Anda di halaman 1dari 19

Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo Sp.

A(K)
FOTO
Division of Neonatology
Departement of Child Health, Cipto Mangunkusumo General Hospital
Education
• Medical doctor : Faculty of Medicine, Universitas Indonesia, 1986
• Master : Departement of Child Health, Faculty of Medicine,
Universitas Indonesia, 1998
• Doctoral : Medical Education, Faculty of Med. Universitas Indonesia, 2011
Graduate Program, Faculty of Med. Universitas Indonesia, 2012
• Pediatrician : Departement of Child Health, Faculty of Medicine,
Universitas Indonesia, 1998
• Consultant : Pediatric Neonatology, 2005
Position
Medical Staff Division of Neonatology, Cipto Mangunkusumo General Hospital
Editor of Pediatrica Indonesiana Journal
Leader of MDG’s team, Cipto Mangunkusumo General Hospital
Head of Mother and Child Health Center (PKIA), Cipto Mangunkusumo General Hospital
Organization
Member of Indonesian Pediatric Society (IDAI)
Member of Indonesian Society of Perinatology (Perinasia)
Hearing screening in newborn:
can we prevent the impact?
Supporting the early identification
of deaf and hard of hearing
(DHH) infants
Rinawati Rohsiswatmo, Rahmawati
Neonatal Division, Child Health Department
Cipto Mangunkusumo Hospital
Faculty of Medicine
Universitas Indonesia
LATAR BELAKANG
Angka kejadian kehilangan pendengaran adalah
1-6 dari 1000 kelahiran hidup bayi dengan resiko tinggi
Tidak ada data di Indonesia.

2000 2005 2012 Bandingkan dengan angka


855 bayi 2634 bayi 5718 bayi
diketahui diketahui diketahui 1:3000
kejadian hipotiroid
mengalami mengalami mengalami kelahiran hidup
tuli/ sulit tuli/ sulit tuli/ sulit
mendengar mendengar mendengar

Centers of Disease Control and Prevention (cdc.gov)


Ketulian dapat
terjadi diantara
bayi normal
Epidemiologi

Thailand (2000) Divisi Perinatologi


Insidens gangguan prevalens di kota RSCM
pendengaran dan desa serupa Feb 2015-Feb 2016:
42 juta orang (0,9%) kongenital di negara
pada 1985 120 ~ 3,5% disfungsi auditorik
berkembang (2011)
juta orang (2,1%) 42,5%  kontrol 8%
dengan gangguan 6 per 1000 (53 bayi)  9
kelahiran hidup 3 Hadzriati dkk (2015)
pendengaran (1995) gangguan
kali lipat dari negara Prevalens disfungsi pendengaran
maju koklear bayi NICU sensorineural
42,7% (1,37%)

Olusanya BO, dkk. Bull world Health Organ. 2014


Sokol J, dkk. Pediatr Rev. 2002
Rohsiswatno R dkk. paedtr Indones. 2016
Penanganan bayi prematur yang baik:
Survival Rate 
Risiko Ketulian Akibat Prematuritas  
Perlu dilakukan SCREENING

AAP mendeteksi 2-3% bayi lahir berpotensi


mengalami ketulian (terutama bayi prematur)
 mengganggu proses belajar di sekolah
Gangguan Pendengaran
7

Gangguan ambang dengar yang diperiksa dengan audiometri

Tipe: Derajat:
Konduktif Ringan (26-40 dB)
Sensorineural Sedang (41-60 dB)
Campuran Berat (61-90 dB)
Sentral Sangat Berat (>90 dB)

.........

