Anda di halaman 1dari 43

DR.dr. Bambang Udji Djoko Rianto SpTHT (K).,M.Kes.

Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok


Fakultas Kedokteran, UGM / KSM IK THT KL RSUP DR. Sardjito
Yogyakarta

1
“Dan Dialah yang telah menciptakan bagimu
pendengaran, penglihatan dan hati nurani,
tetapi sedikit sekali kamu bersyukur”

Q s. Al Sajdah: 7-9
Q s. Al Baqarah: 17-20
Q s. Al Mu’minun: 78
Q s. Al Nahl: 78
Q s Al Mulk: 23
Q s. Al Luqman: 11
Q s. Al Kahfi: 10-11, 20
Q s. Ar Ra’ad: 12-13

2
PENDAHULUAN
Pendengaran:
 salah satu indera  peranan sangat penting
 perkembangan bicara dan tumbuh kembang.
(Wrightson, 2007; Iramawati, 2010)

WHO (2012) :
 360 juta orang  328 juta dewasa
 32 juta anak anak  3,4 juta anak anak di Asia Pasifik.
(WHO, 2012)

3
Gangguan Defisit sensorik WHO 2005 :
pendengaran paling sering 278 juta orang

2-3 bayi setiap 1998 :


1.000 kelahiran Indonesia 75 - 140 juta di
hidup  gangguan termasuk 4 Asia Tenggara.
pendengaran. besar

Sekitar 2% anak-anak usia sekolah (Iramawati, 2010;


mengalami gangguan pendengaran Johnson R, 2006)
dan prestasi akademiknya.
4
 Prevalensi tuli kongenital di Amerika 1/1000 atau sekitar
0,1%.
 Prevalensi bayi gangguan pendengaran dengan berbagai
derajat  3:1000
 Prevalensi bayi dengan faktor risiko  6:1000.
(Gregg BR, et al, 2004)

 Insidensi sensorineural hearing loss (SNHL) yang berat


sampai sangat berat pada anak secara global :
 Sekitar 1 : 2000 pada bayi baru lahir
 Sekitar 6 : 1000 usia 18 tahun.
(Moeller, 2000)

5
WHO (2005):
278 juta orang menderita gangguan pendengaran
75 - 140 juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara

WHO Multi Center Study (1998) prevalensi:


Indonesia ketulian yang cukup tinggi (4,6%)
Sri Lanka (8,8%)
Myanmar (8,4%)
India (6,3%)

6
Berdasarkan penyebabnya tuli pada anak:

sindromik (10%-15%)
non sindromik (60%).
(Wrightson, 2007; Carlson, et al., 2006)

7
Tuli kongenital:

masalah yang cukup serius di bidang IK THT


berhubungan dengan pertumbuhan
perkembangan pada anak. diperkirakan terjadi
pada 1/1000 bayi baru lahir
tidak dapat mendengar suara 250 Hz – 4 KHz
ketulian ini menyebabkan keterlambatan
perkembangan bicara dan bahasa

8
Faktor risiko non infeksi:

lahir prematur (Umur kehamilan <34 minggu)


berat badan lahir rendah (BBLR, berat badan
<1500gram)
kerusakan pada saraf
Hiperbilirubinemia
craniofacial anomalies
asfiksia berat pada saat lahirl (APGAR < 7 pada 5
menit)
pemakaian obat-obatan pada masa kehamilan
tekanan paru yang tinggi dan menetap
perdarahan intra ventrikular
9
Bayi usia 0-2 tahun terdeteksi gangguan pendengaran :

• Tahun 2011  83 pasien rawat jalan dan inap

• Tahun 2012  89 pasien rawat jalan dan inap

• Tahun 2013  96 pasien rawat jalan dan inap

• Tahun 2014  153 pasien rawat jalan dan inap


10
Pertanyaan Penelitian

 Seberapa besar peran beberapa faktor risiko non infeksi


pada kejadian gangguan pendengaran sensoryneural
hearing loss (SNHL) pada bayi?

Tujuan Penelitian

Menentukan besar peran beberapa faktor risiko non infeksi pada


kejadian gangguan pendengaran sensorineural (SNHL) pada bayi

11
Manfaat Penilitian

1. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan data


dan angka mengenai peran faktor risiko non infeksi
pada kejadian sensorineural hearing loss (SNHL)
pada anak

2.Data dan hasil penelitian ini diharapkan dapat


digunakan sebagai acuan dan pengembangan
penelitian selanjutnya baik faktor risiko lainnya,
diagnosis, terapi maupun prognosis dari
sensorineural hearing loss (SNHL) pada anak
12
Penelitian - penelitian SNHL

13
Kerangka teori

14
PROSES MENDENGAR

15
16
DETEKSI DINI KETULIAN DIAGNOSIS KETULIAN

- skrining/penjaringan - mencari penyebab


- oleh: - oleh:
-orang tua - dokter THT
-anggota keluarga - Tim:
-petugas kesehatan - Dokter THT
- Psikolog anak
- Dokter saraf
- Audiolog
- Perlu monitoring

17
MASALAH:

- Pendengaran  alat komunikasi sejak lahir


- Orang tua/keluarga anak:
- pemahaman ketulian  kurang
- malu/ takut
- beban biaya
- tak mengerti periksa kemana?

