Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DHF PADA ANAK

KEPERAWATAN DASAR PROFESI

DISUSUN OLEH :
AKBAR ILHAM PURNAMA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMADIYAH JAKARTA
TAHUN 2023/2024
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Pengertian DHF (Dengue Hemorrhagic Fever)

Demam Berdarah Dengue atau lebih dikenal dengan Dengue Hemorrhagic Fever

(DHF) adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus Dengue yang masuk

ke dalam tubuh melaui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Demam berdarah ditularkan

oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Nurlaila, 2018).

DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

virus Dengue yang memiliki gejala klinis demam tinggi secara mendadak tanpa sebab

yang jelas, berlangsung terus- menerus selama 2-7 hari, penderita merasa sakit

kepala, nyeri di belakang bola mata (retro-orbital), rasa pegal, nyeri pada otot

(mialgia), nyeri sendi (arthragia), badan terasa lesu dan lemah terdapat ruam (tampak

bercak- bercak merah) pada kulit terutama di tangan dan kaki, mual muntah, nafsu

makan menurun dan apabila kondisinya cukup parah akan terjadi tanda-tanda

pendarahan sebagai komplikasi yang berupa epistaksis, petechie, pendarahan

gusi, saluran cerna dan menoraghia (Nurarif, 2016).

Demam Berdarah Dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu

penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk genus Aedes, terutama nyamuk

Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang dapat muncul sepanjang tahun yang

memiliki gejala klinis tertentu dan dapat menyerang seluruh kelompok umur.

Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan, iklim, kepadatan penduduk, dan

perilaku masyarakat.
2. Klasifikasi DHF

Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus Dengue, Menurut (Nurarif, 2016):

a. Derajat I : demam mendadak selama 2-7 hari disertai gejala tidak khas dan hanya

terdapat manifestasi pendarahan (uji Torniquet positif).

b. Derajat II : seperti derajat 1 disertai dengan pendarahan spontan dikulit dan

pendarahan lain.

c. Derajat III : ditemukan kegagalan sirkulasi dengan adanya nadi cepat, tekanan

nadi menurun (≤ 20 mmHg(hipotensi) disertai kulit dingin dan lembab, gelisah.

d. Derajat IV : syok berat disertai dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak

dapat diukur.

3. Etiologi DHF

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe

virus dari genus genus Flavivirus, famili Flaviridae. Penyebab penyakit DHF adalah

virus Dengue. Di Indonesia, virus tersebut sampai saat ini telah diisolasi menjadi 4

serotipe virus Dengue yang termasuk dalam Grup B artharopediborne viruses

arboviruses, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Virus ini bisa masuk ke

dalam tubuh manusia dengan perantara nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.

Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia (Herdman,

2018).

4. Manifestasi Klinis DHF

a. Demam Dengue
Merupakan penyakit demam tinggi yang berlangsung secara mendadak dan terus-

menerus selama 2-7 hari ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai

berikut :

 Nyeri kepala

 Nyeri di belakang bola mata (retro-orbital)

 Nyeri pada otot (Mialgia)

 Ruam kulit (tampak bercak-bercak merah)

 Manifestasi pendarahan (uji tourniquet positif atau petekie)

 Leukopenia

 Pemeriksaan serologi Dengue positif (Ariyati, 2017).

b. Demam Berdarah Dengue

Menurut kriteria (WHO, 2016) Diagnosa Demam berdarah dengue dapat

ditegakkan bila semua hal dibawah ini terpenuhi, yaitu:

 Demam tinggi antara 2-7 hari, biasanya bersifak bifasik

 Manifestasi pendarahan :

1) Uji torniquet positif

2) Petekie (ruam), ekimosis atau pupura (lebab atau memar)

3) Pendarahan mukosa epitaksis (pendarahan dihidung), pendarahan gusi

4) Hematemesis atau melena (muntah darah)

 Trombositopenia < 100.000/ml

 Kebocoran plasma yang ditandai dengan :

1) Peningkatan nilai hematokrit ≥ 20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis

kelamin.
2) Penurunan nilai hematrokit ≥ 20% setelah pemberian cairan yang adekuat

 Tanda kebocoran plasma seperti: hipoproteinemi, asietas (gelisah),

efusi pleura (penumpukan cairan dirongga pleura).

c. Sindrome Syok Dengue

Seluruh kriteria DBD diatas disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi, yaitu:

 Penurunan kesadara

 Gelisah

 Hipotensi (tekanan darah menurun) < 20mmHg

 Nadi cepat, lemah

 Perfusi perifer menurun

 Kulit dingin-lembab (Ariyati, 2017).

