Anda di halaman 1dari 15

Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran

Laporan kasus

Universitas Halu Oleo

Juni 2014

ASFIKSIA NEONATORUM

Oleh:
Elisabeth Grety Rimporok, S.Ked

Pembimbing:
dr. Musyawarah, Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2014
0

A.

IDENTIFIKASI
Nama : By. Ny. Y
Umur : 0 hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Boro-Boro
Agama : Islam
No. RM : 39 39 77

B.

ANAMNESIS
(alloanamnesis dengan ibu penderita pada tanggal 14 Juni 2014)
KU: Bayi lahir tidak langsung menangis

Riwayat Kelahiran
Bayi laki-laki lahir spontan dengan ketuban pecah dini, kala II lama, dari ibu G1P0A0,
hamil aterm, hamil 38 minggu, ditolong oleh bidan di ruang kebidanan RSUD Palembang Bari,
saat lahir tidak langsung menangis, terdapat kejang, APGAR Score 5/7.

Riwayat kehamilan
Selama hamil, ibu memeriksakan diri ke Posyandu paling tidak setiap 2 bulan, mendapat tablet
tambah darah dan vitamin. Riwayat ibu demam (-), Riwayat ibu Hipertensi (-), Riwayat ibu
diabetes melitus (-), Riwayat ibu anemia (-)

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


Riwayat penyakit dalam keluarga (-)

C.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang,
Aktifitas: kurang aktif
1

Refleks hisap: Lemah


Tangis: Merintih
Denyut jantung : 132 x/menit, irama regular
Pernapasan : 76 x/menit
Suhu badan : 36,0 oC
Berat badan : 3700 gram
Panjang badan : 48 cm
Lingkar kepala : 38 cm

Pemeriksaan Khusus
Kepala : caput (+), normocephali, flushing (-)
Rambut : hitam
Ubun-ubun : frontanemia mayor dan minor belum menutup.
Muka : tidak ada kelainan bentuk, muka oval.
Mata : simetris, sklera tidak icterus, conjungtiva, tidak anemis.
Hidung : sekret (-), epistaksis (-)
Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-)
Telinga : simetris, MAE (+)
Leher : Tidak ada pembesaran KGB

Paru-paru
Inspeksi : bentuk simetris, pergerakan simetris, retraksi (+)
Palpasi : stemfremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronchi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : pulsasi (-), iktus (-)
Palpasi : iktus (-), thrill (-)
Perkusi : dalam batas normal
Auskultasi : HR= 132 x/menit, irama regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani , shifting dullness (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Tali pusat : Belum lepas, Radang (-), bau busuk (-)
Lipat paha dan genitalia : Anus (+), tidak ada kelainan
Ekstremitas : akral dingin (-), sianosis (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Rutin
Hb : 17,5 g/dl
Ht : 51%
Leukosit : 30.100/mm3
Trombosit : 328.000/mm3

E. DIAGNOSA SAMENTARA
Asfiksia sedang + T. Infeksi + RDS

F. RESUME

G. DIAGNOSIS KERJA
Asfiksia Neonatorum

H. PENATALAKSANAAN
Tindakan Resusitasi
dilakukan pembersihan jalan nafas + pemberian O2, VTP 303030, BBL = 2900 gram, PBL
48 cm, LK : 38 cm.
1. Inj. Vit K 1 mg (i.m)
2. Inj. Phenobarbital 40mg
3. ASI /2jam
4. IVFD D10 1/5 NS gtt 10 t/m
5. Inj. Ampicilin 2 x 100 mg
6. Inj. Gentamicin 10 mg/ 18 jam
7. Rontgen Th
orax
8. Oksigenasi O2 2 lpm

FOLLOW UP
(Tanggal 15 Juni 2014)
S

KU=

Asfiksia ringan + T. Kebutuhan

BBS: 2900 gr

Infeksi

cairan:

296 cc/hr

Aktifitas: Aktif
U: 1 hr
Tangis: Kuat

9x/m

R. Hisap: Kuat
HR : 144 x/m
RR : 50 x/mnt

100 mg

Suhu : 36,5oC
KS: Kepala : NCH (-)

mg/ 24 jam

Leher : t.a.k
2

Thorax : Cor : BJ I/II


(+) N, m(-), g(-)
Pulmo: Vesikular (+)
N, wh (-), rh(-)
Abdomen:

Datar,

lemas, BU (+) N
Extremitas:

Akral

dingin (-)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir
atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah menurun
(hipoksia), hiperkarbia (PaCO2 meningkat) dan asidosis.
Menurut AAP dan ACOG (2004), asfiksia perinatal pada seorang bayi menunjukan
karakteristik berikut:
1. Asidemia metabolik atau campuran (metabolik respiratorik) yang jelas, yaitu pH <7,
pada sampel darah yang diambil dari arteri umbilikal
2. Nilai Apgar 0-3 pada menit ke 5
3. Manifestasi nerologi pada periode BBL segera, termasuk kejang, hipotonia, koma atau
ensefalotopia hipoksik iskemik
4. Terjadi disfungsi sistem multiorgan segera pada periode BBL

B. Epidemologi
Asfiksia pada BBL menjadi penyebab kematian 19%dari 5juta kematian BBL setiap
tahun. Di Indonesia, angka kejadian asfiksia di Rumah Sakit propinsi Jaawa barat ialah 25,2%,
dan nagka kematian karena Asfiksia dirumah sakit pusat rujukan propinsi di Indonesia sebesar
41,94%.

C. Patofisiologi
BBL memiliki karakteristik yang unik,. Transisis dari kehidupan janin intrauterin ke
kehidupan bayi ekstrauterin, menunjukan perubahan sebagai berikut. Alveoli paru janin dalam
uterus berisi cairan paru. Pada saat lahir dan bayi mengambil napas pertama, udara memasuki
alveoli paru dan cairan paru diabsorbsi oleh jaringan paru. Pada napas ke dua paru dan
berikutnya, udara yang masuk alveoli bertambah banyak dan cairan paru diabsorbsi sehingga
kemudia seluruh alveoli berisi udara yang mengandung oksigen. Aliran darah paru meningkat
4

secara dramatis. Hal ini disebabkan ekspansi p[aru membutuhkan tekanan puncak inspirasi dan
tekanan akhir ekspirasi yang lebih tinggi.
Ekspansi paru dan peningkatan tekanan oksigen alveoli, keduanya, menyebabkan
penurunan resistensi vaskuler paru dan peningkatan aliran darah paru setelah lahir. Aliran
intrakardial dan ekstrakardial mulai beralih arah yang kemudian diikuti penutupan duktus
arteriosus. Kegagalan penurunan resistensi vaskuler paru menyebabkan hipertensi pulmonal
persisten pada BBL (persistant Pulmonary Hypertension of the Neonate), dengan aliran darah
paru yang inadekuat dan hipoksemia relatif. Ekspansi paru yang inadekuat menyebabkan gagal
napas.
Gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan/ persalinan ini akan
mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian jika
resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian O2 tidak dimulai segera. Kerusakan dan
gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia.
Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Asfiksia Ringan ( vigorus baby)
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia)
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari
100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari
100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas
tidak ada. Pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak
lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum,
pemeriksaan fisik sama pada asfiksia berat.

D. Faktor Risiko
Menilai faktor risiko bayi sangatlah penting, karena asfiksia dapat terjadi antepartum dan
intrapartum.
1. Faktor risiko antepartum
5

Diabetes pada ibu

Hipertensi Dalam Kehamilan

Hipertensi Kronik

Anemia janin atau isoimunisasi

2. Faktor Risiko Intrapartum


-

Seksio sesaria darurat

Kelahiran dengan ektraksi forsep atau vakum

Letak sungsang atau presentasi abnormal

Kelahiran kurang bulan

Partus presipitasus

Korioamnionitis

E. Langkah Diagnosis
1. Anamnesis
-

Gangguan atau kesulitan waktu lahir (lilitan tali pusat, sungsang, ekstraksi vacum,
ekstraksi forcep

Lahir tidak bernafas / menangis

Air ketuban bercampur mekonium

2. Pemeriksaan fisis
-

Bayi tidak bernapas atau megap-megap

Denyut jantung kurang dari 100x/menit

Kulit sianosis, pucat

Tonus otot menurun

Apgar score :

Klinis

Detak jantung

Tidak ada

< 100 x/menit

>100x/menit

Pernafasan
Refleks saat
jalan nafas
dibersihkan

Tidak ada

Tak teratur

Tangis kuat

Tidak ada

Menyeringai

Batuk/bersin

Tonus otot

Lunglai

Warna kulit

Biru pucat

Fleksi ekstrimitas
(lemah)
Tubuh merah
ekstrimitas biru

Fleksi kuat
gerak aktif
Merah seluruh
tubuh

ilai 0-3 : Asfiksia berat


-

Nilai 4-6 : Asfiksia sedang

Nilai 7-10 : Normal

Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar
5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor
mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru
lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi
dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti
penilaian skor Apgar)

3. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium : Analisa gas darah , menunjukan hasil :
-

PaO2 < 50 mmH2O

PaCO2 > 55 mmH2O

pH < 7,30

F. Terapi
Resusitasi
Penilaian awal dilakukan pada setiap bayi baru lahir untuk menetukan apakah tindakan
resusitasi harus segera dimulai. Segera setelah lahir dilakukan penilaian pada semua bayi
dengan cara melihat :
1. Apakah bayi lahir cukup bulan ?
2. Apakah air ketuban jernih dan tidak bercampur mekonium ?
3. Apakah bayi bernapas adekuat atau menangis ?
4. Apakah tonus otot baik ?

Apabila semua jawaban diatas Ya, berarti bayi baik dan tidak memerlukan tindakan
resusitasi. Pada bayi ini segera dilakukan Asuhan Bayi Normal. Bila salah satu atau lebih
jawaban tidak, bayi memerlukan tindakan resusitasi segera.

1). Langkah awal dalam stabilisasi


a. Memberikan kehangatan

Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer) dalam keadaan
telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan memudahkan eksplorasi seluruh tubuh.
b. Memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya
Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam posisi menghidu agar
posisi farings, larings dan trakea dalam satu garis lurus yang akan mempermudah masuknya
udara. Posisi ini adalah posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan balon dan sungkup
atau untuk pemasangan pipa endotrakeal.
c. Membersihkan jalan napas sesuai keperluan
Aspirasi mekoneum saat proses persalinan dapat menyebabkan pneumonia aspirasi.
Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion dan bayi tidak bugar (bayi mengalami depresi
pernapasan, tonus otot kurang dan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit) segera dilakukan
penghisapan trakea sebelum timbul pernapasan untuk mencegah sindrom aspirasi mekonium.
Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion namun bayi tampak bugar, pembersihan sekret
dari jalan napas dilakukan seperti pada bayi tanpa mekoneum.
d. Mengeringkan bayi
Mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan pada posisi yang benar
Meletakkan pada posisi yang benar, menghisap sekret, dan mengeringkan akan memberi
rangsang yang cukup pada bayi untuk memulai pernapasan. Bila setelah posisi yang benar,
penghisapan sekret dan pengeringan, bayi belum bernapas adekuat, maka perangsangan taktil
dapat dilakukan dengan menepuk atau menyentil telapak kaki, atau dengan menggosok
punggung, tubuh dan ekstremitas bayi.

2). Ventilasi tekanan positif


Setelah dilakukan langkah awal resusitasi, ventilasi tekanan positif harus dimulai bila bayi
tetap apnea setelah stimulasi atau pernapasan tidak adekuat, dan/atau frekuensi jantung
memadai tetapi sianosis sentral, bayi diberi oksigen aliran bebas. Bila setelah ini bayi tetap
sianosis, dapat dicoba melakukan ventilasi tekanan positif.

3). Pemberian Oksigen

Bila bayi masih terlihat sianosis sentral, maka diberikan tambahan oksigen. Pemberian oksigen
aliran bebas dapat dilakukan dengan menggunakan sungkup oksigen, sungkup dengan balon
tidak mengembang sendiri, T-piece resuscitator dan selang/pipa oksigen.
Pemberian oksigen 100% tidak dianjurkan pada bayi kurang bulan karena dapat merusak
jaringan. Penghentian pemberian oksigen dilakukan secara bertahap bila tidak terdapat sianosis
sentral lagi yaitu bayi tetap merah atau saturasi oksigen tetap baik walaupun konsentrasi
oksigen sama dengan konsentrasi oksigen ruangan. Bila bayi kembali sianosis, maka
pemeberian oksigen perlu dilanjutkan sampai sianosis sentral hilang. Kemudian secepatnya
dilakukan pemeriksaan gas darah arteri dan oksimetri untuk menyesuaikan kadar oksigen
mencapai normal.

4). Kompresi dada


Kompresi dada dimulai jika frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah dilakukan
ventilasi tekanan positif selama 30 detik. Kompresi dada dilakukan dengan menekan sternum
menggunakan 1 jempol atau 2 jari tegak lurus di linea parasentralis kiri sedalam 1/3 diameter
anteroposterior rongga dada dengan 3 kali penekanan dan 1 kali ventilasi dalam 2 detik (45 kali
kompresi dada dan 15 kali ventilasi selama 30 detik).

Medikamentosa
a. Epinefrin 1:10.000
Dosis : 0,1-0,3 ml/kg berat badan atau 0,01-0,03 mg/kg berat badan diberikan secara cepat,
dilarutkan dengan larutan NaCl 0,9% menjadi 1-2 ml bila secara endotrakea.
b. Cairan penambah volume darah (plasma expander)
Dosis awal 10 ml/kg dengan kecepatan 5-10 menit secara intravena. Bila bayi menunjukkan
perbaikan yang minimal setelah pemberian dosis pertama, dapat dberikan dosis tambahan lagi
10 ml/kg.
c. Nalokson
Dosis : 0,1 mg/kg diberikan secara intravena atau intramuskular.
d. Natrium Bikarbonat
Dosis : 1-2 mEq/kg diberikan secara intravena setelah ventilasi dan perfusi adekuat dicapai,
diberikan dalam kira-kira 2 menit yaitu 1 mEq/kg/menit
10

I. Komplikasi Asfiksia Neonatorum


Komplikasi yang dapat terjadi pada bayi yang mengalami asfiksia neonatorum adalah asidosis
metabolik, hipoglikemia, enselofati hipoksia iskemik dan gagal ginjal. Kompresi dada juga
dapat menyebabkan trauma pada bayi. Organ vital dibawah tulang iga adalah jantung, paru,
dan sebagian hati. Tulang rusuk juga rapuh dan mudah patah. Kompresi harus dilakukan dengan
hati-hati supaya tidak merusak organ dibawahnya (Health Technology Assessment Indonesia
Depkes RI, 2008).

11

DAFTAR PUSTAKA

1.

Rahajoe, N. 2011. Buku Ajar perinatologi Anak. Edisi Kelima. Badan Penerbit IDAI.
Jakarta

2.

Standar Pelayanan Medik. 2009. Pneumonia. Makassar : Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Rumah Sakit DR. Wahidin Sudirohusodo

3.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta : Penerbit IDAI

4.

WHO. 2009. Pelayanan Kesehatan Anaka di Rumah Sakit: pedoman Bagi Rumah Sakit
Rujukan Tingkat Pertama. Penerbit : WHO Indonesia

12

Anda mungkin juga menyukai