Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PEDIATRIK DENGAN PENYAKIT

JANTUNG BAWAAN (PJB), DENGUE HEMORAGIC FEVER (DHF),


DAN KEJANG DEMAM

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis

Dosen: Ns. Priyanto S. Kep., M. Kep., Sp.KMB

Oleh:

Indah Retnowati (010217A042)

Vivin Meilyawati (010217A044)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2018
A. Konsep Teori
1. Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
a. Pengertian
Penyakit jantung bawaan (PJB) disebut juga defek jantung bawaan, merupakan istilah
umum untuk kelainan pada struktur jantung dan pembuluh darah besar yang muncul
sejak lahir yang sering ditemukan dan merupakan penyebab kematian terbanyak dari
semua jenis kelainan bawaan. Secara umum, insiden PJB adalah 8 sampai 10 dari
1000 kelahiran hidup. Namun, frekuensi ini hanya estimasi dan kurang akurat.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat variasi secara geografik pada
insiden PJB.1,2 Sebagian besar PJB ini terjadi akibat kesalahan embriogenesis antara
minggu ke-3 sampai minggu ke8 gestasi, ketika struktur utama jantung sudah
terbentuk dan mulai untuk berfungsi. Etiologinya masih belum diketahui secara pasti,
namun studi awal epidemiologik melaporkan pengaruh multifaktorial merupakan
penyebab pada 90% kasus anomali jantung, dengan kadar rekurensi 2%-6%. PJB
dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu penyakit jantung bawaan sianotik
dan asianotik.
PJB yang ringan sering tidak menampakkan gejala, dan diagnosisnya didasarkan pada
peme-riksaan fisik dan tes khusus untuk alasan yang lain.
b. Gejala dan tanda PJB
yang mungkin terlihat pada bayi atau anak-anak antara lain: bernafas cepat, sianosis
(suatu warna kebiru-biruan pada kulit, bibir, dan kuku jari tangan), cepat lelah,
peredaran darah yang buruk, dan nafsu makan berkurang.

c. Intervensi
1. Kelainan yang menyebabkan pirau dari kiri ke kanan juga semakin banyak yang
dilakukan intervensi non bedah, antara lain stenosis pulmonal dan stenosis aorta.
Penatalaksanaan pasien dengan stenosis pulmonal (PS) diindikasikan pada pasien
yang bergejala, pasien asimtomatik akan tetapi dengan derajat PS yang berat,
serta hipertrofi ventrikel kanan.
2. koarktasio aorta Indikasi dilakukan terapi intervensi pada dasarnya sama dengan
terapi bedah, yaitu hipertensi pada proksimal koarktasio dengan gradien tekanan
sistolik saat istirahat pada bagian yang menyempit lebih dari 20 mmHg atau pada
koarkatasio aorta berat dengan kolateral yang luas.
3. Balloon angioplasty merupakan terapi alternatif untuk penatalaksanaan
rekoarktasio aorta dengan hasil yang memuaskan dan angka komplikasi yang
rendah. Pemasangan endovascular stent juga merupakan modalitas terapi yang
diterima untuk penatalaksanaan koarktasio aorta.
2. Dengue Hemoragic Fever (DHF)
a. Pengertian

Menurut Halstead (2007) Demam berdarah dengue/DBD (dengue hemoragic


fever (DHF) adalah suatu penyakit thrombositnya infeksius akut yang parah, sering
bersifat fatal, penyakit febril yang disebabkan virus dengue. Pada DBD terjadi
pembesaran plasma yang ditandai hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit) atau
penumpukan cairan tubuh, abrormolitas hemostasis dan pada kasus yang parah,
terjadi suatu sindrom renjatan kehilangan protein masif (dengue shock syndrome)
yang diartikan sebagai suatu proses imunopautologik.

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi yang akut yang disebabkan
oleh virus dengue (arbournus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk
aedes aegypti atau oleh aedes aebapictus yang terdapat pada anak-anak dan orang
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi (Sunadi dan Yuliani, 2010:
57, Ridha, 2014: 440, Wijayaningsih, 2013: 102).

b. Etiologi

Penyakit demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan
oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Anthopod Borue Virus (Arboviroses)
yang sekarang dikenal sebagai Flavivirus Family Fala Vivincae, dan mempunyai 4
jenis serotype yaitu, DEN I, DEN II, DEN III, DEN IV. Infeksi salah satu serotype
akan menimbulkan antibody yang terbentuk terhadap serotype lain sangat kurang,
sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotype lain.
Serotype DEN III merupakan serotype yang dominan dan diasumsikan banyak yang
menunjukkan manipulasi klinik yang berat (Wijaya & Putri, 2013: 198).
c. Manifestasi klinis

Menurut Kampengan (2008: 124) infeksi virus dengue pada manusia


mengakibatkan suatu spectrum manifestasi klinik yang bervonasi antara penyakit
yang ringan (mild undefetrated Febrile Illanosis) dengue fever, dengue hemorrhagic
fever (DHF/DBD) dan dengue shock syndrome (DSS/SSD).

