Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS DENGUE

HEMORAGIC FEVER (DHF) DI RUANG MELATI 3 RSUD dr.


SOEKARDJO TASIKMALAYA

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Stase Pendidikan Profesi
Keperawatan Medikal Bedah (PPKMB) Profesi Ners

Disusun oleh :

Deni Candra Ramadhan

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA TASIKMALAYA 2022
A. Definisi
DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan virus dengue dan juga termasuk golongan Abovirus
(arthropodbone virus) yang disebarkan oleh nyamuk Aedes Aegepty dan
Aedes Albopictus yang disebarkan secara cepat (Marni, 2016)
Demam Beradarah Dengue adalah penyakit infeksi virus akut yang
penyebabnya ialah virus dengue ditandai dengan peningkatan suhu tubuh atau
demam selama 2-7 hari disertai dengan beberapa gelaja seperti perdarahan,
penurunan trombosit, adanya hemokonsentrasi ditandai peningkatan
hematokrit serta dapat disertai dengan gejala lainnya yang tidak khas seperti
nyeri kepala, nyeri otot dan tulang, terdapat ruam pada kulit serta nyeri pada
belakang bola mata (Kementrian Kesehatan RI, 2017)
Demam berdarah atau Dengue Hemoraghic Fever (DHF) adalah satu
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang penularannya dari orang ke
orang melalaui perantara gigitan nyamuk yaitu Aedes aegypty yang sebagai
vektor utama.(Farasari et al., 2018).

B. Manifestasi Klinis
Diagnosis DBD dapat ditegakkan bila ditemukan manifestasi berikut
(Kementrian Kesehatan RI, 2017) :
1. Demam timbul mendadak, tinggi dan terus menerus 2-7 hari
2. Adanya gejala perdarahan seperti muncul peteqie, purpura, ekimosis,
epitaksis, perdarahan pada gusi, hematemesis, dan melena serta Tes
torniquet (+)
3. Mengalami Trombositopenia (trombosit ≤ 100.000/mm3 )
4. Terjadi kebocoran plasma atau plasma leakage karena peningkatan
permeabilitas vaskuler yang ditandai dengan :
a) Terjadi peningkatan hematokrit/hemokonsentrasi lebih dari 20% serta
penurunan sebesar 20% pada fase konvalesens
b) Terjadi efusi pleura, asites atau hipoprotenemia/ hypoalbuminemia
5. Mengalami takikardia atau nadi cepat, perfusi jaringan buruk dengan nadi
lemah, terjadi penurunan tekanan nadi < 20 mmHg, mengalami hipotensi
dengan akral yang dingin serta tampak gelisah (Indriyani & Gustawan,
2020).

C. Etiologi
Penyebab Demam Berdarah Dengue (DBD) tidak lepas dari penyebab
infeksinya yaitu virus dengue yang kemudian disebarkan oleh nyamuk aedes
aegypti (Suwandono, 2019). Virus dengue termasuk dalam anggota flavivirus
dari keluarga flaviridae. Saat ini terdapat 4 serotype virus diantaranya DEN1,
DEN-2, DEN-3, DEN-4. Persebaran ke 4 serotype virus tersebut telah di
berbagai daerah di Indonesia. DEN-2 dan DEN-3 merupakan yang terbanyak
ditemui (Wang et al., 2020). Di Indonesia dikenal dua jenis nyamuk
aedes(Arif Mansjur: 2001), yaitu :
1. Aedes aegypti
Paling sering ditemukan, nyamuk yang hidup di daerah tropis, terutama
hidup dan berkembangbiak di dalam rumah, yaitu di tempat penampungan
air jernih/tempat penampungan air di sekitar rumah. Nyamuk ini berbintik-
bintik putih biasanya menggigit pada pagi hari dan sore hari dengan jarak
terbang 100 meter.
2. Aedes Albopictus
Habitatnya pada air jernih, biasanya disekitar rumah/pohon yang dapat
tertampung air hujan bersih pohon pisang dan pandan. Mengigit pada
waktu siang hari, berwarna hitam dengan jarak terbang 50 meter.

