Anda di halaman 1dari 3

XIII.

Analisa Kasus
Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan tampak lemas dan penurunan kesadaran
yang didahului dengan kejang sebelah tubuh kanan disertai demam tinggi, kejang terjadi
empat kali dalam seminggu dengan durasi kejang 2-5 menit tiap kejang. Kejang demam
merupakan salah satu kasus tersering yang dijumpai pada anak di rumah sakit. Terjadinya
bangkitan kejang oleh karena adanya peningkatan suhu tubuh yang diakibatkan proses
ekstrakranium.
. Pasien tampak lemas dan mulai penurunan kesadaran saat tiba di IGD RSUDZA.
Batuk berdahak dan pilek dikeluhkan sejak 1 bulan terakhir. Berdasarkan pemeriksaan SAGA
didapatkan gangguan primer sistem saraf pusat. Kesadaran somnolen, tanda vital pasien
stabil, pada pemeriksaan fisik umum ditemukan spastik pada keempat ekstremitas, kaku
kuduk positif, bruzinsky I dan II positif, dan refleks babinsky positif. Pemeriksaan
laboratorium didapatkan anemia hipokrom mikrositter, Leukositosis, hiponatremia,
peningkatan laju filtrasi glomerulus, dan peningkatan enzim transaminase. Cairan LCS dalam
batas normal. TB Milier pada pencitraan foto thoraks. CT-Scan kepala tanpa kontras
ditemukan Brain atrofi dengan infark cerebri kronis dan Hidrocefalus communicans.
Penatalaksanaan darurat yaitu oksigenasi dan rehidrasi. Direncanakan operasi VP-Shunt dan
konsul ke bedah saraf. Pemberian OAT fase intensif dan konsul respirologi anak. Konsul
nutrisi dan penyakit metabolik untuk support nutrisi pasien.
Meningitis tuberkulosis merupakan salah satu manifestasi klinis TB luar paru yang
menyerang susunan saraf pusat (SSP). Tuberkulosis tetap menjadi tantangan kesehatan global
yang utama dengan 1,2 juta kasus pediatrik baru dan >220.000. kematian pada anak usia <15
tahun. Meningitis tuberculosis (MTB), sebagai manifestasi TB yang paling parah,
menyumbang sekitar 20% dari kematian TB anak dan mengakibatkan gejala sisa neurologis
pada lebih dari 50% orang yang selamat.1,2
Riwayat TB hanya didapatkan pada sekitar 10% pasien. Foto toraks yang
menunjukkan TB paru ditemukan pada 30-50% pasien. Adanya TB milier meningkatkan
kecurigaan diseminasi ke intrakranial. Sekitar 10% pasien TB meningen juga mengalami TB
tulang belakang. Penyakit ini memiliki onset gejala subakut hingga kronik, dengan rerata
awitan gejala adalah 7-30 hari. Gejala yang tersering dikeluhkan adalah nyeri kepala (80-
90%), demam (60-95%), penurunan berat badan (60-80%), penurunan kesadaran (30-60%),
muntah (30-60%), dan kejang (50%). Gejala dapat disertai defisit neurologis seperti kaku
kuduk (40- 80%), paresis saraf kranial (30-50%), dan hemiparesis (10-20%).2,4
Diagnosis meningitis tuberkulosis dapat ditetapkan berdasarkan gambaran klinis
maupun radiologis. Diagnosis berdasarkan ke dua hal tersebut tidak dapat dijadikan patokan
untuk diagnosis pasti meningitis tuberkulosis. Diagnosis pasti meningitis tuberkulosis
ditetapkan berdasarkan ditemukannya M.tuberculosis dalam cairan serebrospinal (CSS)
melalui pemeriksaan biakan CSS yang kemudian diperkuat dengan pemeriksaan mikroskopis
(ZN), cara pengambilan CSS tertentu yang sangat traumatik. Biakan M.tuberculosis
mempunyai kepekaan yang lebih tinggi dan beragam antara 50–70%, akan tetapi hasil
pemeriksaan baru akan didapat setelah 6 sampai 8 minggu. Hal tersebut yang menyebabkan
mengapa hasil periksaan bakteri dalam CSS mempunyai kepekaan yang rendah, menurut
telitian hasilan Thwaites dkk adalah karena rendahnya kepekatan M.tuberculosis dalam CSS.
Namun demikian, sampai saat ini biakan masih tetap dijadikan baku emas, sedangkan
pemeriksaan mikroskopik digunakan sebagai penguatan terhadap hasil biakan.1,3,5-6
Regimen pengobatan didasarkan pada pedoman WHO saat ini sesuai dengan pedoman
Ikatan Dokter Anak Indonesia untuk pengobatan TBM pada anak, yang terdiri dari isoniazid
harian (7-15 mg/kg), rifampisin (10-20 mg/kg), pirazinamid (30-40 mg/kg) dan etambutol
(15-25 mg/kg) untuk fase intensif 2 bulan, diikuti dengan fase lanjutan isoniazid dan
rifampisin selama 10 bulan dengan dosis yang sama. Semua obat anti TB diminum dengan
perut kosong dibawah pengawasan langsung pengobatan. Untuk pasien yang tidak sadar, obat
dilarutkan dalam air yang disalurkan melalui pipa nasogastric dan kemudian dibilas.5-6,7

DAFTAR PUSTAKA
1. Silvia Rachmayati, Ida Parwati, A Rizal, D Oktavia. Indonesian journal of clinical
pathology and medical laboratorium. Meningitis tuberculosis. Vol.17 No. 3Juli 2011. Hal
159-162. Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Indonesia.
2. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
HK.01.07/MENKES/755/2019 TENTANG PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN
KEDOKTERAN TATA LAKSANA TUBERKULOSIS. Jakarta, 2 Desember 2019. Hal.
70-73.
3. Ruslami R, Gafar F, Yunivita V, et al. Arch Dis Child 2022;107:70–77.
Pharmacokinetics and safety/tolerability of isoniazid, rifampicin and pyrazinamide in
children and adolescents treated for tuberculous meningitis. Published Online First
28 June 2021.
4. World Health Organization (WHO). Global tuberculosis report 2020, 2020. Available:
https://www.who.int/publications/i/item/9789240013131.
5. Dayal R, Singh Y, Agarwal D, et al. Pharmacokinetic study of isoniazid and
pyrazinamide in children: impact of age and nutritional status. Arch Dis Child
2018;103:1150–4.
6. Yunivita V, Ruslami R, Dian S. Pharmacokinetics of isoniazid and the effect of
acetylator status in Indonesian tuberculous meningitis patients. In: International
workshop on pharmacology of TB drugs. Atlanta, 2017.
7. Rahajoe NN, Nawas A, Setyanto DB. Buku petunjuk teknis manajemen dan tatalaksana
TB anak [National guideline on the management of tuberculosis in children]. Jakarta:
Ministry of Health of the Republic of Indonesia, 2016.

Anda mungkin juga menyukai