1) Panas
Panas biasanya langsung tinggi dan terus menerus, dengan sebab yang
tidak jelas dan hampir tidak bereaksi terhadap pemberian anti piretik (mungkin
turun hanya sedikit kemudian naik kembali). Paas biasanya berlangsung 2-7 hari.
Bila tidak disertai shock, panas akan turun dan penderita sembuh sendiri (self
limting). Disamping panas, penderita juga mengeluh malaise, mual, sakit kepala,
anoreksia, dan kadang-kadang batuk.

2) Tanda-tanda perdarahan
Uji torniquet/rumpel leede test positif yaitu dengan mempertahankan
manset tensimeter pada tekanan antara systole dan diastole selama 5 menit,
kemudian dilihat apakah timbul petekre atau tidak didaerah volar lengan bawah,
terkadang juga terdapat perdarahan spontan (mimisan).

Menurut Ngastiyah (2014), berdasarkan patokan dari WHO (1975) DBD


dibagi menjadi 4 derajat sebagai berikut :

a) Derajat I : demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat manifestasi


perdarahan (uji torniquet positif)
b) Derajat II : seperti derajat I disertai perdarahan spontan dikulit dan perdarahan
lain
c) Derajat III : ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi cepat
dan lemah, tekanan darah menurun (kurang dari 20 mmHg) atau hipotensi
disertai kulit yang dingin dan lembab gelisah.
d) Derajat IV : renjatan berat dengan nilai nadi tak teraba dan tekanan darah
yang tidak dapat diukur.
d. Penatalaksanaan

Menurut Ngastiyah (2014) penatalaksanaan pada pasien DHF ada dua : yaitu
penatalaksanaan medis dan keperawatan

1) Medis

Penatalaksanaan medis pasien DHF bersifat sintomatis supertif. Pengobatan


terhadap virus ini bersifat menunjang agar pasien dapat bertahan hidup.

1) DBD tanpa renjatan


(1) Pada pasien ini perlu diberi banyak minum yaitu 1 ½ - 2 liter dalam 24
jam
(2) Diberikan teh manis, syrup, susu dan oralit
(3) Berikan minum sedikit tapi sering
(4) Keadaan hiperpireksia (> 39,5 oC diatasi dengan obat anti piretik dan
kompres dingin)
(5) Jika tegang diberi luminal atau santikonfulsan lainnya.
(6) Diperiksa Ht, hb dan trombosit setiap hari mulai hari ke tiga sakit
sampai demam telah turun sampai dua hari.
2) DBD disertai renjatan
(1) Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segera dipasang infus
sebagai pengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma.
(2) Cairan yang diberikan biasanya ringer laktat.
(3) Jika RL tidak ada respon berikan plasma atau plasma desponder
sebanyak 20-30 ml/kg BB.
(4) Pada pasien dengan renjatan berat pemberian infus harus diguyur
dengan cara membuka klem infuse.
(5) Apabila renjatan telah teratasi, nadi jelas teraba, amplitude nadi cukup
besar, tekanan sistolik 80 mmHg/lebih, kecepatan tetesan dikurangi
menjadi 10 ml/kg BB/jam.
2) Penatalaksanaan keperawatan
1) Perawatan pasien DHF derajat 1
Anjurkan pasien untuk beristirahat, observasi TTV setiap 3 jam
terutama tekanan darah dan nadi. Periksa Hb, Ht, dan trombosit secara
periodik setiap 4 jam sekali, kemudian berikan minum 1 ½ - 2 liter dalam 24
jam.
2) Perawatan pasien DHF derajat 2
Pasien harus segera dipasang infuse karena jika sudah terjadi renjatam
akan mengakibatkan vena menjadi kolaps sehingga susah untuk pasang infus.
Pengawasan tanda-tanda vital pemeriksaan ht, Hb serta trombosit seperti
derajat 1 tetap harus dilakukan. Kemudian perhatikan gejala-gejala renjatan
seperti nadi menjadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun anoria atau anak
mengeluh perutnya sakit sekali.
3) Perawatan pasien DHF derajat 3
Mengganti plasma yang keluar dengan memberikan cairan dan
elektrolit, bisa diberikan ringer laktat dengan cara diguyur dengan kecepatan
tetesan 20 ml/kg/BB/jam. Pengawasan tanda vital dilakukan setiap 15 menit
terutama tekanan daran dan nadi serta pernafasan, kemudian pemeriksaan Hb,
Ht dan trombosit tetap dilakukan secara periodik.
e. Pemeriksaan penunjang

Menurut Suriadi & Yuliani (2010), pemeriksaan penunjang dari DHF (Dengue
Hemorrhagic Fever) adalah

1) Darah lengkap : hemokonsentrasi (hemotokrit meningkat 20% atau lebih),


trombositopenia (100.000/mm2 atau kurang)
2) Serologi : uji HI (Hemoblitivation hihibiton test)
3) Rontgen thoraks : eplusi pleura
f. Masalah yang muncul
1) Defisit volume cairan
2) Kelebihan volume cairan
3) Nyeri
4) Hipertermia
5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
g. Discharge Planning
1) Jelaskan terapi yang diberikan; dosis, efek samping
2) Menjelaskan gejala kekambuhan dan yang harus dilakukan
3) Control tepat watu

h. Intervensi Keperawatan
1. Rencana Keperawatan
Defisist Volume Cairan
Penurunan cairan intravaskuler, interstisial, dan atau intraselluler .ini mengarah ke dehidrasi,
kehilangan cairan dengan pengeluaran sodium.

NIC :

Fluid Management

 Pertahankan catatan intake dan output yang akurat


 Monitor status hidrasi
 Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan
 Hitung intake kalori harian
 Monitor ttv
 Kolab cairan pemberian IV
 Monitor status nutrisi
 Berikan cairan

2.Kelebihan volume cairan

Retensi cairan isotomik meningkat

NIC:

Fluid Management

 Monitor ttv
 Kaji lokasi dan luas edema
 Monitor status nutrisi
 Berikan dierutik sesuai interuksi
 Batasi masukan cairan
 Kolaborasi dokter jika ada kelebihan cairan

Fluid monitoring :

 Monitor bb
 Monitor serum dan elektrolit urine
 Monitor serum dan oksimilalitas urine
 Monitor BP,HR, dan RR
 Beri obat yang dapat meningkatkan output urine
2. Nyeri
Sensori yang tidak menyenangkan dan muncul secara actual atau potensi kerusakan jaringan .
NIC:
Pain management
 Lakukan pengkajian nyeri PQRST
 Observasi reaksi ketidaknyamanaan
 Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
 Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
 Evaluasi keefektifan control nyeri
 Berikan analgetik
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi

Analgesic Administration

 Tentukan lokasi
 Cek riwayat alergi
 Berikan analgetik tepat waktu saat nyeri berat
 Evaluasi efektivitas analgetik, tanda dan gejala, efek samping

NIC: Fever Tretment

 Monitor suhu sesering mungkin


 Monitor IWL
 Monitor intake dan output
 Berikan anti piretik

Temperature regulation

 Monitor ttv
 Berikan antipiretik jika perlu
 Monitor warna dan suhu kulit
 Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

Vital sign monitor

 Monitor ttv
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernafasan abnormal
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Intake nutrisi tidak mencukupi kebutuhan tubuh

NIC : nutrition management

 Kaji adanya alergi makanan


 Berikan substansi gula
 Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
 Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

Nutrition monitoring

 Bb pasien dalam batas normal


 Monitor turgor kulit
 Monitor makanan kesukaan
 Monitor mual dan muntah
 Catat jika lidah berwarna magenta
 Monitor lingkungan selama makan
 Monitor tumbuh kembang

Resiko infeksi

Peningkatan resiko masuknya organisme pathogen

NIC:

 Bersihkan lingkungan setelah di pakai pasien lain


 Pertahankan teknik isolasi
 Batasi pengunjung bila perlu
 Tingkatkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotic bila perlu
 Gunakan baju sarung tangan sebagai alat pelindung
 Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan

Proteksi terhadap infeksi

 Batasi pengunjung
 Ispeksi kondisi luka
 Dorong masukan nutrisi yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan cara menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
3. Kejang Demam
a. Pengertian
Kejang Demam atau Febrile convulsio ialah bangkitan kejang yang terjadi
pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38°C ) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium dengan ciri-ciri terjadi pada anak antara usia enam bulan sampai empat
tahun dan sering terjadi pada anak di bawah usia satu tahun sampai awal kelompok
usia dua sampai lima tahun dan pada kejang demam wajah anak akan menjadi biru,
matanya berputar-putar, dan anggota badannya akan bergetar dengan hebat (Hidayat,
2008; Ngastiyah 2014).

