus menerus
https://www.psychguides.com/guides/ocd-obsessive- – Menghitung terus menerus
compulsive-disorder/ – Mengecek sesuatu terus menerus
https://www.medscape.com/answers/1934139- – Mencuci terus menerus
93611/what-are-the-etiologies-of-obsessive-compulsive-
disorder-ocd
144
• Wanita 23 tahun merasa cemas sejak 6 bulan, terjadi
setiap hari dan tanpa sebab jelas
• Sulit tidur, keringat dingin, tangan dan kaki dingin, serta
mudah lelah
• Cemasnya tidak beralasan, tapi sulit sekali menghilangkan

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  GANGGUAN CEMAS MENYELURUH
JAWABAN:
D. GANGGUAN CEMAS MENYELURUH
• Pada pasien tampak adanya ansietas
dengan gejala fisik  insomnia, keringat
dingin, tangan dan kaki dingin, mudah lelah
• Cemas tidak beralasan/tanpa sebab jelas +
sulit dikontrol  dialami sejak 6 bulan 
kriteria diagnosis gangguan cemas
menyeluruh
• Gangguan penyesuaian  gejala emosional
(ansietas/afek depresif ) atau perilaku dalam
waktu <3 bulan dari awitan stresor
• Gangguan somatoform  ada gejala
gangguan fisik, tidak ada abnormalitas organik
• Anxietas phobic  rasa takut yang kuat dan
persisten terhadap suatu objek atau situasi
• Gangguan panik  serangan ansietas yang
intens & akut disertai dengan perasaan akan
datangnya kejadian menakutkan.
Gangguan Ansietas
• Ansietas
• suatu keadaan aprehensi atau khawatir yang mengeluhkan
bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi
• Gangguan ansietas ditandai dengan gejala fisik seperti:
• kecemasan (khawatir akan nasib buruk),
• Sulit konsentrasi
• ketegangan motorik,
• gelisah, gemetar, renjatan
• rasa goyah, sakit perut, punggung dan kepala
• ketegangan otot, mudah lelah
• berkeringat, tangan terasa dingin
• Insomnia
Gejala Umum
Gejala Psikologis Gejala Fisik
145
• Pria 35 tahun merasa cemas, serta berkeringat dingin setiap
kali akan memimpin suatu rapat rutin sejak 1 bulan
• Baru diangkat sebagai pemimpin perusahaan cabang 2,5 bulan
lalu
• Merasa menjadi pusat perhatian
• Sadar kecemasannya berlebihan dan tidak beralasan
• Tetap dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  GANGGUAN PENYESUAIAN
JAWABAN:
C. GANGGUAN PENYESUAIAN
• Pasien cemas + keringat dingin + merasa jadi
pusat perhatian  muncul setiap situasi
memimpin rapat sejak 1 bulan terakhir
• Didahului kejadian baru yang stressful 
pasien ditunjuk sebagai pemimpin di tempat
baru + belum kenal karyawan baru 2,5 bulan
yang lalu
• 1,5 bulan setelah stressor (<3 bulan) 
kemudian muncul gejala
• Sesuai dengan gangguan penyesuaian dengan
ansietas
• Gangguan panik  serangan ansietas yang intens & akut
disertai dengan perasaan akan datangnya kejadian
menakutkan
• Gangguan fobik  rasa takut yang kuat dan persisten
terhadap suatu objek atau situasi  tidak dipilih karena pada
soal muncul gejala maladaptive setelah terdapat stressor
(pemimpin di tempat baru + belum kenal karyawan )
• Reaksi stress akut  terjadi setelah peristiwa traumatic
(gejala mirip PTSD), namun terjadinya beberapa jam setelah
kejadian traumatic hingga 1 bulan
GANGGUAN PENYESUAIAN (F43) (DSM-IV)
Afek Depresi vs Ansietas
Anxiety Depression
• Characterized by a sense of doubt  Feeling sad, and/or hopeless
and vulnerability about future  Lack of interest and enjoyment in
events. activities that used to be fun and
• Fear that those future prospects will interesting
be bad.  Physical aches and pains without
• Anxious thoughts physical cause; lack of energy
• Unexplained physical sensations  Difficulty concentrating,
(sweating, trembling, palpitation, remembering, and/or making
dyspnea, etc) decisions
• Avoidant or self protective behaviors  Changes in appetite and weight
 Unwelcome changes in usual sleep
pattern
 Thoughts of death and suicide
Adjustment Disorder with Adjustment Disorder with Mixed
Depressed Mood Anxiety and Depressed Mood
• The predominant manifestation • Features of both anxiety and
are depressed mood, tearfulness depression that do not meet the
and hopelessness criteria for an already
• Must be differentiated from established anxiety disorder or
MDD and uncomplicated depressive disorder
bereavement Adjustment Disorder with
Adjustment Disorder with Anxiety Disturbance of Conduct
• Symptoms pf anxiety – • Violations of other’s rights
palpitations, jitteriness, agitation • Disregarding norms and rules
• Must be differentiated from • Must be differentiated from
anxiety disorder antisocial personality disorder
Adjustment Disorder Unspecified
• A residual category for atypical
maladaptive reactions to stress
146
• Laki-laki 45 tahun satu bulan terakhir selalu marah-marah
• 4 bulan terakhir pasien selalu yakin dan menuduh
keluarganya ingin membunuhnya untuk mendapatkan
semua hartanya
• Tidak ada psikosis sebelumnya, menurut keluarga pasien
sering bicara sendiri
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  SKIZOFRENIA
JAWABAN:
A. SKIZOFRENIA
• Pada pasien terdapat kondisi:
– Waham rujukan: yakin keluarga ingin
membunuhnya
– Tidak ada psikosis sebelumnya
– Ada halusinasi: ada bicara sendiri
• Berlangsung waham dan halusinasi selama 4
bulan  kriteria A skizofrenia
• Pasien marah-marah  sebabkan gangguan
interpersonal
• Sesuai dengan diagnosis  Skizofrenia
• Waham organic  waham disebabkan penyebab
organic misalnya kondisi medis lainnya (seperti
ensefalopati dan lainnya)
• Gangguan kepribadian paranoid  gangguan
kepribadian, pasien mudah curiga, sering
berpikiran buruk, biasanya dikenali saat remaja
atau dewasa muda
• Skizotipal  perilaku/penampilan aneh,
kepercayaan aneh, bersifat magik, pikiran obsesif
berulang
• Waham menetap  ada satu atau lebih waham,
lebih dari 1 bulan, tidak memenuhi kriteria A
Skizofrenia (DSM 5)
Kriteria Diagnosis
A. Terdapat 2 atau lebih gejala berikut yang berlangsung selama 1 bulan (atau kurang
jika berhasil diobati). Salah satu gejala harus merupakan gejala no 1, 2, atau 3:
1. Waham
2. Halusinasi
3. Bicara tidak terorganisasi (inkoherensia, dsb)
4. Perilaku aneh atau katatonik
5. Gejala negatif (ekspresi/emosi datar, tidak berminat melakukan apapun)
B. Terdapat gangguan fungsi sosial dalam pekerjaan, hubungan interpersonal atau
kemampuan mengurus diri berkurang dibandingkan dengan sebelum onset gejala
C. Gejala bertahan selama minimal 6 bulan, dalam 6 bulan tersebut sudah meliputi 1
bulan gejala yang memenuhi kriteria A dan fase prodromal. Fase prodromal dapat
berupa gejala negatif atau beberapa gejala pada kriteria A dalam level yang tidak
terlalu berat.
D. Bukan merupakan gangguan skizoafektif atau bipolar dengan ciri psikotik, karena:
1. Tidak terdapat episode depresi mayor atau manik pada saat gejala timbul
2. Jika terdapat gangguan mood, hanya terjadi singkat selama periode sakit
E. Gangguan tidak disebabkan oleh efek obat-obatan atau kondisi medis lain.
F. Jika terdapat riwayat spektrum autism atau gangguan komunikasi masa kanak,
diagnosis skizofrenia ditegakkan apabila gejala waham atau halusinasi yang jelas
ditambah gejala pada kriteria A lainnya sudah berlangsung selama 1 bulan.
147
• Wanita 18 tahun mengeluh nyeri dada dan buta
mendadak
• Muncul tiba-tiba setelah melihat kedua orang tuanya
bertengkar
• Pada pemeriksaan fisik, neurologi, dan laboratorium
normal
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  GANGGUAN KONVERSI
JAWABAN:
D. GANGGUAN KONVERSI
• Pasien keluhan nyeri dada dan buta mendadak
 tanpa dapat dijelaskan pemeriksaan medis
maupun neurologis
• Ada stress akut sebelumnya  keluhan dipicu
habis saksikan pertengkaran orangtuanya
• Sesuai diagnosis gangguan konversi atau
disosiasi  sesuai dengan tipe gangguan
kehilangan sensorik disosiatif
• Tidak dipilih malingering karena pada kasus
tidak jelas apa tujuan/motivasi
eksternal/kompensasi tertentu
• Gangguan factitious  atau Munchhausen syndrome
 berpura-pura sakit atau membuat dirinya sakit,
dilakukan semata-mata untuk mendapatkan
perhatian/ simpati dari orang lain saja
• Gangguan psikosomatis  terdapat sakit fisik nyata
yang disebabkan faktor psikologis
• Gangguan somatisasi  akan ada banyak keluhan
fisik (4 tempat nyeri, 2 GI tract, 1 seksual, 1
pseudoneurologis)
• Malingering  berpura-pura sakit atau melebih-
lebihkan kondisi fisik yang sudah ada sebelumnya
dengan tujuan untuk mendapatkan kompensasi
tertentu (misalnya untuk mendapatkan cuti kerja)
Dissociative (Conversion) Disorder
• Gangguan disosiatif disebut juga dengan konversi karena
dahulu dianggap terjadi hilangnya asosiasi antara berbagai
proses mental seperti:
– Identitas diri
– Memori
– Fungsi sensorik dan motoric
• Disosiasi adalah cara pikiran untuk menanggulangi stress
berlebih  salah satu bentuk denial.
• Didahului oleh stressor/trauma.
• DSM-V:
1. Gangguan depersonalisasi/derealisasi
2. Amnesia disosiatif
3. Fugue disosiatif
4. Gangguan identitas disosiatif
5. Gangguan disosiatif lainnya
Gangguan Konversi

DSM IV. American Psychiatric Association.


Gangguan Disosiasi (DSM-V)
Gangguan Depersonalisasi: Kehilangan/perubahan temporer dalam
depersonalisasi/de perasaan yang biasa mengenai realitas diri sendiri.
realisasi Derealisasi: Perasaan tidak nyata mengenai dunia luar.

Amnesia disosiatif Tidak bisa mengingat detail personal yang penting dan
pengalaman yang berhubungan dengan kejadian traumatis
atau sangat menekan & tidak disebabkan oleh penyebab
organik.
Fugue disosiatif “Fugure”  melarikan diri (bahasa Yunani). Individu
kehilangan seluruh ingatannya dan secara mendadak
meninggalkan rumah serta memiliki identitas baru.

Gangguan Memiliki dua atau lebih kepribadian yang berbeda atau


identitas disosiatif kepribadian pengganti (alter)  masing-masing memiliki
persepsi dan interaksi berbeda terhadap lingkungannya
Gangguan Disosiasi (DSM-V)
Gangguan 1. Gangguan Trans: Adanya kehilangan sementara aspek
disosiatif penghayatan akan identitas diri dan kesadaran akan
lainnya lingkungannya. Dalam beberapa kejadian, individu berperilaku
seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib,
malaikat, atau “kekuatan lain”.
2. Gangguan Motorik Disosiatif: Ketidakmampuan menggerakkan
seluruh atau sebagian anggota gerak.
3. Konvulsi Disosiatif: Pseudo seizures, dapat sangat mirip dengan
kejang dalam hal gerakannya akan tetapi sangat jarang disertai
dengan lidah tergigit, mengompol, atau kehilangan kesadaran.
4. Kehilangan Sensorik Disosiatif: Gejala anestesi pada kulit
seringkali mempunyai batas-batas tegas yang menggambarkan
pemikiran pasien mengenai kondisi tubuhnya dan bukan kondisi
klinis sebenarnya.
5. Gangguan Disosiatif Campuran: Campuran dari gangguan-
gangguan disosiatif
6. Stupor Disosiatif
148
• Pasien 45 tahun alami tremor
• Tampak adanya rigiditas dan kelambatan bergerak yang
melibatkan batang tubuh dan ekstremitas, tampak
kesulitan berdiri dari posisi duduk serta postur tidak
seimbang
• Menjalani terapi antipsikotik
OBAT SEBABKAN KELUHAN…
DIAGNOSIS  GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
JAWABAN:
C. HALOPERIDOL
• Pasien usia 45 tahun alami kondisi mengarah
pada pseudoparkinsonisme:
– Tremor
– Rigiditas
– Bradikinesia (lambat gerak)
– Postural instability
• Pseudoparkinsonisme bagian dari gejala
ekstrapiramidal
• Penyebab  penggunaan obat antipsikotik
gen 1st atau tipikal  haloperidol
• Chlopromazin  golongan antipsikotik tipikal
 efek samping gejala ekstrapiramidal lebih
jarang dibanding haloperidol. Lebih sering
keluhan hipotensi ortostatik pada penggunaan
CPZ
• Risperidon  golongan antipsikotik atipikal,
lebih jarang efek samping ekstrapiramidal
dibandingkan golongan tipikal seperti
haloperidol
Efek Samping ANTIPSIKOTIK: GEJALA
EKSTRAPIRAMIDAL
Efek Samping Obat Antipsikotik
CPZ vs Haloperidol

