Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN DENGUE HAEMORAGIC FEVER

OLEH:

AFIF NAUFAL HUDIONO

P27820321006

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KAMPUS SUTOPO

SURABAYA

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


1. Konsep Dasar Penyakit DHF

A. Definisi DHF

Dengue Haemoragic Fever (DHF) merupakan penyakit infeksi virus akut yang
disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne virus, genus flavivirus, famili
flaviviridae. DHF ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes spp, aedes aegypti, dan aedes
albopictus merupakan vektor utama penyakit DHF. Penyakit DHF dapat muncul sepanjang tahun
dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan
dan perilaku masyarakat (Dinkes, 2015).
Dengue Haemorhagic Fever adalah penyakit yang menyerang anak dan orang dewasa
yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa demam akut, perdarahan, nyeri otot dan
sendi Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus (Artropod Born Virus) yang akut ditularkan oleh
nyamuk Aedes Aegepty atau oleh Aedes Albopictus (Titik Lestari, 2016).
B. Etiologi DHF
Penyakit DHF merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan
disebarkan oleh nyamuk terutama spesies nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk penular dengue
tersebut hampir ditemukan di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat yang ketinggiannya
lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut (Rahayu & Budi, 2017).
Penyebab penyakit adalah virus dengue kelompok Arbovirus B, yaitu arthropod-
bornevirus atau virus yang disebabkan oleh artropoda. Virus ini termasuk genus Flavivirus dan
family Flaviviridae. Sampai saat ini dikenal ada 4 serotipe virus yaitu :
1. Dengue 1 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
2. Dengue 2 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
3. Dengue 3 diisolasi oleh Sather.
4. Dengue 4 diisolasi oleh Sather.
Keempat virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia dan yang
terbanyak adalah tipe 2 dan tipe 3. Penelitian di Indoneisa menunjukkan Dengue tipe 3
merupakan serotipe virus yang dominan menyebabkan kasus DHF yang berat (Masriadi, 2017).
Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibody terhadap serotipe yang bersangkutan,
sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat
memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain (Wijaya, 2013).
C. Patofisiologi DHF
Menurut Huda dan Kusuma tahun 2015 Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia
akan menyebabkn klien mengalami viremia. Beberapa tanda dan gejala yang muncul seperti
demam, sakit kepla, mual nyeri otot, pegal seluruh tubuh, timbulnya ruam dan kelainan yang
mungkin terjadi pada sistem vaskuler. Pada penderita DBD, terdapat kerusakan yang umum pada
sistem vaskuler yang mengakibatkan terjadinya peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
darah. Plasma dapat menembus dinding vaskuler selama proses perjalanan penyakit, dari mulai
demam hingga klien mengalami renjatan berat. Volume plasma dapat menurun hingga 30%. Hal
ini lah yang dapat mengakibatkan seseorang mengalami kegagalan sirkulasi. Adanya kebocoran
plasma ini jika tidak segera di tangani dapat menyebabkn hipokisia jaringan, asidosis metabolik
yang pada akhirnya dapat berakibat fatal yaitu kematian.
Virmia juga menimbulkan agresi trombosit dalam darah sehingga menyebabkan
trombositopeni yang berpengaruh pada proses pembekuan 15 darah. Pubahan fungsioner
pembuluh darah akibat kebocoran plasma yng berakhir pada perdarahan, baik pada jaringan kulit
maupun saluran cerna biasanya menimbulkn tanda seperti munculnya prpura, ptekie,
hematemesis, atapun melena.

