Oleh :
NI KADEK DEWI PERMANA SARI
NIM: 219012700
A11
3. Penyebab/Etiologi
Gastritis umumnya terjadi pada kalangan remaja akhir dan usia produktif, namun
kini dijumpai peningkatan insidens prevalensi kejadian gastritis pada geriatri (> 65 tahun)
yang diakibatkan karena proses degenartif sehingga terjadi penurunan fungsi organ- organ
vital terutama organ pada sistem pencernaan, dan juga disebabkan karena pemakaian obat
golongan NSAID (Farishal et al., 2018). Beberapa penyebab gastritis, antara lain:
a. Infeksi bakteri Helycobacter pylori
Kejadian gastritis akibat infeksi Helycobacter pylori sangat tinggi di Asia, termasuk di
Indonesia (Dairi et al., 2018). Helycobacter pylori yang sebelumnya dinamakan
Campilobacter pyloridis merupakan bakteri golongan garam negative berbentuk
batang seperti huruf “S”, bersifat mikroaerofilik, dan mempunyai 3-6 flagella
berselaput yang membantu mobilisasinya. Penularannya terjadi secara oral atau fecal-
oral, dapat hidup dan berkembang biak pada makanan yang tidak higenis atau tidak
dimasak dengan benar. Faktor risiko terinfeksi kuman Helycobacter pylori yaitu
kondisi tempat tinggal yang tidak sehat, makanan dan minuman yang tidak bersih dan
terpapar dengan sekret lambung orang yang terinfeksi. Helycobacter pylori dapat
menghambat produksi asam lambung dan memproduksi protein yang merusak barier
pertahanan mukosa lambung sehingga menyebabakan peradangan. Selain kuman
Helycobacter pylori terdapat beberapa mikroorgaisme lain yang dapat menyebabkan
peradangan pada lambung, antara lain: Helicobacter heilmannii, jenis virus seperti
Cytomegalovirus dan Herpes simplex virus, jenis jamur seperti Candida species,
Histoplasma capsulatum, dan Mukonacea juga dapat menginfeksi mukosa gaster
namun hanya pada pasien immunocompromised (Hirlan, 2015).
b. Konsumsi obat golongan NSAID
NSAID merupakan obat yang paling sering digunakan di seluruh dunia, dan di
Amerika Serikat tercatat bahwa penggunaan NSAID menghabiskan 7 juta dollar
pertahun. Pemakaian NSAID dapat menginduksi morbiditas setiap tahun mulai dari
mual dan dispepsia (50 – 60%) kemudian gangguan saluran pencernaan yang lebih
serius seperti ulkus lambung (15 – 30%) hingga dapat menyebabkan komplikasi
seperti perdarahan dan perforasi (1,5%). Faktanya tidak ada dosis NSAID yang
sepenuhya aman digunakan dalam jangka waktu lama, obat golongan NSAID seperti
aspirin dalam dosis rendah sekalipun dapat menginduksi terjadinya ulserasi lambung
(Jameson et al., 2018). NSAID terbukti berisiko menyebabkan gastritis seperti pada
usia lanjut >60 tahun, penggunaan NSAID kombinasi dengan steroid, NSAID dosis
tinggi atau menggunakan dua jenis NSAID, dan menderita penyakit sistemik yang
berat (Hirlan, 2015). NSAID menginhibisi enzim siklooksigenase-1 (COX-1)
sehingga menghambat produksi prostaglandin yang berperan penting sebagai lapisan
proteksi mukosa lambung (Griffiths, 2012).
c. Autoimun
Gastritis terjadi akibat adanya autoantibodi terhadap secretory canalicular structure sel
parietal menyebabkan produksi asam lambung berkurang atau hipoklorhidria sehingga
rentan terhadap infeksi bakteri dan produksi faktor intrinsik juga berkurang
menyebabkan gangguan absorbsi vitamin B12. Vitamin B12 berperan dalam sintesis
DNA dan produksi sel darah merah, pada defisiensi vitamin B12 maturasi sel darah
merah relatif lambat menyebabkan nukleus belum terekstrusi saat diedarkan ke
sirkulasi mengakibatkn terjadinya anemia pernisiosa atau disebut anemia
megaloblastik yang beresiko menjadi kanker lambung. Insiden gastritis autoimun
meningkat pada individu dengan gen HLA-B8 dan HLA-DR3. Asam lambung
memegang peran penting terhadap produksi gastrin oleh sel G, kadar gastrin relatif
meningkat (>500 pg/mL) pada pasien anemia pernisiosa. Biasanya kondisi ini
berhubungan dengan penyakit autoimun lainnya seperti gangguan tiroid, penyakit
adison dan riwayat keluarga dengan anemia pernisiosa (Griffiths, 2012; Jameson et
al., 2018)
Menurut Smeltzer (2017) penyebab Gastritis yaitu:
a. Konsumsi obat-obatan kimia digitalis (asetaminofen/aspirin, steroid kortikosteroid).
Aseteminofen dan kostikosteroid dapat mengakibatkan iritasi pada mukosa lambung,
NSAIDS (nonsteroid anti inflamasi drugs) dan kostikosteroid menghambat sintesis
prostaglandin, sehingga sekresi HCL meningkat dan menyebabkan suasana lambung
menjadi sangat asam dan menimbulkan iritasi mukosa lambung.
b. Konsumsi alkohol dapat menyebabkan kerusakan mukosa lambung. Terapi radiasi,
reflux empedu, zat-zat korosif (cuka, lada) dapat menyebabkan kerusakan mukosa
lambung dan menimbulkan edema serta pendarahan.
c. Kondisi stress atau tertekan (trauma, luka bakar, kemoterapi, dan kerusakan susunan
saraf pusat) merangsang peningkatan produksi HCL lambung.
d. Infeksi oleh bakteri, seperti Helicobacter pylory, Eschericia coli, salmonella, dan lain-
lain.
e. Penggunaan antibiotik, terutama untuk infeksi turut mempengaruhi penularan kuman
di komunitas, karena antibiotik tersebut mampu mengeradikasi infeksi Helicobacter
pylory, walaupun persentase keberhasilannya sangat rendah.
f. Jamur dari spesies Candida, seperti Histoplasma capsulaptum dan Mukonaceace dapat
menginfeksi mukosa lambung hanya pada pasien immunocompromezed. Pada pasien
yang sistem imunnya baik, biasanya tidak dapat terinfeksi oleh jamur. Sama dengan
jamur, mukosa lambung bukan tempat yang mudah terkena infeksi parasit.
g. Gastritis disebabkan oleh infeksi kuman Helicobacter pylory dan pada awal infeksi
mukosa lambung menunjukkan respon inflamasi akut dan jika diabaikan dapat
menjadi kronik.
4. Klasifikasi
Klasifikasi gastritis menurut Amin & Hardhi (2015) adalah
a. Gastritis Akut
1) Gastritis akut tanpa pendarahan
2) Gastritis akut dengan perdarahan (Gastritis hemoragik atau Gastritis erosive)
Gastritis akut berasal dari makanan terlalu banyak atau terlalu cepat, makan-makanan
yang terlalu berbumbu atau yang mengandung mikroorganisme penyebab penyakit,
iritasi bahan semacam alkohol, aspirin, NSAID, lisol, refluks empedu atau cairan
pankreas.
b. Gastritis Kronik
Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari
lambung, atau oleh bakteri Helicobacter pylory (H. pylory).
c. Gastritis bacterial
Gastritis bacterial yang disebut juga Gastritis infektiosa, disebabkan oleh refluks dari
duodenum.
Ansietas
Menyebabkan difusi kembali
asam lambung dan pepsin
Nyeri epigastrium
Menurunkan tonus dan Mukosa lambung
peristaltik lambung kehilangan
integritas jaringan
Menurunkan sensori Nyeri akut
untuk makan Refluk isi duodenum
ke lambung Perdarahan
Anoreksia
Risiko
Dorongan ekspulsi isi
Hipovolemia
Mual
Defisit Nutrisi lambung ke mulut
Muntah
7. Gejala Klinis
a. Gastritis akut sangat bervariasi, mulai dari yang sangat ringan asimtomatik sampai
sangat berat yang dapat membawa kematian. Pada kasus yang sangat berat, gejala
yang sangat mencolok adalah :
1) Hematemetis dan melena yang dapat berlangsung sangat hebat sampai terjadi
renjatan karena kehilangan darah.
2) Pada sebagian besar kasus, gejalanya amat ringan bahkan asimtomatis. Keluhan –
keluhan itu misalnya nyeri timbul pada uluhati, biasanya ringan dan tidak dapat
ditunjuk dengan tepat lokasinya.
3) Kadang – kadang disertai dengan mual- mual dan muntah.
4) Perdarahan saluran cerna sering merupakan satu- satunya gejala.
5) Pada kasus yang amat ringan perdarahan bermanifestasi sebagai darah samar pada
tinja dan secara fisis akan dijumpai tanda – tanda anemia defisiensi dengan etiologi
yang tidak jelas.
6) Pada pemeriksaan fisis biasanya tidak ditemukan kelainan kecuali mereka yang
mengalami perdarahan yang hebat sehingga menimbulkan tanda dan gejala
gangguan hemodinamik yang nyata seperti hipotensi, pucat, keringat dingin,
takikardia sampai gangguan kesadaran. Klien juga mengeluh kembung, rasa asam
di mulut.
b. Gastritis kronis
Sedangkan manifestasi klinis dari gastritis kronik ; gejala defisiensi B12, sakit ulu hati
setelah makan, bersendawa rasa pahit dalam mulut, mual dan muntah.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala dan Rambut
1) Inspeksi : distribusi, kualitas, kuantitas, alopecia, inflamasi, odema, lesi
2) Palpasi : benjolan dan nyeri tekan
3) Perusi : perkusi dengan hati-hati tanyakan kepada pasien apakah ada rasa sakit atau
tidak
b. Mata
1) Inspeksi : bola mata, kelopak mata, konjungtiva, sclera, pupil, kesimetrisan mata
kanan kiri
2) Palpasi : tidak adanya nyeri tekan
c. Telinga
1) Inspeksi : kesimetrisan telinga kanan kiri, periksa serumen
2) Palpasi :periksa benjolan dan nyeri tekan
d. Rongga mulut dan Faring
1) Inspeksi : warna, karies, tekstur, lesi, dehidrasi, halitosis
2) Palpasi : periksa benjolan dan nyeri tekan
e. Hidung dan Sinus
1) Inspeksi : kesimetrisan hidung, periksa secret, rambut-rambut hidung,
menggunakan O₂ / tidak, terdapat cairan/tidak
2) Palpasi : periksa benjolan dan nyeri tekan
f. Leher
1) Inspeksi : kesimetrisan leher, pembesaran kelenjar teroid, kelenjar limfe, lesi
2) Palpasi : periksa apakah terdapat krepitasi/tidak
g. Dada (Jantung dan paru-paru )
1) Inspeksi : kesimetrisan bentuk thoraks, kesimetrisan pergerakan dada, kesimetrisan
clavicula, lesi
2) Palpasi : periksa apakah terdapat krepitasi/tidak, nyeri tekan, vettebra servikalis 8-8
/ 9-9
3) Perkusi : untuk mendapatkan informasi batas-batas, ukuran,posisi dan kualita
jaringan atau alat (paru dan jantung), dengarkan perkusi apakah terdapat suara ,
udara dan cairan
4) Auskultasi : dengerkan irama dan frekuensi suara jantung
h. Abdomen
1) Inspeksi : periksa permukaan abdomen
2) Auskultasi : periksa 9 regio pada abdomen
3) Perkusi : berguna untuk orientasi abdomen untuk memperbaiki distribusi ukuran
hepar, menentukan asites, dan untuk mengetahui adanya udara pada lambung dan
usus
4) Palpasi : untuk mengetahui adanya ketegangan otot nyeri tekan abdomen dan
beberapa organ dan masa supenical dan pemeriksaan ginjal.
i. Kulit
1) Inspeksi : warna, tekstur, tugor, ketebalan
2) Palpasi : suhu
j. Pemeriksan ektremits atas dan bawah
1) Inspeksi : kesimetrisan, tugor kulit,lesi odem, CRT
2) Palpasi : benjolan nyeri tekan
9. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. EGD (Esofagogastroduodenoskopi); untuk melihat perdarahan GI bagian atas dengan
melihat sisi perdarahan / derajat ulkus jaringan / cedera.
b. Minum Barium dengan foto Rontgen; dilakukan untuk membedakan diagnosa
penyebab / lesi.
c. Analisa Gaster ; dilakukan untuk menentukan adanya darah, mengkaji alat vitas
sekretori mukosa gaster.
d. Angiografi ; Vaskularisasi GI dapat dilihat bila endoskopi tidak dapat disimpulkan
atau tidak dapat dilakukan. Menunjukkan sirkulasi kolateral dan kemungkinan sisi
perdarahan.
e. Fesef ; akan positif.
f. Pemeriksaan Laboratorium meliputi :
1) HB/HT : penurunan kadar darah dalam tubuh setelah perdarahan. Jumlah darah
lengkap, dapat meningkat, menunjukkan respon tubuh terhadap cedera.
2) BUN : meningkat dalam 24-48 jam karena protein darah dipecah dalam saluran
pencernaan dan filtrasi ginjal menurun.
3) Kreatinin : tidak meningkat bila perfusi ginjal dipertahankan.
4) Amonia : dapat meningkat bila disfungsi hati berat mengganggu metabolisme dan
eksresi urine.