- Petugas kesehatan:
- pasif

18
DETEKSI DINI

SEDERHANA
1. Tahap awal
2. Tahap kedua

ALAT DIAGNOSTIK “CANGGIH”

19
1. DETEKSI DINI TAHAP AWAL

- Sejak lahir sampai usia 5-6 bulan


- Cara memberi suara:
- anak saat mulai/awal tidur
- suara keras, bunyi familier
- tiba-tiba/sekonyong-konyong
- di samping anak

- Reaksi anak:
- mengangkat kedua lengan &/ kaki
- bersifat reflektoris
20
Alat tes pendengaran yang familier
21
Alat tes pendengaran yang familier
22
HASIL

- Ada refleks  fungsi pendengaran baik


- Tak ada refleks:
- belum pasti fungsi pendengaran jelek
- perlu pengulangan 3x berturutan
 1 minggu berikutnya

 jika tak ada refleks:


- kemungkinan tuli
- kemungkinan pertumbuhan saraf lambat
- ulangi sampai saat usia 9-13 bulan

23
Respon terhadap suara: gerakan kaki & tangan
24
2. DETEKSI DINI TAHAP II

- Usia anak 9-13 bulan, belum bisa berjalan


- Anak mampu membedakan jenis suara
- Cara:
- anak harus tenang
- menggunakan suara familer, menarik
- perhatian anak terfokus
- berikan suara/bunyi tak terlihat anak
 jarak 1-2 meter
 sendok ketukkan ke gelas
 panggil nama anak, bisik/ pelan

25
HASIL

- melirik/menoleh ke arah suara


 pendengaran baik
- jika tidak ada respon  suara didekatkan
 ada respon  pendengaran baik

 tak ada respon:


- ulangi minggu berikutnya sampai 3x
 tetap tak ada respon
- ke dokter THT

26
ANAK SUDAH BISA BERJALAN

- sedang bermain  diberikan suara


- jika ada respon  pendengaran baik
- jika tak ada respon  ulangi minggu berikutnya
- ada respon  pendengaran baik
- tetap tak ada respon:
- latih dengan suara menarik
- monitoring perkembangan

27
ANAK USIA 5-6 TAHUN

Menggunakan audiometri anak


- nada dan intensitas dapat diatur

28
ALAT DIAGNOSTIK “CANGGIH”

- OAE (Oto Acustic Emission)

- Menggunakan ABR (Auditory Brainstem response)

29
OAE SKRINING NEONATUS

 Reliabel untuk neonatus

 Dapat dilakukan ditempat  perhatikan “noise


level”
 Fungsi sensoris koklea N  OAE : ada
 OAE abnormal  SHL, SNHL ringan
 Personil : non audiologik

30
OAE

- elektrofisiologik pada respons behavioral


fungsi koklea secara spesifik
- tidak tergantung fungsi sentral
- tidak tergantung pada kondisi anak (tidur)

- waktu: relatif pendek


- informasi audiologi yang spesifik
- untuk “cross check” fungsi pendengaran

31
Brainstem Evoked Response Auditory (BERA)

sistem saraf pada central auditory nervous system


saraf pendengaran
struktur batang otak

32
33
PETUNJUK PRAKTIS & INTERPRETASI
OAE, TIMPANOMETRI, ABR

34
Telinga Tengah (TT): N
Fungsi koklea
dan TT  N
OAE: ada (pass)

35
Telinga Tengah: N
OAE : tidak ada SNHL
ABR : tidak ada

36
Telinga Tengah: N
Lesi distal
OAE: ada (pass)
Hair Cells
ABR:tidak ada

37
ABR OAE TIMPANO

Tuli ABR sesuai Ada: derajat ringan


dengan AC Normal
koklear Tidak ada: > 30dB
dan BC HL

Ambang ABR
Tuli sesuai dengan Tidak ada Abnormal
konduktif AC dan BC
Normal Abnormal
Tuli ABR normal tergantung
campuran
derajat

Tuli
retrokoklear ABR negatif Ada /Normal Normal

38
39
ANAK TERDIAGNOSIS TULI

- Segera mungkin stimulasi dini:


- mengenalkan suara
- sesering mungkin
 Sekitar 80% anak dapat sekolah SD normal
 membantu perkembangan mental & kepribadian

40
PENATALAKSANAAN

o Paparan suara bicara sesering mungkin


o Lips reading, gerak tubuh
o Medikamentosa  terutama pada usia golden period

41
SIMPULAN

- Deteksi dan diagnosis dini pendengaran diikuti


stimulasi dini perlu dilakukan seawal mungkin

- Latihan mendengar disertai bicara dilakukan


seawal mungkin

- Petugas kesehatan & orangtua/keluarga proaktif

42
Terima kasih,mohon asupan

43

Anda mungkin juga menyukai