5. Patofisiologi DHF

Virus Dengue yang pertama kali masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan

nyamuk aedes dan menginfeksi pertama kali dengan memberikan gejala demam

fever. Pasien akan mengalami viremia seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot,

pegal seluruh badan, hiperemia ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang

mungkin terjadi pada reticuloendothelial system (RES) seperti pembesaran kelenjar

getah bening, hati dan limfa. Pada DHF yang disebabkan oleh gigitan nyamuk aedes

aegypti yang mengandung virus dengue ini masuk ke dalam tubuh, saat bakteri dan

virus tersebut masuk ke dalam tubuh kemungkinan besar akan memproteksi virus

yang masuk dengan cara memproduksi sel darah putih lebih banyak untuk

meningkatkan pertahanan tubuh melawan infeksi. Selain itu pusat pengaturan suhu
yaitu hipotalamus juga akan berperan dalam hal hipotalamus akan meningkatkan

sekresi prostglandin yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh.

Sehingga terjadilah masalah hipertermi pada kasus DHF (Nugroho, 2011).

Selain itu reaksi yang berbeda tampak bila seseorang mendapatkan infeksi berulang

dengan tipe virus yang berlainan. Berdasarkan hal itu timbulah the secondary

heterologous infection. Re-infeksi dalam sirkulasi mengaktifkan sistem komplemen

yang akan menyebabkan suatu reaksi anammetik antibodi, sehingga menimbulkan

kosentrasi kompleks antigen antibodi lalu terbentuklah kompleks virus antibody

yang tinggi. Terdapatnya kompleks virus antibodi dalam sirkulasi darah

mengakibatkan hal sebagai berikut: kompleks virus antibodi akan mengakibatkan

sistem komplemen, yang berakibat dilepasnya anafilatoksin C3a dan C5a. C5a

menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan

menghilangnya plasma melalui endotel dinding terjadilah renjatan. Maka timbulah

agregasi trombosit yang melepas ADP akan mengalami metamorphosis. Trombosit

yang mengalami kerusakan metamorfosis akan dimusnahkan oleh sistem

retikuloendotelial dengan akibat trombositopenia hebat dan pendarahan. Pada

keadaan agresif, trombosit akan melepaskan vasoskatif (histamin dan serotonin) yang

bersifat meningkatkan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor III

yang merangsang koagulasi intravaskuler. Terjadinya aktivasi faktor homogen (faktor

XII) dengan akibat terjadinya pembekuan intravaskuler yang meluas. Dalam proses

aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan

anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi fibrinogen degradation product.


Disamping itu aktivitas akan menggiatkan juga system kinin yang berperan dalam

proses meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah (Nugroho, 2011).

6. Pathway DHF

7. Pemeriksaan penunjang

a. Laboratorium

 Pemeriksaan Darah lengkap


1) Haemoglobin biasanya meningkat, apabila sudah terjadi pendarahan

yang banyak dan hebat. Hb biasanya menurun. Nilai normal: Hb 10-16

gr/dL

2) Hematokrit meningkat 20% karena darah mengental dan terjadi kebocoran

plasma. Nilai normal: 33-38%

3) Trombosit biasanya menurun akan mengakibatkan,

Trombositopenia ≤ 100.000/ml. Nilai normal: 200.000-400.000/ml

4) Leukosit mengalami penurunan dibawah normal. Nilai normal : 9.000-

12.000/ml

 Pemeriksaan Kimia darah:

Hipoproteinemia, hiponatremia (Nilai normal: 135-147 meq/l),

hipokloremia (Nilai normal: 100-106 meq/1)

 Pemeriksaan analisa gas darah :

1) PH darah biasanya meningkat, Nilai normal: 7,35-7,45

2) Dalam keadaan lanjut biasanya terjadi asidosis metabolic

mengakibatkan PCO2 menurun dari nilai normal (35-

40mmHg) dan HCO3 rendah.

3) Isolasi virus

4) Uji Serologi

 Uji hemaglutinasi inhibisi (HI Test)

 Uji komplemen fiksasi (CF Test)

 Uji neutralisasi (Nt Test)

 IgM ELISA
5) Pada renjatan yang berat, periksa : PCV (setiap jam), faal

hemostatis, FDP, EKG, BUN, kreatinin serum (Kozier, 2011).

b. Radiologi

Pada foto dada terdapat efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi bila

terjadi pembesaran plasma hebat, efusi pleura ditemui dikedua hemitoraks.

Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral

(Wijayaningsih, 2013).

8. Komplikasi

Komplikasi yang muncul pada DHF ada 6 yaitu :

a. Komplikasi susunan syaraf pusat, Komplikasi pada sumsum syaraf pusat dapat

berbentuk konfulsi, kaku kuduk, perubahan kesadaran dan paresis.

b. Ensefalopati, Komplikasi neurologi ini terjadi akibat pemberian cairan hipotonik

yang berlebihan.

c. Infeksi, Pneumonia, sepsis atau flebitis akibat pencermaran bakteri gram- Negatif

pada alat-alat yang digunakan pada waktu pengobatan, misalnya pada waktu

tranfusi atau pemberian infus cairan.

d. Kerusakan hati

e. Kerusakan otak

f. Renjatan (syok)

Syok biasa dimulai dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab,

dingin pada ujung hidung, jari tangan dan jari kaki serta sianosis disekitar mulut

(Hidayat, 2014).
9. Penatalaksanaan DHF

Penatalaksanaa Medik DHF tanpa renjatan

a. Diberikan minum banyak (1,5-2 liter/hari)

b. Pemberian obat antipiretik golongan asetaminofen, eukinin, atau dipiron untuk

menurunkan panas

c. Jangan berikan asetasol karena bahaya pendarahan

d. Lakukan kompres hangat untuk menurunkan panas

e. Jika kejang, maka dapat beriluminal (antionvulsan).

f. Berikan infus jka terus muntah dan hematokrit meningkat

Penatalaksanaan Medik DHF dengan renjatan

a. Pasang infus RL

b. Jika dengan infus tidak ada respon, maka berikan plasma expander (20-30

m/kgBB)

c. Tranfusi darah jika Hb dan Ht turun (Ariyati, 2017)

Penatalaksanaan Keperawatan

a. Memantau tanda-tanda vital

b. Pemeriksaan Hb, Ht, trombosit setiap 4 jam

c. Observasi intake output

d. Pada pasien DHF derajat I : pasien diistirahatkan, observasi tanda vital tiap 3

jam, pemeriksaan Hb, Ht, trombosit tiap 4 jam, beri (1,5-2 liter/hari), beri

kompres hangat.
e. Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital, pasang infus,

pemeriksaan Hb, Ht, trombosit setiap 4 jam, perhatikan gejala seperti nadi

lemah, kecil dan cepat, tekanan darah menurun, anuria dan sakit perut

f. Pada pasien DHF derajat III : infus guyur, posisi sei fowler, beri O2,

pengawasan tanda vital tiap 15 menit, pasang kateter, observasi produksi urine

tiap jam periksa Hb, Ht, trombosit.

g. ada pasien DHF dengan resiko pendarahan : observasi pendarahan

(peteckie, epistaksis, hematemesis dan melena), catat banyak dan warna dari

pendarahan, pasang NGT Pada pasien dengan pendarahan tractus

gastrointestinal.

h. Penatalaksanaan pada peningkatan suhu tubuh : observasi atau ukur suhu tubuh

secara periodic, beri banyak minum dan berikan komres hangat (Ariyati, 2017).

10. Asuhan keperawatan pada DHF

a. Pengkajian

Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, bahasa yang

digunakan, status pendidikan, pekerjaan, nomer registrasi, MRS, diagnosa medis.

b. Pola fungsi kesehatan

1. Pada persepsi penanganan kesehatan

a) Keluhan utama

Pada pasien DHF pada umumnya adalah demam yang disertai sakit kepala

atau pusing.

b) Riwayat penyakit sekarang


Pada umumnya didapatkan keluhan pasien demam, yang biasanya ditandai

dengan peningkatan suhu tubuh meningkat dan timbulnya bintik-bintik

merah, pendarahan spontan dulu.

c) Riwayat penyakit dahulu

Ada kemungkinan anak yang telah terinfeksi penyakit DHF bisa berulang

terjangkit DHF lagi, tetapi penyakit ni tak ada hubungan dengan penyakit

yang pernah diderita.

d) Riwayat penyakit keluarga

Meliputi penyakit keturunan atau menular yang pernah diderita anggota

keluarga.

c. Pola aktivitas

1. Sirkulasi

Pada umumnya didapatkan tekanan darah normal (120/80mmHg), biasanya

pasien terlihat lemas dan syok, denyut nadi kuat, kulit hangat, kering, pucat.

2. Respirasi

Pada umumnya didapatkan takipnea dengan penurunan kedalaman pernafasan,

penggunaan otot bantu nafas, irama reguler, retraksi intercosta tidak ada, suhu

pada umunya meningkat (37,90C atau lebih).

3. Mobilisasi

Pada umumnya pasien DHF dengan hipertermi biasanya malaise dan

keseimbangan energi terganggu, aktivitas yang dilakukan biasanya dibantu,

(pasien biasanya ada gangguan pada anggota gerak seperti kaki dan tangan

mengalami kelemahan).
4. Pemeriksaan fisik

a) Tingkat kesadaran : composmetis, apatis, somnolen, sopor, koma.

b) Keadaan umum : sakit ringan, sedang, berat.

c) Tanda-tanda vital

d) Wajah : tampak kemerahan, teraba hangat.

e) Mata : konjutiva anemis, sklera merah.

f) Integumen : ruam, petekie, ekimosis, pupura, hematom, hiperemi,

sianosis.

g) Kardiovarkuler : pada DHF dapat hipotensi dan hipertensi, takikardia

dan bradikardia.

h) Mukuloskeletal : nyeri sendi dan otot.

d. Pemeriksaan penunjang

11. Diagnosa keperawatan


(Doengoes, E Marilyn. 2000)
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler, perdarahan, muntah dan demam.

b. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit (virus dalam darah/viremia).


c. Gangguan pemenuhan kubutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia.
d. Resiko tinggi terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
e. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.
f. Resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan
tubuh akibat perdarahan.
g. Kurang pengetahuan tenang proses penyakit, diet, perawatan, dan obat-obatan
pasien berhubungan dengan kurangnya informasi
12. Intervensi keperawatan
(E, Marylin, 2000)
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler, perdarahan, muntah dan demam.
Tujuan : Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi
Kriteria Hasil : volume cairan perlahan-lahan teratasi, An.A tidak muntah –
muntah lagi, Mukosa bibir kembali normal
Intervensi :
Mandiri :
a. Kaji tanda-tanda vital paling sedikit setiap 4 jam
Rasional :mengetahui atau memantau keadaan umum klien
b. Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor kulit tidak
elastis, ubun-ubun cekung , produksi urine menurun
Rasional : untuk mengetahui tingkat dehidrasi dan intervensi lanjut
c. Observasi dan catat intake dan output cairan
Rasional : untuk mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit atau balance
cairan
d. Berikan hidrasi yanga adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh
Rasional : memenuhi kebutuhan cairan klien
e. Memonitor nilai laboratorium : elektrolit darah, BJ urine, dan serum albumin
Rasional : memantau keseimbangan cairan dalam darah
f. Monitor dan catat berat badan
Rasional : mengontrol penambahan berat badan karena pemberian cairan
yang berlebihan
g. Monitor tanda syok hipovolemik, baringkan pasien terlentang tanpa bantal
Rasional : memulihkan dan membantu peredaran darah dalam tubuh supaya
lancar sehingga mengurangi syok yang terjadi
h. Pasang infus dan berikan cairan intravena jika terjadi perdarahan
Rasional : membantu proses perbaikan tubuh.
2. Hipertemia (suhu naik) berhubungan dengan proses penyakit
(viremia/virus).
Tujuan : Hipertemia dapat teratasi
Kriteria Hasil : Suhu tubuh dalam batas normal (36-370 C).
Mukosa lembab t idak ada sianosis atau purpura
Intervensi
Mandiri :
a. Kaji saat timbulnya demam
Rasional : Untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
b. Observasi tanda-tanda vital: suhu, nadi, tensi, pernafasan setiap 3 jam atau
lebih sering.
Rasional : Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui
keadaan umum klien.
c. Anjurkan klien untuk banyak minum ± 2,5 liter/24 jam dan jelaskan
manfaatnya bagi klien.
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan
tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan
yang banyak.
d. Lakukan “Tepid Water Sponge”
Rasional : Tepid Water Sponge dapat menurunkan
penguapan dan penurunan suhu tubuh.
e. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal.
Rasional: Pakaian yang tipis akan membantu mengurangi panas
dalam tubuh.
Kolaborasi :
f. Berikan terapi cairan IVFD dan obat antipiretik.
Rasional : Pemberian cairan dan obat antipiretik sangat penting
bagi klien dengan suhu tinggi yaitu untuk menurunkan suhu
tubuhnya.