D. Manifestasi Klinis DHF


Diagnosis penyakit DHF bias ditegakkan jika ditemukan tanda dan gejala seperti:
1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7
hari. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala-gejala klinik yang tidak spesifik
misalnya anoreksia. Nyeri punggung, nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa
lemah dapat menyetainya.
2. Manifestasi perdarahan:
a. Uji turniket (Rumple leede) positif berarti fragilitas kapiler meningkat. Dinyatakan
positif apabila terdapat >10 petechie dalam diameter 2,8cm (1 inchi persegi) dilengan
bawah bagian volar termasuk fossa cubiti.
b. Petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis.
c. Trombositopenia yaitu jumlah trombosit dibawah 150.000/mm3, biasanya ditemukan
antara hari ke 3-7 sakit.
d. Monokonsentrasi yaitu meningkatnya hematocrit, merupakan indicator yang peka
terhadap jadinya renjatan sehingga perlu dilaksanakan penekanan berulang secara
periodic. Henaikan hematocrit 20% menunjang diagnosis klinis DHF (Masriadi,
2017).
3. Hepatomegali.
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang
kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba
kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan terjadi renjatan pada penderita.
4. Renjatan (Syok).
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan
tanda–tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari
tangan, jari kaki srta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka
biasanya menunjukan prognosis yang buruk.

E. Klasifikasi DHF

WHO dalam buku Nurarif (2013) membagi DBD/DHF menjadi 4 derajat, yaitu sebagai
berikut:
1. Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat manifestasi perdarahan(ujitourniquiet
positif).
2. Derajat II
Seperti derajat I disertai perdaarahan spontan di kulit dan perdarhan lain.
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi darah dgn adanya nadi cepat dn lmah, tekanan darah
meurun (kurang dari 20 mmHg) atau hipotnsi disrtai kulit yang dingin dan lembab,
gelisah
4. Derajat IV
Ranjatan berat dengan nadi tak terba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur
F. Pathway DHF
G. Pemeriksaan Penunjang DHF
Langkah - langkah diagnose medik pemeriksaan menurut (Murwani, 2011):
1. Pemeriksaan hematokrit (Ht): Pada penderita DBD syok yang terjadi adalah syok
hipovolemik akibat dari adanya kebocoran plasma ke ruang ekstravaskular yang akan
mengakibatkan terjadinya peningkatan nilai hematokrit (Kemenkes RI, 2013). Ada
kenaikan bisa sampai 20%, normal: pria 40-50%; wanita 35-47%
2. Uji torniquit: teknik pemeriksaan fisik yang dapat mengidentifikasi dan
mengelompokkan penyakit dengue. Infeksi DENV dapat mengakibatkan peningkatan
permeabilitas kapiler, keadaan fisiologis yang dapat ditunjukkan uji tourniquet dengan
memberi tekanan terus-menerus pada pembuluh kecil. Petekie yang dihasilkan dapat
ditemukan pada pasien dengan DD atau DBD (Hardi, Rambert, & Manopo, 2015).
Caranya diukur tekanan darah kemudian diklem antara tekanan systole dan diastole
selama 10 menit untuk dewasa dan 3-5 menit untuk anak-anak. Positif ada butir-butir
merah (petechie) kurang 20 pada diameter 2,5 inchi.
3. Tes serologi (darah filter): Dengan pemerikaan serologi, maka akan dapat menetukan
bagaimana respon imuntubuh oleh adanya virus dengue. Masuknya virusmenyebabkan
tubuh membentuk antibodi IgM dan IgG (Trisnadewi & Wande, 2016).Ini diambil
sebanyak 3 kali dengan memakai kertas saring (filter paper) yang pertama diambil pada
waktu pasien masuk rumah sakit, kedua diambil pada waktu akan pulang dan ketiga
diambil 1-3 mg setelah pengambilan yang kedua. Kertas ini disimpan pada suhu kamar
sampai menunggu saat pengiriman.

H. Komplikasi DHF
1. Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan
dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok.
Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi
penyebab terjadinya ensefalopati.
Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga
disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak, sementara sebagai akibat dari koagulasi
intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar
darah otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan
hati akut.
Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak danalkalosis, maka bila syok telah
teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HC03- dan jumlah cairan
harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa segera ditukar dengan larutan NaCl
(0,9%): glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi udem otak diberikan dexametason 0,5
mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya
kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K
intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu
diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit.
Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk
mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa. Usahakan tidak
memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk
mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi darah segar atau komponen
dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu dilakukan tranfusi tukar. Pada masa
penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek.
2. Kelainan ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari
syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik
walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan
menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan apakah benar syok telah
teratasi dengan baik.
Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk
mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / kg berat badan/jam.
Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah
dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai akute
tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin.
3. Udema paru
Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian
cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai
panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan udem paru oleh karena
perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang
ekstravaskuler, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat
penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan
mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan
gambaran udem paru pada foto rontgen dada.
Komplikasi demam berdarah biasanya berasosiasi dengan semakin beratnya bentuk
demam berdarah yang dialami, pendarahan, dan shock syndrome. Komplikasi paling serius
walaupun jarang terjadi adalah sebagai berikut:
1. Dehidrasi
2. Pendarahan
3. Jumlah platelet yang rendah
4. Hipotensi
5. Bradikardi
6. Kerusakan hati

I. Penatalaksanaan DHF
Untuk penderita tersangka DHF sebaiknya dirawat dikamar yang bebas nyamuk
(berkelambu) untuk membatasi penyebaran. Perawatan kita berikan sesuai dengan masalah yang
ada pada penderita sesuai dengan beratnya penyakit.
1. Derajat I:
a. Terdapat gangguan kebutuhan nutrisi dan keseimbangan elektrolit karena adanya
muntah, anorexsia.
b. Gangguan rasa nyaman karena demam, nyeri epigastrium, dan perputaran bola mata.
Perawatan:
a. Istirahat baring,
b. Makanan lunak (bila belum ada nafsu makan dianjurkan minum yang banyak 1500-
2000cc/hari),
c. Diberi kompre dingin,
d. Memantau keadaan umum, suhu, tensi, nadi dan perdarahan,
e. Diperiksakan Hb, Ht, dan thrombosit,
f. Pemberian obat-obat antipiretik dan antibiotik bila dikuatirkan akan terjadi infeksi
sekunder
2. Derajat II: Peningkatan kerja jantung adanya epitaxsis melena dan hemaesis.
Perawatan:
a. Bila terjadi epitaxsis darah dibersihkan dan pasang tampon sementara,
b. Bila penderita sadar boleh diberi makan dalam bentuk lemak tetapi bila terjadi
hematemesis harus dipuaskan dulu,
c. Mengatur posisi kepala dimiringkan agar tidak terjadi aspirasi,
d. Bila perut kembung besar dipasang maag slang, sedapat mungkin membatasi terjadi
pendarahan,
e. Jangan sering ditusuk,
f. Pengobatan diberikan sesuai dengan intruksi dokter,
g. Perhatikan teknik-teknik pemasangan infus,
h. Jangan menambah pendarahan,
i. Tetap diobservasi keadaan umum, suhu, nadi, tensi dan pendarahannya, semua
kejadian dicatat dalam catatan keperawatan, bila keadaan memburuk segera lapor
dokter.
3. Derajat III:
a. Terdapat gangguan kebutuhan O2 karena
b. Kerja jantung menurun,
c. Penderita mengalami pre shock/shock.
Perawatan:
a. Mengatur posisi tidur penderita,
b. Tidurkan dengan posisi terlentang dengan kepala extensi,
c. Membuka jalan nafas dengan cara pakaian yang ketat dilonggarkan,
d. Bila ada lendir dibersihkan dari mulut dan hidung,
e. Beri oksigen,
f. Diawasi terus-meneris dan jangan ditinggal pergi,
g. Kalau pendarahan banyak (Hb turun) mungkin berikan transfusi atas izin dokter,
h. Bila penderita tidak sadar diatur selang selin
i. Perhatian kebersihan kulit juga pakaian bersih dan kering.

Anda mungkin juga menyukai