http://www.cochrane.org/CD004278/SCHIZ_haloperidol-versus-chlorpromazine-for-schizophrenia
CPZ vs Haloperidol

Haloperidol Versus Chlorpromazine for Treatment of Schizophrenia


C. Leucht; M. Kitzmantel; L. Chua; J. Kane; S. Leucht
http://www.medscape.com/viewarticle/579942_8
149
• Wanita 26 tahun sudah 3 minggu diam mematung serta
sulit diajak komunikasi
• Merasa sudah kiamat dan sekarang ada di akhirat, merasa
sedih dan ingin dihukum atas dosa-dosa
• Tidak memakai obat-obatan narkotika
• Reposisi postur, terdapat resistensi
TERAPI…
DIAGNOSIS  SKIZOFRENIA KATATONIK
JAWABAN:
B. LORAZEPAM
• Wanita 26 tahun kondisi:
– Ada waham: merasa kiamat dan ada di akhirat
– Sulit diajak komunikasi  mutism
– Imobilitas motoric  pasien mematung +
reposisi postur terdapat resistensi (waxy
flexibility)
• Sesuai dengan kondisi skizofrenia katatonik
• Terapi utama: pemberian benzodiazepine
 umumnya sering digunakan lorazepam
• Skizofrenia katatonik  tidak diberikan
antipsikotik atau obat lain yang hambat
reseptor dopamine seperti antiemetic  bisa
perberat gejala katatonia (opsi
chlorpromazine dan haloperidol tidak tepat)
• Amitriptilin  antidepresan golongan trisiklik
• Carbamazepin  mood stabilizer, bisa
digunakan pada kondisi bipolar
Skizofrenia katatonik
(DSM V)
A. Criteria for catatonia are the same throughout the
manual, independent from the initial diagnosis:
psychotic, bipolar, depressive, medical disorders or an
unidentified medical condition. In order to facilitate
the recognition, catatonia is defined by the presence
of at least 3 symptoms from a list of 12.
B. The catatonic subtype of schizophrenia is deleted
(along with all other schizophrenia subtypes) and
catatonia becomes a specifier for schizophrenia as for
major mood disorders.
C. Catatonia becomes a specifier for four additional
psychotic disorders: 1. Brief psychotic disorder; 2.
Schizo phreniform disorder; 3. Schizoaffective
disorder; 4. Substance-induced psychotic disorder.
D. A new residual diagnostic category: “Catatonia not
otherwise specified-NOS” is added, to facilitate the
diagnosis in patients with psychiatric conditions other
than schizophrenia and mood disorders or when the
underlying general medical condition is not
immediately recognized.
Prinsip Tatalaksana Katatonik
• Cegah dehidrasi dan malnutrisi: pasien yang menolak makan minum
dapat diberikan cairan dan nutrisi parenteral.

• Cegah DVT dan emboli paru: dilakukan dengan cara memberikan


compression stocking dan antikoagulan.

• Cegah kontraktur: dengan cara dilakukan pergerakan pasif dari


sendi-sendi

• Cegah ulkus dekubitus dengan memindahkan posisi pasien dengan


teratur (tiap 2 jam)

• Tatalaksana penyakit yang mendasari perilaku katatonik


Tatalaksana Skizofrenia Katatonik
• Meskipun termasuk dalam jenis gangguan psikotik,
pemberian antipsikotik dan obat lain yang menghambat
reseptor dopamin (misalnya obat antiemetik) harus
dihindari karena dapat memberberat gejala katatonia.

• Tatalaksana medikamentosa yang utama adalah obat


golongan Benzodiazepine (obat yang paling sering
digunakan adalah Lorazepam).

• Bila tidak respons dengan Benzodiazepine, maka pasien


ditatalaksana dengan Electroconvulsive therapy (ECT).