b. Etiologi
Menurut Ridha (2014) etiologi dari kejang demam antara lain: Faktor-faktor
perinatal, Malformasi otak congenital, faktor genetika, penyakit infeksi (ensefalitis,
meningitis), deman, gangguan metabolism, trauma, neoplasma, toksin, gangguan
sirkulasi, penyakit degenerative susunan saraf.

c. Klasifikasi

Menurut Tanto, dkk, (2014) secara klinis, klasifikasi kejang demam dibagi
menjadi dua, yaitu kejang demam simpleks/sederhana dan kejang demam kompleks.
Keduanya memiliki perbedaan yaitu:
1) Kejang demam simpleks/sederhana
a) Berlangsung singkat <15 menit
b) Tidak berulang selama 24 jam
c) Kejang umum tonik, klonik, atau tonik-klonik, anak tampak terlihat
mengantuk setelah kejang
d) Tidak mengalami kelainan neurologis sebelum dn sesudah kejang
2) Kejang demam kompleks
a) Berlangsung >15 menit
b) Berulang selama 24 jam
c) Kejang fokal/parsial, atau kejang fokal menjadi umum
d) Terdapat kelainan neurologis sebelum atau sesudah kejang
d. Manifestasi Klinis
Menurut Riyadi & Sukarmin (2013) tanda dan gejala dari kejang demam
adalah:

1) Suhu tubuh anak mencapai lebih dari 38°C (suhu rektal)


2) Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal, atau akinetik.
Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun
tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan
persarafan.
3) Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan, cahaya
(penurunan kesadaran).
Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Living-stone juga
dapat kita jadikan pedoman untuk menentukan manifestasi klinik kejang demam. Ada
7 kriteria antara lain:
1) Umur anak saat kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
2) Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit
3) Kejang bersifat umum (tidak pada satu bagian tubuh seperti pada otot rahang saja).
4) Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5) Pemeriksaan sistem persarafan sebelum dan sesudah kejang tidak ada kelainan
6) Pemeriksaan elektroensefalografi dalam kurun waktu 1 minggu atau lebih setelah
suhu normal tidak dijumpai kelainan.
7) Frekuensi kejang dalam waktu 1 tidak lebih dari 4 kali

e. Komplikasi

Menurut Waskitho (2013) dalam Wulandari (2016), kompikasi dari kejang


demam adalah:
1) Kerusakan Neurotransmiter
Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
ataupun membran sel yang menyebabkan kerusakan pada neuron.
2) Epilepsi
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang
yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari sehingga terjadi
serangan epilepsi yang spontan.
3) Kelainan anatomis di otak
Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat menyebabkan kelainan di otak
yang lebih banyak pada anak baru yang berumur 4 bulan- 5 tahun.
4) Mengalami kecacatan atau kelainan neurologis karena disertai demam
5) Kemungkinan mengalami kematian.
f. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Dewanto (2007) pemeriksaan yang sering dilakukan pada pasien


kejang demam adalah:
1) Pemeriksaan fisik dan neurologis (kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsang
meningeal, tanda peningkatan intrakranial, dan tanda infeksi di luar SSP).
2) Pemeriksaan laboratorium, pungsi lumbal, Ct scan atau MRI kepala/ otak
(dilakukan sesuai indikasi)
3) Elektroensefalografi (EEG)
g. Penatalaksanaa Keperawatan
1) Tindakan keperawatan kejang demam di rumah sakit:
a) Saat terjadi serangan mendadak yang harus diperhatikan kembali adalah: ABC
(airway, breathing, circulasion)
b) Setelah ABC aman, baringkan klien di tempat yang rata untuk mencegah
terjadinya perpindahan posisi tubuh kea rah DANGER
c) Atur posisi klien dalam posisi terlentang atau dimiringkan untuk mencegah
aspirasi, jangan tengkurap
d) Tidak perlu memasang sudip lidah, karena resiko lidah tergigit kecil. Selain itu
juga sudip dapat membatasi jalan nafas
e) Singkirkan benda-benda yang berbahaya
f) Pakaian sdilonggarkan, agar jalan napas adekuat
g) Secepatnya diberikan anti kejang via rectal (diazepam 5 mg untuk BB <10 kg,
dan 10 mg untuk BB>10kg)
h) Jika suhu tubuh >38,5oC dan jika sudah memungkinkan diberikan antipiretik
(ibuprofen)
i) Setelah klien sadar berikan air minum hangat.
2) Tindakan keperawatan pada kejang demam karena hipertermi:
a) Pertama kali ketahui riwayat terdahulu:
- Jika klien pernah kejang sebelumnya, secepatnya berikan antipiretik
(ibuprofen) untuk mencegah kejang
- Ibuprofen diberikan jika suhu mencapai 38-39,5oC
b) Berikan kompres hangat secara intensif
c) Jangan diberi selimut tebal karena uap panas akan sulit untuk dilepaskan
d) Setelah klien sadar dan terbangun berikan minum air hangat
h. Masalah Keperawatan
1) Hipertermi b.d proses penyakit
2) Resiko Injury b.d infeksi mikroorganisme
3) Resiko deficit volume cairan b.d dengan intake yang kurang dan diaphoresis
i. Discharge Planning
1) Ajarkan pada orang tua mengenal tanda-tanda kekambuhan dan laporkan
dokter/perawat
2) Instruksikan untuk pemberian pengobatan sesuai dengan dosis dan waktu
3) Ajarkan bagaimana mengukur suhu tubuh dan intervensi
4) Instruksikan untuk control ulang
5) Jalaskan faktor penyebab demam dan menghindari faktor pencetus
j. Intervensi Keperawatan
1) Hipertermi b.d proses penyakit
Definisi: suhu tubuh naik diatas rentang normal
Batasan Karakteristik:
- Kenaikan suhu normal
- Serangan/ konvulasi (kajang)
- Kulit kemerahan
- Takikardi
- Saat disentuh tangan terasa hangat
Faktor yang berhubungan:

- Penyakit/trauma
- Peningkatan metabolism
- Aktivitas yang berlebih
- Pengaruh medikasi/anastesi
- Ketidakmampuan/penurunan kemampuan untuk berkeringat
- Terpapar dilingkungan panas
- Dehidrasi
- Pakaian yg tidak tepat

NOC: Thermoregulation

Kriteria Hasil:

- Suhu tubuh dalam rentang normal


- Nadi dan RR dalam rentang normal
- Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

NIC:

- Fever treathment
- Temperature regulation
- Vital sign monitoring
2) Resiko Injury b.d infeksi mikroorganisme
NOC: Risk Kontrol
Kriteria Hasil:
- Klien bebas dari cidera
- Klien mampu menjelaskan cara/metode untuk mencegah injury/cedera
- Klien mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan/ perilaku personal
- Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injury
- Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
- Mampu mengenali perubahan status kesehatan

NIC:
- Manajemen lingkungan
3) Resiko deficit volume cairan b.d dengan intake yang kurang dan diaphoresis
Definisi: penurunan cairan intravaskuler, interstisial, dan/atau intrasellular. Ini
mengarah ke dehidrasi, kehilangan cairan dengan pengeluaran zodium
Batasan Karakteristik:
- Kelemahan
- haus
- penurunan turgor kulit
- membrane mukosa/kulit kering
- nadi meningkat, TD turun
- suhu tubuh meningkat
- hematokrit meninggi
- dll

Faktor yang berhubungan:

- kehilangan volume cairan secara aktif


- kegagalan mekanisme pengaturan

NOC:

- Fluid balance
- Hydration
- Nutritional status: Food and fluid intake

Kriteria Hasil:

- Mempertahankan urine ouput sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, Ht
normal
- TD, N, S dalam batas normal
- Tidak ada tanda dehidrasi, elastisitas turgor baik, membrane mukosa lembab,
tidak ada rasa haus yang berlebih.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2015). ursing
Interventions Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia. (E. I. & R. D. T.
Nurjannah, Ed.) (6th ed.). Indonesia: Elsevier.
Helstead, S.B.2007.Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever, m kliegmam Robert M,
Berhman, Richard E, Johson, Hal B and Stanton, Bonita E, Eds Nelson Text book of
Pediatries 18 th ed, Philadelphia: Saunders else Viers.
Herdman, T. H. & S. K. (2015). NANDA International Inc. Nursing Diagnoses:
Definitions & Classificatios 2015-2017. (T. H. & S. K. Herdman, Ed.) (10 th).
Jakarta: EGC.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, A. (2015). Nursing Outcomes
Classification (NOC) Pengukuran Outcomes Kesehatan Edisi Bahasa Indonesia. (E.
I. & R. D. T. Nurjannah, Ed.) (5th ed.). Jakarta: Elsevier.
Ngastiyah.(2014). Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC
Ridha, Nabiel H. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sujono, Riyadi & Sukarmin.(2013). Asuhan Keperawatan Pada Anak.Yogyakarta: Graha
Ilmu
Tanto, Chris, dkk. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Wulandari, Dewi dan Meira Erawati.(2016). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta:
Pustaka Penerbit (Anggota IKAPI)

Anda mungkin juga menyukai