Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Stase Pendidikan Profesi
Keperawatan Medikal Bedah (PPKMB) Profesi Ners
Disusun oleh :
B. Manifestasi Klinis
Diagnosis DBD dapat ditegakkan bila ditemukan manifestasi berikut
(Kementrian Kesehatan RI, 2017) :
1. Demam timbul mendadak, tinggi dan terus menerus 2-7 hari
2. Adanya gejala perdarahan seperti muncul peteqie, purpura, ekimosis,
epitaksis, perdarahan pada gusi, hematemesis, dan melena serta Tes
torniquet (+)
3. Mengalami Trombositopenia (trombosit ≤ 100.000/mm3 )
4. Terjadi kebocoran plasma atau plasma leakage karena peningkatan
permeabilitas vaskuler yang ditandai dengan :
a) Terjadi peningkatan hematokrit/hemokonsentrasi lebih dari 20% serta
penurunan sebesar 20% pada fase konvalesens
b) Terjadi efusi pleura, asites atau hipoprotenemia/ hypoalbuminemia
5. Mengalami takikardia atau nadi cepat, perfusi jaringan buruk dengan nadi
lemah, terjadi penurunan tekanan nadi < 20 mmHg, mengalami hipotensi
dengan akral yang dingin serta tampak gelisah (Indriyani & Gustawan,
2020).
C. Etiologi
Penyebab Demam Berdarah Dengue (DBD) tidak lepas dari penyebab
infeksinya yaitu virus dengue yang kemudian disebarkan oleh nyamuk aedes
aegypti (Suwandono, 2019). Virus dengue termasuk dalam anggota flavivirus
dari keluarga flaviridae. Saat ini terdapat 4 serotype virus diantaranya DEN1,
DEN-2, DEN-3, DEN-4. Persebaran ke 4 serotype virus tersebut telah di
berbagai daerah di Indonesia. DEN-2 dan DEN-3 merupakan yang terbanyak
ditemui (Wang et al., 2020). Di Indonesia dikenal dua jenis nyamuk
aedes(Arif Mansjur: 2001), yaitu :
1. Aedes aegypti
Paling sering ditemukan, nyamuk yang hidup di daerah tropis, terutama
hidup dan berkembangbiak di dalam rumah, yaitu di tempat penampungan
air jernih/tempat penampungan air di sekitar rumah. Nyamuk ini berbintik-
bintik putih biasanya menggigit pada pagi hari dan sore hari dengan jarak
terbang 100 meter.
2. Aedes Albopictus
Habitatnya pada air jernih, biasanya disekitar rumah/pohon yang dapat
tertampung air hujan bersih pohon pisang dan pandan. Mengigit pada
waktu siang hari, berwarna hitam dengan jarak terbang 50 meter.
D. Patofisiologi
Demam Berdarah dimulai dari masuknya virus dengue ke dalam tubuh
melalui gigitan nyamuk atau vector pembawa virus. Virus yang telah masuk
kedalam tubuh akan menyebabkan viremia yaitu material virus mengalami
penumpukan dalam darah. Hal ini menjadi pemicu hipotalamus dalam
mengatur suhu untuk melepaskan zat bradikinim, histamin, serotonin,
thrombin dan akhirnya terjadi peningkatan suhu. Selain itu viremia
menyebabkan terjadinya perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke
interstial yang memicu terjadinya hipovelemia, ini diakibatkan karena terjadi
pelebaran pada dinding pembuluh darah. Perembesan plasma inilah yang
mengakibatkan kekurangan volume plasma, maka muncul hipotensi,
hipoproteinemia, hemokonsentrasi, efusi serta syok (Haerani et al., 2020).
Hemokosentrasi atau peningkatan hematokrit lebih dari 20% yang
mengindikasikan adanya kebocoran atau perembesan plasma. Perembesan
plasma ke ekstravaskuler ditandai dengan terjadinya peningkatan cairan di
rongga serosa yaitu di rongga peritonium, pericardium dan pleura melebihi
batas pemberian cairan. Maka dari itu Ketika kebocoran plasma teratasi, maka
dilakukan pengurangan dalam pemberian cairan intravena agar mencegah
munculnya edema paru dan gagal jantung. Kondisi sebaliknya juga tidak
boleh terjadi yaitu Ketika tidak tercukupinya cairam masuk, kondisi klinis
memburuk dan dapat menyebabkan renjatan. Hipovelemia yang berlangsung
lama akan menyebbakan anoksia jaringan, asidosis metabolic dan berujung
kematian (Haerani et al., 2020).
Trombositopenia terjadi akibat penurunan trombosit akibat dari produksi
trombosit yang menurun akibat dari antibody yang melawan virus. Selain itu
trombositopenia terjadi akibat peningkatan destruksi tormbosit. Penyebab
utama perdarahan pada DBD adalah trombositopenia, gangguan fungsi
trombosit serta terjadi kelainan pada system koagulasi.
E. Pathway
F. Klasifikasi
Pembagian Derajat Menurut (Titik lestari, 2016) :
a) Derajat I: Suhu tubuh panas yang disertai gejala tidak khas dan satu-
satunya uji perdarahan yaitu uji tourniquet.
b) Derajat II: Seperti juga derajat II biasanya disertai dengan perdarahan
spontan pada kulit atau perdarahan lain
c) Derajat III : Meliputi gagal atau tidak berfungsinya sirkulasi yakni nadi
yang cepat dan melemah, tekanan nadi yang tiba-tiba menurun atau
hipotensi disertai kulit dingin dan lembab serta gelisah
d) Derajat IV Terdapat Dengue Shock Syndrome (DSS), nadi yang tidak
dapat teraba dan tekanan darah yang tidak dapat di ukur
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap
a) Hemoglobin meningkat, apalagi telat terjadi perdarahan yang banyak
dan hebat Hb menurun. Nilai normal Hb : 10-16 gr/dL
b) Hematokrit dapat meningkatkan mencapai 20% dikarenakan darah
mengental dan terjadi kebocoran plasma. Nilai normal pada laki: 40-
54% Nilai normal pada perempuan : 35-47%
c) Trombosit biasanya menurun secara tiba-tiba yang nantinya
mengakibatkan trombositopenia kurang dari 100.000/mm3. Nilai
normal : 200.000-400.000/ml
d) Leukosit menjalani penurunan yang dibawah normal. Nilai normal :
5.000-10.000/mm3
2. Pemeriksaan analisa gas darah, diperiksa :
a) Urin dan pH darah yang dapat meningkat. Nilai normal : 7.35-7.45
b) Dalam keadaan lanjut terjadi asidosis metabolik mengakibatkan pCO2
menurun dari normal 35-40 mmHg) dan HCO3 rendah
c) SGOT/SGPT : dapat bertambah meningkat
d) Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang kali (setiap jam
atau 4-6 jam apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan) (Nurarif &
Kusuma, 2015).
I. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada orang dengan DBD yaitu Dengue
Syok Sindrom (DDS) dimana keseimbangan elektrolit seperti Hipokalsemia,
hyponatremia serta overhidrasi dapat mengakibatkan gagal jantung kongestif
serta edema pada paru yang dapat berakibat fatal berujung pada kematian
(Indah Lastri & Kurniati, 2021). Selain menampakkan gejala demam, Dengue
Shock Syndrome (DSS) juga memunculkan gejala seperti :
a) Menurunnya tekanan darah
b) Pelebaran pada pupil
c) Tidak beraturannya nafas
d) Keringnya mulut
e) Lembabnya kulit dan terasa dingin
f) Lemahnya denyut nadi
g) Menurunnya jumlah urine
J. Diagnose Banding
1. Fase demam
a) Flu like syndrome (chikungunya, influenza, campak)
b) Demam dengan ruam (rubela, campak, infeksi menigokokus, erupsi
obat)
c) Diare (rotavirus, infeksi usus lainnya)
d) Penyakit dengan manifestasi neurologis (meningioensefalitis, kejang
demam)
2. Fase kritis
a) Penyakit infeksi (gastroenteritis akut, malaria, demam tifoid, hepatitis,
sepsis bacterial, syok septic)
b) Keganasan (leukemia akut dan keganasan lainnya)
c) Gejala klinis lainnya :
Akut abdomen : apendiksitis akut, kolesistitis akut, perforasi usus
Asidosis aktat
Ketoasidosis diabetikum
2. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi, tahapan yang bertujuan melihat bagian tubuh dan menentukan
apakah seseorang mengalami kondisi tubuh normal atau abnormal.
Inspeksi dilakukan secara langsung (seperti penglihatan, pendengaran,
dan penciuman) dan tidak langsung (dengan alat bantu)
2) Palpasi, pemeriksaan fisik lanjutan dengan menyentuh tubuh dan
dilakukan bersamaan dengan inspeksi. Palpasi dilakukan menggunakan
telapak tangan, jari, dan ujung jari. Tujuannya untuk mengecek
kelembutan, kekakuan, massa, suhu, posisi, ukuran, kecepatan, dan
kualitas nadi perifer pada tubuh
3) Auskultasi, proses mendengarkan suara yang dihasilkan tubuh untuk
membedakan suara normal dan abnormal menggunakan alat bantu
stetoskop. Suara yang didengarkan berasal dari sistem kardiovaskuler,
respirasi, dan gastrointestinal
4) Perkusi, tahapan ini bertujuan mengetahui bentuk, lokasi, dan struktur
di bawa kulit. Perkusi bisa dilakukan secara langsung dan tidak
langsung
Adapun pengkajian fisik yang harus dilakukan pada pasien dengan DHF
(Doenges, 2010 )adalah :
1) Tanda-tanda vital, biasanya akan mengalami peningkatan terutama suhu
tubuh antara 380C-400C, nadi biasanya cepat atau lambat, dan
pernapasan menjadi cepat antara 40-60 x/menit
2) Wajah pasien biasanya pucat akibat dehidrasi, mukosa bibir kering dan
pecah- pecah, dan wajah terlihat membengkak
3) Mata biasanya mengalami oedem pada palpebra, konjungtiva anemis,
dan mata terlihat merah akibat kurang tidur
4) Hidung biasanya terjadi perdarahan akibat penanganan yang lambat
5) Abdomen, pada saat dilakukan palpasi akan terasa adanya pembesaran
pada organ hati dan limpa, akan mengalami nyeri pada ulu hati, terjadi
iritasi pada lambung, bising usus (<5x\menit) turgot kulit kering
6) Rektum, akan terjadi iritasi pada daerah sekitar anus akibat seringnya
mengalami berak encer
7) Ekstremitas, akan terjadi kelemahan akibat kondisi penyakit yang
dialami, pengisian kapiler pada daerah kuku menjadi lambat lemah (2
detik)
3. Analisa data
Menurut setiadi (2012), analisa data merupakan metode yang dilakukan
perawat untuk mengkaitkan data klien serta menghubungkan data tersebut
dengan konsep teori dan prinsip yang relevan bertujuan untuk
memudahkan dalam membuat diagnosa keperawatan.
4. Diagnose keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan
bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan
komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Diagnosa
keperawatan yang sering muncul pada kasus DHF diantaranya yaitu (Erdin
2018) (SDKI DPP PPNI 2017) :
a) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan
suhu tubuh diatas nilai normal
b) Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan
untuk makan)
c) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
d) Risiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia)
5. Rencana tindakan keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (SIKI DPP PPNI 2018)
(SLKI DPP PPNI 2019).
a) Dx 1 : Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit, setelah
dilakukan intervensi keprawatan selama 3 x 24 jam Suhu tubuh agar
tetap berada pada rentang normal dengan kriteria Hasil: menggigil
menurun, kulit merah menurun, suhu tubuh membaik, tekanan darah
membaik
Intervensi :
Observasi
1) Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar
lingkungan panas, penggunaan incubator)
2) Monitor suhu tubuh
3) Monitor kadar elektrolit
4) Monitor haluaran urine
Terapeutik
1) Sediakan lingkungan yang dingin
2) Longgarkan atau lepaskan pakaian
3) Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4) Berikan cairan oral
5) Lakukan pendinginan eksternal (mis, kompres dingin pada dahi,
leher, dada, abdomen, aksila)
6) Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
7) Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
b) Dx 2 : Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis
(keengganan untuk makan), setelah dilakukan intervensi keprawatan
selama 3 x 24 jam anoreksia dan kebutuhan nutrisi dapat teratasi
dengan kriteria hasil : porsi makanan yang dihabiskan meningkat,
frekuensi makan membaik, nafsu makan membaik
Intervensi :
Observasi
1) Identifikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3) Identifikasi makanan yang disukai
4) Monitor asupan makan
5) Monitor berat badan
6) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
1) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
2) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
3) Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi
1) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2) Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis, Pereda nyeri,
antimietik), jika perlu
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
c) Dx 3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, setelah
dilakukan intervensi keprawatan selama 3 x 24 jam aktivitas sehari-
hari klien kembali normal dengan kriteria hasil : Kriteria Hasil :
frekuensi nadi meningkat, kemudahan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari meningkat, frekuensi napas membaik
Intervensi :
Observasi
1) Monitor kelelahan fisik dan emosional
2) Monitor pola dan jam tidur Terapeutik
3) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis, cahaya,
suara, kunjungan)
4) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
2) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan
d) Dx 4 : Risiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia),
setelah dilakukan intervensi keprawatan selama 3 x 24 jam Perdarahan
tidak terjadi dengan kriteria hasil : kelembapan kulit meningkat,
hemoglobin membaik, hematokrit membaik
Intervensi :
Observasi
1) Monitor tanda dan gejala perdarahan
2) Monitor nilai hamatokrit atau hemoglobin sebelum dan setelah
kehilangan darah
3) Monitor tanda-tanda vital Terapeutik
4) Pertahankan bed rest selama perdarahan
Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
2) Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari
konstipasi
3) Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
4) Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu
2) Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu.
6. Implementasi
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses
keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan
dalam rangka membantu klien untuk mencegah, mengurangi, dan
menghilangkan dampak atau respons yang ditimbulkan oleh masalah
keperawatan dan kesehatan (Ali 2016).
7. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.
Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan
proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan dan
evaluasi (Ali 2016). Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk
menilai apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau
tidak untuk mengatasi suatu masalah