5) GDA : dapat menyatakan alkalosis respiratori dan asidosis metabolic.
6) Natrium : dapat meningkat sebagai kompensasi hormonal terhadap simpanan
cairan tubuh. Kalium : dapat menurun pada awal karena pengosongan gaster
berat/muntah/diare berdarah.
7) Amilase Serum : meningkat dengan penetrasi posterior ulkus duodenal.
8) Sel parietal antibody serum : adanya dugaan gastritis kronik.
(Alianto, 2015)
10. Komplikasi
Komplikasi menurut Sipponen dan Maaroos (2015) yaitu:
a. Komplikasi pada gastritis akut adalah :
1) Perdarahan saluran cerna bagian atas yang merupakan kedaruratan medis. Kadang
– kadang perdarahan cukup banyak sehingga dapat menyebabkan kematian.
2) Terjadi ulkus jika prosesnya hebat.
3) Jarang terjadi perforasi.
b. Komplikasi pada gastritis kronik adalah :
1) Atropi lambung dapat menyebabkan gangguan penyerapan terutama terhadap
vitamin B12. Gangguan penyerapan terhadap vitamin B12 selanjutnya dapat
menyebabkan anemia yang secara klinik hampir sama dengan anemia pernisiosa.
Keduanya dapat dipisahkan dengan memeriksa antibodi terhadap faktor
intrinsik.Selain vitamin B12 penyerapan besi juga dapat terganggu.
2) Gastritis kronik antrum pilorum dapat menyebabkan penyempitan daerah antrum
pilorum. Gastritis kronik sering dihubungkan dengan keganasan lambung, terutama
gastritis kronik antrum pilorus.
11. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gastritis secara umum adalah menghilangkan faktor utama yaitu
etiologinya, diet lambung dengan porsi kecil dan sering, serta Obat-obatan. Namun secara
spesifik dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Gastritis Akut
1) Kurangi minum alkohol dan makan sampai gejala-gejala menghilang; ubah
menjadi diet yang tidak mengiritasi.
2) Jika gejala-gejala menetap, mungkin diperlukan cairan IV.
3) Jika gastritis terjadi akibat menelan asam kuat atau alkali, encerkan dan netralkan
asam dengan antasida umum, misalnya aluminium hidroksida, antagonis reseptor
H2, inhibitor pompa proton, antikolinergik dan sukralfat (untuk sitoprotektor).
4) Jika gastritis terjadi akibat menelan basa kuat, gunakan sari buah jeruk yang encer
atau cuka yang di encerkan.
5) Jika korosi parah, hindari emetik dan bilas lambung karena bahaya perforasi.
6) Antasida : Antasida merupakan obat bebas yang dapat berbentuk cairan atau tablet
dan merupakan obat yang umum dipakai untuk mengatasi gastritis ringan.
Antasida menetralisir asam lambung dan dapat menghilangkan rasa sakit akibat
asam lambung dengan cepat.
7) Penghambat asam : Ketika antasida sudah tidak dapat lagi mengatasi rasa sakit
tersebut, dokter kemungkinan akan merekomendasikan obat seperti cimetidin,
ranitidin, nizatidin atau famotidin untuk mengurangi jumlah asam lambung yang
diproduksi.
b. Gastritis Kronis
1) Modifikasi diet, reduksi stress, dan farmakoterapi.
2) Cytoprotective agents : Obat-obat golongan ini membantu untuk melindungi
jaringan-jaringan yang melapisi lambung dan usus kecil. Yang termasuk ke
dalamnya adalah sucraflate dan misoprostol. Jika meminum obat-obat AINS secara
teratur (karena suatu sebab), dokter biasanya menganjurkan untuk meminum obat-
obat golongan ini. Cytoprotective agents yang lainnya adalah bismuth subsalicylate
yang juga menghambat aktivitas H. Pylori.
3) Penghambat pompa proton : Cara yang lebih efektif untuk mengurangi asam
lambung adalah dengan cara menutup “pompa” asam dalam sel-sel lambung
penghasil asam. Penghambat pompa proton mengurangi asam dengan cara
menutup kerja dari “pompa-pompa” ini. Yang termasuk obat golongan ini adalah
omeprazole, lansoprazole, rabeprazole dan esomeprazole. Obat-obat golongan ini
juga menghambat kerja H. pylori.
4) H. phylory mungkin diatasi dengan antibiotik (mis; tetrasiklin atau amoxicillin)
dan garam bismuth (pepto bismol) atau terapi H.Phylory. .Terapi terhadap H.
Pylori. Terdapat beberapa regimen dalam mengatasi infeksi H. pylori. Yang paling
sering digunakan adalah kombinasi dari antibiotik dan penghambat pompa proton.
Terkadang ditambahkan pula bismuth subsalycilate. Antibiotik berfungsi untuk
membunuh bakteri, penghambat pompa proton berfungsi untuk meringankan rasa
sakit, mual, menyembuhkan inflamasi dan meningkatkan efektifitas antibiotik.
Terapi terhadap infeksi H. pylori tidak selalu berhasil, kecepatan untuk membunuh
H. pylori sangat beragam, bergantung pada regimen yang digunakan. Akan tetapi
kombinasi dari tiga obat tampaknya lebih efektif daripada kombinasi dua obat.
Terapi dalam jangka waktu yang lama (terapi selama 2 minggu dibandingkan
dengan 10 hari) juga tampaknya meningkatkan efektifitas. Untuk memastikan H.
pylori sudah hilang, dapat dilakukan pemeriksaan kembali setelah terapi
dilaksanakan. Pemeriksaan pernapasan dan pemeriksaan feces adalah dua jenis
pemeriksaan yang sering dipakai untuk memastikan sudah tidak adanya H. pylori.
Pemeriksaan darah akan menunjukkan hasil yang positif selama beberapa bulan
atau bahkan lebih walaupun pada kenyataanya bakteri tersebut sudah hilang.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GASTRITIS
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
b. Identitas pasien
Data biografi terkait pasien, meliputi biodata pasien dan penanngung jawab.
c. Keluhan utama
Pasien dengan gastritis biasanya keluhan berupa nyeri, mual dan muntah
d. Riwayat kesehatan saat ini
Pasien menderita gastritis sejak lama nyeri pada ulu hati, mual saat makan kleuhan
nyeri kaji menggunakan PQRST P (provokatif), yaitu faktor yang mempengaruhi
berat atau ringannya nyeri. Q (Quality), yaitu kualitas dari nyeri, seperti apakah rasa
tajam, tumpul atau tersayat. R (Region), yaitu daerah / lokasi perjalanan nyeri. S
(Severity), yaitu skala/ keparahan atau intensitas nyeri. T (Time), yaitu lama/waktu
serangan atau frekuensi nyeri
e. Riwayat kesehatan masa lalu
Dalam hal ini yang perlu dikaji atau di tanyakan pada klien tentang penyakit apa saja
yang pernah di derita, riwayat operasiserta tanyakan apakah pernah masuk rumah
sakit sebelumnya.
f. Riwayat penyakit keluarga
g. Tanyakan pada pasien mengenai riwayat penyakit keluarga seperti (Diabetes Melitus,
Hipertensi, Asma) dan penyakit menular.
h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum (lemah)
2) Tingkat kesadaran (composmentis)
3) Glasgow Coma Scale (GCS)
4) Tanda-Tanda Vital
5) Tinggi badan, Berat badan, IMT (Indeks Massa Tubuh)
6) Sistem Kardiovaskuler
7) Sistem Pernafasan
8) Sistem Integumen
9) Sistem Perkemihan
10) Sistem Musculoskeletal
- Look
- Feel
- Move
11) Sistem Endokrin
12) Sistem Immun Hematologi
13) Sistem Gastrointestinal
Gejala : riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya karena perdarahan gastro
interitis (GI) atau masalah yang berhubungan dengan GI, misal: luka peptik /
gaster, gastritis, bedah gaster, iradiasi area gaster. Perubahan pola defekasi /
karakteristik feses.
Tanda : nyeri tekan abdomen, distensi
Bunyi usus : sering hiperaktif selama perdarahan, hipoaktif setelah perdarahan.
Karakteristik feses : diare, darah warna gelap, kecoklatan atau kadang-kadang
merah cerah, berbusa, bau busuk (steatorea). Konstipasi dapat terjadi (perubahan
diet, penggunaan antasida).
14) Sistem Reproduksi
15) Sistem Neurosensori
Gejala : rasa berdenyut, pusing/sakit kepala karena sinar, kelemahan.
Status mental : tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak cenderung
tidur, disorientasi/bingung samapi pingsan dan koma (tergantung volume
sirkulasi/oksigenasi)
i. Pengkajian fungsional
1) ADL (Activity Daily Living)
- Pengkajian fungsional berdasarkan INDEKS KATZ
Pengkajian ini meliputi obsservasi kemampuan klien untuk melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari/Activity Daily Living (ADL)
Skore Kriteria
Kemandirian dalam hal makan, kontinen (BAB atau BAK),
A
berpindah, ke kamar kecil, mandi dan berpakaian
B Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tersebut
Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan satu fungsi
C
tambahan
Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian dan
D
satu fungsi tambahan
Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, ke
E
kamar kecil, dan satu fungsi tambahan
Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke
F
kamar kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan
G Ketergantungan pada ke enam fungsi tersebut
Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
Lain-Lain
diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F
Keterangan:
Mandiri berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan efektif dari orang
lain, seseorang yang menolak untuk melakukan suatu fungsi dianggap tidak
melakukan fungsi meskipun ia dianggap mampu
- Barthel Indeks
N Item yang
Skor Nilai
O dinilai
1 Makan 0 = Tidak mampu
(Feeding) 1 = Butuh bantuan memotong, mengoles
mentega, dll
2 = Mandiri
2 Mandi 0 = Tergantung dengan orang lain
(Bathing) 1 = Mandiri
3 Perawatan diri 0 = Membutuhkan bantuan orang lain
(Grooming) 1 = Mandiri dalam perawatan muka,
rambut, gigi, dan bercukur
4 Berpakaian 0 = Tergantung dengan orang lain
(Dressing) 1 = Sebagian dibantu (missal
mengancing baju)
2 = Mandiri
5 Buang air kecil 0= Inkontinensia atau pakai kateter dan
(Bladder) tidak terkontrol
1 = Kadang inkotinensia (maks, 1x 24
jam)
2 = Kontinensia (teratur untuk lebih dari
7 hari)
6 Buang air besar 0 = Inkontinensia (tidak teratur atau
(Bowel) perlu enema)
1 = Kadang inkotinensia (sekali
seminggu)
2 = Kontinensia (teratur)
7 Penggunaan 0 = Tergantung bantuan orang lain
toilet 1= Membutuhkan bantuan, tapi dapat
melakukan beberapa hal sendiri
2 = Mandiri
8 Transfer 0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan untuk bisa duduk (2
orang)
2 = Bantuan kecil (1 orang)
3 = Mandiri
9 Mobilitas 0 = Imobilitas (tidak mampu)
1 = Menggunakan kursi roda
2 = Berjalan dengan bantan satu orang
3= Mandiri (meskipun menggunakan
alat bantu seperti tongkat)
10 Naik turun 0 = Tidak mampu
tangga 1 = Membutuhkan bantuan (alat bantu)
2 = Mandiri
Interpretasi hasil:
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan Ringan
9-11 : Ketergantungan Sedang
5-8 : Ketergantungan Berat
0-4 : Ketergantungan Total
2) Pengkajian kognitif
- Identifikasi tingkat intelektual dengan Short Protable Mental Status
Questioner (SPMSQ)
Instruksi :
Ajukan pertanyaan 1-10 pada daftar ini dan catat semua jawaban
Catat jumlah kesalahan total berdasarkan total kesalahan berdasarkan 10
pertanyaan
Kete
Skore
rang No Pertanyaan Jawaban
+ -
an
1 Tanggal berapa hari ini?
-
2 Hari apa sekarang?
3 Apa nama tempat ini?
4 Berapa nomor telepon Anda?
Dimana alamat Anda?
(tanyakan bila tidak memiliki telepon)
5 Berapa umur Anda?
6 Kapan Anda lahir?
7 Siapa Presiden Indonesia sekarang?
8 Siapa Presiden sebelumnya?
9 Siapa nama Ibu Anda?
10 Berapa 20 dikurangi 3? (Begitu seterusnya
sampai bilangan terkecil)
Kesal
- Kesalahan 0-2 : Fungsi intelektual utuh
- Kesalahan 3-4 : Kerusakan intelektual ringan
- Kesalahan 5-7 : Kerusakan intelektual sedang
- Kesalahan 8-10 : Kerusakan intelektual berat
- Identifikasi aspek kognitif dari fungsi mental dengan mnggunakan Mini
Mental Status Exam (MMSE)
Nilai Nilai Pertanyaan
maksimu pasien
m
Orientasi
5 (tahun) (musim) (tanggal) (hari) (bulan apa
sekarang?)
5 Dimana kita: (Negara bagian) (wilayah) (kota)
(rumah sakit) (lanatai)?
Registrasi
3 Sebutkan nama 3 objek : 1 detik untuk mengtakan
masing-masing. Beri 1 poin untuk setiap jawaban
yang benar
Perhatian dan kalkulasi
5 Seri 7’s 1 poin untuk setiap kebenaran. Berhenti
setelah 5 jawaban. Berganti eja “kata” ke belakang
Nilai Nilai Pertanyaan
maksimu pasien
m
Mengingat
3 Meminta untuk mengulang ketiga objek di atas.
Berikan 1 poin untuk setiap kebenaran
Bahasa
9 Nama pensil dan melihat (2 poin)
Mengulang hal berikut : tidak ada jika, dan atau
tetapi (1 poin)
Nilai total
Keterangan
Nilai maksimal 30, nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya kerusakan
kognitif yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut
3) Pengkajian Status Emosional
- Identifikasi masalah emosional
Pertanyaan tahap 1
a) Apakah klien mengalami kesulitan tidur?
b) Apakah klien sering merasa gelisah?
c) Apakah klien sering murung dan menangis sendiri?
d) Apakah klien sering was-was atau khawatir?
Pertanyaan tahap 2
a) Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari satu kali dalam satu bulan?
b) Ada atau banyak pikiran?
c) Ada masalah atau gangguan dengan keluarga lain?
d) Menggunakan obat tidur/penenang atas anjuran dokter?
e) Cenderung mengurung diri?
Bila lebih dari satu atau sama 1 jawaban “ya”MASALAH EMOSIONAL
POSITIF (+)
4) Pengkajian Psikososial
Jelaskan kemampuan sosialisasi klien pada saat sekarang,sikap klien pada orang
lain, harapan-harapan klien dalam melakukan sosialisasi
5) Pengkajian Spiritual
Kaji agama, kegiatan keagamaan, konsep/keyainan klien tentang kematian,
harapan-harapan klien, dan lain-lain.
6) Pengkajian Depresi
Pengkajian depresi menggunakan Geriatric Depression Scale)
NO ITEM PERTANYAAN YA TIDAK
1 Apakah Bapak/ Ibu sekarang ini merasa
puas dengan kehidupannya?
2 Apakah Bapak/ Ibu telah meninggalkan
banyak kegiatan atau kesenangan akhir-
akhir ini?
3 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa hampa/
kosong di dalam hidup ini?
4 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa bosan?
5 Apakah Bapak/ Ibu merasa mempunyai
harapan yang baik di masa depan?
6 Apakah Bapak/ Ibu merasa mempunyai
pikiran jelek yang mengganggu terus
menerus?
7 Apakah Bapak/ Ibu memiliki semangat
yang baik setiap saat?
8 Apakah Bapak/ Ibu takut bahwa sesuatu
yang buruk akan terjadi pada Anda?
9 Apakah Bapak/ Ibu merasa bahagia
sebagian besar waktu?
10 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa tidak
mampu berbuat apa- apa?
11 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa resah
dan gelisah?
12 Apakah Bapak/ Ibu lebih senang tinggal
dirumah daripada keluar dan mengerjakan
sesuatu?
13 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa kawatir
tentang masa depan?
14 Apakah Bapak/ Ibu akhir – akhir ini
sering pelupa?
15 Apakah Bapak/ Ibu pikir bahwa hidup
Bapak/ Ibu sekarang ini menyenangkan?
16 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa sedih
dan putus asa?
17 Apakah Bapak/ Ibu merasa tidak berharga
akhir-akhir ini?
18 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa kawatir
tentang masa lalu?
19 Apakah Bapak/ Ibu merasa hidup ini
mengembirakan?
20 Apakah sulit bagi Bapak/ Ibu untuk
memulai kegiatan yang baru?
21 Apakah Bapak/ Ibu merasa penuh
semangat?
22 Apakah Bapak/ Ibu merasa situasi
sekarang ini tidak ada harapan?
23 Apakah Bapak/ Ibu berpikir bahwa orang
lain lebih baik keadaanya daripada Bapak/
Ibu?
24 Apakah Bapak/ Ibu sering marah karena
hal- hal yang sepele?
25 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa ingin
menangis?
26 Apakah Bapak/ Ibu sulit berkonsentrasi?
27 Apakah Bapak/ Ibu merasa senang waktu
bangun tidur di pagi hari?
28 Apakah Bapak/ Ibu tidak suka berkumpul
di pertemuan sosial?
29 Apakah mudah bagi Bapak/ Ibu membuat
suatu keputusan?
30 Apakah pikiran Bapak/ Ibu masih tetap
mudah dalam memikirkan sesuatu seperti
dulu?
Ket: Setiap jawaban yang “ SESUAI” diberi skor 1
Skor 0-10 : Menunjukkan tidak depresi
Skor 11-20 : Menunjukkan depresi ringan
Skor 21-30 : Menunjukkan depresi sedang/ berat
Total skor
Keterangan
Risiko Rendah 0-7
Risiko Tinggi 8-13
Risiko Sangat Tinggi ≥ 14
Nama/ paraf
8) APGAR keluarga
NO ITEMS PENILAIAN SELALU (2) KADANG - TIDAK
KADANG PERNAH
(1) (0)
1 A: Adaptasi
Saya puas bisa kembali pada keluarga
(teman- teman) saya untuk membantu
apabila saya mengalami kesulitan
(adaptasi)
2 P: Partnership
Saya puas dengan cara keluarga (teman-
teman) saya membicarakan sesuatu dan
mengungapkan masalah dengan saya
(hubungan)
3 G: Growth
Saya puas bahwa keluarga(teman-teman)
saya menerima dan mendukung keinginan
saya untuk melakukan aktivitas
(pertumbuhan)
4 A: Afek
Saya puas dengan cara keluarga (teman-
teman) saya mengekspresikan afek dan
berespons terhadap emosi saya, seperti
marah, sedih atau mencintai
5 R: Resolve
Saya puas dengan cara teman atau keluarga
saya dan saya menyediakan waktu
bersama-sama mengekspresikan afek dan
berespon
JUMLAH
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan mukosa lambung teriritasi.
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan masukan nutrient yang tidak adekuat.
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakit.
d. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakit.
e. Risiko Hoipovolemia berhubungan dengan masukan cairan yang tidak cukup dan
kehilangan cairan berlebihan karena muntah.
1. INTERVENSI KEPERAWATAN
Antu, A. 2018, Hubungan Kecemasan dengan Kejadian Gastritis di RSUD Toto Kabila
Kabupaten Bone Bolango, Skripsi. Program studi S1 Keperawatan, Fakultas
Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo
Black, Joyce M., & Hawks, Jane Hokanson. (2014). Keperawatan Mediakl Bedah
Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Jakarta: Salemba Medika
Brunner and Suddarth. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Volume 2.
Jakarta : EGC
Dairi, L., Siregar, G. A., dan Sungkar, T. 2018, The Comparison of Serum Malondialdehyde
Level Between H. pylori Positive and H. pylori Negative Gastritis Patients, The
Indonesian Journal of Gastroenterology, Hepatology and Digestive Endoscopy,
vol.19, no.1, pp. 4.
Farishal, A., Vidial, E. R., Rina, dan Kriswiastiny. 2018, Diagnosis Dan Penatalaksanaan
Kasus Gastritis Erosif Kronik Pada Geriatri Dengan Riwayat Konsumsi NSAID,
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia, vol. 6, no. 2, pp. 22- 34.
Hardi dan Huda Amin, 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic-Noc ). Yogyakarta : Mediaction
Hirlan. 2015, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi VI, Interna Publishing, Jakarta.
Jameson, J. L., Fauci, A. S., Kasper, D. L., Hauser, S. L., Longo, D. L., dan Loscalzo, J.
2018, Harrison’s Principles of Internal Medicine. 20th edition, McGraw-Hill
Education.
Jayanti, R. P. 2017, Pola penggunaan obat pada pasien gastritis di RSUD Karanganyar pada
tahun 2015, Karya Tulis Ilmiah, Program Studi D-III Farmasi, Fakultas Farmasi
Universitas Setia Budi, Surakarta.
Novitasary, A., Sabilu, Y., dan Ismail, C. S. 2017, Faktor Determinan Gastritis Klinis Pada
Mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo Tahun 2016,
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, vol. 2, no.6.
Sani, W., Tina, L., dan Jufri, N. N. 2016, Analisis Faktor Kejadian Penyakit Gastritis Pada
Petani Nilam Di Wilayah Kerja Puskesmas Tiworo Selatan Kab. Muna Barat Desa
Kasimpa Jaya Tahun 2016, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, vol. 1,
no. 4, pp. 2.
Selviana, B. Y. 2015, Effect Of Coffee And Stress With The Incidence Of Gastritis, J.
Majority, vol. 4, no. 2, pp. 1-5.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Defenisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi I. Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi I. Jakarta : DPP PPNI
Tussakinah, W., Masrul, M., & Burhan, I. R. (2018). Hubungan Pola Makan dan Tingkat
Stres terhadap Kekambuhan Gastritis. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(2), 217–225.
Widayat, W., Ghassani, I. K., dan Rijai, L. 2018, Profil Pengobatan Dan DRP‟S Pada Pasien
Gangguan Lambung (Dyspepsia, Gastritis, Peptic Ulcer) Di RSUD Samarinda,
Jurnal Sains dan Kesehatan 2018, vol. 1, no. 10, pp. 539–547.
https://doi.org/10.25026/jsk.v1i10.100