Coffey Justin. Catatonia in adults: Treatment and prognosis. 2012. UpToDate 19.3.
150
• Pria 38 tahun kondisi gaduh gelisah sejak 4 jam yang lalu
• Tindakannya sangat berbahaya, suka melemparkan barang
yang ada di sekitarnya serta berteriak-teriak
• Melakukan restrain fisik pada pasien (diikat dan difiksasi)

TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  AGITASI BERAT
JAWABAN:
E. HALOPERIDOL 5 MG IM
• Pasien kondisi gaduh gelisah  tampak ada
agitasi
– Tindakan berbahaya
– Melempar barang
– Berteriak-teriak
• Tatalaksana medikamentosa untuk restrain
kimiawi  antipsikotik tipikal kerja cepat 
Haloperidol 5 mg IM
• Bila agitasi berat, bahkan dapat kombinasi
diberikan haloperidol IM dengan
benzodiazepine (pada PANSS-EC 6-7)
GADUH GELISAH dan AGITASI
• Definisi: Aktivitas motorik atau verbal yang berlebih yang sifatnya
tidak bertujuan.
• Agresi: bagian dari gaduh gelisah seperti agitasi, namun biasanya akan
ada tindakan/perilaki fisik maupun verbal sengaja/terencana untuk
menyakiti atau merusak
• Dapat berupa:
• Hiperaktivitas
• Menyerang
• Verbal abuse, memaki-maki
• Gerakan tubuh dan kata-kata mengancam
• Merusak barang
• Berteriak-teriak
• Gelisah, bicara berlebih
• Kondisi Berat Agitasi
• Tindakan kekerasan atau merusak
• Distres berat
• Mencelakai diri sendiri, keluarga, atau orang lain
Positive and Negative Syndrome Scale
(PANSS-EC)
• Consists of 5 items:
• excitement,
• tension,
• hostility,
• uncooperativeness, and
• poor impulse control.
• rated from 1 (not present) to 7 (extremely severe);
• scores range from 5 to 35;
• mean scores ≥ 20 clinically correspond to severe
agitation.

http://www.medscape.com/viewarticle/744430_2
Tatalaksana Agitasi
• Bila skor PANSS-EC berkisar pada skor 2-3, maka
dilakukan persuasi dan medikasi oral.
• Haloperidol 2x5 mg untuk pasien dewasa
• Haloperidol 0,5 mg atau Lorazepam 0,5 mg untuk anak dan
remaja

• Bila skor PANSS-EC menjadi 4-5, maka dilanjutkan


dengan pemberian:
• Injeksi Haloperidol 5 mg IM untuk dewasa
• 2,5-5 mg untuk anak usia 12 tahun ke atas
• Injeksi bisa diulang setiap 30 menit. Dosis max 30 mg/hari
untuk dewasa, dan 10 mg/hari untuk anak dan remaja
Tatalaksana Agitasi
• Pilihan lain: injeksi Olanzapine 10 mg IM, dapat diulang
dalam selang 2 jam sampai dosis maksimal 30 mg/hari.

• Dapat menggunakan injeksi Aripriprazole 9,75 mg IM.

• Bila hanya tersedia Diazepam injeksi, maka dapat


diberikan 10 mg iv atau IM perlahan dalam 2 menit.
Dapat diulang tiap 30 menit dengan dosis max 20
mg/hari.
Emergency
Management Of
The Severely
Agitated Or
Violent Patient

uptodate
Summary
• For severely violent patients requiring immediate sedation, give:
• a rapidly acting first generation (typical) antipsychotic (eg, droperidol)
or
• should be avoided in cases of alcohol withdrawal, benzodiazepine withdrawal, other
withdrawal syndromes, anticholinergic toxicity, and patients with seizures
• benzodiazepine alone (eg, midazolam) or
• retain efficacy in acute psychosis
• a combination of a first generation antipsychotic and a benzodiazepine
(eg, droperidol and midazolam, or haloperidol and lorazepam).
• These combinations achieve more rapid sedation than either drug alone and may
reduce side effects
• Midazolam (5 mg IV or IM) and droperidol (5 mg IV or IM)
• Lorazepam (2 mg IV or IM) and haloperidol (5 mg IV or IM)
• For patients with agitation from drug intoxication or withdrawal
• give a benzodiazepine.
• For patients with undifferentiated agitation
• we prefer benzodiazepines, but first generation antipsychotics are a
reasonable choice.
• For agitated patients with a known psychotic or psychiatric disorder
• we prefer first generation antipsychotic agents, but second generation
antipsychotics are a reasonable choice.
“We Build Doctors”

Anda mungkin juga menyukai