Disfungsi Auditorik
Hasil abnormal pada uji tapis pendengaran
 Adanya kemungkinan kemampuan dengar di bawah ambang normal
 Dinilai ulang dengan alat diagnostik untuk penegakan diagnosis
Perkembangan Anatomi Telinga & Mekanisme Mendengar
• Terbentuk usia gestasi 15 minggu & berfungsi usia 20 minggu
8 • Kemampuan janin dan bayi prematur terbatas untuk
mengurangi sinyal auditorik yang kuat
• suara dengan intensitas >60 dB  mengurangi sensitifitas sel
Koklea rambut

• Perkembangan korteks auditorik di usia 28-30 minggu 


mengenali dan bereaksi terhadap bahasa, musik & suara
lingkungan
• Korteks msh imatur saat lahir, tidak seperti koklea yang
Sistem sudah matur  jar otak rentan terhadap hipoksia
auditorik (prematur & berat lahir rendah)

Proses mendengar bila telinga luar, tengah dan dalam (koklea) serta ascending
brainstem pathway berfungsi baik
Kerusakan pada sistem pendengaran ini  gangguan pendengaran
Graven SN, dkk. Newborn Infants Nurs Res.2008
Gifford KA, dkk. Pediatr Rev. 2009
Cristobal R, dkk. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed. 2008
Faktor Risiko Gangguan
Pendengaran Bayi Prematur
Masa terjadinya gangguan pendengaran: Masa prenatal s/d pasca natal
9 Periode terkritis pada trimester pertama kehamilan

Bayi berat lahir rendah: sering hasil abnormal pada uji tapis
Faktor risiko: berat <1000 gram (Lima dkk) atau <1500 gram (Mannan dkk & JCIH)
Kaitan dg gangguan pendengaran msh blm jelas  tidak memungkinkan biopsi/radiologi
Dikaitkan dengan kondisi asfiksia, kebutuhan dengan ventilator, rentan terhadap infeksi

Pertumbuhan janin terhambat dapat ditemukan pada bayi prematur dan cukup
bulan
Efek KMK (van Dommelen)  mulai tampak pada usia gestasi 27 minggu
Dikaitkan  hipoksia kronik & insufiensi plasenta  mengganggu koklea

Usia gestasi <32 minggu berisiko disfungsi koklear (Hadzriati dkk)


Efek jenis kelamin pada gangguan pendengaran tampak pada usia<30 minggu
Faktor Risiko Gangguan Pendengaran Bayi Prematur (2)
10
• Nilai Apgar rendah  indikator hipoksia perinatal
• Koklea hewan coba sensitif terhadap kerusakan akibat pajanan hipoksia ringan yang lama
• Nilai <6 pada menit ke-5  lebih menunjukkan kerusakan jaras pendengaran daripada menit ke-1
Hipoksia • Pemakaian ventilator >5 hari: hipoksia  gangguan pendengaran

• Barandafar dkk: bayi dengan OAE normal, ABR abnormal  60% mendapat transfusi tukar
• Boo dkk dan Oysu dkk: hiperbilirubinemia dapat merusak koklea  OAE abnormal, ABR normal
Hiper- • Suwento: Rasio bilirubin albumin lebih dari 0,49 berisiko tuli sensorineural
• Lokasi gangguan masih kontroversial
bilirubinemia

• Eras dkk: Proven sepsis merupakan faktor risiko terjadinya gangguan pendengaran pada bayi prematur
(p=0,019)
• Alaee dkk: tidak ada hubungan antara sepsis dengan gangguan pendengaran (p=0,94)
Sepsis
Bielecki I, dkk. Int J Pediatr Otorhinolaryngol. 2011
Silva D, dkk. Int Arch Otorhinolaryngol. 2015
Barandafar MH, dkk. Acta Med Iran. 2011
Eras Z, dkk. Eur Arch Otorhinolaryngol. 2014
Faktor Risiko Gangguan Pendengaran Bayi Prematur (3)
11
• Antibiotik yang sering digunakan untuk infeksi pada neonatus, mengganggu koklea maupun vestibular
• Durasi pemberian terhadap toksisitas:
• Maharani dkk  >14 hari memiliki hubungan bermakna
Obat • Hadzriarti dkk  10 hari tidak ada hubungan bermakna dengan insidens disfungsi koklea
Aminoglikosida • Penggunaan obat lain seperti loop diuretic terhadap gangguan pendengaran masih kontroversi

• Gangguan pendengaran akibat kelainan genetik  70% kelainan nonsindrom, sebagian besar
autosom resesif
Riwayat keluarga • Kelainan pendengaran pada keluarga (p=0,03) dapat menjadi faktor risiko
dgn gangguan
pendengaran

