Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DHF

(Dengue Hemorrhagic Fever)

Oleh :

PUTU HARRY KRESNA PUTRA


NIM : 229012924

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM NERS SEKOLAH TINGGI


ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI DENPASAR
2022

1
LAPORAN PENDAHULUAN DHF

(Dengue Hemorrhagic Fever)

1. Konsep Dasar Penyakit

1.1 Definisi

Dengue adalah penyakit yang ditularkan oleh nyamuk yang disebabkan salah
satu dari empat jenis virus dengue. Setiap jenis virus dengue mampu menyebabkan
spektrum penyakit dari infeksi tanpa gejala sampai menjadi parah, penyakit yang
mengancam jiwa ini termasuk demam berdarah dengue (DBD) dan dengue shock
syndrome (DSS) (Mongan, 2015).

Dengue haemorragic fever adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak


dengan gejala klinik pada DBD di antaranya panas tinggi, nyeri kepala, kemerahan
pada wajah, nyeri otot, nyeri sendi, mual dan muntah, nafsu makan menurun dan
nyeri abdomen akut. dan biasanya memburuk setelah dua hari pertama apabila timbul
renjatan, dengan angka kejadian cukup tinggi (Ridha, 2014).

Penyakit Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit epidemik


akut yang disebabkan oleh virus yang ditransmisikan oleh Aedes aegypti dan Aedes
albopictus (Wayan et al., 2014).

1.2 Etiologi

Virus dengue yang termasuk kelompok B Artripod Bome Virus (Arbovirus)


dan sekarang dikenal sebagai genus Flavirus, Family Flaviviridae dan memiliki 4
jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 (Subaiki B, 2013).

2
1.3 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala menurut Sujono & Suharsono (2010) :

a. Demam tinggi selama 5-7 hari


b. Perdarahan dibawah kulit, hematoma, ekomosis
c. Epistakis, hematomesis melena, hematuri
d. Mual, muntah, nafsu makan menjadi berkurang, diare, konstipasi
e. Nyeri otot, nyeri sendi, abdomen dan uluhati
f. Sakit kepala
g. Pembengkakan sekitar mata
h. Pembesaran hati, limpa, kelenjar getah bening
i. Tanda – tanda renjatan (sianosis, kulit dingin terutama pada tangan dan kaki, tekanan
darah menurun, gelisah, nadi cepat dan lemah )

1.4 Klasifikasi

Klasifikasi derajat penyakit virus dengue menurut Ridha H, Nabiel (2014) antara lain
a. Derajat I : Panas 2-7 hari, gejala umum tidak khas, uji torniquet (positif)
b. Derajat II : Gejala perdarahan spontan seperti epitaksis, hematomesis, melena,
perdarahan gusi
c. Derajat III : Gejala-gejala kegagalan perdarahan otak, nadi lemah dan cepat
(<120x/menit), tekanan darah menurun
d. Derajat IV : Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur, akral dingin,
berkeringat, kulit tampak biru

1.5 Patofisiologi

Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia.
Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus
sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin, histamin)
terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan pelebaran pada dinding
pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari
intravascular ke intersisiel yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat
terjadi akibat dari penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi melawan
virus (Murwani 2018).
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit
seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya
kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis secara
normal. Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak tertangani maka
akan menimbulkan syok. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Pertama
tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam,
sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh, ruam ataubintik bintik

3
merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi
pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati atau hepatomegali (Murwani
2018).
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus
antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen. Akibat aktivasi
C3 dan C5 akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang berdaya untuk melepaskan
histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas
dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya pembesaran plasma
ke ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang eksta seluler mengakibatkan
kekurangan volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi danhipoproteinemia
serta efusi dan renjatan atau syok. Hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit
>20% menunjukan atau menggambarkan adanya kebocoran atau perembesan
sehingga nilai hematokrit menjadi pentinguntuk patokan pemberian cairan intravena
(Murwani 2018).
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan
ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium,
pleura dan perikardium yang pada otopsi ternyatamelebihi cairan yang diberikan
melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena
harus di kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan
gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akan
mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan
bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan
timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi
dengan baik (Murwani 2018).

4
1.6 Pathway

5
1.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderitaDHF antara


lain adalah (Wijayaningsih 2017) :
a. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai pada
DHF merupakan indikator terjadinya perembesan plasma.
1) Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau hari ketiga.
2) Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan hemokonsentrasi. Pada
pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia,SGPT, SGOT, ureum
dan Ph darah mungkin meningkat.
3) Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia, SGPT, SGOT,
ureum dan Ph darah mungkin meningkat.
b. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test) Uji serologi didasarkan atas
timbulnya antibody pada penderita yang terjadi setelah infeksi. Untuk menentukan
kadar antibody atau antigen didasarkanpada manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada
tiga kategori, yaitu primer, sekunder, dan tersier. Reaksi primer merupakan reaksi
tahap awal yang dapat berlanjut menjadi reaksi sekunder atau tersier. Yang mana
tidak dapat dilihat dan berlangsung sangat cepat, visualisasi biasanya dilakukan
dengan memberi label antibody atau antigen dengan flouresens, radioaktif, atau
enzimatik. Reaksi sekunder merupakan lanjutan dari reaksi primer dengan manifestasi
yang dapat dilihat secara in vitro seperti prestipitasi, flokulasi, dan aglutinasi. Reaksi
tersier merupakan lanjutan reaksi sekunder dengan bentuk lain yang bermanifestasi
dengan gejala klinik. Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia,
SGPT, SGOT, ureum dan Ph darah mungkin meningkat.
c. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test) Uji serologi didasarkan atas
timbulnya antibody pada penderita yang terjadi setelah infeksi. Untuk menentukan
kadar antibody atau antigen didasarkanpada manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada
tiga kategori, yaitu primer, sekunder, dan tersier. Reaksi primer merupakan reaksi
tahap awal yang dapat berlanjut menjadi reaksi sekunder atau tersier. Yang mana
tidak dapat dilihat dan berlangsung sangat cepat, visualisasi biasanya dilakukan
dengan memberi label antibody atau antigen dengan flouresens, radioaktif, atau
enzimatik. Reaksi sekunder merupakan lanjutan dari reaksi primer dengan manifestasi
yang dapat dilihat secara in vitro seperti prestipitasi, flokulasi, dan aglutinasi. Reaksi
tersier merupakan lanjutan reaksi sekunder dengan bentuk lain yang bermanifestasi
dengan gejala klinik.
d. Uji hambatan hemaglutinasi
Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG berdasarkan pada
kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat reaksi hemaglutinasi darah
angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi hemaglutinasi inhibitor (HI).

6
e. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue.
Menggunakan metode plague reduction neutralization test.
f. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue.
Menggunakan metode plague reduction neutralization test (PRNT). Plaque adalah
daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas
yang jelas akan dilihat terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi.
g. Uji ELISA anti dengue
Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination Inhibition (HI). Dan
bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari metode ini adalah mendeteksi
adanya antibody IgM dan IgG di dalam serum penderita.
h. Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar grade
II) di dapatkan efusi pleura.
1.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien DHF menurut Ridha H, Nabiel (2014) antara lain :

a. Tirah baring
b. Makanan lunak dan diberi minum 1,5 – 2 liter dalam 24 jam
c. Untuk hiperpireksia (suhu diatas 40˚C) dapat diberikan kompres
d. Berikan antibiotik bla kemungkinan terjadi infeksi
e. Pemasangan infus RL/asering dan pertahankan selama 12 – 48 jam setelah renjatan
diatasi
f. Observasi keadaan umum (tanda – tanda vital)

7
2.2 Kebutuhan Cairan
Kebutuhan cairan merupakan sebuah proses, dimana tubuh manusia
melakukan metabolisme yang membutuhkan perubahan yang tetap dan keseimbangan
cairan ensensial bagi tubuh manusia (Mubarak et al., 2015)

a. Intake cairan

Tabel 1 Kebutuhan Intake Cairan Berdasarkan Umur dan Berat Badan

Umur Kebutuhan Air ml/kg Berat Badan

Jumlah Air Dalam 24 jam

3 hari 250 - 300 80 – 100

1 tahun 1.150 - 1.300 120 – 135

2 tahun 1.350 – 1.500 115 – 125

4 tahun 1.600 – 1.800 100 - 110


6 tahun 1.800 – 2000 85- 110

10 tahun 2000 – 2500 70 – 85

14 tahun 2.200 – 2.700 50 – 60

18 tahun 2.200 – 2.700 40 – 50

Dewasa 2.400 – 2.600 20 - 30


Sumber : Mubarak, 2015

b. Output cairan
1) Urine
Proses pembentukkan urine dilakukan oleh ginjal merupakan output cairan tubuh
yang utama.
2) Keringat
Berkeringat terjadi sebagai respons terhadap kondisi tubuh yang panas. Besarnya
tergantung pda aktivitas, jumlahnya 0-500 ml.

8
3) Insensible Water Loss (IWL)
Pengeluaran cairan yang sulit diukur, pengeluaran ini dapat melalui kulit dan paru –
paru/pernafasan. Bila ingin mengetahui Insensible Water Loss (IWL) maka kita dapat
menggunakan perhitungan sebagai berikut :
a) Dewasa : 15 cc/kg/BB/hari
b) Anak : (30 – usia [tahun]) cc/kg/BB/hari
c) Jika ada kenaikan suhu : IWL = 200 (suhu badan sekarang – 36,8˚C)

4) Feses
Output cairan melalui feses antara 100 – 200 ml/hari, proses tersebut diatur melalui
mekanisme reabsorpsi di dalam kolon (usus besar).

Tabel 2 Pengeluaran CairanTtubuh

Pengeluaran melalui Jumlah


Ginjal 1.500 ml
Melalui keringat 0 – 500 ml
Insensible Water Loss (IWL)

Kulit 600 – 900 ml


Paru – paru
400 ml
Feses 100 ml
Total 2.600 – 2.900 ml
Sumber : Mubarak, 2015

c. Balance Cairan

Cara menentukan balance cairan yang dapat dilakukan yaitu:


1) Tentukan jumlah cairan yang masuk ke dalam tubuh klien, yang meliputi air minum,
air dalam makanan, air hasil oksidasi, dan cairan intervena
2) Tentukan jumlah cairan yang keluar dari tubuh klien, melalui urine, kehilangan cairan
tanda disadari seperti melalui paru dan kulit, keringat, feses, dan muntah.
3) Tentukan keseimbangan cairan tubuh klien dengan mengunakan rumus.

9
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan adalah serangkaian tindakan sistematis berkesinambungan,


yang meliputi tindakan untuk mengidentifikasikan masalah kesehatan individu atau
kelompok, baik yang aktual maupun yang potensial kemudian merencanakan
tindakan untuk menyelesaikan, mengurangi, atau mencegah terjadinya masalah baru
dan melaksanakan tindakan (Muttaqin, 2009).

2.3.1 Pengkajian

Pengkajian pada klien dengan Dengue Haemoragic Fever merupakan salahsatu


aspek penting dalam proses keperawatan. Hal ini untuk merencanakan tindakan
selanjutnya. Perawat mengumpulkan data dasar mengenai informasi status terkini
klien tentang pengkajian suhu sebagai prioritas pengkajian. Pengkajian sistematis
klien mencakup riwayat yang cermat, khususnya yang berhubungan dengan gambaran
gejala. Terjadi peningkatan suhu tubuh, nyeri atau pegal linu di sendi dan di otot,
pusing kepala, kulit kadang teraba panas dan kadang dingin, berkeringat.
a) Identitas
a) Identitas Klien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan,suku/bangsa,
agama, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, nomor medrec, diagnosis
medis dan alamat.
b) Identitas Penanggung Jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, hubungan dengan klien dan alamat
c) Riwayat Kesehatan Keluhan Utama :
Keluhan utama merupakan keluhan pada saat dikaji dan bersifat subjektif. Pada klien
Dengue Haemoragic Fever keluhan utama biasanya muncul demam tinggi, sakit
kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual, nafsu makan menurun, nyeri sendi (Desnawati,
2013).
d) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat penyakit sekarang merupakan dari keluhan utama yang dirasakan klien
melalui metode PQRST yaitu Paliatif (penyebab keluhan utama), Kualitatif (sampai
dimana), Region (daerah mana saja yang dikeluhkan), Skala (yang dapat
memperberat dari meringankan keluhan utama) dan Time (kapan terjadinya keluhan
utama) dalam bentuk narasi. Kekurangan cairan tubuh yang diakibatkan oleh
penurunan kadar trombosit hingga menimbulkan demam dan terjadinya perdarahan
baik yang terlihat maupun tidak , sehingga jika keadaan tidak tertangani dan
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh tidak terjaga, maka dapat terjadi komplikasi
berupa terjadinya DSS (Dengue Shock Syndrome) sampai terjadinya kematian.
e) Riwayat Kesehatan Lalu
Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang mendukung dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita demam berdarah, DM, hipertensi, dll. Tanyakan
mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang masih

10
relevan.
f) Riwayat Kesehatan Keluarg
Riwayat adanya penyakit DHF didalan keluarga yang lain (yang tinggal di dalam satu
rumah atau beda rumah dengan jarak rumah yang berdekatan) sangat menentukan
karena ditularkan melalui gigitan nyamuk Aides Aigepty.
g) Riwayat Kesehatan Lingkungan
Daerah atau tempat yang sering dijadikan tempat tinggal nyamuk ini adalah
lingkungan yang kurang pencahayaan dan sinar matahari, banyak genangan air, vas
bunga yang jarang diganti airnya, kaleng bekas tempat penampungan air, botol dan
bekas. Tempat-tempat seperti ini banyak dibuat sarang nyamuk jenis ini. Perlu
ditanyakanpula apakah didaerah itu ada riwayat wabah DHF karena inipun juga dapat
terulang kapan-kapan.

Keadaan Umum
Pada pemeriksaan keadaan umum klien Dengue Haemoragic Fever biasanya
didapatkan kesadaran yang baik atau compos mentis. TTV normal : TD : 120/80
mmHg, N : 80-100 x/menit, R : 16-20x/menit, S: 36,5-37,0 oC (Muttaqin, 2009).
Pemeriksaan Fisik
a) Sistem Pernapasan
Respon imobilisasi atau tirah baring dapat terjadi penumpukan lendir pada bronchi
dan bronkhiolus, perhatikan bila klien tidak bisa batuk dan mengelurkan lendir
lakukan auskultasi untuk mengetahui kelembapan dalam paru-paru.
b) Sistem Kardiovaskular
Akan ditemukan nadi lemah, cepat disertai penurunan tekanan nadi(menjadi 20 mmhg
atau kurang), tekanan darah menurun (sistolik sampai 80 mmHg atau kurang), disertai
teraba dingin di kulit dan sianosis merupakan respon terjadi syok, CRT mungkin
lambat karena adanya syok hipovolemik akibat perdarahan hebat.
c) Sistem Persyarafan
d) Sistem Pencernaan
Akan ditemukan rasa mual, muntah dapat terjadi sebagai respon dari infeksi Dengue
Haemoragic Fever sehingga dapat menyebabkan penurunan nafsu makan. Selain itu
diare atau konstipasi juga dapat terjadi akibatnya klien akan mengalami asupan tidak
adekuat dan perubahan eliminasi BAB.
e) Sistem Genitourinaria
Dipalpasi bagaimana kedaan blas serta apakah terdapat pembesaranginjal dan perkusi
apakah klien merasa sakit serta tanyakan apakah ada gangguan saat BAK.
f) Sistem Endokrin
Melalui auskultasi, pemeriksa dapat mendengar bising. Bising kelenjar tiroid
menunjukkan peningkatan vaskularisasi akibat hiperfungsi tiroid (Muttaqin, 2009).
g) Sistem Integumen
Kebocoran plasma dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler salah satunya
akan berdampak pada perdarahan di bawah kulit berupa, ptekie, purpura serta akan
terjadi peningkatan suhu tubuh (hipertermi).

11
12
h) Sistem Muskuloskeletal
Biasanya ditemukan adanya keluhan nyeri otot dan sendi terutama bila sendi dan otot
perut ditekan, pusing dan pegal-pegal seluruh tubuh. Akibatnya akan ditemukan
gangguan rasa nyaman.
i) Sistem Pengelihatan
Kebersihan mata baik, tidak terdapat kotoran pada kelopak mata, refleks pupil baik
terhadap cahaya, konjungtiva merah muda, pergerakkan bola mata bebas dan daya
akomodasi baik, klien dapat membaca dari jarak 5 meter, tidak ada lesi.
a. Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dari ujung rambut
sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan DHF, keadaan pasien adalah sebagai
berikut :
1) Grade I yaitu kesadaran composmentis, keadaan umum lemah,tanda-tanda vital dan
nadi lemah.
2) Grade II yaitu kesadaran composmetis, keadaan umum lemah, ada perdarahan
spontan petechie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak
teratur.
3) Grade III yaitu kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah,nadi lemah, kecil
dan tidak teratur, serta takanan darah menurun.
4) Grade IV yaitu kesadaran coma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba, tekanan darah
tidak teratur, pernafasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit
tampak biru.
5) Kepala dan leher : kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam, mata
anemis, hidung kadang mengalami perdarahan atau epitaksis pada grade II,III,IV.
Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering , terjadi perdarahan gusi,dan
nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami hyperemia pharing dan terjadi
perdarahan ditelinga (pada grade II,III,IV).
6) Dada : bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada poto thorak terdapat
cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura), rales +, ronchi +, yang
biasanya terdapat pada grade III dan IV.
7) Abdomen mengalami nyeri tekan, pembesaran hati atau asites
8) Ekstremitas : dingin serta terjadi nyeri otot sendi dan tulang.
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
1. HB dan PVC meningkat (≥20%)
2. Trombositopenia (≤ 100.000/ ml)
3. Leukopenia ( mungkin normal atau lekositosis)
4. Ig. D dengue positif

5. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia,hipokloremia, dan


hiponatremia
6. Ureum dan pH darah mungkin meningkat

13
7. Asidosis metabolic : pCO2 <35-40 mmHg dan HCO3 rendah
8. SGOT /SGPT mungkin meningkat.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan. Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada
kasus DHF yaitu (Erdin 2018) (SDKI DPP PPNI 2017) :
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh diatas
nilai normal
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan pasien
mengeluh nyeri
c. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler ditandai
dengan kebocoran plasma darah
d. Risiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia)
e. Risiko syok ditandai dengan kekurangan volume cairan

14
3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat


yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan (SIKI DPP PPNI 2018) (SLKI DPP PPNI 2019).

No Diagnosa TujuaKriteria Hasil Intervensi

1 Hipertermia Setelah diberikan asuhan Identifikasi penyebab hipertermia (mis.


b.d proses penyakit keperawatan selama …x Dehidrasi, terpapar lingkungan panas)
24 jam diharapkan suhu Monitor suhu tubuh
tubuh normal, dengan Monitor kadar elektrolit
kriteria hasil : Monitor haluaran urine
1. Menggigil menurun Monitor komplikasi akibat hipertermia
2. Kulit merah menurun Sediakan lingkungan yang dingin
3. Suhu tubuh membaik Longgarkan atau lepaskan pakaian
4. Tekanan darah membaik Lakukan pendinginan eksternal (mis.
kompres hangat pada dahi, leher, aksila,
dada, abdomen)
Anjurkan tirah baring
10. Kolaborasi dalam pemberian cairan,
elektrolit, jika perlu
2 Nyeri akut b.d Setelah diberikan asuhan Identifikasi lokasi, karakteristik,
keperawatan selama …x frekuensi, intensitas nyeri
Agen pencedera
24 jam diharapkan nyeri Identifikasi skala nyeri
fisiologis
berkurang dengan Identifikasi respons nyeri non verbal
kriteria hasil :
Identifikasi faktor yang
Keluhan nyeri menurun
memperberat dan memperingan nyeri
Meringis menurun
Berikan teknik nonfarmakologis untuk
Gelisah menurun
mengurangi rasa nyeri
Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
Fasilitasi istirahat tidur
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
10. Jelaskan strategi meredakan nyeri
11. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

15
12. Kolaborasi pemberian analgetik, jika

16
Perlu
3 Hipovolemia b.d Setelah diberikan asuhan Periksa tanda dan gejala hipovolemia
peningkatan keperawatan selama …x (mis, frekuensi nadi meningkat, nadi
permeabilitas 24 jam diharapkan terasa lemah, tekanan darah menurun,
kapiler gangguan volume cairan tekanannadi menyempit, turgor kulit
tubuh dapat teratasi menurun, membran mukosa kering,
dengan kriteria hasil : volume urin menurun, hematokrit
Turgor kulit meningkat meningkat, haus lemah)
Output urine meningkat Monitor intake dan output
Tekanan darah dan nadi Berikan asupan cairan oral
membaik Anjurkan memperbanyak asupan cairan
Kadar Hb oral
Kolaborasi dalam pemberian cairan IV
isotonis (mis. NaCl, RL)
Kolaborasi dalam pemberian caira
hipotonis ( mis. Glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
Kolaborasi dalam pemberian cairan
kristaloid
Kolaborasi dalam pemberian produk
darah
4 Risiko perdarahan Setelah diberikan asuhan Monitor tanda dan gejala perdarahan
b.d koagulasi keperawatan selama …x Monitor TTV
24 jam diharapkan Monitor nilai hamatokrit atau
perdarahan tidak terjadi hemoglobin sebelum dan setelah
dapat teratasi dengan kehilangan darah
kriteria hasil : Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
Hb membaik Anjurkan segera melapor jika terjadi
Hematokrot membaik perdarahan
Tekanan darah membaik Kolaborasi pemberian obat pengontrol
Suhu tubuh normal perdarahan, jika perlu
Kolaborasi pemberian produk darah, jika
perlu
5 Risiko syok b.d Setelah diberikan asuhan Monitor status kardiopulmonal (frekuensi
kekurangan volume keperawatan selama …x dan kekuatan nadi, frekuensi napas,
cairan 24 jam diharapkan tidak Tekanan darah)
terjadi syok hipovolemik Monitor status cairan (masukan dan
dengan kriteria hasil : haluaran, turgor kulit, CRT)
Tingkat kesadaran Monitor tingkat kesadaran dan respon
meningkat pupil
Tekanan darah, frekuensi Berikan oksigen untuk mempertahankan
nadi dan napas saturasi oksigen >94%
Akral hangat Jelaskan penyebab atau faktor risiko syok

17
Tidak pucat Anjurkan melapor jika menemukan atau
merasakan tanda dangejala awal syok
Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
Kolaborasi pemberian transfusi darah,
jika perlu

18
4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi


keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan
yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu klien
untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respons yang
ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan (Ali 2016).
5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan


seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian
proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan dan evaluasi (Ali 2016). Evaluasi
merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan keperawatan
yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah.

19
DAFTAR PUSTAKA

Mongan, A. E. (2015). Gambaran Nilai Hematokrit Dan Laju Endap Darah Pada Anak
Dengan Infeksi Virus Dengue Di Manado. 3, 738–742.
Mubarak, W. I., Indrawati, L., & Susanto, J. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan
Dasar
Ridha, H. N. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak (S. Riyadi (ed.); I). Pustaka
Pelajar. Subaiki B. (2013). Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 1, 35–44.
Wayan, N., Andriani, E., & Tjitrosantoso, H. (2014). Kajian Penatalaksanaan Terapi
Pengobatan Demam Berdarah Dengue Pada Penderita Anak Yang Menjalani
Perawatan Di RSUP Prof . Dr . R . D Kandou. 3(2), 57–61.

20
21

Anda mungkin juga menyukai