Anda di halaman 1dari 8

Lampiran

KEPUTUSAN DIREKTUR RSU MUHAMMADIYAH BABAT


Nomor :
Tanggal :
Tentang :Program Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah
Dengue (KLB DBD) di RSU Muhammadiyah Babat

PROGRAM PENANGGULANGAN
KEJADIAN LUAR BIASA PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE
(KLB DBD)
DI RSU MUHAMMADIYAH BABAT TAHUN 2017

A. PENDAHULUAN

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah pasien
serta semakin luas penyebarannya. Hal ini karena masih tersebarnya nyamuk Aedes
aegypti (penular penyakit DBD) di seluruh pelosok tanah air, kecuali pada daerah
dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut.
Secara geografis RSU Muhammadiyah Babat terletak di sekitar daerah yang beresiko
menularkan penyakit infeksi DBD. Di antaranya adalah bahwa RSU Muhammadiyah
Babat berdekatan dengan Pasar Babat yang merupakan tempat agen infeksi DBD yaitu
nyamuk Aedes aegypti. Setiap tahunnya daerah Kecamatan Babat juga merupakan
langganan banjir. Maka dengan disusunnya Program Kewaspadaan Kejadian Luar Biasa
Demam Berdarah Dengue (DBD) di RSU Muhammadiyah Babat ini diharapkan rumah
sakit dapat mengidentifikasi dan melakukan tindakan kewaspadaan terhadap KLB di
RSMB.

B. PENGERTIAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) (Inggris: Dengue Hemorrhagic Fever – DHF)


adalah suatu penyakit infeksi virus yang berat dan berpotensi mematikan yang
disebarkan oleh spesies nyamuk tertentu dalam hal ini nyamuk Aedes aegypti. Pasien

1
demam berdarah dengue yang mengalami syok hipovolemik akibat kebocoran plasma
disebut dengue shock syndrome (DSS) yang dapat berakibat fatal.

Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue (KLB DBD) adalah timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan dan atau kematian akibat penyakit DBD yang
bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.

Penanggulangan KLB DBD adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk menangani


penderita, mencegah perluasan kejadian dan timbulnya penderita atau kematian baru
pada suatu kejadian luar biasa yang sedang terjadi.

Program penanggulangan KLB DBD adalah suatu proses manajemen yang bertujuan
agar KLB DBD tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Pokok program
penanggulangan KLB DBD adalah identifikasi ancaman KLB DBD secara nasional,
propinsi dan kabupaten/kota; upaya pencegahan terjadinya KLB DBD dengan
melakukan upaya perbaikan kondisi rentan KLB; penyelenggaraan SKD-KLB,
kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan adanya KLB dan tindakan penyelidikan dan
penanggulangan KLB yang cepat dan tepat. Secara skematis program penanggulangan
KLB dapat dilihat pada Skema 1 terlampir.

Deteksi dini KLB DBD merupakan kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya


KLB DBD dengan cara melakukan intensifikasi pemantauan secara terus menerus dan
sistematis terhadap perkembangan penyakit DBD dan perubahan kondisi rentan KLB
DBD agar dapat mengetahui secara dini terjadinya KLB DBD.

C. EPIDEMIOLOGI DBD

Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang dilaporkan
oleh David Byfon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue
menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse
koorts) kadang-kadang disebut juga sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut
demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai dengan nyeri
pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia
Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian.
Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi

2
klinis berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke
negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968
penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat
tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat
kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak
terencana & tidak terkendali. (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di
daerah endemis. dan (4) Peningkatan sarana transportasi.
Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain
status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan
(virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun
sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita
maupun daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini
DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan
adanya kejadian luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk
pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk. Pola berjangkit
infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang
panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan
hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak
sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap
tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari,
meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap
tahun.
Sejak pertama ditemukan penyakit DBD di Indonesia (Surabaya dan Jakarta) pada tahun
1968, jumlah kasus cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas,
sehingga pada tahun 1994 DBD telah tersebar ke seluruh propinsi di Indonesia. Pada
tahun 2006 selama periode Januari-September tercatat 3 propinsi mengalami KLB,
yaitu; Jawa Barat, Sumatera Barat dan Kalimantan Barat di 8 kab/kota dengan jumlah
kasus 1.323 orang, 21 orang diantaranya meninggal (CFR=1,59%). Jumlah KLB pada
tahun 2006 ini menurun tajam dibandingkan jumlah KLB pada tahun 2005 yang terjadi
di 12 propinsi di 35 kab/kota.

3
D. DIAGNOSIS DBD
1. Klinis
 Gejala klinis berikut harus ada, yaitu: Demam tinggi mendadak tanpa
sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari
 Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:
o Uji bendung positif
o Petekie, ekimosis, purpura
o Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
o Hematemesis dan atau melena
 Pembesaran hati
 Syok, ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan
tekanan nadi (≤ 20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan
tangan dingin, kulit lembab, capillary refill time memanjang (> 2 detik)
dan pasien tampak gelisah.
2. Laboratorium
 Trombositopenia (100 000/μl atau kurang)
 Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler,
dengan manifestasi sebagai berikut:
o Peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai standar
o Penurunan hematokrit ≥ 20%, setelah mendapat terapi cairan
o Efusi pleura/perikardial, asites, hipoproteinemia.
 Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau
hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan Diagnosis
Kerja DBD.
Derajat Penyakit
Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudah
ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi)
Derajat I:
 Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah
uji bendung.
Derajat II:

4
 Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
Derajat III:
 Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi
menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit
dingin dan lembap dan anak tampak gelisah.
Derajat IV:

 Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak
terukur.

E. TATALAKSANA DBD

1. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue tanpa syok


Anak dirawat di rumah sakit
 Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air
sirup, susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran
plasma, demam, muntah/diare.
 Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.
 Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
o Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat
o Kebutuhan cairan parenteral
- Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
- Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
- Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
o Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa
laboratorium (hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin)
tiap 6 jam
o Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik,
turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil.
Cairan intravena biasanya hanya memerlukan waktu 24–48 jam
sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian
cairan.

5
 Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tata
laksana syok terkompensasi (compensated shock).
2. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan Syok
 Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit
secara nasal.
 Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat secepatnya.
 Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian
koloid 10-20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
 Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan transfusi
darah/komponen.
 Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10
ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam
sesuai kondisi klinis dan laboratorium.
 Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam.
Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu
banyak daripada pemberian yang terlalu sedikit.

F. RUANG LINGKUP PROGRAM


Kegiatan Program Pengendalian KLB DBD meliputi kajian epidemiologi secara terus
menerus dan sistematis terhadap penyakit DBD yang berpotensi KLB dan kondisi
rentan KLB, peringatan kewaspadaan dini KLB DBD dan peningkatan kewaspadaan
dan kesiapsiagaan sarana dan prasarana RSU Muhammadiyah Babat terhadap
kemungkinan terjadinya KLB DBD.
G. KEGIATAN
Program Penanggulangan KLB DBD dilakukan melalui kegiatan yang secara terpadu
oleh RSU Muhammadiyah Babat, meliputi:
1. Penyelidikan epidemiologis
Penyelidikan epidemiologi pada KLB DBD adalah untuk mengetahui potensi dan resiko
terjadinya KLB DBD dengan cara:
6
 Melakukan pengumpulan dan pengolahan data kesakitan dan kematian penyakit
DBD yang berpotensi KLB di RSU Muhammadiyah Babat.
 Pengingkatan kegiatan surveilans untuk deteksi dini KLB DBD di RSU
Muhammadiyah Babat dengan melaksanakan pemantauan wilayah setempat
penyakit DBD yang berpotensi KLB di RSMB.
 Penyelidikan lebih luas terhadap dugaan adanya KLB DBD di lingkungan
RSMB.
 Melakukan kajian kemampuan RSU Muhammadiyah Babat dalam
melaksanakan penanggulangan KLB DBD.
2. Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita DBD.
Tujuannya adalah:
 Memberikan pertolongan medis kepada penderita agar sembuh dan
mencegah agar mereka tidak menjadi sumber penularan.
 Menemukan dan mengobati orang yang tampaknya sehat, tetapi
mengandung penyebab penyakit sehingga secara potensial dapat
menularkan penyakit (carrier).
3. Penyuluhan
RSU Muhammadiyah Babat melaksanakan penyuluhan kepada petugas,
karyawan dan pengunjung RSMB, yang berupa kegiatan komunikasi yang
bersifat persuasif edukatif tentang penyakit DBD yang dapat menimbulkan KLB
agar mereka mengerti sifat-sifat penyakit, sehingga dapat melindungi diri dari
DBD dan apabila terkena, tidak menularkannya kepada orang lain. Penyuluhan
juga dilakukan agar masyarakat dapat berperan serta aktif dalam menanggulangi
KLB DBD.
4. Penyiapan tim penyelidikan dan penanggulangan KLB DBD di RSU
Muhammadiyah Babat yang merupakan bagian dari tim penyelidikan dan
penanggulangan KLB DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Lamongan.
5. Pelaporan
RSU Muhammadiyah Babat melakukan kegiatan pelaporan KLB DBD melalui
pelaporan harian (W1) yang harus dikirim dalam 24 jam setelah menemukan
kasus DBD yang memenuhi kriteria KLB. Selain itu RSMB juga melakukan
pelaporan mingguan (W2) yang dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten
7
Lamongan seminggu sekali dalam rangka deteksi dini KLB DBD. Laporan W2
memuat jumlah penderita dan kematian dari penyakit-penyakit potensial KLB
tertentu ( dalam hal ini DBD) serta masalah kesehatan ibu/anak.

H. PENUTUP
Demikianlah Program Penanggulangan KLB DBD di RSU Muhammadiyah Babat ini
dalam rangka meningkatkan kesiap siagaan menghadapi KLB DBD. Program ini
dilakukan terhadap SDM, sistem konsultasi dan referensi, sarana penunjang,
laboratorium dan anggaran biaya, strategi dan tim penanggulangan KLB DBD di RSMB
serta jejaring kerja tim penanggulangan KLB Dinas Kesehatan Kabupaten lamongan

Anda mungkin juga menyukai