D. Patofisiologi
Demam Berdarah dimulai dari masuknya virus dengue ke dalam tubuh
melalui gigitan nyamuk atau vector pembawa virus. Virus yang telah masuk
kedalam tubuh akan menyebabkan viremia yaitu material virus mengalami
penumpukan dalam darah. Hal ini menjadi pemicu hipotalamus dalam
mengatur suhu untuk melepaskan zat bradikinim, histamin, serotonin,
thrombin dan akhirnya terjadi peningkatan suhu. Selain itu viremia
menyebabkan terjadinya perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke
interstial yang memicu terjadinya hipovelemia, ini diakibatkan karena terjadi
pelebaran pada dinding pembuluh darah. Perembesan plasma inilah yang
mengakibatkan kekurangan volume plasma, maka muncul hipotensi,
hipoproteinemia, hemokonsentrasi, efusi serta syok (Haerani et al., 2020).
Hemokosentrasi atau peningkatan hematokrit lebih dari 20% yang
mengindikasikan adanya kebocoran atau perembesan plasma. Perembesan
plasma ke ekstravaskuler ditandai dengan terjadinya peningkatan cairan di
rongga serosa yaitu di rongga peritonium, pericardium dan pleura melebihi
batas pemberian cairan. Maka dari itu Ketika kebocoran plasma teratasi, maka
dilakukan pengurangan dalam pemberian cairan intravena agar mencegah
munculnya edema paru dan gagal jantung. Kondisi sebaliknya juga tidak
boleh terjadi yaitu Ketika tidak tercukupinya cairam masuk, kondisi klinis
memburuk dan dapat menyebabkan renjatan. Hipovelemia yang berlangsung
lama akan menyebbakan anoksia jaringan, asidosis metabolic dan berujung
kematian (Haerani et al., 2020).
Trombositopenia terjadi akibat penurunan trombosit akibat dari produksi
trombosit yang menurun akibat dari antibody yang melawan virus. Selain itu
trombositopenia terjadi akibat peningkatan destruksi tormbosit. Penyebab
utama perdarahan pada DBD adalah trombositopenia, gangguan fungsi
trombosit serta terjadi kelainan pada system koagulasi.
E. Pathway

F. Klasifikasi
Pembagian Derajat Menurut (Titik lestari, 2016) :
a) Derajat I: Suhu tubuh panas yang disertai gejala tidak khas dan satu-
satunya uji perdarahan yaitu uji tourniquet.
b) Derajat II: Seperti juga derajat II biasanya disertai dengan perdarahan
spontan pada kulit atau perdarahan lain
c) Derajat III : Meliputi gagal atau tidak berfungsinya sirkulasi yakni nadi
yang cepat dan melemah, tekanan nadi yang tiba-tiba menurun atau
hipotensi disertai kulit dingin dan lembab serta gelisah
d) Derajat IV Terdapat Dengue Shock Syndrome (DSS), nadi yang tidak
dapat teraba dan tekanan darah yang tidak dapat di ukur

G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap
a) Hemoglobin meningkat, apalagi telat terjadi perdarahan yang banyak
dan hebat Hb menurun. Nilai normal Hb : 10-16 gr/dL
b) Hematokrit dapat meningkatkan mencapai 20% dikarenakan darah
mengental dan terjadi kebocoran plasma. Nilai normal pada laki: 40-
54% Nilai normal pada perempuan : 35-47%
c) Trombosit biasanya menurun secara tiba-tiba yang nantinya
mengakibatkan trombositopenia kurang dari 100.000/mm3. Nilai
normal : 200.000-400.000/ml
d) Leukosit menjalani penurunan yang dibawah normal. Nilai normal :
5.000-10.000/mm3
2. Pemeriksaan analisa gas darah, diperiksa :
a) Urin dan pH darah yang dapat meningkat. Nilai normal : 7.35-7.45
b) Dalam keadaan lanjut terjadi asidosis metabolik mengakibatkan pCO2
menurun dari normal 35-40 mmHg) dan HCO3 rendah
c) SGOT/SGPT : dapat bertambah meningkat
d) Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang kali (setiap jam
atau 4-6 jam apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan) (Nurarif &
Kusuma, 2015).

H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Prinsip pengobatan pada penyakit DBD yaitu simptomatis dan suportif.
Penanganan pertama pada penyakit ini di antaranya memenuhi kebutuhan
cairan, yaitu dengan memberikan cairan oral 1-2 liter untuk mengatasi
dehidrasi dan rasa haus akibat demam tinggi. Selain air putih pasien dapat
diberikan teh manis, susu, sirup, jus buah dan oralit. Pasien yang mengalami
demam tinggi dapat diberikan antipiretik golongan asetaminofen
(paracetamol). Pasien tidak boleh diberikan antipiretik dari golongan salisilat
karena dapat menimbulkan perdarahan yang semakin parah. Demam tinggi
pada anak dapat mengakibatkan kejang. Untuk mengatasi kejang dapat
diberikan antikonvulsi misalnya diazepam, stesolid, fenpbarbital , dan obat
antikonvulsi lainnya (Marni, 2016).
Adapun penatalaksanaan medis maupun keperawatan pada DHF sesuaiderajat
yang telah ditentukan,berikut penatalaksanaannya :
a) Derajat I dan II
1. Obat oral
2. Infus cairan Ringer Laktat dengan dosis 50,1/kgBB/hari disertai minum
air putih
b) Derajat III
1. Berikan infus Ringer Laktat 20ml/kgBB/jam, apabila menunjukan
perbaikan (tensi terukur >80 mmHg dan nadi teraba dengan frekuensi
<120x/menit dan akral hangat lanjutkan dengan ringet
laktat10ml/kgBB/jam, jika nadi dan tensi stabil lanjutkan infus tersebut
dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan dalam
kurun waktu 24jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan
sisa waktu (24 jam dikurangi sisa waktu yang dipakai untuk mengatasi
renjatan)
2. Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20ml/kgBB/jam keadaan
tensi masih terukur <80mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka
penderita tersebut memperoleh plasma ekspander sebanyak
10ml/kgBB/jam dan dapat diulang maksimal 30ml/kgBB dalam kurun
waktu 24 jam. Jika keadaan umum membaik dilanjutkan dengan cairan
RL sebanyak kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang
sudah masuk dibagi sisa waktu setelah mengatasi renjatan.
c) Derajat IV
1. Cairan
1) Infus NaCl 0,9% / Dextrose 5% atau Ringer Laktat
2) Plasma expender, apabila shock sulit diatasi
3) Pemberian cairan ini dipertahankan minimal 12-24 jam maksima l48
jam setelah shock teratasi
4) Perlu observasi ketat akan kemungkinan oedema paru dan gagal
jantung, serta terjadinya shock ulang
2. Transfusi darah segar pada penderita dengan perdarahan massif
3. Obat
1) Antibiotika : diberikan pada penderita shock membangkang dan atau
gejala sepsis
2) Kortikosteroid : pemberiannya contro versial hati-hati pada penderita
dengan gastritis
3) Heparin : diberiakn pada penderita dengan DIC dosis 100mg/kg BB
setiap 6 jam i.v (Desmawati, 2013).

I. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada orang dengan DBD yaitu Dengue
Syok Sindrom (DDS) dimana keseimbangan elektrolit seperti Hipokalsemia,
hyponatremia serta overhidrasi dapat mengakibatkan gagal jantung kongestif
serta edema pada paru yang dapat berakibat fatal berujung pada kematian
(Indah Lastri & Kurniati, 2021). Selain menampakkan gejala demam, Dengue
Shock Syndrome (DSS) juga memunculkan gejala seperti :
a) Menurunnya tekanan darah
b) Pelebaran pada pupil
c) Tidak beraturannya nafas
d) Keringnya mulut
e) Lembabnya kulit dan terasa dingin
f) Lemahnya denyut nadi
g) Menurunnya jumlah urine
J. Diagnose Banding
1. Fase demam
a) Flu like syndrome (chikungunya, influenza, campak)
b) Demam dengan ruam (rubela, campak, infeksi menigokokus, erupsi
obat)
c) Diare (rotavirus, infeksi usus lainnya)
d) Penyakit dengan manifestasi neurologis (meningioensefalitis, kejang
demam)
2. Fase kritis
a) Penyakit infeksi (gastroenteritis akut, malaria, demam tifoid, hepatitis,
sepsis bacterial, syok septic)
b) Keganasan (leukemia akut dan keganasan lainnya)
c) Gejala klinis lainnya :
 Akut abdomen : apendiksitis akut, kolesistitis akut, perforasi usus
 Asidosis aktat
 Ketoasidosis diabetikum

K. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Data fokus pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar
dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan
dan keperawatan pasien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan menurut
Effendy (1995, dalam Dermawan, 2012).
a) Keluhan utama
Biasanya keluhan pasien dengan DBD datang ke RS adalah demam
selama 3 hari
b) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya terjadi peningkatan suhu tubuh secara tiba- tiba serta
menggigil dan menyebabkan sakit kepala, Demam turun pada hari ke 3-
7, nafsu makan menurun, mual muntah, sakit ketika menelan, nyeri
pada bagian persendian dan otot, adanya perdarahan pada kulit,dan
peradarahan pada daerah lain, hematemesis atau melena
c) Riwayat kesehata dahulu
Penyakit apa yang penah dialami pada pasien DHF sebelumnya, bisa
mengalami kembali DBD tetapi dengan infeksi virus yang lain
d) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada keluarga sebelumnya yang memiliki penyakit yang sama,
apakah ada keluarga yang memiliki penyakit menular

2. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi, tahapan yang bertujuan melihat bagian tubuh dan menentukan
apakah seseorang mengalami kondisi tubuh normal atau abnormal.
Inspeksi dilakukan secara langsung (seperti penglihatan, pendengaran,
dan penciuman) dan tidak langsung (dengan alat bantu)
2) Palpasi, pemeriksaan fisik lanjutan dengan menyentuh tubuh dan
dilakukan bersamaan dengan inspeksi. Palpasi dilakukan menggunakan
telapak tangan, jari, dan ujung jari. Tujuannya untuk mengecek
kelembutan, kekakuan, massa, suhu, posisi, ukuran, kecepatan, dan
kualitas nadi perifer pada tubuh
3) Auskultasi, proses mendengarkan suara yang dihasilkan tubuh untuk
membedakan suara normal dan abnormal menggunakan alat bantu
stetoskop. Suara yang didengarkan berasal dari sistem kardiovaskuler,
respirasi, dan gastrointestinal
4) Perkusi, tahapan ini bertujuan mengetahui bentuk, lokasi, dan struktur
di bawa kulit. Perkusi bisa dilakukan secara langsung dan tidak
langsung

Berdasarkan tingkatan DHF, keadaan anak adalah sebagai berikut :


1) Grade I yaitu kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-
tanda vital dan nadi lemah
2) Grade II yaitu kesadaran composmetis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan petechie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi
lemah, kecil, dan tidak teratur
3) Grade III yaitu kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi
lemah, kecil dan tidak teratur, serta takanan darah menurun
4) Grade IV yaitu kesadaran coma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba,
tekanan darah tidak teratur, pernafasan tidak teratur, ekstremitas dingin,
berkeringat, dan kulit tampak biru.

Pemeriksaan fisik persistem


1) Sistem pernafasan : Frekuensi nafas, bunyi nafas, suara tambahan
2) Sistem Kardiovaskuler : Suara jantung, tekanan darah, nadi
3) Sistem pencernaan dan eliminasi : Kemampuan mengunyah/menelan,
bentuk abdomen, pola BAB dan BAK, konsistensi dan frekuensi
4) Sistem perkemihan : Output urine, warna, nyeri palpasi, intake
5) Sistem Endokrin : Pembesaran kelenjar tyroid
6) Sistem Integumen : Warna kulit, ascites, turgor kulit
7) Sistem muskuloskeletal : Kekuatan otot
8) Sistem indera : Konjungtiva anemis / ananemis
9) Sistem persyarafan : Nodus 1- 12

Adapun pengkajian fisik yang harus dilakukan pada pasien dengan DHF
(Doenges, 2010 )adalah :
1) Tanda-tanda vital, biasanya akan mengalami peningkatan terutama suhu
tubuh antara 380C-400C, nadi biasanya cepat atau lambat, dan
pernapasan menjadi cepat antara 40-60 x/menit
2) Wajah pasien biasanya pucat akibat dehidrasi, mukosa bibir kering dan
pecah- pecah, dan wajah terlihat membengkak
3) Mata biasanya mengalami oedem pada palpebra, konjungtiva anemis,
dan mata terlihat merah akibat kurang tidur
4) Hidung biasanya terjadi perdarahan akibat penanganan yang lambat
5) Abdomen, pada saat dilakukan palpasi akan terasa adanya pembesaran
pada organ hati dan limpa, akan mengalami nyeri pada ulu hati, terjadi
iritasi pada lambung, bising usus (<5x\menit) turgot kulit kering
6) Rektum, akan terjadi iritasi pada daerah sekitar anus akibat seringnya
mengalami berak encer
7) Ekstremitas, akan terjadi kelemahan akibat kondisi penyakit yang
dialami, pengisian kapiler pada daerah kuku menjadi lambat lemah (2
detik)

3. Analisa data
Menurut setiadi (2012), analisa data merupakan metode yang dilakukan
perawat untuk mengkaitkan data klien serta menghubungkan data tersebut
dengan konsep teori dan prinsip yang relevan bertujuan untuk
memudahkan dalam membuat diagnosa keperawatan.

4. Diagnose keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan
bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan
komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Diagnosa
keperawatan yang sering muncul pada kasus DHF diantaranya yaitu (Erdin
2018) (SDKI DPP PPNI 2017) :
a) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan
suhu tubuh diatas nilai normal
b) Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan
untuk makan)
c) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
d) Risiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia)
5. Rencana tindakan keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (SIKI DPP PPNI 2018)
(SLKI DPP PPNI 2019).
a) Dx 1 : Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit, setelah
dilakukan intervensi keprawatan selama 3 x 24 jam Suhu tubuh agar
tetap berada pada rentang normal dengan kriteria Hasil: menggigil
menurun, kulit merah menurun, suhu tubuh membaik, tekanan darah
membaik
Intervensi :
Observasi
1) Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar
lingkungan panas, penggunaan incubator)
2) Monitor suhu tubuh
3) Monitor kadar elektrolit
4) Monitor haluaran urine
Terapeutik
1) Sediakan lingkungan yang dingin
2) Longgarkan atau lepaskan pakaian
3) Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4) Berikan cairan oral
5) Lakukan pendinginan eksternal (mis, kompres dingin pada dahi,
leher, dada, abdomen, aksila)
6) Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
7) Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
b) Dx 2 : Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis
(keengganan untuk makan), setelah dilakukan intervensi keprawatan
selama 3 x 24 jam anoreksia dan kebutuhan nutrisi dapat teratasi
dengan kriteria hasil : porsi makanan yang dihabiskan meningkat,
frekuensi makan membaik, nafsu makan membaik
Intervensi :
Observasi
1) Identifikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3) Identifikasi makanan yang disukai
4) Monitor asupan makan
5) Monitor berat badan
6) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
1) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
2) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
3) Berikan suplemen makanan, jika perlu

Edukasi
1) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2) Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis, Pereda nyeri,
antimietik), jika perlu
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
c) Dx 3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, setelah
dilakukan intervensi keprawatan selama 3 x 24 jam aktivitas sehari-
hari klien kembali normal dengan kriteria hasil : Kriteria Hasil :
frekuensi nadi meningkat, kemudahan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari meningkat, frekuensi napas membaik
Intervensi :
Observasi
1) Monitor kelelahan fisik dan emosional
2) Monitor pola dan jam tidur Terapeutik
3) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis, cahaya,
suara, kunjungan)
4) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
2) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan
d) Dx 4 : Risiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia),
setelah dilakukan intervensi keprawatan selama 3 x 24 jam Perdarahan
tidak terjadi dengan kriteria hasil : kelembapan kulit meningkat,
hemoglobin membaik, hematokrit membaik
Intervensi :
Observasi
1) Monitor tanda dan gejala perdarahan
2) Monitor nilai hamatokrit atau hemoglobin sebelum dan setelah
kehilangan darah
3) Monitor tanda-tanda vital Terapeutik
4) Pertahankan bed rest selama perdarahan
Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
2) Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari
konstipasi
3) Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
4) Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu
2) Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu.

6. Implementasi
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses
keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan
dalam rangka membantu klien untuk mencegah, mengurangi, dan
menghilangkan dampak atau respons yang ditimbulkan oleh masalah
keperawatan dan kesehatan (Ali 2016).

7. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.
Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan
proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan dan
evaluasi (Ali 2016). Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk
menilai apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau
tidak untuk mengatasi suatu masalah

L. Evidence Base Practice


Salah satu tindakan keperawatan pada kasus DHF ini yang penulis lakukan
adalah dengan memakai Tapid Sponge. Sejalan dengan hasil penelitian yang telah
dilakukan Nurul, 2018 mengungkapkan bahwa tapid sponge dapat berpengaruh
dalam menurunkan demam pada pasien DHF.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M. E (2012). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa:
I Made K., Nimade S. Jakarta: Egc
Farasari, R., Azinar, M., Ilm, J., Masyarakat, K., Keolahragaan, I., &
Semarang, U.N. (2018). Model Buku Saku Dan Rapor Pemantauan
Jentik Dalam Meningkatkan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk.
In Journal Education (Vol. 3, Issue 2).
Http://Journal.Unnes.Ac.Id/Sju/Index.Php/Jhealtedu
Haerani, D., Nurhayati, S., Studi Diploma III, P., Keperawatan Pasar Rebo,
A., Keperawatan Anak, D.,& Keperawatan Pasar Rebo Jl, A. (2020).
Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengam Demam Berdarah Dengue:
Sebuah Studi Kasus. 4(2)
Indah Lastri, J.,& Kurniati, I. W (2021). Kesiapsiagaan Klinis Dan
Penanganan Demam Berdarah Dengue Grade 1 : Sebuah Tinjauan
Pustaka. Intisari Sains Medis, 11(3),694.
Https://Doi.Org/10.15562/Ism.V11i3.847
Kementrian Kesehatan RI. (2017). Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian
Demam Berdarah Dengue Di Indonesia
Nurarif H. Amin & Kusuma Hardi. 1013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnose Medis & Nanda ( North American Nursing
Diagnostic Association) Nic-Noc. Mediaction Publishing
Sdki Dpp Ppni, 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Siki Dpp Ppni. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Slki Dpp Ppni. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Suwandono, A. (2019). Dengue Update : Memiliki Perjalanan Dengue Di
Jawa Barat. Lipi Press
Wang, W.H., Urbina, A, N., Chang, M.R., Assavalapsakul, W.,Lu, P., Chen,
Y. H., & Wang, S. F (2020). Dengue Hemoragic Fever-A Systemic
Literature Review Of Current Perspectives On Phatogenesis,
Prevention And Control. Journal Of Microbiology, Immunology And
Infection, 53(6),963-978. Https://Doi.Org/10.1016/J.Jmii.2020.03.007

Anda mungkin juga menyukai