3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungandengan anoreksia.
Tujuan :Anoreksia dan kebutuhan nutrisi dapat teratasi.
Kriteria Hasil : Berat badan stabil dalam batas normal.
Tidak ada mual dan muntah.
Intervensi
Mandiri :
a. Kaji mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami oleh pasien.
Rasional : untuk menetapkan cara mengatasinya.
b. Kaji cara/bagaimana makanan dihidangkan
Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengarauhi
nafsu makan klien.
c. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur, tim, dan hidangkan saat
masih hangat.
Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan
meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
d. Jelaskan manfaat makanan/nutrisi bagi klien terutama saat klien sakit.
Rasional: Meningkatkan pengetahuan pasien tentang nutrisi
sehingga motivasi makan meningkat.
e. Berikan umpan balik positif pada saat klien mau berusaha menghabiskan
makanan.
Rasional : Motivasi dan meningkatklan semangat pasien.
f. Catat jumlah/porsi makan yang dihabiskan oleh klien setiap hari.
Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan nutrisi.
g. Lakukan oral hygiene dengan menggunakan sikat gigi yang lunak.
Rasional : Meningkat nafsu makan.
h. Timbang berat badan setiap hari
Rasional : Mengetahui perkembangan status nutrisi klien.

Kolaborasi :
i. Bererikan obat-obatan antasida (anti emetik) sesuai program/instruksi dokter.
Rasional: Dengan pembarian obat tersebut diharapkan intake
nutrisi klien meningkat karena mengurangi rasa mual dan muntah.
j. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit yang tepat.
Rasional : Membantu proses penyembuhan klien.

4. Resiko tinggi terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.


Tujuan : Perdarahan tidak terjadi.
Kriteria Hasil : Tanda-tanda vital normal.
Jumlah trombosit klien meningkat.
Tidak terjadi epitaksis, melena, dan hemotemesis.
Intervensi.
Mandiri :
a. Monitor tanda-tanda perdarahan dan trombosit yang disertai dengan tanda-tanda
klinis.
Rasional: Penurunan jumlah trombosit merupakan tanda-tanda
adanya perforasi pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat
menimbulkan tanda-tanda klinis berupa perdarahan (petekie,
epistaksis, dan melena).
b. Anjurkan klien untuk banyak istirahat.
Rasional : Aktivitas yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan.
c. Berikan penyelasan pada keluerga untuk segera melaporkan jika ada tanda-tanda
perdarahan.
Rasional : Mendapatkan penanganan segera mungkin.
d. Antisipasi terjadinya perdarahan dengan menggunakan sikat gigi lunak,
memberikan tekanan pada area tubuh setiap kali selesai pengambilan darah.
Rasional : Mencegah terjadinya pendarahan.

5. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.


Tujuan : Aktivitas sehari-hari klien kembali normal.
Kriteria Hasil :Keadaan umum membaik
Kebutuhan sehari-hari terpenuhi seperti: makan, minum, dan
personal hyiene (mandi, menggosok gigi, dan bershampoo).
Intervensi.
Mandiri :
a. Kaji kebutuhan klien.
Rasional : Mengidentifikasi masalah klien.
b. Kaji hal-hal yang mampu dilakukan klien berhubungan dengan kelemahan
fisiknya.
Rasional: Mengetahui tindakan keperawtan yang akan diberikan
sesuai dengan masalah klien.
c. Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari klien sesuai tingkat
keterbatasan klien seperti mandi, makan, dan eliminasi.
Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh klien pada
saat kondisinya lemah dan perawat mempunyai tanggung jawab
dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari tanpa membuat klien
ketergantungan terhadap perawat.

6. Resiko tinggi syok hipovolemik berhibungan dengan kurangnya volume cairan


tubuh akibat perdarahan.
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik.
Kriteria Hasil :Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Keadaan umum baik.
Syok hipovolemik tidak terjadi.
Intervensi.
Mandiri :
a. Monitor keadaan umum kilen.
Rasional : Untuk mengetahui jika terjadi tanda-tanda syok.
b. Observasi tanda-tanda vital tiap 2-4 jam.
Rasional : Untuk memastikan tidak terjadi per syok.
c. Monitor tanda-tanda perdarahan.
Rasional : Perdarahan yang cepat diketahui dapat segera teratasi.
d. Anjurkan keluarga/klien untuk segera melapor jika ada tanda-tanda perdarahan.
Rasional : Untuk membantu tim perawat untuk segara menentukan tindakan
yang tepat.
e. Segera puasakan jika terjadi perdarahan saluran pencernaan.
Rasional : Untuk membantu mengistirahatkan saluran pencernaan
untuksementara selama perdarahan berasal dari saluran cerna.
f. Perhatikan keluhan klien seperti pusing, lemah, ekstremitas dingin, sesak nafas.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pengaruh perdarahan.
Kolaborasi :
g. Berikan therapi cairan intra vena jika terjadi perdarahan.
Rasional: Untuk mengetahui kehilangan cairan tubuh yang hebat
yaitu untuk mengatasi syok hipovolemik.

h. Cek Hb, Ht, Trombosit (sito)


Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah
yang dialami klien, dan untuk acuan melakukan tindakan lebih
lanjut.
i. Berikan trasfusi sesuai instruksi dokter.
Rasional : Untuk menganti volume darah serta komponen yang hilang.

7. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diit, perawatan, dan obat-obatan


pasien berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pengetahuan klien bertambah.
Kriteria Hasil :Pengetahuan klien/Keliarga tentang proses penyakit,
diit,perawatan dan obat penderita DHF meningkat dan klien/keluarga mampu
menjelasakan kembali.
Intervensi
Mandiri :
a. Kaji tingkat pengetahuan klien/keluarga tentang penyakit DHF.
Rasional : mengetahui sejauh mana pengetahuan tentang penyakit
yang diderita klien.
b. Kaji latar belakang pendidikan klien dan keluarga.
Rasional: Agar perawat dapat memberikan penjelasan sesuai dengan
tingkat pendidikan sehingga penjelasan dapat dipahami dan tujuan
yang direncanakan tercapai.
c. Jelaskan tentang proses penyakit,diit, perawatan, obat-obatan pada klien dengan
bahasa yang mudah dimengerti.
Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan tepat dan jelas.
d. Berikan kesempatan pada klien/keluarga untuk bertanya sesuai dengan penyakit
yang dialami.
Rasional: Mengurangi kecemasan dan motivasi klien untuk kooperatif
selama masa perawatan/penyembuhan
e. Gunakan leaflet atau gambar-gambar dalam bentuk penjelasan.
Rasional: Dapat membantu mengingat penjelasan yang telah
diberikan karena dapat dilihat atau dibaca berulang kali.

13. Implementasi
Implementasi adlh proses keperawatan yang mengikuti rumusan dari keperawatan.
Pelaksanaan keperawatan mencakup melakukan,membantu,memberikan askep.
Tujuannya berpusat pada klien, mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang
relevan, dengan keperawatan kesehatan berkelanjutan pada klien.
1. Proses atau tahapan
a. Mengkaji ulang klien.Fase ini merupakan komponen yang memberikan
mekanisme bagi perawat yang menentukan apakah tindakan keperawatan
yang diusulkan masih sesuai.
b. Mengklarifikasi rencana yang sudah ada.
c. Mengidentifikasi bidang bantuan berupa tenaga, pengetahuan serta
keterampilan.
d. Mengimplementasikan intervensi keperawatan.

2. Dokumentasi
Mencatat semua tindakan yang dilakukan tentang respon pasien, tanggal dan
waktu serta nama dan paraf perawat yang jelas.
14. Evaluasi
1. Definisi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dan rencana keperawatan tercapai atau
tidak.
2. Jenis evaluasi
a. Evaluasi pormatif
Menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi
dengan respon segera ( pendokumentasian dan implementasi ).
b. Evaluasi sumatif
Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dengan analisis stasus klien pada waktu

tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap perencanaan ( dalam

bentuk SOAP ).
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, E Marilyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3, EGC : Jakarta

Nurlaila, dkk. 2018. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Leutikaprio.

Herdman, T.H. (2018). NANDA International Nursing Diagnoses: definitions and

classification 2018-2020. Jakarta: EGC

Aryati, 2017. Buku ajar demam berdarah dengue edisi 2 tinjauan laboratoris.

Surabaya; Erlangga

Aryati, 2020. Implementasi laboratorium Untuk DBD. Surabaya; Perhimpunan

Dokter Spesialis Patologi Klinik

Anda mungkin juga menyukai