Anda di halaman 1dari 15

PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue (DBD/DHF) merupakan salah satu penyakit


yang banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Berdasarkan data resmi
yang diserahkan ke World Health Organization (WHO), setiap 10 tahun rata-rata
jumlah kasus tahunan kasus demam dengue (DF)/DHF terus bertambah. Pada
tahun 2000 hingga 2008, rata-rata jumlah kasus tahunan adalah 1.656.870, atau
hampir tiga setengah kali lipat dari tahun 1990-1999, yaitu 479.848 kasus. Kasus
demam berdarah di seluruh Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat melampaui
1,2 juta pada tahun 2008 dan mengalami kenaikan pada tahun 2013 dengan
jumlah kasus lebih dari 3 juta. Menurut WHO, Asia Pasifik memiliki kasus
dengue sebesar 75% pada tahun 2004 dan 2010, dan Indonesia menduduki
peringkat ke-2 dengan kasus DBD terbesar diantara 30 negara wilayah endemis.
Selama periode 50 tahun, terjadi peningkatan angka kejadian tahunan DBD di
Indonesia yang cukup signifikan, dari 0,05 kasus per 100.000 orang-tahun pada
tahun 1968 menjadi 77,96 kasus per 100.000 orang-tahun pada tahun 2016. Pada
tahun 2017 kasus DBD yang terjadi di Indonesia mengalami penurunan
dibandingkan pada tahun 2016 dari 204.171 kasus menjadi 68.407 kasus. Kasus
kematian DBD di Indonesia pada tahun 2017 berjumlah 493 kematian jika
dibandingkan dengan tahun 2016 yang berjumlah 1.598 kematian. Pada tahun
2017, terdapat 10 provinsi di Indonesia yang memiliki angka kematian (CFR)
tertinggi akibat DBD, yaitu di Gorontalo (2,18%), Sulawesi Utara (1,55%), dan
Sulawesi Tenggara (1,47%).1–4
Spesies nyamuk Aedes merupakan vektor virus dengue dan menularkan
virus dengan menggigit inang manusia. Nyamuk Aedes Aegypti banyak ditemukan
di Amerika Tengah, Amerika Latin, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat. Per tahun,
sekitar lima puluh hingga seratus juta kasus demam berdarah teracatat di seluruh
dunia. Dari kasus demam berdarah setengahnya berkembang menjadi DBD yang
mengakibatkan 22.000 kematian, sebagian besar kasus terjadi pada anak-anak.
DBD terjadi karena infeksi oleh virus dengue, yang merupakan bagian dari
keluarga Flaviviridae. Infeksi ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe
virus dengue (DENV), terdapat 4 tipe DENV: DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan

1
DENV-4. Infeksi oleh salah satu serotipe tidak memberikan kekebalan terhadap
infeksi serotipe lain. Manifestasi klinis infeksi DENV berupa infeksi tanpa gejala
atau sindrom mirip flu ringan, juga dikenal sebagai demam berdarah, hingga
bentuk yang lebih parah dan mengancam jiwa, demam berdarah dengue dan
sindrom syok dengue (DSS). Lingkungan merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap penyebaran virus oleh nyamuk Aedes Aegypti; termasuk suhu, curah
hujan, migrasi desa-kota, kepadatan penduduk, penyimpanan air, dan peningkatan
limbah padat yang merupakan tempat habitat larva bagi vektor. Berdasarkan pada
penelitian didapatkan bahwa virus dari genotipe DENV-1 merupakan virus yang
paling sering ditemukan di Indonesia. Pada tahun 2009 sebuah penelitian
menemukan bahwa semua pasien dengan DENV-1 baik sebagai infeksi primer
atau sekunder memiliki manifestasi klinik yang buruk. 1
Pasien yang datang ke unit gawat darurat dengan gejala DBD sangatlah
bervariasi dari gejala ringan hingga gejala berat, disertai dengan atau tanpa tanda-
tanda perdarahan spontan masif dan syok. Perlunya dilakukan diagnosis secara
cepat agar dapat dilakukan penatalaksaan sesegera mungkin. Dengan memahami
patogenesis, perjalanan penyakit, gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium,
diharapkan penatalaksaan dapat dilakukan secara efektif dan efisien sehingga
dapat mengurangi angka kematian pada pasien DBD.
Berikut ini dilaporkan sebuah kasus seiorang pasien dengan demam
berdarah dengue yang menjalani pengobatan di RSUP Prof. dr. R. D. Kandou
Manado.

LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki, Tn, PY, berusia 20 tahun, alamat Karondoaran,
Sulawesi Utara, Kota Bitung, datang ke RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado
melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada tanggal 11 April 2021 dengan keluhan
utama demam sejak kurang lebih 4 hari SMRS. Demam dirasakan tinggi dan turun
dengan minum obat penurun panas, tetapi beberapa jam kemudian demam kembali
naik. Demam disertai menggigil dan pasien mengeluarkan banyak keringat. Pasien
mangatakan terdapat nyeri otot dan nyeri sendi. Keluhan lain yang dirasakan pasien

2
adanya mual, muntah dengan frekuensi 2x sejak 1 hari SMRS. Volume muntah
kurang lebih setengah gelas 50cc berisi cairan dan sisa makanan. Adanya gusi
berdarah disangkal, perdarahan hidung disangkal. Pasien merasakan nyeri ulu hati,
keluhan batuk dan sesak disangkal. Pada hari ke-3, pasien memiliki riwayat buang air
besar berwarna hitam satu kali dengan konsistensi cair. Buang air kecil normal,
kuning jernih, volume sekitar 1000ml/24 jam.
Pasien tidak memiliki riwayat pernyakit dahulu seperti diabetes mellitus
(DM), hipertensi, ginjal, jantung, demam dengue, dan malaria. Riwayat berpergian ke
tempat endemis disangkal. Pasien sebelumnya sudah berobat ke UPTD RS
Manembo-nembo pada tanggal 10 April 2021, dengan keluhan serupa dan telah
diberikan pengobatan.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis. Tekanan darah 110/64 mmHg; denyut nadi 64 kali/menit, reguler, isi
cukup; respirasi 24 kali/menit; temperatur aksila 36.4⁰C, dan SpO2 98%, uji
tourniquet (+). Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat isokor
diameter 3 mm, ada refleks cahaya, tidak ada perdarahan dari hidung. Lidah tidak
kotor, tonsil T1/T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis. Jugular Venous Pressure
(JVP) 5+0 cmH20, tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening, trakea letak
ditengah, tidak didapatkan pembesaran kelenjar tiroid. Pada pemeriksaan fisik paru
didapatkan dada simetris dalam keadaan statis dan dinamis; pada palpasi fremitus
kanan sama dengan kiri; pada perkusi lapang paru kanan sama dengan kiri; pada
auskultasi suara pernapasan vesikuler pada seluruh lapang paru, tidak ada ronkhi,
tidak ada wheezing. Pada pemeriksaan jantung, iktus kordis tidak tampak, batas
jantung kanan ICS IV pada garis parasternal kanan, batas jantung kiri sesuai iktus
kordis, suara jantung pertama dan kedua normal dan tidak terdengar bising jantung
maupun gallop. Pemeriksaan abdomen datar supel, bising usus normal, hati tidak
teraba, lien tidak teraba, shifting dullness tidak ditemukan, terdapat nyeri tekan
epigastrium. Ekstremitas hangat, tidak terdapat edema, CRT < 2 detik, dan tidak
terdapat ptekie atau purpura.
Pemeriksaan laboratorium tanggal 11 April 2021 jam 05.00 di IGD RSUP
Prof. dr. R. D. Kandou didapatkan eritrosit 6.09 juta/uL, leukosit 6.200/uL,
eosinofil 1%, basofil 0%, netrofil batang 0%, netrofil segmen 14%, limfosit 78%,

3
monosit 7%, hemoglobin 18.3 g/dL, mean corpuscular volume (MCV) 83.1 fL,
mean corpuscular haemoglobin (MCH) 30 pg, mean corpuscular haemoglobin
concentration (MCHC) 36.2 g/dL, hematokrit 50.6%, trombosit 20.000 /uL,
glukosa darah sewaktu (GDS) 72 mg/dL, ureum 37 mg/dL, kreatinin 0.7 mg/dL.
Serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT) 57 u/L, serum glutamate
pyruvate transaminase (SGPT) 28 u/L. Klorida darah 91.6 mEq/L, kalium darah
4.25 mEq/L, natrium darah 130 mEq/L. Dengue NS1 negatif dan Malaria negatif.
PT pasien 13,9 detik (kontrol 14.5 detik), INR 1.03 detik (kontrol 1.08 detik), dan
APPT 43.0 detik (kontrol 34.9 detik). Pasien membawa hasil pemeriksaan
laboratorium tanggal 10 April 2021 jam 23.46, di UPTD RS Manembo-nembo
didapatkan eritrosit 6.63 juta/uL, leukosit 4.500/uL, eosinofil 1%, basofil 0%,
netrofil batang 26%, netrofil segmen 43%, limfosit 26%, monosit 4%, hemoglobin
18.6 g/dL, MCV 75.5 fL, MCH 28 pg, MCHC 37.1 g/dL, hematokrit 55,8%,
trombosit 12.000 /uL, GDS 77 mg/dL, ureum 37 mg/dL, kreatinin 1,4 mg/dL.
SGOT 54 u/L, SGPT 50 u/L. RT-CoV Antibodi non-reaktif dan RT-Cov Antigen
(swab) negatif. Terdapat hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 10 April
2021 dari laboratorium klinik dan klinik check up Patra didapatkan hasil eritrosit
6.45 juta/uL, leukosit 3.800/uL, eosinofil 0%, basofil 0%, netrofil batang 0%,
netrofil segmen 52%, limfosit 36%, monosit 12%, hemoglobin 19.7 g/dL, MCV
88.8 fL, MCH 30.5 pg, MCHC 34.4 g/dL, hematokrit 57.3%, trombosit 4.000 /uL.
Tes Widal dan DDR negatif.
Pada pemeriksaan rontgen thoraks didapatkan jantung dan paru dalam
batas normal. Pemeriksaan EKG didapatkan irama sinus rhythm, denyut jantung
60x/menit, normoaksis.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium
serta pemeriksaan penunjang lainnya maka ditegakkan diagnosis kerja pada pasien
ini sebagai demam berdarah dengue grade II (hari ke 5), sindrom dispepsia, dan
hiponatremi. Rencana yang akan dilakukan selanjutnya adalah monitoring tanda-
tanda vital per 6 jam, tanda-tanda kebocoran plasma, dan tanda-tanda perdarahan.
Intake cairan juga perlu diperhatikan. Pasien direncanakan untuk cek darah
lengkap per 6 jam dan rencana pemeriksaan IgM dan IgG anti dengue.

4
Pengobatan yang diberikan adalah IVFD NaCl 0,9% per 8 jam,
Omeprazole 20 mg dua kali IV, Domperidon 10 mg per 8 jam tiga kali sehari,
Paracetamol 500 mg per 8 jam. Pasien sebelumnya telah mendapatkan pengobatan
di UPTD RS Manembo-nembo berupa IVFD NS 0,9% 20 tpm, injeksi Ranitidine
1 ampul (50 mg) dan injeksi Ondansentron 1 ampul (4 mg).
Pada hari perawatan pertama didapatkan keluhan pasien mual, muntah (+)
isi cairan dengan volume sekitar 50cc. Demam (-), sesak nafas (-), tanda-tanda
perdarahan spontan seperti perdarahan hidung, gusi maupun bab hitam disangkal.
Volume urine sekitar 2000-2500cc /24 jam. Pemantauan tanda-tanda vital
didapatkan tensi 110/70 mmHg, nadi 74 x/mnt, respirasi 18 x/mnt, suhu badab
36,0’C. Pemeriksaan laboratorium pada jam 18.00, didapatkan hasil eritrosit 5.39
juta/uL, leukosit 7.300/uL, eosinofil 1%, basofil 1%, netrofil batang 0%, netrofil
segmen 17%, limfosit 47%, monosit 34%, hemoglobin 16.4 g/dL, MCV 84 fL,
MCH 30 pg, hematokrit 45.3%, trombosit 25.000/uL, GDS 97 mg/dL, natrium
darah 131 mEq/L, kalium 4.05 mEq/L, klorida 92.4 mEq/, albumin 3.45 gr/dl,
IgM (-), dan IgG Dengue (+).
Pada hari perawatan kedua, pasien tidak demam, mual masih dirasakan,
muntah tidak ada. Tidak ada mimisan dan sesak. BAK >1000ml / 8 jam.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos
mentis. Tekanan darah 112/72 mmHg (119-131/75-80 mmHg); denyut nadi 90
kali/menit, respirasi 18 kali/menit; dan temperatur aksila 36.1⁰C. Konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik. Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan dada simetris
dalam keadaan statis dan dinamis; pada palpasi fremitus kanan sama dengan kiri;
pada perkusi lapang paru kanan sama dengan kiri; pada auskultasi suara pernapasan
vesikuler pada seluruh lapang paru, tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing. Pada
pemeriksaan jantung, iktus kordis tidak tampak, batas jantung kanan ICS IV pada
garis parasternal kanan, batas jantung kiri sesuai iktus kordis, suara jantung pertama
dan kedua normal dan tidak terdengar bising jantung maupun gallop. Pemeriksaan
abdomen datar supel, bising usus normal, hati tidak teraba, lien tidak teraba, shifting
dullness tidak ditemukan, terdapat nyeri tekan epigastrium pada regio epigastrium
dan hipokondik kiri. Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 12 April 2021

5
didapatkan hasil eritrosit 6.09 juta/uL, leukosit 6.000/uL, eosinofil 2%, basofil
1%, netrofil batang 0%, netrofil segmen 22%, limfosit 56%, monosit 19%,
hemoglobin 16.6 g/dL, MCV 84 fL, MCH 29.8 pg, MCHC 35.5 g/dL, hematokrit
46.9%, trombosit 28.000/uL, PT pasien 12.2 detik (kontrol 14.5 detik), INR 0.90
detik (kontrol 1.07 detik), dan APPT 38.4 detik (kontrol 34.8 detik). Diagnosis
kerja pada pasien ini sebagai demam berdarah dengue grade II, sindrom
dispepsia, hiponatremi, dan hipoalbumin. Pengobatan yang diberikan adalah
IVFD Asering 500ml/6 jam, Omeprazole 20mg 2 kali per oral, Paracetamol
500mg tiga kali per oral, dan domperidone 10mg tiga kali per oral. Cek TTV / 6
jam dan pantau tanda-tanda perdarahan.
Pada hari perawatan ketiga, pasien tidak demam, mual sudah berkurang,
muntah tidak ada. Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis. Tekanan darah 110/76 mmHg (105-115/67-68 mmHg),
respirasi 16 kali/menit; dan temperatur aksila 36.2⁰C. Konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik. Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan dada simetris dalam
keadaan statis dan dinamis; pada palpasi fremitus kanan sama dengan kiri; pada
perkusi lapang paru kanan sama dengan kiri; pada auskultasi suara pernapasan
vesikuler pada seluruh lapang paru, tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing. Pada
pemeriksaan jantung, iktus kordis tidak tampak, batas jantung kanan ICS IV pada
garis parasternal kanan, batas jantung kiri sesuai iktus kordis, suara jantung pertama
dan kedua normal dan tidak terdengar bising jantung maupun gallop. Pemeriksaan
abdomen datar supel, bising usus normal, hati tidak teraba, lien tidak teraba, shifting
dullness tidak ditemukan, terdapat nyeri tekan epigastrium pada regio epigastirum
dan hipokontrik kiri. Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 13 April 2021
didapatkan hasil eritrosit 3.83 juta/uL, leukosit 3.300/uL, eosinofil 3%, basofil
0%, netrofil batang 0%, netrofil segmen 25%, limfosit 62%, monosit 10%,
hemoglobin 11.7 g/dL, MCV 84 fL, MCH 30 pg, hematokrit 32.2%, trombosit
34.000/uL, natrium darah 143 mEq/L, kalium 2.42 mEq/L, klorida 113.4 mEq.
Diagnosis kerja pada pasien ini sebagai demam berdarah dengue grade II (hari ke
7), sindrom dispepsia, dan hiponatremi. Pengobatan yang diberikan adalah IVFD
Asering 500 ml/6 jam, Omeprazole 20 mg 2 kali per oral, Paracetamol 500 mg

6
tiga kali per oral, dan domperidone 10 mg tiga kali per oral. Cek TTV / 8 jam dan
Cek DL dan elektrolit/24 jam..
Pada hari perawatan keempat, pasien tidak memiliki keluhan (demam,
muntah, gusi berdarah), BAB dan BAK pasien dalam batas normal. Pemeriksaan
fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis.
Tekanan darah 100/60 mmHg, respirasi 16 kali/menit; dan temperatur aksila 36.1⁰C.
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. Pada pemeriksaan fisik paru
didapatkan dada simetris dalam keadaan statis dan dinamis; pada palpasi fremitus
kanan sama dengan kiri; pada perkusi lapang paru kanan sama dengan kiri; pada
auskultasi suara pernapasan vesikuler pada seluruh lapang paru, tidak ada ronkhi,
tidak ada wheezing. Pada pemeriksaan jantung, iktus kordis tidak tampak, batas
jantung kanan ICS IV pada garis parasternal kanan, batas jantung kiri sesuai iktus
kordis, suara jantung pertama dan kedua normal dan tidak terdengar bising jantung
maupun gallop. Pemeriksaan abdomen datar supel, bising usus normal, hati tidak
teraba, lien tidak teraba, shifting dullness tidak ditemukan, terdapat nyeri tekan
epigastrium dan hipokondrik kiri. Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 14 April
2021 didapatkan hasil eritrosit 6.09 juta/uL, leukosit 6.000/uL, eosinofil 9%,
basofil 1%, netrofil batang 0%, netrofil segmen 28%, limfosit 54%, monosit 8%,
hemoglobin 15.9 g/dL, MCH 29.5 pg, hematokrit 48.8%, trombosit 82.000/uL, PT
pasien 12.3 detik (kontrol 13.9 detik), INR 0.91 detik (kontrol 1.03 detik), dan
APPT 32.4 detik (kontrol 34.9 detik), natrium darah 144 mEq/L, kalium 4.09
mEq/L, klorida 98.3 mEq. Diagnosis kerja pada pasien ini sebagai demam
berdarah dengue grade II (hari ke 8), sindrom dispepsia perbaikan, hiponatremi
perbaikan, dan hipokalemi. Pengobatan yang diberikan adalah IVFD Asering 500
ml/6 jam, Omeprazole 20 mg 2 kali per oral, Paracetamol 500 mg tiga kali per
oral, dan domperidone 10 mg tiga kali per oral. Cek TTV / 8 jam..
Hari perawatan ke lima, pasien diperbolehkan untuk rawat jalan. Pasien
disarankan untuk kontrol ke poliklinik penyakit dalam untuk evaluasi kembali
darah lengkap. Jika terdapat perburukan gejala klinis selama masa pengobatan dan
evalusi, maka pasien dianjurkan untuk segera datang ke UGD atau ke poliklinik.

7
PEMABAHASAN
Demam dengue merupakan penyakit infeksi virus dengan penyebaran
melalui arthropod. Virus dengue adalah anggota dari genus Flavivirus dan famili
Falviviridae, mengandung RNA rantai tunggal. Terdapat empat serotipe virus,
yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4. Infeksi salah satu serotipe tidak
memberikan kekebalan terhadap serotipe lainnya. Genus Aedes terutama nyamuk
Aedes aegypti dan Aedes albopictus merupakan spesies yang berperan terhadap
penularan demam berdarah. Faktor yang dapat mempengaruhi pola penyebaran
penyakit demam dengue salah satunya perubahan iklim. Telah terbukti iklim
mempengaruhi ekologi dengue dengan mempengaruhi dinamika vektor,
perkembangan agen, dan interaksi nyamuk/manusia. Iklim hangat memungkinkan
perkembangan larva dan peningkatan kecepatan replikasi virus.1,3 Penelitian yang
dilakukan oleh Anker dkk pada tahun 2011 di Singapura menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan kejadian infeksi dengue antara laki-laki dan perempuan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa laki-laki dengan usia di atas 15 tahun memiliki
kemungkinan terkena infeksi dengue dengan gejala yang lebih serius
dibandingkan dengan perempuan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak
ada perbedaan bermakna angka kejadian infeksi dengue antara kedua jenis
kelamin pada kelompok usia di bawah 15 tahun. Hal ini diduga berhubungan
dengan pekerjaan, dimana laki-laki lebih mungkin untuk terpapar dengan virus
dengue terutama yang bekerja di lapangan. Alasan tersebut juga diduga
berhubungan dengan risiko infeksi kedua pada laki-laki. Infeksi dengue cenderung
memunjukkan gejala yang lebih serius terutama saat pasien terinfeksi dengan
serotipe yang berbeda. Hal ini berhubungan dengan adanya antibody dependent
enhancement pada infeksi dengue. 5 Pasien pada kasus ini merupakan pasien laki-
laki dengan usia 20 tahun. Pasien juga merupakan penduduk Manembo-nembo di
Indonesia yang merupakan daerah tropik dengan iklim hangat, sehingga
merupakan daerah yang mendukung untuk perkembangbiakan vektor dan virus
dengue.
Infeksi demam dengue dibagi menjadi asimptomatik dan simptomatik.
Infeksi simptomatik dengue dibagi menjadi undifferentiated fever, demam

8
dengue, demam berdarah dengue, dengue shock syndrome, dan expansive dengue
syndrome. Manifestasi klinis demam dengue dapat berupa demam selama 2-7
hari, nyeri kepala, nyeri retroorbital, mialgia, artralgia, ruam, juga dapat memiliki
manifestasi perdarahan seperti petekie, epiktasis, perdarahan gusi dan
hematemesis melena. Demam berdarah dengue berhubungan dengan terjadinya
kebocoran plasma yang dapat ditandai dengan adanya asites atau efusi pleura.
Mekanisme terjadinya perdarahan pada pasien dengan demam berdarah dengue
bersifat multifaktorial dan diduga memiliki hubungan dengan kebocoran plasma.
Beberapa studi menunjukkan bahwa autoimunitas terhadap infeksi virus pada sel
yang menyebabkan terjadinya produksi sitokin dan kemokin yang berlebihan
seperti C3a, C5a, tumor necrosis factor-α (TNF-α), interleukin(IL)-2, IL-4, IL—6,
IL-8, IL-10, interferon-y(IF)-y, monocyte chemotactic protein (MCP)-1 dan
histamin. Aktivasi mediator inflamasi ini menganggu integritas endotel sehingga
dapat meningkatan terjadi peningkatan permeabilitas vaskular, aktivasi kaskade
koagulasi dan fibrinolysis. Aktivasi dari kaskade tersebut yang berperan dalam
menimbulkan terjadinya manifestasi perdarahan.6,7 Pada pasien ini terdapat
keluhan demam yang terjadi selama 4 hari. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri
otot, mual dan muntah. Pada pasien terdapat manifestasi perdarahan yaitu melena
dengan frekuensi satu kali.
Virus dengue bersifat hepatotrofik dan dapat menyebabkan hepatitis
dengan berbagai tingkat keparahan dan dapat menyebabkan nekrosis hati yang
masif. Hipotensi dan syok yang berkepanjangan pada kasus DBD dan DSS dapat
menjadi penyebab terjadinya kerusakan hepar. Peningkatan transaminase lebih
dari 300 mg/dl berhubungan dengan mortalitas dengue. Pada penelitian yang
dilakukan di Sri Langka, didapatkan peningkatan CRP pada 50% kematian pada
pasien dengan demam dengue. CRP merupakan protein fase akut yang disintesis
di hepar, dan meningkat pada saat infeksi, peradangan, luka bakar, trauma, dan
keganasan. Infeksi sekunder dan nekrosis hati kemungkinan telah berkontribusi
terhadap peningkatan nilai CRP. Terdapat penurunan nilai albumin, mungkin
dikarenakan adanya kebocoran plasma yang masif dan disfungsi hepar. Pada

9
meta-analisis yang dilakukan oleh Huy et al. didapatkan bahwa hipoalbumin
merupakan temuan yang konsisten pada kasus DSS. 1,3,7–9
Diagnosis dini sangat penting guna pemberian penatalaksanaan yang tepat.
Diagnosis dapat dilakukan dengan isolasi virus, asam nukleat virus, antibodi dan
antigen. Deteksi RNA virus lebih cepat tetapi dapat menghasilkan hasil positif
palsu jika terkontaminasi. Tes serologis juga dapat menghasilkan hasil positif
palsu dikarenakan adanya antibodi reaktif silang. Infeksi akut dapat terdeteksi
dalam serum, plasma, dan sel darah selama gejala awal yaitu hari ke 5 hingga hari
ke 8. Saat ini, kombinasi tes antigen dan antibodi NS1, serta metode molekuler,
seperti real time reverse transcription-polymerase chain reaction (RT–PCR),
sering digunakan untuk diagnosis karena dapat memberikan hasil yang lebih cepat
dan sensitif. Analisis imunohistokimia dan imunofluoresensi juga dapat
mengkonfirmasi adanya virus melalui antigen virus. Antibodi IgM muncul
pertama kali pada hari ke 3 hingga hari ke 5 awal infeksi. Antibodi IgM akan
mencapai puncak pada hari ke 14 (2 minggu) setelah gejala muncul dan akan tidak
terdeteksi setelah 30-60 hari. Antibodi IgG terdeteksi pada hari ke 7 hingga 9 dari
awal gejala dan tetap terdeteksi selama beberapa bulan atau sepanjang hidup.
Infeksi flavivirus multipel dapat menghasilkan respon imun yang luas terhadap
beberapa genus yang berakibat kurangnya spesifisitas virus dari respon imun IgM
dan IgG. Respon antibodi sekunder dapat dicari dengan tes terhadap beberapa
antigen flavivirus untuk menunjukkan spektrum reaktivitas yang luas. 1,5
Kehilangan cairan dapat menyebabkan syok dan jika tidak dikoreksi
dengan cepat dan tepat akan mengakibatkan hipoksia, asidosis metabolik, dan
berakhir kematian. Manajemen primer diperlukan dengan dilakukan perawatan
suportif yaitu menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit. Volume sel harus
dipantau setiap 4-6 jam. Kehilangan plasma yang signifikan didefinisikan sebagai
peningkatan hematokrit sebesar >20% Pada beberapa kasus, pasien dengan gejala
klinik syok akan berespons terhadap pemberian infus sebagai pengganti cairan,
dapat diberikan cairan kristaloid (NS, Ringer’s lactate atau Ringer’s acetate,
diluted 5% glucose solution) atau dalam kasus yang berat dapat diberikan koloid
(dextran 40), pemberian oksigen serta monitoring gejala klinis pasien. Analgesik

10
suportif seperti asetaminofen dapat digunakan untuk mengobati demam dan gejala
lainnya. NSAID dan aspirin harus dihindari karena dapat memicu sindorm Reye
terutama pada anak-anak. Pada penelitian yang dilakukan di India, pasien dengan
demam berdarah memiliki beberapa komplikasi kesehatan berupa status gizi
rendah, elektrolit yang tidak seimbang dan asupan makan yang buruk. Pemberian
makanan tinggi protein, rendah lemak, tidak berminyak dan tidak pedas, serta
lebih banyak dan sering diberikan cairan dan makan lunak kepada pasien dapat
membantu dalam pemulihan. Sebagian besar pasien dengan demam berdarah yang
berat merespon terhadap terapi suportif, dan kematian secara keseluruhan di
daerah tropis mungkin sangat rendah (1%). Kriteria pasien dapat diperbolehkan
untuk pulang, diantaranya adanya perbaikan klinis yang terlihat, bebas demam
selama >24 jam tanpa menggunakan obat antipiretik, nafsu makan yang
meningkat, hematokrit stabil, produksi urin yang adekuat, tiga hari pasca
pemulihan dari asidosis metabolik berat, jumlah trombosit >50.000/mm3, dan
tidak ada distres pernapasan akibat dari efusi pleura atau asites.1,5,10
Adanya bahan-bahan karet seperti ban yang tidak dapat terurai dan tempat
plastik yang bertahan lama di tempat sampah (tempat berkembangbiak nyamuk
yang sempurna jika terdapat genangan air) dan resistensi insektisida merupakan
salah satu hambatan dalam mengupayakan penurunan angka kejadian demam
dengue dan demam berdarah dengue. Kemiskinan kota dan ketidakmampuan
komunitas kesehatan masyarakat untuk memobilisasi penduduk juga merupakan
faktor kurangnya pengendalian nyamuk. Pengembangan adanya vaksin dengue
dapat digunakkan untuk memberikan kekebalan dalam jangka waktu yang panjang
dan melindungi terhadap keempat serotipe DENV secara bersamaan. Terdapat
satu vaksin yang disetujui untuk mencegah demam berdarah pada populasi
edemik, vaksin ini merupakan rekombinan tetravalen yang merupakan vaskin
virus yellow-fever yang dilemahkan dan dikenal sebagai Dengvaxia (CYD-TDV),
dikembangkan oleh Sanofi Pasteur. Terdapat beberapa keunggulan dari vaksin
hidup yang dilemahkan, diantaranya: vaksin hidup bertindak sebagai agen
replikasi RNA dan menginduksi respon imun humoral dan seluler. 5,7

11
Pemberantasan DBD dapat dilakukan dengan melakukan pembasmian
nyamuk Aedes Aegypti menggunakan metode yang dapat mengendalikan jumlah
nyamuk. Pengendalian nyamuk dapat dilakukan melalui pengendalian lingkungan,
pengendalian secara biologis dan kimiawi. Pengendalian lingkungan dapat berupa
program 3M (menguras, menutup dan mengubur): menguras bak mandi dan
tempat penampungan air sekurang-kurangnya satu minggu sekali menutup rapat
tempat penampungan air, dan mengubur serta menyingkirkan barang-barang
bekas; mengganti air pada vas bunga atau tempat minum disarang burung
seminggu sekali; membersihkan saluran air yang tergenang. Pengendalian secara
biologis dengan memanfaatkan hewan dan tumbuhan, dapat dengan cara
memilihara ikan cupang yang diyakini dapat memakan jentik nyamuk atau dengan
menambahkan bakteri Bacillus thuringiensis (Bt H-14). Pengendalian secara
kimiawi dapat berupa menaburkan bubuk abate ke tempat penampungan air, atau
cara lain dengan melakukan fogging atau pengasapan dengan menggunakan
malthion dan fenthion yang dapat mengurangi kemunkinan penularan Aedes
aegypti. 2

KESIMPULAN
Telah dilaporkan sebuah kasus demam berdarah dengue grade II pada
seorang laki-laki usia 20 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Tatalaksana yang penting pada
pasien ini adalah dengan pemberian cairan yang tepat, memonitor gejala klinis
(memantau tanda-tanda perdarahan), dan pemberian terapi suportif lainnya.
Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam.
It has been reported a case of dengue hemorrhagic fever grade II in a 20-
year-old man. The diagnosis is made based on history, physical examination, and
investigations. The important management in this patient is with appropriate fluid
administration, monitoring clinical symptoms (monitoring for signs of bleeding),
and administering other supportive therapy. The prognosis for this patient is
dubia ad bonam.

12
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Sanyaolu A. Global Epidemiology of Dengue Hemorrhagic Fever: An Update.
Journal of Human Virology & Retrovirology. 2017 Oct 24;5(6).
2. InfoDatin: Situasi Demam Berdarah Dengue. 2018;
3. World Health Organization. Regional Office for South-East Asia. Comprehensive
guidelines for prevention and control of dengue and dengue haemorrhagic fever.
World Health Organization Regional Office for South-East Asia; 2011. 196.
4. Harapan H, Michie A, Mudatsir M, Sasmono RT, Imrie A. Epidemiology of
dengue hemorrhagic fever in Indonesia: Analysis of five decades data from the
National Disease Surveillance. BMC Research Notes. 2019 Jun 20;12(1).
5. Anker M, Arima Y. Male-female differences in the number of reported incident
dengue fever cases in six Asian countries. West Pacific Surveill Response.
2011;2(2):17-23.
6. Kalayanarooj S. Clinical manifestations and management of dengue/DHF/DSS.
Trop Med Health. 2011;39(4 SUPPL.):83–7.
7. Wang WH, Urbina AN, Chang MR, Assavalapsakul W, Lu PL, Chen YH, et al.
Dengue hemorrhagic fever – A systemic literature review of current perspectives
on pathogenesis, prevention and control. Journal of Microbiology, Immunology
and Infection. 2020 Dec 1;53(6):963–78.
8. Khetarpal N, Khanna I. Dengue Fever: Causes, Complications, and Vaccine
Strategies. 2016; Available from: http://dx.doi.org/10.1155/2016/6803098
9. Medagama A, Dalugama C, Meiyalakan G, Lakmali D. Risk Factors Associated
with Fatal Dengue Hemorrhagic Fever in Adults: A Case Control Study. Canadian
Journal of Infectious Diseases and Medical Microbiology. 2020;2020.
10. Mishra S, Sultanpur K, Pradesh U, Dharti Shah IK, Sunidhi Mishra C, Agrahari
K, et al. Prevention and control of dengue by diet therapy. ~ 13 ~ International
Journal of Mosquito Research. 2017;4(1):13–8.

Lampiran

14
15

Anda mungkin juga menyukai