Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA

PADA ANAK

OLEH:

KHUSNUL DWIYANTI (2018610008)

PROGRAN STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

ASFIKSIA

A. DEFINISI
Asfiksia berarti hipoksia progresif penimbunan CO2 dan asidosis jika proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian,
mempengaruhi fungsi vital lainnya. Asfiksia lahir ditandaidengan hipoksemia (PaO2
menurun) dan hiperkarbia (peningkatan PaCO2) (FKUI,2007).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan
hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan,persalinan
atau segera lahir (Prawiro Hardjo,Sarwono,2007)
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan dengan
sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk
mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam
menghadapi bayi dengan asfiksia
B. ETIOLOGI
1. Faktor ibu
a) Pre eklams dan eklamsi, DM, anemia, HT
b) Perdarahan abnormal (plasenta previa dan solusio plasenta)
c) Partus lama dan macet
d) Demam selama persalinan, infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e) Kehamilan lewat waktu
2. Faktor tali pusat
a) Lilitan tali pusat
b) Tali pusat pendek
c) Simpul tali pusat
d) Prolapus tali pusat
3. Faktor bayi
a) Bayi premature ( ˂ 37 minggu )
b) Presentasi janin abnormal
c) Persalinan dengan tindakan ( ekstraksi vacuum, ekstraksi forcep )
4. Faktor yang mendadak
a) Bayi
1) Gangguan peredaran darah pada tali pusat karena tekanan tali pusat
2) Depresi pernafasan karena obat-obat anastesi atau analgetik yang diberikan
pada ibu, perdarahan itnal karnial, dan kelainan bawaan.
b) Ibu
1) Gangguan his , misalnya hipertoni dan tetani
2) Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
3) Hipertensi eklamsi
4) Gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio
C. PATOFISIOLOGI
Bila janin kekurang O2 dan kadar CO2 bertambah, timbullah rangsangan terhadap
nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2
terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini
rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler
dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa
kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan
terjadi atelectasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai
menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi
memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang
dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mula menurun dan bayi
akan terlihat lemas (flaseid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki
periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan O2
dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan
dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika
resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
D. MANISFESTASI KLINIS
1. Pada kehamilan
a) DJJ ˃ 160 x permenit atau ˂ 100 x permenit,
b) Halus dan reguler,
c) Adanya pengeluaran mekonium
2. Setelah bayi lahir
a) Bayi pucat dan sianosis
b) Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c) Hipoksia
d) Asidosi metabolic dan respiratorik
e) Perubahan fungsi jantung
f) Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologic, kejang,
nistagamus, menangis kurang baik/tidak menangis
g) Bayi tidak bernafas/nafas megap-megap,tidak ada refleks rangsangan, denyut
jantung ˂ 100 kali permenit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, apgar skor
menurun
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium AGD: mengakaji dimana tingkat paru-paru mampu memberikan O2
yang adekuat
2. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
3. Babygram (photo rongten dada)
4. Ekstrolit darah
5. Gula darah
6. Pulse oximetry : metode pemantauan non invasive secara kontinu terhadap saturasi
O2 Hb, pemantauan SPO2
7. Analisa gas darah
8. Berat bayi
9. USG ( Kepala )
10. Penilaian APGAR score
11. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan

Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari hipoksia
janin. Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya
tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
1.  Denyut jantung janin
Frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan/menit, selama his
frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula.
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi
apabila frekuensi turun sampai di bawah 100 kali permenit di luar his, dan lebih-
lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. Di beberapa klinik
elektrokardigraf janin digunakan untuk terus-menerus menghadapi keadaan
denyut jantung dalam persalinan.
2. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada
presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus
diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat
merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan
dengan mudah
3. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat
sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh (sampel) darah janin.
Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila
pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat
janin mungkin disertai asfiksia.
G. KLASIFIKASI

Tanda 0 1 2 Jumlah
nilai

Frekuensi Tidak ada Kurang dari 100 Lebih dari 100


jantung x/menit x/menit

Usaha bernafas Tidak ada Lambat, tidak Menangis kuat


teratur

Tonus otot Lumpuh Ekstremitas fleksi Gerakan aktif


sedikit
Reflex Tidak ada Gerakan sedikit Menangis

Warna kulit Biru/pucat Tubuh kemerahan, Tubuh dan


ekstremitas biru ekstremitas
kemerahan

1. Nilai 0-3            : Asfiksia berat


2. Nilai 4-6            : Asfiksia sedanG
3. Nilai 7-10          : Normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5
menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7.
Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan
prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir
bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar)
Asfiksia neonatorum di klasifikasikan :
1. Asfiksia Ringan ( vigorus baby)
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia)
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari
100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari
100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek
iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus
menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung
menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat.

H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin muncul akibat asfiksia adalah :
1. Sembab otak
2. Pendarahan otak
3. Anuria atau oliguria
4. Hyperbilirubinemia
5. Obstruksi usus yang fungsional
6. Kejang sampai koma
7. Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : pneumothorax
I. PENATALAKSANAAN
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir
yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala
sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-
tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :

a) Meletakan bayi dalam posisi yang benar  


b)  Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea  
c) Bila perlu masukan ET untuk memastikan pernapasan terbuka
  

2. Memulai pernapasan :
  

a)  Lakukan rangsangan taktil. Beri rangsangan taktil dengan menyentil atau


menepuk telapak kaki. Lakukan penggosokan punggung bayi secara
cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi.
b)   Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif.
3. Mempertahankan sirkulasi darah :

Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila
perlu menggunakan obat-obatan
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
a) Tindakan umum
1) Pengawasan suhu
2) Pembersihan jalan nafas

3) Rangsang untuk menimbulkan pernafasan

b) Tindakan khusus
1)  Asphyksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki
ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan, cara terbaik dengan
intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia
berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonat natrium 2-4
mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4ml/kgBB.
Kedua obat ini disuntikan kedalam intra vena perlahan melalui vena
umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak
telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan
positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan
pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan
dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam
perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali
kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai
kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa
yang belum dikoreksi.
2) Asphyksia ringan dan sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu
30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera
dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasal dengan aliran 1-2
lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan
gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas
dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan
dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan
spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil
tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif
secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker.
Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu
dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan
perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan
tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjadi penurunan
frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus
segera dilakukan, bikarbonat natrium dan glukosa dapat segera diberikan,
apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur,
meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.
ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA

A. PENGKAJIAN
1. Keluhan Utama
a) Saat masuk Rs
Ibu klien mengatakan klien menangis meritih, perut kembung, sesak nafas
disertai lendir, akral teraba dingin,
b) Saat pengkajian
Klien telihat menangis merintih, perut terlihat kembung, sesak nafas yang
disertai lendir, akral teraba dingin, reflex premitif positif tetapi lemah ,
tampak retraksi dada, keadaan umum lemah, apgar skore lahir 4/5/6. Klien
lahir spontan dengan ekstraksi vakum usia kehamilan 39 minggu . TTV :
HR : 145 x/menit , RR 66 x/menit , suhu : 36⁰C
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d sekresi yang tertahan
2. Risiko hipotermia b/d suhu lingkungan rendah
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1 : Bersihan jalan napas tidak efektif b/d sekresi yang tertahan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan sesak nafas sudah tidak lagi
dirasakan
SLKI : bersihan jalan nafas

No Indikator 1 2 3 4 5

1. Produksi
sputum

2. Dispnea

3. Frekuensi
nafas

4. Pola nafas

SIKI : Pemantauan respirasi


1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
2. Monitor pola napas
3. Monitor adanya produksi sputum
4. Monitor adanya sumbatan jalan napas
5. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
6. Auskultasi bunyi napas
7. Monitor saturasi oksigen
Diagnosa 2 : Risiko hipotermia b/d suhu lingkungan rendah
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu tubuh kembali normal
SLKI : Termoregulasi

No Indikator 1 2 3 4 5

1. Pucat

2. Takipnea

3. Suhu tubuh

4. Suhu kulit

SIKI :Regulasi temperatur


1. Monitor suhu bayi sampai stabil
2. Monitor suhu tubuh anak tiap dua jam ,jika perlu
3. Monitor tekanan darah,frekuensi pernapasan dan nadi
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia atau hipertermia
6. Hangatkan terlebih dahulu bahan-bahan yang akan kontak dengan bayi
D. IMPLEMENTASI
Diagnosa 1 : bersihan jalan napas tidak efektif
1. Memonitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
2. Memonitor pola napas
3. Memonitor adanya produksi sputum
4. Memonitor adanya sumbatan jalan napas
5. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
6. Auskultasi bunyi napas
7. Memonitor saturasi oksigen

Diagnosa 2 : Risiko hipotermia

1. Monitor suhu bayi sampai stabil


2. Monitor suhu tubuh anak tiap dua jam ,jika perlu
3. Monitor tekanan darah,frekuensi pernapasan dan nadi
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia atau hipertermia
6. Hangatkan terlebih dahulu bahan-bahan yang akan kontak dengan bayi

E. EVALUASI
Diagnosa 1 : bersihan jalan napas tidak efektif

S : ibu klien mengatakan klien sudah tidak terlihat sesak napas lagi
O : klien terlihat sudah tidak sesak napas lagi dan sudah tidak lagi menangis
A : masalah teratasi
P : intervensi di hentikan

Diagnosa 2 : Risiko hipotermia

S : ibu klien mengatakan suhu tubuh anaknya sudah kembali normal


O : pada akral klien sudah tidak teraba dingin , suhu tubuh klien sudah kembali
normal
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/36223311/
MAKALAH_DAN_ASUHAN_KEPERAWATAN_ASFIKSIA_NEONATUS
https://www.academia.edu/20592936/LP_dan_Askep_Asfiksia

Anda mungkin juga menyukai