Anda di halaman 1dari 27

A.

Konsep Medis
1. Definisi
Penyakit Dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus
(arthopodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes (Aedes
albopictus dan Aedes aegypti) (Ngastiyah, 2014).
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang
dapat menyebabkan kematian dan disebebkan oleh empat serotype virus dari
genus flavivirus, virus Ribucleic acid dari keluarga Flaviviridae. Infeksi oleh
satu serotype virus dengue menyebabkan terjadinya kekebalan yang lama
terhadap serotype virus tersebut, dan kekebalan sementara dalam waktu
pendek terhadap serotype virus dengue lainnya. Pada waktu terjadi epidermis
di dalam darah seorang penderita dapat beredar lebih dari satu serotype virus
dengue (Soedarto,2012)
2. Etiologi
Penyebab penyakit DBD adalah virus dengue. Virus dengue ini
terutama ditularkan melaui vektor nyamuk Aesdes aegypti. Jenis nyamuk ini
terdapat hampir diseluruh Indonesia kecuali ketinggian lebih dari 1000 m
diatas permukaan laut. Di Indonesia, virus tersebut sampai sampai saat ini
telah diisolasi menjadi 4 serotipe virus dengue yang termasuk dalam grup B
dari arthropedi borne viruses (Arboviruses), yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4. DEN-3 merupakan penyebab terbanyak di Indonesia. Infeksi
salah satu serotipe menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan, tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain (Nurarif &
Kusuma, 2015).
3. Klasifikasi
DBD dibedakan menjadi 4 derajat, sebagai berikut:
1) Derajat I : demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat
manifestasi perdarahan (uji torniket positif).
2) Derajat II : seperti derajat I disertai perdarahan spontan di kulit
dan perdarahan lain
3) Derajat III : ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya
nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun atau hipotensi disertai kulit
yang dingin dan lembab, gelisah
4) Derajat IV : ranjatan berat dengan nadi tidak teraba dan tekanan
darah yang tidak dapat diukur (Nurarif & Kusuma, 2015).
4. Patofisiologi
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia akan menyebabkn
manusia mengalami viremia. Beberapa tanda dan gejala yang muncul seperti
demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, timbulnya ruam
dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem vaskuler. Pada penderita
DBD, terdapat kerusakan yang umum pada sistem vaskuler yang
mengakibatkan terjadinya peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah.
Plasma dapat menembus dinding vaskuler selama proses perjalanan penyakit,
dari mulai demam hingga mengalami renjatan berat. Volume plasma dapat
menurun hingga 30%. Hal ini lah yang dapat mengakibatkan seseorang
mengalami kegagalan sirkulasi. Adanya kebocoran plasma ini jika tidak
segera di tangani dapat menyebabkan hipokisia jaringan, asidosis metabolik
yang pada akhirnya dapat berakibat fatal yaitu kematian. Virmia juga
menimbulkan agresi trombosit dalam darah sehingga menyebabkan
trombositopeni yang berpengaruh pada proses pembekuan 15 darah. Pubahan
fungsioner pembuluh darah akibat kebocoran plasma yng berakhir pada
perdarahan, baik pada jaringan kulit maupun saluran cerna biasanya
menimbulkan tanda seprti munculnya prpura, ptekie, hematemesis, atapun
melena.
5. Penyimpangan KDM
6. Manifestasi Klinik
Penyakit DBD ditandai oleh demam mendadak tanpa sebab yang jelas
disertai gejala lain seperti lemah, nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada
anggota badan, punggung, sendi, kepala dan perut. Gejala-gejala tersebut
menyerupai influenza biasa. Pada hari ke-2 dan ke-3 demam muncul bentuk
perdarahan yang beraneka ragam dimulai dari yang paling ringan berupa
perdarahan dibawah kulit (petekia atau ekimosis), perdarahan gusi, epistaksis,
sampai perdarahan yang hebat berupa muntah darah akibat perdarahan
lambung, melena, dan juga hematuria massif (Ngastiyah, 2014).
Selain perdarahan juga terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat
demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda – tanda anak
menjadi makin lemah, ujung-ujung jari, telinga dan hidung teraba dingin, dan
lembap. Denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan
tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang (Ngastiyah, 2014).
Gejala klinis untuk diagnosis DBD, sebagai berikut :
1) Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari tanpa sebab
jelas.
2) Manifestasi perdarahan, paling tidak terdapat uji torniket positif dan
adanya salah satu bentuk perdarahan yang lain misalnya petekia, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, melena atau hematemesis.
3) Pembesaran hati (sudah dapat diraba sejak permulaan sakit)
4) Syok yang ditandai nadi lemah, cepat, disertai tekanan nadi yang menurun
(menjadi 20 mmHg atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistolik
menurun sampai 80 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin
dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi
gelisah, timbul sianosis disekitar mulut.
7. Komplikasi
Menurut (Warsidi, E, 2016) Komplikasi dari penyakit demam berdarah
diantaranya:
1. Ensepalopati : demam tinggi, gangguan kesadaran disertai atau tanpa
kejang.
2. Disorientasi dan penurunan kesadaran.
3. Perdarahan luas.
4. Syok atau renjatan dan dapat terjadi anoksia jaringan
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah
1) Pemeriksaan Darah lengkap
a) Hemoglobin biasanya meningkat, apabila sudah terjadi perdarahan
yang banyak dan hebat Hb biasanya menurun 14 Poltekkes
Kemenkes Padang Nilai normal: Hb: 10-16 gr/dL.
b) Hematokrit meningkat 20% karena darah mengental dan terjadi
kebocoran plasma Nilai normal: 33- 38%.
c) Trombosit biasa nya menurun akan mengakibat trombositopenia
kurang dari 100.000/ml Nilai normal: 200.000-400.000/ml.
d) Leukosit mengalami penurunan dibawah normal Nilai normal:
9.000-12.000/mm3
2) Pemeriksaan kimia darah akan menunjukkan: hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia.
3) Pemeriksaan analisa gas darah, biasanya diperiksa:
a) pH darah biasanya meningkat Nilai normal: 7.35-7.45 (b) Dalam
keadaan lanjut biasanya terjadi asidosis metabolik mengakibatkan
pCO2 menurun dari nilai normal (35 – 40 mmHg) dan HCO3
rendah.
b) Pemeriksaan rontgen thorak Pada pemeriksaan rontgen thorak
ditemukan adanya cairan di rongga pleura yang meyebabkan
terjadinya effusi pleura. (Wijayaningsih, 2013).
9. Penatalaksanaan
Ngastyah (2014), menyebutkan bahwa penatalaksanaan pasien DBD ada
penantalaksanaan medis dan keperawataan diantanya:
a. Penatalaksanaan Medis
1) DBD tanpa renjatan
Demam tinggi, anoreksia, dan sering muntah menyebabkan
pasien dehidrasi dan haus. Dianjurkan untuk minum pada pasien
sedikit demi sedikit yaitu 1,5-2 liter dalam 24 jam. Keadaan
hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik dan kompres hangat. Infus
diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila pasien terus
menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam
terjadinya dehidrasi atau hematokrit yang cenderung meningkat.
2) DBD disertai renjatan
Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segara dipasang
infus sebagai pengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma.
Cairan yang biasanya diberikan Ringer Laktat. Pada pasien dengan
renjatan berat pemberian infus harus diguyur. Apabila renjatan sudah
teratasi, kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam. Pada
pasien dengan renjatan berat atau renjatan berulang perlu dipasang
CVP (central venous pressure) untuk mengukur tekanan vena sentral
melalui safena magna atau vena jugularis, dan biasanya pasien dirawat
di ICU.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Perawatan pasien DBD derajat I
Pada pasien ini keadaan umumya seperti pada pasien influenza
biasa dengan gejala demam, lesu, sakit kepala, dan sebagainya, tetapi
terdapat juga gejala perdarahan. Pasien perlu istirahat mutlak,
observasi tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb dan trombosit secara
periodik (4 jam sekali). Berikan minum 1,5-2 liter dalam 24 jam.
Obat-obatan harus diberikan tepat waktunya disamping kompres
hangat jika pasien demam.
2) Perawatan pasien DBD derajat II
Umumnya pasien dengan DBD derajat II, ketika datang
dirawat sudah dalam keadaan lemah, malas minum dan tidak jarang
setelah dalam perawatan baru beberapa saat pasien jatuh kedalam
keadaan renjatan. Oleh karena itu, lebih baik jika pasien segera
dipasang infus. Bila keadaan pasien sangat lemah infus lebih baik
dipasang pada dua tempat. Pengawasan tanda vital, pemeriksaan
hematokrit dan hemoglobin serta trombosit.
3) Perawatan pasien DBD derajat III (DSS).
Pasien DSS adalah pasien gawat maka jika tidak mendapatkan
penanganan yang cepat dan tepat akan menjadi fatal sehingga
memerlukan perawatan yang intensif. Masalah utama adalah
kebocoran plasma yang pada pasien DSS ini mencapai puncaknya
dengan ditemuinya tubuh pasien sembab, aliran darah sangat lambat
karena menjadi kental sehingga mempengaruhi curah jantung dan
menyebabkan gangguan saraf pusat. Akibat terjadinya kebocoran
plasma pada paru terjadi pengumpulan cairan didalam rongga pleura
dan menyebabkan pasien agak dispnea, untuk meringankan pasien
dibaringkan semi-fowler dan diberikan O2. Pengawasan tanda vital
dilakukan setiap 15 menit terutama tekanan darah, nadi dan
pernapasan. Pemeriksaan Ht, Hb dan trombosit tetap dilakukan secara
periodik dan semua tindakan serta hasil pemeriksaan dicatat dalam
catatan khusus
10. Prognosis
Renjatan yang terjadi pada saat demam, prognosisnya buruk. Dengan
sifatnya yang self-limiting disease, angka kematian (mortality rate) DF kurang
dari 1%. Angka kematian untuk kasus DHF yang tertangani medis adalah 2-5
%. Bila DHF tidak diobati, angka kematiannya meningkat sampai 50%.
Penderita yang sembuh biasanya tanpa sekuele dan tubuhnya akan membuat
imunitas terhadap serotipe virus yang menjangkitinya.
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, nama orang tua, pendidikan orang tua,
pekerjaan orang tua.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan yang menonjol pada pasien DBD untuk datang ke rumah
sakit adalah panas tinggi dan lemah.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil.
Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, semakin lemah.
Kadang – kadang disertai dengan keluhan batuk, pilek, nyeri telan,
mual, muntah anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri oto
dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakkan bola mata terasa pegal,
serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV),
melena atau hematemesis.
3) Riwayat kesehatan dahulu.
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DBD biasanya
mengalami serangan ulangan DBD dengan tipe virus yang lain.
4) Riwayat gizi
Status gizi yang menderita DBD dapat bervariasi. Semua pasien
dengan status gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat
beberapa faktor predisposisinya. yang menderita DBD sering
mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila
kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang
mencukupi, maka akan dapat mengalami penurunan berat badan
sehingga status gizinya menjadi kurang.
c. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi didaerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan baju kamar).
d. Pola Kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme
Frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang.
2) Eliminasi alvi (buang air besar)
Kadang mengalami diare atau konstipasi. Sementara pada DBD grade
IV bisa terjadi melena.
3) Eliminasi urin (bang air kecil)
Pada pasien DBD akan mengalami urine output sedikit. Pada DBD
grade IV sering terjadi hematuria.
4) Tidur dan istirahat
Nyamuk Aedes Aegypti biasanya menggigit pada siang hari jam
10.00-12.00 dan sore hari pada jam 16.00-18.00.
5) Kebersihan
Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung kurang terutama untuk memebersihkan tempat sarang
nyamuk aedes aegypti, dan tidak adanya keluarga melakukan 3m plus
yaitu menutup, mengubur, menguras dan menebar bubuk abate.
e. Pemeriksaan Fisik
Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung rambut
sampai ujung kaki.
Pemeriksaan fisik secara umum:
1) Tingkat kesadaran
Biasanya ditemukan kesadaran menurun, terjadi pada grade III dan
grade IV karena nilai hematokrit meningkat menyebabkan darah
mengental dan oksigen ke otak berkurang.
2) Keadaan umum
Lemah
3) Tanda-tanda vital (TTV)
Tekanan nadi lemah dan kecil (grade III), nadi tidak teraba (grade IV),
tekanan darah menurun (sistolik menurun sampai 80 mmHg atau
kurang), suhu tinggi (diatas 37,5℃).
4) Kepala
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam.
5) Mata
Konjungtiva anemis
6) Hidung
Hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II, III,
IV.
7) Telinga
Terjadi perdarahan telinga (pada grade II, III, IV)
8) Mulut
Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan
gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokkan mengalami hyperemia
pharing.
9) Leher
Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak mengalami pembesaran
10) Dada/thorak
Inspeksi : Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak.
Palpasi : Biasanya fremitus kiri dan kanan tidak sama
Perkusi : Bunyi redup karena terdapat adanya cairan yang
tertimbun pada paru
Auskultasi : Adanya bunyi ronchi yang biasanya terdapat pada
grade III, dan IV
11) Abdomen
Inspeksi : Abdomen tampak simetris dan adanya asites.
Palpasi : Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati
(hepatomegali)
Perkusi : Terdengar redup
Auskultasi : Adanya penurunan bising usus.
12) Sistem integumen
Adanya petekia pada kulit spontan dan dengan melakukan uji
tourniket. Turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin, dan
lembab. Pemeriksaan uji tourniket dilakukan dengan terlebih dahulu
menetapkan tekanan darah. Selanjutnya diberikan tekanan antara
sistolik dan diastolic pada alat ukur yang dipasang pada tangan.
Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit, perhatikan timbulnya
petekie di bagian volar lengan bawah.
13) Genitalia
Biasanya tidak ada masalah
14) Ekstremitas
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang. Pada kuku
sianosis/tidak.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Hipetermia b.d Proses penyakit (D.0130)
b. Nyeri Akut b.d Agen pencedera fisiologis (D.0077)
c. Pola Napas Tidak Efetif b.d Hambatan upaya nafas (D.0005)
d. Defisit Nutrisi b.d Kurangnya asupan makanan (D.0019)
e. Konstipasi b.d Ketidak b.d Ketidakcukupan asupan serat dan cairan
(D.0049)
f. Risiko Syok b.d Penurunan factor pembekuan darah(D.0039)
g. Risiko Perdarahan, Faktor resiko: Trombositopeni (D.0012)
h. Risiko Ketidakseimbangan Cairan, Faktor Resiko: Asites (D.0036)
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan (Tim Pokja PPNI, (Tim Pokja PPNI, 2018)
(Tim Pokja PPNI, 2019)
2017)

Hipetermia (D.0130) Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia


Definisi: Suhu tubuh tindakan keperawatan Observasi:
meningkat di atas 3x24 jam diharapkan  Identifikasi penyebab
rentang normal tubuh suhu tubuh tetap hipertermia (mis.
berada pada rentang dehidrasi, terpapar
normal dengan kriteria lingkungan panas,
hasil: penggunaan inkubator)
1. Menggigil  Monitor suhu tubuh
menurun  Monitor kadar
2. Suhu tubuh elektrolit
membaik  Monitor haluaran urine
3. Suhu kulit  Monitor komplikasi
membaik akibat hipertermia

Terapeutik:
 Sediakan lingkungan
yang dingin
 Longgarkan atau
lepaskan pakaian
 Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Hindari pemberian
antipiretik atau asprin
 Berikan oksigen, jika
perlu

Edukasi
 Anjurkan tirah baring

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu

Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan Manajemen Nyeri


Definisi: Pengalaman tindakan keperawatan Observasi:

sensorik atau 3x24 jam diharapkan  Identifikasi lokasi,


tingkat nyeri menurun
emosional yang karakteristik, durasi,
dengan kriteria hasil:
berkaitan dengan frekuensi, kualitas,
1. Keluhan nyeri
kerusakan jaringan intensitas nyeri
menurun
aktual atau  Identifikasi skala nyeri
2. Gelisah menurun
fungsional, dengan  Identifikasi respons
3. Kesulitan tidur
onset mendadak atau nyeri non verbal
menurun
lambat dan  Identifikasi faktor yang
berintensitas ringan memperberat dan
hingga berat yang memperingan nyeri
berlangsung kurang  Identifikasi
dari 3 bulan. pengetahuan dan
Pengalaman sensorik keyakinan tentang
atau emosional yang nyeri
berkaitan dengan  Identifikasi pengaruh
kerusakan jaringan nyeri pada kualitas
aktual atau hidup
fungsional, dengan  Monitor efek samping
onset mendadak atau penggunaan analgetik
lambat dan Terapeutik:
berintensitas ringan  Berikan teknik
hingga berat yang nonfarmakologi
berlangsung kurang untuk mengurangi
dari 3 bulan. rasa nyeri
 Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat
dan tidur
 Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian analgetik,
jika perlu

Pola Napas Tidak Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi


Efetif (D.0005) tindakan keperawatan Observasi:
Definisi: Inspirasi 3x24 jam inspirasi dan  Monitor pola nafas,
dan/atau ekspirisasi atau ekspirasi yang monitor saturasi
yang tidak tidak memberikan oksigen
memberikan ventilasi ventilasi adekuat  Monitor frekuensi,
adekuat. membaik dengan irama, kedalaman dan
kriteria hasilL upaya napas
1. Dispnea  Monitor adanya
menurun sumbatan jalan nafas
2. Frekuensi Terapeutik
nafas membaik  Atur Interval
3. Kedalaman nafas pemantauan respirasi
membaik sesuai kondisi pasien
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Terapi Oksigen
Observasi:
 Monitor kecepatan
aliran oksigen
 Monitor posisi alat
terapi oksigen
 Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
 Monitor integritas
mukosa hidung
akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik:
 Bersihkan sekret
pada mulut, hidung
dan trakea, jika perlu
 Pertahankan
kepatenan jalan
napas
 Berikan oksigen jika
perlu
Edukasi
 Ajarkan keluarga
cara menggunakan
O2 di rumah
Kolaborasi
 Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen
Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
(D.0019) tindakan keperawatan Observasi:
Definisi: Asupan 3x24 jam status nutrisi  Identifikasi status
nutrisi tidak cukup terpenuhi. dengan nutrisi
untuk memenuhi kriteria hasil:  Identifikasi alergi dan
kebutuhan 1. Porsi makanan intoleransi makanan
metabolisme. yang dihabiskan  Identifikasi perlunya
meningkat penggunaan selang
2. Berat badan atau nasogastric
IMT meningkat  Monitor asupan
3. Frekuensi makan makanan
meningkat  Monitor berat badan
4. Nafsu makan Terapeutik:
meningkat  Lakukan oral hygiene
sebelum makan, Jika
perlu
 Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
 Hentikan pemberian
makanan melalui
selang nasogastric jika
asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
 Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan
Promosi Berat Badan
Observasi
 Identifikasi
kemungkinan penyebab
BB kurang
 Monitor adanya mual
dan muntah
Terapeutik
 Sediakan makanan
yang tepat sesuai
kondisi pasien
 Berikan pujian kepada
pasien untuk
peningkatan yang
dicapai
Edukasi
 Jelaskan jenis makanan
yg bergizi tinggi,
terjangkau
Konstipasi (D.0149) Setelah dilakukan Manajemen Konstipasi
Definisi: Penurunan tindakan keperawatan Observasi:
defekasi normal yang 3x24 jam diharapkan  Periksa tanda dan
disertai pengeluaran eliminasi fekal gejala
feses sulit dan tidak membaik, dengan  Periksa pergerakan
tuntas serta feses kriteria hasil: usus, karakteristik feses
kering dan banyak 1. Keluhan defekasi  Identifikasi faktor
lama dan sulit risiko konstipasi
mnuurn Edukasi
2. Distensi abdomen  Jelaskan etiologi
menurun masalah dan alasan
3. Konsistensi feses tindakan
membaik  Anjurkan peningkatan
4. Frekuensi defekasi asupan cairan, jika
membaik tidak ada
kontraindikasi
 Ajarkan cara mengatasi
konstipasi/impaksi
Terapeutik:
 Anjurkan diet tinggi
serat
 Lakukan masase
abdomen, jika perlu
 Lakukan evakuasi
feses secara manual,
jika perlu
 Berikan enema atau
irigasi, jika perlu
Kolaborasi
 Kolaborasi
penggunaan obat
pencahar, jika perlu

Risiko Syok (D.0039) Setelah dilakukan Pencegahan Syok


Definisi: Berisiko tindakan keperawatan
mengalami 3x24 jam diharapkan Observasi:
ketidakcukupan aliran tingkat syok menurun  Monitor status
darah ke jaringan dengan kriteria hasil: kardiopulmonal
tubuh, yang dapat 1. Kekuatan nadi  Monitor status
mengakibatkan meningkat oksigenasi
disfungsi seluler yang 2. Akral dingin  Monitor status cairan
mengancam jiwa menurun  Monitor tingkat
3. Pucat menurun kesadaran dan respon
pupil
 Periksa riwayat alergi
Terapeutik:
 Berikan oksigen
untuk
mempertahankan
saturasi oksigen
>94%
 Persiapan intubasi
dan ventilasi
mekanik, jika perlu
 Pasang jalur IV, jika
perlu
 Pasang kateter urine
untuk menilai
produksi urine
 Lakukan skin test
untuk mencegah
reaksi alergi
Edukasi
 Jelaskan
penyebab/faktor
risiko syok
 Jelaskan tanda dan
gejala awal syok
 Anjurkan melapor
jika
menemukan/merasak
an tanda dan gejala
syok
 Anjurkan
memperbanyak
asupan cairan oral
 Anjurkan
menghindari alergen
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
IV, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
transfusi darah, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian
antiinflamasi, jika
perlu

Risiko Perdarahan Setelah dilakukan Pencegahan Perdarahan


(D.0012) tindakan keperawatan Observasi:
Definisi: 3x24 kehilangan darah  Monitor tanda dan
Berisiko mengalami baik internal maupun gejala perdarahan
kehilangan darah baik eksternal menurun  Monitor nilai
internal (tejadi di dengan kriteria hasil: hemoglobin/hematokrit
dalam tubuh) maupun 1. Hemoglobin sebelum dan setelah
eksternal (terjadi membaik kehilangan darah
hingga keluar tubuh) 2. Hematokrit  Monitor tanda-tanda
membaik vita ortostatik
3. Tekanan darah  Monitor koagulasi
membaik Terapeutik
 Batasi tindakan invasif,
jika perlu
 Pertahankan bedrest
selama perdarahan
 Gunakan kasur
pencegah dekubitus
 Hindari pengukuran
suhu rektal
Edukasi
 Jelaskan tanda dan
gejala perdarahan
 Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan untuk
menghindari konstipasi
 Anjurkan menghindari
aspirin atau
antikoagulan
 Anjurkan
meningkatkan asupan
makan dan vitamin K
 Anjurkan segera
melapor jika terjadi
perdarahan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
obat pengontrol
perdarahan, jika perlu
 Anjurkan pemberian
produk darah, jika
perlu
Anjurkan pemberian
pelunak tinja, jika perlu

Risiko Setelah dilakukan Manajemen Cairan


Ketidakseimbangan tindakan keperawatan Observasi:
 Monitor status hidrasi
Cairan (D.0025) 3x24 jam diharapkan  Monitor berat badan
Definisi: Berisiko keseimbangan cairan harian
 Monitor berat badan
mengalami meningkat dengan
sebelum dan sesudah
penurunan, kriteria hasil: dialisis
peningkatan atau 1. Asupan cairan  Monitor hasil
pemeriksaan
percepatan meningkat laboratorium
perpindahan cairan 2. Haluaran urin  Monitor status dinamik
Terapeutik:
dari intravaskuler, meningkat
 Catat intake output
interstisial atau dan hitung balance
cairan
intraselular
 Berikan asupan
cairan, sesuai
kebutuhan
 Berikan cairan
intravena, jika perlu
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian diuretik,
jika perlu

4. Implementasi
Implementasi dilakukan untuk mengurangi faktor yang dapat menambah
nyeri, misalnya ketidakpercayaan, kesalahpahaman, ketakutan, kelelahan dan
kebosanan (Kasiati & Rosmalawati, 2016).
5. Evaluasi
Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan dalam
merespons rangsangan nyeri, diantaranya hilangnya perasaan nyeri,
menurunnya intensitas nyeri, adanya respons fisiologis yang baik dan pasien
mampu melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan nyeri (Kasiati &
Rosmalawati, 2016).
DAFTAR PUSTAKA

Kasiati, & Rosmalawati, N. W. D. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia I. Pusdik SDM


Kesehatan.
Ngastiyah. 2014. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.
Soedarto. 2012. Penyakit Menular Di Indonesia. Jakarta: Sagung Seto
Tim Pokja PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta
Selatan: DPP PPNI.
Tim Pokja PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta
Selatan: DPP PPNI.
Tim Pokja PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (2nd ed.). Jakarta
Selatan: DPP PPNI.
Warsidi E, ddk. (2016). Demam Berdarah Dengue dalam Buku Ilmu Penyakit Dalam.
Badan Penerbit FKUI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai