Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN DENGUE HEMORAGIC FEVER

DI RUANG RPU 3 ANYELIR 1


DI RUMAH SAKIT JUANDA KUNINGAN

Disusun oleh :
Nama : Cintia Rindyantika
NIM : JNR0230013

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
A. Konsep Teori Dengue Hemoragic Fever
1. Definisi

Demam dengue atau DF dan demam berdarah dengue atau DBD (dengue
hemoragic fever disingkat DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, linfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DHF
terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonstentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue yang
ditandai oleh renjatan atau syok (Nurarif & Kusuma 2015).

Dengue hemoragic fever (DHF) adalah penyakit yang menyerang anak dan orang
dewasa yang disbebkan oleh virus dengan manifestasi berupa demam akut,
perdarahan, nyeri otot dan sendi. Dengue adalag suatu infeksi arbovirus (Artropod
Bom Virus) yang akut dikeluarkan oleh nyamuk Aedes Aegpyti atau oleh Aedes
Aebopictus (Wijayaningsih, 2017).

Dengue hemoraguc fever (DHF) menular melaului gigitan nyamuk Aedes


Aegpyti. DHF merupakan penyakit berbasis vector yang menjadi penyabab kemtian
utama dibanyak negara tropis. Penyakit DHF bersift endemis, sering menyarang
masyarakat dalam bentuk wabah dan disertai dengan angka kematian yang cukup
tinggi, khsususnya pada mereka yang berusia dibawah 15 tahun (Harmawan, 2018).

2. Etiologi

Virus dengue termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviriade. Terdapat 4 serotipe


virus yaitu DEN-1.DEN-2,DEN-3.DEN-4, keempatnya ditemukan di Indonesia
dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi alah satu serotipe akan meninbulkan
antibody terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk
terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan
yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah
dengue dapat terinfeksi oleh 3 dan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe
virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Nuraruf & Kusuma,
2015).

3. Klasifikasi

Menurut WHO dibagi dalam 4 derajat yaitu (Nurarif & Kusuma,2015) :


a. Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu – satinya
manifestasi perdarahan dalam uji tourniquet positif, trombositopenia,
himokonsentrasi.
b. Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan pada kulit
atau perdarahan di tempat lain.
c. Derajat III yaitu ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi cepat
dan lemah, tekanan darah menurun (20mmHg atau kurang) atau hipotensi
ditandai dengan sianosis diskitar mulut, kulit dingin dan lembab dan anak
tampak gelisah.
d. Derajat IV yaitu syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak teratur.
4. Patofisiologi

Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan


viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di
hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradykinin serotonin,
thrombin, histamin) terjadinya : peningkatan suhu. Selain itu viremia
menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan
perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke intersisiel yang menyebabkan
hipovelemia. Trombositipenia dapat terjadi akibat dari penurunan produksi
trombosit sebagai reaksi dari antibody melawan virus (Murwani,2018).

Pada pasien dengan trombositipenia adanya perdarahan baik kulit seperti


petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya
kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis secara
normal. Hal tersebut dapat menimbulkan menimbulkan perdarahan dan jika tidak
tertangani maka akan menimbulkan syok. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari,
rata – rata 5 – 8 hari. Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegpyti. Pertama – tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan
penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal – pegal di
seluruh tubuh, ruam atau bintik – bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan
dan hal lain mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati
atau hepatomegaly (Murwani, 2018).

Kemudian virus bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks


virus antibody. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplen. Akibat
aktivasi C3 dan C5 akan di lepas C3a dan C5a dua peptide yang berdaya untuk
melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebgai faktor meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya
pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang
ekstraseluler mengakibatkan kekurangan volume plasma, terjadi hipotensi,
hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan atau syok.
Hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit >20% menunukan atau
menggambarkan adanya kebocoran atau pembesaran sehingga nilai hematokrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena (Murwani,2018).

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra veskuler di buktikan dengan


ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium,
pleura, dan pericardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan
melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan itravena
harus di kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru
dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak dapat mendapat cairan yang cukup,
penderita akan mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi
yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik
berlangsung lama akan timbul anoreksia jaringan, metabolic asidosis dan
kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik (Murwani,2018).

5. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada penderita DHF antara lain adalah (Nurarif & Kusuma,
2015) :
a. Demam dengue merupakan penyakit deman akut selama 2 – 7 hari , ditandai
dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut :
1) Nyeri kepala
2) Nyeri reto – orbital
3) Myalgia atau arthralgia
4) Ruam kulit
5) Manifestasi perdarahan seperti petekie atau uji banding positif
6) Leukopenia
7) Pemeriksaan serologi dengan positif atau ditemukan DD/DBD yangsudah
di konfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.
b. Demam berdarah dengue
Berdasarkan kriteria WHO 2016 diagnosis DHF ditegakkan bila semua hal
dibawah ini dipenuhi :
1) Demam atau riwayat demam aku tantara 2 – 7 hari, biasanya bersifat
bifastik
2) Manifestasi perdarahan yag berupa :
a) Uji tourniquet positif
b) Petekie, ekimosis, atau purpura
c) Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat
bekas suntikan
3) Trombositopenia <100.00/ul
4) Kebocoran plasma yang ditandai dengan
a) Peningkatan nilai hematorit >20% dari nilai baku sesuai umur dan
jenis kelamin
b) Penurunan nilai hematokrit >20% setelah pemberian cairan yang
adekuat
5) Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi pleura
c. Sindrom syok dengue
Seluruh penderita DHF diatas disertai dengan tanda kegegalan sirkulasi yaitu :
1) Penurunan kesadaran, gelisah
2) Nadi ceoat, lemah
3) Hipotensi
4) Tekanan darah turun <20mmHg
5) Perfusi perifer menurun
6) Kulit dingin lembab
6. Komplikasi
Menurut Widagdo (2012) komplikaso DBD adalah sebagai berikut :
a. Gagal ginjal
b. Efusi pleura
c. Hepatomegali
d. Gagal jantung
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita DHF antara lain
adalah (Wijayaningsih,2017) :
a. Pemeriksaan daah lengkap
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrtit yang selalu
dijumpai pada DHF merupakan indicator terjadinya pembesaran plasma.
1) Pada demam dengue terdapat leukopenia pada hari kedua atau hari ketiga
2) Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan hemakonsentrasi
3) Pada pemeriksaan kimia darah : Hipoproteinemia,, hipokloremia,
SGPT,SGOT, ureum dan Ph darah mungkin meningkat
b. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test) Uji serologi
didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita yang terjadi setelah infeksi.
Untuk menentukan kadar antibody atau antigen didasarkan pada manifestasi
reaksi antigen-antibody. Ada tiga kategori, yaitu primer, sekunder dan tersier.
Reakasi primer merupakn reaksi tahap awal yang dapat berlanjut menjadi
reaksi sekunder atau tersier. Yang mana tidak dapat dilihat dan berlangsung
cepat, visualisasi biasanya dilakukan dengan memberi label antibody atau
antigen dengan flouresens,radioaktif, atau enzimatik. Reaksi sekunder
merupakan lanjutan dari reaksi primer dengan manifestasi yang dapat dilihat
secara in vitro seperti prespitasi, flokulasi, dan aglutinasi. Reakasi tersier
merupakan lanjuta reaksi sekunder dengan bentuk lain yang bermanifestasi
dengan gejala klinik.
c. Uji hambatan

Hemglutinasi prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer igM dan IgG
berdasarkan pada kemampuan antibody-dengue yang dapat memhambat reaksi
hemaglutinasi darah angsa oleh virus dengue ang disebut reakasi
hemaglutinasi inhibitor (HI).
d. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sinsitif untuk virus dengue.
Menggunakan metode plaque reduction neutralization test (PRNT). Plaque
adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas yang jelas akan dilihat
terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi.
e. Uji ELISA anti dengue
Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination Inhibition
(HI), dan bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari metode ini
adalah mendeteksi adanya antibody igM dan igG di dalam serum penderita.
f. Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/IV dan sebagian besar
grade II) di dapatkan efusi pleura.
8. Penatalaksanaan
Dasar pelaksanaan penderira DHF adalah pengganti cairan yang hilang
sebagai akibat dari kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peninggian
permeabilitas sehingga mengakibatkan kebocoran plasma. Selain itu, perlu juga
diberikan obat penurun panas ((Rampengan,2017). Penatalaksanaan DHF yaitu :
a. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok
Penatalaksanaan disesuaikan dengan gambaran klinis maupun fase, dan untuk
diagnosis DHF pada derajat I dan II menunjukkan bahwa pasien mengalami
DHF tanpa syok sedangkan pada derajat III dan derajat IV maka mengalami
DHF disertai dengan syok. Tatalaksana untuk pasien yang dirawat di rumah
sakit meliputi :
1) Berikan banyak minum larutan oralit atau jus buah, air sirup, susu untuk
mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam, muntah
dan diare.
2) Berikan paracetamol bila demam, jangan diberikan asetosal atau ibuprofen
karena dapat merangsang terjadinya perdarahan.
3) Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang :
a) Berikan hanya larutan isotonic seperti ringer laktat atau asetat
b) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam
c) Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan
jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena
biasanya hanya memerlkan waktu 24 – 48 jam sejak kebocoran
pembuluh kapiler spontan setelah pemberian cairan
4) Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai dengan
tatalaksana syok terkompensasi
b. Penatalaksana Dengue Hemoragic Fever Dengan Syok
Penatalaksana DHF menurut WHO (2016), meliputi :
1) Perlakuka sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4L/menit secara nasal.
2) Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetan secapatnya.
3) Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secapatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian
koloid 10-20 ml/kg BB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24jam.
4) Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi: berikan transfuse darah
atau komponen.
5) Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga
10ml/kgBB dalam 2-4 jam secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai
kondisi klinis laboratorium.
6) Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat diberikan setalah 36-48 jam.
Perlu diingat banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang
terlalu banyak dari pada pemberian yang terlalu sedikit.
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian

Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama


dan hal yang penting dilakukan baik saat pertama kali masuk rumah sakit maupun
pasien dirawat dirumah sakit (Widyorini et al, 2017).

a. Identitas pasien Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak – anak
dengan usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, Alamat, pendidikan,
pekerjaan.
b. Keluhan utama alas an atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk
datang kerumah sakit adalah panas tinggi dan lemah.
c. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai mengigil dan saat
demam kesadaran composmetis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan
ke-7 dan semakin lemah. Kadang – kadang disetai keluhan batuk pilek, nyeri
telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot,
dan persendian, nyeri ulu hati, dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta
adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III dan grade IV),
melena atau hematosis.
d. Riwayat oenyakit yang pernah didetita
Penyakit apa saja yang pernah diderita
e. Riwayat imuniasai
f. Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang bersih
(seperti air yang menggenang atau gantungan baju dikamar)
g. Pola kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolism : frekuensi, jenis, nafsu makan berkurang dan
menurun.
2) Eliminasi (buang air besar) : diare atau konstipasi. Sementara DHF pada
grade IV sering terjadi hematuria.
3) Tidur dan istirahat : sering mengalami kurang tidur karena mengalami
sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur
maupun isitrahatnya berkurang.
4) Keberishan : upaya keluarga untuk kebersihan diri dan lingkungan
cenderung kurang terutama untuk memberihkan tempat sarang nyamuk
Aedes Aegpty.
h. Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dan ujung
rambut dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingktan DHF,
keadaan adalah sebagai berikut :
1) Grade I yaitu kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda –
tanda vital dan nadi lemah.
2) Grade II yaitu kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan petekie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah,
kecil, dan tidak teratur.
3) Grade III yaitu kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi
lemah, kecil dan tidak teratur, serta tekanan darah menurun.
4) Grade IV yaitu kesadaran coma, tanda – tanda vital : nadi tidak teraba,
tekanan darah tidak teratur, pernafasan tidak teratur, ekstremitas dingin,
berkeringat dan kulit tampak biru.
i. Sistem integument
1) Adanya petekie pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat
dingin dan lembab.
2) Kuku sianosis atau tidak
3) Kepala dan leher : kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena
demam, mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan atau epitaksis
pada grade II,III,IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering,
terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan
mengalami hypermia pharing dan terjadi perdarahan ditelingan (pada
grade II,III,IV).
4) Dada : bentuk simetris dan kadang – kadang terasa sesak. Pada poto
thorakk terdapat cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi
pleura), rales + ronchi+, yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.
5) Abdomen mengalami nyeri tekan, pembesaran hati atau hepatomegaly dan
asites.
j. Pemeriksaan laboratorium pada pemeriksaan darah pasien DHF akan
dijumpai:
1) HB dan PVC meningkat ( ≥20%)
2) Trombositopenaia (≤100.000/ml)
3) Leukopenia (mungkin normal atau lekositosis)
4) Ig. D dengue positif
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hyponatremia
6) Ureum dan pH darah mungkin meningkat
7) Asidsis metabolic : pCO2

2. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian mengenai respons klien


terhadap masalah kesehatan atau proses kehidpuan yang dialaminya baik berlangsung
actual maupun potensial. Diagnose keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi
respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan
dengan kesehatan. Diagnose keperawatan yang sering muncul pada kasus DHF yaitu
(Erdin, 2018) (SDKI DPP PPNI 2017) :

a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas


b. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu
tubuh diatas nilai normal
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan
pasien mencegah nyeri
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keenganan untuk
makan)
e. Hipovelemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler
ditandai dengan kebocoran plasma darah.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
g. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
h. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
i. Risiko perdarahan berhubungan dengan koagulasi (tromsitopenia)
j. Risiko syok ditandai dengan kekurangan volume cairan
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat
yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaan klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan (SIKI DPP PPNI 2018) (SLKI DPP PPNI 2019).

No Diagnosa Tujuan Intervemsi


. Keperawatan
1. Pola nafas tidak Setelah dilakukan Observasi :
efektif tindakan a) Monitor pola nafas
berhubungan keperawatan (frekuenso, usaha nafas)
dengan hambatan diharapkan b) Monitor bunyi nafas
upaya nafas mempertahankan tambahan
pola pernafasan c) Monitor sputum
normal/efektif Terapeutik
dengan kriteria a) Posisikan semi
hasil : fowler
1) Kapasiteas b) Berikan minum
vital hangat
meningkat c) Berikan oksigen,
2) Dispneu jika perlu
menurun Edukasi
3) Frekuensi a) Anjurkan asupan
nafas cairan 2000
membaik ml/hari, jika
tidak
kontaindikasi
Kolaborasi
a) Kolaborasi
pemberian
bronkodilator
,
ekspektoran,
mukolitik,
jika perlu
2. Hipertermia Setelah dilakukan Observasi :
berhubungan tindakan 1) Identifikasi penyebab
dengan proses keperawatan hipertermia
penyakit diharapkan suhu 2) Monitor suhu tubuh
tubuh tetap berada 3) Monitor kadar elektrolit
pada rentang 4) Monitor haluaran urine
normal dengan Terapeutik :
kriteria hasil: 1) Sediakan lingkungan
1) Menggigil yang dingin
menurun 2) Longgar atau lepaskan
2) Kulit merah pakaian
menurun 3) Baahi dan kipasi
3) Suhu tubuh permukaan tubuh
membaik 4) Berikan cairan oral
4) Tekanan Kolaborasi ;
darah 1) Kolaborasi pemberian
membaik cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
3. Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi ;
berhubungan tindakan 1) Identikasi lokasi,
dengan agen keperawatan karakteristik, durasi,
pencedera fisik diharapkan nyeri frekuensi, kualitas
yang dirasakan intensitas yeri
klien berkurang 2) Identifikasi skala nyeri
dengan kriteria 3) Identifikasi respons
hasil: nyeri non verbal
1) Keluhan 4) Indetifikasi faktor
nyeri memperberat dan
menurun memperingan nyeri
2) Meringis Terapeutik ;
menurun 1) Berikan teknik
3) Gelisah nonfarmakologis untuk
menurun mengurangi rasa nyeri
4) Pola napas 2) Control lingkungan
membaik yang memperberat rasa
nyeri
3) Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi :
1) Jelaskan strategi
meredakan nyeri
2) Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
3) Ajarkan teknik
nornfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian
analgetic, jika perlu
4. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Observasi :
berhubungan tindakan 1) Identifikasi status
faktor psikologis keperawatan mutrisi
(keengganan diharapkan 2) Identifikasi alergi dan
untuk makanan) anoreksia dan intoleransi makanan
kebutuhan nutrisi 3) Identifikasi makanan
dapat teratasi yang disukai
dengan kriteria 4) Monitor asupan
hasil: makanan
1) Porsi Terapeutik :
makanan 1) Berikan makanan tinggi
yang serat untuk mencegah
dihabiskan konstipasi
meningkat 2) Berikan makanan tinggi
2) Frekuensi kalori dan tinggi protein
makan 3) Berikan suplemen
membaik makanan, jika perlu
3) Nafsu akan Edukasi :
membaik 1) Anjurkan posisi
duduk,jika perlu
2) Anjurkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan
2) Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
5. Hipovelemia Setelah dilakukan Oservasi :
berhubungan tindakan 1) Periksa tanda dan gejala
dengan keperawatan hypovolemia
peningkatan diharapkan 2) Monitor intake dan
permeabilitas gangguan volume output cairan
cairan tubuh dapat Terapeutik :
teratasi dengan 1) Berikan asupan cairan
kriteria hasil: oral
1) Turgor kulit Edukasi :
meningkat 1) Anjurkan
2) Output memperbanyak cairan
urine oral
meningkat Kolaborasi :
3) Tekanan 1) Kolaborasi pemberian
darah dan cairan IV isotonis
nadi 2) Kolaborasi pemberian
membaik cairan IV hipotonis
4) Kadar Hb 3) Kolaborasi pemberian
membaik cairan koloid
4) Kolaborasi pemberian
produk darah
6. Inroleransi Setelah dilakukan Observasi :
aktivitas tindakan 1) Monitor kelelahan fisik
berhubungan keperawatan dan emosional
dengan diharapkan 2) Monitor pola dan jam
kelemahan aktivitas sehari – tidur
hari klien kembali Terapeutik :
normal dengan 1) Sediakan lingkungan
kriteria hasil: nyaman dan rendah
1) frekuensi stimulus
nadi 2) berikan aktivitas
meningkat distraksi yang
2) Kemudahan menenangkan
dalam Edukasi :
melakukan 1) Anjurkan tirah baring
aktivitas 2) Anjurkan melakukan
sehari – hari aktivitas secara bertahap
meningkat 3) Anjurkan menghubungi
3) Frekuensi perawat jika tanda dan
napas gejala kelemahan tidak
membaik berkurang
Kolaborasi :
1) Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
7. Defisit Setelah dilakukan Observasi :
berhubungan tindakan 1) Identifikasi kesiapan
dengan kurang keperawatan dan kemampuan
terpapar diharapkan menerima informasi
informasi pengetahun Edukasi :
klien/keluarga 1) Jelaskan faktor risiko
bertambah dengan yang dapat
kriteria hasil : mempengaruhi
1) Kemampua kesehatan
n 2) Ajarkan perilaku hidup
menjelaska bersih dan sehat
n 3) Ajarkan strategi yang
pengetahua dpat digunakan untuk
n tentang meningkatkan perliaku
suatu topik hidup bersih dan sehat
meningkat
2) Perilaku
sesuai
dengan
pengetahua
n meningkat
3) Persepsi
yang keliru
terhadap
masalah
menurun
8. Ansietas Setelah dilakukan Observasi :
berhubungan tindakan 1) monitor rtanda – tanda
dengan krisis keperawatan ansietas
situasional diharapkan rasa Terapeutik :
cemas klien akan 1) ciptakan suasana
berkurang/hilang terapeutik untuk
dengan kriteria membutuhkan
hasil: kepercayaan
1) Verbalisasi 2) dengarkan dengan
khawatir penuh perhatian
akibat 3) gunakan pendekatan
kondisi yang tenang dan
yang meyakinkan
dihadapi Edukasi :
menurun 1) anjurkan keluarga untuk
2) Perilaku tetap bersama klien
gelisah 2) anurkan
menurun mengungkapkan
3) konsentrasi perasaan dan persepsi
membaik Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian
obat antiansietas, jika
perlu
9. Risiko Setelah dilakukan Observasi :
perdarahan tindakan 1) Monitor tanda dan
ditandai dengan keperawatan gejala perdarahan
koagulasi diharapkan 2) Monitor nilai atau
(trombositopenia perdarahan tidak hemoglobin sebelum
) terjadi dengan dan setelah kehilangan
kriteria hasil : darah
1) Kelembapa 3) Monitor tanda – tanda
n kulit vital
meningkat Terapeutik :
2) Hemglobin 1) Pertahankan bed rest
membaik selama perdarahan
3) Hematokrit Edukasi :
membaik 1) Jelaskan tanda dan
gejala perdarahan
2) Anjurkan meningkatkan
asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
3) Anjurkan meningkatkan
asupan makanan dan
vitamin K
4) Anjurkan segera melapo
jika terjadi perdarahan
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian
obat pengontrol
perdarahan, jika perlu
10. Risiko syok Setelah dilakukan Observasi :
ditandai dengan tindakan 1) Monitor status
kekurangan keperawatan kardiopulmonal
volume cairan diharapkan tidak 2) Monitor status cairan
terjadi syok 3) Monitor tingkat
hipovolemik kesadaran dan respon
dengan kriteria pupil
hasil : Terapeutik :
1) Tingkat 1) Berikan oksigen untuk
kesadaran mempertahankan situasi
meningkat oksigen >94%
2) Tekanan Edukasi :
darah, 1) Jelaskan penyebab atau
frekuensi faktor risiko syok
nadi dan 2) Anjurkan melapor jika
napas menemukan atau
membaik merasakan tanda dan
gejala awal syok
3) Anjurkan menghindari
allergen
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian
IV, jika perlu
2) Kolaborasi pemberian
transfuse darah, jika
perlu
4. Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa
jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses
enentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian,
diagnoa, perencanaan, tindakan dan evaluasi (Ali, 2016). Evaluasi merupakan tahap
akhir yang bertujun untuk menilai apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan
tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah.

DAFTAR PUSTAKA
Ali,2016. Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta:EGC

Amin Huda Nurarif & Kusuma, Hardhi. 2015. APLIKAS Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC (Edisi Revisi).

MediAction.

Erdin.2018.Pathway Dengue Hemoragic Fever.Jakarta

Harmawan.2018.Dengue Hemoragic Fever.Jakarta.

Murwani.2018.Patofisologi Dengue Hemoragic Fever.Jakarta.

Rampengan.2017. Penatalaksanaan Dengue Hemoragic Fever.

SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.

SIKI DPP PPNI.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

SLKI DPP PPNI.2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Jakarta.

WHO. 2016. Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemoragic Fever.

Wijayaningsih, Kartika Sari. 2017. Asuhan Keperawatan Anak.Jakarta: TIM.

Anda mungkin juga menyukai