Anda di halaman 1dari 8

REFRESHING

Pemeriksaan Audiometri Pada Anak

PEMBIMBING :
Dr. Eka Dian Safitri, Sp.THT KL
OLEH :
Rizki Ovianti

2010730093

KEPANITERAAN KLINIK RSIJ CEMPAKA PUTIH


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2015

PEMERIKSAAN PENDENGARAN PADA BAYI DAN ANAK.

Pada prinsipnya gangguan pendengaran bayi harus diketahui sedini mungkin.


Walaupun derajat ketulian yang dialami seorang bayi/anak hanya bersifat ringan.
Namun, dalam dalam perkembangan selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan
berbicara dan berbahasa. Pada dasarnya dalam keadaan normal seorang bayi telah
memiliki kesiapan berkomunikasi yang efektif pada usia 18 bulan. berarti pada saat
tersebut merupakan periode kritis untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran.
Dibandingkan dengan orang dewasa pemeriksaan pendengaran pada bayi dan akan
jauh lebih sulit dan memerlukan ketelitian dan kesabaran. Selain itu pemeriksa harus
memiliki pengetahuan tentang hubungan antara usia bayi/anak dengan taraf
perkembangan motoric dan auditorik.Berdasarkan pertimbangan tersebut adakalanya
perlu dilakukan pemeriksaan ulangan atau pemeriksaan tambahan untuk melakukan
konfirmasi hasil pemeriksaan sebelumnya.
Beberapa pemeriksaan pendengaran yang dapat dilakukan pada bayi dan anak:
1.
2.
3.
4.
5.

Behavioral Observation Auditometry (BOA)


Timpanometri
Audiometri bermain (Play audiometry)
Oto Acoustic emission (OAE)
Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA)

1. BEHAVIORAL OBSERVATION AUDIOMETRY


Tes ini berdasarkan respons aktif pasien terhadap stimulus bunyi dan merupakan
respons yang disadari (voluntary response). Metoda ini dapat mengetahui seluruh
sistim auditorik termasuk pusat kognitif yang lebih tinggi. Behavioral audiometry
penting untuk mengetahui respon subjektif sistim auditorik pada bayi dan anak, dan
juga bermanfaat untuk penilaian habilitasi pendengaran yaitu pada pengukuran alat
bantu dengar (hearing aid fitting).Pemeriksaan ini dapat digunakan pada setiap tahap
usia perkembangan bayi. Namun,pilihan jenis tes harus disesuaikan dengan usia bayi.
Pemeriksaan behavioral observation audiometry dibedakan menjadi behavioral reflex
audiometry dan behavioral response audiometry.
a) Behavioral Reflex Audiometry,
Dilakukan pengamatan respons behavioral yang bersifat reflex sebagai reaksi
terhadap stimulus bunyi.

Respon ini dapat diamati antara lain dengan mengejapkan mata (auropalpebral
reflex), melebarkan mata (eye widening), mengerutkan wajah (grimacing), berhenti
menyusui (cessation reflex), denyut jantung meningkat, refleks Moro (paling
konsisten). Refleks Auropalpebral dan Moro rentan terhadap efek habituasi,
maksudnya bila stimulus diberikan berulang-ulang bayi menjadi bosan sehingga tidak
memberi respon walaupun dapat mendengar. Stimulus dengan intensitas sekitar 65
80 dBHL stimulus yang diberikan melalui loudspeaker, jadi merupakan metode sound
field atau dikenal juga dengan free field test.
b) Behavioral Response Audiometry,
Pada bayi normal usia 5 6 bulan, stimulus akustik akan menghasilkan pola respons
khas berupa menoleh atau menggerakan kepala ke arah sumber bunyi diluar lapangan
pandang. Awalnya gerakan kepala hanya pada bidang horisontal dan dengan
bertambahnya usia dapat melokalisir sumber bunyi dari arah bawah. Seanjutnya bunyi
mampu mencari sumber bunyi dari bagian atas. Pada bayi normal kemampuan
melokalisir sumber bunyidari segala arah akan tercapai pada usia 13 16 bulan.
Teknik behavioral response audiometry yang sering kali digunakan adalah (1) tes
distraksi , (2) visual reinforcement audiometry (VRA).
-

Tes distraksi

Respon terhadap stimulus bunyi adalah menggerakan bola mata atau menoleh kea rah
sumber bunyi. Bila tidak ada respon terhadap stimuli bunyi. Bila tidak ada respon
terhadap stimuli bunyi. Pemeriksaan diulangi sekali lagi. Kalo tetap tidak berhasil,
pemeriksaan ketiga dilakukan lagi 1 minggu kemudian. Seandainya tetap tidak ada
respon, harus dilakukan pemeriksaaan audiologic lanjutan yang lebih lengkap.
-

Visual reinforcement audiometry (VRA).

Mulai dapat dilakukan pada bayi usia 4-7 bulan dimana control neuromotor berupa
kemampuan mencari sumber bunyi sudah berkembang.
Play audiometry (usia 2-5 tahun).
Pemeriksaan play audiometry (conditioned play audiometry) meliputi teknik melatih
anak untuk mendengar stimulus bunyi disertai pengamatan respons motoriks specific
dalam suatu aktivitas permainan. Misalnya, sebelum pemeriksaan anak dilatih
(conditioned ) untuk memasukan benda tertentu kedalam kotak segera setelah
mendengar bunyi. Diperlukan 2 orang pmeriksa, yang pertama bertugas memberikan

stimulus melalui audiometer sedangkan pemeriksa kedua melatih anak dan


mengamati respons. Stimulus biasanya diberikan melalui headphone. Dengan
mengatur frekuensi dan menentukan intensitas stimulus bunyi terkecil yang dapat
menimbulkan respons dapat ditentukan ambang pendengaran pada frekuensi tertentu
(spesifik).
2. TIMPANOMETRI
Pemeriksaan ini diperlukan untuk menilai kondisi telinga tengah. Gambaran
timpanometri yang abnormal (adanya cairan atau tekanan negative ditelinga tengah)
merupakan petunjuk adanya gangguan pendengaran konduktif.
Timpanometri merupakan pemeriksaan pendahuluan sebelum tes OAE, dan bila
terdapat gangguan pada telinga tengah maka pemeriksaan OAE harus ditunda sampai
ketelinga tengah normal.
Reflex akustik pada bayi juga berbeda dengan orang dewasa. Dengan menggunakan
probe tune frekuensi tinggi, reflex akustik bayi usia 4 bulan atau lebih sudah mirip
dengan dewasa.
3. AUDIOMETRI NADA MURNI
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan audiometer dan hasil pencatatanya
disebut sebagai audiogram. Dapat dilakukan pada anak berusia lebih dari 4 tahun
yang koperatif. Sebagia sumber suara di gunakan nada murni (pure tone) yaitu bunyi
yang hanya terdiri dari 1 frekuensi. Pemeriksaan dilakukan pada ruang kedap suara,
dengan menilai hantaran suara melalui udara (air conduction) melalui headphone pada
frekuensi 125, 250, 500, 1000, 2000, 4000, dan 8000 Hz. Hantara suara melaui tulai
(bone conduction) diperiksa dengan memamsanga bone fibration pada prosesus
mastoid yang dilakukan pada frekuensi 500, 1000, 2000, 4000 Hz. Intensitas yang
biasa digunakan antara 10-100 dB (masing-masing dengan kelipatan 10), secara
bergantian pada kedua telinga. Suara dengan intensitas terendah yang dapat didengar
dicatat pada audiogram untuk memperoleh informasi tentang jenis dan derajat
ketulian.
4. OTOACOUSTIC EMISSION (OAE)
Pemeriksaan OAE merupakan pemeriksaan elektrofisiologic untuk menilai fungsi
koklea yang objektif, otomatis (menggunakana kriteria PASS / lulus refer / tidak

lulus) tidak infasif , mudah, tidak membutuhkan waktu lama dan praktis sehingga
sangat efisien untuk program skrining pendengaran bayi baru lahir (universal new
born hearing screening).
Suara yang berasal dari dunia luar diproses oleh koklea menjadi stimulus listrik,
selanjutnya dikirim kebatang otak melalui saraf pendengaran. Sebagian energy bunyi
tidak dikirim ke saraf pendengaran melainkan kembali menuju ke liang telinga. Proses
ini mirip dengan peristiwa echo (kemp echo). Produk sampingan koklea ini
selanjutnya disebut sebagai emisi otoakustik (otoacoustic emission). Koklea tidak
hanya menerima dan memproses bunyi tetapi juga dapat memproduksi energy bunyi
dengan intesitas rendah yang berasal ari sel rambut luar koklea (outer hair cells).
Terdapat 2 jenis OAE yaitu spontaneus OAE (SPOAE) dan Evoked OAE.
-

SPOAE adalah mekanisme aktif koklea untuk memproduksi OAE tanpa harus
diberikan stimulus, namun tidak semua orang dengan pendengaran normal

mempunyai SPOAE.
EOAE hanya akan timbul bila diberikan stimulus akustik yang dibedakan
menjadi, Trasient evoked OAE (TEOAE) dan distortion product OAE
(DPOAE). Pada TEOAE stimulus akustik berupa click sedangkan DPOAE
menggunakan stimulus berupa 2 buah nada murni yang berbeda frekuensi dan
inensitasnya.

Pemeriksaan dilakukan diruangan yang tenang. Pada mesin OAE generasi terakhir
nilai OAE secara otomatis akan dikoreksi dengan noise yang terjadi selama
pemeriksaan. Artefak yang terjadi akan diseleksi saat itu juga (real time) hal tersebut
menyebabkan nilai sensitifitas dan spesifitas OAE yang tinggi. Untuk memperoleh
hasil yang optimal diperlukan pemilihan probe (sumbat liang telinga) sesuai ukuran
liang telinga. Sedative tidak diperlukan bila bayi dan anak kooperatif.
5. BRAINSTEM EVOKED RESPONSE AUDIOMETRY
Istilah lain yaitu Auditory Brainstem Response (ABR), atau Evoked Response
Audiometri (ERA). BERA merupakan pemeriksaan elektrofisiologik untuk menilai
integritas sistemauditorik, bersifat objektif, tidak invasive. Dapat digunakan untuk
memeriksa bayi, anak, dewasa dan penderita koma. Pemeriksaan ini merupakan suatu
pemeriksaan untuk menilai fungsi N VIII, dengan cara merekam potensial listrik yang
dikeluarkan sel koklea selama menempuh perjalanan mulai telinga dalam hingga intiinti tertentu di batang otak. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan elektroda

permukaan yang dilekatkan pada kulit kepala atau dahi dan prosesus mastoid atau
lobules telinga.
Prinsip dari pemeriksaan BERA adalah menilai perubahan potensial listrik otak
setelah pemberian rangsang sensoris berupa bunyi. Rangsangan bunyi yang diberikan
melalui headphone akan menempuh perjalanan melalui saraf ke VIII (gelombang I),
nucleus koklearis (gelombang II), nucleus olivarius superior (gelombang III),
lemnikus lateralis (gelombang IV), kolikulus inferior (gelombang V) kemudian
menuju korteks auditoris di lobus temporal otak. Perubahan potensial listrik di otak
akan diterima oleh ketiga elektroda di kulit kepala, dari gelombang yang timbul di
setiap nucleus saraf sepanjang jalur saraf pendengaran tersebut dapat dinilai benuk
gelombang dan waktu yang diperlukan dari saat pemberian rangsang suara sampai
mencapai nucleus-nukleus saraf tersebut. Dengan demikian setiap keterlambatan
waktu untuk mencapai masing-masing nucleus saraf dapat memberi arti klinis
keadaan saraf pendengaran, maupun jaringan otak di sekitarnya. BERA dapat
memberikan informasi mengenai keadaan neurofisiologis, neuroanatomi dari sarafsaraf tersebut hingga pusat-pusat yang lebih tinggo dengan menilai gelombng yang
timbul lebih akhir atau latensi yang memanjang.
Peeriksaan BERA sangat bermanfaat terutama pada keadaan tidak memungkinkan
dilakukan pemeriksaan pendengaran biasa, misalnya pada bayi, anak dengan
gangguan sifat dan tingkah laku, intelegensia rendah, cacat ganda, kesadaran
menurun.
Cara melakukan pemeriksaan BERA yaitu dengan menggunakan tiga buah elektroda
yang diletakkan di vertex atau dahi dan dibelakang kedua telinga (dibelakan prosesus
mastoideus), atau pada kedua lobules auricular yang dihubungkan dengan
preamplifier. Untuk menilai fungsi batang otak pada umumnya digunakan bunyi
rangsang click, karena dapat mengurangi artefak. Rangsangan ini diberikan melalui
headphone secara unilateral dan rekaman dilakukan pada masing-masing telinga.
Reaksi yang timbul akibat rangsang suara sepanjang jalur saraf pendengaran dapat
dibedakan menjadi beberapa bagian. Pembagian ini berdasarkan waktu yang
diperlukan mulai dari saat pemberian rangsang suara sampai menimbulkan reaksi
dalam bentuk gelombang. Terdapat tiga gelombang yaitu:
1.

Early Response yang timbul dalam waktu kurang dari 10 mili detik,
merupakan reaksi dari batang otak.

2. Middle Response antara 10-15 mili detik, yang merupakan reaksi thalamus,
dan korteks auditorium primer
3. Late Response antara 50-500 mili detik, merupakan reaksi dari area auditorius
primer dan sekitarnya.
Berikut dibawah ini merupakan penilaian BERA:
1.
2.
3.
4.
5.

Masa laten absolut gelombang I, III, V


Beda masing-masing masa laten absolut (Interwave latency I-V, I-III, III-V)
Beda masa laten absolut telinga kanan dan kiri (interaneural latency)
Beda masa laten pada penurunan intensitas bunyi (latency intensity function)
Rasio amplitude gelombang V/I, yaitu rasio antara nilai puncak gelombang V
ke puncak gelombang I yang akan meningkat dengan menurunnya intensitas.

DAFTAR PUSTAKA
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher;
Edisi keenam. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007.

Anda mungkin juga menyukai