• Abnormalitas lingkar kepala dapat mempengaruhi hasil penapisan bayi cukup bulan
• Olusanya dkk: mikrosefalia >>> makrosefalia (p=0,044 dan 0,048)
• Leal dkk: mikrosefalia tidak berhubungan dengan gangguan pendengaran (p=0,55)
Abnormalitas
lingkar kepala

Kochhar A, dkk. Genet Med. 2007


Maharani NL, dkk. Paediatr Indones. 2015
Olusanya BO. Ann Afr Med. 2013
Algoritma/ Standar Operasional Prosedur uji tapis pendengaran pada bayi baru lahir di Indonesia

usia 0-28 hari RSCM

+ AABR (35dB) RSCM


Algoritma/ Standar Operasional Prosedur uji tapis pendengaran pada bayi baru lahir di Indonesia
usia 0-28 hari RSCM

+ AABR (35dB) RSCM


Algoritma/ Standar Operasional Prosedur uji tapis pendengaran pada bayi baru lahir di Indonesia
Penelitian retrospektif di RSCM
Feb 2015 - Feb 2016
Total: 656 bayi Normal: 377 bayi
uji tapis usia 1 bulan
Abnormal: 279 bayi

Pemeriksaan usia 3 bulan

53/279 (19%) bayi yang hadir

2/53 tuli konduktif 9/53 tuli sensorineural


Penelitian retrospektif di RSCM
Feb 2015 - Feb 2016
Simpulan:

penggunaan aminoglikosida, septikemia, dan


hiperbilirubinemia, terutama pada bayi prematur
menyebabkan kehilangan pendengaran

Tiga penyebab terbanyak gangguan pendengaran di RSCM:


 prematuritas
 penggunaan aminoglikosida
 sepsis
Tahapan Penapisan Gangguan
17
Pendengaran pada Bayi
• Jumlah bayi <5% (1993)  >90% newborn screened (2004)
Penapisan di • Penelitian hasil penapisan 86.634 bayi  4% (3462 bayi) OAE abnormal, AABR
normal, hanya 1524 bayi (44%) yang setuju diperiksa ulang,
Amerika Serikat • hanya 63,8% (973/1524 bayi yang diperiksa)  21 bayi gangguan pendengaran

• 1.360 bayi ditapis dengan TEOAE dan AABR  33 bayi (2,4%) hasil abnormal dan
Turki dirujuk  uji diagnostik: 19 bayi (1,4%) gangguan pendengaran, sebagian besar
gangguan sangat berat (37,5%)

• 1570 bayi ditapis dengan TOAE dan cochleo-eyelid reflex  26 (1,7%) bayi hasil
abnormal  16 (61,5%) tidak datang, 2 normal, 8 bayi (30,8%) gangguan
Brazil pendengaran
• Penapisan 979 bayi dengan AABR  100 bayi (10,2%) hasil abnormal.

• Penapisan 415 bayi dengan TEOAE  22 bayi (5,3%) dengan hasil abnormal 
India 18 bayi gangguan pendengaran dengan pemeriksaan ABR usia 3 bulan

Eras Z, dkk. Eur Arch Otorhinolarygol. 2014


Johnson JL, dkk. Pediatrics. 2005
Alat Periksa
Penapisan
18
Otoacoustic emission
Automated ABR
• Hanya mengetes fungsi
• Mengukur potensi medan
koklea
elektrik pada N.VIII sebagai
respon terhadap stimulus di
• DPOAE  informasi
koklea
jangkauan frekuensi suara
yang lebih lebar
• Hasil PASS atau REFER.
• Hasil PASS atau REFER.
Kelainan di telinga tengah
• Sensitivitas 93-99% dan
dapat mempengaruhi hasil
spesifisitas 97-98%
• Sensitivitas DPOAE 94,4%
dan spesifisitas 79,7%

Cistobal R, dkk. Arch Dis Child fetal Neonatal Ed. 2008


Konukseven O, dkk. Int Adv Otol. 2010
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai